1. PEMILIHAN
2. UJI FARMAKOLOGI utk khasiat dan efek terapi
3. UJI TOKSISITAS utk lihat keamanan dan toksisitas, ESO
Uji Toksisitas akut
o Uji ini menyangkut pemberian beberapa dosis tunggal yang
meningkat secara teratur pada beberapa kelompok hewan dari jenis
yang sama
o Pengamatan kematian dalam waktu 24 jam digunakan untuk
menghitung LD50 dan hewan tetap dipelihara selama 14 hari
o Uji ini dilakukan pada tikus dari kedua jenis kelamin menggunakan
minimal 5 hewan dari tiap kelamin perdosis
o Yang perlu dicari pada uji toksisitas akut adalah :
Spektrum toksisitas akut
Cara kematian
Nilai dosis lethal median (LD50)
Uji Toksisitas Lanjutan meliputi :
o Uji Toksisitas subakut
o Uji Toksisitas kronik
o Uji Toksisitas spesifik
Toksisitas pada janin
Mutagenesitas
SK Menkes No. 761/MENKES/SK/IX/1992
UJI TOKSIKOLOGI
a. species
b. strain hewan yang akan digunakan,
c. usia,
d. jenis kelamin dan
e. jumlahnya.
Species mamalia yang umum digunakan adalah tikus, mencit dan
kelinci. Untuk unggas digunakan embrio ayam (percobaan in ovo).
Kemajuan teknik laboratorium yang ada sekarang dan reaksi dari
pemerhati hak binatang telah membuka kemungkinan penggunaan
hanya organ, jaringan atau sel saja menggantikan hewan uji (kultur
organ atau kultur sel melalui percobaan in vitro). Teknik ini sangat
penting terutama dalam upaya mengungkap mekanisme teratogenesis
suatu agensia. Di Indonesa hewan uji yang populer digunakan adalah
mencit dan tikus, karena itu tulisan ini selanjutnya akan membicarakan
pengujian dengan menggunakan hewan uji tersebut.
Hewan betina yang digunakan adalah betina dara sedangkan untuk
jantan dipilih pejantan yang sudah terbukti baik fertilitasnya. Hewan
dikawinkan di malam hari dengan cara mencampur 1 jantan dengan 3
betina dalam satu kandang. Jika keesokan harinya ditemukan adanya
sumbat vagina (vaginal plug) atau adanya sperma di vagina yang
dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis apusan vagina, maka itu
pertanda perkawinan sudah berlangsung dan hari tersebut dtentukan
sebagai hari ke nol kebuntingan.
Jumlah hewan uji yang digunakan palig tidak sebanyak 20 ekor betina
bunting untuk tiap kelompok perlakuan. Karena kelompok perlakuan
biasanya terdiri atas paling tidak 3 taraf dan 1 kelompok kontrol, maka
jumlah hewan bunting yang dibutuhkan adalah 80 ekor.
2. Pemberian Perlakuan.
Untuk agensia berupa senyawa kimia, dosis tertinggi perlakuan
sebaiknya tidak > 1000 mg/kg berat badan per hari dengan pemberian
per oral atau subkutan, sedangkan untuk agensia lain disesuaikan
dengan besaran paparan yang mungkin diterima dari lingkungan.
Dosis tertinggi sebaiknya lebih kecil dari angka LD-50 dan 2 kelompok
dosis berikutnya ditata dengan interval sama di bawah dosis tertinggi
tadi (misalnya LD-50, 2/3 LD-50, 1/3 LD-50, dan kontrol).
Kelompok kontrol disesuaikan dengan percobaan. Aturan yang umum
digunakan adalah apabila agensia dilarutkan dengan suatu pelarut
maka kepada kelompok kontrol diberikan pelarut saja dengan cara
pemberian yang persis sama dengan cara pemberian pada kelompok
perlakuan. Untuk kontrol positif dapat dipilih agensia-agensia yang
sudah dikenali memiliki efek teratogenik. Penggunaan kontrol positip
adalah untuk menilai kepekaan strain yang digunakan.
Cara pemberian perlakuan yang paling umum adalah permberian per
oral (pencekokan). Cara lain dapat dipilih dengan pertimbangan
khusus, seperti inhalasi, subkutan, intrapertoneal atau intramuskuler.
Pertimbangan utama dalam pemilihan cara-cara itu adalah
kemiripannya dengan cara masuk agensia toksis tadi ke dalam tubuh.
