Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. JUDUL

Penelitian ini berjudul Implementasi Program Sabilulungan RAKSA Desa:


Memoles Wajah Desa (Studi Hubungan Tingkat Pengetahuan Masyarakat dan
Intensitas Sosialisasi mengenai Jamban Sehat, Sanitasi Air dan Lingkungan,
melalui Tingkat Partisipasi Masyarakat terhadap Tingkat Keberhasilan Implementasi
Program Sabilulungan RAKSA Desa di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang,
Kabupaten Bandung, Jawa Barat).

B. ALASAN PEMILIHAN JUDUL

1. Relevansi dengan Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan

Kajian Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) mempelajari


tentang pembangunan dengan memfokuskan kepada bagaimana tujuan
pembangunan tersebut dapat dicapai, yakni dengan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Salah satu hal terpenting dalam kesejahteraan masyarakat adalah
terpenuhinya kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Kebutuhan dasar manusia
pada dasarnya terdiri atas lima tingkatan, dimana kebutuhan yang ada pada
tingkatan paling bawah merupakan hal yang harus dipenuhi (Maslow, 1943).
Tingkatan kebutuhan ini (diurut dari tingkatan paling bawah) adalah kebutuhan
fisiologis, kebutuhan akan keselamatan dan rasa aman, kebutuhan akan kasih
sayang, kebutuhan akan penghargaan dan harga diri, serta kebutuhan akan
aktualisasi diri.

Salah satu kebutuhan fisiologis manusia adalah kebutuhan akan eliminasi,


yakni proses yang berhubungan dengan pengeluaran zat-zat sisa makanan yang
telah diproses oleh tubuh. Untuk memenuhi kebutuhan eliminasi ini, maka setiap
orang harus memiliki jamban, setidaknya satu di setiap rumah tangga.
Kepemilikan fasilitas jamban sehat akan meningkatkan kualitas kesehatan
individu dan keluarga yang akan berdampak baik pada kehidupan sosial. Agar
kebutuhan jamban sehat seluruh warga dapat terpenuhi, pemerintah pusat
maupun daerah tidak bergantung pada kemampuan individu maupun keluarga
saja. Tingkat kesejahteraan setiap individu maupun keluarga di Indonesia
1
berbeda-beda. Perbedaan tersebut menjadikan tidak semua individu maupun
keluarga dapat membangun atau memiliki jamban yang sehat. Melihat fakta
sosial yang ada, dibutuhkan kebijakan dari pemerintah pusat maupun daerah
untuk mengatasi hal tersebut.

Pemerintah daerah Kabupaten Bandung merupakan salah satu pihak yang


serius menanggapi isu jamban sehat. Keseriusan Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung dalam menanggapi isu jamban sehat adalah dengan mengeluarkan
Kebijakan Sabilulungan RAKSA Desa pada tahun 2010. Inti dari kebijakan
tersebut adalah mengamanatkan kepada seluruh desa di Kabupaten Bandung
untuk melakukan perbaikan kesehatan masyarakat dan lingkungan secara
swadaya masyarakat desa. Kebijakan Sabilulungan RAKSA Desa ini dalam
pelaksanaannya melibatkan peran dari berbagai macam stakeholder serta
keswadayaan masyarakat baik dari sisi pembiayaan maupun pembangunan
secara gotong royong. Salah satu hal yang difokuskan dalam kebijakan ini
adalah jambanisasi atau pembangunan jamban sehat. Jamban yang sehat akan
mendukung pola perilaku hidup sehat dan nantinya akan berdampak pada
meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat di Kabupaten Bandung. Berbekal
kualitas kesehatan yang baik, masyarakat akan lebih mampu untuk memenuhi
kebutuhan dasar hidup lainnya.

Fokus kajian Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK)


yang relevan dengan penelitian ini adalah kebijakan sosial. Kebijakan sosial
yaitu ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat
publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial
(Suharto, 2006). Intinya, kajian ini membahas tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan ketetapan pemerintah, baik berupa perundang-undangan,
pelayanan sosial, maupun sistem perpajakan, beserta implementasi dari
ketetapan tersebut. Hal tersebut relevan dengan penelitian ini karena penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana implementasi program
Sabilulungan RAKSA Desa yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten
Bandung serta bagaimana penerapan program ini dari sudut pandang masyarakat
sebagai penerima manfaat program.

2. Aktualitas

2
SDGs (Sustainable Development Goals) merupakan sebuah program
pembangunan berkelanjutan berupa pembangunan dunia yang bertujuan untuk
kesejahteraan manusia dan planet bumi yang diterbitkan pada tanggal 21
Oktober 2015. Program ini menggantikan program sebelumnya yaitu MDGs
yang berlaku mulai tahun 2000-2015. MDGs merupakan sebuah paradigma
pembangunan global yang dideklarasikan Konferensi Tingkat Tinggi Milenium
oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada
bulan September 2000. Adanya MDGs diintegrasikan dengan pembangunan
nasional dalam upaya menangani penyelesaian terkait dengan isu-isu yang
sangat mendasar tentang pemenuhan hak asasi dan kebebasan manusia,
perdamaian, keamanan, dan pembangunan.

Berdasarkan ringkasan kajian UNICEF tahun 2012 tentang Air Bersih,


Sanitasi dan Kebersihan, salah satu program nasional yang digulirkan untuk
mencapai MDGs pada tahun 2015 adalah Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
Program ini mempunyai lima pilar yang salah satunya adalah penghapusan
buang air besar di tempat terbuka. Kabupaten Bandung sebagai salah satu
wilayah yang mempunyai angka buang air besar sembarangan yang tinggi
menjawab permasalahan tersebut melalui program Sabilulungan RAKSA Desa.
Salah satu fokus dari program tersebut adalah jambanisasi, yang dimana
melibatkan swadaya masyarakat dalam pembangunannya. Salah satu desa yang
telah menerapkan program tersebut adalah Desa Ciporeat. Desa Ciporeat
merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Cilengkrang
dengan jumlah penduduk 4.803 jiwa (pada tahun 2013). 1 Desa Ciporeat
mendapat predikat Desa Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) pertama
oleh Pemerintah Kabupaten Bandung karena keberhasilannya memberantas
perilaku dan pola hidup tidak sehat oleh masyarakat melalui
pengimplementasian kebijakan Sabilulungan RAKSA Desa. Masyarakat Desa
Ciporeat telah membangun jamban sehat di 200 titik wilayah Desa Ciporeat 2
dengan swadaya masyarakat sendiri. Keswadayaan masyarakat Ciporeat tersebut

1 Ciporeat Dalam Angka diakses melalui https://bandungkab.bps.go.id/new/website/pdf_publikasi/Kecamatan-Cilengkrang-


Dalam-Angka-2015.pdf pada 19 April 2017

2 Lihat http://jabarprov.go.id/index.php/news/10386/2014/12/16/Desa-Ciporeat-Desa-Pertama-SBS-Di-Kabupaten-Bandung

3
berupa partisipasi aktif dalam kegiatan gotong royong serta swadaya
pembiayaan pembangunan jamban sehat.

