Paper Psikopen
Paper Psikopen
Disusun Oleh :
4401414021
Dosen Pengampu:
Motivasi merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan anak di dalam
belajar. Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan
berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita . sedangkang faktor ekstrinsik
nya adalah ada nya penghargaan, lingkungan yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswi yang
sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa
indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan
seseorang dalam belajar. Oleh karena itu, hubungan motivasi belajar bagi anak sangatlah besar
pengaruhnya terhadap diri anak untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi
yang baik pula.
Tetapi pada era sekarang seiring dengan meningkatnya perkembangan zaman, motivasi
belajar mengalami kemerosotan. Hal ini terjadi karena meningkatnya perkembangan teknologi
khususnya gadget dalam peggunaannya tidak diimbangi dengan pemanfaatan untuk menunjang
pembelajaran, tetapi sebagian besar digunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat.
Dengan demikian, motivasi belajar yang ada didalam anak tersebut menjadi condong untuk
mengarah ke dunia gadget. Begitu pentingnya permasalahan tersebut, sehingga saya mengangkat
persoalan tentang bagaimana motivasi belajar dalam pikiran anak-anak dapat berkembang
dengan tidak meninggalkan penggunaan gadget.
PEMBAHASAN
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah
perubahan tingkah laku secara relative permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari
praktek atau penguatan yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi itu
penting, tanpa kesepakatan tertentu mengenai definisi tersebut.
Motivasi bukan saja penting karena menjadi faktor penyebab belajar, namun juga
memperlancar belajar dan hasil belajar. Secara historik, pendidik selalu mengetahui kapan
peserta didik perlu dimotivasi selama proses belajar, sehingga aktivitas belajar berlangsung lebih
menyenangkan, arus komunikasi lebih lancar, menurunkan kecemasan peserta didik,
meningkatan kreativitas dan aktivitas belajar. Pembelajaran yang diikuti oleh peserta didik yang
termotivasi akan benar-benar menyenangkan, terutama bagi peserta didik. Peserta didik yang
menyelesaikan tugas belajar dengan perasaan termotivasi terhadap materi yang telah dipelajari,
mereka akan lebih mungkin menggunakan materi yang telah dipelajari. Hal ini juga logis untuk
mengansumsikan bahwa semakin anak memiliki pengalaman belajar ang termotivasi, maka
semakin mungkin akan menjadi peserta didik sepanjang hayat.
Lain halnya dengan peserta didik yang motivasi belajarnya sudah bercabang. Anak yang
dulunya belum mempunyai gambaran motivasi tentang belajar, ketika sudah dihadapkan dengan
gadget maka semakin lama pikiran untuk termotivasi belajar semakin rendah dan pada akhirnya
tidak mempunyai arti dalam dirinya. Rangsangan yang dibawa oleh gadget sangat besar
kaitannya dengan pola pikir anak. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa apabila anak tidak
memiliki motivasi belajar, maka tidak akan terjadi kegiatan belajar pada diri anak tersebut.
Apabila motivasi peserta didik anak itu rendah, umumnya diasumsikan bahwa peserta didik anak
yang bersangkutan akan rendah. Motivasi yang ada dalam diri anak tersebut tidak terfokus ke
satu arah, melainkan akan fokus ke sesuatu yang sering digunakan mereka(Dalam hal ini
penggunaan gadget).
ANALISIS KASUS
Dalam membahas permasalahan yang saya ajukan tentang berkurangnya motivasi belajar
pada siswa karena pengaruh gadget, saya mengutip referensi terkait permasalahan tersebut dari
beberapa sumber, yakni :
Implikasi dari teori ini ialah adanya anggapan bahwa semua orang akan cenderung
menghindari hal-hal yang sulit dan menyusahkan, atau yang mengandung risiko berta, dan lebih
suka melakukan sesuatu yag mendatangkan kesenangan baginya. Siswa di suatu kelas merasa
gembira dan bertepuk tangan mendengar pengumuman dari kepala sekolah bahwa guru
matematika mereka tidak dapat mengajar karena sakit. Seorang pegawai segan bekerja dengan
baik dan malas bekerja, tetapi selalu menuntut gaji atau upah yang tinggi. Menurut teori
hedonisme, para siswa dan pegawai tersebut pada contoh di atas harus diberi motivasi secara
tepat agar tidak malas dan mau bekerja dengan baik, dengan memenuhi kesenangannya.
Teori Kebutuhan
Teori motivasi yang sekarang banyak dianut orang adalah teori kebutuhan. Teori ini
beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adalah untuk
memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis. Oleh karena itu, menurut
teori ini, apabila seorang pemimpin ataupun pendidik bermaksud memberikan motivasi kepada
seseorang, ia harus berusaha mengetahui terlebih dahulu apa kebutuhan-kebutuhan orang yang
akan dimotivasinya.
