Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peningkatan konsumsi energi dan peningkatan volume sampah merupakan dua
permasalahan besar yang muncul seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan
pertambahan penduduk. Di Indonesia, konsumsi energi di berbagai sektor seperti
transportasi, industri, dan energi listrik untuk rumah tangga tercatat terus meningkat
dengan laju pertumbuhan rata rata pertahun sebesar 5,2 % [1].
Sementara itu, sumber daya minyak bumi menurun dari hari ke hari sedangkan
kebutuhan petrokimia meningkat untuk keperluan industri dan produksi energi [2].
Kondisi cadangan energi nasional yang semakin menipis menimbulkan kekhawatiran
akan krisis energi di masa mendatang jika tidak ditemukan sumber-sumber energi
yang baru. Konsumsi bahan bakar minyak jauh lebih tinggi dibandingkan konsumsi
non-bahan bakar minyak dan LPG. Oleh sebab itu, bahan bakar minyak sudah
menjadi sumber energi utama, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga seluruh dunia.
Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi krisis
energi diantaranya adalah dengan mengembangkan bahan bakar alternatif, yang
berasal dari sumber daya energi terbarukan seperti, batubara, hidrogen, nuklir, dan
lain-lain. Namun penelitian dan pengembangan energi baru yang selama ini
dilakukan hanya berfokus pada pengembangan sumber dari bahan nabati, tambang,
dan nuklir. Padahal masih terdapat banyak sumber lain yang berpotensi cukup besar
sebagai sumber energi baru. Salah satunya adalah yang berasal dari limbah atau
sampah khususnya limbah atau sampah plastik [1].
Plastik mempunyai sifat yang unik karena ikatan kimia yang kuat sehingga
cocok untuk banyak aplikasi, akan tetapi ikatan ini tidak dapat terurai secara biologi
(non-biodegradable). Sementara itu, ketergantungan terhadap plastik semakin tinggi
dengan meningkatnya gaya hidup yang semakin praktis. Oleh karena itu, volume
besar dari plastik dalam penggunaan sehari-hari menghasilkan miliaran ton limbah
non-degradable. Hal ini dengan cepat menjadi polutan yang mencemari lingkungan
(udara, tanah, dan air), memenuhi tempat pembuangan sampah, dan membahayakan
kehidupan [3].
Di Indonesia, seperti banyak negara berkembang, konsumsi plastik juga telah
meningkat karena pembangunan ekonomi dan urbanisasi yang pesat. Pada tahun

1
2

2011, Indonesia telah mengkonsumsi 10 kg plastik per kapita per tahun. Namun,
sejumlah besar konsumsi akan meningkatkan produk limbah plastik yang
menyebabkan masalah lingkungan. Penimbunan bukanlah pilihan yang cocok untuk
membuang limbah plastik karena laju degradasi yang lambat. Penggunaan insinerator
menghasilkan beberapa polutan ke udara, yang juga menyebabkan masalah
lingkungan. Oleh karena itu, daur ulang dan metode pemulihan telah dikembangkan
untuk meminimalkan dampak lingkungan dan mengurangi kerusakan yang
diakibatkan limbah plastik [4].
Karena sering terjadinya perubahan harga minyak bumi yang mempengaruhi
ekonomi dunia, meningkatkan ketertarikan dalam proses daur ulang yang berbeda
dalam hal konservasi energi. Dalam satu sisi limbah plastik memiliki energi
tersembunyi dengan konten yang sangat besar. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa energi yang sangat besar bisa didapat dengan daur ulang limbah plastik [5].
Pirolisis merupakan reaksi pemecahan termal dari rantai karbon polimer yang
mempunyai berat molekul besar pada kondisi bebas oksigen dan akan menghasilkan
molekul yang mempunyai berat molekul kecil. Pirolisis plastik adalah metode yang
ekonomis untuk mengatasi masalah limbah plastik dan untuk memproduksi bahan
bakar cair yang berkualitas sama dengan bahan bakar minyak bumi yang digunakan
pada umumnya. Bahan bakar yang di produksi dari proses ini tidak mengandung
sulfur karena tidak ada sulfur pada limbah plastik. Ini adalah sebuah keuntungan
dibandingkan dengan bahan bakar diesel konvensional karena kandungan sulfur
dapat membentuk SO2 setelah pembakaran. SO2 adalah polutan yang menyebabkan
pencemaran udara, yang mana dapat merusak kesehatan manusia [6].
Ada dua metode untuk pirolisis limbah plastik yaitu, termal dan katalitik.
Beberapa katalis padat dapat digunakan untuk degradasi katalitik yaitu molecular
sieve, alumina dan aluminosilikat, silika gel, karbon aktif, dan katalis FCC (Fluid
Catalytic Cracking). Silika gel, alumina dan aluminosilikat dapat dianggap asam
alami, karena dapat mentransfer proton untuk hidrokarbon yang bertindak sebagai
basa lemah [7]. Katalis terdiri dari asam Lewis dan Bronsted, yang menjadi faktor
penting pada aktivitas katalis dan selektifitas produk. Hal ini karena asam Bronsted
memainkan peran penambahan proton dan asam Lewis terlibat dalam hybride
abstraction yang menuntun reaksi dengan pola yang berbeda pada degradasi
hidrokarbon [8].
3

Sebelumnya juga telah dilakukan penelitian oleh Gonzales et al [7] tentang


pengaruh penggunaan beberapa jenis katalis pada degradasi katalitik polietilen dan
didapatkan konversi maksimum dengan penggunaan katalis silika gel pada suhu 450
C, 5A molecular sieve pada suhu 700 C, dan karbon aktif pada suhu 450 C. Fraksi
gas yang didapatkan pada pemecahan dengan silika gel mempunyai komposisi
metana tertinggi yaitu 34 %.
Dari uraian diatas penelitian dengan judul Pengaruh Suhu dan Persen Katalis
dalam Pirolisis Limbah Plastik Jenis Polipropilen dengan Katalis Silika terhadap
Yield dan Kualitas Bahan Bakar Cair yang dihasilkan ini layak dilakukan untuk
mengurangi pencemaran oleh limbah plastik dan mencari solusi atas krisis bahan
bakar didunia khususnya di Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah


Proses pirolisis limbah polimer termoplastik (PE, PP, PS) menjadi bahan bakar
cair dengan menggunakan beberapa jenis katalis telah banyak dilakukan oleh
beberapa peneliti. Akan tetapi, pembuatan bahan bakar cair dari plastik bekas
kemasan gelas (PBKG) jenis polipropilena dengan menggunakan katalis silika gel
belum pernah dilakukan. Oleh sebab itu perlu diteliti lebih lanjut pengaruh jumlah
katalis silika gel dan suhu proses terhadap yield dan kualitas bahan bakar cair yang
dihasilkan dari plastik bekas kemasan gelas (PBKG).

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh variabel proses (suhu
proses dan jumlah katalis silika gel) terhadap yield dan kualitas bahan bakar cair yang
dihasilkan dari plastik kemasan gelas (PBKG) jenis polipropilena meliputi densitas /
spesific gravity / API gravity, viskositas kinematis, cetane number, heating value,
karakteristik Fourier Transform Infra - Red (FTIR), dan karakteristik Gas
Chromatography - Mass Spektrofotometer (GC-MS).

1.4 Manfaat Penelitian


1. Meningkatkan nilai ekonomis limbah plastik khususnya PP (Polipropilena)
yang berasal dari plastik bekas kemasan gelas (PBKG).
4

2. Medapatkan solusi dari permasalahan pencemaran oleh limbah plastik di


Indonesia.
3. Mendapatkan solusi dari permasalahan krisis energi di Indonesia.
4. Menambah informasi bagi peneliti mengenai pembuatan bahan bakar dari
limbah plastik jenis polipropilena yang menggunakan teknik pirolisis dengan
menggunakan katalis silika.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia,
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah Polipropilena daur ulang
yang diperoleh dari plastik bekas kemasan gelas (PBKG) dan katalis yang digunakan
adalah SiO2 (silika gel).
Variabel penelitian adalah sebagai berikut :
Tanpa penggunaan katalis dan dengan penggunaan katalis dengan rasio
katalis Silika gel : Polipropilena (b : b) = 1 : 10 ; 1,5 : 10 ; 2 : 10 ; 2,5 :
10 ; dan 3 : 10.
Suhu pirolisis = 200 0C, 250 0C, 300 0C, 350 0C, dan 400 0C dengan waktu
reaksi selama 2 jam
Analisa hasil penelitian yang dilakukan yaitu analisis yield dan karakterisasi
minyak yang meliputi :
Analisis Densitas / Spesific Gravity / API Gravity
Analisis Viskositas Kinematik
Analisis Cetane number / CCI (Calculated Cetane Index)
Analisis Heating Value
Analisis FTIR
Analisis GC-MS

Anda mungkin juga menyukai