Anda di halaman 1dari 173

BAB I

PENGANTAR & PRINSIP


PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK

Ilmu Kedokteran Forensik = ilmu pengetahuan yang menggunakan multidisiplin ilmu tujuan
untuk membuat terang suatu perkara pidana dan membuktikan ada tidaknya kejahatan atau
pelanggaran dengan memeriksa barang bukti (Physical Evidence) dalam perkara tersebut.

• Cabang spesialistik ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran


untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan.
• Persamaan : Kedokteran Kehakiman; Legal Medicine; Medical Jurisprudence; Forensic
Medicine; Clinical Forensic; Pathology Forensic.
• ≠ Hukum Kedokteran (Medical Law)

Peran Kedokteran Forensik?


Menentukan:
Mengapa: Di Masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum menyangkut tubuh
manusia. Sejarah  forum
Bagaimana: Manfaatkan ilmu secara optimal & penuh kejujuran, serta pemeriksaan KF
terhadap korban hidup/mati/bagian tubuh manusia
Untuk: Menemukan kelainan, bilamana timbul, penyebab & sebab cedera, penyebab,
mekanisme, saat & cara kematian, serta identifikasi

• Kedokteran Forensik memiliki sub ilmu yaitu:


- Autopsi Forensik, berbeda dengan autopsi anatomi
- Patologi Anatomi Forensik
- Toksikologi Forensik dan Kimiawi Forensik
Misalnya : berkaitan dengan obat-obatan psikotropika yang bisa diperiksa
dengan sampel urin
- Parasitologi Forensik / Entomologi Forensik
Misalnya : apabila pada autopsi ditemukan larva lalat, ini harus diperiksa oleh
bagian parasitologi forensik supaya bisa membantu menemukan waktu
kematian
- Odontologi Forensik : pemeriksaan gigi
- Antropologi Forensik : pemeriksaan seluruh tubuh dari tulang sampai gigi
- Radiologi Forensik
o Termasuk disini adalah photo-photo, CT-Scan, dan USG.
o Alat Bantu diatas dapat dipakai sebagai alat bukti pada proses hukum.
- Traumatologi Forensik
o Trauma terdiri dari : trauma fisik, trauma kimia, dan balistik (senjata
api), dll
- Psikiatri Forensik
o Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pelaku, dimana pelaku
melakukan kejahatan berdasarkan adanya gangguan jiwa dan bagian ini
dilakukan oleh psikiater ataupun psikolog.
- Laboratorium Forensik
o Tidak hanya pemeriksaan kimiawi, PA, toksikologi tapi juga DNA
yang diambil dari jaringan yang tidak cepat membusuk.Misal : rambut,
percikan darah

Roman Forensik Edisi 8 1


Roman Forensik Edisi 8 2
Proses penyidikan perkara pidana
a. menerima laporan/informasi dan atau melihat langsung terjadinya perkara, masuk Berita
Acara Pemeriksaan (BAP)
b. mencari informasi/memeriksa TKP dan para saksi peristiwa serta pemeriksaan para saksi
c. melakukan konsultasi terhadap para ahli untuk pemeriksaan barang bukti korban/terdakwa
atas dasar legalitas hukum
d. penyidikan lebih lanjut atas informasi/keterangan para ahli
e. pemberian label terhadap barang bukti mati dan surat permintaan pemeriksaan/ konsultasi
kepada yang lebih berwenang
f. pengawalan langsung terhadap pengiriman/konsultasi Barang Bukti atau kasus
korban/terdakwa untuk pemeriksaan tertentu
g. pendekatan dan penjelasan kepada keluarga korban atau korban untuk macam
pemeriksaan Kedokteran Forensik dan persetujuannya (Informed Consent)

• Jadi Singkatnya :
- ada surat permintaan penyidik
- ada surat persetujuan keluarga/korban/terdakwa untuk pemeriksaan
- legalitas hukum pengiriman Barang Bukti/korban atau terdakwa untuk
pemeriksaan

Dalam proses pemeriksaan medis


• kesiapan Barang bukti/korban/terdakwa dan penyidik (termasuk keluarga bila perlu)
• penyidik siap melihat langsung pemeriksaan dan mengamankan lingkungan, mencatat
serta membuat dokumentasi fakta pada korban/BB akibat peristiwa
• penyidik siap sebagai konsultan peristiwa dan penghubung keluarga sesuai kebutuhan
pihak medis
• penyidik siap menerima BB yang lain yang terdapat pada korban/BB untuk pemeriksaan
lebih lanjut atau untuk barang bukti di sidang pengadilan
• menyerahkan jenazah korban atau korban hidup kepada keluarga setelah pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dianggap selesai
• menerima hasil pemeriksaan medis, sementara atau definitif
• bertanggung jawab terhadap seluruh biaya pemeriksaan medis (Perda, SK Direktur RS,
Pasal 136 KUHAP)

Dalam proses sidang pengadilan


• koordinasi penyidik, jaksa, hakim, terdakwa, para saksi/saksi ahli dan penasehat hukum
serta keluarga korban/terdakwa
• pertanggunganjawab masing-masing para saksi, saksi ahli, penyidik serta terdakwa atau
korban hidup yang dapat/siap di sidang
• pengawalan dan pengamanan lingkungan, terdakwa, korban hidup dan para saksi/saksi
ahli
• surat panggilan para saksi/saksi ahli, korban hidup dan terdakwa
• kesiapan alat bukti, barang bukti untuk dipertanggungjawabkan dalam forum
• kesiapan forum sidang pengadilan sesuai hukum yang berlaku
• kesiapan para saksi ahli termasuk dokter untuk mengucapkan sumpah di forum sidang
pengadilan

Roman Forensik Edisi 8 3


Kerahasiaan
• kerahasiaan hukum, medis oleh profesi masing-masing
• tanpa/bebas rahasia dalam forum sidang pengadilan khususnya para saksi/saksi ahli dan
penyidik
• kerahasiaan medis dan hukum tetap terjaga di luar forum pengadilan sebelum dan sesudah
perkara selesai
• ada sanksi terhadap para personalia pemegang rahasia

Prinsip hasil pemeriksaan medis


• obyektif sesuai pengamatan/pemeriksaan pihak medis
• berdasarkan norma atauran/standart pelayanan medis, khususnya standar pelayanan
kedokteran forensik
• landasan utama berdasarkan ilmu kedokteran orientasi ilmu hukum
• dapat dipertanggungjawabkan secara medis berorientasi / tidak berorientasi dengan ilmu
hukum

Informed concent
• prinsipnya merupakan hak korban/keluarga korban untuk dilakukan pemeriksaan
berdasarkan informasi dari pihak penyidik (Pasal 134 KUHAP)
• penyidik perlu koordinasi dengan tim medis dan keluarga korban untuk, menentukan
macam pemeriksaan (PL, autopsi, TKP, penunjang, dll)
• penyidik memiliki Pasal 222 KUHP dalam menentukan pemeriksaan jenazah (PL,
autopsi)
• Jadi Informed Consent :
- dari pihak penyidik untuk tim medis dan penyidik berupa surat permintaan V et R
- dari korban/keluarga korban – antara pihak penyidik, tim medis dan keluarga
korban berupa surat persetujuan keluarga
- dari keluarga korban – untuk :
o pangruti jenazah (agama)
o pengawetan jenazah (penundaan pemakaman dan WNA)
o pengiriman/transportasi jenazah (Ambulance dan pesawat terbang)

Rekam Medis
• Rekam medis tertuang/tertulis dalam status korban, berkaitan dengan segala macam
pemeriksaan medis serta hasilnya
• V et R adalah merupakan laporan data dari RM murni yang sudah dianalisis dari data RM
dan pertanggungjawabnya
• RM bersifat rahasia medis, Rumah Sakit, pribadi dan hukum (HAM, PP 10 tahun 1966
dan Pasal 170 KUHAP).
• Pelepasan rahasia di sidang pengadilan bebas sanksi (Pasal 48, 49, 50, 51 KUHP), bila
diluar sidang sanksinya menurut hukum yang berlaku.
• RM dan IC berdasarkan hukum tertulis dari Permenkes RI.

Roman Forensik Edisi 8 4


Perbedaan : V et R Surat Keterangan Medis

Korban/penderita Merupakan barang bukti Merupakan pasien


medis
Pembuat Dokter Dokter atau dokter gigi
Awal kontrak/ Kontrak pemeriksaan Kontrak pemeriksaan dari pasien
permintaan dari pihak berwenang sendiri
pemeriksaan (polisi, jaksa, hakim)
Format laporan Dalam bentuk visum et Dalam bentuk surat keterangan
repertum medis (misal surat keterangan
sehat)
Penyerahan laporan Diserahkan kepada pihak Diserahkan hanya kepada pasien
pemohon
Masa berlaku Sampai berakhirnya Ada batas waktu tertentenggang
proses peradilan waktu tertentu)

Informed consent Tidak diperlukan Harus ada

Roman Forensik Edisi 8 5


BAB II
VISUM ET REPERTUM SERTA
CARA, SEBAB, & MEKANISME KEMATIAN

Pengertian
• Menurut bahasa: berasal dari Bahasa Latin yaitu Visum (sesuatu yang dilihat) dan
Repertum (melaporkan).
• Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah
jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya.
• Menurut Lembaran Negara (Staatsblad) 350 tahun 1937: Suatu laporan medik forensik
oleh dokter atas dasar sumpah jabatan terhadap pemeriksaan barang bukti medis
(hidup/mati) atau barang bukti lain, biologis (rambut, sperma, darah), non-biologis
(peluru, selongsong) atas permintaan tertulis oleh penyidik ditujukan untuk peradilan.

Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum


Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah di
pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung.
Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah sesuai dengan KUHP
pasal 184.

Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Keterangan terdakwa
4. Surat-surat
5. Petunjuk

Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:


1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan VeR
yang lebih baru

Pembagian Visum et Repertum


Ada 3 jenis visum et repertum, yaitu:
1. VeR hidup
VeR hidup dibagi lagi menjadi 3, yaitu:
a. VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat seketika, dimana korban tidak memerlukan
perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga tidak menghalangi pekerjaan korban.
Kualifikasi luka yang ditulis pada bagian kesimpulan yaitu luka derajat I atau luka
golongan C.
b. VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk sementara waktu, karena korban
memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga menghalangi pekerjaan
korban. Kualifikasi luka tidak ditentukan dan tidak ditulis pada kesimpulan.
Ada 5 manfaat dibuatnya VeR sementara, yaitu
• Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak
• Mengarahkan penyelidikan
• Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara
terhadap terdakwa
• Menentukan tuntutan jaksa
• Medical record

Roman Forensik Edisi 8 6


c. VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana luka korban telah dinyatakan sembuh
atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Bila korban
meninggal, maka dokter membuat VeR jenazah. Dokter menulis kualifikasi luka pada
bagian kesimpulan VeR.
2. VeR jenazah, yaitu VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan pembuatan
VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian.
3. Ekspertise, yaitu VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh korban,
misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut, dan lain-lain. Ada sebagian
pihak yang menyatakan bahwa ekspertise bukan merupakan VeR.

Pembagian lain visum et repertum:


1. menurut peristiwa:
a. VeR perlukaan
b. VeR kejahatan seksual
c. VeR psikiatrik
d. VeR jenazah
2. menurut barang bukti:
a. VeR hidup
b. VeR mati
3. menurut sifat :
a. VeR sementara, lanjutan, definitif
b. VeR barang bukti benda, ekshumasi, TKP

Susunan Visum et Repertum


Ada 5 bagian visum et repertum, yaitu:
1. Pembukaan
Ditulis ‘pro justicia’ yang berarti demi keadilan dan ditulis di kiri atas sebagai pengganti
materai.
2. Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi:
• Identitas tempat pembuatan visum berdasarkan surat permohonan mengenai jam,
tanggal, dan tempat
• Pernyataan dokter, identitas dokter
• Identitas peminta visum
• Wilayah
• Identitas korban
• Identitas tempat perkara
3. Pemberitaan
Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan, berupa:
• Apa yang dilihat, yang ditemukan sepanjang pengetahuan kedokteran
• Hasil konsultasi dengan teman sejawat lain
• Untuk ahli bedah yang mengoperasi  dimintai keterangan apa yang diperoleh. Jika
diopname  tulis diopname, jika pulang  tulis pulang
• Tidak dibenarkan menulis dengan kata-kata latin
• Tidak dibenarkan menulis dengan angka, harus dengan huruf untuk mencegah
pemalsuan.
• Tidak dibenarkan menulis diagnosis, melainkan hanya menulis ciri-ciri, sifat, dan
keadaan luka.

Roman Forensik Edisi 8 7


4. Kesimpulan
Bagian kesimpulan memuat pendapat pribadi dokter tentang hubungan sebab akibat antara
apa yang dilihat dan ditemukan dokter dengan penyebabnya. Misalnya jenis luka,
kualifikasi luka, atau bila korban mati maka dokter menulis sebab kematiannya.
5. Penutup
Bagian penutup memuat sumpah atau janji, tanda tangan, dan nama terang dokter yang
membuat. Sumpah atau janji dokter dibuat sesuai dengan sumpah jabatan atau pekerjaan
dokter.

Kualifikasi Luka
Ada 3 kualifikasi luka pada korban hidup, yaitu:
1. Luka ringan / luka derajat I/ luka golongan C
Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau tidak
menghalangi pekerjaan korban. Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 352 ayat
1.
2. Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B
Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan penyakit atau menghalangi
pekerjaan korban untuk sementara waktu. Hukuman bagi
3. Luka berat / luka derajat III / luka golongan A
Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6, yaitu:
- Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau membawa bahaya maut
(NB : semua luka tembus yang mengenai kepala, dada atau perut dianggap membawa
bahaya maut)
- Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban selamanya
- Hilangnya salah satu panca indra korban
- Cacat besar
- Terganggunya akan selama > 4 minggu
- Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu

Prosedur Permintaan, Penerimaan, dan Penyerahan Visum et Repertum


Pihak yang berhak meminta VeR
1. Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara untuk
menjalankan undang-undang.
2. Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II.
3. Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat.
4. Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C.

Syarat pembuat:
• Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
• Di wilayah sendiri
• Memiliki SIP
• Kesehatan baik

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat
VeR korban hidup, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau
keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.

Roman Forensik Edisi 8 8


8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat
VeR jenazah, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi.

Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam,
penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas
waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20 hari. Bila belum
selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.

Lampiran visum
• Fotografi forensik
• Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut
• Penjelasan  istilah kedokteran
• Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi)

CARA, SEBAB, DAN MEKANISME KEMATIAN

Cara kematian = macam kejadian yang bertanggung jawab terhadap kematian


Cara Kematian :
1. Wajar : karena penyakit
2. Tidak wajar : pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan
Sebab Kematian = penyakit atau cedera/luka yang bertanggung jawab terhadap timbulnya
kematian
Sebab kematian :
1. Penyakit : gangguan SCV, SSP, respirasi, GIT, urogenital
2. Trauma :
a. mekanik : - tajam : iris, tusuk, bacok
- tumpul : memar, lecet, robek, patah
- senjata api (balistik)
- bahan peledak/bom
b. fisik : - suhu : dingin, panas
- listrik/petir
c. kimiawi : - asam
- basa
- intoksikasi

Mekanisme Kematian = gangguan/kelainan fisiologik dan atau biokimia yang bertanggung


jawab terhadap timbulnya kematian
Mekanisme kematian : 1. Mati lemas (asfiksia)
2. Perdarahan
3. Kerusakan organ vital
4. Refleks vagal
5. Emboli, dll
Mekanisme kematian bisa kombinasi beberapa mekanisme

Roman Forensik Edisi 8 9


BAB III
IDENTIFIKASI FORENSIK

Definisi :
• Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun
mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut.
• Identifikasi forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang
ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.

Tujuan Identifikasi forensik :


1. Kebutuhan etis & kemanusiaan
2. Pemastian kematian seseorang secara resmi & yuridis
3. Pencatatan identitas untuk keperluan administratif & pemakaman
4. Pengurusan klaim di bidang hukum publik dan perdata
5. Pembuktian klaim asuransi, pensiun dll
6. Upaya awal dalam suatu penyelidikan kriminal (bila ada)

Peran Identifikasi :
1. Pada Orang Hidup
o semua kasus medikolegal
o penjahat atau prajurit militer yang melarikan diri
o orang yang didakwa pelaku pembunuhan
o orang yang diakwa pelaku pemerkosaan
o identitas bayi baru lahir yang tertukar, untuk menentukan siapa orang tuanya
o anak hilang
o orang dewasa yang karena sesuatu hal kehilangan uangnya
o tuntutan hak milik
o untuk kepentingan asuransi
o tuntutan hak pensiun

2. Pada jenazah, dilakukan pada keadaan;


o kasus peledakan
o kasus kebakaran
o kecelakaan kereta api atau pesawat terbang
o banjir
o kasus kematian yang dicurigai melanggar hukum

Ada dua metode, yaitu ;


a. Identifikasi Komparatif
- Dalam komunitas terbatas
- Data antemortem & postmoterm tersedia
b. Identifikasi Rekonstruktif
- Komunitas korban tidak terbatas
- Data antemortem tidak tersedia

Cara Identifikasi yang biasa dilakukan :


1. Secara visual  keluarga/rekan memperhatikan korban (terutama wajah). Syarat :
korban dalam keadaan utuh. Kelemahan : sangat dipengaruhi faktor sugesti dan emosi
2. Pengamatan pakaian  catat: model, bahan, ukuran, inisial nama & tulisan pada
pakaian. Sebaiknya : simpan pakaian atau potongan pakaian (20x10 cm), foto pakaian

Roman Forensik Edisi 8 10


3. Pengamatan perhiasan  catat : jenis (anting, kalung, gelang, cincin dll), bahan
(emas,perak, kuningan dll), inisial nama. Sebaiknya : simpan perhiasan dengan baik
4. Dokumen : KTP, SIM, kartu golongan darah, dll
5. Medis  pemeriksaan fisik : tinggi & berat badan, warna tirai mata, adanya luka bekas
operasi, tato
6. Odontologi  bentuk gigi & rahang : khas, sangat penting bila jenazah dalam keadaan
rusak/membusuk, perlu diingat : dental record di Indonesia masih sangat terbatas
7. Sidik jari  tidak ada dua orang yang memiliki sidik jari yang sama mudah dan murah
8. Serologi  memeriksa darah dan cairan tubuh korban
9. DNA  sangat akurat, tapi mahal
10. Ekslusi  biasanya digunakan pada korban kecelakaan masal, menggunakan data/daftar
penumpang

Metode pemeriksaan terbagi menjadi dua macam, yaitu :


1. Identifikasi primer :
• DNA
• Sidik Jari
• Odontologi
Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan 2-3 metode
pemeriksaan dengan hasil (+)
2. Identifikasi sekunder
Cara sederhana : melihat langsung ciri seseorang dengan memperhatikan perhiasan,
pakaian dan kartu identitas yang ditemukan.
Cara Ilmiah : melalui teknik keilmuan tertentu seperti sidik jari, kedokteran, odontologi,
DNA, dll.

Pada jenazah yang telah membusuk ditentukan :


• Ras
• Jenis Kelamin
• Perkiraan umur
• Tinggi badan

Penentuan Jenis Kelamin : wajah, potongan tubuh, bentuk rambut, pakaian, ciri-ciri seks,
buah dada, pemeriksaan mikroskopik dari ovarium dan testis, rangka, dan
histologis/kromosom.
Penentuan jenis kelamin berdasarkan rangka : rangka wanita lebih halus, indeks iscium-pubis
wanita lebih besar 15% dari ukuran laki-laki, luas permukaan prosesus mastoideus wanita
lebih kecil, manubrium sterni wanita separuh panjang corpus sterni, tulang panjang wanita
lebih pendek, lebih ringan, lebih halus, dan impressio-nya lebih sedikit.
Penentuan umur :
- bayi baru lahir : penentuan umur kehamilan, viabilitas, berat badan, panjang badan,
pusat penulangan, tinggi badan (jarak antara kepala samapai ke tumit/crown-heel, jarak
antara kepala ke tulang ekor/crown-rup)
- anak-anak & dewasa < 30 thn : persambungan spheno-occipital terjadi dalam umur
17-25 thn (pada wanita 17-20 thn), unifikasi tulang selangka mulai umur 18-25 thn &
menjadi lengkap usia 31 thn ke atas, corpus vertebrae sblm usia 30 thn menunjukkan alur-
alur yang berjalan radier pada bagian permukaan atas & bawah
- dewasa > 30 thn : sutura sagittalis, coronaria, dan lamboidea mulai menutup pada usia
20-30 thn, sutura parietomastoidea dan sutura squamosa menutup usia lima tahun
kemudian – 60 thn, sutura sphenoparietale menutup usia 70 thn.

