1
1.3 Sumber-Sumber Hukum
Sumber-sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan terbentuknya
peraturan-peraturan yang biasanya bersifat memaksa.
UU ADA 2 YAITU:
2
a) Pada saat di undangkan
Berakhirnya UU.
Kebiasaan ialah perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi hal
yang selayaknya dilakukan. Contohnya adat-adat di daerah yang dilakukan turun menurun yang
telah menjadi hukum di daerah tersebut
3
Keputusan Hakim (Yurisprudensi) ialah keputusan hakim pada masa lampau pada suatu
perkara yang sama sehingga dijadikan keputusan para hakim pada masa-masa selanjutnya.
Hakim sendiri dapat membuat keputusan sendiri apabila perkara itu tidak diatur sama sekali di
dalam UU.
Ada 3 penyebab (alasan) seorang hakim mengikuti 2 putusan hakim yang lain (menurut utrecht),
yaitu:
1. Psikologis: seorang hakim mengikuti putusan hakim lainnya kedudukannya lebih tinggi,
karena hakim adalah pengwas hakim di bawahnya. Putusan hakim yang lebih tinggi
membpunyai GEZAG karena di anggap lebih brpengalaman.
2. Praktisi: mengikuti 2 putusan hakim lain yang kedudukannya lebih tinggi yang sudah
ada. Karena jika putusannya beda dengan hakim yang lebih tinggi maka pihak yang di
kalahkan akan melakukan banding/kasasi kepada hakim yang pernah memberi putusan dalam
perkara yang sama agar perkara di beri putusan sama dengan putusan sebelumnya.
3. Sudah adil, tepat dan patut: sehingga tidak ada alasan untuk keberatan mengikuti putusan
hakim yang terdahulu.
Traktat ialah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara ataupun lebih. Perjanjian ini mengikat
antara negara yang terlibat dan warga negara dari negara yang bersangkutan.
Doktrin adalah pendapat atau pandangan dari para ahli hukum yang mempunyai pengaruh
sehingga dapat menimbulkan hukum. Dalam yurisprudensi, sering hakim menyebut pendapat
para sarjana hukum. Pada hubungan internasonal, pendapat para sarjana hukum sangatlah
penting.
2. Ketetapan MPR RI
3. UU
4. Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu)
5. Peraturan Pemerintah;
4
6. Keputusan Presiden;
7. Peraturan Daerah
1.4 Kodifikasi Hukum
Kodifikasi hukum adalah pembukuan secara lengkap dan sistematis tentang hukum
tertentu. Kodifikasi hukum timbul akibat tidak adanya kesatuan dan kepastian hukum. Kodifikasi
hukum dibutuhkan untuk menghimpun berbagai macam peraturan perundang-undangan. Tujuan
kodifikasi hukum tertulis adalah untuk memperoleh kepastian hukum, penyederhanaan hukum,
dan kesatuan hukum. Kodifikasi hukum yang ada di Indonesia antara lain KUHP, KUH Perdata,
KUHD, dan KUHAP.
Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :
1. Kodifikasi Terbuka
Kodifikasi terbuka adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-
tambahan diluar induk kodifikasi.
2. Kodifikasi Tertutup
Kodifikasi tertutup adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukkan ke dalam
kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
1. Impere (Perintah)
2. Prohibere (Larangan)
3. Permittere (Yang Dibolehkan)
5
Sedangkan dalam sistem hukum Islam, ada lima macam kaidah atau norma hukum yang
dirangkum dalam istilah Al-Ahkam dan Al-Khamsah. Kelima kaidah itu adalah :
1. Fard (Kewajiban)
2. Sunnah (Anjuran)
3. Jaiz atau Mubah Ibahah
4. Makruh
5. Haram (Larangan)
Menurut sifatnya kaidah hukum terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Hukum yang Imperatif, maksudnya adalah kaidah hukum itu bersifat a priori harus
ditaati, bersifat mengikat dan memaksa.
2. Hukum yang Fakultatif, maksudnya adalah kaidah hukum itu tidak secara a priori
mengikat. Kaidah ini bersifat sebagai pelengkap.
Selain itu, terdapat 4 macam norma, yaitu :
6
Ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya mencapai
kemakmuran, dimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya baik barang maupun jasa (M.
Manulang).
Menurut Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi
pembangunan dan hukum ekonomi sosial, sehingga hukum ekonomi memiliki dua aspek yaitu:
a.) Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai
cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan
hukum penanaman modal)
b.) Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara
pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia
(misal, hukum perburuhan dan hukum perumahan).
Asas manfaat
7
Asas hukum
Asas kemandirian
Asas keuangan
8
Materi II
Subyek dan Obyek Hukum
Subyek hukum adalah setiap makhluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh, dan
menggunakan hak-hak kewajiban dalam lalu lintas hukum.
Subyek hukum terdiri dari dua jenis yaitu manusia biasa dan badan hukum.
Manusia biasa (natuurlijke persoon) manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan
mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal
1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak
kewarganegaraan.
Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak
sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya
dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagai berikut :
1. Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia
21 tahun dan berakal sehat).
9
2. Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan pasal 1330 KUH perdata tentang
orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :
3. Orang-orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun).
4. Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena gangguan jiwa
pemabuk atau pemboros.
5. Orang wanita dalm perkawinan yang berstatus sebagai istri.
Misalnya suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :
10
(Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik
Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.
OBYEK HUKUM
2.1 Pengertian Obyek Hukum
Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang
berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan
kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.
Kemudian berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi
menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat
tidak kebendaan (Immateriekegoderan).
2.2.1 Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat
dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud, meliputi :
1. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak
dapat dihabiskan.
Dibedakan menjadi sebagai berikut :
11
o Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang
dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya
ternak.
o Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata
adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas
benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham
perseroan terbatas.
1. Benda tidak bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
o Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat
diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
o Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik.
Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan
pada bergerak yang merupakan benda pokok.
o Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-
benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat
bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena
berhubungan dengan 4 hal yakni :
1. Pemilikan (Bezit)
Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977
KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang
tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.
1. Penyerahan (Levering)
Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata
(hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan
balik nama.
1. Daluwarsa (Verjaring)
12
Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa,
sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan
untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
1. Pembebanan (Bezwaring)
Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia)
sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta
benda-benda selain tanah digunakan fidusia.
2.2.2 Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan
oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu
kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
13
Materi III
1. Undang-undang. Ini adalah sumber sangat penting dari hukum perdata di Indonesia, yanh antara
lain terdiri dari :
2) Undang-undang perkawinan.
14
3) Undang-undang Hak Tanggungan.
2. Hukum adat.
3. Hukum Islam.
5. Yurisprudensi.
7. Pendapat ahli.
Hukum perdata yang berlaku bagi rakyat Indonesia berbeda-beda semula, dengan berlakunya
ketentuan di zaman belanda (pasal 131) juncto pasal 163 IS), maka hukum (termasuk hukum perdata)
yang berlakunya bagi bangsa Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Bagi golongan Eropa dan timur asing tionghoa, berlaku KUH Perdata. Akan tetapi kemudian,
sesuai dengan perkembangan dalam yurispudensi, maka banyak ketentuan KUH Perdata berlaku bagi
semua penduduk Indonesia tanpa melihat golongan asal usul mereka. Dalam hal ini, semua orang
Indonesia tanpa melihat golongan penduduknya, dianggap telah menundukkan diri secara diam-diam
kepada system hukum yang terdapat dalam KUH Perdata.
15
3. Bagi golongan penduduk Indonesia berlaku hukum adat Indonesia.
Jadu KUH Perdata merupakan sumber hukum utama bagi penduduk Indonesia, dengan berbagai
undang-undang yang telah mencabut beberapa hal, seperti UU Pokok Agraria, UU Perkawinan, UU
Hak Tanggungan dan UU Tenaga Kerja.
KUH Perdata Indonesia adalah tidak lain terjemahan dari KUH Perdata Belanda yang berlaku di
negeri Belanda, sedangkan KUH Perdata Belanda berasal dari KUH Perdata Prancis yang dibuat
dimasa berkuasanya Napoleon Bonaparte, sehingga terhadapnya disebut dengan Kitab Undang
undang Napoleon (Code Napoleon), sedangkan Napoleon Bonaparte membuat kitab undang-undang
dengan mengambil sumber utamanya adalah kitab Undang-undang Hukum Romawi yang dikenal
dengan Corpus Juris Civilis. Kitab undang-undang Napoleon tersebut berdiri diatas tiga pilar utama
sebagai berikut :
Bidang-bidang yang termasuk ke dalam golongan hukum perdata terdapat dua pendekatan:
Apabila dilakukan melalui pendekatan sebagai sistematika undang-undang dalam hal ini sesuai
dengan sistematika dari kitab undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) atau yang dikenal
dengan isttilah BW (Burgerlike Wetboek), maka hukum perdata dibagi ke dalam bidang-bidang
sebagai berikut:
16
2. Hukum tentang benda (zaken recht)
Sementara apabila dilakukan pendekatan melalui doktrin keilmuan hukum, maka hukum perdata
terdiri dari bidang sebagai berikut:
Kitab undang-undang hukum perdata idonesia merupakan terjemahan dari Burgerlijke Wetboek
(BW) dari negeri belanda. Sementara BW Belanda tersebut merupakan terjemahan dari kode civil
dari perancis, yang dibuat semasa pemerintahan Napoleon Bonaparte. Pemerintah belanda
melakukan BW mereka di Indonesia sewaktu Indonesia di jajah oleh belanda tempo hari.