Durasi perlakuan disesuaikan degan tujuan pengujian. Untuk pengujian
toksisitas perkembangan umum perlakuan dapat diberikan selama
masa kebuntingan.Dapat juga diberikan perlakuan tunggal 1 kali saja
pada titik waktu spesifik jika yang akan diamati adalah efek suatu
agensia terhadap perkembangan organ tertentu.
Yang paling umum dilakukan adalah pemberian perlakuan dalam
beberapa hari saja, yaitu selama masa organogenesis (hari ke 6 hingga
hari ke 15).
3. Pengamatan.
Meskipun pengujian ini disebut uji tokskologi perkembangan ruang
lingkup pengamatan tidaklah terbatas pada embrio yang sedang
berkembang itu saja melainkan juga mencakup beberapa bagian
pengamatan terhadap induk.
Induk hewan coba diamati kondisi kesehatannya setiap hari dan hal-hal
khusus seperti adanya gejala keracunan atau kematian dicatat. Berat
badan ditimbang paling tidak sekali 3 hari. Data berat badan selain
sebagai petunjuk efek toksik terhadap induk juga digunakan untuk
menentukan jumlah pemberian perlakuan (mg/kg berat badan). Hewan
coba dipelihara dengan baik selama kebuntingan dan selanjutnya
dikurbankan 1 hari sebelum melahirkan (tikus hari ke-20/21; mencit
hari ke-19). Betina tidak dibiarkan sampai melahirkan karena jika itu
terjadi ia akan memakan anak-anaknya yang cacat. Hewan uji dibedah
caesar dengan membuat irisan di garis tengah ventral tubuh mulai dari
area bukaan genitalia hingga ke leher. Rongga perut dan rongga dada
dibuka dan organ dalam tubuh diamati. Uterus diangkat dan ditimbang
bersama-sama dengan embrio di dalamnya. Selanjutnya uterus
ditempatkan di dalam cairan fisiologis, lalu dibelah dan embrionya
dilepas.
Pada saat ini juga status implantasi dipastikan: fetus yang berkembang
penuh dan merespon sentuhan dikategorikan fetus hidup; fetus yang
berkembang penuh dan tidak ada tanda-tanda autolisis tetapi tidak
merespon sentuhan dikategorikan fetus mati; implantasi yang
menunjukkan adanya ciri-ciri fetus tetapi mengalami autolisis
digolongkan sebagai fetus yang diresorpsi pada tingkat lanjut (late
resorption); implantasi yang tidak menunjukkan adanya karakteristik
fetus digolongkan pada fetus yang mengalami resorpsi dini (early
resorption). Selanjutnya ovarium diamati dan jumlah corpora lutea
dihitung. Jumlah corpora lutea umumnya bersesuaian dengan jumlah
implantasi karena corpora lutea adalah petunjuk folikel yang berovulasi
dan berubah menjadi badan hormonal yang berperan dalam
mempertahankan kebuntingan. Kehilangan sebelum implantasi dapat
dihitung berdasarkan selisih antara jumlah corpora lutea dengan
jumlah implantasi.
Tanda-tanda keracunan induk diamati pada organ-organ visceral.
Kelenjar
dan kelainan yang mungkin terlihat dari luar, dan selanjutnya dibelah
untuk
aspek ventral dan dorsal tubuh diamati apakah ada closure defect, dan
dilanjutkan
arah rotasi / fleksi bahu, siku, telapak dan jemari. Jumlah jemari
(masing-masing 5
diwarnai dengan Alcian blue dan Alizarin Red S dan selanjutnya dibuat
transparan
lain-lain
www.library-usu.com
(Santoso, Nahdloh)
UJI FARMAKODINAMIK
UJI TOKSISITAS
Uji praklinik adalah pengujian obat pada reseptor kultur sel terisolasi atau
organ yang terisolasi. Setelah itu diuji pada hewan utuh seperti mencit, tikus,
kelinci, marmot, hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primata.
Hanya dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui efek toksik obat
pada dosis pengobatan. Selain itu toksisitas merupakan cara mengevaluasi
kerusakan genetik (genotoksisitas, mutagenesitas), pertumbuhan tumor
(onkogenisitas dan karsinogenisitas), dan kejadian cacat waktu lahir. Selain uji
pada hewan, juga dikembangkan uji in vitro untuk menentukan khasiat obat.
Contohnya, uji aktivitas enzim, uji antikanker menggunakan cell line, uji
antimikroba pada perbenihan mikroba, uji antioksidan, uji antiinflamasi.
a. Uji toksisitas akut, dilakukan dengan memberikan zat toksik yang sedang
diuji sebanyak satu kali, atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.
b. Uji toksisitas jangka pendek (penelitian sub akut atau sub kronik),
dilakukan dengan memberikan bahan toksik berulang-ulang biasanya
setiap hari atau lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10
% dari masa hidup hewan.
c. Uji toksisitas jangka panjang, dilakukan dengan memberikan zat kimia
berulang-ulang selama masa hidup hewan coba atau sekurang-kurangnya
sebagian dari masa hidupnya.
rerata bergerak
No Effect Dose
Minimum Lethal Dose
o Cara melakukan Uji Toksisitas Akut (1)
Persiapan Hewan Coba :
Kriteria pengamatan :
Manfaat
UjiToksisitasBerulang
Dasarevaluasibatasamanpemakaian
Panduanperancanganujitoksisitasselanjutnya,teratogenitas,danfarmakokinetikadosisberulang
(terutamadalampemilihanhewanujidanperingkatdosis)
Panduandalammenjalankanujiklinik(efektoksik&berbagaitolokukurklinis)
b. Kesalahan pengamatan.
c. Kesalahan pengukuran.
Uji Teratogenitas
o Sejak diakhirinya masa bunting, 12-14 jam pra partus normal (bedah
Ceisar)
o Kriteria pengamatan: Biometrika janin /jabang bayi
Grosmorfologi
Histopatologi Kelainan rangka
Gros morfologi, kelengkapan & kelainan : tangan, kaki, ekor, telinga, mata,
bibir, celah langit, dan adanya kongesti
Pewarnaan alizarins
Sinar-X (Ro:)
Analisis &Evaluasi
Anova searah
Potensi teratogenitas
Maksud dari uji hayati kronik (seumur hidup), untuk menentukan apakah
bahan kimia dapat menimbulkan setiap efek kesehatan yang mungkin
memerlukan waktu yang lama untuk menimbulkan suatu efek seperti kanker,
atau paparan jangka panjang terhadap bahan kimia menimbulkan efek
kesehatan pada organ seperti ginjal.
Bakteri dan sel binatang yang tumbuh dalam tabung uji dari koloni serangga
buah-buahan atau serangga lain cocok untuk penyelidikan yang cepat dan
rnurah dalarn usaha mengetahui bahan kirnia yang potensial mempunyai efek
karsinogenik dan mutagenik. Uji yang paling baik dan paling banyak digunakan
adalah uji mutagenitas Salmonella (umumnya dikenal sebagai uji Ames). Uji ini
membutuhkan bakteriyang tumbuh secara khusus di laboratorium dan
memaparkannya terhadap bahan kimia yang diuji. Uji tersebut untuk mendeteksi
mutasi dalam bakteri yaitu untuk uji efek mutagenik.
Terdapat sejumlah uji mutagenik jangka pendek yang lain atau pengujian
mutagenitas (mutagenity assay). Uji ini sering kali dirujuk sebagai uji in vitro. Jadi
uji ini dibedakan dengan uji in vivo yang menggunakan jaringan hidup seperti
binatang dan manusia. Banyak bahan kimia dapat menyebabkan kanker pada
binatang dan mungkin menimbulkan kanker pada manusia bersifat mutagenik
Uji binatang percobaan untuk memeriksa efek yang merugikan dari suatu
bahan kimia pada reproduksi memerlukan perlakuan pemaparan terhadap
seekor atau kedua induk terhadap bahan kimia yang sedang diuji sebelum kawin,
kemudian diamati efek-efeknya pada setiap keturunannya. Kadang-kadang
perlakuan paparannya diberikan pada seekor binatang yang sedang hamil.
Uji FARMAKOKINETIK
Sesuai dg nama yg diberikan pada uji ini, obat diberikan pada dosis terapi utk
dilihat kinetika obat (jumlah dan kecepatan obat) dalam saluran
sistemik/peredaran darah umum.
Dilakukan sampling darah kemungkinan juga urin dan beberapa obat butuh
sample saliva utk menentukan profil obat baik terjadinya absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi = ADME obat = nasib obat dalam tubuh.
Sampling dilakukan sesering mungkin sejak obat diberikan, lamanya sekitar
5-10x T1/2 obat, atau jika belum tahu t1/2 maka harus dilakukan selama
mungkin bisa sampai 12 jam, dilakukan sampling awal tiap 5 menit, diikuti
sampling tiap jam.
