Anda di halaman 1dari 1

BAB III

PENUTUP

Abses peritonsiler adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada
bagian kepala dan leher akibat dari kolonisasi bakteri aerob dan anaerob di daerah
peritonsiler. Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau
infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil.
Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler adalah
Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus
aureus, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang berperan
adalah Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium, dan Peptostreptococcus sp.
Penelitian yang dilakukan merekomendasikan penisilin sebagai agen lini pertama.
Semua specimen harus diperiksa untuk kultur sensitifitas terhadap antibiotik. Pada
stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi dan obat simtomatik. Juga perlu
kumur-kumur dengan air hangat dan kompres dingin pada leher. Bila telah
terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk
mengeluarkan nanah. Indikasi-indikasi untuk tonsilektomi segera diantaranya
adalah obstruksi jalan napas atas, sepsis dengan adenitis servikalis atau abses leher
bagian dalam, riwayat abses peritonsil sebelumnya, riwayat faringitis eksudatif
yang berulang.
Angka kekambuhan yang mengikuti episode pertama abses peritonsiler
berkisar antara 0% sampai 22%. Tonsilektomi adalah terapi terbaik untuk terapi
abses peritonsiler untuk mencegah kekambuhan. Pada individu dengan abses
peritonsiler ulangan atau riwayat faringitis ulangan, tonsilektomi dilakukan segera
atau dalam jangka enam minggu kemudian dilakukan tonsilektomi.

17

Anda mungkin juga menyukai