3. Orisinalitas

Isu mengenai program jambanisasi telah dijadikan bahan penelitian oleh


beberapa peneliti di beberapa wilayah di Indonesia sebelumnya. Dalam proses
penyusunan proposal ini, kami melakukan studi literatur yang digunakan sebagai
bahan pembuktian bahwa proposal yang disusun berbeda dengan penelitian
sebelumnya, yaitu:

a) Penelitian mengenai implementasi program sanitasi total dan pemasaran


sanitasi pernah diteliti oleh mahasiswa S1 Universitas Airlangga Surabaya
bernama Midia Juniar yang dipaparkan dalam jurnalnya yang berjudul
Studi tentang Implementasi Program Sanitasi Total dan Pemasaran
Sanitasi (SToPs) dalam Perspektif Deliberatif di Desa Ngampungan
Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang. Dalam penlitian tersebut,
peneliti lebih menekankan pada keberhasilan program Sanitasi Total dan
Pemasaran Sanitasi (SToPs) yang dipengaruhi oleh intensitas sosialisasi
pemerintah serta kegiatan arisan jamban yang dilakukan oleh warga Desa
Ngampungan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Tujuan dari penelitian
tersebut adalah mengetahui pengaruh intensitas sosialisasi pemerintah
dengan partisipasi warga Desa Ngampungan dalam program arisan jamban
terhadap keberhasilan program Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi
(SToPs).

b) Penelitian skripsi berjudul Faktor yang Berhubungan dengan


Pemanfaatan Jamban Community Led Total Sanitations (CLTS) di
Kenagarian Kurnia Selatan, Kecamatan Sungai Rumbai, Kabupaten
Dharmasraya karya Mahasiswa Universitas Andalas bernama
Meiridhawati tersebut menekankan pada aspek peran Community Led
Total Sanitations (CLTS). Program CLTS diartikan menjadi sanitasi total
yang dipimpin oleh masyarakat dalam sebuah pendekatan yang
menyuluruh untuk mencapai status Open Defication Free (ODF) atau Stop
Buang Air Besar Sembarangan suatu desa. Pendekatan CLTS
4
memfasilitasi masyarakat dalam menganalisis sanitasi mereka, kebiasaan
buang air besar, dan pemahaman mengenai hal-hal yang timbul dari
kebiasaan buruk buang air besar sembarangan. Program CLTS ini pada
dasarnya menekankan pada aspek keikutsertaan masyarakat seperti tokoh
masyarakat, pemuka agama dan lain sebagainya untuk mengajak
masyarakat lain agar dapat mempunyai pola dan perilaku hidup yang lebih
sehat.

Berbeda dengan beberapa penelitian di atas, dalam penelitian ini kajian


lebih difokuskan pada pemberantasan pola dan perilaku hidup tidak sehat
melalui kebijakan Sabilulungan RAKSA Desa dimana di dalamnya mencakup
kegiatan jambanisasi yang dilakukan dengan keswadayaan masyarakat baik dari
sisi pendanaan maupun gotong-royong pembangunan jamban diseluruh wilayah
di Desa Ciporeat.

C. LATAR BELAKANG

Melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era digital saat ini,
permasalahan-permasalahan sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, gejolak politik
hingga degradasi lingkungan menuai munculnya isu-isu pembangunan dan
kesejahteraan bagi masyarakat. Negara-negara di dunia, bahkan setiap wilayah dalam
satu negara pun berlomba-lomba mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui
berbagai kebijakan politik, ekonomi, dan sosial. Utamanya realisasi dari kebijakan di
negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia masih belum optimal antara satu
daerah dengan daerah lain, di mana faktor jumlah penduduk, sumber daya manusia yang
rendah masih menjadi tembok penghalang bagi kesuksesan pembangunan dan
kesejahteraan masyarakat. Indonesia memiliki jumlah penduduk 257.912.349 jiwa (per
30 Juni 2016)3 yang mana sebagian besar berdomisili di Pulau Jawa. Informasi dan
statistik menunjukkan bahwa selain permasalahan kemiskinan, banyak Provinsi hingga
Desa di Pulau Jawa yang masih berkutat permasalahan kesehatan dan lingkungan yang
sangat sulit untuk diatasi pemerintah.4
3 Pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI, Tjahjo Kumolo, dikutip dari Harian Online Tribun Jateng Kamis, 1
September 2016

4 Dikutip dari laman http://jabarprov.go.id/index.php/news/10386/2014/12/16/Desa-Ciporeat-Desa-Pertama-SBS-Di-


Kabupaten-Bandung

5
Oleh karena itu setiap daerah di Indonesia saat ini memiliki program-program
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempermudah
kesempatan bersama dalam mengakses berbagai kebutuhan ekonomi, politik,
pendidikan, kesehatan serta lingkungan. Menajamkan pandangan terhadap permaslahan
di berbagai desa di kabupaten Bandung Kabupaten Bandung merupakan bagian dari
wilayah pengembangan metropolitan Bandung, yang mempunyai luas 176.239 km 2
dengan jumlah penduduk 3.174.499 jiwa terdiri dari 1.617.513 laki-laki dan 1.556.986
perempuan (BPS 2010), yang merupakan hiterland serta daerah penyangga ibukota
Propinsi Jawa Barat. Namun Kabupaten Bandung juga sama seperti daerah lainnya,
masih menghadapi persoalan kesehatan dan lingkungan yang sulit diatasi. Sebagian
masyarakat Kabupaten Bandung memiliki kebiasaan atau perilaku buruk berupa masih
seringnya melakukan buang air besar sembarangan (BABS). Menurut Kepala Bidang
Permukiman, Dinas Perumahan Tata Ruang dan Kebersihan (Dispertasih) Kab.
Bandung, Dedi Mulyadi, pada tahun 2014 terdapat 47,2 persen warga yang tidak
memiliki akses terhadap sanitasi yang layak sehingga sebagian besar dari mereka masih
melakukan buang air besar sembarangan (BABS) di Kabupaten Bandung. Perilaku
buruk tersebut tentu memiliki dampak buruk terhadap lingkungan hidup, lingkungan
akan tercemar dan kemudian memunculkan banyak penyakit yang mengancam warga.

Berangkat dari permasalahan tersebut Pemerintah Kabupaten Bandung Jawa


Barat merekomendasikan topik dan perhatian khusus untuk memoles wajah Kabupaten
Bandung dengan mengeluarkan sebuah kebijakan yang bernama Sabilulungan RAKSA
Desa. Program ini merupakan percepatan peningkatan akses air dan sanitasi serta dari
sisi lain untuk perbaikan rumah tidak layak huni (Rutilahu) di Kabupaten Bandung.
Pembangunan desa ini merupakan bagian dari ikon kebijakan pemerintah daerah dalam
mengembangkan potensi serta kemandirian masyarakat. Sabilulungan sendiri memiliki
makna bekerja sama atau gotong royong dengan prinsip pembangunan yang di pegang
ialah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing artinya segala permasalahan yang ada
di sekitar lingkungan harus diselesaikan dengan kontribusi bersama masyarakat maupun
stakeholder lainnya. Sedangkan RAKSA ialah akronim dari rumah, air, kakus, sampah,
dan alam sekitar.

Gerakan pembangunan Sabilulungan RAKSA Desa telah digagas sejak tahun


2010, program tersebut memberikan atmosfer baru bagi masyarakat di Kabupaten
Bandung terutama bagi kebutuhan dasar dan lingkungan sekitarnya. Di Kabupaten
Bandung Gerakan pembangunan desa dilaksanakan sesuai dengan visi dan misi

6
pemerintahan daerah dan secara resmi telah dicantumkan dalam Perda Nomor 4/2013
tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik dan Peraturan Bupati Nomor 53/ 2014
tentang Penyelenggaraan Sanitasi Terpadu Berbasis Masyarakat untuk meningkatkan
pola perilaku sehat dan partisipasi aktif masyarakat agar tetap menjaga kebersihan
lingkungan di Kabupaten Bandung.