Muncul hasil berupa Cmaks (kadar obat maksimal dalam badan), waktu
terjadinya Cmaks disebut Tmaks, jumlah obat dalam badan AUC dan waktu
paro ekskresi=T1/2 obat yang menunjukkan berapa lama obat berada dalam
tubuh dan kapan akan diekskresikan hampir 100% dr dosis awal. T1/2
menjadi dasar penentuan regimen dosis obat (berapa kali dalam sehari obat
bisa diberikan dan aman).
www.miisonline.org/2009/01/31/uji-pada-obat-moderen/
+definisi+uji+preklinik&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id
Santoso, Pamela
UJI TOKSISITAS
Uji praklinik adalah pengujian obat pada reseptor kultur sel terisolasi atau
organ yang terisolasi. Setelah itu diuji pada hewan utuh seperti mencit, tikus,
kelinci, marmot, hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primata.
Hanya dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui efek toksik obat
pada dosis pengobatan. Selain itu toksisitas merupakan cara mengevaluasi
kerusakan genetik (genotoksisitas, mutagenesitas), pertumbuhan tumor
(onkogenisitas dan karsinogenisitas), dan kejadian cacat waktu lahir. Selain uji
pada hewan, juga dikembangkan uji in vitro untuk menentukan khasiat obat.
Contohnya, uji aktivitas enzim, uji antikanker menggunakan cell line, uji
antimikroba pada perbenihan mikroba, uji antioksidan, uji antiinflamasi.
d. Uji toksisitas akut, dilakukan dengan memberikan zat toksik yang sedang
diuji sebanyak satu kali, atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.
e. Uji toksisitas jangka pendek (penelitian sub akut atau sub kronik),
dilakukan dengan memberikan bahan toksik berulang-ulang biasanya
setiap hari atau lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10
% dari masa hidup hewan.
f. Uji toksisitas jangka panjang, dilakukan dengan memberikan zat kimia
berulang-ulang selama masa hidup hewan coba atau sekurang-kurangnya
sebagian dari masa hidupnya.
o Sifatpemberian:dosistunggal
o Tujuanutama:
potensi toksisitas akut (kuantitatif)
menilai berbagai gejala toksik yang timbul (kualitatif)
adanya efek toksik yang khas (kualitatif)
mode of death (kualitatif)
o Jargon (data yang diinginkan) Uji Toksisitas
Median Lethal Dose (LD 50 )
Median Toxic Dose (TD 50 )
Besaran statistik dosis tunggal suatu senyawa
rerata bergerak
No Effect Dose
Minimum Lethal Dose
o Cara melakukan Uji Toksisitas Akut (1)
Persiapan Hewan Coba :
Kriteria pengamatan :
UjiToksisitasBerulang
Dasarevaluasibatasamanpemakaian
Panduanperancanganujitoksisitasselanjutnya,teratogenitas,danfarmakokinetikadosisberulang
(terutamadalampemilihanhewanujidanperingkatdosis)
Panduandalammenjalankanujiklinik(efektoksik&berbagaitolokukurklinis)
b. Kesalahan pengamatan.
c. Kesalahan pengukuran.
o Sejak diakhirinya masa bunting, 12-14 jam pra partus normal (bedah
Ceisar)
o Kriteria pengamatan: Biometrika janin /jabang bayi
Grosmorfologi
Histopatologi Kelainan rangka
Gros morfologi, kelengkapan & kelainan : tangan, kaki, ekor, telinga, mata,
bibir, celah langit, dan adanya kongesti
Pewarnaan alizarins
Sinar-X (Ro:)
Analisis &Evaluasi
Anova searah
Potensi teratogenitas
Selain itu pemilihan jenis hewan yg dipilih pun harus tepat menggambarkan
kondisi yg diinginkan. Contohnya :
utk obat fertilitas digunakan hewan uji tikus/rat galur Sprague Dowley/SD
bukan Wistar atau jenis tikus lainnya, krn tikus jenis SD memiliki anak banyak
shg pengamatan akan lbh baik dg jumlah sample yg banyak
Utk uji painkiller digunakan mencit/mice jika utk menilai nyeri ringan yakni
dengan penyuntikan asam asetat glacial ke peritoneum mencit, tapi jika
sasarannya nyeri tekanan digunakan tikus bias Wistar atau SD, karena tikus
akan dijepit ekornya atau telapak jarinya dengan alat tertentu, sementara
kalo nyeri berupa panas, digunakan boleh mencit atau tikus krn hewan akan
diletakkan di hot plate.
