Anda di halaman 1dari 8

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA TUGAS BACA

FAKULTAS KEDOTERAN MEI 2017


UNIVERSITAS PATTIMURA

PEMERIKSAAN REFLEKS PUPIL DAN PEMERIKSAAN RELATIVE


AFFERENT PUPILLARY DEFECT (RAPD)

Disusun Oleh:

Gyztantika P. Patadungan

NIM. 2012-83-010

Konsulen

dr. Carmila L. Tamtelahitu, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2017
A. Pemeriksaan Refleks Pupil
Pupil merupakan lubang kecil di tengah iris yang berfungsi
mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata. Pupil
normal mempunyai diameter berkisar antara 2 sampai 6 mm dengan rata-
rata diameternya adalah 3,5 mm. Tidak semua individu yang sehat
memiliki diameter pupil yang sama. Ukuran pupil dapat dikontrol dan
disesuaikan oleh kontraksi otot-otot iris untuk menerima banyaknya
cahaya masuk ke mata.

Gambar 1. Penampang Bola Mata

Pupil yang sempit disebut miosis dan pupil yang lebar disebut
midriasis. Dalam keadaan nyeri, takut dan cemas akan terjadi midriasis.
Sedangkan dalam keadaan tidur, tekanan intrakranial tinggi, dan koma
dapat terjadi miosis. Miosis juga dapat terjadi sebagai tanda paralisis saraf
simpatetik bagian torakal atas dan midriasis akibat paralisis saraf
okulomotorius atau hasil iritasi saraf simpatetik bagian torakal atas.
Gambar 2. Refleks Pupil

Pemeriksaan refleks pupil dibagi menjadi dua bagian yakni respon


cahaya langsung dan respon cahaya konsensual. Tujuan dilakukannya
pemeriksaan refleks pada pupil adalah untuk melihat refleks miosis pupil
akibat suatu penyinaran pada mata, baik reaksi penyinaran pada mata yang
bersangkutan atau refleks tidak langsung pada mata yang lainnya.

B. Pemeriksaan Relative Afferent Pupillary Defect (RAPD)


Neuroanatomi Jaras-Jaras Pupil
Evaluasi respons pupil penting untuk menentukan lokasi lesi yang
mengenai jaras optik. Pemeriksa harus mengetahui seluk-beluk
neuroanatomi jaras-jaras respons pupil terhadap cahaya dan jaras-jaras
untuk melihat dekat. Respons pupil terhadap cahaya adalah suatu refleks
murni yang keseluruhan jarasnya terletak di subkorteks. Serat pupil aferen
termasuk dalam nervus opticus dan jaras penglihatan sampai serat tersebut
meninggalkan traktus optikus tepat sebelum nucleus genikulatus lateralis.
Serat-serat tersebut berdekusasi di kiasma dengan cara yang sama dengan
serat-serat sensorik penglihatan lalu masuk ke otak tengah melalui
brachium colliculus superioris dan bersinaps di nukleus pretektalis. Setiap
nucleus pretektalis mendekusasi neuron-neuron di dorsal aqueductus
cerebri ke nucleus Edinger Westphal ipsilateral dan kontralateral melalui
komisura posterior dan substantia grisea periaquaductales. Kemudian
terjadi sinaps di nukleus Edinger Westphal nervus oculomotorius.
Jaras eferen berjalan melalui nervus ketiga ke ganglion ciliare di
orbita lateralis. Serat-serat pascaganglion berjalan melalui nervus ciliaris
brevis untuk mempersarafi otot sfingter iris. Cahaya yang menyinari mata
kanan menimbulkan respons langsung (direct) di mata kanan dan suatu
respons konsensual tak langsung (indirect) segera di mata kiri. Intensitas
respons di setiap mata sebanding dengan kemampuan membawa cahaya
nervus opticus yang terstimulasi secara langsung.

Gambar 3. Neuroanatomi Jaras-jaras Pupil


Salah satu penilaian terpenting yang harus dilakukan pada pasien
yang mengeluhkan penurunan penglihatan adalah menentukan apakah
keluhan tersebut disebabkan oleh masalah pada mata misalnya katarak
atau oleh masalah nervus opticus yang cenderung lebih serius. Bila
terdapat suatu lesi di nervus opticus, refleks pupil terhadap cahaya (baik
refleks langsung di mata yang dirangsang dan refleks konsensual di mata
sebelahnya) kurang kuat saat mata yang sakit dirangsang dibandingkan
saat mata yang normal dirangsang. Fenomena ini disebut defek pupil
aferen relatif (relative afferent pupillary defect, RAPD). Fenomena ini juga
akan positif bila terdapat suatu lesi besar di retina atau lesi berat di
makula. Katarak yang padat sekalipun tidak mengganggu respons pupil.
Penyebab penurunan penglihatan unilateral tanpa defek pupil aferen
termasuk gangguan refraksi, kekeruhan media selain katarak, seperti
kekeruhan kornea atau perdarahan vitreus, ambliopia, penurunan
penglihatan fungsional.
Tujuan dilakukannya pemeriksaan Relative Afferent Pupillary
Defect (RAPD) adalah untuk mengetahui apakah serabut aferen mata
berfungsi baik dengan melihat reaksi pupil langsung dan tidak langsung.

