I. Pendahuluan
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf dan harus
dikerjakan baik bagi mukimin maupun dalam perjalanan.
Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang)
salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat ,maka ia mendirikan agama
(Islam), dan barang siapa meninggalkan shalat,maka ia meruntuhkan agama (Islam).
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17 rakaat.
Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf
baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat shalat sunah.
Untuk membatasi bahasan penulisan dalam permasalahan ini, maka penulis hanya membahas
tentang shalat wajib kaitannya dengan kehidupan sehari hari.
I. Pengertian Shalat
Secara etimologi shalat berarti doa dan secara terminology / istilah, para ahli fiqih mengartikan
secara lahir dan hakiki. Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang
dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah
menurut syarat syarat yang telah ditentukan (Sidi Gazalba,88)
Adapun secara hakikinya ialah berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan
takut kepada-Nya serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan
kekuasaan-Nya atau mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah
dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua duanya (Hasbi Asy-Syidiqi, 59)
Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya
sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa
perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta
sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara (Imam Bashari Assayuthi, 30)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah merupakan ibadah
kepada Tuhan, berupa perkataan denga perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri
dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara. Juga shalat merupakan
penyerahan diri (lahir dan bathin) kepada Allah dalam rangka ibadah dan memohon ridho-Nya.
4. Shalat Isya
Waktunya: sejak hilangnya mega merah di langit hingga terbit fajar. Kira kira pukul 19.00
04.30 malam
5. Shlat Shubuh
Waktunya : sejak terbitnya fajar (shodiq) hingga terbit matahari. Kira kira pukul 04.00 5.30
pagi
KESIMPULAN
1. Shalat merupakan penyerahan diri secara talalitas untuk menghadap Tuhan, dengan perkataan
dan perbuatan menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara
2. Shalat merupakan kewajiban bagi kaum muslimin yang mukallaf tanpa kecuali
3. Hikmah mendidirkan shalat yaitu:
a. Shalat mencegah perbuatan keji dan munkar
b. Shalat mendidik perbuatan baik dan jujur
c. Shalat akan membangun etos kerja
DAFTAR PUSTAKA
WAKTU SHALAT
Shalat yang diwajibkan atas setiap muslim sehari semalam adalah lima waktu, sesuai dengan
hadits seorang Arabiy yang menemui Rasulullah saw. dan bertanya, Ya Rasulullah, beritahukan
kepadaku tentang shalat fardhu yang telah Allah wajibkan kepadaku? Jawab Nabi, Shalat lima
waktu, kecuali jika kamu beribadah sunnah. Kemudian orang itu bertanya dan Rasulullah
memberitahukan beberapa syariat Islam. Orang itu berkata, Demi Allah yang telah
memuliakanmu, saya tidak akan beribadah sunnah sedikitpun dan tidak akan mengurangi
Orang Arabiy itu
kewajiban sedikitpun. Lalu Rasulullah bersabda,
beruntung jika ia benar (dengan ucapannya). (Bukhari dan Muslim)
Allah swt. telah menetapkan waktu setiap shalat fardhu, dan memerintahkan kita untuk
berdisiplin memeliharanya. Firman Allah, Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (An Nisa: 103). Dan waktu shalat adalah:
1. Shalat fajar, waktunya sejak terbit fajar shadiq sehingga terbit matahari, disunnahkan
pelaksanaannya di awal waktu menurut Syafiiyah[1], inilah yang lebih shahih, dan
disunnahkan melaksanakannya di akhir waktu menurut madzhab Hanafi.[2]
2. Shalat zhuhur, waktunya sejak tergelincir matahari dari pertengahan langit, sehingga
bayangan benda sama dengan aslinya. Disunnahkan mengakhirkannya ketika sangat
panas, dan di awal waktu di selain itu. Seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas
r.a.[3]
3. Shalat ashar, waktunya sejak bayangan benda sama dengan aslinya, di luar bayangan
waktu zawal, sampai terbenam matahari. Disunnahkan melaksanakannya di awal waktu,
dan makruh melaksanakannya setelah matahari menguning. Shalat ashar disebut shalat
wustha.
4. Shalat maghrib, waktunya sejak terbenam matahari, sehingga hilang rona merah.
Disunnahkan melaksanakannya di awal waktu,[4] dan diperbolehkan mengakhirkannya
selama belum hilang rona merah di langit.
