PENDAHULUAN
Pitiriasis versikolor (PV) atau lebih dikenal dengan panu adalah infeksi
jamur superfisial nondermatofitosis yang ditandai perubahan pigmen kulit akibat
kolonisasi stratum korneum oleh jamur lipofilik dimorfik dari flora normal kulit,
Malassezia furfur. Pityrosporum orbiculare dan Pityrosporum ovale dapat
menyebabkan penyakit jika bertransformasi menjadi fase miselium sebagai
Malassezia furfur. Dari semua jenis Malassezia, hanya M. pachydermatis yang
membutuhkan lingkungan kaya lipid, seperti kulit manusia atau media kultur yang
diperkaya lipid, karena tidak mampu mensintesis asam lemak jenuh rantai
menengah-panjang. Malassezia menghasilkan berbagai senyawa yang
mengganggu melanisasi dan menyebabkan perubahan pigmentasi kulit.1
Lesi khas pitiriasis versikolor berupa makula, plak, atau papul folikular
dalam berbagai warna, hipopigmentasi, hiperpigmentasi, sampai eritematosa,
berskuama halus di atasnya, dikelilingi kulit normal. Skuama sering sulit terlihat.
1
Untuk membuktikan skuama yang tidak tampak, dapat dilakukan peregangan atau
penggoresan lesi dengan kuku jari tangan sehingga skuama tampak lebih jelas,
dikenal sebagai evoked scale sign, finger nail sign, Besniers sign, scratch sign,
coup dongle sign atau stroke of the nail sign. Peregangan atau penggoresan lesi
akan meningkatkan kerapuhan stratum korneum kulit yang terinfeksi pitiriasis
versikolor, sehingga akan muncul tanda klinis yang berguna untuk membantu
menegakkan diagnosis, terutama jika pemeriksaan mikologis tidak tersedia dan
diagnosis klinis tidak pasti.1
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. IR
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 34 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Murni, lorong telaga
Status : Menikah
Bangsa : Indonesia
Keluhan Utama :
Bercak putih disertai sisik halus pada punggung, leher, dan lengan atas
yang bertambah banyak dan meluas sejak 4 bulan yang lalu.
3
Kemudian selang beberapa bulan, keluhan serupa berulang kembali. Untuk
keluhan yang sekarang, sebelum ke RS, pasien mengoleskan obat yang sama
pada ruam.
Pasien bekerja sebagai karyawan yang bergerak dibidang keuangan, dan
sering keluar untuk survey nasabah setiap 3 bulan sekali. Pasien mengaku
mudah berkeringat tapi jarang langsung mengganti pakaian yang lembab, dan
setiap kali selesai survey lapangan keluhan pasien semakin bertambah parah.
Pasien mandi 2 kali sehari, pagi dan sore hari, menggunakan handuknya
sendiri.
Pemeriksaan Organ
4
Telinga : Normotia, fungsi pendengaran baik, serumen (+).
Hidung : Deviasi septum (-), rinore (-), pembesaran konka (-),
perdarahan (-), sumbatan (-).