Penentuan tinggi badan :

Roman Forensik Edisi 8 11


Melalui pengukuran tulang panjang :
o femur 27% dari tinggi badan
o tibia 22% dari tinggi badan
o humerus 35% dari tinggi badan
o tulang belakang dari tinggi badan
Formula STEVENSON :
o TB = 61,7207 + (2,4378 x panjang Femur) + 2,1756
o TB = 81,5115 + (2,8131 x panjang Humerus) + 2,8903
o TB = 59,2256 + (3,0263 x panjang Tibia) + 1,8916
o TB = 80,0276 + (3,7384 x panjang Radius) + 2,6791
Formula TROTTER dan GLESER :
o TB = 70,37 + 1,22 (panjang Femur + pjg Tibia) + 3,24
Pengukuran dengan osteometric board & tulang harus kering

Melakukan identifikasi jenazah kepada :


• Jenazah tidak dikenal
• Jenazah yang membusuk atau kerangka
• Kasus penculikan anak
• Kasus bayi tertukar
• Keraguan siapa orang tua anak

Identifikasi korban bencana massal :


• Organisasi Interpol
• Secara internasional identifikasi korban massal adalah tanggung jawab polisi
• Interpol Disaster Victim Identification Standing Comittee yang beranggotakan 114 negara
di dunia dan bersidang setahun sekali di Lyon, Prancis.

Yang harus dilakukan :


Fase I :Unit Penanganan di TKP (Tempat Kejadian Peristiwa), Kegiatan:
• Membuat sektor-sektor/zona pada TKP dengan ukuran 5 x 5 m.
• Memberi tanda setiap sektor.
• Memberikan label pandang dan label oranye pada jenazah dan potongan jenazah diikat
pada tubuh/ibu jari kaki korban.
• Memberikan label putih pada barang-barang pemilik tercecer.
• Membuat sketsa dan foto tiap sektor
• Evakuasi dan transportasi jenazah dan barang, dengan :
- Memasukkan jenazah dan potongan jenazah dalam karung plastik dan diberi
label sesuai nomor jenazah.
- Memasukkan barang-barang yang terlepas dari tubuh korban dan diberi label
sesuai nomor jenazah.
- Diangkut ketempat pemeriksaan dan penyimpanan jenazah dan dibuat berita
acara penyerahan kolektif.

Fase II : Unit postmortem :


• Menerima jenazah/potongan jenazah dan barang dari unit TKP.
• Registrasi ulang dan pengelompokan kiriman tersebut berdasarkan jenazah utuh, tidak
utuh potongan jenazah dan barang-barang.
• Membuat foto jenazah.
• Mencatat semua ciri-ciri korban sesuai formulir interpol
• Mengambil sidik jari korban dan golongan darah (Ident/Labfor).
• Mencatat gigi-gigi korban (Odontogram).

Roman Forensik Edisi 8 12


• Membuat Ro. Foto jika perlu.
• Melakukan autopsi.
• Mengambil data-data ke unit pembanding.

Fase III : Unit ante mortem


• Mengumpulkan data-data nama korban dari daftar penumpang serta data semasa hidup
seperti foto dan lain-lain yang dikumpulkan dari instansi tempat korban bekerja,
keluarga/kenalan, dokter-dokter gigi pribadi, polisi (sidik jari).
• Memasukkan data-data yang masuk dalam formulir yang tersedia formulir AM Kuning.
• Mengelompokkan data-data Ante Mortem.berdasarkan :
o Jenis kelamin
o Umur
o Kewarganegaraan
• Mengirimkan data-data yang telah diperoleh ke unit pembanding data

Fase IV
Unit pembanding data (rekonsiliasi)
• Cek dan recek hasil unit pembanding data.
• Mengumpulkan hasil identifikasi korban.
• Membuat surat keterangan kematian untuk korban yang dikenal dan surat-surat lain yang
diperlukan.
• Menerima keluarga korban.
• Publikasi yang benar dan terarah oleh komisi identifikasi sangat membantu masyarakat
mendapat informasi yang terbaru dan akurat.

Fase V
• Dilakukan Evaluasi
o Dilakukan evaluasi yang komprehensif terhadap masing-masing fase

Roman Forensik Edisi 8 13


BAB IV
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)

Definisi :
Suatu tempat penemuan barang bukti atau tempat terjadinya peristiwa tindak pidana atau
kecurigaan suatu tindak pidana, merupakan suatu persaksian.

Penyidik:
1. melakukan pengamatan/observasi TKP
2. membuat sketsa/foto
3. penanganan korban
4. penanganan terhadap pelaku/kerugian lain
5. penanganan terhadap barang bukti

KUHP pasal 20  minta bantuan dokter, apakah kasus pidana atau tidak
Jika dokter tidak mau  sanksi KUHP pasal 24

Bantuan dokter dapat berupa:


1. persiapan  permintaan tertulis atau tidak, catat tanggal permintaan, siapa peminta, lokasi
dimana, dan alat pemeriksa TKP
2. biaya  ditanggung yang meminta
3. jika korban masih hidup 
• identifikasi secara visual: pakaian secara visual terhadap perhiasan, dokumen,
kartu pengenal lainnya
• identifikasi medik  dari ujung rambut sampai kaki termasuk gigi dan identifikasi
sidik jari
4. jika korban mati  buat sketsa foto  situasi ruangan, lihat TKP (porak-poranda atau
tenang):
• identifikasi  lihat bab identifikasi
• lihat tanatologi  suhu rektal, lebam mayat, kaku mayat. (1. kulit pucat, 2.
relaksasi otot, 3. penurunan suhu, 4. perubahan mata, 5. lebam mayat, 6. kaku mayat,
7. pembusukan)
• lihat lukanya  lokasi luka, garis tengah luka, banyak luka, ukuran luka (cm
ditulis sentimeter), sifat luka:
o tepi luka (jika ditautkan berbentuk garis atau tidak)
o sudut luka (tumpul atau tidak)
o jembatan jaringan (terpotong atau tidak)
o ada lecet atau memar di sekitar luka
o tanda: fraktur atau krepitasi tulang
o dasar luka (bersih atau tidak)
o koordinat luka
Kesan: luka akibat benda tajam/tumpul, dll
• darah
o warna merah/tidak
o tetesan, genangan, atau garis
o melihat bentuk/sifat darah  dapat diperkirakan sumber darah
 darah bundar tepi kecil  darah jatuh vertikal jarak = 60 cm
 darah bundar, tepi seperti jarum  darah jath vertikal jarak 60-120
cm
 darah bundar, tepi garis seperti roda  darah jatuh secara vertikal
jarak > 120 cm

Roman Forensik Edisi 8 14


 darah bulat lonjong  darah jatuh arahnya miring
o distribusi darah
 dari dada ke kaki
 bentuk genangan (bunuh diri), morat marit (pembunuhan)
o sumber
 dari arteri (pancaran lebih jauh dan warna lebih terang)
 darah merah berbuih  dari saluran respirasi
 darah coklat hitam  dari saluran cerna
5. identifikasi lanjutan
• ada sperma atau tidak
• pengambilan darah : jika di dinding kering  dikerok, jika pada pakaian 
digunting
• darah basah/segar  masukan termos es  kirim ke lab kriminologi
6. identifikasi lanjutan
• rambut
• sperma kering atau tidak secara visual  sinar UV
• air ludah, bekas gigitan  bisa ditentukan golongan darah
7. membuat kesimpulan di TKP
• mati wajar atau tidak
• bunuh diri  genangan darah, TKP tengang tidak morat-marit, ada luka
percobaan, luka mudah dicapai oleh korban, tidak ada luka tangkisan, pakaian masih
baik
• pembunuhan  TKP morat marit, luka multipel, ada luka yang mudah dicapai ada
yang tidak, luka di sembarang tempat, pakaian robek, ada luka tangkisan karena
perlawanan
• kecelakaan
• mati wajar  karena penyakit

Dengan melihat keadaan TKP lakukan :


1. penentuan mati wajar atau tidak
2. menentukan saat kematian
3. menentukan cara kematian/menentukan diagnosis mati

Tugas dokter di TKP  untuk membantu visum dan autopsi apakah sesuai dengan TKP atau
tidak.

Roman Forensik Edisi 8 15


BAB V
TANATOLOGI

Pengertian
o Thanatos : yang berhubungan dengan kematian
o Logos : ilmu
Adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang
terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Atau Ilmu yang
mempelajari tentang mati dan diagnostik mati dan perubahan postmortem dan faktor-faktor
yang mempengaruhi serta kegunaan apa saja.

Fungsi Tanatologi :
o Menegakkan diagnosis mati
o Memperkirakan saat kematian
o Untuk menentukan proses cara kematian
o Untuk mengetahui sebab kematian

Definisi Mati : Berhentinya ketiga sistem yaitu kardiovaskular, respirasi , dan sistem daraf
pusat, yang merupakan satu unit kesatuan dan tidak terkonsumsinya oksigen.

