Anda di halaman 1dari 14

Penanganan Jalan Napas

M.Ranganathan
C.Mendonca

Tujuan utama dari penanganan jalan napas adalah untuk membebaskan obstruksi jalan napas,
membantu atau mengganti ventilasi spontan dan melindungi paru-paru dari bahaya aspirasi. Jalan
napas yang tersumbat karena gangguan atau kehilangan kesadaran umumnya terjadi pada pasien
yang sakit kritis atau pasien yang memerlukan resusitasi, hal ini dapat menjadi penyebab utama
henti kardiorespirasi namun dalam kasus yang jarang. Penilaian yang cepat dan penanganan jalan
napas paten akan mencegah kerusakan sekunder ke otak dan organ lain akibat hipoksia karena
ventilasi dan oksigenasi paru-paru sangat penting. Berbagai macam perangkat manajemen jalan
nafas dapat dilihat pada Tabel 2.1. Pemilihan perangkat penanganan jalan napas tergantung pada
individu pasien dan pengalaman yang dialami tenaga medis atau paramedis tersebut. Perangkat
penanganan saluran napas secara umum dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, peralatan
yang kurang invasif dan ditempatkan di atas tingkat glotis yang dikenal sebagai perangkat supra-
glotis. Serta peralatan yang dimasukkan ke dalam trakea (di bawah tingkat glotis) dikenal
sebagai perangkat infra-glotis. Meskipun beberapa dari mereka telah diperkenalkan ke dalam
praktek klinis dalam beberapa tahun terakhir, hanya beberapa perangkat yang disebutkan dalam
tabel di bawah.

Tabel 2.1 Peralatan manajemen saluran napas


Penyebab obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas dapat terjadi di mana saja dari hidung dan mulut turun ke bronkial serta
dapat terjadi obstruksi parsial atau total. Hal yang paling umum pada pasien tidak sadar maka
obstruksi jalan napas yang terjadi adalah pada tingkat faring karena lidah dan jaringan lunak
sekitarnya jatuh ke belakang disebabkan karena hilangnya tonus otot. Palatum mole dan epiglotis
juga dapat mennyebabkan obstruksi jalan napas pada pasien yang tidak sadar. Regurgitasi
makanan atau darah dari perut mungkin juga menyebabkan obstruksi seperti benda asing.
Obstruksi laring dapat terjadi akibat spasme otot laring (terjadi sebagai akibat dari stimulasi
saluran napas atas atau karena menghirup benda asing) atau edema laring (sebagai akibat dari
luka bakar, radang atau reaksi anafilaksis). Obstruksi laring dapat terjadi sebagai akibat dari
sekresi berlebihan, edema mukosa, bronkospasme, edema pulmo atau aspirasi kandungan gaster.

Mendeteksi obstruksi jalan napas


Obstruksi jalan napas dapat dikenali dengan cara look, listen and feel.
Lihat gerakan napas dada dan abdominal
Dengarkan dan rasakan aliran udara di mulut dan hidung
Pada pasien yang mengalami obstruksi jalan napas, pasien tersebut akan bernapas spontan
dengan dibantu otot-otot respirasi tambahan untuk membantu dinding dada dapat mengembang.
Pada pasien dengan obstruksi total jalan napas, upaya pernapasan spontan akan menghasilkan
paradoks dada dan gerakan perut. Pada pernapasan manusia yang normal, dinding dada dan perut
bergerak serentak, selama inspirasi dinding dada akan mengembang dan diafragma didorong ke
bawah, sedangkan saat ekspirasi akan terjadi hal yang berlawanan. Pada obstruksi total jalan
napas, selama inspirasi dada mengembang dan perut ditarik, hal berlawanan terjadi selama
ekspirasi, disebut see-saw breathing'. Hal ini disertai dengan tidak adanya bunyi napas saat
auskultasi dada pada pasien dengan obstruksi jalan napas lengkap.
Obstruksi jalan napas juga dapat terjadi secara parsial, di mana masuknya udara ke paru-paru
berkurang dan biasanya berisik. Ada beberapa suara-suara yang terdengar pada obstruksi saluran
napas:
Inspiratory stridor - disebabkan oleh obstruksi pada atau di atas laring.
Expiratory wheeze - obstruksi dari saluran napas bawah
Gurgling - karena adanya cairan atau benda setengah padat di saluran napas
Snoring sebagian faring tersumbat oleh lidah atau langit-langit
Crowing - suara spasme laring atau obstruksi
Penting untuk diingat bahwa pernapasan normal terjadi dengan tenang, obstruksi saluran napas
parsial akan terdengar berisik, sedangkan obstruksi saluran napas total terdengar sunyi. Obstruksi
jalan napas harus ditangani segera untuk memungkinkan pernapasan terjadi, jika tidak maka
saraf dan kerusakan organ vital lainnya termasuk serangan jantung akan terjadi.

Penanganan jalan napas dasar


Buka mulut pasien untuk melihat dan memindahkan benda asing yang ada pada jalan napas,
muntahan atau sekret di rongga mulut. Benda asing harus dihilangkan menggunakan sapuan jari
dan sekret atau muntahan harus disedot. Hal ini harus dilakukan sebelum mencoba untuk
membuka jalan napas yang terhambat karena lidah atau struktur lainnya pada saluran napas
bagian atas. Ada tiga manuver yang dapat digunakan untuk membebaskan obstruksi yang
disebabkan oleh lidah.
Head tilt - dapat dilakukan dengan cara menempatkan satu tangan di dahi pasien dan ayunkan
kepala ke belakang dengan lembut, ibu jari dan telunjuk diusahakan untuk dapat digerakan
leluasa agar dapat digunakan untuk menutup hidung pasien jika bantuan pernapasan diperlukan
(gambar 2.1).

Gambar 2.1 manuver Head tilt and Gambar 2.2 Manuver Jaw thrust
chin lift

Chin Lift: Dagu pasien diangkat untuk membuka jalan napas menggunakan ujung jari
tangan yang lain (gambar 2.1).
Jaw thrust: Setelah mengidentifikasi letak sudut mandibula, jari kelingking ditempatkan
di sudut mandibula, indeks dan jari tengah ditempatkan di sepanjang mandibula untuk
mengangkat mandibula ke atas dengan stabil. Kemudian jempol digunakan untuk
membuka mulut (Gambar 2.2). Ini adalah satu-satunya teknik yang bisa dilakukan jika
ada kecurigaan dari cedera tulang belakang leher.
Pastikan lagi setelah melakukan manuver bahwa obstruksi jalan napas sudah teratasi dengan
look, listen and feel. Jika obstruksi tidak teratasi, maka penyebab lain dari obstruksi jalan napas
harus dicari kembali.

Oksigen
Oksigen harus selalu diberikan dalam konsentrasi tertinggi yang tersedia. Masker dengan
reservoir bag dapat memberikan konsentrasi oksigen dari 85% pada arus 10-15 liter / menit.
Dengan arus tinggi, masker oksigen biasa harus memberikan oksigen hingga 50%, venturi mask
memberikan 24-60% tergantung pada masker yang dipilih. Pemberian oksigen tidak boleh
dihentikan kecuali untuk waktu yang singkat dengan tujuan untuk intervensi jalan napas yang
dirancang untuk meningkatkan patensi jalan napas.

Tambahan jalan napas dasar


Pada kasus pasien yang harus dilakukan resusitasi dalam jangka waktu yang lama maka
tambahan jalan napas dasar seperti orofaringeal dan nasofaringeal airway cukup berguna untuk
menjaga jalan napas terbuka. Head tilt and chin lift mungkin diperlukan selain menggunakan
salah satu alat tambahan jalan napas.

Oropharyngeal airway (Guedel airway)


Oropharyngeal airway adalah tabung melengkung yang terbuat dari plastik, flens dan diperkuat
pada ujung kavitas oral dengan bentuk datar untuk memastikan bahwa itu sesuai dengan benar
antara lidah dan palatum durum. Tersedia dalam berbagai ukuran sesuai baru untuk orang
dewasa yang besar. Untuk orang dewasa kecil, menengah dan besar ukuran masing-masing yang
digunakan adalah 2, 3 dan 4.
Perkiraan kasarnya untuk menentukan ukuran yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan
mengukur jalan napas dengan jarak vertikal antara gigi seri pasien dan sudut mandibula (gambar
2.4).

Gambar 2.3 OPA Gambar 2.4 Cara mengukur OPA

Teknik untuk memasukkan oropharyngeal airway: mulut pasien dibuka dan masukkan OPA
hingga menyentuh pertemuan antara palatum durum dan mole kemudian OPA diputar hingga
180 dan dimasukkan hingga terletak pada orofaring. Teknik rotasi ini akan mengurangi
terjadinya lidah terdorong ke belakang dan ke bawah. Posisi yang benar dari pemasangan OPA
ditandai dengan peningkatan kepatenan jalan napas dan dengan posisi ujung OPA yang benar
pada bagian dari saluran udara antara gigi seri pasien atau margin alveolar.
Masalah yang dapat muncul terkait dengan pemasangan OPA:
o Jalan napas yang terlalu kecil dapat mendorong lidah ke belakang dan memperburuk obstruksi
jalan napas. Jalan napas yang terlalu besar dapat melewati inlet laring dan gagal untuk
memperbaiki obstruksi jalan napas.
o Muntah atau spasme laring dapat terjadi jika refleks glossopharingeus dan laring masih ada.
o Kerusakan pada gigi, trauma mukosa dan perdarahan dapat terjadi.

Nasopharyngeal airway (gambar 2.5)


Nasopharyngeal airway adalah karet lunak atau karet plastik, ujungnya miring di satu sisi dan
dengan flange di sisi yang lain dan dapat ditoleransi lebih baik daripada OPA pada pasien yang
keadaan tidak sadarnya tidak terlalu dalam. Hal ini mungkin dapat menyelamatkan hidup pada
pasien dengan rahang terkatup, cedera trismus atau rahang. Ukurannya dalam mm tergantung
dengan diameter internal dan panjangnya meningkat seiring dengan peningkatan diameter.
Umumnya digunakan ukuran dewasa 6-7 mm (bandingkan dengan pasien
jari kecil). Beberapa desain (misalnya, portex) mungkin memerlukan peniti untuk dimasukkan
melalui flange untuk memberikan tindakan pencegahan ekstra terhadap NPA akan masuk terlalu
dalam ke dalam lubang hidung.
Teknik memasukkan nasopharyngeal airway: patensi hidung diperiksa terlebih dahulu dan NPA
dilumasi dengan baik menggunakan jelly. NPA dimasukkan secara vertikal menyusuri sepanjang
dasar hidung dengan ujung bevel pertama dengan sedikit gerakan memutar. Jika dirasakan
adanya hambatan maka cabut kembali NPA dan lakukan pemasangan pada lobang hidung yang
sebelahnya.

Gambar 2.5 Nasopharyngeal airway

Masalah yang dapat terjadi pada pemasangan nasopharyngeal airway:


o Trauma pada mukosa hidung, turbinat dan adenoid
o Perdarahan
NPA kontraindikasi pada pasien dengan dugaan fraktur basis kranii dan perdarahan diatesis.
Setelah menempatkan OPA atau NPA, maka patensi jalan napas harus diperiksa dengan look,
listen and feel.
Ventilasi
Bantuan ventilasi harus dimulai pada pasien dengan ventilasi yang tidak adekuat atau tidak ada
sama sekali. Self-inflating bag dapat dihubungkan pada masker wajah (bag-mask), masker laring
atau pipa trakea kemudian oksigen konsentrasi tinggi dapat diberikan dengan menggunakan
perangkat ini (gambar 2.6).
Seperti kebanyakan teknik manajemen jalan napas, ventilasi bag-mask juga membutuhkan waktu
dan pengalaman untuk menguasainya. Banyak model dari masker wajah yang tersedia dan
masker transparan adalah yang paling direkomendasikan. Saat bag ditekan maka isinya akan
dikirim ke paru-paru pasien. Pelepasannya, gas ekspirasi dikirimkan ke atmosfer melalui a one-
way valve dan kemudian bag akan terisi ulang secara otomatis melalui inlet di ujung. Perangkat
bag-mask dapat berventilasi dengan udara saja (FiO2 0,21) tetapi penambahan oksigen 5-6 liter /
menit, langsung ke kantong berdekatan dengan asupan udara, akan meningkatkan FiO2 45%.
Jika tas reservoir terpasang di self-inflating bag, FiO2 dapat meningkat menjadi 85% jika aliran
oksigen meningkat sampai 10 liter / menit.

Gambar 2.6 perangkat Self inflating Gambar 2.7 dua orang pemegang bag dan masker
Bag, valve dan masker

Kesulitan sering dijumpai pada saat meletakkan masker pada wajah pasien dan menjaga agar
tidak terjadi kebocoran udara, dan secara bersamaan melakukan ekstensi kepala dan leher dengan
jaw thrust menggunakan satu tangan dan meremas bag dengan tangan lainnya. Setiap kebocoran
akan mengakibatkan hipoventilasi. Oleh sebab itu dapat menggunakan teknik dua orang di mana
satu orang memegang masker dan orang lain meremas kantong (gambar 2.7).
Teknik jalan napas lanjutan
Laryngeal mask airway (gambar 2.8)
Apabila digunakan oleh petugas yang tidak berpengalaman cenderung mengakibatkan
hipoventilasi karena volume tidal tidak efektif dan inflasi lambung oleh udara dengan perangkat
bag-mask. LMA dan pipa endotrakeal adalah perangkat jalan napas alternatif yang apabila
dibandingkan dengan mengurangi kemungkinan inflasi lambung dapat memungkinkan ventilasi
yang lebih efektif pula.

Gambar 2.8 peralatan jalan napas

Perangkat ini terdiri dari tabung silikon lebar berlubang yang terhubung ke masker berbentuk
sendok elips distal yang dapat dikembangkan seperti balon, yang diposisikan ke faring untuk
membentuk tekanan rendah segel terhadap jalan masuk laring. Hasilnya ventilasi yang lebih
efisien dan lebih mudah dihasilkan dan kesempatan regurgitasi lebih kecil selama henti jantung
dibandingkan dengan bag-mask. Jika tekanan tinggi (> 20 cm H2O) dihindari, inflasi lambung
dapat diminimalkan bila digunakan untuk ventilasi tekanan positif yang sebentar. Aspirasi paru
jarang terjadi dengan penggunaan LMA meskipun tidak ada jaminan mutlak terhadap aspirasi
paru. Penggunaan LMA memerlukan lebih sedikit gerakan kepala dan leher sehingga LMA dapat
menjadi perangkat jalan napas pilihan pada pasien dengan dugaan cedera tulang belakang leher.
Seperti intubasi trakea yang membutuhkan pasien tidak sadar yang dalam. LMA juga
diindikasikan untuk mengelola kesulitan jalan napas di mana masker ventilasi atau intubasi
endotrakeal mungkin sulit untuk dilakukan.

Tabel 2.2. Pemilihan ukuran yang sesuai dari LMA menurut berat badan pasien.
Berat pasien (kg <5 5-10 10-20 20-30 30-50 50-70 70-100
Ukuran LMA 1 1,5 2 2,5 3 4 5
Pengembangan balon maksimal (ml) 4 7 10 14 20 30 40