Pemberlakuan hukum belanda di negara jajahannya di lakukan berdasarkan asas dalam hukum yang
disebut dengan asas konkordansi.
Kemudian, sebagaimana di ketahui bahwa disiplin hukum perdata secara utuh hanya dikenal dalam
sistem hukum eropa continental, termasuk dalam system hukum Indonesia, karena hukum Indonesia
dalam hal ini berasal dari system hukum belanda. Hal ini sebagai konsekuensi logis dari
diberlakukannya disana system kodifikasi, yakni system yang memusatkan hukum-hukum dalam
kitab hukum, semacam kitab undang-undang hukum perdata Indonesia. Akan tetapi dinegara-negara
yang tidak berlaku system kodifikasi, seperi dinegara-negara yang menganut system hukum Anglo
Saxon (misalnya di Inggris, Australia atau Amerika Serikat), tidak dikenal hukum disiplin perdata
17
secara utuh, sehingga disana tidak ada yang namanya hukum perdata. Yang ada hanyalah pecahan-
pecahan dari hukum perdata, seperti hukum kontrak(contract), hukum benda (property), perbuatan
melawan hukum (tort), hukum perkawinan(marriage), dan lain-lain.[1]
Hukum perdata yang berlaku sekarang ini di indonesia adalah hukum perdata belanda ata BW
(Burgerlijk Wetboek). Hukum perdata belanda ini juga berasal dari hukum perdata perancis (code
Napolion), karena pada waktu itu pemerintahan Napolion Bonaparte Prancis pernah menjajah
belanda. Adapun code Napolion itu sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi, yakni Corpus Juris
Civils yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
Selanjutnya setelah belanda merdeka dari keuasaan perancis, bleanda menginginkan pembentukan
Kitab Undang-Undang Perdata sendiri yang terlepas dari pengaruh kekuasaan Perancis. Untuk
mewujudkan keinginan Belanda tersebut, maka dibentuklah suatu panitia yang diketahui oleh Mr.
J.M. Kemper dan bertugas membuat rencana kodifikasi hukum perdata Belanda dengan
menggunakan sebagai sumbernya sebagian besar dari Code Napolion dan sebagian kecil berasal
dari hukum Belanda kuno.
Pembentukan kodifikasi perdata Belanda itu baru selesai pada tanggal 5 Juli 1830, dan diberlakukan
pada tanggal 1Oktober 1838. Hal ini disebabkan karena pada bulan Agustus 1830 terjadi
pemberontakan di daerah bagian selatan Belanda yang memisahkan diri dari kerajaan Belanda yang
sekarang ini disebut kerajaan Belgia.
Walaupun Hukum Perdata Belanda atau BW () merupakan kodifikasi bentukan nasional Belanda,
namun isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil Prancis. Dalam hal ini oleh J. Van
Kan menjelaskan, bahwa BW adalah saduran dari Cide Civil, hasil jiplakan yang disalin dari bahasa
Perancis ke dalam bahasa Belanda.[2]
Kemudian Hukum Perdata atau BW Belanda yang berlaku di Indonesia adalah Hukum perdata atau
18
BW Belanda, karena Belanda pernah menjajah Indonesia. Jadi BW Belanda juga diberlakukan di
Hindia Belanda (Indonesia) berdasarkan asas konkordonansi (persamaan). Adapun BW Hinda
Belanda (Indonesia) ini disahkan oleh raja pada tanggal 16 Mei 1846, yang diundangkan melalui
staatsblad Nomor 23 tahun 1847, dan dinyatakan berlaku pada tanggal 1 mei 1848.
Setelah Indonesia merdeka, maka BW Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku. Hal tersebut
berdasarkan Pasal II aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum diamandeme yang
berbunyi segala badan negara dan peraturan yang ada, masih langsung berlaku, selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. Atau Pasal 1 aturan peralihan Undang-
Undang Dasar 1945 hasil amandemen yang berbunyi: segala pertauturan perundangundangan yang
ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang ini. Oleh
karena itu, BW Hindia Belnda ini disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia,
sebagai induk hukum perdata Indonesia.[3]
Sistematika hukum perdata Eropa menurut ilmu pengetahuan hukum dengan sistematika hukum
perdata eropa menurut kitab undang-undang hukum perdata (KUH Perdata) terdapat perbedaan.
Adapun sistematika hukum perdata eropa mnurut ilmu pengetahuan Hukum dibagi atas 4 buku atau
bagian, yaitu:
Buku I : Hukum perorangan (personen recht), berisikan peraturan peraturan yang mengatur
kedudukan orang dalam hukum kewenangan seseorang serta akibat-akibat hukumnya.
Buku II : Hukum Keluarga (familie recht), berisikan peraturan-peraturan yang menganut hubungan
antara orang tua dengan anak-anak, hubung antara suami dan istri serta hak-hak kewajiban masing-
masing.
Buku III : Hukum harta kekayaan (vermogens-recht), berisikan peraturan-peraturan yang mengatur
kedudukan benda dalam hukum yaitu pelbagai hak-hak kebendaan.
19
yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia.
Sedangkan sistematika hukum perdata Eropa menurut Kitab Undang-Undang Perdata (KUH
Per) terdiri atas 4 macam buku atau bagian, yaitu:
Buku I : Tentang oran (van personen), berisikan hukum perorangan dan hukum keluarga.
Buku II : Tentang benda (van zaken), berisikan hukum harta kekayaan dengan hukum waris.
Buku III : Tentang perikatan (van verbintennissen), berisikan hukum perikatan yang lahir dari
Undang-Undang dan dari persetujuan-persetujuan / perjanjian-perjanjian.
Apabila diperhatikan antara sistematika hukum perdata eropa menurut ilmu pengetahuan
hukum dengan sistematika hukum perdata eropa menurut kitab undang-undang hukum perdata / BW
terhadap perbedaan. Adapun perbedaan ini disebabkan karena latar belakang penyusunannya.
Adapun penyusunan atau sistematika ilmu pengetahuan hukum itu didasarkan pada perkembangan
siklus kehidupan manusia, seperti lahir kemudian menjadi dewasa (kawin), dan selanjutnya cari harta
(nafkah hidup). Dan akhirnya mati (pewarisan).
Dalam hal ini perbedan sistematika tersebut dapat dilihat di bawah ini :
1. Buku 1 hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum memuat tentang manusia pribadi dan
badan hukum, keduanya sebagai pendukung hak dan kewajiban. Sedangkan buku 1 hukum perdata
menurut BW (KUH Per) memuat ketentuan mengenai manusia pribadi dan keluarga (perkawinan).
2. Buku 2 hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum memuat tentang ketentuan keluarga
(perkawinan dan segala akibatnya). Sedangkan buku 2 perdata menurut BW (KUH Per) memuat
20
ketentuan tentang benda dan waris.
3. Buku 3 hukum perdata menurut ilmu pengetahuan ketentuan tentang harta kekayaan yang meliputi
benda dan perikatan. Sedangkan buku 3 hukum perdata menurut ketentuan tentang perikatan saja.
4. Buku 4 hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum memuat ketentuan tentang pewarisan.
Sedangkan buku 4 hukum perdata menurut BW (KUH Per) memuat tentang ketentuan tentang bukti
dan daluarsa.[4]
Materi IV
Hukum Perikatan
Pengertian hukum perikatan.
Istilah Perikatan berasal dari bahasa Belanda Verbintenis. Secara terminologi,
Verbintenis berasal dari kata kerja Verbinden yang artinya mengikat. Menurut Hofman yang
dikutip oleh Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara
sejumlah subjek-subjek hukum yang mengikatkan dirinya masing-masing untuk bersikap
menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
[1] Menurut Subekti dalam bukunya, Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang
atau dua pihak, yang mana satu pihak berhak menuntut sesuatu dan pihak yang lainnya
berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut.[2]
Adapun menurut pendapat Abdulkadir Muhammad, bahwa perikatan adalah hubungan
hukum yang terjadi anatara individu satu dengan individu lain karena perbuatan, peristiwa, atau
keadaan.[3] Dari pengertian ini dapat diketahui bahwa perikatan dalam arti luas itu dalam bidang
hukum harta kekayaan (law of property), bidang hukum keluarga (family law), bidang hukum
warisan (law of succession), dan dalam bidang hukum pribadi ( law of personal).
Dari beberapa definisi perikatan menurut para ahli diatas dapat kami simpulkan bahwa
perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih dalam bidang kekayaan, yang
21
mana subyek hukum atau pihak-pihak tersebut terdiri dari kreditur(pihak yang berkewajiban
memberikan prestasi) dan debitur (pihak yang berhak mendapatkan prestasi).