Istilah Mati :
o Mati somatis/mati klinis : 3 sistem (SSP, SCV, Sist.respiratory) mati 
ireversibel/menetap, tetapi beberapa organ & jaringan masih bisa berfungsi sementara 
memungkinkan untuk transplantasi. Aktivitas otak dinyatakan berhenti bila : EEG
mendatar selama 5 mnt
o Mati seluler/molekuler : kematian organ & jaringan, sesaat setelah kematian somatis
( otak & jar.saraf +5 menit setelah mati klinis, otot +4 jam setelah mati klinis, kornea +6
jam setelah mati klinis). Dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat mengalami mati
seluler dalam waktu 4 menit; otot masih dapat dirangsang (listrik) sampai kira-kira 2 jam
pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah 4 jam; dilatasi pupil masih terjadi pada
pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan sulfat atropin 1% ke dalam kamera okuli
anterior, pemberian pilokarpin 1% atau fisostigmin 0,5% akan mengakibatkan miosis
hingga 20 jam pasca mati. Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca
mati dengan cara menyuntikkan subkutan pilokarpin 2% atau asetilkolin 20%;
spermatozoa masih bertahan hidup beberapa hari dalam epididimis; kornea masih dapat
ditransplantasikan dan darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati.
o Mati suri : Dalam stadium somatic death perlu diketahui suatu keadaan yang dikenal
dengan istilah mati suri atau apparent death. Mati suri ini terjadi karena proses vital dalam
tubuh menurun sampai taraf minimum untuk kehidupan, sehingga secara klinis sama
dengan orang mati. Dalam literatur lain mati suri adalah terhentinya ketiga sistem
kehidupan yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan
kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi.
Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur (barbiturat), tersengat aliran
listrik, kedinginan, mengalami anestesi yang dalam, mengalami acute heart failure,
mengalami neonatal anoxia, menderita catalepsy dan tenggelam.
o Mati serebral : kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversibel, kecuali batang otak
dan serebelum (SCV dan respirasi masih berfungsi)
o Mati otak/batang otak : kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversibel,
termasuk batang otak dan serebelum

Diagnosis mati : Hilangnya seluruh ataupun pergerakan/aktivitas refleks hilang

Roman Forensik Edisi 8 16


Ada 5 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem respirasi :
1. Tidak ada gerak napas pada inspeksi dan palpasi.
2. Tidak ada bising napas pada auskultasi.
3. Tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada tes
Winslow.
4. Tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut
korban.
5. Tidak ada gerakan bulu burung yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut
korban.

Ada 5 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf :


1. Areflex
2. Relaksasi
3. Pergerakan tidak ada
4. Tonus tidak ada
5. Elektoensefalografi (EEG) mendatar/flat

Ada 6 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler :


1. Denyut nadi berhenti pada palpasi.
2. Detak jantung berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi.
3. Elektro Kardiografi (EKG) mendatar/flat.
4. Tes magnus : tidak adanya tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban
kita ikat.
5. Tes Icard : daerah sekitar tempat penyuntikan larutan Icard subkutan tidak berwarna
kuning kehijauan.
6. Tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri radialis.

Tanda Kematian Tidak pasti :


• Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit
• Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit
• Kulit pucat
• Tonus otot menghilang dan relaksasi
• Pembuluh darah retina mengalami segmentasi bergerak ke arah tepi retina dan
kemudian menetap
• Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan

Tanda Kematian Pasti :


• Lebam mayat (livor mortis)
• Kaku mayat (rigor mortis)
• Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
• Pembusukan (decomposition, putrefaction)
• Adiposera atau lilin mayat
• Mumifikasi

Perubahan post mortem :


• Kulit wajah pucat : krn sirkulasi berhenti, darah mengendap terutama
pembuluh darah besar
• Relaksasi primer : krn tonus otot tidak ada → rahang bawah melorot
• Perubahan pada mata : pandangan mata kosong, refleks (-)
• 10-12 jam → keruh kornea

Roman Forensik Edisi 8 17


• Penurunan suhu badan : karena perpindahan panas ke dingin melalui
konduksi, konveksi dan radiasi serta evaporasi
Penurunan suhu = 10x(37-temperatur rektal) =
..... jam
8
Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus Post Mortem Interval (PMI) oleh
Glaister dan Rentoul :
- Formula untuk suhu dalam derajat Celcius
PMI = 37 o C - RT o C +3
- Formula untuk suhu dalam derajat Fahrenheit
PMI = 98,6 o F - RT o F
1,5

• Perubahan pada kulit :


Lebam mayat (livor mortis, post mortum lividity, post mortum suggilation, post mortum
hypostasis) : terjadi karena pengendapan butir-butir ertirosit karena adanya gaya gravitasi
sesuai dengan tubuh, berwarna biru ungu tetapi masih dalam pembuluh darah. Timbul 20-
30 menit dan setelah 6-8 jam lebam mayat masih bisa ditekan dan masih bisa berpindah
tempat. Suhu tubuh yang tinggi dapat mempercepat timbulnya lebam mayat.

Terbentuknya lebam mayat terjadi karena kegagalan sirkulasi, dan aliran balik vena gagal
mempertahankan darah mengalir melalui saluran pembuluh darah kapiler akibatnya butir
sel darahnya saling tumpuk memenuhi saluran tersebut dan sukar dialirkan di tempat lain
(fenomena kopi tubruk). Gaya gravitasi meyebabkan darah yang terhenti tersebut mengalir
ke area terendah.

Korban meninggal  peredaran darah berhenti  stagnasi  akibat gravitasi  darah


mencari tempat yang terendah  terlihat bintik-bintik merah kebiruan.
Timbul : 30 menit setelah kematian somatis dan intensitas maksimal (menjadi lengkap)
setelah 8-12 jam post mortal. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih dapat berpindah-
pindah, jika posisi mayat diubah, misalnya dari terlentang menjadi tengkurap. Namun
setelahnya, lebam mayat sudah tidak dapat hilang (fenomena kopi tubruk).
Tidak hilangnya lebam mayat pada saat itu, dikarenakan telah terjadinya perembesan
darah kedalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat tertimbunnya sel –
sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa sel-sel darah dan kekakuan
otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian penekanan pada daerah lebam yang
dilakukan setelah 8 – 12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan
dengan ibu jari dapat memberi indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara
sempurna. Atas dasar keadaan tersebut, maka dari sifat-sifat serta distribusi lebam mayat
dapat diperkirakan apakah pada tubuh korban telah terjadi manipulasi merubah posisi
korban.

Lokalisasi : tempat yang terendah


Kecuali : bagian tubuh yang
- tertekan dasar
- tertekan pakaian
Perbedaan antara lebam mayat & hematom  lihat bab traumatologi
 letak lebam mayat tidak berubah, bila posisi mayat tidak diubah.

Warna lebam mayat:


- Normal : Merah kebiruan
- Keracunan CO : Cherry red

Roman Forensik Edisi 8 18


- Keracunan CN : Bright red
- Keracunan nitrobenzena : Chocolate brown
- Asfiksia : Dark red
Warna Lebam Mayat
Lebam mayat sering berwarna merah kebiru-biruan, tetapi bervariasi, tergantung
oksigenasi sewaktu korban meninggal. Bila terjadi bendungan, hipoksia, mayat memiliki
warna lebam yang lebih gelap karena adanya hemoglobin tereduksi dalam pembuluh
darah kulit. Lebam mayat merupakan indikator kurang akurat dalam menentukan
mekanisme kematian, dimana tidak ada hubungan antara tingkat kegelapan lebam mayat
dengan kematian yang disebabkan asfiksia. Sering kematian sebab wajar oleh karena
gangguan koroner atau penyakit lain memiliki lebam yang lebih gelap. Terkadang area
lebam mayat berwarna terang dan dilanjutkan dengan area lebam mayat berwarna lebih
gelap. Hal ini akan berubah seiring memanjangnya interval post mortem. Sering kali
warna lebam mayat merah terang atau merah muda. Kematian yang disebabkan
hipotermia atau terpapar udara dingin selama beberapa waktu, seperti tenggelam, dimana
warna lebam mayat dapat menentukan penyebab kematian, tetapi relatif tidak spesifik
oleh karena mayat yang terpapar udara dingin setelah mati (terutama bila mayat yang di
dalam lemari es mayat) dapat terjadi perubahan lebam dari merah padam menjadi merah
muda.
Mekanismenya belum pasti, tetapi sangatlah jelas merupakan hasil dari perubahan
hemoglobin tereduksi menjadi oksihemoglobin. Hal ini dapat dimengerti pada kasus
hipotermia, dimana metabolisme reduksi dari jaringan gagal mengambil oksigen dari
sirkulasi darah.
Diketahui bahwa lebam mayat yang merah padam berubah menjadi merah muda pada
batas horizontal anggota tubuh bagian atas, warna lebam pada anggota tubuh bagian
bawah tetap gelap, sehingga perubahan secara kuantitatif lebam dapat ditentukan, dimana
hemoglobin lebih mudah mengalami reoksigenasi karena eritrosit kurang mengendap
pada bagian lebam.
Perubahan lainnya pada warna lebam lebih berguna. Pada keracunan gas
karbonmonoksida, lebam mayat akan berwarna merah bata atau cherry red, yang
merupakan warna dari karboksi-hemoglobin (COHb). Keracunan sianida akan
memberikan warna lebam merah terang. Oleh karena kadar oksi hemoglobin (HbO)
dalam darah vena tetap tinggi. Pada keracunan zat yang dapat menimbulkan
methemoglobinemia, seperti pada keracunan kalium khlorat, kinine, anilin, asetanilid dan
nitrobensen, lebam akan berwarna coklat-kebiruan (slaty) oleh karena adanya
methemoglobin yang berwarna coklat serta adanya sianosis. Pada kasus tenggelam atau
pada kasus dimana tubuh korban berada pada suhu lingkungan yang rendah, maka lebam
mayat khususnya yang dekat letaknya dengan tempat yang bersuhu rendah, akan
berwarna merah terang. Ini disebabkan karena suhu yang rendah akan mempengaruhi
kurva dissosiasi dari oksi-hemoglobin. Kematian yang disebabkan sepsis dimana
Clostridium perfringens sebagai agen infeksi, bercak berwarna pucat keabuan dapat
terkadang terlihat pada kulit, Walaupun hal ini tidak timbul pada lebam. Pemeriksaan
laboratorium sederhana yaitu test resistensi alkali dapat juga dilakukan, yaitu dengan
menetesi contoh darah yang telah diencerkan dengan NaOH/KOH 10%. Pada CO, warna
tetap beberapa saat oleh karena resistensi, sedangkan pada CN, warna segera menjadi
coklat oleh karena terbentuknya hematina alkali. Pada anemi berat, lebam mayat yang
terjadi sedikit, warna lebih muda dan terjadi biasanya lebih lambat. Pada polisitemia
sebaliknya lebam mayat lebih cepat terjadi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan lebam mayat adalah:
viskositas darah, termasuk berbagai penyakit yang mempengaruhinya, kadar Hb, dan
perdarahan (hipovolemia).
• Perubahan pada otot

