Pengenalan Farklin
Pengenalan Farklin
PENDAHULUAN
1
meliputi insikasi obat, gejala atau yang timbul dari penggunaan obat, biayai, dan
waktu yang cukup untuk konsultasi obat. Maka pasien akan merasa puas jika
mendapatkan pelayanan apotek yang sesuai atau melebihi harapan ( Mackinson,
2006)
Di Indosesia Kata Costumer Satisfaction dalam keinginan melayani dan
memberik kepuasan pada langganan masih sangat minim. Berbeda dengan negara
Jepang atau Singapura, mereka pada umumnya sangat memperhatikan kepuasan
pelanggan. Pelayanan di puskesmas, apotek, dan rumah sakit umumnya banyak
kekurangan. Denga merembesnya era baru di Indonesia di mana pemerintah
melakukan deregulasi dan debirokratisasi di segala bidang , dan pihak swasta
lebih banyak diikut sertakan dalam pembangunan, serta dana yang dikeluarkan
masyarakat untuk obat di Indonesia cukup besar, maka total Costumer satisfaction
akan mendapatkan perhatian yang lebih besar di msa akan datang , karena
masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan yang memadai
(Sabarguna,2004)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
praktek pelayanan kesehatan pada saat itu dan adanya kebutuhan yang meningkat
terhadap tenaga kesehatan profesional yang memiliki pengetahuan kompeherensif
mengenai pengobatan, Gerakan munculnya farmasi klinik dimulai dari University
of Michigan dan university of Kentucky pada tahun 1960an (Miller, 1981).
3
makalah yang berjudul A vision of pharmacys future roless, reponsibilities, and
manpower needs in the united states. Untuk 10-15 tahun ke depan. ACCP
menetapkan suatu visi bahwa farmasi akan menjadi penyedia pelayanan kesehatan
yang akuntable dl terapi obat yang optimal untuk pencegahan dan
peyembuhan(AACP,2008).
4
langsung kepada pasien, seperti yang diharapkan ketika gerakan farmasi klinik ini
dimulai (Sukandar , 2012).
5
tidak lain adalah farmasis (apoteker). Akibat situasi tersebut akhirnya muncullah
istilah pelayanan farmasi klinik (Sukandar , 2012).
6
Kegiatan farmasi klinik yaitu memberikan saran professional pada saat
peresepan dan setelah peresepan. Kegiatan farmasi klinik sebelum peresepan
meliputi setiap kegiatan yang mempengaruhi kebijakan peresepan seperti:
evaluasi obat
7
2. Ketidaktepatan obat (wrong/inappropriate drug)
Tidak ada problem medis yang jelas untuk penggunaan suatu obat
Duplikasi terapi
Efek samping
Alergi
8
Interaksi antara obat dengan obat/herbal
9
memenuhi batau melebihi harapan. Kepuasan merupakan pengalaman yang akan
mengendap di dalam ingatan pasien sehingga mempengaruhi proses pengambilan
keputusan pembelian uang produk yang sama (Endang H, 1998)
10
5. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan
6. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan
7. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda
11
f. Memastikan resiko yang sekecil mungkin bagi pasien
g. Meminimalkan masalah ketidak amanan pemakaian obat
meliputi efek samping, dosis, interaksi dan kontraindikasi
h. Menghormati pilihan pasien
2. Meminimalkan Biaya
a. Untuk rumah sakit dan pasien (apakah obat yang dipilih paling
efektif dalam hal biaya dan rasional)
b. Apakah terjangkau oleh kemampuan pasien atau rumah sakit
c. Jika tidak, alternatif jenis obat apa yang memberikan
kemanfaatan dan keamanan yang sama
3. Menghormati Pilihan Pasien
a. Keterlibatan pasien dalam proses pengobatan akan menentukan
keberhasilan terapi
b. Hak pasien harus diakui dan diterima semua pihak
12
1. Pemilihan
Pemilihan merupakan kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan
Farmasi, alat kesehatn dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
kebutuhan Pemilihan sediaaan Farmasi, Alat kesehatan habis pakai ini
berdasarkan :
a. Formularium dan standar engobatan / pedoman diagnosa dan terapi
b. Standar sediaan farmasi,alat kesehatan, da bahan medis habis pakai
yang gtelah ditetapkan
c. Pola penyakit
d. Efektifias keamanan
e. Pengobatan berbasis bukti
f. Mutu
g. Harga
h. Ketersediaan di pasaran
2. Perencanaan kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah
dan periode pengadaan sediaan Farmasi, Alat kesehatandan bahan medis habis
pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya
kriteria tepat jenis, tepat jumalah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan
untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan an dasar-dasar perencanaaan yang telah ditentukan antara
13
lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan
disesuaian dengan anggaran yang tersedia (Kepmenkes,2014)
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mmerealisasi
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,
jumlah dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar
mutu (Kepmenkes,2014).