3.2 Ruang lingkup hukum perikatan yang timbul dari UU.
Salah satu asas dalam hukum perikatan adalah asas kebebasan berkontrak, artinya seseorang
bebas untuk mengadakan perjanjian. Akan tetapi, jika asas ini diberlakukan dalam perikatan yang
lahir dari undang-undang maka asas ini tidak berlaku. Karena suatu perbuatan menjadi perikatan
adalah karena kehendak undang-undang. Untuk perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian,
maka pembentuk undang-undang memberikan aturan-aturan yang umum. Berbeda dengan
perikatan yang lahir dari undang-undang dimana pembentuk undang-undang tidak memberikan
aturan-aturan umum. Yakni jika ingin mengetahui beberapa perikatan-perikatan tersebut, maka
harus dilihat pada peraturan yang mengetahui materi yang bersangkutan tersebut.
Untuk terjadinya perikatan di atas, undang-undang tidak mewajibkan dipenuhinya syarat-
syarat sebagaimana ditentukan untuk terjadinya perjanjian karena perikatan ini bersumber dari
undang-undang, sehingga terlepas dari kemauan para pihak. Apabila ada suatu perbuatan hukum
yang memenuhi beberapa unsur tersebut, undang-undang lalu menetapkan perbuatan hukum itu
adalah suatu perikatan.
Perikatan yang bersumber pada undang-undang diatur dalam bab III KUH Perdata pasal
1352- 1380 yaitu suatu perikatan yang timbul atau adanya karena telah ditentukan dalam
undang-undang itu sendiri. Untuk terjadinya perikatan berdasarkan berdasarkan undang-undang
harus selalu dikaitkan dengan suatu kenyataan atau peristiwa tertentu. Yakni bahwa untuk
terjadinya perikatan selalu disyaratkan terdapatnya kenyataan hukum.[4]
3.3 Macam-macam hukum perikatan yang timbul dari UU.
Menurut pasal 1352 KUH Perdata : Perikatan-perikatan yang dilahirkan demi undang-
undang, timbul dari undang-undang saja atau dari undang-undang sebagai akibat dari
perbuatan orang .[5] Dari ketentuan tersebut, maka perikatan yang bersumber dari undang-
undang meliputi:
1. Perikatan yang lahir dari undang-undang saja.
Yaitu perikatan yang timbul atau adanya perikatan tersebut karena adanya suatu keadaan
tertentu, misalnya hubungan kekeluargaan seperti :
a. Hak dan kewajiban alimentasi.
22
Pada dasarnya setiap pasangan suami-istri yang mengikatkan diri dalam perkawinan memiliki
kewajiban mendidik dan memelihara anak-anak mereka (Pasal 104 KUH Perdata jo. Pasal 41
UU No.1 thn 1974).
Sebagai timbal balik terhadap kewajiban orang tua, maka menurut pasal 46 UU No.1 thn
1974, menyatakan bahwa anak yang telah dewasa wajib memberikan nafkah kepada orang tua
yang sudah tidak bekerja.
b. Hak dan kewajiban antara pemilik pekarangan yang berdampingan.
Menurut pasal 625 KUH Perdata, bahwa antara para pemilik pekarangan yang
berdampingan berlaku beberapa hak dan kewajiban, baik yang bersumber pada letak
pekarangan mereka karena alam, maupun yang berdasarkan pada undang-undang.
2. Perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia.
Menurut pasal 1353 KUH Perdata, bahwa perikatan-perikatan yang dilahirkan undang-
undang sebagai akibat perbuatan manusia, muncul dari perbuatan halal atau dari perbuatan
melawan hukum. Jadi, perikatan ini terdiri dari dua sebab, yaitu karena perbuatan halal atau
perbuatan yang tidak melanggar hukum, dan perbuatan melawan hukum.
Perikatan yang timbul dari undang-undang karena perbuatan manusia tersebut meliputi :
a) Perbuatan manusia yang menurut hukum (Rechtmatige Daad).
Pasal 1352 KUH Perdata, menentukan bahwa perbuatan manusia berdasarkan haknya,
diantaranya :
1) Perwakilan sukarela (zaakwaar-neming)
Perwakilan sukarela adalah suatu perbuatan dimana seseorang secara sukarela menyediakan
dirinya dengan maksud mengurus kepentingan orang lain, dengan perhitungan dan resiko orang
tersebut. Perwakilan sukarela ini diatur dalam pasal 1354-1358 KUH Perdata.
Perwakilan sukarela meliputi perbuatan nyata dan perbuatan hukum. Sepanjang mengenai
perbuatan nyata perwakilan sukarela bagi kepentingan orang tidak cakap. Sedangkan jika
mengenai perbuatan hukum hal itu masih mungkin, sepanjang perbuatan hukum tersebut tidak
melanggar ketentuan-ketentuan undang-undang.
Syarat mewakili urusan orang lain dengan sukarela :
a. Yang diurus kepentingan orang lain.
b. Wakil sukarela harus mengetahui & menghendaki dalam pengurusan kepentingan orang lain.
c. Mewakili urusan orang lain dengan sukarela.
23
d. Adanya keadaan yang dapat dibenarkan dalam bertindak sebagai wakil sukarela.
e. Dalam mengurus tanpa sepengetahuan yang diurus kepentingannya.
f. Pengurusan harus sampai selesai.
g. Ada objek/kepentingan yang diurusnya.
Perbedaan Pemberian Kuasa dengan Wakil Sukarela
Pemberia Kuasa:
1. Adanya janji yang timbul dari perjanjian.
2. Akan terhenti bila pemberi kuasa meninggal dunia.
3. Ada upah.
Wakil Sukarela:
1. Timbul dari UU sebagai akibat dari perbuatan manusia yang menurut hukum.
2. Bila yang diwakili kepentingannya meninggal, tetap berjalan sampai selesai dan diserahkan pada
ahli warisnya.
3. Tidak ada upah, hanya penggantian biaya yang telah dikeluarkan.
2) Pembayaran tak terutang (onverschuldigde betalling).
Pasal 1359 KUH Perdata menytakan tiap-tiap pembayaran memperkirakan adanya suatu
utang, apa yang telah dibayarkan dengan tidak diwajibkan, dapat dituntut kembali. Pasal tersebut
memberikan arti bahwa apabila seseorang yang menbayar tanpa ada hutang, maka orang tersebut
berkak menuntut kembali apa yang telah ia bayarkan. Sedangkan orang yang telah menerima
harta tersebut wajib mengembalikannya. Hal ini lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 1360 & 1361
KUH Perdata.
Syarat menuntut kembali pembayaran yang tidak diwajibkan:
Pasal 1360 KUH Perdata
1. Bahwa terdapat ketentuan yang mengharuskan adanya faktor kekhilafan didalam perbuatan
itu.
2. Jika seseorang yang secara khilaf mengira ia berutang dan membayar suatu utang, maka ia
berhak menuntut kembali dari pihak kepada siapa debitur menganggap dirinya berutang,
mengenai apa yang dibayarkannya.
Pasal 1362 KUHPerdata
Yang menerima ada itikad buruk ,telah menerima sesuatu yang tidak harus dibayarkan
diwajibkan mengembalikannya dengan bunga dan hasil-hasilnya terhitung dari hari pembayaran.
24
3) Perikatan alami/wajar (Natuurlijke Verbintenis).
Pasal 1359 ayat 2 KUH Perdata menyatakan bahwa perikatan alami yang secara sukarela
dipenuhi, tak dapat dituntut pengembaliannya.
1. Perikatan alami dalam arti sempit.
Adanya perikatan didasarkan pada hukum positif, baik yang sejak semula memang tidak
mempunyai tuntutan hukum, maupun oleh karena keadaan yang timbul kemudian tuntutan
hukumnya menjadi hapus.
Contoh:
a. Pasal 1766 KUH Perdata
Pembayaran bunga yang tidak diperjanjikan jika telah dengan sukarela dibayarkan tidak
dapat diminta kembali.
b. Pasal 1788 KUHPerdata
Hutang piutang yang timbul dari perjudian
c. Pasal 1967 KUH Perdata
Perikatan yang sudah daluwarsa, lewat 30 tahun kehilangan hak tuntutannya.
2. Perikatan alami dalam arti luas.
Dapat terjadi disamping adanya ketentuan yang ada dalam UU, juga dimungkinkan dapat
timbul atas dasar kesusilaan dan kepatutan yang berlaku dalam masyarakat (moralitas).
Contoh :
Memberikan pertolongan terhadap orang yang kecelakaan di jalan. Ia tidak dapat menggugat
imbalan jasa.
Pedoman Perikatan Alam
1. Perikatan yang berdasarkan UU atau kehendak para pihak yang sejak semula tidak mengandung
hak penuntutan.