Tenggorokan : Tonsil T1-T1
4. Mulut : Mukosa bibir lembab, sianosis (-), atropi papil lidah (-)
sariawan (-)
5. Leher : Pembesaran KGB (-), deviasi trachea (-), JVP : 5-2
cmH2O
6. Thoraks
Paru :
- Inspeksi : Simetris, tidak ada gerakan paru yang tertinggal, otot
bantu pernafasan (-), pelebaran sela iga (-)
- Palpasi : Fremitus sama kanan dengan kiri, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
- Perkusi : Sonor (+/+)
- Auskultasi : Vesikuler (+/+) di kedua lapangan paru, wheezing (-/-),
ronkhi (-/-)
Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari ICS V linea MCS, thrill (-)
- Perkusi : Batas jantung normal
- Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
5
Gambar 1. Lokasi dan Distribusi Ruam pada Pasien
6
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Namun disarankan
untuk dilakukan :
Pemeriksaan KOH dari skuama : hifa pendek dengan spora (spaghetti
with meatballs)
Pemeriksaan Wood lamp : ruam berfluoresensi kuning keemasan
Pityriasis versicolor
Pityriasis alba
Vitiligo
Pityriasis rosea
7
2.8 Penatalaksanaan
1. Non medikamentosa
Edukasi Pasien :
2. Medikamentosa
- Ketokonazol 200 mg perhari selama 7-10 hari
- Selenium sulfide 2,5% lotion dioleskan pada lesi selama 7-10 menit
kemudian dibilas, 3-4 kali seminggu
2.9 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Pityriasis versikolor adalah penyakit infeksi pada superfisial kulit dan
berlangsung kronis yang disebabkan oleh jamur Malassezia furfur. Penyakit ini
biasanya tidak memberikan keluhan subyektif, namun tampak adanya bercak
berskuama halus berwarna putih sampai coklat kehitaman pada kulit yang
terinfeksi. Dapat menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, muka dan
kulit kepala yang berambut.2,3,5
9
juga ditemukan di kulit yang sehat, namun baru akan memberikan gejala bila
tumbuh berlebihan. Beberapa faktor dapat meningkatkan angka terjadinya
pityriasis versikolor, diantaranya adalah turunnya kekebalan tubuh, faktor
temperatur, kelembaban udara, hormonal dan keringat.4
3.4. Epidemiologi
Prevalensi penderita pityriasis versikolor di Amerika diperkirakan sekitar
2-8% dari populasi. Jumlah kasus tertinggi terdapat pada daerah dengan
temperatur dan kelembaban yang tinggi. Prevalensi pityriasis versikolor diseluruh
dunia diperkirakan sekitar 50% pada daerah panas dan lembab, dan 1,1% pada
iklim dingin. Tinea versikolor terjadi pada semua ras, tapi erupsinya lebih sering
pada kulit hitam . Tidak ada perbedaan dalam hal jenis kelamin. Sering terjadi
pada dewasa dan remaja dimana glandula sebasea lebih aktif bekerja.
10
dengan ukuran lesi dapat milier, lentikuler, numuler sampai plakat. Ada dua
bentuk yang sering dijumpai:4
1. Bentuk makuler: berupa bercak yang agak lebar, dengan squama halus
diatasnya, dan tepi tidak meninggi.
2. Bentuk papuler: seperti tetesan air, sering timbul disekitar rambut.
Gambar 1. Pityriasis versikolor (a) lesi yang lebih gelap karena hiperemia
sekunder sebagai respon inflamasi dari peningkatan melanin (b)
11
Gambar 2. Pityriasis versicolor (c) makula salmon colored yang bersatu
membentuk patch yang besar. (d) sisik yang tampak seperti debu.
3.6. Patogenesis
Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya
pityriasis versicolor yaitu Pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau
Pityrosporum ovale yang berbentuk oval. Malassezia furfur merupakan fase spora
dan miselium. Malassezia berubah dari bentuk blastospore ke bentuk mycelial.
Hal ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi. Malassezia memiliki enzim oksidasi
yang dapat merubah asam lemak pada lipid yang terdapat pada permukaan kulit
menjadi asam dikarboksilat. Asam dikarboksilik ini menghambat tyrosinase pada
melanosit epidermis dan dapat mengakibatkan hipomelanosit. Tirosinase adalah
enzim yang memiliki peranan penting dalam pembentukan melanin. Malassezia
Furfur dapat menginfeksi pada individu yang sehat sebagaimana ia dapat
menginfeksi individu dengan immunocompromised, misalnya pada pasien kanker
atau AIDS.4
Malassezia furfur dapat dikultur dari kulit yang terinfeksi maupun yang
normal dan dianggap bagian dari flora normal, terutama di daerah tubuh manusia
12
yang kaya dengan sebum. Hasil peningkatan kelembaban, suhu dan ketegangan
CO2 tampaknya menjadi faktor penting yang berkontribusi terhadap infeksi.