Pengadaan dapat dilakukan melalui :
A. Pembelian
B. Produksi sediaan farmasi, boleh dilakukan apabila:
1. Sediaan farmasi tidak ada di pasaran
2. Lebih murah jika diproduksi sendiri
3. Dengan formula khusus
4. Kemasan lebih kecil
5. Untuk penelitian
6. Yang stabil dalam penyipanan / harus dibuat baru
C. Sumbangan / Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap
penerimaaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai sumbangan / dropping/hibah. (Kepmenkes,2014)
4. Penerimaan
Penerimaaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan, dan harga yang tertera dalam
kontrak atau surat pemesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua
dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan baik. (Kepmenkes,2014)
5. Penyimpanan
Setelah barang diterima d instalasi rumah Farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian, penyimpanan harus dapat
menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan , dana bahan
medis habis pakai sesuai engan persyaratan kefarmasian, persyaratan yang
dimaksud adalah persyaratan kefarmasian, sanitasi, cahaya, kelembababn,
ventilasi dan penggolongan jenis sediaan farmasi,alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai (Kepmenkes,2014).
14
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk
sediaan, dan jenis sediaan Farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
dan disususn secara alfabetis deangan Out (FIFO) disertai sistem informasi
manajemen. Penyimpanan sediaaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip ( LASA, Look, Alike
sound alike)tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus
untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat (Kepmenkes,2014)
6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian egiatan dalam rangka menyalurkan /
menyerahkan sediaan farmasi., alat kesehatan,dan bahn medis habis pakai dengan
tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketetapan
waktu(Kepmenkes,2014):
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
a. Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock)
1. Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahanmedis
sekali pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan
dikelola oleh instalasi farmasi
2. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
disimpan di ruag rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat
dibutuhkan
3. Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang
mengelola ( di atas jam kerja) maka pendistribusiannya
didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan
4. Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor
stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan
5. Apoteker harus menyediakan informasi interaksi obat pasa setiap
obat yang disediakan di floor stock
15
d. Sistem kombinasi
Digunakan untuk pasien rawat inap a+b atau b+c atau a+c
8.Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan sediaan farmasi , alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
Pengendalian ini harus dilakukan bersama Tim Farmasi dan Terapi (TFT)
(Kepmenkes,2014). Adapun tujuan dari pengendalian persediaan Farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai adalah (Kepmenkes,2014):
a. Penggunaan obat sesuai dengan formularium rumah sakit
b. Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
c. Memastikan persediaan efektif an efisien atau tidak terjadi kelebihan
dan kekurangan / kekosongan, kerusakan, kadaluarsa, dan kehilangan
serta pengembalian pesanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai.
9. Administrasi
Kegiatan administrasi terdiri dari:
a. Pencatatan dan pelaporan
b. Administrasi keuangan
c. Administrasi penghapusan
16
Manajemen resiko merupakan aktifitas pelayanan kefarmasian yang dilakukan
untuk ientifikasi,evaluasi, dan menurunkan resiko terjadinya kecelakaan pada
pasien, tenaga kesehatan dan keluarga pasien, serta resiko kehilangan dalam suatu
organisasi (Kepmenkes,2014).