Teknik memasukkan LMA: ukuran LMA yang sesuai harus dipilih terlebih dahulu(tabel 2.2) dan
balon harus diperiksa dahulu dengan mengembangkan balon dengan volume yang sesuai.
Kemudian balon kembali dikempeskan dan permukaan luar dari balon dilumasi menggunakan
jeli. Idealnya kepala dan leher harus sejajar dengan leher sedikit menekuk dan kepala
diekstensikan pada sendi atlanto-oksipital (posisi sniffing). Posisi ini kontraindikasi pada pasien
dengan dugaan cedera tulang belakang leher atau tulang belakang leher yang tidak stabil dimana
LMA dapat dimasukkan dengan posisi kepala netral dengan stabilisasi manual.
Teknik pemasangan LMA didasarkan pada mekanisme menelan, dengan tujuan mencegah
tabrakan dengan struktur faring anterior seperti epiglotis, laring dan aritenoid. LMA dimasukkan
ke mulut pasien dengan lubang pipa menghadap ke depan, (garis hitam menghadap ke arah bibir
atas pasien) pegang pipa menggunakan jari telunjuk dan ibu jari di pertemuan antara masker dan
tabung. Ujung LMA pertama-tama dimasukkan melalui belakang gigi seri atas kemudian
menempel menyusuri palatum durum (gambar 2.9a), kemudian dengan lembut
dorong ke orofaring. Jari telunjuk kanan digunakan untuk memandu masker sepanjang axis
palato-faring dan kemudian dorong dengan lembut lebih dalam (gambar 2.9b) sampai dirasakan
tahanan yang keras. Sebaiknya tidak menggunakan kekuatan apapun untuk mendorong LMA
yang dapat mengakibatkan salah penempatan dan trauma. Sekarang jari telunjuk ditarik dari
orofaring dengan lembut, genggam pipa bagian dari LMA dengan sisi lain. Kemudian
kembangkan balon, apabila posisi LMA benar maka pipa akan terangkat sedikit sekitar 1 atau 2
cm dari insersi awal. Apabila LMA dimasukkan dengan benar maka ujung LMA akan bertumpu
pada sfingter esofagus bagian atas (gambar 2.9c). Jika LMA tidak dapat dimasukkan setelah 30
detik usaha pemasangan, maka pasien perlu reoksigenasi sebelum upaya pemasangan LMA
berikutnya. Untuk memastikan jalan napas sudah bebas maka dilakukan auskultasi selama
inspirasi, mencatat pergerakan dada bilateral dan dengan kapnografi. Kebocoran sedikit udara
masih dapat ditoleransi asalkan masuknya udara masih memadai.

Keuntungan dari LMA


Tidak menggunakan relaksan otot
Masalah yang terkait dengan laringoskopi dan intubasi trakea dapat diminimalkan
Respon Sympatho-adrenal lebih minimal dibandingkan intubasi trakea
Fase pemulihan yang lancar dan masalah pada jalan napas lebih sedikit
LMA telah digunakan dalam pengelolaan jalan napas yang sulit baik dalam situasi elektif
dan situasi darurat.
Keterbatasan LMA
1. Ada risiko hipoventilasi akibat kebocoran yang besar pada pasien dengan tekanan jalan
napas yang tinggi akibat hambatan jalan napas atau pengembangan paru yang buruk
(edema paru, bronkospasme, penyakit saluran napas obstruktif kronis).
2. Jika kesadaran pasien tidak hilang sepenuhnya, pasien mungkin batuk, atau dapat
menyebabkan spasme laring.
3. Obstruksi jalan napas dapat terjadi akibat epiglotis yang terlipat ke bawah sehingga
menutupi jalan masuk laring atau karena posisi yang salah dari LMA
4. LMA merupakan kontraindikasi selama operasi besar dan pada pasien dengan
peningkatan risiko aspirasi
o perut penuh
o Hiatus hernia dengan refluks aktif
o pasien obesitas
5. Trauma struktur oropharyngeal dan kerusakan gigi mungkin terjadi jika selama
pemasangan LMA tidak dilakukan dengan benar.
6. Sakit tenggorokan, kelumpuhan saraf glossopharyngeal, kelumpuhan saraf hypoglossal,
disfagia dan suara serak dapat terjadi setelah penggunaan jangka panjang atau karena
tekanan inflasi yang tinggi dari manset.