Roman Forensik Edisi 8 19


Rigor mortis : karena adanya kelenturan otot setelah mati karena adanya metabolisme
tingkat selular masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen→energi→ADP→
ATP. Selama masih ada energi→aktin miosin masih regang.
Jika glikogen otot habis dan energi tidak ada maka ADP tidak bisa jadi ATP → ADP .
Menurut Szent-Gyorgyi di dalam pembentukan rigor mortis peranan ATP sangat penting.
Rigor mortis terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk memisahkan ikatan
aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena pada saat kematian proses
metabolisme tidak terjadi sehingga tidak ada produksi ATP. Karena kekurangan ATP
sehingga kepala miosin tidak dapat dilepaskan dari filamen aktin, dan sarkomer tidak
dapat berelaksasi. Karena hal ini terjadi pada semua otot tubuh maka terjadilah kekakuan
dan tidak dapat digerakkan.ATP dibutuhkan untuk mengambil kembali kalsium ke dalam
retikulum sarkoplasma dari sarkomer. Untungnya ketika otot berelaksasi, kepala miosin
dikembalikan keposisinya, siap dan menunggu untuk berikatan dengan sisi dari filamen
aktin. Sebab tidak ada ATP yang bisa digunakan, pelepasan ion kalsium tidak dapat
kembali ke retikulum sarkoplasma. Ion kalsium bergerak melingkar di samping sarkomer
dan menemukan cara untuk berikatan dengan sisi filamen tebal dari protein regulator.

Skema Terjadinya Rigor Mortis


Timbul : 1-3 jam postmortem (rata-rata 2 jam), dipertahankan 6-24 jam, dimulai dari otot
kecil : rahang bawah, anggota gerak atas, dada, perut dan anggota bawah kemudian kaku
lengkap. Menurun setelah 24 jam.
Faktor yang mempercepat terjadinya rigor mortis, yaitu :
o Aktivitas fisik pra kematian / pre mortal.
o Suhu tubuh tinggi.
o Konstitusi berupa tubuh kurus.
o Suhu lingkungan tinggi.
o Umur yaitu anak-anak dan orang tua.
o Gizi yang jelek.
Kekakuan yang menyerupai kaku mayat :
1. Cadaveric spasm (instantaneous rigor)

Roman Forensik Edisi 8 20


o akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati
klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal
o kaku mayat timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi
primer, mayat langsung mengalami kekakuan secara terus-menerus sampai terjadi
relaksasi sekunder
o Terlihat pada kasus : bunuh diri dengan pistol atau senjata tajam, mati tenggelam,
mati mendaki gunung, pembunuhan dimana korban menggenggam robekan
pakaian pembunuh.

Tabel. Perbedaan Rigor Mortis dan Cadaveric Spasm


Pembeda Rigor Mortis Cadaveric Spasm
Waktu timbul Dua jam setelah meninggal.
Sesaat sebelum meninggal
Rigor mortis lengkap setelah 12
(intravital) dan menetap.
jam.
Faktor predisposisi Kelelahan, emosi hebat, ketegangan,
-
dll.
Etiologi Habisnya cadangan glikogen Habisnya cadangan glikogen pada
secara general. otot setempat.
Pola terjadinya Sentripetal, dari otot-otot kecil Kaku otot pada satu kelompok otot
kaku otot kemudian otot besar. tertentu.
Kepentingan Untuk menunjukkan sikap terakhir
medikolegal masa hidupnya. Biasanya pada kasus
Untuk penentuan saat kematian.
pembunuhan, bunuh diri, dan
kecelakaan.
Pembeda Rigor Mortis Cadaveric Spasm
Suhu mayat Dingin. Hangat.
Kematian sel. Ada. Tidak ada.
Relaksasi primer Ada Tidak ada
Timbulnya Lambat Cepat
Lamanya Cepat hilang Lambat hilang (dipertahankan)
Koordinasi otot Kurang Baik
Lokasi otot Menyeluruh Setempat (yang aktif)
Rangsangan sel. Tidak ada respon otot. Ada respon otot.
Kaku otot. Dapat dilawan dengan sedikit Perlu tenaga kuat untuk
tenaga. melawannya.
2. Heat stiffening :
o kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas
o serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha
dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude) pada kasus mati terbakar
3. Cold stiffening
o terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak
subkutan dan otot
• Pembusukan :
a. Autolisis
o Tubuh membentuk enzim merusak sel dari
nukleus→sitoplasma→dinding→hancur
c. Mikroorganisme : bakteri patogen dalam sekum
o Setelah mati → daya tahan tubuh turun karena leukosit menurun → kuman mudah
masuk ke pembuluh darah → media baik untuk tumbuh kuman → hancurkan
darah dan bentuk amonia dan H2S → pertama kali terlihat didaerah kanan pada

Roman Forensik Edisi 8 21


fossa iliaka kanan tepatnya disekum terlihat warna ungu (livide) yang merupakan
reaksi Hb dan H2S → methsulf –Hb.
o Gas pembusukan masuk ke pembuluh darah → pembuluh darah melebar sehingga
perut menggembung → pecahnya kapiler di alveoli → keluar darah lewat hidung.
o Pembusukan dimulai 48 jam postmortem, belatung pada 36 jam kemudian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi cepat-lambatnya pembusukan mayat, yaitu :
a. dari luar
1) Mikroorganisme/sterilitas.
2) Suhu optimal yaitu 21-380C (70-1000F) mempercepat pembusukan. Berhenti
pada suhu 2120F
3) Kelembaban udara yang tinggi mempercepat pembusukan.
4) Sifat medium. Udara : air : tanah = 8 : 2 : 1 (di udara pembusukan paling cepat,
di tanah paling lambat). Hukum Casper.
b. dari dalam
1) Umur. Bayi yang belum makan apa-apa paling lambat terjadi
pembusukan.
2) Konstitusi tubuh. Tubuh gemuk lebih cepat membusuk daripada tubuh
kurus.
3) Keadaan saat mati. Udem, infeksi dan sepsis mempercepat
pembusukan. Dehidrasi memperlambat pembusukan.
4) Seks. Wanita baru melahirkan (uterus post partum) lebih cepat
mengalami pembusukan.
Golongan alat tubuh berdasarkan kecepatan terjadi pembusukan :
a. cepat : otak, lambung, usus, uterus hamil/post partum
b. lambat : jantung, paru, ginjal, diafragma
c. paling lambat : prostate, uterus yang tidak hamil
Perbedaan Bulla Intravital dan Bulla Pembusukan
Bulla Intravital Perbedaan Bulla Pembusukan
Kecoklatan Warna kulit ari Kuning
Tinggi Kadar albumin & klor Bulla Rendah atau tidak ada
Hiperemis Dasar bulla Merah pembusukan
Intraepidermal Jaringan yang terangkat Antara epidermis & dermis
Ada Reaksi jaringan & respon darah Tidak ada
Variasi-variasi pembusukan:
a. Mummifikasi
o Terjadi bila temperatur turun, kelembaban turun → dehidrasi viceral sehingga
kuman-kuman tidak berkembang → tidak terjadi pembusukan → mayat mengecil,
bersatu berwarna coklat kehitaman, struktur anatomi masih lengkap sampai
bertahun-tahun.
o Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi
pengeringan jaringan
o Syarat terjadinya mummifikasi :
 Suhu relatif tinggi
 Kelembaban udara rendah
 Aliran udara baik
 Waktu yang lama (12-14 minggu)
o Yang terlihat pada mummifikasi adalah penyusutan bentuk tubuh, kulit padat
hitam seperti kertas perkamen
b. Adipocare
o Terjadi karena hidrogenisasi asam lemak tidak jenuh (asam palmitat, asam stearat,
asam oleat) dihidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh yang relatif padat .

Roman Forensik Edisi 8 22


o Suhu tinggi → kelembaban tinggi → lemak → asam lemak → pH turun → kuman
tidak bisa berkembang → asam lemak → dehigrogenase → penyabunan → mayat
menjadi kebalikannya mumifikasi.
o Syarat terjadinya adiposera :
 Suhu rendah, kelembaban tinggi
 Lemak cukup
 Aliran udara rendah
 Waktu yang lama

Perkiraan Saat Kematian


• Perubahan pada mata : Kekeruhan menyeluruh pada kornea terjadi kira-kira 10-12 jam
pasca mati
• Perubahan dalam lambung : Pengosongan lambung yang terjadi dalam 3-5 jam setelah
makan terakhir, misalnya sandwich akan dicerna dalam waktu 1 jam sedangkan makan
besar membtuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk dicerna. Kecepatan pengosongan
lambung ini dipengaruhi oleh penyakit-penyakit saluran cerna, konsistensi makanan dan
kandungan lemaknya.
• Perubahan rambut : Panjang rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk
memperkirakan saat kematian, kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari
• Pertumbuhan kuku : Pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1 mm/hari
• Perubahan dalam cairan serebrospinal : Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg
% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, Kadar nitrogen non protein kurang 80 mg
% menunjukkan kematian belum 24 jam
• Metode Entomologik : Larva Musca domestica mencapai panjang 8 mm pada hari ke-
7, berubah menjadi kepompong pada hari ke-8, menjadi lalat pada hari ke-14. Larva
Sarcophaga cranaria mencapai panjang 20 mm pada hari ke-9, menjadi kepompong pada
hari ke-10 dan menjadi lalat pada hari ke-18. Necrophagus species akan memakan
jaringan tubuh jenazah. Sedangkan predator dan parasit akan memakan serangga
Necrophagus. Omnivorus species akan memakan keduanya baik jaringan tubuh maupun
serangga. Telur lalat biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah sesudah 1-2 hari
postmortem. Larva ditemukan pada 6-10 hari postmortem. Sedangkan larva dewasa yang
akan berubah menjadi pupa ditemukan pada 12-18 hari.
• Reaksi supravital : Reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama
seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Rangsang listrik dapat
menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati, mengakibatkan
sekresi kelenjar sampai 60-90 menit pasca mati, trauma masih dapat menimbulkan
perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati

Roman Forensik Edisi 8 23


Grafik Perubahan Pada Tubuh Post Mortem

BAB VI
ASFIKSIA

Definisi :
Merupakan suatu keadaan dimana suplai O2 ke jaringan berkurang

Penyebab :
Penyebab asfiksia terbagi 2 yaitu, penyebab asfiksia wajar dan tidak wajar. Penyebab asfiksia
wajar karena penyakit seperti difteri, tumor laring, asma bronkiale, pneumotoraks,
pneumonia, COPD, reaksi anafilaksis, dan lain-lain. Penyebab asfiksia tidak wajar karena
emboli, listrik, racun (barbiturat), dan adanya halangan udara masuk ke saluran pernapasan
secara paksa.

Pembagian menurut London :


1. Hipoksik-hipoksia (Keadaan dimana oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah)
: kadar oksigen yang memang rendah atau gangguan masuk, biasanya karena gangguan
sist.respirasi : hipoksia mekanik : intraluminer (co : tersedak) & ekstraluminer (co :
pencekikan, penjeratan)
2. Anemik-hipoksia (Darah tidak dapat membawa O2 yang cukup untuk metabolisme ) :
biasanya Hb yang kurang atau volume darah yang kurang
3. Stagnan-hipoksia (Terjadinya kegagalan sirkulasi) : biasanya gangguan pembuluh darah,
jantung, vagal refleks, emboli, dekomp kordis
4. Histotoksik-hipoksia (HH) (Keadaan yang mengakibatkan O2 tdk bisa digunakan jaringan)
a. HH ekstraseluler : gangguan enzim, contoh keracunan CO
b. HH periseluler : gangguan permeabilitas membran sel, contoh keracunan
eter/kloroform
c. HH substrat : bahan/substrat yang tidak cukup
d. HH metabolit : gangguan metabolisme karena end product tidak dapat
dieliminir, contoh uremia, keracunan CO2

Hipoksik hipoksia bisa terjadi karena:

Roman Forensik Edisi 8 24


1. strangulation by suspension / hanging / penggantungan
2. manual strangulation / throttling (cekikan)
3. strangulation by ligature / jeratan
4. simulated suicidal hanging / pembunuhan yg dibuat seperti gantung diri
5. Suffocation :
a. smothering / pembekapan
b. chocking / tersedak
c. gagging / mulut disumbat dg kain lalu diikat ke belakang
6. tenggelam/drowning
7. external pressure of the chest / asfiksia traumatik
8. inhalation of suffocation gases

Stadium asfiksia versi I :


 stadium inspirasi dispneu
• sesak napas saat inspirasi
• TD dan nadi meningkat
• Cemas, gelisah, berat kepala, takut, tinitus, vertigo
• Sianosis
 stadium ekspirasi dispneu
• sesak saat ekspirasi  Kadar CO2 tinggi  kejang
• pada saat relaksasi  relaksasi spingter ani  keluar kotoran
• relaksasi spingter OUI  ada sperma
 stadium apneu
• kesadaran yang menurun  koma
• pupil melebar
• reflek cahaya negatif
• TD hampir tidak terukur
• Nadi tidak teraba
 stadium akhir

Stadium asfiksia versi II :


• dispneu : + 4 menit, nafas berat, cepat & sukar, Nadi&TD meningkat,
tanda-tanda sianosis
• konvulsi : + 2 menit, klonik dulu baru tonik, lalu opistotonik,
kesadaran mulai menghilang, pupil dilatasi, denyut jantung melambat, TD turun
• apneu : + 1 menit, nafas lemah, kesadaran menurun sampai hilang,
relaksasi spinkter
• final : paralisis nafas lengkap, denyut jantung beberapa saat masih ada,
lalu hilang, & meninggal

PENGGANTUNGAN
 Definisi
Penggantungan (hanging) merupakan suatu strangulasi berupa tekanan pada leher akibat
adanya jeratan yang menjadi erat oleh berat badan korban.
 Tanda asfiksia
 Alat penggantung :
- alat penggantung dengan permukaan yang luas (co: sarung)  menyebabkan tekanan
hanya pada permukaan saja, sehingga yang terjepit hanya vena (vena jugularis)
sehingga muka bengkak&kebiruan, kongesti vena, mata menonjol karena bendungan

Roman Forensik Edisi 8 25


- alat penggantung dengan permukaan yang kecil (co: tali jemuran)  menyebab
tekanan besar ke dalam, selain vena, arteri juga terjepit  wajah pucat , mata tidak
menonjol
 Adanya air liur yang keluar dari mulut
 Lidah menonjol  jika gantungan di bawah gld tiroid
 Ada air mani atau feses karena ada relaksasi spingter
 Ada jejas pada leher tepi meninggi, warna merah kecoklatan, pada palpasi keras
seperti kertas perkamen, arahnya miring ke arah simpul.
 Ada resapan darah di bawah kulit di bawah otot  pada m. sternokleidomastoideus,
m. supra/infrahyoid, m. hyoglosus.
 Fraktur os hyoid
 Edema pada plika vokalis
 Mati gantung bisa bunuh diri/tidak maka lakukan:
- Periksa TKP
 Ada persiapan gantung diri atau tidak
 Jika 1 meter  tidak mungkin gantung diri
 Bunuh diri  tidak terlalu jauh jaraknya, dan TKP tenang tidak morat
marit
- Simpul dilihat
 Simpul hidup  bunuh diri
 Simpul mati  dibunuh
 Bunuh diri  ikatan membentuk sudut, tidak ada tanda perlawanan,
tidak ada luka lecet atau memar, simpul tali bisa dikeluarkan dari kepala
- Jika tanda tanda diatas tidak ada  kecelakaan
-

PEMBEDA PENGGANTUNGAN PADA PENGGANTUNGAN PADA


BUNUH DIRI PEMBUNUHAN
Usia Lebih sering terjadi pada usia Tidak mengenal batas usia, karena
remaja dan dewasa. tindakan pembunuhan dilakukan oleh
musuh atau lawan dari korban dan
tidak bergantung pada usia.
Tanda jejas jeratan. Bentuknya miring, berupa Berupa lingkaran tidak terputus,
lingkaran terputus (noncontinous) mendatar, dan letaknya di bagian
dan terletak pada bagian atas tengah leher, karena usaha pembunuh
leher. (pelaku) untuk membuat simpul tali.
Simpul tali. Biasanya hanya satu simpul yang Biasanya lebih dari satu pada bagian
letaknya pada bagian samping depan leher dan simpul tali tersebut
leher. terikat kuat.
Riwayat korban. Biasanya korban mempunyai Sebelumnya korban tidak
riwayat untuk bunuh diri dengan mempunyai riwayat untuk bunuh dir.
cara lain.
Cedera. Luka-luka pada tubuh korban Cedera berupa luka-luka pada tubuh
yang bisa menyebabkan kematian korban biasanya mengarah pada
mendadak tidak ditemukan pada pembunuhan.
kasus bunuh diri.
Tangan. Tidak dalam keadaan terikat, Tangan yang dalam keadaan terikat
karena sulit untuk gantung diri mengarahkan dugaan pada kasus
dalam keadaan tangan terikat. pembunuhan.
PEMBEDA PENGGANTUNGAN PADA PENGGANTUNGAN PADA
BUNUH DIRI PEMBUNUHAN

Roman Forensik Edisi 8 26


Kemudahan. Pada kasus bunuh diri, mayat Pada kasus pembunuhan, mayat
biasanya ditemukan tergantung ditemukan tergantung pada tempat
pada tempat yang mudah dicapai yang sulit dicapai oleh korban dan
oleh korban atau di sekitarnya alat yang digunakan untuk mencapai
ditemukan alat yang digunakan tempat tersebut tidak ditemukan.
untuk mencapai tempat tersebut.
Tempat kejadian. Jika kejadian berlangsung di Bila sebaiknya pada ruangan
dalam kamar, dimana pintu, ditemukan terkunci dari luar, maka
jendela, ditemukan dalam penggantungan adalah kasus
keadaan tertutup dan terkunci dari pembunuhan.
dalam, maka kasusnya pasti
merupakan bunuh diri.
Tanda-tanda Tidak ditemukan pada kasus Tanda-tanda perlawanan hampir
perlawanan. gantung diri. selalu ada kecuali jika korban sedang
tidur, tidak sadar atau masih anak-
anak.

Gambar Kasus penggantungan

Sebab kematian pada gantung diri


1. tekanan jalan napas  asfiksia  O2 yang masuk paru kurang
2. suplai O2 ke otak berkurang  penakanan arteri karotis comunis  vena jugularis
tertekan  bendungan vena  gagal jantung
3. vagal reflek  pusat saraf vagus di bagian depan leher, tanda sianosis tidak ada 
kemungkinan mati karena reflek vagal
penekanan sinus karotikus di belakang gld tiroid  gangguan blok jantung  kardiak
arrest
4. karena edema laring  karena obstruksi napas  tanda asfiksia nampak
5. spasme laring

Ada 4 penyebab kematian pada penggantungan , yaitu :


1. Asfiksia
2. Iskemia otak akibat gangguan sirkulasi
3. Vagal reflex (shock)
4. Kerusakan medulla oblongata atau medulla spinalis
Rusaknya medulla oblongata atau medulla spinalis pada penggantungan (hanging)
disebabkan patahnya tulang leher. Kita dapat temukan biasanya pada hukuman mati.

Ada 3 cara kematian pada penggantungan (hanging), yaitu :


1. Bunuh diri (paling sering) .
2. Pembunuhan, termasuk hukuman mati .
3. Kecelakaan, misalnya bermain dengan tali lasso, tali parasut pada terjun payung, dan
penggunaan tali untuk mendapat kepuasan seks.

Roman Forensik Edisi 8 27


Ada 4 hal yang bukan petunjuk bagi kita tentang cara kematian pada kasus penggantungan
(hanging), yaitu :
1. Mata melotot.
2. Lidah terjulur.
3. Keluar mani, urin, darah, atau feses.
4. Jenis simpul (simpul hidup atau simpul mati).