Manajemen resiko pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai dilakukan beberapa langkah yaitu (Kepmenkes,2014) :
1. Menentukan konteks manajemen resiko pada proses pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
2. Mengidetifikasi resiko
3. Menganalisa resiko
4. Mengevaluasi resiko
5. Mengatasi resiko
2.3.2 Farmasi Klinis
Adapun ruang dan lingkup dari farmasi klinis antara lain ( Kepmenkes,
2004);
1. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
2. Kesiapan untuk membentui setelah lepas jam kerja siap dipanggil
3. Konsultan keliling
4. Memberikan masukan/saran kepada Direktur Klinis/dokter
5. Memberikan informasi tentang pemakaian obat secara finansial
6. Membuat kajian obat-obat baru
7. Ikut aktif dalam pengendalian infeksi, melalui kegiatan:
a. Pemberian informasi obat
b. Pemantauan penggunaan obat
c. Penyusunan pedoman penggunaan antibiotika
8. Berpartisipasi dalam Komite Farmasi dan Terapi
9. Aktif dalam penyusunan formularium
10. Merasionalkan penggunaan obat
11. Memajukan peresepan yang efektif dari segi biaya
12. Mengatur tambahan obat baru
13. Merumuskan pedoman bagi dokter
14. Ikut menyusun kebijakan penulisan resep (protokol/pedoman
pengobatan)
15. Pemberian informasi obat
16. Audit medis
17. Audit klinis
18. Uji coba klinis
19. Tim nutrisi parenteral
20. Tim kemoterapi
21. Analgesia yang dikendalikan pasien
22. Pemantauan Kadar Obat Terapeutik (TDM)
23. Pelayanan saran farmakokinetika
24. Individualisasi pengaturan dosis obat
17
25. Pelayanan antikoagulan perawatan dan pengobatan luka
26. Pencatatan riwayat pengobatan pasien (faktor-faktor pasien dan
pengobatan yang merupakan faktor resiko pengobatan)
27. Pengembangan alur dan pelayanan pengobatan sendiri (Self
Medication Scheme)
28. Pemantauan Efek Samping Obat (mencegah menemukan dan
melaporkan efek samping obat)
29. Promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan, pencegahan penyakit
dan perlindungan kesehatan
30. Konseling pasien
31. Meningkatkan derajat kesehatan
32. Meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien dalam pemakaian
obat (Ketidak patuhan pasien merupakan salah satu penyebab
kegagalan terapi).
Di Indonesia sebagai dasar hukum, pelaksanaan teknis farmasi klinis adalah
SK Menkes Nomor 436/ Menkes/ SK/VI/1993 tentang Pelayanan Rumah
Sakit dan Standar Pelayan Medis, tugas Apoteker meliputi:
1. Konseling
2. Monitoring efek samping obat (MESO)
3. Pencampuran obat suntik aseptik
4. Analisa efektifitas biaya
5. Penentuan kadar obat dalam darah
6. Penanganan sitostatika
7. Penyiapan total parenteral nutrisi
8. Pemantauan penggunaan obat
9. Pengkajian penggunaan obat
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan
apoteker kepada pasien dalam rangka meningktakan otcome terapi dan
meminimlkan resiko terjadinya efek samping karena obat. Untuk tujuan
keselamatan pasien (pasien safety) sehingga kualitas kualitas hidup pasien
terjamin (Kepmenkes, 2014).
Adapun pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi
(Kepmenkes,2014):
1. Pengkajian dan pelayanan resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatandan bahan
medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan
disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep
18
dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat.
Kegiatan ini bertujuan untuk menganalisa adanya masalah terkait obat,
bila ditemukan masalah besar terait obat harus dikonsultasikan kepada
dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai
persyaratan administrasi, farmastik, dan persyaratan klinis baik utnuk
pasien rawat inap maupun rawat jalan Kepmenkes,2014).
19
l. mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen an pengobatan
alternatif yang mungkin digunakan
3. Rekonsilisasi Obat
Rekonsilisasi obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan obat yang telah didapatkan pasien. Rekonsilisasi
dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medication eror)
seperti obat tidak diberikan , duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi
obat. Kesalahan obat (medication eror) renan terjadi pada pemindahan
pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan,
antar pasien yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan primer
dan sebaliknya (Kepmenes,2014).