Salah satu desa yang menjalankan amanat pemerintah melalui kebijakan


Sabilulungan RAKSA Desa ialah Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten
Bandung. Desa tersebut merupakan desa pertama yang menggalakkan aksi Stop Buang
Air Besar Sembarangan (SBS) dengan semangat kebijakan Sabilulungan RAKSA Desa
yang dicetuskan pemerintah pada tahun 2010. Desa Ciporeat sendiri terdiri dari 37 RT
dan 9 RW, yang memiliki jumlah penduduk sebanyak 4.803 jiwa pada tahun 2013.
Sebelum tahun 2013, sebanyak 2.320 dari 4.803 jiwa di Desa Ciporeat masih memiliki
kebiasaan buang air besar sembarangan5. Namun, dalam kurun waktu 9 bulan sejak
Desember 2013 sampai September 2014, pemerintah dan masyarakat di Desa Ciporeat
berhasil membangun 200 titik jamban sehat yang tersebar di 9 RW yang terbagi di 716
kepala keluarga (KK) dengan anggaran sebesar RP. 400.000.000 yang mana murni dari
swadaya masyarakat desa Ciporeat itu sendiri.6 Kendati demikian pemerintah yang
terkait dalam program Sabilulungan RAKSA Desa juga menyusun anggaran untuk
kegiatan jamban sehat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten
Bandung. Dalam pelaksanaan program tersebut pemerintah Desa Ciporeat juga bekerja
sama dengan berbagai pihak seperti UPTD Yankes Cilengkrang, bidan, aparat desa,
BPD, LPM serta Forum Desa Siaga. Upaya yang telah dilakukan pemerintah terkait
adalah rutin melakukan sosialisasi, memotivasi, penyadaran warga hingga pelaksanaan
dan monitoring secara terus menerus. Selain itu pemerintah juga melakukan insfeksi
mendadak (sidak) kepada warga yang masih buang air besar sembarangan.

Jika dilihat dari gerakan pembangunan desa yang dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Bandung, maka tidak jauh berbeda dengan gerakan pembangunan desa yang
cukup terkenal di Korea Selatan. Pemerintah Korea Selatan pada tahun 1970 pernah
mengembangkan sebuah program bernama Saemul Undong yaitu strategi untuk
membangun serta meningkatkan perekonomian, sosial dan budaya masyarakat Korea.
5 Sumber : http://www.bandungkab.go.id/arsip/desa-ciporeat-desa-sbs-pertama-di-kabupaten-bandung

6 Pernyatan Kepala Desa Ciporeat, Uu Helmiadi, dikutip dari laman


http://jabarprov.go.id/index.php/news/10386/2014/12/16/Desa-Ciporeat-Desa-Pertama-SBS-Di-Kabupatern-Bandung

7
Hadirnya gerakan pembangunan desa tersebut membuat Korea Selatan bangkit dari
keterpurukan dan kemiskinan yang melilit masyarakat Korea sampai pada akhir tahun
1960 dan setelah tahun itu negaranya bangkit dan mampu menjadikan Korea Selatan
sebagai salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Prinsip Saemul
Undong sendiri hampir sama dengan program Sabilulungan yaitu mengedepankan kerja
sama, gotong royong maupun kemandirian masyarakat dalam membangun dan
mengerahkan berbagai potensi daerahnya masing-masing.

Persoalan rumah tidak layak huni, perilaku tidak sehat warga, serta
pencemaran lingkungan di desa-desa merupakan pekerjaan rumah berat bagi Pemerintah
Kabupaten Bandung. Penerbitan Kebijakan Sabilulungan RAKSA Desa merupakan
salah satu upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung untuk mengatasi masalah-
masalah kesehatan lingkungan dan mayarakat. Pemerintah, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM/NGO), dan masyarakat itu sendiri harus intensif mengawal kebijakan
yang diluncurkan tahun 2010 tersebut agar dapat mencapai tujuannya, yakni terciptanya
masyarakat serta lingkungan rumah tinggal yang layak dan sehat agar masyarakat lebih
sejahtera.

D. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah yang muncul yaitu:

Bagaimanakah Pengaruh Tingkat Pengetahuan Masyarakat dan Intensitas


Sosialisasi Masyarakat mengenai Jamban Sehat, Sanitasi Air dan Lingkungan melalui
Tingkat Partisipasi Masyarakat terhadap Tingkat Keberhasilan Program Sabilulungan
RAKSA Desa di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung?

E. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Substansial

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan


masyarakat terhadap jamban sehat, sanitasi air, dan ligkungan serta intensitas
sosialisasi, melalui tingkat partisipasi di Desa Ciporeat dalam tingkat
keberhasilan implementasi program Sabilulungan RAKSA Desa.

2. Tujuan Operasional

8
- Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam
pengembangan studi Departemen Pembangunan Sosial dan
Kesejahteraan. Kemudian, penelitian ini diharapkan mampu
menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya.

- Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi


pengembangan pemolesan wajah desa dalam implementasi
kebijakan yang berdasarkan prinsip Sabilulungan (gotong
royong).

F. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Substansial

Penelitian ini secara substansial dapat menjadi referensi untuk menunjukkan


hubungan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap jamban sehat, sanitasi air,
dan ligkungan serta intensitas sosialisasi, melalui tingkat partisipasi di Desa
Ciporeat dalam tingkat keberhasilan implementasi program Sabilulungan
RAKSA Desa.

2. Manfaat Operasional

- Bagi peneliti, penelitian dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran tentang


penelitian dan penerapan hasil belajar yang telah dilakukan dalam
Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan.

- Penelitian ini memberikan gambaran mengenai keberhasilan suatu kebijakan


yang dilakukan oleh pemerintah untuk dapat dijadikan acuan dalam
implementasi kebijakan ke depannya.

- Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang pentingnya kebijakan


sosial dalam menangani masalah-masalah sosial di masyarakat.

G. KERANGKA TEORI

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Fungsional Struktural.
Teori ini dipelopori oleh Talcott Parson yang memandang masyarakat sebagai sebuah
sistem yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur sistem yang saling terkait dan
bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing, sehingga setiap sistem yang ada
9
memberikan kontribusi agar terjadi suatu keseimbangan (equilibrium). Kemudian teori
ini menyatakan apabila sebuah sistem dalam masyarakat terjadi kerusakan maka sistem
yang lain tidak akan berfungsi dengan baik. Berdasarkan asumsi yang dipaparkan oleh
Talcott Parson bahwa sistem yang berlangsung di dalam masyarakat akan mempengaruhi
fungsi-fungsi dari pihak terkait seperti hubungan masyarakat dengan pemerintah serta
lembaga-lembaga lain yang saling membentuk sistem masyarakat. Pada pembahasannya
Parson mendefinisikan sistem sosial sebagai sistem yang terdiri dari sejumlah aktor-
aktor individual yang saling berinteraksi dalam situasi yang sekurang-kurangnya
mempunyai aspek lingkungan atau fisik, aktor-aktor yang mempunyai motivasi dalam
arti mempunyai kecendrungan untuk mengoptimalkan kepuasan yang hubungannya
dengan situasi mereka didefinisikan dan dimediasi dalam term system simbol bersama
yang terstruktur secara kultural (Parsons, 1951:5-6). Adapun empat skema yang menjadi
acuan untuk dapat mempertahankan fungsi sistem sosial di dalam masyarakat yaitu:

a) Adaptation : merupakan sebuah sistem yang mampu beradaptasi dengan


situasi dan kondisi permasalahan yang muncul di dalam masyarakat. Konsep ini
memberikan korelasi mengenai sistem kebijakan harus disesuaikan dengan nilai
dan norma yang berlangsung dalam memenuhi kebutuhan.

b) Goal Attainment : fungsinya sangat penting untuk pencapain tujuan utama sebuah
sistem dan memperoleh hasil yang akan dicapai.

c) Integration : fungsi sistem harus mampu mempertahankan dan mengatur


hubungan antar bagian-bagian dalam sistem serta dapat mengelola fungsi-fungsi
lainnya.

d) Latency : berfungsi memelihara pola yang ada di setiap sistem kehidupan


masyarakat dengan memperbaiki dan mendorong pola-pola kehidupan individu
sesuai kesepakatan bersama.

