Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Batticaca,
2008).World Health Organization (WHO) menetapkan bahwa stroke merupakan
suatu sindrom klinis yang ditandai dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara
fokal atau global yang dapat menimbulkan kematian atau kelainan yang menetap
lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (Ovina, 2012).
Sebagai rumah sakit rujukan di Provinsi Riau, RSUD Arifin Achmad juga
memiliki jumlah pasien stroke yang cukup banyak.Tahun 2011 sebanyak 264 kasus
dan pada tahun 2012 sebanyak 329 kasus.Data menujukkan bahwa jumlah penderita
stroke mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.
Gangguan yang dialami akibat stroke sangat mempengaruhi dan memberikan
dampak terhadap kehidupan.Sepertiga dari stroke memiliki ketidakmampuan jangka
panjang (Departemen of Health London, 2007).Ketidakmampuan yang terjadi pada
pasien stroke karena kerusakan sel-sel otak saat stroke.Kerusakan sel-sel otak dapat
menyebabkan kecacatan fungsi sensorik, motorik, maupun kognitif (Harsono, 2008).
Untuk itu perlu disusun terapi yang efektif dalam mengurangi angka kematian
akibat penyakit Stroke.Ketepatan pengobatan stroke perlu dilakukan sehingga
diharapkan dapat mengetahui pola penggunaan obat stroke dan seberapa besar tingkat
ketepatan penggunaan obat pada terapi pasien stroke.

I.2 Tujuan Pembelajaran

1
1. Untuk mengetahui penyakit stroke
2. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit stroke
3. Untuk mengetahui cara menyelesaikan kasus dengan menggunakan
metode SOAP
4. Untuk mengetahui bagaimana evaluasi terapi yang sudah diberikan.

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Definisi
Cerebravasaular Disease (CVD) atau stroke adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan terjadinya penurunan sitem syaraf secara tiba-tiba selama 24

2
jam. Stroke disebabkan oleh gangguan pada aliran darah ke otak baik karena
penyumbatan pembuluh darah atau pecahnya pembuluh darah yang menyebabkan
perdarahan pada otak dan daerah di sekitarnya. (Dipiro et al, 2008)

Ada dua jenis utama stroke:

1. Stroke iskemik
Stroke iskemik terjadi bila pembuluh darah yang memasok darah ke otak
tersumbat. Jenis stroke ini yang paling umum (hampir 90% stroke adalah
iskemik).Kondisi yang mendasari stroke iskemik adalah penumpukan lemak
yang melapisi dinding pembuluh darah (disebut aterosklerosis). Kolesterol,
homocysteine dan zat lainnya dapat melekat pada dinding arteri, membentuk
zat lengket yang disebut plak. Seiring waktu, plak menumpuk. Hal ini sering
membuat darah sulit mengalir dengan baik dan menyebabkan bekuan darah
(trombus).Stroke iskemik dibedakan berdasarkan penyebab sumbatan arteri:

Stroke trombotik. Sumbatan disebabkan trombus yang berkembang di dalam


arteri otak yang sudah sangat sempit.

Stroke embolik. Sumbatan disebabkan trombus, gelembung udara atau


pecahan lemak (emboli) yang terbentuk di bagian tubuh lain seperti jantung
dan pembuluh aorta di dada dan leher, yang terbawa aliran darah ke otak.
Kelainan jantung yang disebut fibrilasi atrium dapat menciptakan kondisi di
mana trombus yang terbentuk di jantung terpompa dan beredar menuju otak.

2. Stroke hemoragik.
Stroke hemoragik disebabkan oleh pembuluh darah yang bocor atau pecah di
dalam atau di sekitar otak sehingga menghentikan suplai darah ke jaringan
otak yang dituju. Selain itu, darah membanjiri dan memampatkan jaringan
otak sekitarnya sehingga mengganggu atau mematikan fungsinya.Dua jenis

3
stroke hemoragik:

Perdarahan intraserebral. Perdarahan intraserebral adalah perdarahan di dalam


otak yang disebabkan oleh trauma (cedera otak) atau kelainan pembuluh
darah (aneurisma atau angioma). Jika tidak disebabkan oleh salah satu kondisi
tersebut, paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi kronis.
Perdarahan intraserebral menyumbang sekitar 10% dari semua stroke, tetapi
memiliki persentase tertinggi penyebab kematian akibat stroke.

Perdarahan subarachnoid. Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan dalam


ruang subarachnoid, ruang di antara lapisan dalam (Pia mater) dan lapisan
tengah (arachnoid mater) dari jaringan selaput otak (meninges). Penyebab
paling umum adalah pecahnya tonjolan (aneurisma) dalam arteri. Perdarahan
subarachnoid adalah kedaruratan medis serius yang dapat menyebabkan cacat
permanen atau kematian. Stroke ini juga satu-satunya jenis stroke yang lebih
sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.

II.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat frekuensi stroke pertama adalah lebih dari 400.000 per
tahun. Jumlah ini akan meningkat menjadi satu juta per tahun pada tahun 2050.
Namun, insiden stroke di seluruh dunia tidak diketahui.

Sebagai rumah sakit rujukan di Provinsi Riau, RSUD Arifin Achmad juga
memiliki jumlah pasien stroke yang cukup banyak.Tahun 2011 sebanyak 264
kasusdan pada tahun 2012 sebanyak 329 kasus.Data menujukkan bahwa jumlah
penderita stroke mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.

4
Resiko stroke lebih tinggi pada pria ketimbang wanita.Walaupun stroke sering
dianggap penyakit yang dialami orang tua, 25% stroke terjadi pada orang yang
berusia di bawah 65 tahun.