Utk antidiabetika, seharusnya digunakan babi atau sapi yg pankreasnya
banyak kemiripan dg manusia, namun dengan tikus sudah cukup dengan
adanya keterbatasan subyek uji
Utk antiemetik/anti muntah digunakan burung merpati, krn bisa dirangsang
utk muntah berkali-kali sbg kuantifikasi, sementara hewan lain hanya muntah
sekali.
Utk obat antihipertensi, digunakan kucing atau anjing teranestesi, krn system
kardiovaskulernya paling mirip dg manusia
Utk obat antiinflamasi digunakan baik tikus yang disuntik karagenan di bawah
kulitnya shg melepuh atau telinga mencit disuntik croton oil, bahkan kaki
tikus sering dipotong utk menimbang udem yg terbentuk
utk antipiretik/penurun panas, digunakan kelinci utk diukur suhu duburnya
setelah disuntik pyrogen
Utk asam urat digunakan ayam/burung yg dikasih makan jus hati ayam (ayam
makan ayam) krn metabolisme asam urat pada manusia mirip dg yg terjadi
dg biokimiawi di keluarga burung.
Uji stamina digunakan tikus atau mencit, krn tubuhnya kuat dan tahan di
dalam air, hewan diuji dg berenang dan lari di treadmill.
Uji libido, digunakan tikus dalam keadaan estrus/siap menerima pejantan.
Utk uji kanker, digunakan punggung tikus yg diimplan dg sel kanker, atau
paru-paru tikus setelah dipejankan benzo(a)pirena
Hewan coba atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang
khusus diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan labboratorium
tersebut digunakan sebagai model untuk peneltian pengaruh bahan kimia atau
obat pada manusia. Beberapa jenis hewn dari yang ukurannya terkecil dan
sederhana ke ukuran yang besar dan lebih komplek digunakan untuk keperluan
penelitian ini, yaitu: Mencit, tikus, kelinci, dan kera.
1. Mencit
a. Data biologik normal
- Konsumsi pakan per hari 5 g (umur 8 minggu)
Jantan 25-40 g
Betina 20-40 g
- Jumlah kromosom 40
- Suhu rektal 37,5oC
b. Cara handling
Untuk memegang mencit yang akan diperlakukan (baik pemberian obat
maupun pengambilan darah) maka diperlukan cara-cara yang khusus
sehingga mempermudah cara perlakuannya. Secara alamiah mencit
denderung menggigit bila mendapat sedikit perlakuan kasar. Pengambilan
mencit dari kandang dilakukan dengan mengambil ekornya kemudian
mencit ditaruh pada kawat kasa dan ekornya sedikit ditarik. Cubit kulit
bagian belakang kepala dan jepit ekornya.
d. Pengambilan darah
Pada umumnya pengambilan darah terlalu banyak pada hewan kecil dapat
menyebabkan shok hipovolemik, stress dan bahkan dapat menyebabkan
kematian. Tetapi bila dilakukan pengambilan sedikit darah tetapi sering,
juga dapat menyebabkan anemia. Pada umumnya pengambilan darah
dilakukan sekitar 10% dari total volume darah dalam tubuh dan dalam
selang waktu 2-4 minggu. Atau sekitar 1% dengan interval 24 jam. Total
darah yang diambil sekitar 7,5% dari bobot badan. Diperkirakan
pemberian darah tambahan (exsanguination) sekitar setengah dari total
volume darah.
Pengambilan darah dapat dilakukan pada lokasi tertentu dari tubuh, yaitu:
IV IP IM SC Oral
24 guage
e. Euthanasia:
Dengan beberapa cara yaitu euthanasia dengan CO2, injeksi barbiturat
over dosis (200mg/Kg) IP atau dengan dislokasi maupun dekapitasi. Yang
terakhir perlu keahlian khusus dan bergantung pada tujuan dilakukan
euthanasia.