Dari ke empat skema Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latency


(AGIL) di atas kemudian dikaitkan dengan konsep kebijakan sosial menurut beberapa
ahli, sebab kebijakan sosial merupakan sebuah sistem yang terbentuk karena adanya
hubungan antara elemen-elemen yang saling berkaitan. Suatu kebijakan dapat
merumuskan skema AGIL untuk dapat mempertahankan hubungan dan juga dapat
diimplementasikan ke dalam sistem sosial masyarakat. Maka, untuk memahami sebuah

10
kebijakan diperlukan mengetahui pengertian kebijakan sosial. Kebijakan sosial adalah
penyediaan publik atas barang (privat atau publik) dan pelayanan untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia (Devereux dan Cook, 2000). Menurut Mkandawire (2001),
kebijakan sosial adalah intervensi-intervensi kolektif yang secara langsung berpengaruh
pada transformasi kesejahteraan sosial, institusi-institusi sosial, dan hubungan-
hubungan sosial. Kemudian secara teknis implementasi kebijakan menurut Merilee S.
Grindle (1980) menjelaskan bahwa dalam implementasi kebijakan merupakan sebuah
upaya untuk menciptakan hubungan yang memungkinkan tujuan dari kebijakan dapat
terealisasikan sehingga dapat mewujudkan hasil akhir yang diinginkan. Adapun deskripsi
dari model kebijakan yang di paparkan oleh Grindle yaitu:

a. Tujuan yang ingin dicapai ialah bagian dari tujuan kebijakan yang mengarah pada
tujuan atau fokus kebijakan tersebut.

b. Program aksi dan proyek individu yang didesain dan dibiayai, dalam hal ini
pemerintah memberikan program yang melibatkan partisispasi masyarakat serta
individu untuk memperoleh hasil akhir dari tujuan yang ingin dicapai bersama.
Adapun pelaksanaan program aksi dan proyek individu tersebut dipengaruhi oleh
dua kerangka kebijakan:

(a) Isi Kebijakan

1.Kepentingan yang dipengaruhi

2.Tipe manfaat

3.Derajat perubahan yang diharapkan

4.Letak pengambilan keputusan

5.Pelaksana program

6.Sumber daya yang dilibatkan

(b) Konteks Kebijakan

1.Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat

2.Karakteristik lembaga dan penguasa


11
3.Kepatuhan dan daya tanggap

c. Hasil dari kebijakan menurut Grindle yaitu akan berdampak pada masyarakat,
individu, dan kelompok serta perubahan maupun penerimaan oleh masyarakat.

d. Tahapan terakhirnya adalah mengukur sejauh mana keberhasilan program yang


dilaksanakan melalui implikasi program yang diperoleh masyarakat dan proses
pelaksanaan yang dilakukan (program aksi dan proyek Individu).

Oleh karena itu Grindle menyimpulkan bahwa keberhasilan implementasi


kebijakan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu isi kebijakan dan lingkungan implementasi
dimana kedua faktor tersebut dapat menjadi acuan penelitian ini untuk melihat proses
implementasi kebijakan oleh pemerintah melalui implementasi program Sabilulungan
RAKSA Desa di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

Berdasarkan model kebijakan dari Grindle, kami menurunkan menjadi beberapa


proposisi, dimana proposisi ini dapat dijadikan sebagai kerangka berpikir dalam
menentukan berbagai variabel penelitian. Proposisi penelitian kami yaitu :

Proposisi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (1993) pengetahuan terdiri dari tingkatan-tingkatan yaitu


mengetahui (know), memahami (comprehension), mengaplikasikan (application), analisa
(analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian (evaluating).7 Pengetahuan merupakan hal
yang penting dalam melakukan suatu urusan. Begitupun halnya dalam pelaksanaan
program Sabilulungan RAKSA Desa ini. Sosialisasi yang dilakukan pemerintah
merupakan salah satu bentuk pemberian pengetahuan kepada masyarakat. Selain dari
sosialisasi pemerintah, pengetahuan yang sudah dimiliki masyarakat berkaitan dengan
program pemerintah ini juga menentukan keberhasilan program pemerintah. Sebagai
program yang mengusung perbaikan kualitas hidup masyarakat, salah satu pengetahuan
penting yang harus dimiliki agar program ini dapat berjalan dengan sukses adalah
pengetahuan terkait sanitasi dan rumah yang layak. Tidak hanya tahu, masyarakat juga
dituntut untuk paham dengan sanitasi yang baik sehingga bisa menghentikan kebiasaan
tidak sehat yang dulu dilakukan seperti buang air sembarangan. Hal ini sangat penting

7Notoatmodjo S, 2003, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Jakarta:
Rineke Cipta Jakarta.

12
dalam penelitian ini sehingga proposisi pengetahuan diturunkan menjadi variabel tingkat
pengetahuan masyarakat mengenai jamban sehat, sanitasi air, dan lingkungan.

Proposisi Komunikasi

Selain memberi kontrol terhadap modal sumber daya masyarakat, komunikasi


juga merupakan sesuatu yang sangat penting. Komunikasi yang pada dasarnya
merupakan proses pemberian informasi ini tentu menjadi bagian penting lain dari
berhasilnya suatu kebijakan. Informasi-informasi penting tersebut mampu
mempengaruhi pemangku kebijakan dan masyarakat dalam melakukan penilaian positif
bahkan kritik terhadap suatu kebijakan. Segala sesuatu dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi yang memiliki komunikasi yang baik tentunya memiliki
proteksi kuat sehingga dapat dikatakan transparan. Hubungan dua arah antara pihak yang
pembuat kebijakan dan yang menerima kebijakan tentu akan menimbulkan dampak
saling mengawasi. Komunikasi yang terus terjalin akan menjadikan masyarakat dan
pemerintah menjadi saling memahami. Intensitas komunikasi ini sangat menentukan
bagaimana program yang ada dapat diimplementasika dalam masyarakat. Selanjutnya,
pada penelitian ini kami menurunkan proposisi komunikasi menjadi variabel intensitas
sosialisasi.

Proposisi Lingkungan Implementasi

Keberhasilan sebuah program dalam masyarakat ditentukan oleh lingkungan


implementasi kebijakan tersebut. Artinya saat lingkungan implementasi, yang dalam hal
ini masyarakat, dapat menerima program yang dijalankan oleh pemerintah dan
melaksanakannya, maka semakin besar peluang keberhasilan suatu program itu dalam
masyarakat. Jika masyarakat dapat menerima suatu program, maka mereka akan ikut
berpartisipasi dalam program tersebut. Adanya partisipasi tentu saja dapat membantu
menyelesaikan permasalahan yang ada di dalam masyarakat tersebut. Selain dapat
mengembangkan kapasitas Sumber Daya Manusia itu sendiri, adanya partisipasi
masyarakat merupakan komponen penting di dalam program Sabilulungan RAKSA
Desa yang mempunyai makna gotong-royong dan melibatkan swadaya masyarakat. Oleh
karena itu, dari proposisi partisipasi kami menurunkannya menjadi variabel tingkat
partisipasi masyarakat.

Proposisi Tujuan

13
Tujuan merupakan sesuatu yang ingin didapat atau dicapai. Beberapa tujuan dari
dibuatnya sebuah kebijakan adalah untuk membantu masyarakat agar dapat terbebas dari
masalah dan berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Masyarakat yang mendapat
manfaat positif dari kebijakan tentunya akan menjadi lebih baik. Keberhasilan program
Sabilulungan RAKSA Desa di Desa Ciporeat, diharapkan mampu membuat seluruh
warganya mempunyai kesadaran penuh terhadap perilaku hidup sehat, utamanya tidak
lagi buang air besar sembarangan. Dalam kata lain, tujuan pemerintah melalui kebijakan
ini tercapai dan masyarakat pun puas serta mengalami perubahan ke arah yang lebih
baik. Dalam menjelaskan proposisi tujuan ini, maka kami menurunkannya menjadi
variabel tingkat keberhasilan implementasi program.