II.3 Tanda dan gejala

Menurut World Health Association (WHO) gejala umum stroke


antara lain matirasa (paresthesia) dan kelumpuhan (hemiparesis)
secara tiba-tiba pada bagian lengan kaki, wajah, yang lebih sering
terjadi pada separuh bagian tubuh. Gejala lain yang muncul antara
lain bingung, kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan
(aphasia), berkurangnya fungsi penglihatan pada salah satu mata
(monocular visual loss) atau kedua mata, kesulitan dalam berjalan,
pusing, kehilangan keseimbangan atau koordinasi, sakit kepala
yang parah tanpa sebab, lemah bahkan tidak sadar.
Efek penyakit stroke tergantung lokasi kerusakan otak dan
bagaimana keparahan tersebut mempengaruhi kondisi
tersebut.Stroke yang sangat parah dapat menyebabkan kematian

5
(Ikawati, 2011). Tanda stroke yang dialami pasien diantaranya
(Ikawati, 2011) :
a. Disfungsi neurologik lebih dari satu (multiple), dan penurunan
fungsi tersebut
b. Bersifat spesifik ditentukan oleh daerah di otak yang terkena.
c. Vertigo dan penglihatan yang kabur (double vision), yang
dapat disebabkan oleh sirkulasi posterior yang terlibat di
dalamnya.
d. Aphasis (kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan).
e. Dysarthria (kesulitan menghafalkan ucapan dengan jelas),
penurunan lapang-pandang visual, dan perubahan tingkat
kesadaran.
f. Jenis stroke dapat ditentukan melalui CT scan. CT Scan
merupakan cara pemeriksaan yang penting untuk stroke.
Selain itu CT Scan juga dapat mendeteksi pendarahan di otak,
sehingga dapat menunjukkan stroke hemoragi (Morris, 2005).
Selain CT Scan terdapat beberapa alat yang dapat
mendukung antara lain MRI, Carotid Doppler (CD),
Elektrokardiogram (ECG), Echocardiography Transthoracic
(TTE), Transesophagel echocardiography (TTE), dan
Transcranial Dopller (TCD).

II. 4 Etiologi

Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:


1) Stroke Iskemik
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi
serebrum.Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas: 1. Transient
Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam waktu kurang dari 30

6
menit, 2. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): deficit neurologis
membaik kurang dari 1 minggu, 3. Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke, 4.
Completed Stroke.Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:
Trombosis Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis temporalis,
poliarteritis nodosa; Robeknya arteri: karotis, vertebralis (spontan atau
traumatik); Gangguan darah: polisitemia,hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
Embolisme Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium,
penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik,
kardiomiopati iskemik; Sumber tromboemboli aterosklerotik di arteri:
bifurkasio karotis komunis, arteri vertebralis distal; Keadaan hiperkoagulasi:
kontrasepsi oral, karsinoma.
Vasokonstriksi
Vasospasme serebrum setelah PSA (Perdarahan Subarakhnoid).
2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke,
dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Penyebab perdarahan intraserebrum: perdarahan intraserebrum hipertensif;
perdarahan subarakhnoid (PSA) pada ruptura aneurisma sakular (Berry), ruptura
malformasi arteriovena (MAV. perdarahan akibat tumor otak; infark hemoragik;
penyakit perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan (Price, 2005).
Faktor Risiko terjadinya Stroke
Tidak dapat dimodifikasi, meliputi: usia, jenis kelamin, herediter, ras/etnik. Dapat
dimodifikasi, meliputi: riwayat stroke, hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus,
Transient Ischemic Attack (TIA), hiperkolesterol, obesitas, merokok, alkoholik,
hiperurisemia, peninggian hematokrit (Mansjoer, 2000)

II.5 Diagnosis Klinis Stroke


A. Anamnesis
Karakteristik gejala dan tanda

7
Konsekuensi fungsional
Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurolgis
Apakah ada kemungkinan presipitasi (apa yang pasien sedang lakukan
pada saat onset dan tidak lama sebelum onset)
Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai (misalnya: nyeri kepala,
kejang epileptic, panik dan anxietas, muntah, nyeri dada)
Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang
relevan. (riwayat TIA/stroke terdahulu, hipertensi, hypercholesterolemia,
DM, infark miokard, arteritis, riwayat penyakit vaskular atau trombolitik
pada keluarga)
Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan (merokok, konsumsi
alkohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan seperti: kontrasepsi oral, obat
trombolitik, antikoagulan, amfetamin).
B. Pemeriksaan Fisik
Sistem pembuluh perifer. Lakukan asukultasi pada arteria karotis untuk
mencari adanya bising dan periksa tekanan darah di kedua lengan untuk
diperbandingkan.
Jantung, lakukan pemeriksaan aukultasi jantung untuk mencari murmur
dan disritmia, serta EKG.
Retina, lakukan pemeriksaan ada tidaknya cupping diskus optikus,
perdarahan retina, kelainan diabetes.
Ekstremitas, lakukan evaluasi ada tidaknya sianosis dan infark sebagai
tanda-tanda embolus perifer.
Pemeriksaan neurologik untuk mengetahui letak dan luasnya suatu stroke.
- Fungsi visual, dengan pemeriksaan lapang pandang dan tes
konfrontasi
- Pemeriksaan pupil dan refleks cahaya
- Pemeriksaan dolls eye phenomenon (jika tidak ada kecurigaan cedera
leher)
- Sensasi, dengan memeriksa sensai kornea dan wajah terhadap benda
tajam
- Gerakan wajah mengikuti perintah atau sebagai respon terhadap
stimuli noxious (menggelitik hidung)

8
- Fungsi faring lingual, dengan mendengarkan dan mengevaluasi cara
bicara dan memeriksa mulut.
- Fungsi motorik dengan memeriksa gerakan pronator, kekuatan, tonus,
kekuatan gerakan jari tangan atau jari kaki.
- Fungsi sensoris, dengan cara memeriksa kemampuan pasien untuk
mendeteksi sensoris dengan jarum, rabaan, vibrasi, dan posisi (tingkat
level gangguan sensibilitas pada bagian tubuh sesuai dengan lesi
patologis di medulla spinalis, sesuai dermatomnya)
- Fungsi serebelum, dengan melihat cara berjalan penderita dan
pemeriksaan disdiadokokinesis
- Ataksia pada tungkai, dengan meminta pasien menyentuh jari kaki
pasien ke tangan pemeriksa
- Refleks asimetri (contoh: refleks fisiologis anggota gerak kanan
meningkat, yang kiri normal)
- Refleks babinski.