Ada 8 hal yang perlu kita lakukan pada pemeriksaan tempat kejadian, yaitu :
1. Memastikan korban apakah masih hidup atau telah mati.
2. Mencari bukti yang menunjukkan cara kematian.
3. Memperhatikan jenis simpul tali gantungan.
4. Mengukur jarak antara ujung kaki korban dengan lantai.
5. Memperhatikan letak korban di tempat kejadian.
6. Cara menurunkan korban.
7. Mengamankan bekas serabut tali.
8. Memperhatikan bahan penggantung.

Ada 3 bukti yang bisa menunjukkan kepada kita tentang cara kematian korban, yaitu :
1. Ada tidaknya alat penumpu korban, misalnya bangku dan sebagainya.
2. Arah serabut tali penggantung.
3. Distribusi lebam mayat.

Serabut tali penggantung yang arahnya menuju korban dapat memberikan petunjuk
bagi kita bahwa korban melakukan bunuh diri. Sebaliknya, arah serabut tali yang menjauhi
korban menjadi bukti bahwa korban dibunuh lebih dahulu sebelum digantung.

Distribusi lebam mayat harus kita perhatikan secara seksama, apakah sesuai dengan
posisi mayat ataukah tidak. Jenis simpul tali gantungan penting kita perhatikan karena dapat
kita jadikan sebagai patokan apakah korban melakukan bunuh diri ataukah korban
pembunuhan. Simpul tali, baik simpul hidup maupun simpul mati, bilamana melewati lingkar
kepala korban dapat menunjukkan korban melakukan bunuh diri. Apabila simpul tali tidak
dapat melewati lingkar kepala korban dapat menandakan korban dibunuh lebih dahulu
sebelum digantung. Simpul hidup harus kita longgarkan secara maksimal untuk
membuktikannya.

Cara kita menurunkan korban dengan memotong tali gantungan diluar simpul tali.
Sebelum memotong, kita membuat 2 ikatan lalu kita potong secara miring diantara keduanya.
Tindakan ini untuk mencegah terurainya serabut tali gantungan. Setelah itu, kita
mengamankan bekas serabut tali gantungan tadi baik serabut tali yang mengikat leher korban
maupun serabut tali yang diikatkan pada tempat gantungan. Hal ini penting kita lakukan untuk
pemeriksaan kasus ini lebih lanjut.

Bahan dan ukuran diameter penggantung penting juga kita perhatikan. Bahan yang
keras dan berdiameter kecil meninggalkan tanda alur jerat yang semakin jelas. Bahan
penggantung yang dapat digunakan pada kasus penggantungan (hanging) antara lain tali,
kawat, selendang, ikat pinggang, sprei yang disambung, dan lain-lain.

Ada beberapa hal yang dapat kita jumpai pada pemeriksaan luar dan dalam autopsi. Ada 5
bagian tubuh korban yang kita perhatikan saat melakukan pemeriksaan luar autopsi, yaitu:
1. Kepala.
2. Leher.
3. Anggota gerak (lengan dan tungkai).
4. Dubur.

Roman Forensik Edisi 8 28


5. Alat kelamin.

Ada 4 bagian kepala korban yang kita perhatikan saat melakukan pemeriksaan luar autopsi,
yaitu :
1. Muka.
2. Mata.
3. Konjungtiva.
4. Lidah.

Muka korban penggantungan (hanging) akan mengalami sianosis dan terlihat pucat
karena vena terjepit. Selain terjepitnya vena, pucat pada muka korban juga disebabkan
terjepitnya arteri.

Mata korban penggantungan (hanging) melotot akibat terjadinya bendungan pada


kepala korban. Hal ini disebabkan oleh terhambatnya vena-vena kepala tetapi arteri kepala
tidak terhambat.

Bintik-bintik perdarahan pada konjungtiva korban penggantungan (hanging) terjadi


akibat pecahnya vena dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah karena asfiksia.

Lidah korban penggantungan (hanging) bisa terjulur, bisa juga tidak terjulur. Lidah
terjulur apabila letak jeratan gantungan tepat berada pada kartilago tiroidea. Lidah tidak
terjulur apabila letaknya berada diatas kartilago tiroidea.

Gambar tardieu spot

Alur jeratan pada leher korban penggantungan (hanging) berbentuk lingkaran (V shape). Alur
jerat berupa luka lecet atau luka memar dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Alur jeratan pucat.
2. Tepi alur jerat coklat kemerahan.
3. Kulit sekitar alur jerat terdapat bendungan.
Alur jeratan yang simetris / tipikal pada leher korban penggantungan (hanging) menunjukkan
letak simpul jeratan berada dibelakang leher korban. Alur jeratan yang asimetris / atipikal
menunjukkan letak simpul disamping leher.

Deskripsi leher korban penggantungan (hanging) yang penting kita berikan antara lain :
1. Lokasi luka.
2. Jenis luka.
3. Lokasi simpul jeratan (belakang dan samping leher).
4. Jenis simpul jeratan (simpul hidup dan simpul mati).

Roman Forensik Edisi 8 29


Lokasi luka pada leher korban penggantungan (hanging) dapat berada di depan,
samping dan belakang leher. Luka yang berada di depan leher kita ukur dari dagu atau
manubrium sterni korban. Luka yang berada di samping leher kita ukur dari garis batas
rambut korban. Luka yang berada di belakang leher kita ukur dari daun telinga atau bahu
korban.

Jenis luka korban penggantungan (hanging) terdiri atas luka lecet, luka tekan dan luka
memar. Penting juga kita mendeskripsikan mengenai warna, lebar, perabaan dan keadaan
sekitar luka. Anggota gerak korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan adanya
lebam mayat pada ujung bawah lengan dan tungkai.

Penting juga kita ketahui ada tidaknya luka lecet pada anggota gerak tersebut. Dubur
korban penggantungan (hanging) dapat mengeluarkan feses. Alat kelamin korban dapat
mengeluarkan mani, urin, dan darah (sisa haid). Pengeluaran urin pada korban penggantungan
disebabkan kontraksi otot polos pada stadium konvulsi atau puncak asfiksia. Lebam mayat
dapat kita temukan pada genitalia eksterna korban.

Ada 4 bagian tubuh korban penggantungan (hanging) yang kita perhatikan saat melakukan
pemeriksaan dalam autopsi, yaitu :
1. Kepala.
2. Leher.
3. Dada dan perut.
4. Darah.

Kepala korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan tanda-tanda bendungan


pembuluh darah otak, kerusakan medulla spinalis dan medulla oblongata. Kedua kerusakan
tersebut biasanya terjadi pada hukuman gantung (judicial hanging).

Leher korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan adanya perdarahan dalam
otot atau jaringan, fraktur (os hyoid, kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea), dan
robekan kecil pada intima pembuluh darah leher (vena jugularis).

Dada dan perut korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan adanya
perdarahan (pleura, perikard, peritoneum, dan lain-lain) dan bendungan / kongesti organ.

Darah dalam jantung korban penggantungan (hanging) warnanya lebih gelap dan
konsistensinya lebih cair.

PENJERATAN

Jerat (strangulation by ligature) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher korban
akibat suatu jeratan dan menjadi erat karena kekuatan lain bukan karena berat badan korban.

• kekuatan jerat pada ujung tali jerat, pada gantung  kekeatan karen berat badan
• jejas penjeratan bersifat horisontal bersilangan di atas dan dibawah
• tanda asfiksia
• kausa mati menyerupai gantung diri
• pemeriksaan lokal menyerupai gantung diri hanya bedanya pada penjeratan, jejeas
bersifat horisontal

Ada 3 penyebab kematian pada jerat , yaitu :


1. Asfiksia
2. Iskemia

Roman Forensik Edisi 8 30


3. Vagal reflex (shock)

Ada 3 cara kematian pada kasus jeratan , yaitu :


1. Pembunuhan (paling sering).
2. Kecelakaan.
3. Bunuh diri.

Pembunuhan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita jumpai pada kejadian
infanticide dengan menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan hukuman mati
(zaman dahulu).

Kecelakaan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita temukan pada bayi yang
terjerat oleh tali pakaian, orang yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal reflex menjadi
penyebab kematian pada orang yang bersenda gurau.

Bunuh diri pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mereka lakukan dengan cara
melilitkan tali secara berulang dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik. Antara
jeratan dan leher mereka masukkan tongkat lalu mereka memutar tongkat tersebut.

Pemeriksaan tempat kejadian pada kasus jeratan (strangulation by ligature) kita lakukan
secara rutin sebagaimana pada kasus yang lain. Kita hendaknya memperhatikan jeratan pada
leher korban dan cara melepaskan jeratan dari leher korban.

Ada 5 hal yang penting kita perhatikan pada kasus jeratan (strangulation by ligature), antara
lain :
1. Arah jerat mendatar / horisontal.
2. Lokasi jeratan lebih rendah daripada kasus penggantungan (hanging).
3. Jenis simpul penjerat.
4. Bahan penjerat misalnya tali, kaus kaki, dasi, serbet, serbet, dan lain-lain.
5. Pada kasus pembunuhan biasanya kita tidak menemukan alat yang digunakan untuk
menjerat.

Pemeriksaan autopsi pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mirip kasus penggantungan
(hanging) kecuali pada :
1. Distribusi lebam mayat yang berbeda.
2. Alur jeratan mendatar / horisontal.
3. Lokasi jeratan lebih rendah.

PENCEKIKAN (MANUAL STRANGULASI)

Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher korban
yang dilakukan dengan menggunakan tangan atau lengan bawah.
• pakai tangan 1 atau 2
• bersifat pembunuhan
• status lokalis
o luka memer bulat panjang
o luka lecet bentuk bulan sabit  jika pakai tangan kiri  jempoknya di kiri
• diagnosis menyerupai gantung diri
• sebab kematian menyerupai gantung diri

Ada 3 penyebab kematian pada pencekikan , yaitu :


1. Asfiksia

Roman Forensik Edisi 8 31


2. Iskemia
3. Vagal reflex

Ada 2 cara kematian pada kasus pencekikan yaitu :


1. Pembunuhan (hampir selalu).
2. Kecelakaan, biasanya mati karena vagal reflex.

Ada 3 cara melakukan pencekikan (manual strangulasi), yaitu :


1. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.
2. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
3. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku maka ini
disebut mugging.