14
H. HUBUNGAN ANTAR VARIABEL

a. Hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat melalui tingkat


partisipasi terhadap tingkat keberhasilan implementasi program
Sabilulungan RAKSA Desa di Desa Ciporeat

Dalam suatu program, pastisipasi dari anggota yang mengikuti program


tersebut sangat mempengaruhi keberlangsungan dan keberhasilan program tersebut.
Partisipasi seseorang dalam suatu program dapat diimplikasikan melalui bentuk
status dan peran pada sistem sosial yang berlangsung dalam masyarakat, dimana
status merupakan posisi seseorang dalam sistem sosial sedangkan peran merupakan
tindakan yang di lakukan di dalam sistem sosial tersebut.

Pengetahuan adalah hasil dari proses mengingat suatu hal, termasuk


mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak
sengaja dan terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu
objek tertentu. Pengetahuan ini dijabarkan menjadi beberapa tingkatan dari yang
paling sederhana hingga pada tingkatan yang kompleks. Tingkatan itu antara lain
tahu (know), memahami (understanding), penerapan (application), analisis
(analysis), sintetis (synthetic), dan evaluasi (evaluation). Pengetahuan masayarakat,
yang dalam konteks program ini mencakup berbagai macam pemahaman mengenai
jamban sehat, sanitasi, serta rumah yang layak dan bersih, merupakan hal yang
penting dalam program Sabilulungan RAKSA Desa ini. Jika masyarakat sudah
memiliki pengetahuan mengenai lingkungan yang sehat, maka masyarakat secara
perlahan-lahan akan mengubah pola hidup dari yang sebelumnya kurang sehat
menjadi lebih sehat dan bersih.

Pengetahuan akan pentingnya lingkungan bersih dan sehat tidak akan berarti
tanpa adanya partisipasi aktif masyarakat untuk mengaplikasikan pemahaman akan
lingkungan yang sehat tersebut. Semakin tinggi tingkat pengetahuan masyarakat
melalui tingkat pastisipasi, maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan
implementasi program yang dapat dilaksanakan.

b. Hubungan antara intensitas sosialisasi melalui tingkat pastisipasi terhadap


tingkat keberhasilan implementasi program Sabilulungan RAKSA Desa di
Desa Ciporeat

15
Sosialisasi merupakan suatu proses belajar seseorang untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan norma-norma supaya bisa berpartisispasi
sebagai anggota dalam kelompok masyarakat. Sosialisasi diyakini dapat
meningkatkan integritas masyarakat sebagai satu kesatuan yang memiliki kesamaan
nilai-nilai dan norma-norma dalam suatu lingkup kehidupan. Dalam program
Sabilulungan RAKSA Desa ini, sosialisasi merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan program. Sosialisasi yang dilakukan dalam rangka meningkatkan
integritas serta pengetahuan masyarakat akan program yang sedang dilaksanakan.
Keberhasilan suatu program kerja dapat dipengaruhi oleh sejauh apa sosialisasi yang
dilakukan guna mendukung program yang sedang dilaksanakan tersebut. Semakin
sering tinggi intensitas sosialisasi melalui tingkat partisipasi, maka semakin tinggi
pula tingkat keberhasilan implementasi program Sabilulungan RAKSA Desa ini.

I. DEFINISI KONSEP

a.) Tingkat Pengetahuan (X1)

Pengetahuan merupakan hasil dari mengingat suatu hal, termasuk mengingat


kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan
terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu
(Mubarak, 2007).

Menurut Notoatmodjo (1993), Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yang


bergerak dari yang sederhana sampai yang kompleks.

Tahu (Know). Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain:
menyebutkan, menyatakan (Notoatmodjo, 1993).

Memahami (Understanding). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan


untuk memahami dan menjelaskan secara benar arti suatu bahan pelajaran atau tentang
obyek yang diketahui dan dapat diinterpretasikan materi tersebut secara benar, seperti
menafsirkan, menjelaskan, meringkas tentang sesuatu. Kemampuan semacam ini lebih
tinggi daripada tahu (Notoatmodjo, 1993).

16
Penerapan (Application). Penerapan adalah kemampuan menggunakan atau
menafsirkan suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau konkrit, seperti
menerapkan suatu dalil, metode, konsep, prinsip, dan teori. Kemampuan ini lebih tinggi
nilainya daripada pemahaman (Notoatmodjo, 1993).

Analisis (Analysis). Analisis adalah kemampuan untuk menguraikan atau


menjabarkan sesuatu ke dalam komponen atau bagianbagian sehingga susunannya
dapat dimengerti. Kemampuan ini meliputi mengenal masalah-masalah, hubungan antar
bagian, serta prinsip yang digunakan dalam organisasi materi pelajaran (Bestable, 2002).

Sintetis (Synthetic). Kemampuan sintetis merupakan kemampuan untuk


menghimpun bagian ke dalam suatu keseluruhan, seperti merumuskan tema, rencana,
atau melihat hubungan/abstrak dari berbagai informasi atau fakta. Jadi kemampuan
merumuskan suatu pola atau struktur baru berdasarkan informasi dan fakta (Bestable,
2002).

Evaluasi (Evaluation). Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk


menggunakan pengetahuan untuk membuat suatu penilaian terhadap sesuatu berdasarkan
maksud atau kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dapat bersifat internal dan dapat
bersifat relevan dengan maksud tertentu (Bestable, 2002). Pengetahuan sangat penting
dalam menunjang tersampaikannya sebuah visi dan misi pemerintah Kabupaten dan
stakeholder lain terhadap masyarakat. Pengetahuan tersebut diharapkan mampu
memberikan manfaat serta ketika sosialisasi antara pemerintah daerah dengan
masyarakat dapat tersampaikan dengan jelas tanpa adanya penolakan terhadap kebijakan
Sabilulungan Raksa desa tersebut.

b.) Definisi Intensitas Sosialisasi (X2)

Menurut David A Goslin, sosialisasi adalah proses belajar yang dialami


seseorang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan norma-norma
agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota dalam kelompok masyarakatnya. Oleh
karena itu riset ini mencoba untuk mengkaji sisi intensitas sosialisasi terhadap
masyarakat sebagai faktor yang berpengaruh dalam upaya masyarakat dan pemerintah
menunjukkan tanggung jawabnya di lingkungan sosial itu sendiri.

17
c.) Tingkat Partisipasi (Z)

Nelson, Bryant, 1982 (Purnawati, 2005:50) mengklasifikasikan partisipasi


bahwa keterlibatan kelompok atau masyarakat sebagai suatu kesatuan, dapat disebut
partisipasi kolektif, sedangkan keterlibatan individual dalam kegiatan kelompok dapat
disebut partisipasi individual. Menurut pendapat ahli lain Partisipasi didefinisikan
sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang di dalam situasi
kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok
tersebut dalam usaha mencapai tujuan bersama serta turut bertanggung jawab terhadap
usaha yang bersangkutan (Keith Davis dalam Gultom, 2001:11). Mubyarto dalam
Hardjasoemantri (1993:8) mendefinisikan partisipasi sebagai kesediaan untuk
membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa
mengorbankan kepentingan diri sendiri. Partisipasi menjadi faktor utama dalam
mengukur keberhasilan suatu program dimana partisipasi masyarakat sebagai penentu
tercapainya tujuan kebijakan.

d.) Tingkat Keberhasilan Program Sabilulungan RAKSA Desa (Y)

Keberhasilan Program adalah pencapaian tujuan yang sudah terlaksanakan sesuai


kesepakatan atau tujuan bersama pemerintah dalam membangun dan menciptakan
lingkungan desa berupa kebersihan serta pemberdayaan yang baik bagi masyarakat, juga
menghasilkan program yang berjalan dengan kondusif.