Banyak ahli psikologi yang telah berjasa merumuskan kebutuhan manusia ditinjau dari sudut
psikologi. Sejalan dengan itu pula maka terdapat adanya beberapa teori kebutuhan yang sangat
erat berkaitan dengan kegiatan motivasi. Berikut ini dibicarakan salah satu dari teori kebutuhan
yang dimaksud.
Teori Abraham Maslow
Maslow mengemukakan adanya lima tingkatan kebutuhan pokok manusia. Kelima tingkatan
kebutuhan pokok inilah yang kemudian dijadikan pengertian kunci dalam mempelajar motivasi
manusia. Adapun kelima tingkatan kebutuhan pokok yang dimaksud adalah :
1) Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan ini merupakan dasar, yang bersifat primer dan vital, yang menyangkut fungsi-
fungsi biologis dasar dari organisme manusia seperti kebutuhan akan pangan, sandang dan
papan, kesehatan fisik, kebutuhan seks, dsb.
2) Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (safety and security) seperti terjamin keamannya,
terlindung dari bahaya dan ancaman penyakit, perang, kemiskinan, kelaparan, perlakuan
tidak adil, dsb.
3) Kebutuhan sosial (social needs) yang meliputi antara lain kebutuhan akan dicintai,
diperhitungkan sebagai pribadi, diakui sebagai anggota kelompok, rasa setia kawan,
kerjasama.
4) Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), termasuk kebutuhan dihargai karena prestasi,
kemampuan, kedudukan atau status, pangkat, dsb.
5) Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization) seperti antara lain kebutuhan
mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki, pengembangan diri secara maksimum,
kreatifitas, dan ekspresi diri.
Tingkatan atau hierarki kebutuhan dari Maslow ini dimaksud sebagai suatu kerangka yang
dapat dipakai setiap saat, tetapi lebih merupakan kerangka acuan yang dapat digunakan sewaktu-
waktu bilamana diperlukan untuk memprakirakan tingkat kebutuhan mana yang mendorong
seseorang yang akan dimotivasi bertindak melakukan sesuatu.
Dari beberapa teori motivasi yang telah diuraikan, kita mengetahui bahwa tiap-tiap teori
memiliki kelemahan dan kekurangannya masing-masing. Namun, jika kita hubungkan dengan
manusia sebagai pribadi dalam kehidupannya sehari-hari, teori-teori motivasi yang telah
dikemukakan ternyata memiliki hubungan yang komplementer yang berarti saling melengkapi
satu sama lain.
Pada permasalahan ini, kurangnya motivasi peserta didik disebabkan oleh pengaruh
teknologi yang semakin berkembang. Kurangnya motivasi dalam diri peserta didik ini akan
mempengaruhi ketertarikan dalam persaingan belajar. Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam
membantu peserta didik yang mengalami ketidakberdayaan belajar yakni sabagai berikut :
Dari permasalahan tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi yang kurang dari peserta
didik akibat penggunaan gadget dapat ditanggulangi dengan cara-cara berdasarkan teori yang
ada. Peran pendidik dalam hal ini cukup penting untuk mengubah mainset peserta didik tentang
penggunaan gadget yang sebagian besar tidak bermanfaat menjadi lebih bermanfaat. Dalam hal
ini gadget dapat dimanfaatkan untuk menunjang media pembelajaran yakni sebagai media
komunikasi tentang informasi pembelajaran. Selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat
untuk mengumpulkan tugas-tugas.
Untuk mengembangkan motivasi yang baik pada peserta didik, kita sebagai pendidik maupun
keluarga dapat mengatur dan menyediakan situasi-situasi baik dalam lingkungan keluarga
maupun di sekolah yang memungkinkan timbulnya persaingan atau kompetisi yang sehat antar
anak didik kita, membangkitkan self-competition dengan jalan menimbulkan perasaan puas
terhadap hasil-hasil dan prestasi yang telah mereka capai, kemudian menunjukkan contoh
konkret dalam masyarakat bahwa dapat tercapai atau tidaknya suatu tujuan sangat bergantung
pada motivasi yang mendorongnya untuk mencapai maksud dari tujuan itu.
SARAN
Saran yang dapat diberikan dalam permasalahan ini adalah antara keluarga maupun pendidik
harus lebih bekerjasama dan saling berkomunikasi untuk membentuk peserta didik yang tidak
ketergantungan memakai gadget dengan tujuan yang tidak bermanfaat. Kemudian pendidik juga
harus jeli memanfaatkan kondisi yang ada, dalam hal ini penggunaan gadget juga harus
dimanfaatkan sebagai media pembelajaran yang bersifat rutin maupun media komunikasi dengan
cara-cara yang menarik sehingga nantinya peserta didik tidak hanya menggunakan gadget untuk
hal yang tidak bermanfaat tetapi juga akan terpacu untuk menjalani aktivitas belajar lewat media
sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Ellis, Robert M., Educational Psychology: A Problem Approach, D. Van Nostrand Company,
Inc., New Jersey, London, New York.
Rifai, Achmad dan Catharina T.A. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang: UNNES PRESS.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. 1995. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset.