Definisi
Dakriosistitis merupakan suatu inflamasi pada sakus lakrimal, yang biasanya terjadi
karena obstruksi duktus nasolakrimal. Obstruksi bisa disebabkan oleh stenosis inflamasi
idiopatik (primary acquired nasolacrimal duct obstruction) atau sebab sekunder akibat dari
trauma, infeksi, inflamasi, neoplasma, atau obstruksi mekanik (secondary acquired nasolacrimal
duct obstruction)
Etiologi
Dakriosistitis akut biasanya sering disebabkan oleh bakteri kokus gram negatif,
sedangkan dakriosistitis kronik disebabkan oleh campuran; bakteri gram negatif maupun positif.
Bakteri yang sering ditemukan umumnya didominasi oleh streptokokus pneumonia dan
stapilokokus Sp. Infeksi jamur biasanya oleh candida albikan dan aspergillus Sp, biasanya
infeksi akibat jamur jarang ditemukan. Dakriosistitis akut pada anak-anak sering disebabkan oleh
Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa sering disebabkan oleh Staphylococcus
aureus dan Streptococcus -haemolyticus.
Manifestasi Klinis
Nyeri
Eritema
Edema di sacus lakrimalis
Nrocoh
Sekret purulent
Penurunan tajam penglihatan
Klasifikasi
1. Dakriosistitis Akut
Pada keadaan akut, terdapat epifora, sakit yang hebat didaerah kantung air mata dan
demam. Terlihat pembengkakan kantung air mata. Terlihat pembengkakan kantung air mata
disertai sekret yang mukopurulen yang akan memancar bila kantung air mata ditekan, daerah
kantung air mata berwarna merah meradang.
2. Dakriosistitis Kronis
Pada keadaan kronis, tidak terdapat rasa nyeri, tanda-tanda radang ringan, biasanya gejala
berupa mata yang sering berair, yang bertambah bila mata kena angin. Bila kantung air mata
ditekan dapat keluar secret yang mukoid. Infeksi pada dakriosistitis dapat menyebar ke anterior
orbita dengan gejala edema palpebra atau dapat berkembang menjadi selulitis.
3. Dakriosistitis Kongenital
Bentuk khas dari peradangan pada kantong air mata adalah dakriosistitis kongenital,
yang secara patofisiologi sangat erat kaitannya dengan embriogenesis sistem eksresi lakrimal.
Dakriosistitis sering timbul pada bayi yang disebabkan karena duktus lakrimalis belum
berkembang dengan baik. Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan
mortalitasnya juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan
selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital dapat
berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan obstruksi
jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang lambat sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya
ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan.
Diagnosis
Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus
nasolakrimalis adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan Johns dye test.
Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan
untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan anel test (Mardiana &
Roza, 2011).
Dye disappearance test : meneteskan zat warna fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing
satu tetes. Kemudian permukaan kedua mata dilihat dengan slit lamp. Zat warna akan tertinggal
pada mata yang mengalami obstruksi.
Fluorescein clearance test : meneteskan zat warna fluorescein 2% pada mata yang dicurigai
mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Kemudian pasien diminta berkedip
beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien diminta untuk bersin dan menyekanya dengan
tissue. Jika pada tissue terdapat zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami
obstruksi.
Jones dye test I : meneteskan zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes pada mata pasien yang
dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Kemudian kapas yang sudah
ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas
yang dikeluarkan berwarna hijau, berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalis.
Jones dye test II : caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5
tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau, maka dilakukan irigasi pada sakus
lakrimalis. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas, maka fungsi sistem
lakrimalis dalam keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau
pada kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka fungsi sistem lakrimalis sedang
terganggu.
Anel test : dengan memakai spuit yang telah diisi garam fisiologis, disuntikkan melalui pungtum
lakrimal yang sebelumnya dilebarkan dengan dilator pungtum, masuk ke dalam saluran ekskresi,
ke rongga hidung dan sebagian ke tenggorokan. Tes Anel (+) bila terasa asin di tenggorokan,
menunjukkan fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Tes Anel (-) bila tak terasa asin, berarti ada
obstruksi di dalam saluran ekskresi tersebut.
Probing test : menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara
memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, pungtum lakrimal dilebarkan dengan
dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam sakus lakrimalis. Jika probe yang bisa masuk
panjangnya > 8 mm, berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk < 8 mm berarti
ada obstruksi.
Pemeriksaan penunjang lain yang berguna antara lain : CT-scan untuk menentukan penyebab
obstruksi duktus nasolakrimalis, terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan, serta
dacryocystography dan dacryoscintigraphy untuk mendeteksi adanya suatu kelainan anatomi
pada sistem drainase lakrimal.
Diagnosis Banding
1. Hordeolum
2. Selulitis Orbita
Penatalaksanaan
Non-Farmakologi : Dikompres dengan air hangat, dipijat daerah saccus lakrimalis
Farmakologi :
Komplikasi
Abses palpebral
Ulkus
Selulitis Orbita
Prognosis
Dubia et Bonam