- Keberanian KAMI dan KAPPI terutam karena merasa mendapat perlindungan dari AD.
Kesempatan ini digunakan oleh Mayjen Soeharto uintuk menawarkan jasa baik demi
pulihnya kemacetan roda pemerintahan dapat diakhiri. Untuk itu ia mengutus tiga Jenderal
yaitu M.Yusuf, Amir macmud dan Basuki Rahmat oleh Soeharto untuk menemui presiden
guna menyampaikan tawaran itu pada tanggal 11 Maret 1966. Sebagai hasilnya lahirlah surat
perintah 11 Maret 1966 .
- Pada tanggal 7 februari 1967, jenderal Soeharto menerima surat rahasia dari Presiden melalui
perantara Hardi S.H. Pada surat tersebut di lampiri sebuah konsep surat penugasan mengenai
pimpinan pemerintahan sehari-hari kepada pemegang Supersemar.
- Pada 8 Februari 1967 oleh Jenderal Soeharto konsep tersebut dibicarakan bersama empat
panglima angkatan bersenjata.
- Disaat belum tercapainya kesepakatan antara pemimpin ABRI, masalah pelengkap
Nawaksara dan semakin bertambah gawatnya konflik, pada tanggal 9 Februari 1967 DPR-
GR mengajukan resolusi dan memorandum kepada MPRS agar sidang Istimewa
dilaksanakan.
- Tanggal 10 Februari 1967 Jend. Soeharto menghadap kepad presiden Soekarno untuk
membicarakan masalah negara.
- Pada tanggal 11 Februari 1967 Jend.Soharto mengajukan konsep yang bisa digunakan untuk
mempermudah penyelesaian konflik. Konsep ini berisi tentang pernyataan presiden
berhalangan atau presiden menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pemegang
Supersemar sesuai dengan ketetapan MPRS No.XV/MPRS/1966, presiden kemudian
meminta waktu untuk mempelajarinya.
- Pada tanggal 12 Februari 1967, Jend.Soeharto kemudian bertemu kembali dengan presiden,
presiden tidak dapat menerima konsep tersebut karena tidak menyetujui pernyataan yang
isinya berhalangan.
- Pada tanggal 13 Februari 1967, para panglima berkummpul kembali untuk membicarakan
konsep yang telah telah disusun sebelum diajukan kepada presiden
- Pada tanggal 20 Februari 1967 ditandatangani konsep ini oleh presiden setelah diadakan
sedikit perubahan yakni pada pasal 3 di tambah dengan kata-kata menjaga dan menegakkan
revolusi.
- Pada tanggal 23 Februari 1967, pukul 19.30 bertempat di Istana Negara presiden /Mendataris
MPRS/ Panglima tertinggi ABRI dengan resmi telah menyerahkan kekuasaan pemerintah
kepada pengemban Supersemar yaitu Jend.Soeharto.
- Pada bulan Maret 1967, MPRS mengadakan sidang istimewa dalam rangka mengukuhkan
pengunduran diri Presiden Soekarno sekaligus mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pejabat
presiden RI.
Kekurangan :
1. Pembangunan lambat
2. Otoriter
3. Masyarakat cukup sengsara
4. Perekonomian anjlok,hiper-inflasi hingga 600%
5. Banyaknya terjadi pemberontakan
6. Seringnya terjadi pergantian kabinet
7. Terjadinya krisis ekonomi
8. Munculnya gerakan 30s pki yang sangat merugikan bangsa indonesia
9. Era "Demokrasi Terpimpin", yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis
nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal
memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor
menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer
menjadi wabah
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari Sejarah panjang mengenai dinamika politik pada masa orde lama di Indonesia yang
berhubungan dengan praktek politik berdasar demokrasi muncul semenjak dikelurkannya
Maklumat Wakil Presiden No.X, 3 November 1945, yang menganjurkan pembentukan partai-
partai politik. Perkembangan demokrasi dalam masa revolusi dan demokrasi parlementer
dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas. Presiden Soekarno ditempatkan sebagai pemilik
kekuasaan simbolik dan ceremonial, sementara kekuasaan pemerintah yang nyata dimiliki oleh
Perdana Menteri, kabinet dan parlemen. Kegiatan partisipasi politik di masa itu berjalan dengan
hingar bingar, terutama melalui saluran partai politik yang mengakomodasikan berbagai ideologi
dan nilai-nilai primordialisme yang tumbuh di tengah masyarakat.
Namun, demikian, masa itu ditandai oleh terlokalisasinya proses politik dan formulasi
kebijakan pada segelintir elit politik semata, hal tersebut ditunjukan pada rentang 1945-1959
ditandai dengan adanya tersentralisasinya kekuasaan pada tangan elit-elit partai dan masyarakat
berada dalam keadaan terasingkan dari proses politik.
Namun pada akhirnya masa tersebut mengalami kehancuran setelah adanya perpecahan
antar-elit dan antar-partai politik di satu sisi dan pada sisi yang lain adalah karena penentangan
dari Soekarno dan Militer terhadap distribusi kekuasaan yang ada, terlebih Bung Karno sangat
tidak menyukai jika dirinya hanya dijadikan Presiden simbolik. Perpecahan yang terjadi diantara
partai politik yang diperparah oleh konflik tersembunyi antara kekuatan partai dengan Bung
Karno dan Militer, serta adanya ketidakmampuan sistem cabinet dalam merealisasikan program-
programnya dan mengatasi potensi perpecahan regional, telah membuat periode revolusi dan
demokrasi parlementer oleh krisis integrasi dan stabilitas yang parah. Pada keadaan inilah Bung
Karno memanfaatkan situasi dan pihak militer untuk menggeser tatanan pemerintahan ke arah
demokrasi terpimpin pun ada di depan mata. Dengan adanya Konsepsi Presiden tahun 1957,
direalisasikannya nasionalisasi ekonomi, dan berlakunya UU darurat, maka pintu ke arah
Demokrasi terpimpin pun dapat diwujudkan seperti apa yang telah dia idam-idamkan. Mengenai
demokrasi terpimpin yang sudah di depan mata Bung Karno. Jelas permasalahan dari demokrasi
terpimpin sendiri kita ketahui adalah berubahnya peta distribusi kekuasaan. Kekuasaan yang
semula terbagi dalam sistem parlementer berubah menjadi kekuasaan yang terpusat (sentralistik)
pada tangan Bung Karno, dan secara signifikan diimbangi oleh peran dan kekuasaan PKI dan
Angkatan Darat. Dan akhirnya menjadi blunder bagi Bung Karno sendiri dengan adanya
peristiwa pemberontakan PKI tanggal 30 september 1965 dalam kepemerintahannya. Setelah itu
terjadi penyerahan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru.
B. SARAN
Perjalanan kehidupan birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh kondisi sebelumnya.
Budaya birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman kolonialisme berakar kuat hingga reformasi
saat ini. Paradigma yang dibangun dalam birokrasi Indonesia lebih cenderung untuk kepentingan
kekuasaan. Struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi yang demikian diwarnai dengan
orientasi pemenuhan kepentingan penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga negara. Budaya
birokrasi yang korup semakin menjadi sorotan publik saat ini. Banyaknya kasus KKN menjadi
cermin buruknya mentalitas birokrasi secara institusional maupun individu.
Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing
dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa Indonesia
adalah mencintai dan menjaga aset Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu kelak.
Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi kesejahteraan
masyarakat umumnya.