J. DEFINISI OPERASIONAL

VARIABEL SUB INDIKATOR DESKRIPSI


VARIABEL
Tingkat sekedar menyebutkan dan
Pengetahuan Menyebutkan atau menyatakan apa yang
Tahu (Know)
menyatakan diketahui tentang program
tersebut
Memahami Kualitas pemahaman Menangkap permasalahan
(Understanding)
Pendapat Masyarakat Persetujuan atau
ketidaksetujuan masyarakat
Ciporeat terhadap program

18
Sabilulungan RAKSA
Desa.
Kemampuan masyarakat
Penerapan Kualitas penerapan dalam menerapkan hasil
(Application) pengetahuan dari pemahamannya
mengenai program
Menangkap permasalahan
serta kemampuan
masyarakat Desa Ciporeat
membedakan pokok
persoalan dan yang bukan
Analisis Kemampuan pokok persoalan (prioritas

menganalisis dan non prioritas)


(analysis)
Kemampuan masyarakat
dalam menjelaskan
permasalahan sanitasi air
dan buang air besar
sembarangan
Kemampuan masyarakat
dalam merumuskan
Sintetis Merumuskan
permasalahan secara
(Synthetic) permasalahan
terstruktur dari informasi
dan fakta yang diperoleh
Kemampuan masyarakat
dalam melakukan penilaian
Evaluasi terhadap persoalan maupun
Penilaian dan kriteria
(Evaluation) program sanitasi air dan
BABS berdasarkan kriteria
tertentu
Intensitas Strategi Kuantitas sosialisasi Seberapa sering pemerintah
Sosialisasi sosialisasi melakukan sosialisasi
Kualitas sosialisasi
kepada masyarakat

Bagaimana cara
pemerintah melakukan
19
sosialisasi kepada
masyarakat

20
Bagaimana interaksi antar
kelompok dan membangun
Partisipasi Interaksi, kerjasama/
potensi gotong royong
Tingkat Kolektif gotong royong
Melihat kontribusi individu
Partisipasi Partisipasi Kesadaran dan
dalam pelaksanaan
Individu kemandirian individu
pembangunan Jamban
Sehat
Gambaran kebersihan
lingkungan, sanitasi air
yang baik dan rumah layak
huni, juga penyampaian
Tingkat
informasi dan pengelolaan
Keberhasilan komponen
yang baik oleh pemerintah
Program keberhasilan seperti
- kepada masyarakat.
Sabilulungan lingkungan, sanitasi
Sebaliknya melihat indikasi
RAKSA air, rumah layak huni.
perubahan pola perilaku
Desa
masyarakat yang lebih
kondusif sebagai dampak
dari program Sabilulungan
RAKSA Desa.

K. ASUMSI

Penelitian ini berangkat dari konsep implementasi kebijakan untuk menjelaskan


sebuah kinerja pemerintah yang melibatkan masyarakat untuk melihat sejauh mana
keberhasilan program Sabilulungan RAKSA Desa di Desa Ciporeat, Kecamatan
Cilengkrang, Kabupaten Bandung. Implementasi kebijakan merupakan sebuah siklus
terakhir dalam perumusan suatu kebijakan termasuk kebijakan sosial. Dalam kaitannya
dengan kebijakan sosial, maka kata sosial secara luas (Kartasasmita, 1996) yaitu
menunjuk pada pengertian umum mengenai bidang-bidang atau sektor-sektor
pembangunan yang menyangkut aspek manusia dalam konteks masyarakat atau
kolektifitas. Istilah sosial di sini salah satunya mencakup bidang kesehatan. Definisi
kebijakan sendiri menurut Anderson (1979) merupakan serangkaian tindakan yang

21
mempunyai tujuan tertentu yang harus diikuti dan dilakukan oleh pelakunya untuk
memecahkan suatu masalah. Program Sabilulungan RAKSA Desa merupakan kebijakan
yang hadir sebagai betuk upaya penyelesaian masalah kesehatan serta kebersihan yang
terjadi di Kabupaten Bandung, dan menjadi daerah fokus penelitian ini adalah Desa
Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang.

Ada beberapa hal yang menjadi fokus dalam penelitian ini: Pertama, tingkat
pengetahuan masyarakat dapat mempengaruhi pengimplementasian program
Sabilulungan RAKSA Desa, khususnya di Desa Ciporeat. Tingkat pemahaman ini
mencakup mengetahui (know), memahami (understanding), menerapkan (application),
menganalisis (analysis), sintesi (synthetic), dan evalusi (evaluation). Kedua, intensitas
sosialisasi dalam masyarakat yang terjadi baik antar warga, maupun warga-pemerintah
dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi program Sabilulungan RAKSA Desa.
Kemudian, tingkat partisipasi masyarakat menjadi tolak ukur dalam menggerakkan
komponen-komponen dalam sistem masyarakat untuk mencapai tujuan program tersebut,
yaitu terciptanya masyarakat dan lingkungan rumah tinggal layak serta sehat yang
merupakan salah satu aspek kesejahtera.

Variabel-variabel yang diajukan berlaku apabila:

1. Tingkat pengetahuan berlaku apabila masyarakat memiliki pengetahuan dalam hal sanitasi
serta kesehatan lingkungan, baik dalam tingkatan tahu, memahami, menerapkan,
menganalisis, sintesi, maupun evalusi, yang mempengaruhi tingkat keberhasilan
pengimplementasian program Sabilulungan RAKSA Desa melalui tingkat partisipasi.

2. Intensitas sosialisasi berlaku apabila masyarakat dan pemerintah setempat melakukan


sosialisasi terkait program dan pengetahuan akan kesehatan dan kebersihan lingkungan,
kemudian dilihat seberapa sering sosialisasi tersebut dilaksanakan.

3. Tingkat partisipasi berlaku apabila masyarakat terlibat dalam segala kegiatan terkait
program Sabilulungan RAKSA Desa yang ada di Desa Ciporeat sehingga berpengaruh
terhadap tingkat keberhasilan implementasi program.

4. Tingkat keberhasilan pengimplementasian program berlaku apabila masayarakat dapat


mengakses dan memanfaatkan bantuan program Sabilulungan RAKSA Desa dengan
baik serta dapat hidup dalam lingkungan yang bersih dan sehat.

22
L. HIPOTESIS

I. Hipotesis Mayor

Ada hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat dan intensitas sosialisasi


mengenai jamban sehat, sanitasi air dan lingkungan, dengan tingkat keberhasilan
implementasi program Sabilulungan RAKSA Desa melalui tingkat partisipasi
masyarakat di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung Jawa
Barat.

II. Hipotesis Minor

- Jika tingkat pengetahuan masyarakat tinggi dan tingkat partisipasi tinggi, maka
tingkat keberhasilan implementasi program akan tinggi.

- Jika intensitas sosialisasi tinggi dan tingkat partisipasi tinggi, maka tingkat
keberhasilan implementasi program akan tinggi.

III. Hipotesis Geometrikal

X1

Z Y

X2

Keterangan :

a. Independent Variable / Variabel Bebas

X1 = Tingkat Pengetahuan Masyarakat

X2 = Intensitas Sosialisasi

b. Intervening Variable / Variabel Antara

Z = Tingkat Partisipasi

23
c. Dependent Variable / Variabel Terikat

Y = Tingkat Keberhasilan Implementasi Program

24
BAB II

METODE PENELITIAN

A. Metode Pelaksanaan

Penelitian ini menggunakan metode survei kuantitatif yang bersifat explanatory survey
(confirmatory), artinya dilakukan untuk menjelaskan hubungan kausal dan menguji
hipotesis. Masri Singarimbun dan Sofian Effendi dalam bukunya yang berjudul Metode
Penelitian Survai (2008:3) menyatakan bahwa metode penelitian survai adalah informasi
yang dikumpulkan dari responden dengan menggunakan alat pengumpul data utama yaitu
kuesioner. Penelitian survai merupakan penelitan yang mengambil sampel dari keseluruhan
jumlah populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang paling
pokok.

1. Penentuan Status Variabel

Variabel merupakan salah satu unsur yang terpenting dalam penelitian kuantitatif.
Menurut Hagul, Manning dan Singarimbun (1989) adalah konsep yang diberi lebih
dari satu nilai. Setelah mengemukakan beberapa proposisi berdasarkan konsep dan teori
tertentu, kemudian peneliti akan menentukan variabel-variabel penelitian. Antara
variabel satu dengan variabel yang lain pada dasarnya memiliki hubungan yang dapat
menjelaskan fenomena sosial. Hubungan antar variabel yang paling mendasar adalah
hubungan antar variabel bebas/pengaruh (independent variable) dengan variabel
terikat/terpengaruh (dependent variable). Di samping itu terdapat variabel yang secara
teoritis mempengaruhi hubungan yang tidak langsung dengan variabel terikat dan
variabel bebas, variabel tersebut dinamakan variabel antara (intervening variable).

Penelitian ini menjelaskan fenomena sosial yang ada di Desa Ciporeat,


Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung mengenai program Sabilulungan RAKSA
Desa. Dalam penelitian ini kami membagi secara mendetail tiga jenis variabel, yaitu
variabel bebas (independent), variabel terikat (dependent) dan variabel antara
(intervening).

1. Independent Variable/Variabel Bebas

X1 : Tingkat Pengetahuan/Pemahaman

X2 : Tingkat Intensitas Sosialisasi

2. Intervening Variable/Variabel Antara

25
Z : Tingkat Partisipasi

3. Dependent Variable/Variabel Terikat

Y : Tingkat Keberhasilan Implementasi Program

2. Penentuan Populasi dan Sampel

Menurut Ida Bagoes Mantra dan Kasto (dalam Metode Penelitian Survai;
1995), Populasi atau universe adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-
cirinya akan diduga. Populasi dapat juga dibedakan menjadi 2 yaitu populasi sampel
dengan populasi sasaran. Perbedaan antara populasi sampel dan populasi sasaran terletak
pada jenis spesifikasinya dimana populasi sampel ditujukan pada sebagian kerangka atau
wadah dari suatu unit analisa, sedangkan secara spesifik populasi sasaran ditujukan pada
suatu unit yang menjadi analisa atau sasaran penelitian. Guna memahami ke dua jenis
populasi sekaligus mengetahui populasi yang diambil dalam penelitian ini. maka
populasi sampel dalam penelitian ini adalah penduduk Desa Ciporeat; sedangkan
populasi sasaran adalah penduduk per rumah tangga sesuai dengan data yang tercantum
dalam Kartu Keluarga (KK).

Populasi sasaran yang diambil dalam penelitian ini adalah penduduk per rumah
tangga sesuai dengan data yang tercantum dalam Kartu Keluarga (KK) di Desa Ciporeat.
Hal ini berarti penduduk yang kami jadikan sebagai populasi sasaran adalah sejumlah
total KK di Desa Ciporeat. Populasi sasaran berdasarkan KK ini diambil dengan
pertimbangan bahwa setiap anggota di dalam sebuah keluarga memiliki pola hidup yang
lebih sehat yang diwujudkan melalui Pembangunan Jamban Sehat dalam program
Sabilulungan Raksa Desa yang melibatkan keswadayaan masyarakat di Desa Ciporeat.
Sehingga kami berasumsi bahwa pendapat dari salah satu anggota keluarga akan
merepresentasikan dari keseluruhan anggota keluarga dan populasi sasaran yang
digunakan juga akan merepresentasikan pendapat dari seluruh penduduk Desa Ciporeat
dengan lebih efektif.

Sementara itu, sampel merupakan bagian penting dalam sebuah populasi untuk
menentukan fokus penelitian ini, dalam sampel data yang diambil hanya sebagian dari
keseluruhan populasi yang akan digunakan untuk menentukan sifat atau ciri dari suatu
populasi. Kemudian untuk memastikan bahwa sampel yang diambil dapat mewakili

26
populasi yang kami teliti, maka populasi sasarannya ialah sejumlah 716 KK yang
tersebar di 9 RW Desa Ciporeat.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Menurut Singarimbun dan Effendi dalam Metode Penelitian Survai (2008),


adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini ialah teknik
pengambilan sampel acak distratifikasi. Teknik ini berguna saat sering menjumpai
populasi yang tidak homogen, untuk dapat menggambarkan secara tepat mengenai sifat-
sifat populasi yang heterogen, maka populasi yang bersangkutan harus dibagi dalam
lapisan-lapisan (strata) yang seragam dan dari setiap lapisan dapat diambil sampel secara
acak yang memiliki peluang yang sama mungkin pula berbeda. Tahapan dalam
pengambilan sampel secara acak distratifikasi yang pertama menyusun kriteria yang
jelas yang akan dipergunakan sebagai dasar untuk menstratifikasi populasi dan variabel
yang memiliki hubungan erat antar variabel. Kedua, ada data pendahuluan dari populasi
mengenai kriteria yang digunakan dalam menstratifikasi. Ketiga, sampel yang digunakan
sudah diketahui dengan tepat jumlah jumlah satuan-satuan elementer dari tiap lapisan
dalam populasi tersebut.

4. Metode Pengumpulan Data

a. Kepustakaan

Penelitian ini tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak didukung oleh
literatur-literatur lain yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Ketika kondisi
dan situasi tidak memungkinkan peneliti untuk mencari langsung data pada tempat yang
dijadikan objek penelitian, maka metode kepustakaan adalah alternatif lain yang dapat
dilakukan untuk mendapatkan data serta informasi yang dicari. Metode kepustakaan
tidak hanya dipergunakan pada waktu sebelum peneliti melakukan penelitian, namun
juga digunakan sejak perencanaan hingga pelaporan. Di samping itu studi kepustakaan
juga berperan untuk mengidentifikasi penelitian-penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, sehingga dapat menjadi informasi tambahan penelitian dan juga dapat
menghindarkan dari tindak plagiarism penelitian sebelumnya. Pengetahuan atau
wawasan teori yang didapat oleh peneliti bersumber dari studi kepustakaan yang
dilakukan. Metode kepustakaan ini dilakukan dengan melakukan kajian terhadap buku-
buku, media, jurnal, web blog serta studi kepustakaan lain yang relevan dengan
27
penelitian. Berkat peran studi kepustakaan, peneliti tidak terhambat oleh masalah
jarak,ruang, dan waktu untuk mendapatkan informasi.

b. Kuesioner

Kuesioner merupakan alat untuk mengumpulkan informasi dengan cara


menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis dan untuk dijawab secara tertulis pula oleh
responden. Pertanyaan dalam kuesioner harus disusun terlebih dahulu sebelum peneliti
melakukan praktik terjun ke lapangan. Pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam
kuesioner penelitian, atau daftar pertanyaan tersebut harus cukup terperinci,lengkap dan
biasanya sudah tersedia pilihan jawaban (kuesioner tertutup) atau memberikan
kesempatan responden menjawab secara bebas (kuesioner terbuka) atau juga jawabannya
sudah ditentukan kemudian disusul dengan pertanyaan berikutnya (kuesioner semi
terbuka). Kuesioner ini dibuat harus mempunyai hubungan yang relevan dengan
permasalahan pokok dan harus dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Setiap
pertanyaan dimaksudkan untuk dipakai dalam analisa. Pertanyaan dalam sebuah
penelitian ditentukan dari kebutuhan peneliti informasi yang ingin diperoleh dari
responden.

c. Wawancara

Wawancara adalah percakapan langsung antara peneliti dan responden dengan


menggunakan format tanya jawab yang baik serta terencana dan dilakukan karena tujuan
tertentu. Wawancara telah dianggap sebagai salah satu teknik pengumpulan data atau
informasi yang handal dan banyak dilakukan dalam berbagai penelitian. Dalam
pengertian lain, wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan jalan tanya
jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan
penelitian (Lerbin,1992 dalam Hadi, 2007).