Malassezia furfur adalah dimorfik, organisme lipofilik yang tumbuh secara in
vitro hanya dengan tambahan asam lemak C12-C14 seperti minyak zaitun dan
lanolin. Dalam kondisi yang tepat, ia berubah dari jamur saprofit menjadi bentuk
miselium yang didominasi parasit, yang menyebabkan penyakit klinis. Faktor
predisposisi transisi miselium termasuk, lingkungan yang lembab, hiperhidrosis,
kontrasepsi oral, penggunaan kortikosteroid sistemik, penyakit Cushing,
imunosupresi, serta keadaan malnutrisi.9
Organisme yang menginfeksi biasanya hadir di lapisan atas stratum
korneum, dan dengan penggunaan mikroskop elektron bisa dilihat bahawa jamur
ini menyerang tidak hanya antara tetapi dalam sel-sel berkeratin. Jumlah korneosit
jelas menunjukkan pergantian sel meningkat pada kulit yang terinfeksi. Ada
beberapa mekanisme yang dipostulasikan untuk perubahan dalam pigmentasi,
termasuk produksi asam dikarboksilat yang dihasilkan oleh spesies Malassezia
(asam azelaic misalnya) yang menyebabkan penghambatan kompetitif tirosinase
dan mungkin efek sitotoksik langsung pada melanosit hiperaktif. 9
Bercak hiperpigmentasi kulit terjadi karena peningkatan berlebihan dalam
ukuran melanosom dan perubahan dalam distribusi mereka di epidermis,
memberikan kawasan yang terkena warna kulit yang lebih gelap dari normal. Lesi
hipopigmentasi pula dapat diakibatkan dari penghambatan enzim dopa-tyrosinase
oleh fraksilipid, karena jamur menghasilkan asam azelaic di lokasi cedera yang
terinfeksi, yang menghambat tirosinase, mengganggu melanogenesis.9
13
tampak dengan menggores kulit (finger nail sign). Predileksi di bagian
atas dada, lengan, leher, perut, kaki, ketiak, lipat paha, muka dan kepala.
Penyakit ini terutama ditemukan pada daerah yang tertutup pakaian dan
bersifat lembab.2
3. Pemeriksaan KOH 20%
Pemeriksaan ini memperlihatkan kelompok sel ragi bulat berdinding
tebal dengan miselium kasar, sering terputus-putus (pendek-pendek),
yang akan lebih mudah dilihat dengan penambahan zat warna tinta parker
blue-black atau biru laktofenol. Gambaran ragi dan miselium tersebut
sering dilukiskan sebagai meat ball and spageti .
Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian
kulit yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas
alcohol 70%, lalu dikerok dengan skapel steril dan jatuhnya ditampung
dalam lempeng-lempeng steril. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa
langsung dengan KOH 20% yang di beri tinta parker biru hitam,
dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di
bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka akan terlihat
garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak
tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat atau seperti butir-butir yang
bersambung seperti kalung. Pada ptyriasis versicolor hifa tampak
pendek-pendek, bercabang, terpotong-potong, lurus atau bengkok dengan
spora yang berkelompok.
14
Gambar 4. Gambaran ragi dan miselium sering disebut spaggeti
and meatball
15
intertriginosa (aksila, lipat paha), daerah orifisium (mulut, hidung,
mata, rektum), pada bagian ekstensor permukanaa tulang yang
menonjol (jari-jari, lutut, siku). Pada pemeriksaan histopatologi tidak
ditemukan sel melanosit dan reaksi dopa untuk melanosit negatif.