Intubasi endotrakeal
intubasi endotrakeal adalah manajemen jalan napas yang optimal dan dilakukan oleh orang yang
terlatih. Intubasi trakeal dianggap unggul dibandingkan penanganan airway lainnya karena
beberapa alasan:
1. Jalan napas terjaga dari benda asing di orofaring.
2. Memungkinkan penghisapan pada saluran napas bawah.
3. Ventilasi yang lebih efektif.

Laryngoscope juga dibutuhkan selain daripada tabung endotrakeal yang berukuran sesuai pada
jalan napas pasien (Gambar 2.8). Pada beberapa situasi laringoskopi dan intubasi tidak
memungkinkan untuk dikerjakan karena epiglotitis, faring yang bentuknya patologi dan lain-lain
dimana obat bius atau laringoskopi serat optik mungkin wajib digunakan. Berikut ini adalah
potensi komplikasi yang dapat terjadi:
1. Kesulitan atau tidak mungkin untuk dilakukan intubasi - dapat terjadi pada kasus epiglotitis,
bentuk faring yang patologi, kelainan anatomi seperti leher gemuk pendek, dagu mundur, gigi
buck, fraktur tulang maxillo-facial, luka bakar di wajah dan lain-lain. Hal ini penting untuk
diingat bahwa kegagalan untuk memberikan oksigen pada pasien dalam kasus kesulitan intubasi
dengan bag dan masker atau cara lain dapat menyebabkan hipoksia dan kerusakan otak.
2. Respon kardiovaskular: Laringoskopi dan intubasi trakeal akan menghasilkan stimulasi
simpatik mengakibatkan takikardia dan hipertensi. Pada anak-anak dapat dikaitkan dengan
bradikardia.
3. Kerusakan gigi, cedera jaringan lunak di orofaring, trauma laring, dan trakea.
4. Aspirasi selama proses induksi anestesi umum
5. intubasi esofageal - intubasi endotrakeal harus dikonfirmasi oleh capnometry selain melihat
tabung melewati pita suara sedapat mungkin. Kegagalan untuk mengenali intubasi esofagus
dapat menyebabkan hipoksia dan kerusakan otak.
6. Pipa trakea yang salah masuk dan tersumbat oleh sekret.
7. Pada pasien dengan tulang belakang leher yang tidak stabil, maka laringoskopi dan intubasi
trakea mungkin menyebabkan kerusakan lebih lanjut.
pelatihan yang ekstensif dan latihan yang teratur diperlukan untuk memperoleh dan
mempertahankan keterampilan intubasi.

Manajemen kesulitan jalan nafas


Laporan dari American Society of Anaesthesiologists (ASA) Task Force pada pengelolaan
kesulitan jalan napas didefinisikan sebagai "situasi klinis di mana ahli anestesi kesulitan dengan
ventilasi mask, kesulitan dengan intubasi trakea atau keduanya ".
Pemeriksaan saluran napas dengan hati1hati dapat memprediksi kesulitan pada penatalaksanaan
dengan masker ventilasi dan intubasi trakea. Ketika sulit napas diidentifikasi selama penilaian
pra operasi, ada cukup waktu yang tersedia untuk merencanakan manajemen. Dalam keadaan
tertentu seseorang tidak mungkin memprediksi sulit napas tapi setelah induksi anestesi umum
mungkin berubah menjadi sulit untuk mengelola jalan napas baik dari segi ventilasi kantong-
mask (tidak bisa ventilasi) dan dalam hal intubasi trakea (tidak bisa diintubasi).
Algoritma kegagalan intubasi

Sukses
Rencana A: Laringoskopi secara langsung Intubasi trakeal
Rencana intubasi trakeal pertama

Gagal intubasi

Sukses
Rencana B: LMA atau ILMA
Intubasi trakeal dengan fibreoptic melalui LMA atau ILMA
Rencana intubasi trakeal kedua