5. Metode Pengumpulan Skor

Saat melakukan penentuan skor, ada dua hal yang harus diperhatikan oleh
peneliti. Pertama, peneliti harus membuat keputusan tentang jenjang (range score) untuk
indeks yang telah disusunnya. Kedua, peneliti menentukan skor yang akan diberikan
pada setiap jawaban dari masing-masing pertanyaan.

Dalam penelitian survei ini, jawaban yang diberikan oleh responden memiliki
skor tertentu yang bergerak antara 1 sampai 3. Peneliti memberikan penentuan skor

28
menggunakan skala, salah satunya dengan menentukan range yang lebih besar sehingga
informasi yang dikumpulkan lebih lengkap sebagai berikut :

Apabila diketahui suatu pertanyaan adalah favorable, maka :

a Jawaban yang tidak mendukung diberi skor 1

b Jawaban ragu-ragu diberi skor 2

c Jawaban yang paling mendukung diberi skor 3

Sedangkan bila diketahui suatu pertanyaan adalah unfavorable, maka :

a Jawaban yang tidak mendukung diberi skor 3

b Jawaban ragu-ragu diberi skor 2

c Jawaban yan paling mendukung diberi skor 1.

Untuk menentukan tinggi rendah atau baik buruknya suatu variabel tertentu,
maka terlebih dulu ditentukan interval kategori, yakni selisih antara skor tertinggi
dengan skor terendah dibagi dengan banyaknya alternatif jawaban dalam skala.

skor terti nggi - skor teren dah


Indeks
banyaknya alternatif jawaban

6. Teknik Analisa Data

a Statistika Deskriptif

Statistik deskriptif menurut Martono N (2010) adalah statistik yang berfungsi


untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data
sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum. Statistika deskriptif merupakan bidang ilmu
pengetahuan statistik yang mempelajari tata cara penyusunan dan penyajian suatu data
yang dikumpulkan dalam satu penelitian. Proses mengklasifikasian statistika deskriptif
dan statistika inferensial dilakukan berdasarkan aktivitas yang dilakukan.

Statistika deskriptif menurut Purwanto S.K (2012) adalah metode statistika yang
digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan data yang telah dikumpulkan
menjadi sebuah informasi.

29
Statistika deskriptif memberikan informasi mengenai data yang dipunyai dan
sama sekali tidak menarik kesimpulan apapun tentang gugus induknya yang lebih besar.
Pembahasan selanjutnya adalah berkaitan statistika deskriptif yang meliputi:

- Tabel

- Grafik dan diagram

- Ukuran Pemusatan

- Ukuran Penyebaran

b Chi Square

Berfungsi untuk menguji ada atau tidaknya hubungan antara variabel data yang
diperoleh melalui observasi.

Rumus:

X 2
fo fh
Fh

Keterangan:

Db = (baris-1) (kolom-1)

X = nilai Chi Square

F = frekuensi observasi

Fh = frekuensi harapan

(Sidney Siegel, 1994: 130)

Setelah mendapatkan hasil yang signifikan dari X maka untuk mengetahui


seberapa besar hubungan antara pertanyaan dari variabel satu dengan variabel lain
diketahui dengan rumus:

X2
CC
NX2
Keterangan:

CC = Koefisien kontingensi (0,5)

N = Jumlah total

30
Sedang untuk mengetahui tingkat asosiasi digunakan rumus sebagai berikut:

Cc max 1 1 / m
Keterangan:

m = jumlah terkecil dari baris atau kolom

Dari derajat hubungan tersebut, maka dapat dikategorikan menjadi tiga:

A CC > 0,5 CCmax, maka derajat hubungan tinggi

B CC = 0,5 CCmax, maka derajat hubungan sedang

C. CC < 0,5 CCmax, maka derajat hubungan rendah

c Korelasi Product Moment

Analisa ini digunakan untuk mengetahui besarnya hubungan antara dua variabel
(variabel bebas dan variabel terikat).

Rumus:

n XY X Y
rxy
n X X n Y Y
2 2 2 2

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

n = jumlah sampel

X = variabel bebas

Y = variabel terikat

d Korelasi Ganda

Analisis ini digunakan untuk mengukur derajat hubungan antara satu variable
terikat dengan kombinasi keseluruhan variabel bebas secara bersama-sama. Rumus yang
digunakan sebagai berikut :

a1 X 1Y a 2 X 2Y a3 X 3Y
R
Y 2

31
Untuk mengetahui taraf signifikan korelasi berganda tersebut digunakan tes
signifikasi dengan rumus :

Freg = R2(N-k-1)

(1-R)2k

Keterangan :

R = koefisien korelasi berganda

N = jumlah sample

K = jumlah variabel bebas

(Sudjana, 1989)

e Korelasi Parsial

Digunakan untuk mempelajari korelasi antar dua variabel disertai persyaratan


sejumlah variabel lainya dalam kondisi tertentu

a Korelasi Parsial (jenjang1)

Rumus:

ry.1 ry.2 r1.2


ry.1 2
1 r 2
y.2 1 r 21.2

b Korelasi Parsial (jenjang2)

Rumus:

rY .1 2 r1.3 2 r3.Y 2
rY 1 2.3
1 r 2
1.3 2 1 r 2
3.Y 2

Korelasi parsial digunakan:

- Untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel dengan mengontrol variabel


lainnya

- Untuk mengetahui hubungan murni atau tidak (Sudjana ,1989).

32
33
DATAR PUSTAKA

Buku Bacaan:

Martanto, Ucu. 2008. Kebijakan Sosial dan Kesejahteraan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada

Maslow, Abraham. 2006. On Dominace, Self Esteen and Self Actualization. Ann Kaplan:
Maurice Basset. Hlm. 153, 168, 170-172, 299-342

Suharto, Edi. 2006. Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan
Kebijakan Sosial. Bandung: Alfabeta

Unggah Laman:

Badan Pusat Statistik. 2015. Kecamatan Cilengkrang dalam Angka 2015. Diakses dari laman
https://bandungkab.bps.go.id/new/website/pdf_publikasi/Kecamatan-Cilengkrang-
Dalam-Angka-2015.pdf

Definisi.org. 2013. Hubungan Sosialisasi dengan Kepribadian. Diunggah pada laman


http://definisi.org/hubungan-sosialisasi-dengan-kepribadian

Landasanteori.com. 2015. Pengertian Implementasi Kebijakan Definisi Menurut Para Ahli.


Diunggah pada laman http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-implementasi-
kebijakan.html

Suharto, Edi. 2006. Materi Latihan: Analisis Kebijakan Sosial. Diunggah pada laman
http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_17.htm

Teori Administrasi Publik. Diunggah pada laman http://eprints.undip.ac.id/5204/1/TEORI-


TEORI_ADMINISTRASI_PUBLIK.pdf

Tribun Jateng. 2016. Data Terkini, Jumlah Penduduk Indonesia 257.9 Juta, yang Wajib KTP
182,5 Juta. Diakses pada laman http://jateng.tribunnews.com/2016/09/01/data-terkini-
jumlah-penduduk-indonesia-2579-juta-yang-wajib-ktp-1825-juta

34
Website Resmi Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 2014. Desa Ciporeat Desa Pertama SBS Di
Kabupaten Bandung. Diunggah pada laman
http://jabarprov.go.id/index.php/news/10386/2014/12/16/Desa-Ciporeat-Desa-Pertama-
SBS-Di-Kabupaten-Bandung

http://digilib.uinsby.ac.id/872/5/Bab%202.pdf

http://eprints.ung.ac.id/86/3/2013-2-86205-121409006-bab2-10012014041048.pdf

35

Anda mungkin juga menyukai