16
(PUVA) menyebabkan proliferasi sel-sel pigmen di dalam umbi
rambut dan perpindahan sel-sel pigmen tersebut kedaerah kulit
yang putih (hipopigmentasi)
e. Minigrafting dapat digunakan pada vitiligo segmental yang
stabil dan tidak dapat diobati dengan teknik yang lain.
f. Bleaching terapi ini digunakan untuk vitiligo yang luas,
gagal dengan terapi PUVA, atau menolak PUVA. Yang
digunakan adalah Monobenzylether of hydroquinon 20%
cream, dioleskan 2 kali sehari. Biasanya dibutuhkan waktu 9-
12 bulan agar terjadi depigmentasi.8
A B
Gambar 5. Vitiligo pada regio fasial (A) dan regio ekstremitas inferior
(B)
2. Pitiriasis Alba
Pitiriasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun (30-
40%). Wanita dan pria sama banyak. Lesi berbentuk bulat oval. Pada
mulanya lesi berwarna merah muda atau sesuai warna kulit dengan
skuama halus diatasnya. Setelah eritema menghilang lesi yang
dijumpai hanya hipopigmentasi dengan skuama halus. Pada stadium ini
penderita datang berobat terutama pda orang dengan kulit berwarna.
Bercak biasanya multiple 4 sampai 20. Pada anak-anak lokasi kelainan
pada muka (50-60%), paling sering disekitar mulut, dagu, pipi serta
dahi. Lesi daat dijumpai pada ekstremitas dan badan. Lesi umumnya
asimtomatik tetapi dapat juga terasa gatal dan panas.8
Pada pemeroksaan histopatologi tidak ditemukan melanin di stratum
basal dan terdapat hiperkeratosis dan parakeratosis. Kelaianan ini dapat
dibedakan dari vitiligo dengan adanya batas yang tidak tegas dan lesi
17
yang tidak amelanotik serta pemeriksaan menggunakan lampu wood.
Kelainan hipopigmentasi ini dapat terjadi akibat perubahan-perubahan
pasca inflamasi dan efek penghambatan sinar ultra violet oleh
epidermis yang mengalami hipereratosis dan parakeratosis.
Terapi pitiriasis alba kadang tidak memuaskan namun penyakit ini
dapat menyembuh sendiri seiring dengan meningkatnya usia, namun
pernah dilaporkan lesi yang menetap hingga dewasa. Terap yang dapat
digunakakn berupa kortikosteroid topikal. Untuk lesi pititriasis alba
yang luas dapat digunakan PUVA.8
Gambar 6. Pitiriasis alba pada regio fasial tampak batas yang kurang jelas
3.9. Pengobatan
Pengobatan pityriasis versicolor dapat diterapi secara topical maupun
sistemik. Tingginya angka kekambuhan merupakan masalah, dimana
mencapai 60% pada tahun pertama dan 80% setelah tahun kedua. Oleh sebab
itu diperlukan terapi profilaksis untuk mencegah rekurensi :
1. Pengobatan topical
Pengobatan topikal diberikan untuk lesi yang bersifat lokal dengan
infeksi sedang. Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun
dan konsisten. Obat yang dapat digunakan ialah :
Lotion selenium sulfide 2,5% dioleskan pada lesi selama 7-10 menit
kemudian dibilas. Penggunaan sehari-hari pada lesi yang luas 3-4 kali
seminggu, dan di tappering 1 atau 2 kali perbulan dan gunakan terapi
maintenance untuk mencegah kekambuhan.
18
Ketokonazol sampho 2% diamkan selama 5 menit kemudian bilas, 3
hari berturut-turut.
Terbinafin solusio 1% 2 kali sehari selama 7 hari
2. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik diberikan pada kasus pityriasis versicolor yang luas,
kekambuhan yang sering, atau jika pemakaian obat topical tidak berhasil.