5. Shalat isya, waktunya sejak hilang rona merah sehingga terbit fajar. Disunnahkan
mengakhirkan pelaksanaannya hingga tengah malam. Diperbolehkan juga
melaksanakannya setelah tengah malam, dan makruh hukumnya tidur sebelum shalat
isya dan berbincang sesudahnya.
Dari Jabir bin Abdillah r.a, bahwa Rasulullah saw. kedatangan Malaikat Jibril a.s., dan berkata,
Bangun lalu shalatlah, maka Rasulullah shalat zhuhur ketika matahari bergeser ke arah barat.
Kemudian Jibril a.s. datang kembali di waktu ashar dan mengatakan, Bangun dan shalatlah.
Maka Rasulullah saw. shalat ashar ketika bayangan benda sudah sama dengan aslinya. Kemudian
Jibril a.s. mendatanginya di waktu maghrib ketika matahari terbenam, kemudian mendatanginya
ketika isya dan mengatakan bangun dan shalatlah. Rasulullah shalat isya ketika telah hilang
rona merah. Lalu Jibril mendatanginya waktu fajar ketika fajar sudah menyingsing. Keesokan
harinya Jibril datang waktu zhuhur dan mengatakan, Bangun dan shalatlah. Rasulullah shalat
zhuhur ketika bayangan benda telah sama dengan aslinya. Lalu Jibril mendatanginya waktu ashar
dan berkata, Bangun dan shalatlah. Rasulullah saw. shalat ashar ketika bayangan benda telah
dua kali benda aslinya. Jibril a.s. mendatanginya waktu maghrib di waktu yang sama dengan
kemarin, tidak berubah. Kemudian Jibril mendatanginya di waktu isya ketika sudah berlalu
separuh malam, atau sepertiga malam, lalu Rasulullah shalat isya. Kemudian Jibril
mendatanginya ketika sudah sangat terang, dan mengatakan, Bangun dan shalatlah. Maka
Rasulullah shalat fajar. Kemudian Jibril a.s. berkata, Antara dua waktu itulah waktu shalat.
(Ahmad, An-Nasai dan Tirmidzi. Bukhari mengomentari hadits ini, Inilah hadits yang paling
shahih tentang waktu shalat.)
Waktu-waktu yang dijelaskan dalam hadits di atas adalah waktu jawaz (boleh), dan dalam
kondisi udzur dan darurat, waktu shalat itu membentang sampai datang waktu shalat berikutnya.
Kecuali waktu shalat fajar yang habis dengan terbitnya matahari. Seperti yang diriwayatkan dari
Abdullah bin Amr bin Ash bahwa Rasulullah saw. bersabada, Waktu zhuhur itu ketika matahari
telah bergeser sampai bayangan seseorang sama dengan tingginya, selama belum datang waktu
ashar; dan waktu ashar itu selama matahari belum menguning; waktu maghrib selama belum
hilang awan merah; waktu isya hingga tengah malam; dan waktu shubuh dari sejak terbit fajar
sehingga terbit matahari. (Muslim)
Jika seorang muslim tertidur sebelum melaksanakan shalat fardhu atau lupa belum
melaksanakannya, maka ia wajib melaksanakannya ketika ingat, seperti yang pernah disebutkan
dalam hadits Rasulullah saw.
Makruh hukumnya shalat sunnah setelah shubuh sehingga terbit matahari, dan sesudah ashar
sehingga terbenam matahari. Sedangkan shalat fardhu, maka sah hukumnya tanpa makruh. Dan
menurut madzhab Syafii tidak makruh shalat sunnah pada dua waktu ini jika ada sebab tertentu
seperti tahiyyatul masjid. Sedangkan ketika matahari terbit, terbenam, dan ketika tepat di tengah,
maka hukum shalat di waktu itu tidak sah menurut madzhab Hanafi, baik shalat fardhu maupun
sunnah, baik qadha maupun ada (bukan qadha). Dan menurut madzhab Syafii makruh
hukumnya shalat sunnah tanpa sebab. Kecuali jika sengaja shalat ketika sedang terbit atau saat
terbenam, maka haram. Dan menurut madzhab Maliki haram hukumnya shalat sunnah pada
waktu itu meskipun ada sebab. Tetapi diperbolehkan shalat fardhu baik qadha maupun ada pada
saat terbit atau terbenam matahari. Sedang ketika saat matahari berada tepat di tengah, maka
hukumnya tidak makruh dan tidak haram.