Refleks pupil langsung terjadi akibat penyinaran pada mata, maka


rangsangan melalui saraf optic atau serabut aferen akan diteruskan ke
nucleus saraf ke III. Akibat rangsangan ini akan terjadi hal berikut:
1. Pada sisi yang sama serabut eferen atau saraf ke III meneruskan
rangsangan ke pupil untuk mengecil. Dalam hal ini terjadi refleks pupil
langsung yang positif.
2. Pada sisi berlawanan saraf eferen atau nervus III pun dirangsang oleh
nucleus yang akan meneruskan rangsangan ke pupil sebelahnya. Bila
pupil tersebut mengecil maka keadaan ini disebut refleks pupil tidak
langsung atau konsensual untuk mata yang tidak disinari adalah positif.

Untuk hasil atau interpretasi dari pemeriksaan ini apabila terdapat


dilatasi mata yang sehat waktu mata sakit disinari berarti fungsi makula
dan saraf optik (saraf aferen) tidak baik atau terdapat pupil eferen defek.
Namun, hal ini tidak akan terjadi bila terdapat kerusakan yang sama pada
kedua saraf optik.

C. Swinging Light Test


Swinging light test merupakan tes yang biasanya dilakukan untuk
mengetahui keadaan fungsi saraf optik dengan melihat reaksi pupil yang
terjadi waktu dilakukannya penyinaran pada mata.cahay bersinar dalam
satu mata, dan kemudian dengan cepat beralih ke yang lain. Hal ini
diulang kembali dan sebagainya, sampai salah satu dari empat kesimpulan
tercapai. Karena cahaya dalam satu pupil mengerut, cepat beralih dari satu
mata ke yang lain akan memberikan indikasi relatif dari fungsi masing-
masing mata dan saraf optik. Jika kedua mata sama-sama disfungsional,
tidak ada relatif cacat akan ditemukan.

Tahap-tahap Pemeriksaan :

1. Gunakan senter yang terang dan dapat fokus untuk memeberikan cahaya
yang sempit dan sama. Lakukan pada ruang semi gelap.

2. Minta pasien untuk menatap lurus ke obyek yang jauh dan tetap tahan
terus tatapannya. Gunakan snellen chart atau gambar agar pasien mudah
fokus. Hal ini dilakukan untuk mencegah refleks akomodasi pupil.
Pemeriksa tidak boleh menghalangi pandangan pasien terhadap objek
fiksasi.

3. Gerakkan senter dari satu mata ke mata yang lain dengan cepat dengan
cahaya mengarah langsung ke tiap mata. Jangan mengayunkan cahaya ada
aksis tengah (misalnya pada hidung) karena dapat menstimulasi respon
dekat.

4. Taruh sumber cahaya pada jarak yang sama di setiap mata untuk
memastikan stimulus cahaya sama terangnya.

5. Jaga cahaya selama 3 detik pada mata pertama, hal ini untuk
menstabilisasi ukuran pupil. Perhatikan pupil langsung berkontriksi bila
terkena cahaya. Perhatikan juga apa yang trjadi pada pupil mata lain.

6. Gerakkan cahaya secara cepat ke mata lainnya, sekali lagi tahan cahaya
selama tiga detik. Perhatikan apakah pupil yang sedang disinari tetap
ukurannya, atau bertambah besar. Perhatikan juga bagaima pupil
sebelahnya.

Hasil dari dilakukannya tes meliputi :

1. Tidak ada defek pupil aferen


Kedua pupil menyempit sama tanpa bukti pupil ulang dilatasi dengan
tes senter berayun kecuali mungkin untuk Hippus.
2. Defek pupil aferen ringan
Pupil yang terkena menunjukkan penyempitan awal yang lemah,
diikuti dengan pelebaran ke ukuran yang lebih besar.
3. Defek pupil aferen sedang
Pupil yang terkena menunjukkan penyempitan awal yang stabil atau
tidak berubah dari penyempitan, diikuti dengan pelebaran ke ukuran
yang lebih besar.
4. Defek pupil aferen besar
Pupil yang terkena menunjukkan dilatasi langsung ke ukuran yang
lebih besar.

Kondisi yang mengarah pada Relative Afferent Pupillary Defect


(RAPD) meliputi gangguang saraf optik diantaranya:

a. Neuropati optik lateral adalah penyebab umum RAPD. Jika


kondisi ini bilateral simetris, tidak akan terjadi RAPD.
b. Neuritis optik
c. Neuropati optik iskemik
d. Glaukoma
e. Neuropati optik trauma
f. Optik tumor saraf
g. Penyakit orbital
h. Radiasi kerusakan saraf optik
i. Neuropati optik Miscellaneous, seperti neuropati Leber optik
(biasanya berakhir bilateral)
j. Infeksi saraf optik, misalnya oleh Cryptoccocus.
k. Kerusakan bedah saraf.

Namun, adapula kondisi-kondisi yang tidak dapat menyebabkan


terjadinya RAPD seperti refraksi error, media opacity (katarak, bekas luka
kornea, hyphema, perdaraha vitreous), operasi mata sebelumnya, serta
strabismus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganong, William F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC;


2003.
2. Ilyas SH. Dasar teknik pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata. Edisi
4. Jakarta. Badan Penerbit FKUI; 2012.
3. https://www.richmondeyye.com/clinical-content-the-relative-afferent-
pupillary-defect/
4. Broadway CD. How to test for a relative afferent papillary defect
(RAPD). Us National Library of Medicine National institutes of
Health. 2012. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3588138/

Anda mungkin juga menyukai