Anda di halaman 1dari 7

REVIEW BUKU HANDBOOK OF DISASTER RESEARCH

CHAPTER 32:

DISASTERS EVER MORE? REDUCING U.S. VULNERABILITIES1

CHARLES PERROW

TUGAS MATAKULIAH SOSIOLOGI KEBENCANAAN

OLEH:

MOH.HUSNUL MURODI

NIM:150910302039

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNVERSITAS JEMBER

2017
Analisis Bencana Berlebihan: Menguramgi Kerentanan

Charles Perrow

Sejak masa lalu manusia telah menghadapi bencana alam yang berulang kali
melenyapkan populasi mereka. Pada zaman dahulu, manusia sangat rentan akan dampak
bencana alam dikarenakan keyakinan bahwa bencana alam adalah hukuman dan simbol
kemarahan dewa-dewa. Semua peradaban kuno menghubungkan lingkungan tempat tinggal
mereka dengan dewa atau tuhan yang dianggap manusia dapat memberikan kemakmuran
maupun kehancuran. Kata bencana dalam Bahasa Inggris "disaster" berasal dari kata Bahasa
Latin "dis" yang bermakna "buruk" atau "kemalangan" dan "aster" yang bermakna "dari
bintang-bintang". Kedua kata tersebut jika dikombinasikan akan menghasilkan arti
"kemalangan yang terjadi di bawah bintang", yang berasal dari keyakinan
bahwa bintang dapat memprediksi suatu kejadian termasuk peristiwa yang buruk.

Bencana alam (bahasa Inggris: Natural disaster), adalah suatu peristiwa alam yang
mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia. Peristiwa alam dapat
berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami (seperti di Aceh) , tanah
longsor, badai salju, kekeringan yang perkepanjangan, hujan es, penyebaran viurs, ada juga
lumpur panas, gelombang panas, hurikan, badai tropis, taifun, tornado, kebakaran
liar dan wabah penyakit. Beberapa bencana alam terjadi tidak secara alami. Contohnya
adalah kelaparan, yaitu kekurangan bahan pangan dalam jumlah besar yang disebabkan oleh
kombinasi faktor manusia dan alam. Dua jenis bencana alam yang diakibatkan dari luar
angkasa jarang mempengaruhi manusia, seperti asteroid dan badai matahari.

Apa yang terdapat pada pembahasan Disaster ever more? Reducing U.S
Vulnerabilities milik Charles Perrow (salah satu tokoh perspektif ilmu organisasi) adalah
tentang penanggulanagan untuk mengurangi kerentanan bencana yang berlebih. Perrow
mengaitkan pengurangan kerentanan terhadap organisasi dan teknologi. Dimana dalam
tulisannya Perrow tidak hanya mendeskripsikan bahwa organisasi tidak hanya mendapat
tantangan dari banyaknya bencana yang terjadi, tapi juga bagaimana organisasi dapat
mengurangi kerentanan terhadap bencana yang saat itu menyerang Amerika Serikat. Perrow
juga berpendapat bahwa bencana tidak bisa kita hindari namun dapat kita tanggulangi
kekurangannya, yaitu dengan pengurangan energi yang berlebihan, fokus pada organisasi
pada sebuah kekuasaan, dan fokus pada lokasi tempat manusia tinggal.