2. Kewajiban yang timbul dari moral dan kepatutan yang bersifat mendesak.
b) Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad)
Pasal 1365 KUHPerdata
Perbuatan melawan hukum, yg menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang
yg krn kesalahnnya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian.
Ps 1366 KUH Perdata
25
Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kekurang hati-
hatiannya.
Syarat-syarat /unsur-unsur perbuatan melawan hukum :
1. Perbuatan yg melawan hukum.
2. Harus ada kesalahan
3. Harus ada kerugian yg ditimbulkan.
4. Ada hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian. [6]
IV. KESIMPULAN.
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, yang mana satu
pihak berhak menuntut sesuatu dan pihak yang lainnya berkewajiban memenuhi tuntutan
tersebut. Dapat diketahui bahwa perikatan dalam arti luas itu dalam bidang hukum harta
kekayaan (law of property), bidang hukum keluarga (family law), bidang hukum warisan (law of
succession), dan dalam bidang hukum pribadi ( law of personal).
Perikatan yang bersumber dari undang-undang meliputi : 1. Perikatan yang lahir dari
undang-undang saja ( karena ada hubungan kekeluargaan), seperti hak dan kewajiban alimansi,
hak dan kewajiban antara pemilik pekarangan yang berdampingan. 2. Perikatan yang lahir dari
undang-undang karena perbuatan manusia.
Perikatan yang timbul dari undang-undang karena perbuatan manusia tersebut meliputi:
1. Perbuatan manusia yang menurut hukum atau perbuatan manusia berdasarkan haknya
(rechtmatige Daad), seperti: perwakilan sukarela, pembayaran tak terutang, dan perikatan alam.
2. Perbuatan manusia yang melanggra hukum (Lnrechtmatige Daad)
26
Materi V
Hukum Perjanjian
Pengertian Perjanjian
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan
hukum antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban
masing-masing pihak. Perjanjian adalah sumber perikatan.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merumuskan ada lima azas dalam hukum perjanjian :
Azas kebebasan dalam hukum perjanjian memandang bahwa setiap pihak bebas untuk
menentukan apakah mereka akan membuat perjanjian atau tidak, bebas mengadakan perjanjian dengan
siapa pun, bebas menentukan isi perjanjian, cara pelaksanaan, serta syarat-syarat perjanjian, dan bebas
menentukan bentuk perjanjian, apakah lisan atau tertulis.
27
Azas tersebut telah ada sejak zaman Yunani dan mengalami perkembangan pada zaman
Pertengahan (Rennaisance) dengan latar belakang paham individualisme yang memandang bahwa setiap
orang bebas memperoleh apa saja yang dia kehendaki. Pelopor paham ini adalah Hugo de Grecht,
Thomas Hobbes, John Locke, dan J.J. Rousseau.
Pasal 1338 ayat (1) KUHP memuat ketentuan mengenai azas kebebasan bahwa: Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Azas ini memandang bahwa sebuah perjanjian disebut sah apabila ada kesepakatan, yakni
persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Azas ini termaktub
dalam pasal 1320 ayat (1) KUHP, berkaitan dengan bentuk perjanjian.
Azas ini lahir dari hukum Romawi dan Jerman. Hukum Romawi mengenal azas contractus verbis
literis dan contractus innominat, sebuah perjanjian dianggap terjadi apabila memenuhi suatu bentuk yang
ditetapkan.
Sementara hukum Jerman, mengenal istilah perjanjian riil dan perjanjian formal. Disebut
perjanjian riil apabila perjanjian tersebut dibuat dan dilaksanakan secara kontan dan disebut perjanjian
formal apabila perjanjian tersebut dalam bentuk tertulis.
Asas ini memandang bahwa suatu perjanjian memiliki kepastian hukum berkaitan dengan akibat
dari perjanjian tersebut, pihak ketiga (hakim, dll.) harus menghormati substansi perjanjian dan tidak boleh
melakukan intervensi. Azas kepastian hukum tersebut termaktub dalam pasal 1338 ayat (1) KUHP.
Azas ini memandang bahwa pelaksanaan substansi perjanjian antara kedua belah pihak
didasarkan pada kepercayaan dan itikad baik. Itikad baik tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu nisbi dan
mutlak.
Itikad baik nisbi berkaitan dengan sikap dan tingkah laku subjek perjanjian secara nyata,
sedangkan itikad baik mutlak memandang bahwa penilaian itikad baik menyangkut ukuran objektif dan
tidak memihak berdasarkan norma-norma yang ada. Azas ini termaktub dalam pasal 1338 ayat (3) KUHP.
28
5. Azas Kepribadian (Personality)
Azas ini memandang bahwa setiap pihak yang melakukan perjanjian berdasarkan kepentingan
diri sendiri. Sebagaimana termaktub dalam pasal 1315 KUHP yang berbunyi: Pada umumnya seseorang
tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri, dan ditegaskan dalam
pasal 1340: Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.
Dengan demikian, sebuah perjanjian hanya mengikat kedua belah pihak. Kecuali, ada kasus
khusus sebagaimana disebutkan dalam pasal 1317 KUHP: Dapat pula perjanjian diadakan untuk
kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri atau suatu pemberian
kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.
Pengertian subyek hukum (rechts subyek) menurut Algra dalah setiap orang mempunyai hak dan
kewajiban yang menimbulkan wewenang hukum (rechtsbevoegheid), sedangkan pengertian wewenang
hukum itu sendiri adalah kewenangan untuk menjadi subyek dari hak-hak.
Dalam menjalankan perbuatan hukum, subyek hukum memiliki wewenang. Wewenang subyek
hukum ini di bagi menjadi dua. Pertama, wewenang untuk mempunyai hak (rechtsbevoegdheid) dan
Kedua, wewenang untuk melakukan (menjalankan) perbuatan hukum dan
a) Manusia
Pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek
hukum yaitu Pertama, manusia mempunyai hak-hak subyektif dan Kedua, kewenangan hukum. Dalam hal
ini kewenangan hukum berarti, kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak
dan kewajiban.
Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kendungan (Pasal 2 KUH Perdata), namun
tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, orang
yang dapat melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa (berumur 21 tahun atau sudah
29
kawin), sedangkan orang-orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang yang belum
dewasa, orang yang ditaruh dibawah pengampuan, seorang wanita yang bersuami (Pasal 1330 KUH
Perdata).
b) Badan Hukum
1) Badan hukum publik, yaitu badan hukum yang di dirikan oleh pemerintah.
2) Badan hukum privat, adalah badan hukum yang didirikan oleh perivat (bukan pemerintah)
Obyek hukum ialah segala sesuatu yang dapat menjadi hak dari subyek hukum. Atau segala
sesuatu yang dapat menjadi obyek suatu perhubungan hukum. Obyek hukum dapat pula disebut sebagai
benda. Merujuk pada KUHPerdata, benda adalah tiap-tiap barang atau tiap-tiap hak yang dapat dikuasai
oleh hak milik. Benda itu sendiri dibagi menjadi dua yaitu benda berwujud dan benda tidak berwujud.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian
dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 (empat) syarat komulatif. Keempat syarat untuk sahnya
perjanjian tersebut antara lain :
1. Sepakat diantara mereka yang mengikatkan diri. Artinya para pihak yang membuat.
2. Perjanjian telah sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok atau materi yang diperjanjikan.
Dan kesepakatan itu dianggap tidak ada apabila diberikan karena kekeliruan, kekhilafan, paksaan ataupun
penipuan.
3. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Arti kata kecakapan yang dimaksud dalam hal ini
adalah bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa oleh hukum, yakni sesuai dengan ketentuan
KUHPerdata, mereka yang telah berusia 21 tahun, sudah atau pernah menikah. Cakap juga berarti orang
yang sudah dewasa, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan
30
untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Dan orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk melakukan
perbuatan hukum yaitu : orang-orang yang belum dewasa, menurut Pasal 1330 KUHPerdata jo. Pasal 47
UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan; orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan, menurut
Pasal 1330 jo. Pasal 433 KUPerdata; serta orang-orang yang dilarang oleh undang-undang untuk
melakukan perbuatan hukum tertentu seperti orang yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan.
4. Suatu Hal Tertentu. Artinya, dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas
sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan.
5. Suatu Sebab Yang Halal. Artinya, suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang halal yang
tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu :
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, syarat kesatu dan kedua dinamakan syarat subjektif,
karena berbicara mengenai subjek yang mengadakan perjanjian, sedangkan ketiga dan keempat
dinamakan syarat objektif, karena berbicara mengenai objek yang diperjanjikan dalam sebuah perjanjian.
Dalam perjanjian bilamana syarat-syarat subjektif tidak terpenuhi maka perjanjiannya dapat dibatalkan
oleh hakim atas permintaan pihak yang tidak cakap atau yang memberikan kesepakatan secara tidak
bebas. Selama tidak dibatalkan, perjanjian tersebut tetap mengikat. Sedangkan, bilamana syarat-syarat
objektif yang tidak dipenuhi maka perjanjiannya batal demi hukum. Artinya batal demi hukum bahwa,
dari semula dianggap tidak pernah ada perjanjian sehingga tidak ada dasar untuk saling menuntut di
pengadilan.