C. Pemeriksaan penunjang
Analisis laboratorium: urianalisi, HDL, LED, panel metabolik dasar (Na,
K, Cl, bikarbonat, glukosa, nitrogen urea darah, dan kreatinin), profil
lemak serum, dan serologi untuk sifilis.
Pemeriksaan sinar-X toraks untuk mendeteksi pembesaran jantung dan
infiltrat paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif.
Pungsi lumbal untuk mendeteksi kemungkinan terdapt darah di LCS pada
stroke hemoragik, terutama pada perdarahan subaraknoid.
USG karotis untuk mendeteksi gangguan aliran darah karotis dan
kemungkinan memperbaiki kausa stroke.
CT-scan merupakan gold standard untuk diagnosis stroke. CT-scan kepala
untuk membedakan stroke perdarahan intraserebral atau stroke infark.
Angiografi serebrum untuk mendeteksi lesi ulseratif, stenosis, displasia
fibromuskular, fistula arteriovena, vaskulitis, dan pembentukan trombus di
pembuluh besar.
Transcranial Doppler (TCD) untuk menilai aliran darah kolateral dan CBF
total di aspek anterior dan posterior sirkulus Wilisi

9
D. Sistem Skoring

Skor Stroke Siriraj


Gejala/tanda Penilaian Indeks
(0) Kompos mentis
Derajat
(1) Somnolen X 2,5
Kesadaran
(2) Sopor/koma
(0) Tidak ada
Vomitus X2
(1) Ada
(0) Tidak ada
Nyeri kepala X2
(1) Ada
Tekanan darah Diastolik X 0,1
(0) Tidak ada
Ateroma (1) Salah satu atau lebih: DM, angina, penyakit X3
pembuluh darah.
Skor >1 : Perdarahan Supratentorial
Skor -1 s.d 1 : perlu CT-Scan
Skor < -2 : Infark Serebri
E. Diagnosis Banding Stroke

Gejala neurologis fokal yang terjadi mendadak seperti pada stroke memiliki
diagnosis banding yang luas, seperti:
1. Penyakit sistemik atau kejang, 2. Kejang epileptik atau kejang
yang menyebabkan perburukan non konvulsif
stroke yang pernah dialami

10
3. Lesi struktural intracranial: ensefalopati hepatic, intoksikasi
hematoma subdural, tumor obat dan alkohol, septikemia.
5. Fungsional/non-neurologis
otak, MAV
6. Migren hemiplegik
4. Ensefalopati metabolic/toksik:
7. Ensefalitis atau abses otak
hipoglikemia, hiperglikemia 8. Cedera kepala
9. Lesi saraf perifer
non-ketotik, hiponatremia,
10. Hypertensive encephalophaty
Wernicke-Korsakoff syndrome, 11. Multiple sclerosis
12. Penyakit Creutzfeldt-Jakob
13. Penyakit Wilsons

11
14. II. 6 Prognosis

15. Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death,


disease, disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution.
Keenam aspekprognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal atau
pasca stroke. Untukmencegah agar aspek tersebut tidak menjadi
lebih buruk maka semuapenderita stroke akut harus dimonitor
dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG,
saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh secara terus-
menerus selama 24 jam setelah serangan stroke (Asmedi &
Lamsudin, 1998).
16. Asmedi & Lamsudin (1998) mengatakan prognosis
fungsional stroke pada infark lakuner cukup baik karena tingkat
ketergantungan dalam activity daily living (ADL) hanya 19 % pada
bulan pertama dan meningkat sedikit (20 %) sampai tahun
pertama.
17. Menurut Hornig et al., prognosis jangka panjang setelah
TIA (Transient Ischemic Attack) atau S.O.S. (Serangan ischemia
Otak Sepintas lalu)dan stroke batang otak/serebelum ringan secara
signifikan dipengaruhi oleh usia, diabetes, hipertensi, stroke
sebelumnya, dan penyakit arteri karotis yang menyertai. Pasien
dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien
dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien
dengan stroke minor. Tingkat mortalitas kumulatif pasien dalam
penelitian ini sebesar 4,8 % dalam 1 tahun dan meningkat menjadi
18,6 % dalam 5 tahun.
18.
19. II.7 Patofisiologi
20. Stroke dapat berupa iskemia atau hemoragik. Secara sistematik
penyakit stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme terjadinya seperti pada
gambar

21.
22. Stroke hemoragik
23. Strok pendarahan (hemoragik) meliputi pendarahan subarakhnoid,
pendarahan intraserebral dan hematomas subdural. Pendarahan subarakhnoid dapat
terjadi dari luka berat atau rusaknya aneurisme intrakranial atau cacat arteriovena.
Pendarahan intraserebral terjadi ketika pembuluh darah rusak dalam parenkim otak
menyebabkan pembentukan hematoma. Hematoma subdural kebanyakan terjadi
karena luka berat (Dipiro et al, 2008)
24. Adanya darah dalam parenkim otak menyebabkan kerusakan pada
jaringan sekitar melalui efek masa dan komponen darah yang neorotoksik dan produk
urainya. Kematian karena stroke pendarahan kebanyakan disebabkan oleh
peningkatan kerusakan dalam penekanan intrakranial yang mengarah pada herniasi
dan kematian (Dipiro et al, 2008).

25.
26. Stroke iskemia
27. Terdapat 3 mekanisme patofisiologi utama yang mendasari terjadinya
stroke iskemik meliputi penyakit pembuluh darah besar (aterosklerosis), penyakit
pembuluh darah kecil (arteriosklerosis) dan adanya emboli (kardioembolik). Pada
stroke iskemia terdapat gangguan suplai darah ke otak baik disebabkan oleh
pembentukan trombus atau emboli. Kurangnya aliran darah serebral menyebabkan
hipoperfusi jaringan, hipoksia jaringan dan kematian sel otak

28. Penumpukan lipid pada dinding pembuluh darah menyebabkan


turbulensi aliran darah dan memicu terjadinya kerusakan sehingga kolagen pembuluh
terekspose oleh darah. Kerusakan pembuluh ini memulai proses agregasi platelet
yang disebabkan oleh terpaparnya subendotelium. Platelet-platelet melepaskan
adenosin diphosphat (ADP) yang menyebabkan agregasi platelet dan penggabungan
agregat tersebut. Tromboksan A2 dilepaskan dan memperbesar pembentukan platelet
dan vasokonstriksi Kerusakan pembuluh juga dapat mengaktivasi jalur koagulasi
yang memicu terbentuknya trombin. Trombin mengubah fibrinogen menjadi fibrin,
memicu pembentukan suatu bekuan berupa molekul fibrin, platelet dan agregat sel
darah

29. II.8 Tatalaksana terapi

1. Terapi Farmakologi
a. Ischemic Stroke
30. The Stroke Council of the American Stroke Association telah membuat
garis pedoman yang ditujukan untuk manajemen stroke iskemik akut. Secara umum,
dua obat yang sangat direkomendasikan (grade A recommendation) adalah t-PA
(tissue-Plasminogen Activator/Alteplase) intravena dalam onset 3 jam dan aspirin
dalam onset 48 jam (DiPiro et al., 2008).