Obat yang dapat diberikan adalah :6,7
Ketokonazol 200 mg per hari selama 7-10 hari
Flukonazol 400 mg setiap minggu selama 2 minggu
Itrakonazol 200-400 mg perhari 3-7 hari
3.10. Prognosis
Perjalanan penyakit berlangsung kronik, namun umumnya
memiliki prognosis baik. Lesi dapat meluas jika tidak diobati dengan
benar dan faktor predisposisi tidak dieliminasi. Masalah lain adalah
menetapnya hipopigmentasi, diperlukan waktu yang cukup lama untuk
repigmentasi kembali seperti kulit normal. Hal itu bukan kegagalan terapi,
sehingga penting untuk memberikan edukasi pada pasien bahwa bercak
putih tersebut akan menetap beberapa bulan setelah terapi dan akan
menghilang secara perlahan.1 (PP)
BAB IV
19
ANALISA KASUS
20
terjadinya pityriasis versicolor, yaitu tinggal di daerah tropis, temperatur dan
kelembaban yang tinggi dan mudah berkeringat.1,4
Pada pemeriksaan fisik di regio colli posterior, truncus anterior et posterior,
ekstremitas superior dextra et sinistra didapatkan fluoresensi makula
hipopigmentasi, multipel, lentikular-plakat, diskret sebagian konfluen; ditutupi
skuama putih, halus, kering, selapis. Berdasarkan kepustakaan ruam pitiriasis
versikolor terletak di tubuh dan ekstremitas yang merupakan tempat yang paling
sering timbulnya pityriasis versicolor. Ruam merupakan gambaran makulae
hipopigmentasi, berbentuk bulat, irregular, sebagian berkonfluensi satu sama lain,
berbatas tegas, jumlah multiple dengan ukuran diameter bervariasi antara 1-2 cm.
Diagnosis banding pada pasien ini adalah pitiriasis alba, vitiligo dan pitirasis
rosea. Gambaran ruam pada pasien ini berupa makulae hipopigmentasi yang
berbatas tegas menurunkan kemungkinan diagnosis pityriasis alba dan vitiligo.
Pityriasis alba biasanya berlokasi di wajah, bagian luar lengan dan bahu. Lesinya
berbatas tidak tegas dan skuama lebih kasar, lesi tampak berwarna abu-abu.
Vitiligo biasanya mudah dikenali dengan area-area depigmentasi berbatas tegas
dan tidak berskuama, biasanya di regio wajah, ekstremitas dan genital. 1,5 Pada
pitiriasis rosea lesi inisial berbentuk eritem dan skuama halus disusul oleh lesi-lesi
kecil sejajar kosta menyerupai pohon cemara terbali, serta lesi muncul serentak
dalam beberapa hari. Predileksinya dibadan, lengan atas bagian proksimal dan
21
paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit serta sembuh dalam 3-8
minggu.
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan informasi berupa edukasi
bahwa penyakitnya adalah panu, penyebabnya adalah jamur dan dapat menular.
Kondisi ini tidak meninggalkan jaringan parut yang permanen atau perubahan
pigmentasi, dan perubahan warna kulit membaik dalam waktu 1-2 bulan setelah
terapi dimulai. Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan dan kelembaban kulit
terutama pada daerah yang berkeringat banyak (punggung, leher, lengan) dengan
cara segera mengganti pakaian bila basah. Menggunakan pakaian yang bersih,
kering, tidak ketat dan dapat menyerap keringat serta mengkonsumsi makanan
yang sehat dan kontrol kembali untuk menilai keberhasilan terapi.
Terapi oral juga efektif untuk pityriasis versicolor dan seringkali lebih
dipilihpada pasien karena lebih mudah dan tidak memakan waktu. Terapi oral
dapat diberikan bersama regimen topikal. Ketoconazole, fluconazole, dan
itraconazole merupakan agen oral pilihan pertama. Berbagai regimen dosis telah
digunakan. Dengan ketoconazole, diberikan dosis 200 mg per hari selama 10 hari
dan sebagai dosis tunggal 400 mg, keduanya memiliki hasil yang sama.