Berdasarkan pasal 1233 KUH Perdata dapat diketahui bahwa perikatan di bagi menjadi dua
golongan besar yaitu :
31
Selanjutnya menurut pasal 1352 KUH .Perdata terhadap perikatan-perikatan yang bersumber
pada undang undang di bagi lagi menjadi dua golongan yaitu :
Menurut pasal 1353 KUH .Perdata perikatan tersebut diatas dapat dibagi lagi menjadi dua macam
atau dua golongan yaitu sebagai berikut :
1. Perikatan perikatan yang bersumber pada undang undng berdasarkan perbuatan seseorang
yang tidak melanggar hukum . mislnya sebagai mana yang di atur dalam pasal 1359KUH . Perdata yaitu
tentang mengurus kepentingan orang lain secara sukarela dan seperti yang si atur dlam pasal 1359
KUH .Perdata tentang pembayaran yang tidak di wajibkan.
2. Perikatan perikatan yang bersumber pada undang undang berdasarkan perbuatan seseorang
yang melanggar hukum . hal ini diatur didalam pasal 1365KUH. Perdata.
Pada umumya tidak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta di
tetapkan suatu janji , selain untuk dirinya sendiri .Menurut Mariam Darus Badrul Zaman bahwa yang
dimaksud dengan subjek perjanjian adalah :
2. Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak dari padanya
3. Pihak ketiga
2.6. Wanprestasi
Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya
masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. Tetapi adakalanya
32
perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah
satu pihak atau debitur.
Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang
dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak
dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan
memaksa. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu:
Sehubungan dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur
tidak memenuhi prestasi sama sekali.
Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap
memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat
diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.
Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian, kadang-
kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan
melakukan prestasi yang diperjanjikan.
Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu, akan
mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak pada saat debitur berbuat
sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa
berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka
33
menurut pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas waktu
tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya maka untuk menyatakan seseorang
debitur melakukan wanprestasi, diperlukan surat peringatan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada
debitur. Surat peringatan tersebut disebut dengan somasi.
Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan
bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang
ditentukan dalam pemberitahuan itu.
Menurut pasal 1238 KUH Perdata yang menyakan bahwa: Si berutang adalah lalai, apabila ia
dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan
sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan.
Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila
sudah ada somasi (in gebreke stelling). Adapun bentuk-bentuk somasi menurut pasal 1238 KUH Perdata
adalah:
1) Surat perintah
Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan surat
penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan selambat-lambatnya dia harus
berprestasi. Hal ini biasa disebut exploit juru Sita.
2) Akta sejenis
Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.
Maksudnya sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya wanprestasi.
Dalam perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan
kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah pembuktian dihadapan hakim
apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis.
Dalam keadaan tertentu somasi tidak diperlukan untuk dinyatakan bahwa seorang debitur
melakukan wanprestasi yaitu dalam hal adanya batas waktu dalam perjanjian (fatal termijn), prestasi
dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu, debitur mengakui dirinya wanprestasi.
1. Sanksi
34
Apabila debitur melakukan wanprestasi maka ada beberapa sanksi yang dapat dijatuhkan kepada
debitur, yaitu:
2) Pembatalan perjanjian;
3) Peralihan resiko;
2. Ganti Kerugian
Yang dimaksud kerugian yang bisa dimintakan penggantikan itu, tidak hanya biaya-biaya yang
sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguh-sungguh menimpa benda si
berpiutang (schaden), tetapi juga berupa kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang
didapat seandainya siberhutang tidak lalai (winstderving).
Bahwa kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat
langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat antara wanprestasi dengan kerugian yang
diderita. Berkaitan dengan hal ini ada dua sarjana yang mengemukakan teori tentang sebab-akibat yaitu:
Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain) dan peristiwa
B tidak akan terjadi jika tidak ada pristiwa.
Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain). Bila
peristiwa A menurut pengalaman manusia yang normal diduga mampu menimbulkan akibat (peristiwa B).
Dari kedua teori diatas maka yang lazim dianut adalah teori Adequated Veroorzaking karena
pelaku hanya bertanggung jawab atas kerugian yang selayaknya dapat dianggap sebagai akibat dari
perbuatan itu disamping itu teori inilah yang paling mendekati keadilan.
Seorang debitur yang dituduh wanprestasi dapat mengajukan beberapa alasan untuk membela
dirinya, yaitu:
35
b) Mengajukan alasan bahwa kreditur sendiri telah lalai;
c) Mengajukan alasan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi.
Debitur yang tidak dapat membuktikan bahwa tidak terlaksanya prestasi bukan karena
kesalahannya, diwajibkan membayar gantirugi. Sebaliknya debitur bebas dari kewajiban membayar
gantirugi, jika debitur karena keadaan memaksa tidak memberi atau berbuat sesuatu yang diwajibkan atau
telah melakukan perbuatan yang seharusnya ia tidak lakukan.
Keadaan memaksa adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya perjanjian, yang
menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya, dimana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak
harus menanggung resiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat.
Keadaan memaksa menghentikan bekerjanya perikatan dan menimbulkan berbagai akibat yaitu:
b) Debitor tidak lagi dapat dinyatakan wanprestasi, dan karenanya tidak wajib membayar ganti
rugi;
Mengenai keadaan memaksa ada dua teori, yaitu teori obyektif dan teori subjektif. Menurut teori
obyektif, debitur hanya dapat mengemukakan tentang keadaan memaksa, jika pemenuhan prestasi bagi
setiap orang mutlak tidak mungkin dilaksanakan. Misalnya, penyerahan sebuah rumah tidak mungkin
dilaksanakan karena rumah tersebut musnah akibat bencana tsunami.
Menurut teori subyektif terdapat keadaan memaksa jika debitor yang bersangkutan mengingat
keadaan pribadinya tidak dapat memenuhi prestasinya. Misalnya, A pemilik industri kecil harus
menyerahkan barang kepada B, dimana barang-barang tersebut masih harus dibuat dengan bahan-bahan
tertentu, tanpa diduga bahan-bahan tersebut harganya naik berlipat ganda, sehingga jika A harus
memenuhi prestasinya ia akan menjadi miskin. Dalam hal ini ajaran subyektif mengakui adanya keadaan
memaksa. Akan tetapi jika menyangkut industri besar maka tidak terdapat keadaan memaksa.
Keadaan memaksa dapat bersifat tetap dan sementara. Jika bersifat tetap maka berlakunya
perikatan berhenti sama sekali. Misalnya, barang yang akan diserahkan diluar kesalahan debitur terbakar
musnah.
36
Sedangkan keadaan memaksa yang bersifat sementara berlakunya perikatan ditunda. Setelah
keadaan memaksa itu hilang, maka perikatan bekerja kembali. Misalnya, larangan untuk mengirimkan
suatu barang dicabut atau barang yang hilang ditemukan kembali.
4. Wanprestasi, Sanksi, Ganti Kerugian dan Keadaan Memaksa dalam Perspektif Fiqih
Muamalah
Dalam perjanjian/akad dapat saja terjadi kelalaian, baik ketika akad berlangsung maupun pada
saat pemenuhan prestasi. Hukum Islam dalam cabang fiqh muamalahnya juga mengakui/mengakomodir
wanprestasi, sanksi, ganti kerugian serta adanya keadaan memaksa, berikut ini disajikan pemikiran salah
satu ahli fiqih muamalat Indonesia, Prof. DR. H. Nasrun Haroen, M.A.
Untuk kelalaian itu ada resiko yang harus ditanggung oleh pihak yang lalai, bentuk-bentuk
kelalaian itu menurut ulama, diantaranya pada akad Bay barang yang dijual bukan milik penjual (misal
barang wadiah atau ar-rahn), atau barang tersebut hasil curian, atau menurut perjanjian harus diserahkan
kerumah pembeli pada waktu tertentu, tetapi ternyata tidak diantarkan dan atau tidak tepat waktu, atau
barang rusak dalam perjalanan, atau barang yang diserahkan tidak sesuai dengan contoh yang disetujui.
Dalam kasus-kasus seperti ini resikonya adalah ganti rugi dari pihak yang lalai.
Apabila barang itu bukan milik penjual, maka ia harus membayar ganti rugi terhadap harga yang
telah ia terima. Apabila kelalaian berkaitan dengan keterlambatan pengantaran barang, sehingga tidak
sesuai dengan perjanjian dan dilakukan dengan unsur kesengajaan, pihak penjual juga harus membayar
ganti rugi. Apabila dalam pengantaran barang terjadi kerusakan (sengaja atau tidak), atau barang yang
dibawa tidak sesuai dengan contoh yang disepakati maka barang tersebut harus diganti.
Ganti kerugian dalam akad muamalah dikenal dengan adh-dhaman, yang secara harfiah berarti
jaminan atau tanggungan. Ulama mengatakan adakalanya adh-dhaman berupa barang atau uang.
Pentingnya adh-dhaman dalam perjanjian agar dalam akad yang telah disetujui kedua belah pihak
tidak terjadi perselisihan. Segala kerugian baik terjadi sebelum maupun sesudah akad maka ditanggung
resikonya oleh pihak yang menimbulkan kerugian. Akan tetapi dalam keadaan memaksa fiqh Islam tidak
menghukumi orang yang berbuat tanpa disengaja dan tidak menghendaki perbuatan lalai tersebut, asalkan
orang tersebut telah berbuat maximal untuk memenuhi prestasinya, dan Islam mengapresiasi orang yang
memberi kelapangan dalam pembayaran hutang.
37
Materi VI
Hukum Dagang
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam
masyarakat. Berikut beberapa pengartian dari Hukum Perdata:
Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara
orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan
Hukum Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam
memenuhi kepentingannya.
Hukum Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau
seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan
untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-
badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan .
Hukum dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dan lainnya dalam
bidang perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus, KUH Perdata merupakan lex generalis
(hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya
dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogate lex generalis (hukum khusus
mengesampingkan hukum umum). Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum
38
dagang (KUHD) dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya Buku
III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPerdata.
Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2) Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur
tentang
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seirinbg berjalannya waktu hukum
dagang mengkodifikasi(mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata ( KUHPer ). Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan
yang erat.
Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1KUhdagang, yang isinya sebagai berikut:
Adapun mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus:
KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada
tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu dagang
bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum
sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum
terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar
Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
KUHD lahir bersama KUH Perdata yaitu tahun 1847 di Negara Belanda, berdasarkan asas konkordansi
juga diberlakukan di Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka berdasarkan ketentuan pasal II Aturan
Peralihan UUD 1945 kedua kitab tersebut berlaku di Indonesia. KUHD terdiri atas 2 buku, buku I
39
berjudul perdagangan pada umumnya, buku II berjudul Hak dan Kewajiban yang timbul karena
perhubungan kapal.
a. KUHD
b. KUH Perdata
2. hukum tertulis yang tidak dikodifikasi, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-
hal yang berhubungan dengan perdagangan, misal UU Hak Cipta.
Materi-materi hukum dagang dalam beberapa bagian telah diatur dalam KUH Perdata yaitu tentang
Perikatan, seperti jual-beli,sewa-menyewa, pinjam-meminjam. Secara khusus materi hukum dagang yang
belum atau tidak diatur dalam KUHD dan KUH Perdata, ternyata dapat ditemukan dalam berbagai
peraturan khusus yang belum dikodifikasi seperti tentang koperasi, perusahaan negara, hak cipta dll.
Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena
memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi. Pemisahan keduanya hanyalah
karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional dalam hal
perniagaan.
Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang meruapkan
perluasan dari Hukum Perdata.
Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus
dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum umum.
KUHPerdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang
KUHD tidak mengaturnya secara khusus.
Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang
terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah lahir kota-
kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara
lainnya ) . tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-
perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di samping hokum Romawi yang berdiri sendiri
pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht)
40
khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum pedagang ini
bersifat unifikasi.
Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hukum
dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan
(ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA
MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan.
Kemudian kodifikasi hukum Perancis tersebut tahun 1807 dinyatakan berlaku juga di Nederland sampai
tahun 1838. Pada saat itu pemerintah Nederland menginginkan adanya Hukum Dagang sendiri. Dalam
usul KUHD Belanda dari tahun 1819 direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas 3 Kitab, tetapi di
dalamnya tidak mengakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang timbul di
bidang perdagangan. Perkara-perkara dagang diselesaikan di muka pengadilan biasa. Usul KUHD
Belanda inilah yang kemudian disahkan menjadi KUHD Belanda tahun 1838. Akhirnya berdasarkan asas
konkordansi pula, KUHD Nederland 1838 ini kemudian menjadi contoh bagi pembuatan KUHD di
Indonesia. Pada tahun 1893 UU Kepailitan dirancang untuk menggantikan Buku III dari KUHD
Nederland dan UU Kepailitan mulai berlaku pada tahun 1896. (C.S.T. Kansil, 1985 : 11-14).
KUHD Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April 1847 (S. 1847-23), yang mulai berlaku
pada tanggal 1 Mei 1848. KUHD Indonesia itu hanya turunan belaka dari Wetboek van Koophandel
dari Belanda yang dibuat atas dasar asas konkordansi (pasal 131 I.S.). Wetboek van Koophandel Belanda
itu berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari di Limburg. Selanjutnya Wetboek van
Koophandel Belanda itu juga mangambil dari Code du Commerce Perancis tahun 1808, tetapi anehnya
tidak semua lembaga hukum yang diatur dalam Code du Commerce Perancis itu diambil alih oleh
Wetboek van Koophandel Belanda. Ada beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengenai peradilan
khusus tentang perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan (speciale handelsrechtbanken)
(H.M.N.Purwosutjipto, 1987 : 9).
Pada tahun 1906 Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang berdiri sendiri di
luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 indonesia hanya memiliki 2 Kitab KUHD saja, yaitu Kitab I dan
Kitab I (C.S.T. Kansil, 1985 : 14). Karena asas konkordansi juga maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia
diadakan KUHS. Adapun KUHS Indonesia ini berasal dari KUHS Nederland yang dikodifikasikan pada 5
Juli 1830 dan mulai berlaku di Nederland pada 31 Desember 1830. KUHS Belanda ini berasal dari
KUHD Perancis (Code Civil) dan Code Civil ini bersumber pula pada kodifikasi Hukum Romawi
Corpus Iuris Civilis dari Kaisar Justinianus (527-565) (C.S.T. Kansil, 1985 : 10).
41
3. Hubungan Pengusaha dan pembantunya
a. Melakukan sendiri, Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan sendiri,
merupakan perusahaan perseorangan.
b. Dibantu oleh orang lain, Pengusaha turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua
kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
c. Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan perusahaan,
Hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan merupakan perusahaan besar.
Sebuah perusahaan dapat dikerjakan oleh seseorang pengusaha atau beberapa orang pengusaha dalam
bentuk kerjasama. Dalam menjalankan perusahaannya seorang pengusaha dapat bekerja sendirian atau
dapat dibantu oleh orang-orang lain disebut pembantu-pembantu perusahaan. Orang-orang perantara ini
dapat dibagi dalam dua golongan. Golongan pertama terdiri dari orang-orang yang sebenarnya hanya
buruh atau pekerja saja dalam pengertian BW dan lazimnya juga dinamakan handels-bedienden. Dalam
golongan ini termasuk, misal pelayan, pemegang buku, kassier, procuratie houder dan sebagainya.
Golongan kedua terdiri dari orang-orang yang tidak dapat dikatakan bekerja pada seorang majikan, tetapi
dapat dipandang sebagai seorang lasthebber dalam pengertian BW. Dalam golongan ini termasuk makelar,
komissioner.
Namun, di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak
mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh
karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha
tersebut.
a) Pelayan toko
42
b)Pekerja keliling
c) Pengurus filial.
d) Pemegang prokurasi
e) Pimpinan perusahaan
(1) Hubungan perburuhan, yaitu hubungan yang subordinasi antara majikan dan buruh, yang memerintah
dan yang diperintah. Manager mengikatkan dirinya untuk menjalankan perusahaan dengan sebaik-
baiknya, sedangkan pengusaha mengikatkan diri untuk membayar upahnya (pasal 1601 a KUHPER).
(2) Hubungan pemberian kekuasaan, yaitu hubungan hukum yang diatur dalam pasal 1792 dsl KUHPER
yang menetapkan sebagai berikut pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya untuk atas nama pemberi kuasa
menyelenggarakan suatu urusan. Pengusaha merupakan pemberi kuasa, sedangkan si manager
merupakan pemegang kuasa. Pemegang kuasa mengikatkan diri untuk melaksakan perintah si pemberi
kuasa, sedangkan si pemberi kuasa mengikatkan diri untuk memberi upah sesuai dengan perjanjian yang
bersangkutan.
Dua sifat hukum tersebut di atas tidak hanya berlaku bagi pimpinan perusahaan dan pengusaha, tetapi
juga berlaku bagi semua pembantu pengusaha dalam perusahaan, yakni: pemegang prokurasi, pengurus
filial, pekerja keliling dan pelayan toko. Karena hubungan hukum tersebut bersifat campuran, maka
berlaku pasal 160 c KUHPER, yang menentukan bahwa segala peraturan mengenai pemberian kuasa dan
mengenai perburuhan berlaku padanya. Kalau ada perselisihan antara kedua peraturan itu, maka berlaku
peraturan mengenai perjanjian perburuhan (pasal 1601 c ayat (1) KUHPER.
a) Agen perusahaan
Hubungan pengusaha dengan agen perusahaan adalah sama tinggi dan sama rendah, seperti pengusaha
dengan pengusaha. Hubungan agen perusahaan bersifat tetap. Agen perusahaan juga mewakili pengusaha,
maka ada hubungan pemberi kuasa. Perjanjian pemberian kuasa diatur dalam Bab XVI, Buku II,
KUHPER, mulai dengan pasal 1792, sampai dengan 1819. Perjanjian bentuk ini selalu mengandung unsur
43
perwakilan (volmacht) bagi pemegang kuasa (pasal 1799 KUHPER). Dalam hal ini agen perusahaan
sebagai pemegang kuasa, mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama pengusaha.
b) Perusahaan perbankan
c) Pengacara
d) Notaris
e) Makelar
f) Komisioner
Menurut undang-undang, ada dua kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha, yaitu :
1. Membuat pembukuan
Pasal 6 KUH Dagang, menjelaskan makna pembukuan yakni mewajibkan setiap orang yang menjalankan
perusahaan supaya membuat catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan
dengan perusahaan, sehingga dari catatan tersebut dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.