31. Reperfusi (<3 jam dari onset) dengan t-PA intravena telah
menunjukkan pengurangan cacat yang disebabkan oleh stroke iskemik. Harus
diperhatikan apabilamenggunakan terapi ini, dan mengikuti protokol penting untuk
menghasilkan keluaran yang positif. Pentingnya protokol penanganan dapat
dirangkum menjadi (1) aktivasi tim stroke, (2) permulaan gejala dalam 3 jam, (3) CT
scan menandai letak pendarahan, (4) menentukan kriteria inklusi dan eksklusi, (5)
memberikan t-PA 0.9 mg/kg selama 1 jam, dengan 10% diberikan sebagai bolus awal
selama 1 menit, (6) menghindari terapi antitrombotik (antikoagulan atau antiplatelet)
selama 24 jam, dan (7) memantau pasien dari segi respon dan pendarahan (DiPiro et
al., 2008).

32. Terapi aspirin terdahulu dapat mengurangi mortalitas jangka lama dan
cacat, namun pemberian t-PA tidak pernah dilakukan dalam 24 jam karena dapat
meningkatkan risiko pendarahan pada beberapa pasien. Garis pedoman The American
Heart Association/American Stroke Association (AHA/ASA) mengenai seluruh
farmakoterapi dalam pencegahan sekunder untuk stroke iskemik dan diperbarui setiap
3 tahun. Hal ini sangat jelas bahwa terapi antiplatelet merupakan landasan terapi
antitrombotik untuk pencegahan sekunder untuk stroke iskemik dan harus digunakan
pada stroke nonkardioembolik. Tiga obat yang kini digunakan, yaitu aspirin,
clopidogrel, dan dipiridamole dengan pelepasan diperlambat disertai aspirin (ERDP-
ASA), merupakan antiplatelet first-line yang disetujui oleh the American College of
Chest Physicians (ACCP).Pada pasien dengan fibrilasi atrium dan emboli, warfarin
merupakan antitrombotik pilihan pertama.Farmakoterapi lain yang direkomendasikan
untuk stroke adalah penurun tekanan darah dan statin.Rekomendasi saat ini untuk
penanganan stroke akut dan pencegahan sekunder dapat dilihat di tabel berikut
(DiPiro et al., 2008).

33. Tabel Rekomendasi Penanganan Stroke Akut dan Pencegahan


Sekunder

34. Penangana 35. Rekomendasi 36.


n akut B
38. t-PA 0.9 mg/kg intravena 39.
(maksimum 90 kg) selama 1 I
jam pada pasien-pasien
tertentu dalam onset 3 jam
40. 41. Aspirin 160 325 mg setiap 42.
hari dimulai dalam onset 48 I
jam
43. Pencegahan sekunder
44. Nonkardioe 45. Terapi antiplatelet 46.
mbolik I

48. Aspirin 50 325 mg 49.


II

51. Clopidogrel 75 mg setiap hari 52.


II

54. Aspirin 25 mg + dipiridamol 55.


dengan pelepasan II
diperlambat 200 mg dua kali
sehari
56. Kardioemb 57. Warfarin (INR=2.5) 58.
olik I
(terutama
fibrilasi
atrium)
59. Semua 60. Pengobatan antihipertensif 61.
I

62. Hipertensi 63. ACE inhibitor + diuretic 64.


terdahulu I
65. Normotensi 66. ACE inhibitor + diuretic 67.
f terdahulu II

68. Dislipidemi 69. Statin 70.


a I

71. Lipid 72. Statin 73.


normal II

74.

75. * Penggolongan kelas dan tingkatan bukti: Ibukti atau persetujuan


umum yang berguna dan efektif; IIbukti yang masih diperdebatkan
kegunaannya; IIabobot bukti dalam mendukung penanganan; IIb
kegunaan masih belum dibuktikan dengan baik; IIItidak berguna dan
bahkan merugikan. Tingkatan bukti: A uji klinik secara acak banyak;
Bpercobaan acak tunggal atau studi tanpa pengacakan; Copini ahli
atau studi kasus.

76. Alteplase (t-PA)

77. Alteplase adalah enzim serin-protease dari sel endotel pembuluh yang
dibentuk dengan teknik rekombinan DNA.Waktu paruhnya hanya 5 menit. Alteplase
bekerja sebagai fibrinolitik dengan cara mengikat pada fibrin dan mengaktivasi
plasminogen jaringan. Plasmin yang terbentuk kemudian mendegradasi fibrin
sehingga melarutkan trombus. Efektivitas intravena pada pengobatan stroke iskemik
dipublikasikan pada tahun 1995 oleh National Institutes of Neurologic Disorders and
Stroke (NINDS) pada uji Recombinant Tissue-Type Plasminogen Activator (rt-
PA)Stroke, dari 624 pasien yang diobati dengan jumlah yang sama, baik t-PA 0.9
mg/kg IV atau plasebo dalam 3 jam pada permulaan gejala neurologik, 39% dari
pasien yang diobati memperoleh keluaran yang sangat bagus pada 3 bulan
dibandingkan dengan 26% pasien plasebo. (DiPiro et al., 2008).

78.

79. Aspirin

80. Penggunaan aspirin terdahulu untuk mengurangi kematian jangka


panjang dan cacat akibat stroke iskemik didukung oleh dua uji klinis acak besar. Pada
International Stroke Trial (IST), aspirin 300 mg/hari secara signifikan menurunkan
kekambuhan stroke dalam 2 minggu pertama, menghasilkan penurunan signifikan
kematian dan ketergantungan dalam 6 bulan. Pada Chinese Acute Stroke Trial
(CAST), aspirin 160 mg/hari mengurangi risiko kambuh dan kematian dalam 28 hari
pertama, namun kematian jangka panjang dan cacat tidak berbeda dengan placebo.
Untuk keseluruhan, efek menguntungkan dari penggunaan aspirin telah diadopsi
sebagai garis pedoman klinis (DiPiro et al., 2008).

81. Antiplatelet

82. Semua pasien yang memiliki stroke iskemik akut akan menerima
terapi antitrombosis jangka panjang untuk pencegahan sekunder. Pada pasien dengan
stroke nonkardioembolik, akan terdapat beberapa bentuk terapi antiplatelet. Aspirin
menunjukkan hasil studi yang paling baik, dan menjadi obat pilihan utama.Akan
tetapi, literatur yang telah dipublikasikan mendukung penggunaan clopidogrel dan
produk kombinasi sebagai obat pilihan pertama pada pencegahan stroke sekunder
(DiPiro et al., 2008).

83. Efikasi clopidogrel sebagai antiplatelet pada gangguan


atherothrombosis diperlihatkan dalam pengujian clopidogrel versus aspirin pada
pasien dengan risiko kejadian iskemik (CAPRIE). Dalam studi ini lebih dari 19,000
pasien dengan riwayat infark myokard, stroke, atau penyakit arteri perifer,
clopidogrel 75 mg/hari dibandingkan dengan aspirin 325 mg/hari dalam
kemampuannya menurunkan infark myokard, stroke, atau kematian kardiovaskular.
Pada analisis akhir, clopidogrel lebih efektif (8% relative risk reduction [RRR])
daripada aspirin (P = 0.043) dan memiliki kemiripan efek samping. Pada European
Stroke Prevention Study 2 (ESPS-2), aspirin 25 mg dan dipyridamole dengan
pelepasan diperpanjang (ERDP) 200 mg dua kali sehari dibandingkan sendiri-sendiri
dan dalam kombinasi dengan plasebo untuk kemampuan mereka dalam menurunkan
stroke kambuhan selama 2 tahun. Dalam jumlah lebih dari 6,600 pasien, ketiga
kelompok perlakuan menunjukkan plaseboaspirin, 18% RRR; ERDP, 16% RRR;
dan kombinasi, 37% RRR.Kombinasi aspirin 25 mg dan ERDP 200 mg dua kali
sehari merupakan pengobatan yang sangat efektif untuk mencegah kekambuhan pada
pasien stroke.Kombinasi dipiridamole (83% pelepasen diperpanjang) dan aspirin (30
325 mg sehari) lebih efektif daripada aspirin saja dalam menurunkan stroke
kambuhan (DiPiro et al., 2008).

84. Warfarin

85. Warfarin merupakan pengobatan paling efektif untuk pencegahan


stroke pada pasien dengan fibrilasi atrium. Dalam European Atrial Fibrillation Trial
(EAFT), 669 pasien dengan fibrilasi atrium nonvalvular (NVAF) dan stroke diberi
perlakuan acak terhadap warfarin (international normalized ratio [INR] = 2.54),
aspirin 300 mg/day, or placebo. Pasien di kelompok plasebo mengidap stroke, infark
myokard, atau kematian vaskular sebesar 17% per tahun dibandingkan dengan 8%
per tahun untuk kelompok warfarin dan 15% per tahun untuk kelompok aspirin.Hal
ini mewakili 53% penurunan risiko dengan antikoagulan (DiPiro et al., 2008).

86. Blood Pressure Lowering

87. Kenaikan tekanan darah sudah umum terjadi pada stroke iskemik, dan
pengobatan hipertensi pada pasien tersebut berhubungan dengan
penurunan risiko stroke kambuhan.Populasi stroke multinasional (40%
orang Asia) diberi perlakuan secara acak, yaitu penurun tekanan darah
dengan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor perindopril
(dengan atau tanpa indaimid diuretik tiazida) atau plasebo. Pasien yang
diobati menunjukkan penurunan tekanan darah, 9 poin sistolik dan 4
poin diastolik mm Hg, dan ini berhubungan dengan penurunan stroke
kambuhan 28%. Pasien yang diberi obat kombinasi, rata-rata penurunan
tekanan darah adalah 12 sistolik dan 5 diastolik mm Hg sehingga terjadi
penurunan stroke kambuhan yang lebih besar (43%). Pasien dengan atau
tanpa hipertensi direkomendasikan menggunakan ACE inhibitor dan
diuretik untuk penurunan tekanan darah pasien stroke. Periode penurun
tekanan darah untuk stroke akut (7 hari pertama) menghasilkan
penurunan aliran darah otak dan memperparah gejala; oleh karena itu,
rekomendasi terbatas pada pasien di luar stroke akut (DiPiro et al.,
2008)

88. Statin

89. Golongan statin dapat menurunkan risiko stroke sebesar 30% pada
pasien dengan penyakit jantung koroner dan dislipidimia. Stroke iskemik
direkomendasikan menjadi ekuivalen koroner dan menggunakan obat golongan
statin untuk memperoleh konsentrasi low density lipoprotein (LDL) kurang dari 100
mg/dL (DiPiro et al., 2008).

90. Terdapat bukti bahwa simvastatin 40 mg/hari mengurangi risiko stroke


pada individu berisiko tinggi (termasuk pasien dengan stroke awal) sebesar 25% (P <
0.0001) meskipun pada pasien dengan konsentrasi LDL kurang dari 116 mg/dL.
Terapi statin merupakan cara efektif untuk mengurangi risiko stroke dan dijalani pada
semua pasien stroke iskemik (DiPiro et al., 2008).

91. Heparin untuk Profilaksis dari Deep-Vein Thrombosis (DVT)


92. Penggunaan heparin dengan bobot molekul rendah atau heparin
subkutan dosis rendah (5,000 unit dua kali sehari) dapat direkomendasikan untuk
mencegah DVT pada pasien rumah sakit dengan menurunkan mobilitas akibat stroke
dan digunakan pada semua namun paling banyak stroke minor (DiPiro et al., 2008).

93. Aspirin Plus Clopidogrel

94. Clopidogrel dalam kombinasi dengan aspirin 75 mg setiap hari tidak


lebih baik daripada clopidogrel sendiri pada pencegahan stroke sekunder.Akan tetapi,
kombinasi ini telah dipelajari pada pasien dengan sindrom koroner akut dan pasien
yang menjalani intervensi koroner perkutan dan menunjukkan lebih efektif secara
signifikan dibanding aspirin sendiri dalam menurunkan infark myokard, stroke, dan
kematian kardiovaskular.Ketika clopidogrel digunakan dengan aspirin, risiko
pendarahan meningjkat dari 1.3% menjadi 2.6%.Kombinasi tersebut ditemukan juga
meningkatkan pendarahan serius pada populasi atherosklerosis berisiko tinggi
dibandingkan dengan penggunaan aspirin saja.Kombinasi ini hanya
direkomendasikan pada pasien dengan riwayat infark myokard atau coronary stent
placement dan hanya menggunakan aspirin dosis rendah untuk meminimalkan risiko
pendarahan (DiPiro et al., 2008).

95. Penghambat Reseptor Angiotensin II

96. Pengahambat reseptor Angiotensin II dapat mengurangi risiko


stroke.Losartan dan metoprolol dibandingkan kmampuannya untuk menurunkan
tekanan darah dan mencegah penyakit kardiovaskular pada kelompok pasien
hipertensi. Penurunan tekanan darah mirip, yaitu mendekati 30/16 mm Hg, kelompok
losartan mengurangi risiko stroke sebesar 24%. Penghambat reseptor Angiotensin II
digunakan pada pasien yang tidak dapat menoleransi ACE inhibitor untuk efek
penurunan tekanan darah setelah stroke iskemik akut (DiPiro et al., 2008).

97. Hemorrhagic Stroke


98. Tidak terdapat standar strategi pengobatan untuk pendarahan
intraserebral (ICH). Penggunaan obat hemostatik (misal, faktor VII) pada fase
hiperakut (<4 jam dari onset) dapat mengurangi pertumbuhan hematoma. Garis
pedoman medis untuk manajemen tekanan darah, tekanan intrakranial meningkat, dan
komplikasi medis lain untuk ICH dibutuhkan untuk manajemen pasien akut lain di
unit perawatan neurointensif (DiPiro et al., 2008).

99. Pendarahan subarachnoid (SAH) akibat rupture aneurism berhubungan


dengan insiden tinggi iskemia otak tertunda (DCI) dalam 2 minggu mengikuti periode
pendarahan. Vasospasm dari vaskulatur otak bertanggung jawab untuk DCI dan
terjadi antara 4 dan 21 hari setelah pendarahan, pucak pada hari 5 hingga 9.
Penghambat kanal kalsium nimodipin direkomendasikan untuk mengurangi insiden
dan keparahan dari defisit neurologik akibat DCI. Nimodipin pada dosis 60 mg setiap
4 jam harus diawali dengan diagnosis dan dilanjutkan selama 21 hari pada semua
pasien. Pemberian terapi nimodipin dibingungkan dengan insiden hipotensi yang
cukup tinggi. Hal ini bisa ditata dengan pengurangan interval dosis hingga 30 mg
setiap 2 jam (dosis harian sama), pengurangan dosis harian total (30 mg setiap 4
hours), serta menjaga volume intravascular (DiPiro et al., 2008).

b. Terapi Non Farmakologis


a. Ischemic Stroke
100. Intervensi pembedahan pada pasien stroke iskemik akut bersifat
terbatas.Pada kasus-kasus edema serebral iskemik tertentu yang menunjukkan infark
yang besar, kraniektomi untuk memunculkan peningkatan tekanan telah diuji.
Beberapa kasus lain, seperti infark serebelum, dekompresi pembedahan dapat
menyelamatkan pasien. Selain intervensi pembedahan, pendekatan multidisipliner
untuk penanganan stroke seperti rehabilitasi sangat efektif dalam mengurangi stroke
iskemik.Pada kenyataannya, penggunaan unit stroke telah berhasil menyamai
keluaran trombolisis ketika dibandingkan dengan penanganan biasa (DiPiro et al.,
2008).
101. Dalam pencegahan sekunder, endarterektomi karotid pada arteri
karotid stenosis dan/atau ulser merupakan cara yang sangat efektif untuk mengurangi
insiden stroke dan kambuhan pada pasien yang tepat. Sebenarnya, pada pasien stroke
iskemik dengan arteri karotid stenosis 70% hingga 99%, stroke kambuhan dapat
dikurangi hingga 48% ketika dikombinasikan dengan aspirin 325 mg setiap hari
dibandingkan dengan terapi medis tunggal. Pada pasien yang berpikir bahwa risiko
endarterektomi sangat tinggi, carotid stenting menjadi lebih efektif dalam penurunan
risiko stroke, namun sedikit invasif (menyakitkan/mengganggu) (DiPiro et al., 2008)

b. Hemorrhagic Stroke
102. Pada pasien dengan pendarahan subarachnoid yang menunjukkan
rupture aneurism intrakranial, intervensi pembedahan dapat mengurangi mortalitas.
Pada kasus pendarahan intraserebral primer, keuntungan pembedahan tidak
terdokumentasi dengan baik.Meskipun banyak pasien yang menjalani operasi bedah
hematoma intraserebral, belum ada studi yang cukup mengenai uji klinis.Pedoman
telah ditegakkan untuk menggunakan intervensi pembedahan dalam penanganan
pendarahan intraserebral, namun masih terdapat kekurangan data uji klinis yang
mendukung (DiPiro et al., 2008).

103. II.9 Deskripsi Kasus

104. JK, (54 th), 85 kg, TB = 160 cm, dibawa ke UGD RS setelah tiba-tiba
duduk terkulai ketika sedang memimpin rapat di kantornya. Dia mengalami kejang
sesaat sebelum jatuh terkulai.Kejangnya hanya sekitar 5 detik, kemudian tidak sadar
kurang lebih 10 menit. Setelah sadar, dia tidak bisa bicara. Ketika diberi minum, tidak
bisa menelan. Tangan sebelah kiri tidak bisa digerakkan.

105. Riwayat penyakit dahulu :Stroke berulang (sudah 3 kali), terakhir


pada Juni 2005. Punya riwayat PPOK, pernah dirawat di RS 4 bulan yang lalu karena
eksaserbasi PPOK yang cukup berat.
106. Riwayat Pengobatan : Menggunakan Ipratropium Bromide untuk
mengontrol PPOKnya. Tetapi pasien tidak tertib minum obat. Selain itu pasien kurang
disiplin dalam hal diet makanan. Sudah lama tidak menggunakan obat-obat untuk
strokenya. Bahkan lebih suka minum jamu.

107. Data Laboratorium :


108. LDL : 200 mg/dL, HDL: 40 mg/dL, TG : 150 mg/dL,
Kolesterol Total : 230 mg/dL, TD : 135/85 mmHg, BMI : 33,2
109.
110. II.10 Analisis Kasus(SOAP)

111. Subjek : Nama : JK, Umur : 54 Tahum, BB: 85 Kg, TB:


160cm, Keluhan: mengalami kejang sekitar 5 detik, kemudian tidak sadar kurang dari
10 menit, setelah sadar tidak bisa bicara, tidak bisa menelan, tangan sebelah kiri tidak
bisa digetakkan
112. Objek :diperoleh data LAB, LDL: 200 mg/dl, HDL: 40
mg/dl, TG :150mg/dl,
113. Kolesterol Total : 230 mg/dL, TD: 135/85 mmHg, BMI: 33,2
114. Assasment : a. Sebelumnya pasien sudah menderita stroke
iskemik dilihat dari data riwayat pasien yang sudah ketiga kalinya
mengalami stroke. Akan tetapi, gejala dan tanda-tanda yang dialami
pasien saat ini menunjukkan pasien menderita stroke Hemorogik.
Dengan gejala adanya penurunan kesadaran dan stroke yang terjadi
disaat beraktivitas.b. Pasien menderita kolesterol dilihat dari hasil
pemeriksaan yaitu kadar kolesterolnya melebihi batas normaldengan
kolesterol total: 230mg/dL, batas normal: <200mg/dL; LDL : 200
mg/dL, batas normal: <100mg/dL; HDL : 40 mg/dL, batas normal: 40-
60 mg/dL; trigliserida: 150 mg/dL, batas normal: <150 mg/dL
115. c. pasien juga menderita penyakit PPOK yang cukup berat, d. pasien
juga obesitas sehingga harus melakukan diet kolesterol.
116.
117. Plan :
A. Tujuan terapi:
1. Mengatasi penyebab dari stroke hemoragik jadi terapi diberikan sesuai
dengan penyebabnya
2. Mengatasi perdarahan
3. Mencegah komplikasi sekunder untuk imobilitas dan disfungsi system
syaraf
4. Mencegah berulangnya stroke
B. Sasaran Terapi :
1. Penyebab stroke hemoragik
2. Perdarahan
118. C. Terapi yang diberikan :
119. 1. Terapi non farmakologi:
120. >pendarahan subarachnoid yang menunjukkan rupture aneurism
intrakranial, intervensi pembedahan dapat mengurangi mortalitas
121. >Pada kasus pendarahan intraserebral primer, keuntungan pembedahan
tidak terdokumentasi dengan baik
122. Pembedahan: Untuk lokasi perdarahan dekat permukaan otak.
123. >Kendalikan tekanan darah tinggi (hipertensi)
124. >Mengurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh
125. >Tidak merokok
126. >Kontrol diabetes dan berat badan
127. >Olahraga teratur dan mengurangi stress
128. >Konsumsi makanan kaya serat
129. 2. Terapi Farmakologi

1. Infus RL(Ringer Laktat). Indikasi :untuk pemberian nutrisi. Dosis :6-


7mg/kgbb/jam , 30 tetes permenit, atau sesuai anjuran dokter.
2. Calsium Chanel Blocker: Nimodipin.Indikasi :merupakan Ca chanel
bloker dengan aktivitas serebrovaskuler preferensial. Hal ini ditandai
dengan efek dilatasi dan menurunkan tekanan darah pada
serebrovaskuler.Nimodipin diindikasikan untuk peningkatan hasil
neurologis dengan mengurangi insiden dan keparahan deficit iskemik pada
pasien dengan perdarhan subarachnoid dari pecahnya aneurisme. Dosis :
5ml/jam secara infus selama 2 jam pertama. Dosis dapat di tingkatkan
sampai dengan 10ml/jam secara infus. Infus di lanjutkan selama 7 10
hari sesudah diagnosis perdarahan subaraknoid di tegakkan.
3. Asam traneksamat. Indikasi: obat antifibrinolitik yang menghambat
pemutusan benang fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis
dan pengobatan pendarahan yang disebabkan fibrinolisis yang berlebihan
dan angiodema hereditas.Dosis : injeksi inravena perlahan: 0.5-1 gr (10
mg/kg) 3 kali sehari
4. Simvastatin. Indikasi :Untuk mengurangi resiko stroke dan untuk
menurunkan kadar LDL, TG, kadar total C.Dosis: awal10 mg dosis
tunggal 1xsehari sebelum tidur , dosis dapat di sesuaikan dengan interval
tidak < 4 minggu. Dosis maksimal pemberian 40mg 1xsehari dosis
tunggal (malam hari).
5. Ranitidin HCl. Indikasi : untuk mencegah terjadinya tukak lambung
karena pasien masih sulit untuk makan. Dosis :secara IV intermittent
bolus : 50mg (2ml) tiap 6 8 jam. Maksimal 4ml/menit ( selama 5 menit).
6. Ipratropium bromida. Indikasi :terapi PPOK. Dosis : inhalasi 3-4 kali
semprot dengan selang 4 jam.

130. II.11 Pemilihan Obat Rasional


131. Obat dikatakan rasional bila : Efektif, aman, dan ekonomis
132. 133. 134. 135. 136.
No O Efektif Aman Eko
n
o
m
i
s
137. 138. 139. 140. 141.
1 In untuk Tidak Rp
menin memiliki 7
gkatka efek .
n samping 9
nutrisi yang 0
pasien tidak 0
agar beresiko
kebutu tinggi.
han
asupan
nutrisi
pasien
tetap
terpen
uhi
meski
pun
dalam
kondis
i yang
tidak
bisa
menel
an
142. 143. 144. 145. 146.
2 Ni merupaka Aman, Rp.
n Ca karena 2
chanel tidak 0
bloker memiliki 0
denga efek yang .
n merugika 0
aktivit n 0
as (toksik). 0
serebr Efek
ovasku samping
ler hanya
prefere berupa:
nsial penuruna
nn
tekanan
darah
( sekitar
4%),
gatal,
jantung
berdebar,
mual.
147. 148. 149. 150. 151.
3 As untuk Efek samping Rp.
profila yang 6
ksis terjadi 9
dan tidak .
pengo menyeba 7
batan bkan efek 5
pendar merugika 0
ahan n/
yang toksisitas.
diseba Seperti:
bkan sakit
fibrino dada,
lisis syok
yang hemoragi
berlebi k,
han demam,
dan sakit
angiod kepala,
ema kedingina
heredit n, mual,
as muntah,
konstipas
i
152. 153. 154. 155. Aman 157.
4 Si Untuk untuk Rp.
pasien
mengu 1
karena
rangi tidak 4
resiko memiliki .
efek
stroke 7
samping
dan yang 0
untuk merugika 0
n. Efek
menur
samping
unkan hanya
kadar berupa:
LDL, sakit
kepala,
TG, konstipas
kadar i, nausea,
total flatulen,
diare,
dispepsia,
sakit
perut,
fatigue,
nyeri
dada dan
angina.
156.

158. 159. 160. 161. 162.