Fluconazole diberikan dalam dosis 150 sampai 300 mg setiap minggu selama 2-4
22
minggu. Itraconazole biasanya diberikan pada 200 mg per hari selama 7 hari.
Pramiconazole dan sertaconazole juga telah digunakan dalam terapi pityriasis
versicolor. 4
BAB V
23
KESIMPULAN
Pityriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi disebabkan oleh
Malasezia furfur dan pityrosporum orbiculare. Penyakit jamur kulit ini adalah
penyakit kronis yang ditandai oleh bercak putih sampai coklat yang bersisik,
makula dikulit, skuama halus disertai rasa gatal. Faktor predisposisi penyakit ini
adalah suhu yang tinggi, kulit berminyak, hiperhidrosis, faktor herediter,
pengobatan dengan glukokortikoid, defisiensi imun, pengangkatan glandula
adrenal, penyakit Cushing, kehamilan, malnutrisi, luka bakar, terapi steroid, dan
penggunaan kontrasepsi oral.
Angka kejadian pada pria dan wanita dalam jumlah yang seimbang. Penyakit
ini banyak ditemukan pada usia 15-24 tahun, dimana kelenjar sebasea (kelenjar
minyak) lebih aktif bekerja. Predileksi pityriasis vesikolor yaitu pada tubuh
bagian atas, lengan atas, leher, abdomen, aksila, inguinal, paha, genitalia. Pada
anamnesis dikeluhkan gatal ringan, adanya bercak/macula berwarna putih
(hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan rasa gatal yang akan
muncul saat berkeringat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan bercak-bercak
berwarna-warni, bentuk tidak teratur -teratur, batas jelas-difus. Sering didapatkan
lesi bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk nummular yang meluas
membentuk plakat. Kadang-kadang dijumpai bentuk campuran (folikular dengan
nummular, folikular dengan plakat ataupun folikular atau nummular dengan
plakat). Periksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penyakit ini adalah
pemeriksaan dengan KOH 10% dan lampu wood. Pengobatan pada penyakit ini
menggunakan pengobatan topikal, sistemik dan terapi hipopigmentasi. Prognosis
baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten.
DAFTAR PUSTAKA
24
1. Tan Sukmawati, Reginata G. 2015. Uji Provokasi Skuama pada Pitiriasis
Versikolor. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas
Kedokteran Universitas Tarumanagara. CDK-229/ vol. 42 no. 6. Jakarta,
Indonesia
2. Djuanda, A. Hamzah, M. Aisah, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, 5th Ed. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.
3. James, W.D. Berger, T.G. Elston, D.M. Andrews Diseases of the
Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Saunders Elsevier. Canada. 2000.
4. Johnson. R.A, Suurmond. D . 2007. Color Atlas And Synopsis of Clinical
Dermatology. Dalam: Fitzpatrick TB, Wolff K, Johnson RA, Suurmond
D, penyunting. Dermatology in general medicine. Edisi ke-5. New
York: McGraw-Hill. h. 729
5. Budimulja, Unandar. 2006. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
6. Gupta Aditya K, Folley Kelly A. 2015. Antifungal Treatment for Pityriasis
Versicolor. Journal of Fungi. Canada. Received: 24 December 2014 /
Accepted: 4 March 2015 / Published: 12 March 2015
7. Murtiastutik D, Ervianti E. 2009. Atlas Penyakit Kulit & Kelamin.
Dep/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo
Surabaya. Ed, 2. h.80-81
8. Ortonne JP, Bahadoran P. 2003. /hypomelanosis and Hypermelanosis.
Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolf K,. Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine. Sixth Edition. Mc Graw-Hill. New York 836-862.
9. Kundu, R.V. and A. Garg. 2012. Yeast Infections: Candidiasis, Tinea
(Pityriasis) Versicolor, and Malassezia (Pityrosporum) Folliculitis, in
Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine, M. Lowell A. Goldsmith,
MPH, et al., Editors. McGraw-Hill. p. 3280-3285.
25