Selain itu, di dalam Pasal 2 Undang-Undang No.8 tahun 1997, yang dimaksud dokumen perusahaan
adalah :
a. Dokumen keuangan
Terdiri dari catatan, bukti pembukuan, dan data administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya hak
dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan
b. Dokumen lainnya
Terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan,
meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen keuangan.
44
2. Mendaftarkan Perusahaan
Dengan adanya Undang-Undang No. 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan maka setiap orang
atau badan yang menjalankan perusahaan menurut hukum wajib untuk melakukan pendaftaran tentang
segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985.
Dalam Undang-Undang No.3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, yang dimaksud daftar
perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan undang-
undang ini atau peraturan pelaksanaannya, memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap
perusahaan, dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.
Pasal 32-35 Undang-Undang No.3 tahun 1982 merupakan ketentuan pidana, sebagai berikut :
a. Barang siapa yang menurut undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya diwajibkan
mendaftarkan perusahaan dalam daftar perusahaan yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak
memenuhi kewajibannya diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana
denda setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
b. Barang siapa melakukan atau menyuruh melakukan pendaftaran secara keliru atau tidak lengkap dalam
daftar perusahaan diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-
tingginya Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
45
Materi VI
Badan usaha adalah sebuah organisasi kesatuan yuridis ( Hukum ) Teknis dan ekonomis yang
terstuktur dalam mengelola faktor-faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang bertujuan
untuk mencari laba ( keuntungan ).
Sedangkan Perusahaan adalah Suatu unit kegiatan yang melakukan aktivitas pengelolaan faktor
produksi untuk menyedikan barang dan jasa bagi masyarakat, mendistribusikannya, serta melakukan
upaya-upaya lain untuk memperoleh keuntungan dan memuaskan kebutuhan masyarakat.
Badan Usaha seringkali disamakan dengan perusahaan, walaupun pada kenyataannya berbeda.
Perbedaan utamanya, Badan Usaha adalah lembaga sementara sedangkan perusahaan adalah tempat
dimana Badan Usaha itu mengelola faktor-faktor produksi. Perbedaan Badan usaha dengan Perusahaan
Badan Usaha
Perusahaan
46
Bagian Dari Badan Usaha
Kesatuan Teknis
Kesatuan organisasi yang menggunakan faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa
dengan tujuan mencari laba.
Bagian dari proses produksi dan merupakan alat dan badan untuk memperoleh laba.
Tempat Kedudukan
Badan usaha yang melakukan kegiatan usaha bertujuan untuk memperoleh keuntungan dengan
fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Fungsi Operasional
Fungsi Operasional adalah fungsi yang memungkinkan suatu badan usaha dapat melaksanakan
kegiatannya dengan baik. Terdiri dari fungsi pembelian dan produksi, fungsi pemasaran, fungsi keuangan,
fungsi personalia, fungsi akuntansi, fungsi administrasi, fungsi tekhnologi informasi, dan fungsi
transformasi dan komunikasi.
2. Fungsi Manajerial
Fungsi Manajerial adalah fungsi yang menyatakan bagaimana suatu badan usaha dikelola. Terdiri
dari fungsi fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasian, fungsi penggerakan, dan fungsi pengendalian
3. Fungsi sosial
Fungsi sosial badan usaha berhubungan dengan lingkungan di luar badan usaha (eksternal).
Fungsi sosial ini menyatakan sejuh mana suatu badan usaha mampu memberikan manfaat nyata bagi
lingkungan di luar badan usaha tersebut. Terdiri dari penyediaan lapangan kerja dan peingkatan kualitas
hidup.
Pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh kemajuan dunia usaha. Kemajuan dunia usaha
menyangkut kemajuan badan usaha.
47
C. Bentuk-Bentuk Badan Usaha
Jenis- jenis badan Usaha dapat digolongkan menjadi 3 yaitu Koperasi, BUMN ( Badan Usaha
Milik Negara ), dan BUMS ( Badan Usaha Milik Swasta ).
1 . KOPERASI
Koperasi merupakan badan usaha yang terdiri dari kumpulan orang-orang yang berlandaskan
asas-asas kekeluargaan yang bertujuan mensejahterakan para anggotanya, dalam praktiknya koperasi juga
melayani kepentingan umum.
Menurut undang-undang nomor 25 tahun 1995, koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat berdasarkan asas kekeluargaan.
Tujuan koperasi adalah untuk memajukan kesejahteraan para anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Koperasi juga ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur .
Fungsi dan peran koperasi di dalam masyarakat dan pemerintah disesuaikan dengan
Undang-Undang Koperasi, yaitu ( Gendon, 213 ) :
Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan
masyarakat.
Persyaratan untuk mendirikan koperasi yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 serta atas dasar asas kekeluargaan adalah sebagai berikut ( Gendon, 2013 ):
48
3. Pembentukan koperasi dilakukan dengan akta pendirian yang memuat anggaran dasar
sekurang-kurangnya:
Jenis koperasi berdasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya.
Secara umum koperasi dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang.
2. Koperasi sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi.
Modal koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri berasal dari
simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, atau hibah. Modal pinjaman berasal dari anggota
koperasi lainnya dan anggotanya, bank dan lembaga keuangan lainnya, atau melalui penerbitan obligasi
serta surat utang lainnya ( Gendon, 2013 ).
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ialah badan usaha yang permodalannya seluruhnya atau
sebagian dimiliki oleh Pemerintah . Status pegawai badan usaha tersebut adalah karyawan BUMN bukan
pegawai negeri.
49
a. Penguasaan badan usaha dimiliki oleh pemerintah.
f. Untuk mengisi kas negara, karena merupakan salah satu sumber penghasilan negara.
h. Merupakan lembaga ekonomi yang tidak mempunyai tujuan utama mencari keuntungan,
tetapi dibenarkan untuk memupuk keuntungan.
k. Modal seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan.
l. Peranan pemerintah sebagai pemegang saham. Bila sahamnya dimiliki oleh masyarakat,
besarnya tidak lebih dari 49%, sedangkan minimal 51% sahamnya dimiliki oleh negara.
BUMN sendiri sekarang ada 3 macam yaitu Perjan, Perum dan Persero.
1. Perjan
Perjan adalah bentuk badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki oleh pemerintah.
Perjan ini berorientasi pelayanan pada masyarakat, Sehingga selalu merugi. Sekarang sudah tidak ada
perusahaan BUMN yang menggunakan model perjan karena besarnya biaya untuk memelihara perjan-
perjan tersebut sesuai dengan Undang Undang (UU) Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. Contoh
Perjan: PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) kini berganti menjadi PT.KAI
50
Perusahaan Jawatan (perjan) sebagai salah satu bentuk BUMN memiliki modal ditetapkan
melalui APBN ( Julaiha, 2012 ).
Perjan RS Sanglah
Perjan RS Kariadi
Perjan RS M. Djamil
2. Perum
Perum adalah perjan yang sudah diubah. Tujuannya tidak lagi berorientasi pelayanan tetapi sudah
profit oriented. Sama seperti Perjan, perum di kelola oleh negara dengan status pegawainya sebagai
Pegawai Negeri. Namun perusahaan masih merugi meskipun status Perjan diubah menjadi Perum,
sehingga pemerintah terpaksa menjual sebagian saham Perum tersebut kepada publik (go public) dan
statusnya diubah menjadi persero.
f. Memupuk keuntungan untuk mengisi kas negara. Contohnya : Perum Pegadaian, Perum
Jasatirta, Perum DAMRI, Perum ANTARA,Perum Peruri,Perum Perumnas,Perum Balai Pustaka.
51
g. Modalnya dapat berupa saham atau obligasi bagi perusahaan yang go public
3. Persero
Persero adalah salah satu Badan Usaha yang dikelola oleh Negara atau Daerah. Berbeda dengan
Perum atau Perjan, tujuan didirikannya Persero yang pertama adalah mencari keuntungan dan yang kedua
memberi pelayanan kepada umum. Modal pendiriannya berasal sebagian atau seluruhnya dari kekayaan
negara yang dipisahkan berupa saham-saham. Persero dipimpin oleh direksi. Sedangkan pegawainya
berstatus sebagai pegawai swasta. Badan usaha ditulis PT < nama perusahaan > (Persero). Perusahaan ini
tidak memperoleh fasilitas Negara
b. Modal sebagian atau seluruhnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan yang berupa
saham-saham
Badan Usaha Milik Swasta atau BUMS adalah badan usaha yang didirikan dan dimodali oleh
seseorang atau sekelompok orang. Berdasarkan UUD 1945 pasal 33, bidang- bidang usaha yang
diberikan kepada pihak swasta adalah mengelola sumber daya ekonomi yang bersifat tidak vital dan
strategis atau yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak.
52
A. Firma
Firma adalah perusahaan yang didirikan oleh dua orang atau lebih dan menjalankan perusahaan
atas nama perusahaan. Dalam persekutuan firma umumnya seluruh sekutu memiliki kewajiban tidak
terbatas terhadap utang perusahaan, sedangkan dalam persekutuan terbatas satu atau lebih pemilik
mungkin memiliki kewajiban terbatas.
Untuk mendirikan firma terdiri dari dua cara. Pertama melalui akta resmi dan yang kedua
akta dibawah tangan. Jika melalui akta resmi, maka proses selanjutnya harus sampai di berita Negara.
Namun jika memilih akta di bawah tangan proses tersebut tidak perlu, cukup melalui kesepakatan pihak-
pihak terlibat.
Kemampuan manajemen lebih besar, karena ada pembagian kerja diantara para anggota
Pendiriannya relatif mudah, baik dengan Akta atau tidak memerlukan Akta Pendirian
Dalam pendirian firma tidak terlalu memerlukan akta formal, karena dapat menggunakan akta
dibawah tangan (tidak formal).
Lebih mudah memperoleh modal, karena pihak perbankan lebih mempercayainya. Apalagi jika
firma tersebut didirikan dengan akta resmi dan juga tidak terlalu banyak peraturan permerintah yang
mengatur.
Lebih mudah berkembang karena dipegang lebih dari satu orang, sehingga lebih terbuka
terhadap berbagai pendapat atau kritikan untuk kemajuan usaha.
Pemilik firma memiliki tanggung jawab yang tidak terbatas atas utang yang dimilikinya.
Apabila salah satu pihak pemilik firma meninggal dunia atau mengundurkan diri, maka akan
mengancam kelangsungan hidup perusahaan.
53
Kesulitan dalam peralihan kepemimpinan karena berbagai kepentingan para pihak yang
terlibat dan juga sering terjadi konflik kepentingan sehingga dapat mengancam kemajuan usahanya.
B. Persekutuan Komanditer
Persekutuan Komanditer (commanditaire vennootschap atau CV) adalah suatu persekutuan yang
didirikan oleh 2 orang atau lebih.
Sekutu aktif adalah anggota yang memimpin/ menjalankan perusahaan dan bertanggung jawab
penuh atas utang- utang perusahaan.
Sekutu pasif / sekutu komanditer adalah anggota yang hanya menanamkan modalnya kepada
sekutu aktif dan tidak ikut campur dalam urusan operasional perusahaan. Sekutu pasif bertanggung jawab
atas risiko yang terjadi sampai batas modal yang ditanam.
Bentuk CV sudah dikenal masyarakat, terutama masyarakat bisnis kecil dan menegah,
sehingga memudahkan perusahaan ikut dalam berbagai kegiatan.
CV lebih mudah dalam memperoleh modal, karena pihak perbankan lebih mempercayainya.
Lebih mudah berkembang karena manajemen dipegang oleh orang yang ahli dan dipercaya
oleh sekutu lainnya.
CV lebih fleksibel, karena tanggung jawab terbatas hanya pada sekutu Komanditer sedangkan
yang mengurus perusahaan dan mempunyai tanggung jawab tidak terbatas hanya sekutu komplementer.
Pengenaan pajak hanya satu kali, yaitu pada badan usaha saja. Pembagian keuntungan atau
laba yang diberikan kepada sekutu Komanditer tidak lagi dikenakan pajak penghasilan.
Maka tanggung jawab akan menjadi tanggung jawab pribadi apabila sekutu komanditer
menjadi sekutu aktif.
Status hukum badan usaha CV jarang dipilih oleh pemilik modal atau beberapa proyek besar.
54
Sementara itu untuk mendirikan CV tidak diperlukan syarat yang berat. Adapun persyaratan
pendirian CV adalah sebagai berikut ( Gendon, 2013 ) :
1. Pendirian CV disyaratkan oleh dua orang, dengan menggunakan akta notaris dan
menggunakan bahasa Indonesia.
2. Pada pendirian CV, yang harus dipersiapkan sebelum datang ke notaris adalah adanya
persiapan mengenai: nama CV yang akan digunakan, tempat kedudukan CV, siapa saja yang bertindak
sebagai persero aktif, dan persero diam, maksud dan tujuan pendirian CV serta dokumen persyaratan yang
lain.
c. Perseroan Terbatas
Perseroan terbatas (PT) adalah badan usaha yang modalnya diperoleh dari hasil penjualan saham.
Setiap pemegang surat saham mempunyai hak atas perusahaan dan setiap pemegang surat saham berhak
atas keuntungan (dividen). Perseroan Terbatas merupakan bentuk yang banyak
dipilih, terutama untuk bisnis bisnis yang besar. Bentuk ini memberikan kesempatan kepada masyarakat
luas untuk menyertakan modalnya kedalam bisnis tersebut dengan cara membeli saham yang dikeluarkan
oleh Perusahaan itu. Dengan membeli saham suatu perusahaan masyarakat akan menjadi ikut serta
memiliki perusahaan itu atau dengan kata lain mereka menjadi Pemilik Perusahaan tersebut. Atas
pemilikan saham itu maka mereka para pemegang saham itu lalu berhak memperoleh pembagian laba
atau Deviden dari perusahaan tersebut. Para pemegang saham itu mempunyai tanggung jawab yang
terbatas pada modal yang disertakan itu saja dan tidak ikut menanggunng utang utang yang dilakukan
oleh perusahaan ( Nisa, 2012 ).
2. Yayasan
Yayasan merupakan badan usaha yang dibentuk untuk kegiatan sosial atau pelayanan masyarakat.
Tujuannya memberikan pelayanan seperti kesehatan atau pendidikan atau pemberdayaan masyarakat
umum dan tidak mencari keuntungan. Modal berasal dari sumbangan, wakaf, hibah, atau sumbangan
55
lainnya ( Gendon, 2013 ). Kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun
kekayaan lain yang diperoleh yayasan. Berdasarkan undang-undang ini dilarang dialihkan atau dibagikan
secara langsung atau tidak langsung kepada pembina, pengurus, pengawas, karyawan, atau pihak lain
yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan ( Gendon, 2013 ).
Dalam menjalankan kegiatannya sehari-hari yayasan mempunyai organ yang terdiri atas:
1. Pembina
2. Pengurus
3. Pengawas
1. Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan
pendirinya sebagai kekayaan awal.
2. Pendirian yayasan dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.
4. Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian yayasan memperoleh
pengesahan dari materi.
5. Kewenangan materi dalam memberikan pengesahan akta pendirian yayasan sebagai hukum
dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atas nama
menteri, yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan yayasan.
6. Dalam memberikan pengesahan, Kepala Kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia dapat meminta pertimbangan instalasi terkait
1. Untuk Hidup
3. Dorongan Sosial
4. Mendapat Kekuasaan
56
5. Melanjutkan Usaha Orang Tua
FaktorFaktor Yang Harus Dihadapi Dalam Pendirian Badan Usaha ( Sudrajat, 2012 ):
3. Penentuan harga
4. Pembelian
6. Organisasi intern
7. Pembelanjaan
2. Dokumen perizinan
4. Tujuan usaha
5. Jenis usaha
A . Kelebihan BUMN/BUMD
Meringankan beban pengeluaran konsumsi masyarakat melalui peetapan harga produk (barang
dan harga) yang memegang hajat hidup orang benyak yang lebih murah karena subsidi oleh pemerintah.
Membantu sektor swasta mengelola sektor usaha yang secara ekonomis tidak menguntungkan,
namun produknya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
57
Menyerap tenaga kerja formal dengan seleksi tertentu sehingga dapat diperoleh sumber daya
manusia yang lebih berkualitas handal.
Mudah mengumpulkan modal, karena modal berasal dari kekayaan negara atau daerah yang
dipisahkan.
Pengelolaannya berasal dari direksi dan komisaris yang ditunjuk pemerintah dan RUPS
sehingga lebih berhati-hati dan profesional.
B . Kekurangan BUMN/BUMD
Keterbatasan kemampuan dan keahlia dalam mengelola BUMN dan BUMD menyebabkan
sering menderita kerugian
Pada situasi tertentu bertindak sebagai perusahaan monopoli sehingga penetapan harga
ditentuka sepihak (perusahaan), bukan melalui mekanisme pasar walaupun akhirnya untuk kesejahteraan
rakyat
Pendiriannya sukar karena harus melalui peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
58