5 Ra untuk Aman karena Rp.
mence tidak 2
gah memiliki 3
terjadi efek yang .
nya bersifat 0
tukak toksik. 0
lambu Efek 0
ng samping
karena berupa:
pasien diare,
masih nyeri
sulit otot,
untuk pusing,
maka dan
timbul
ruam
kulit,
malaise,n
ausea.
-
Konstipas
i
163. Total satu kali pengobatan (hanya obay- 164.
obatan) Rp.
3
1
5
.
3
5
0
165.
166. II.12Evaluasi Obat Terpilih
167. 168. 169. 170. 171.
St P Para F Keterangan
m
e
t
e
r
173. 174. 175. 176.
BP, S Banyak
f pasien
u membutu
n hkan
g pengaruh
s dengan
i senyawa
n kerja-
e pendek
u untuk
r menguran
o gi BP
l hingga >
o 180
g mmHg
i sistol
s
,
I
C
P
178. 179. 180. 181.
N BP, S
f
u
n
g
s
i
n
e
u
r
o
l
o
g
i
s
,
s
t
a
t
u
s
c
a
i
r
a
n
182. II.13 Monitoring Dan follow Up

183. Monitoring yang dapat dilakukan berupa:

1. Pemantauan efek samping obat yang terjadi berupa:


a. Nimodipin :penurunan tekanan darah ( sekitar 4%), gatal, jantung
berdebar, mual.
b. Asam traneksamat : sakit dada, syok hemoragik, demam, sakit kepala,
kedinginan, mual, muntah, konstipasi
c. Simvastatin :sakit kepala, konstipasi, nausea, flatulen, diare, dispepsia,
sakit perut, fatigue, nyeri dada dan angina.
d. Ranitidin HCl : samping berupa: diare, nyeri otot, pusing, dan timbul
ruam kulit, malaise,nausea, konstipasi
184. Jika tidak ada reaksi yang timbul selain reaksi diatas maka
penggunaan obat dapat terus dilanjutkan.
2. Pemantauan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat-obatan yang
digunakan.
3. Pemantauan hasil terapi yang diberikan.
4. Pemantauan kolesterol pasien dengan melakukan pemeriksaan ulang kadar
kolesterol total, LDL, HDL, TG.
185.
186. II.14KIE

1. Penyampaian informasi obat yang jelas kepada pasien dan keluarga.


Seperti: dosis, cara pakai, frekuensi pemberian, efek samping,
kontraindikasi, hal-hal yang harus dihindari, agar tercapai outcame
terapi
2. Menyampaikan kepada pasien agar melakukan diet nutrisi yang sehat
untuk menghindari pelonjakan obesitas dan resiko kolesterol yang
semakin meningkat
3. Disampaikan informasi kepada pasien akan pentingnya kepatuhan
dalam minum obat agar tidak terjadi lagi stroke berulang.

187.

188.

189.

190.

191.

192.

193.

194.

195. BAB III

196. PENUTUP

197. Kesimpulan
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
Ada dua jenis utama stroke, yaitu: stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Awalnya pasien menderita stroke iskemik akut, namun dari gejala dan tanda-
tanda saat ini pasien menunjukkan menderita stroke hemoragik. Maka tata
laksana terapinya, yaitu:

Terapi farmakologi

198. Infus RL(Ringer Laktat) Dosis : 6-7mg/kgbb/jam , 30 tetes


permenit, atau sesuai anjuran dokter, Calsium Chanel Blocker:
Nimodipin5ml/jam secara infus selama 2 jam pertama, Asam traneksamat
Dosis : injeksi inravena perlahan: 0.5-1 gr (10 mg/kg) 3 kali sehari,
Simvastatin. Dosis: awal10 mg dosis tunggal 1xsehari sebelum tidur,
Ranitidin HCl.Dosis : secara IV intermittent bolus : 50mg (2ml) tiap 6 8
jam, Ipratropium bromida. Dosis : inhalasi 3-4 kali semprot dengan
selang 4 jam.

Terapi non-farmakologi

199. Pendarahan subarachnoid yang menunjukkan rupture aneurism


intrakranial, intervensi pembedahan dapat mengurangi mortalitas, pada
kasus pendarahan intraserebral primer, , kendalikan tekanan darah tinggi
(hipertensi), mengurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh, tidak
merokok, kontrol diabetes dan berat badan, olahraga teratur dan
mengurangi stress, dan konsumsi makanan kaya serat.
200. Jawaban Pertanyaan

1. Yohandita Suci Oktariani


Kenapa ras kulit putih lebih beresiko terkena stroke dibandingkan ras kulit
hitam?
Kenapa ranitidin dan simvastatin diberikan dalam bentuk oral?

201. Jawaban:

202. Ras kulit putih lebih beresiko terkena stroke karena dari yang
kita ketahui orang barat yang dominan kulit putih gaya hidupnya kurang baik
seperti mengkonsumsi minuman beralkohol, makan makanan junk food yang
memicu terjadinya stroke. Namun di Cina yang dominan ras kulit putih jarang
terkena stroke padahal kita ketahui mereka sering mengkonsumsi alkohol
dikarenakan cuaca dingin.

203. Maka, sebenarnya stroke ini tidak dapat kita patokan bahwa ras
kulit putihlah yang banyak terkena stroke namun semua ini tergantung pola
hidup dari masing-masing individu tersebut.

204. Dikarenakan pasien tidak bisa diberikan obat secara oral maka
sebaiknya pemberiannya dikondisikan, bila pasien sudah bisa menelan barulah
diberikan obat-bat tersebut secara oral.

2. Shelda Fitrah Dayen

205. Kenapa hiperurisemia merupakan salah satu faktor resiko stroke?

206. Jawaban:

207. Hiperurisemia ini terjadi dikarenakan konsumsi makanan yang


mengandungkadar purin tinggi, konsumsi alkohol,kegemukan yang
menyebabkan menumpukan lemak, asam urat di pembuluh darah sehingga
aliran darah tidak lancar dan meningkatkan faktor resiko penyakit stroke.

3. Titis Sulasti Ningsih


208. Apa efek samping dan indikasi dari terapi obat yang digunakan?
Infus RL(Ringer Laktat). Indikasi :untuk pemberian nutrisi.
Calsium Chanel Blocker: Nimodipin.Indikasi : merupakan Ca chanel
bloker dengan aktivitas serebrovaskuler preferensial.fek Samping:
penurunan tekanan darah ( sekitar 4%), gatal, jantung berdebar, mual.
Asam traneksamat. Indikasi: obat antifibrinolitik yang menghambat
pemutusan benang fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis
dan pengobatan pendarahan yang disebabkan fibrinolisis yang berlebihan
dan angiodema hereditas. Efek Samping: sakit dada, syok hemoragik,
demam, sakit kepala, kedinginan, mual, muntah, konstipasi
Simvastatin. Indikasi : Untuk mengurangi resiko stroke dan untuk
menurunkan kadar LDL, TG, kadar total C.Efek samping: sakit kepala,
konstipasi, nausea, flatulen, diare, dispepsia, sakit perut, fatigue, nyeri
dada dan angina.
Ranitidin HCl. Indikasi : untuk mencegah terjadinya tukak lambung
karena pasien masih sulit untuk makan. Efek Sampng: berupa: diare, nyeri
otot, pusing, dan timbul ruam kulit, malaise,nausea, konstipasi
Ipratropium bromida. Indikasi : terapi PPOK.

209.

Anda mungkin juga menyukai