Tujuan dilakukan rekonsilisasi obat adalah (Kepmenkes,2014) :
a. Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan
pasien
b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya
instruksi dokter
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tida terbacanya instruksi
dokter
Adapun tahap dalam melakukan rekonsilisasi obat adalah
(Kepmenkes,2014)
a. Pengumpulan data
b. Komparasi
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketiaksesuaian
dokumentasi
d. Komunikasi
20
B. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan obat/sediaan farmasi. Alt kesehatan dan bahan medis habis
pakai, terutama bagi tim farmasi dan terapi
C. Menunjang penggunaan obat yang rsional
Untuk mencapai tujuan dari PIO makan kegiatan PIO yang harus dilaukan adalah
A. Menjawab pertanyaan
B. Menerbitkan buletin, leaflet,poster, dan newsletter
C. Menyediakan informasi bagi tim farmasi dan terapi sehubungan
dengan penyusunan formularium rumah sakit
D. Bersama dengan tim penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap
E. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya
F. Melakukan penelitian
5. Konseling
Konseling obat merupakan suatu aktifitas pemberian nasehat atau saran
terkait terapi obat dari apoteker kepada pasien atau keluarganya.
Konseling untuk pasien rawat jalan ataupun rawat inap di semua fasilitas
kesehatan dapat dilakukan atas inisiatif Apoteker, rujukan dokter,
keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif
mmerlkuan kepercayaan pasien dan keluarga terhadap apoteker
( Kepmenkes,2014)
Secara khusus tujuan dari konseling adalah:
a. Meninkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dan pasien
b. Menunjukan perhatia secara kepedulian terhadap pasien
c. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan
obat dengan penyakitnya
d. Meningkatkan kepatuhan pasiendalam menjalani pengobatan
e. Mencegah dan meminimalkan masalah terkait obat
f. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam
hal terapi
g. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
h. Membeimbing dan mendidik pasien dalam penggunaaan obat
i. Sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan menigkatkan mutu
pengobatan pasien
6. Visite
21
Visite merupakan kegitan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk
mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, mengkaji masalah
terkait obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang
rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter pasien serta
profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit baik atas
permintaan psien atau sesuai dengn program rumah sakit yang hiasa
disebut dengan Home pharmacy care). Sebelum melakukan kegatan visite
apoteker harus mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi
mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi obat dari rekam medik
atau sumber lain (Kepmenkes,2014)
22
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
EPO merupkan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan
berkesinambungan secara kualitatif maupun kuantitatif
(Kepmenkes,2014)
Tujuan EPO adalah :
a. Mendapatkan gambaran keadaan saat pola penggunaaan obat
b. Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu
c. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat
d. Menilai pengaruh interval atas pola penggunaan obat
23
c. Mengemas dalam kemasan tertentu
d. Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Arti penting dari farmasi klinik yaitu Silverman dan Lee (1974) :
1. Pharmacist-lah yang memegang peranan penting dalam membantu dokter
menuliskan resep rasional. Membantu melihat bahwa obat yang tepat, pada
waktu yang tepat, dalam jumlah yang benar, membuat pasien tahu
mengenai bagaimana, kapan, mengapa penggunaan obat baik dengan
atau tanpa resep dokter.
2. Pharmacist-lah yang sangat handal dan terlatih serta pakar dalam hal
produk/produksi obat yang memiliki kesempatan yang paling besar untuk
mengikuti perkembangan terakhir dalam bidang obat, yang dapat melayani
baik dokter maupun pasien, sebagai penasehat yang berpengalaman.
24
3. Pharmacist-lah yang merupakan posisi kunci dalam mencegah penggunaan
obat yang salah, penyalahgunaan obat dan penulisan resep yang irrasional.
Oleh karena itu, sudah seharusnya pelayanan Farmasi klinik di terapkan di
Rumah sakit apotek dan puskesmas. karena farmasi klinik sangat berperan dalam
kerasionalan obat yang diterima oleh pasien. Selain itu diperlukan komitmen yang
kuat dan berkesinambungan demi tercapainya program Farmasi klinik. Dan kunci
utama dalam keberhasilan Farmasi klinik adalah: penyiapan software,
profesionalisme SDM, kerja sama dan komitmen dari profesi, pemberdayaan
masyarakat, dan peraturan perundang-undangan.
SARAN
Adapun saran dari penulis yaitu agar prosedur-prosedur yang dapat
menunjang kegiatan pelayanan kefarmasian dapat dilengkapi yang bertujuan
untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian baik itu di rumah sakit, puskesmas,
dan apotek . Selain itu hendaknya hak-hak pasien harus lebih di utamakan dan di
tingkatkan, contohnya terhadap pasien yang mendapatkan obat secara gratis
namun diharapkan pasien juga mendapatkan informasi obat sebagaimana
mestinya.
25