2. Tikus.
a. Data biologik
- Konsumsi pakan per hari 5 g/100 g bb
Jantan 300-400 g
Betina 250-300 g
- Jumlah kromosom 42
b. Cara handling
Pertama ekor dipegang sampai pangkal ekor. Kemudian telapak tangan
menggenggam melalui bagian belakang tubuh dengan jari telunjuk dan
jempol secara perlahan diletakkan disamping kiri dan kanan leher. Tangan
yang lainnya membantu dengan menyangga dibawahnya, atau tangan
lainnya dapat digunakan untuk menyuntik.
d. Pengambilan darah
Pada umumnya pengambilan darah terlalu banyak pada hewan kecil dapat
menyebabkan shok hipovolemik, stress dan bahkan dapat menyebabkan
kematian. Tetapi bila dilakukan pengambilan sedikit darah tetapi sering,
juga dapat menyebabkan anemia. Pada umumnya pengambilan darah
dilakukan sekitar 10% dari total volume darah dalam tubuh dan dalam
selang waktu 2-4 minggu. Atau sekitar 1% dengan interval 24 jam. Total
darah yang diambil sekitar 7,5% dari bobot badan. Diperkirakan
pemberian darah tambahan (exsanguination) sekitar setengah dari total
volume darah.
Pengambilan darah dapat dilakukan pada lokasi tertentu dari tubuh, yaitu:
Sedangan tempat atau lokasi untuk injeksi, volume sediaan dan ukuran
jarum adalah sebagai berikut:
IV IP IM SC Oral
0,5 ml paha
Volume 5-10 ml 5-10 ml 5-10 ml/Kg
0,1 ml
20 guage
e. Euthanasia:
Euthanasia dengan CO2, injeksi pentobarbital over dosis (40-60mg/Kg) IP
atau dengan ketamin/medetomidin, 60-75 mg/Kg ip. Atau dengan obat
anasthetika lainnya.
3. Kelinci
a. Data biologik:
- Konsumsi pakan per hari 100-200 g
Jantan 4-5,5 Kg
- Dewasa kelamin:
- Jumlah kromosom 44
b. Cara handling
Kadang kelinci mepunyai kebiasaan untuk mencakar atau menggigit. Bila
penanganan kurang baik, kelinci sering berontak dan mencakarkan kuku
dari kaki belakang dengan sangat kuat yang kadang dapat menyakiti
dirinya sendiri. Kadang kondisi tersebut dapat menyebabkan patahnya
tulang belakang kelinci yang bersangkutan.
c. Penandaan
Penandaan kelinci dapat dilakukan secara individu hewan ataupun
kelompok. Penandaan banyak dilakukan pada daerah telinga yang berupa
ear tag (anting telinga yang dapat diberi nomor). Dapat juga dengan
tatoo pada telinga.
d. Pengambilan darah
Terlalu banyak mengambil darah dalam waktu satu kali akan dapat
menyebabkan shock hypovolemik, stress fisiologik dan kematian.
Sedangkan pengambilan darah yang sedikit dan dalam frekwensi waktu
yang sering dapat menyebabkan anemia.
Pada umumnya pengambilan darah 10% dari total volume darah dalam
selang waktu 2-4 minggu cukup baik dilakukan, atau 1% dalam interval 24
jam. Total volume darah dapat dihitung sekitar 7,5% dari bobot tubuh.
Jantung
Sedangan tempat atau lokasi untuk injeksi, volume sediaan dan ukuran
jarum adalah sebagai berikut:
IV IP IM SC Oral
<2gau
Ukuran ge Jarum tumpul
jarum <21 guage <20gauge <20 18-20 guage
guage
e. Anasthesia
Anasthesia dapat dilakukan secara inhalant maupun injeksi. Anasthesia
inhalant dilakukan dengan inhalan isofluran, sedangkan untuk injeksi
dapat diberikan pentobarbital 20-60 mg/Kg iv dan terjadi efek setelah 1-3
jam. Beberapa obat anasthesia umum dpat juga diberikan sesuai dengan
anjuran. Sedangkan euthanasia (pembunuhan) pada hewan kelinci jarang
dilakukan.
4. Kera
Kera adalah termasuk non-human primata, dimana hewan ini sangat berguna
untuk penelitian yang erat hubungannya dengan manusia. Banyak sekali jenis
primata, tetapi yang sering digunakan untuk keperluan penelitian adalah kera
ekor panjang.
a. data biologik
- Konsumsi pakan per hari 2-4% dari bobot badan
- Diet protein -
Jantan 12 Kg
Betina 10 Kg
- Dewasa kelamin:
Jantan 6 tahun
Betina 5 tahun
- Jumlah kromosom -
b. Cara handling
Cara menghandel primata ini memerlukan alat yang khusus sehingga
hewan tidak dapat bergerak.
http://www.geocities.com/kuliah_farm/praktkum_farmakologi/hewan_coba.doc
Bagaimana uji pre klinik dgn menggunakan in vitro?