Anda di halaman 1dari 7

OSTEOPOROSIS

A. Pengertian Osteoporosis

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan

porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang

keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah

atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas

jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang ( Tandra, 2009).

Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di

Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa

tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas

jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan

tulang dengan risiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).

Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah

kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan

dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang

merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang

(Junaidi, 2007).

Tulang adalah jaringan yang hidup dan terus bertumbuh. Tulang mempunyai

struktur, pertumbuhan dan fungsi yang unik. Bukan hanya memberi kekuatan dan

membuat kerangka tubuh menjadi stabil, tulang juga terus mengalami perubahan
karena berbagai stres mekanik dan terus mengalami pembongkaran, perbaikan dan

pergantian sel.

Untuk mempertahankan kekuatannya, tulang terus menerus mengalami

proses penghancuran dan pembentukan kembali. Tulang yang sudah tua akan dirusak

dan digantikan oleh tulang yang baru dan kuat. Proses ini merupakan peremajaan

tulang yang akan mengalami kemunduran ketika usia semakin tua.

Pembentukan tulang paling cepat terjadi pada usia akil balig atau pubertas,

ketika tulang menjadi makin besar, makin panjang, makin tebal, dan makin padat

yang akan mencapai puncaknya pada usia sekitar 25-30 tahun. Berkurangnya massa

tulang mulai terjadi setelah usia 30 tahun, yang akan makin bertambah setelah diatas

40 tahun, dan akan berlangsung terus dengan bertambahnya usia, sepanjang

hidupnya. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan massa tulang yang

berakibat pada osteoporosis ( Tandra, 2009).

B. Penyebab Osteoporosis

Beberapa penyebab osteoporosis, yaitu:

1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen

(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium

kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-

75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen

produksinya mulai menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus

berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal ini berakibat menurunnya massa

tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang

berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang

(osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblas). Senilis berarti bahwa keadaan ini

hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas

70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali menderita

osteoporosis senilis dan pasca menopause.

3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang

disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh

gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta

obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, antikejang, dan hormon tiroid yang

berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok dapat memperburuk keadaan

ini.

4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak

diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi

hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari

rapuhnya tulang ( Junaidi, 2007).

C. Gejala Osteoporosis

Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai puluhan tahun

tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau

hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang.

Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau gejala

sebagai berikut:

1. Tinggi badan berkurang


2. Bungkuk atau bentuk tubuh berubah

3. Patah tulang

4. Nyeri bila ada patah tulang (Tandra, 2009).

2.5 Faktor Risiko Osteoporosis

Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan faktor risiko yang berbeda. Faktor

risiko Osteoporosis dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang tidak dapat dikendalikan dan yang

dapat dikendalikan. Berikut ini faktor risiko osteoporosis yang tidak dapat dikendalikan:

1.Jenis kelamin

Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis lebih besar dibandingkan

kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam

tubuh sejak usia 35 tahun.

2. Usia

Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena secara alamiah

tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya usia. Osteoporosis pada usia lanjut terjadi

karena berkurangnya massa tulang yang juga disebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk

menyerap kalsium.

3. Ras

Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena osteoporosis. Karena itu,

ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia, Denmark) dan Asia berisiko lebih tinggi terkena

osteoporosis dibanding ras Afrika hitam. Ras Afrika memiliki massa tulang lebih padat

dibanding ras kulit putih Amerika. Mereka juga mempunyai otot yang lebih besar sehingga
tekanan pada tulang pun besar. Ditambah dengan kadar hormon estrogen yang lebih tinggi pada

ras Afrika.

4. Pigmentasi dan tempat tinggal

Mereka yang berkulit gelap dan tinggal di wilayah khatulistiwa, mempunyai risiko

terkena osteoporosis yang lebih rendah dibandingkan dengan ras kulit putih yang tinggal di

wilayah kutub seperti Norwegia dan Swedia.

5. Riwayat keluarga

Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis atau mempunyai massa tulang

yang rendah, maka keturunannya cenderung berisiko tinggi terkena osteoporosis.

6. Sosok tubuh

Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi terkena osteoporosis. Demikian

juga seseorang yang memiliki tubuh kurus lebih berisiko terkena osteoporosis dibanding yang

bertubuh besar.

7. Menopause

Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena tubuh tidak lagi

memproduksinya. Padahal hormon estrogen dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan

mempertahankan massa tulang. Semakin rendahnya hormon estrogen seiring dengan

bertambahnya usia, akan semakin berkurang kepadatan tulang sehingga terjadi pengeroposan

tulang, dan tulang mudah patah. Menopause dini bisa terjadi jika pengangkatan ovarium terpaksa

dilakukan disebabkan adanya penyakit kandungan seperti kanker, mioma dan lainnya.

Menopause dini juga berakibat meningkatnya risiko terkena osteoporosis.

Berikut ini faktor faktor risiko osteoporosis yang dapat dikendalikan. Faktor-faktor ini

biasanya berhubungan dengan kebiasaan dan pola hidup.


1. Aktivitas fisik

Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya tidak terlatih dan menjadi

kendor. Otot yang kendor akan mempercepat menurunnya kekuatan tulang. Untuk

menghindarinya, dianjurkan melakukan olahraga teratur minimal tiga kali dalam seminggu (lebih

baik dengan beban untuk membentuk dan memperkuat tulang).

2. Kurang kalsium

Kalsium penting bagi pembentukan tulang, jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan

mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada

di tulang. Kebutuhan akan kalsium harus disertai dengan asupan vitamin D yang didapat dari

sinar matahari pagi, tanpa vitamin D kalsium tidak mungkin diserap usus (Suryati, 2006).

3. Merokok

Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding bukan perokok. Telah

diketahui bahwa wanita perokok mempunyai kadar estrogen lebih rendah dan mengalami masa

menopause 5 tahun lebih cepat dibanding wanita bukan perokok. Nikotin yang terkandung dalam

rokok berpengaruh buruk pada tubuh dalam hal penyerapan dan penggunaan kalsium. Akibatnya,

pengeroposan tulang/osteoporosis terjadi lebih cepat.

4. Minuman keras/beralkohol

Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil pada dinding lambung. Dan ini

menyebabkan perdarahan yang membuat tubuh kehilangan kalsium (yang ada dalam darah) yang

dapat menurunkan massa tulang dan pada gilirannya menyebabkan osteoporosis.

5. Minuman soda

Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan kafein (caffein). Fosfor akan

mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar dari tulang, sedangkan kafein meningkatkan
pembuangan kalsium lewat urin. Untuk menghindari bahaya osteoporosis, sebaiknya konsumsi

soft drink harus dibarengi dengan minum susu atau mengonsumsi kalsium ekstra (Tandra, 2009)

6. Stres

Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu kortisol yang diproduksi

oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon kortisol yang tinggi akan meningkatkan pelepasan kalsium

kedalam peredaran darah dan akan menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga

meningkatkan terjadinya osteoporosis.

7. Bahan kimia

Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan makanan (sayuran

dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan bermotor, dan limbah industri seperti

organoklorida yang dibuang sembarangan di sungai dan tanah, dapat merusak sel-sel tubuh

termasuk tulang. Ini membuat daya tahan tubuh menurun dan membuat pengeroposan tulang

(Waluyo, 2009).

Anda mungkin juga menyukai