Gagal oksigenasi

Kembali menggunakan face mask, OPA/NPA, oksigenasi dan ventilasi


Sukses
Tunda operasi dan bangunkan pasien
ksigenasi, ventilasi, penundaan bedah dan bangunkan pasien

Gagal oksigenasi

Bedah jalan napas:kateter jet ventilasi atau krikotomi


atan pada situasi tidak dapat intubasi dan tidak dapat ventilasi

Troli kesulitan jalan


Troli kesuitan jalan napas: troli ini di dalamnya terdiri dari berbagai macam peralatan untuk
mengelola kesulitan jalan napas yang diatur dalam urutan sistematis.
Berikut peralatan yang biasanya tersedia pada troli kesulitan jalan napas.
Laryngoscopes: McCoy, pisau lurus (Miller atau Hnaderson) dan blade polio
Frova trakea pemasuk atau Gum bougie elastis
laring mask airway, intubasi laring mask airway (ILMA)
Microlaryngoscopy trakea tabung (MLT)
Perangkat cricothyrotomy: kateter ventilasi Jet dan jet ventilasi manual, pipa
tracheostomy ukuran 6, pisau bedah, kail trakea.
Aintree kateter (untuk intubasi fibreoptic melalui LMA)
Cook airway exchange catheter
Intubasi fibreoptic fleksibel

Intubasi trakea dalam keadaan sadar: biasanya merupakan tindakan antisipasi pada trakea yang
sulit diintubasi. Setelah menjelaskan tekniknya kepada pasien kemudian jalan napas pasien
(nasofaring, orofaring, laring dan bagian dari trakea) dibius menggunakan anestesi lokal. Intubasi
trakea ini dilakukan dengan menggunakan intubasi fibreoptic fleksibel, sebelum induksi anestesi
umum.

Trakeostomi: trakeostomi adalah pembukaan jalan napas melalui proses pembedahan yang
dibuat di leher langsung ke trakea.
Berikut ini adalah indikasi utama untuk trakeostomi.
Untuk menghindari obstruksi jalan napas
Untuk prosedur bedah tertentu - misalnya laryngectomy.
Trauma yang melibatkan saluran napas bagian atas dan intubasi trakea tidak dapat
dilakukan.
Menghirup asap panas atau karat - misalnya setelah luka bakar.
Disfungsi laring karena palsy pita suara atau tracheomalacia.
Anomali kongenital seperti stenosis glotis.
Untuk perawatan jangka panjang pasien dengan kelemahan neuromuskuler atau koma.
Dalam ICU - untuk ventilasi mekanik lebih dari beberapa hari.
Tidak ada kontraindikasi mutlak untuk trakeostomi, meskipun kondisi seperti koagulopati
membutuhkan perhatian khusus sebelum dilakukan prosedur trakeostomi. Trakeostomi dapat
dilakukan dengan metode bedah terbuka di ruang operasi atau trakeostomi bedah perkutan
biasanya dapat dilakukan di ICU. Keuntungan perkutan adalah pasien yang sakit parah di ICU
tidak harus ditransfer ke ruang operasi,pelaksanaannya lebih cepat, memiliki insiden perdarahan
dan infeksi yang lebih rendah.
Ada berbagai komplikasi trakeostomi yang dapat diklasifikasikan sebagai awal dan akhir.
Komplikasi awal utama adalah perdarahan. komplikasi penting lainnya termasuk salah
penempatan tabung trakeostomi, perforasi dinding posterior trakea dan esofagus dan jaringan
parut. Trakeoesofagus fistula merupakan komplikasi yang jarang dihasilkan dari trauma atau
nekrosis dinding posterior trakea. Trakeostomi stoma akan terbentuk dalam waktu 3 hari, ini
memungkinkan penggantian aman dari tabung trakeostomi. Jika tabung copot saat awal 48 jam,
trakea dilator diperlukan untuk mengganti tabung.
Berikut perawatan yang tepat yang harus diambil untuk mencegah infeksi dan atelektasis.
kelembaban buatan, latihan pernapasan dan trakea hisap biasa wajib.

Anda mungkin juga menyukai