A. Organisasi: Kegagalan Permanen

Remediasi, atau menanggapi kerusakan, melibatkan responden pertama, seperti


polisi dan api dan lembaga sukarela. Kami tidak melakukan dengan baik di sini. Untuk satu
hal, balasan kritik kepada Departemen baru kami Homeland Security (DHS) oleh
Government Accountability Office (GAO) dan organisasi kebijakan publik adalah bahwa
dana responden pertama yang sangat tidak memadai. Judul sebuah 2003 Dewan Hubungan
Luar Negeri laporan gugus tugas menyimpulkan masalah: Tanggap Darurat: Drastisnya
kekurangan dana, berbahayanya ketidak siapan (Rudman, Clarke, & Metzl, 2003). Hal ini
terlihat pada tahun 2005 Katrina badai. Selanjutnya, kita memiliki kepanikan dalam model
perilaku yang keliru yang bersumber pada batas informasi, yang pada gilirannya melahirkan
sikap skeptis pada bagian dari masyarakat. Tahun penelitian tentang bencana menunjukkan
bahwa sikap panik jarang terjadi, seperti kerusuhan dan penjarahan, dan pada hal pertama
penanggapan adalah kapasitas warga negara yang mempunyai respon inovatif yang sangat
mengesankan. Model panik sayangnya melegitimasi kecenderungan untuk memusatkan
tanggapan, sehingga kedua tanggapan warga membatasi dan mengganggu respon dari
lembaga tingkat terendah, seperti polisi, pemadam kebakaran, tim medis, dan lembaga
sukarela. Penelitian menunjukkan paling banyak respon efektif yang datang ketika unit
desentralisasi tersebut bebas untuk bertindak atas dasar informasi pertama dan keakraban
dengan pengaturan (Clarke, 2002; Tierney, 2003)

Suatu organisasi yang dikatakan Perrow untuk memberikan pengetahuan tentang


informasi kebenecanaan itu melibatkan berbagai unit desentralisasi. DHS lebih memilih
untuk membuat wacana kepanikan kepada khlayak untuk memberitahukan sikap yang tepat
atas tindakan penanggulangan bencana. Namun wacana yang diberi nama dengan Panic ini
tidak terlalu berjalan dengan mulus. Hal ini akan sangat berdampak pula dengan kelemahan
yang dihadapi oleh organisasi setingkat DHS, sehingga Organisasi tersebit akan dikritisi oleh
pihak seperti Government Accountability Office (GAO) dan organisasi kebijakan publik.

Perrow di sisni lebih memperhatikan keberadaan teknologi pengetahuan (knowledge


technology) daripada teknologi produksi. Ia mengidentifikasinya sebagai tindakan yang
dilakukan seorang individu terhadap sebuah objek, dengan atau tanpa bantuan alat atau
perlengkapan mekanis, untuk membuat perubahan tertentu pada obyek tersebut. Perrow
kemudian mencoba mengidentifikasikan apa yang ia perkirakan sebagai dua dimensi dasar
dari teknologi pengetahuan.

Dimensi pertama memperhatikan jumlah pengecualian yang dihadapi seseorang


dalam menghadapi pekerjaannya. Disebut task variability, pengecualian tersebut jumlahnya
sedikit jika pekerjaan itu mempunyai tingkat rutinitas yang tinggi. Contoh pekerja pada
sebuah pabrikan atau tukang goreng pada perusahaan McDonald. Pada ujung lain dari
spektrum ini, jika suatu pekerjaan mempunyai cukup banyak keanekaragaman, sejumlah
besar pengecualian dapat diharapkan. Secara khas hal ini mencerminkan pula posisi dari
manajemen tingkat tinggi. Contoh pekerjaan konsultan, pemadam kebakaran.
Dimensi berikutnya adalah problem analyzability, dimensi ini menilai jenis prosedur
pencarian yang diikuti untuk mendapatkan metode yang berguna agar dapat memberikan
respons secara memadai terhadap pengecualian tugas. Pencarian tersebut pada suatu saat
dapat dideskripsikan sebagai sesuatu yang ditetapkan dengan tepat (well-defined). Contoh
nalar logis dan analitis dalam mencari suatu jalan keluar. Kebalikannya pada spectrum lain
adalah masalah yang tidak ditetapkan dengan tepat (ill-defined). Contoh pekerjaan arsitektur
yang situasinya berbeda-beda di setiap dimensi ruang dan waktu.
Faktor yang lain yaitu adanya keterbatasan kepentingan, otoritas,dan kemampuan
untuk mengubah kondisi yang ada. Hal ini dapar dilihatpada masyarakat yang hidup di
bantaran sungai karena keterbatasan aksesterhadap sumber daya yang ada. Berdasarkan
beberapa penelitian, hal-halyang menyebabkan masyarakat hidup di bantaran sungai lebih
dominandikarenakan faktor ekonomi. Dengan kata lain bahwa, masyarakat yanghidup di
bantaran sungai terutama di kota-kota besar terpaksa ataudipaksa tinggal disana. Kondisi
ini pasti berbeda dengan kehidupan masyarakat bantaran Sungai Barito maupun Batanghari
yang benar-benar merupakan budaya selama berabad-abad dikarenakan menggantungkan
hidupnya dari sungai. Faktor lain yang menyebabkan masyarakat terus-menerus hidup dalam
kondisi rentan yaitu kurangnya ataupun kadang-kadang tidak ada pilihan alternatif yang lebih
baik secara fisik, sosial,ekonomi, dan politik.
B. Respons Lebih Menjanjikan: Mengurangi Kerentanan
Kerentanan (vulnerability) adalah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor
atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang meningkatkan kecenderungan
(susceptibility) sebuah komunitas terhadap dampak bahaya. Kerentanan lebih menekankan
aspek manusia di tingkat komunitas yang langsung berhadapan dengan ancaman (bahaya)
sehingga kerentanan menjadi faktor utama dalam suatu tatanan sosial yang memiliki risiko
bencana lebih tinggi apabila tidak di dukung oleh kemampuan (capacity) seperti kurangnya
pendidikan dan pengetahuan, kemiskinan, kondisi sosial, dan kelompok rentan yang meliputi
lansia, balita, ibu hamil dan cacat fisik atau mental. Kapasitas (capacity) adalah suatu
kombinasi semua kekuatan dan sumberdaya yang tersedia di dalam sebuah komunitas,
masyarakat atau lembaga yang dapat mengurangi tingkat risiko atau dampak suatu bencana.

Bencana (disaster) adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu


komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian manusia, materi, ekonomi, atau
lingkungan yang meluas yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang
terkena dampak untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka. Bencana dapat
dibedakan menjadi dua yaitu bencana oleh faktor alam (natural disaster) seperti letusan
gunungapi, banjir, gempa, tsunami, badai, longsor, dan bencana oleh faktor non alam ataupun
faktor manusia (man-made disaster) seperti konflik sosial dan kegagalan teknologi.

Risiko (risk) adalah probabilitas timbulnya konsekuensi yang merusak atau kerugian
yang sudah diperkirakan (hilangnya nyawa, cederanya orang-orang, terganggunya harta
benda, penghidupan dan aktivitas ekonomi, atau rusaknya lingkungan) yang diakibatkan oleh
adanya interaksi antara bahaya yang ditimbulkan alam atau diakibatkan manusia serta kondisi
yang rentan. Pengkajian/analisis risiko (risk assessment/analysis) adalah suatu metodologi
untuk menentukan sifat dan cakupan risiko dengan melakukan analisis terhadap potensi
bahaya dan mengevaluasi kondisi-kondisi kerentanan yang ada dan dapat menimbulkan suatu
ancaman atau kerugian bagi penduduk, harta benda, penghidupan, dan lingkungan tempat
tinggal .

Dalam tulisan ini juga berkaitan tentang risiko bencana, yang mana ada faktor kerentanan
(vulnerability) rendahnya daya tangkal masyarakat dalam menerima ancaman, yang mempengaruhi
tingkat risiko bencana, kerentanan dapat dilihat dari faktor lingkungan, sosial budaya, kondisi sosial
seperti kemiskinan, tekanan sosial dan lingkungan yang tidak strategis, yang menurunkan daya
tangkal masyarakat dalam menerima ancaman. Besarnya resiko dapat dikurangi oleh adanya
kemampuan (capacity) adalah kondisi masyarakat yang memiliki kekuatan dan kemampuan dalam
mengkaji dan menilai ancaman serta bagaimana masyarakat dapat mengelola lingkungan dan
sumberdaya yang ada, dimana dalam kondisi ini masyarakat sebagai penerima manfaat dan penerima
risiko bencana menjadi bagian penting dan sebagai aktor kunci dalam pengelolaan lingkungan untuk
mengurangi risiko bencana dan ini menjadi suatu kajian dalam melakukan manajemen bencana
berbasis masyarakat (Comunity Base Disaster Risk Management). Pengelolaan lingkungan harus
bersumber pada 3 aspek penting yaitu Biotik (makluk hidup dalam suatu ruang), Abiotik (sumberdaya
alam) dan Culture (Kebudayaan). Penilaian risiko bencana dapat dilakukan dengan pendekatan
ekologi (ekological approach) dan pendekatan keruangan (spatial approach) berdasarkan atas analisa
ancaman (hazard), kerentanan (vulnerabiliti) dan kapasitas (capacity).

C. Pemetaan Rsiko Bencaca

Ada banyak bukti bahwa skala yang sangat besar hanya kadang-kadang menghasilkan
ekonomi produksi, melainkan menghasilkan inefisiensi sosial kekuatan pasar dan kekuasaan
politik yang bisa mengalir dari itu. Hal ini dimungkinkan untuk memiliki sistem yang sangat
besar yang sangat terdesentralisasi, sangat efisien (mereka memiliki skala ekonomi jaringan,
bukan skala ekonomi organisasi), inovatif, dan sangat handal, meminimalkan kerentanan
mereka terhadap beberapa bencana.

Peta Ancaman adalah gambaran atau representasi suatu wilayah atau lokasi yang
menyatakan kondisi wilayah yang memiliki suatu ancaman atau bahaya tertentu. Misalnya :
Peta KRB Gunungapi Kelud, Peta KRB Gunungapi Merapi, Peta bahaya longsor, Peta
kawasan Rawan Banjir.

Peta Kerentanan adalah : gambaran atau representasi suatu wilayah atau lokasi yang
menyatakan kondisi wilayah yang memiliki suatu kerentanan tertentu pada aset-aset
penghidupan dan kehidupan yang dimiliki yang dapat mengakibatkan risiko bencana.
Contoh : Peta kerentanan penduduk, peta kerentanan aset, peta kerentanan pendidikan, peta
kerentanan lokasi.

Peta Kapasitas adalah: gambaran atau representasi suatu wilayah atau lokasi yang
menyatakan kondisi wilayah yang memiliki suatu kapasitas tertentu yang dapat mengurangi
risiko bencana. Contoh : peta sarana kesehatan, peta alat peringatan dini, peta evakuasi, peta
pengungsian, peta jumlah tenaga medis, peta tingkat ekonomi masyarakat.
Peta Risiko Bencana adalah :gambaran atau representasi suatu wilayah atau lokasi
yang menyatakan kondisi wilayah yang memiliki tingkat risiko tertentu berdasarkan adanya
parameter-parameter ancaman, kerentanan dan kapasitas yang ada di suatu wilayah. Contoh :
peta risiko bencana banjir, peta risiko bencana longsor, peta risiko bencana gempa.

Dalam tulisan ini jikadikaitkan dengan metode anlisis risiko dengan menggunakan
GIS untuk menghasilkan peta risiko, yang paling utama adalah pemilihan parameter dan
indikator masing-masing anlisis risiko:

1. Analisis ancaman gempa misalnya : sejarah kejadian gempa, zonasi patahan, struktur
geologi, janis batuan, geomorfologi wilayah, dll

2. Analisis ancaman banjir misalnya : peta rawan banjir, jumlah rata-rata curah hujan,
sejarah kejadian banjir, luasan wilayah yang terkena dampak,jumlah curah hujan, jenis
batuan, jenis tanah, morfologi, kemiringan lereng, densitas sungai dalam suatu DAS, dll

3. parameter ancaman longsor misalnya sejarah kejadian longsor, jenis batuan,


kemiringan lereng, morfologi, jenis tanah, curah hujan, dll

4. parameter kerentanan misalnya : jumlah penduduk, kepadatan penduduk, kepadatan


pemukiman, jumlah KK miskin, jumlah kelompok rentan, jumlah rumah di kawasan rawan
bencana, jumlah KK di kawasan rawan bencana, jauh dekatnya pemukiman dari daerah
rawan, jumlah penduduk tidak bisa baca tulis, penggunaan lahan di kawasan rawan, tingkat
mata pencaharian,dll

5. parameter kapasitas misalnya : jumlah tenaga kesehatan, jumlah sarana kesehatan,


jumlah penduduk yang sekolah, jumlah sekolah, desa yang punya kebijakan PB, desa yang
pernah mendapat pelatihan PB, keberadaan organisasi PB di masyarakat, keberadaan alat
peringatan dini

Anda mungkin juga menyukai