Ada 3 hal yang penting kita perhatikan pada pemeriksaan luar dari autopsi kasus pencekikan
(manual strangulasi), antara lain :
1. Tanda asfiksia.
2. Tanda kekerasan pada leher (penting).
3. Tanda kekerasan pada tempat lain.

Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar autopsi yang dapat kita temukan antara lain
adanya sianotik, petekie, atau kongesti daerah kepala, leher atau otak. Lebam mayat akan
terlihat gelap.

Ada 2 tanda kekerasan pada leher yang penting kita cari, yaitu :
1. Bekas kuku.
2. Bantalan jari.

Gambar. Pencekikan dengan bekas kuku dan goresan pada sisi leher
Bekas kuku dapat kita kenali dari adanya crescent mark, yaitu luka lecet yang berbentuk
semilunar/bulan sabit. Kadang-kadang kita dapat menemukan sidik jari pelaku. Perhatikan
pula tangan yang digunakan pelaku, apakah tangan kanan (right handed) ataukah tangan kiri
(left handed). Arah pencekikan dan jumlah bekas kuku (susunan bekas kuku) juga tak luput

Roman Forensik Edisi 8 32


dari perhatian kita. Tanda kekerasan pada tempat lain dapat kita temukan di bibir, lidah,
hidung, dan lain-lain. Tanda ini dapat menjadi petunjuk bagi kita bahwa korban melakukan
perlawanan.

Ada 4 hal yang penting kita cari pada pemeriksaan dalam autopsi bagian leher korban pada
kasus pencekikan (manual strangulasi), yaitu :
1. Perdarahan atau resapan darah.
2. Fraktur.
3. Memar atau robekan membran hipotiroidea.
4. Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada mugging. Perdarahan atau
resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid, kelenjar ludah, dan mukosa &
submukosa pharing atau laring. Fraktur yang paling sering kita temukan pada os hyoid.
Fraktur lain pada kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea.

PEMBEKAPAN

Pembekapan (smothering) adalah suatu suffocation dimana lubang luar jalan napas yaitu
hidung dan mulut tertutup secara mekanis oleh benda padat atau partikel-partikel kecil.
• penutupan pada mulut dan hidung
• tanda asfiksia jelas
• rekonstruksi tangan yang dipakai  pakai tangan kiri  jempol di kiri pipi korban

Ada 3 penyebab kematian pada pembekapan (smothering), yaitu :


1. Asfiksia
2. Edema paru
3. Hiperaerasi

Edema paru dan hiperaerasi terjadi pada kematian yang lambat dari pembekapan
(smothering).

Ada 3 cara kematian pada kasus pembekapan (smothering), yaitu :


1. Kecelakaan (paling sering)
2. Pembunuhan
3. Bunuh diri

Ada 3 cara kecelakaan pada kematian kasus pembekapan (smothering), yaitu :


1. Tertimbun tanah longsor atau salju.
2. Alkoholisme.
3. Bayi tertutup selimut atau mammae ibu.

Ada 3 cara pembunuhan pada kasus pembekapan (smothering), yaitu:


1. Hidung dan mulut diplester.
2. Bantal ditekan ke wajah.
3. Serbet atau dasi dimasukkan ke dalam mulut.

Ada 3 cara bunuh diri pada kasus pembekapan (smothering), yaitu :


1. Menggunakan plester atau kantong plastik.
2. Bantal yang diikatkan ke kepala.
3. Menggunakan dasi atau serbet.

Ada 3 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan autopsi kasus pembekapan
(smothering), yaitu :

Roman Forensik Edisi 8 33


1. Mencari penyebab kematian.
2. Menemukan tanda-tanda asfiksia.
3. Menemukan edema paru, hiperaerasi dan sianosis pada kematian yang lambat.

Ada 3 hal penting yang kita cari untuk menemukan penyebab kematian pada kasus
pembekapan (smothering), yaitu :
1. Jika kita menemukan bantal, cari apakah ada tanda-tanda kekerasan.
2. Cari ada tidaknya trauma tumpul di sekitar hidung dan mulut.
3. Mencari ada tidaknya kain, handuk, dasi, serbet, atau pasir dalam rongga mulut.

Burking merupakan kombinasi antara pembekapan (smothering) dengan external pressure on


the chest / traumatic asphyxia. Pelaku melakukan burking dengan cara terlebih dahulu
melumpuhkan korban lalu menelentangkan korban dan pelaku duduk diatas dada korban
(traumatic asphyxia). Satu tangan pelaku menutup hidung atau mulut korban (smothering)
sedangkan tangan yang lain menekan rahang ke atas.

TERSEDAK (CHOCKING)

Tersedak (chocking) adalah suatu suffocation dimana ada benda padat yang masuk dan
menyumbat lumen jalan udara.
• oleh karena benda asing
• tanda asfiksia jelas
• awalnya batuk keras  asfiksia  mati

Ada 2 cara kematian pada kasus tersedak (chocking), yaitu :


1. Kecelakaan (paling sering)
2. Pembunuhan (kasus infanticide)

Ada 3 macam kecelakaan yang dapat menimbulkan kematian pada kasus tersedak (chocking),
yaitu :
1. Gangguan refleks batuk pada alkoholisme.
2. Pada bayi atau anak kecil yang gemar memasukkan benda asing ke dalam mulutnya.
3. Tonsilektomi, aspirasi, dan kain kasa yang tertinggal pada anestesi eter.

Ada 4 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan autopsi kasus tersedak (chocking),
yaitu :
1. Mencari bahan penyebab dalam saluran pernapasan. Juga kadang-kadang ada tanda
kekerasan
1. di mulut korban.
2. Menemukan tanda asfiksia.
3. Mencari tanda-tanda edema paru, hiperaerasi dan atelektasis pada kematian lambat.
4. Tersedak dapat terjadi sebagai komplikasi dari bronkopneumonia dan abses.

ASFIKSIA TRAUMATIK

Asfiksia traumatik (external pressure of the chest) adalah terhalangnya udara untuk masuk
dan keluar dari paru-paru akibat terhentinya gerak napas yang disebabkan adanya suatu
tekanan dari luar pada dada korban.
• penekanan rongga dada, rongga perut, diafragma
• penekanan dari luar
• co: desak desakan  O2 kurang  asfiksia
Ada 2 cara kematian pada kasus tersedak (chocking), yaitu :
1. Kecelakaan (paling sering)

Roman Forensik Edisi 8 34


2. Pembunuhan (misalnya burking)

Ada 3 macam kecelakaan yang dapat menimbulkan kematian pada korban kasus asfiksia
traumatik (external pressure of the chest), yaitu :
1. Terjepit antara lantai dengan elevator, antara 2 kendaraan, atau antara dinding dengan
kendaraan yang mundur.
2. Tertimbun runtuhan benda atau bangunan, pasir, atau batubara.
3. Berdesakan di pintu sempit akibat panik.

Ada 2 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan autopsi korban kasus asfiksia
traumatik (external pressure of the chest), yaitu :
1. Mencari tanda kekerasan di dada.
2. Menemukan tanda asfiksia.

TENGGELAM

Tenggelam (drowning) adalah suatu suffocation dimana jalan napas terhalang oleh air / cairan
sehingga terhisap masuk ke jalan napas sampai alveoli paru-paru.

Ada 2 jenis mati tenggelam (drowning) berdasarkan posisi mayat, yaitu :


1. Submerse drowning
2. Immerse drowning

Submerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi sebagian tubuh mayat masuk ke
dalam air, seperti bagian kepala mayat.
Immerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi seluruh tubuh mayat masuk ke dalam
air.

Ada 2 jenis mati tenggelam berdasarkan penyebabnya, yaitu :


1. Dry drowning
2. Wet drowning
Dry drowning adalah mati tenggelam dengan inhalasi sedikit air sedangkan wet drowning
adalah mati tenggelam dengan inhalasi banyak air.

Ada 2 penyebab kematian pada kasus dry drowning, yaitu :


1. Spasme laring (menimbulkan asfiksia).
2. Vagal reflex / cardiac arrest / kolaps sirkulasi.

Ada 3 penyebab kematian pada kasus wet drowning, yaitu :


1. Asfiksia.
2. Fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam dalam air tawar.
3. Edema paru pada kasus tenggelam dalam air asin (laut).

Ada 4 cara kematian pada kasus tenggelam (drowning), yaitu :


1. Kecelakaan (paling sering).
2. Undeterminated.
3. Pembunuhan.
4. Bunuh diri.

Ada 2 kejadian kecelakaan pada kasus mati tenggelam (drowning) yang dapat kita jumpai,
yaitu :
1. Kapal tenggelam.
2. Serangan asma datang saat korban sedang berenang.

Roman Forensik Edisi 8 35


Penyebab mati tenggelam (drowning) yang termasuk undeterminated yaitu sulit kita ketahui
cara kematian korban karena mayatnya sudah membusuk dalam air.
Ada 2 tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian pembunuhan pada kasus mati
tenggelam (drowning), yaitu :
1. Biasanya tangan korban diikat yang tidak mungkin dilakukan oleh korban.
2. Kadang-kadang dapat kita temukan tanda-tanda kekerasan sebelum korban
ditenggelamkan.

Ada 4 tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian bunuh diri pada kasus mati
tenggelam (drowning), yaitu :
1. Biasanya korban meninggalkan perlengkapannya.
2. Kita dapat temukan suicide note.
3. Kedua tangan / kaki korban diikat yang mungkin dilakukan sendiri oleh korban.
4. Kadang-kadang tubuh korban diikatkan bahan pemberat.

Pada pemeriksaan luar autopsi, tidak ada patognomonis untuk mati tenggelam. Ada 7 tanda
penting yang
yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian basah.
2. Lebam mayat biasanya sianotik kecuali mati tenggelam di air dingin berwarna merah
muda.
3. Kulit telapak tangan / telapak kaki mayat pucat (bleached) dan keriput (washer
woman's hands/feet).
4. Kadang-kadang terdapat cutis anserine / goose skin pada lengan, paha dan bahu
mayat.
5. Terdapat buih putih halus pada hidung atau mulut mayat (scheumfilz froth) yang
bersifat melekat.
6. Bila mayat kita miringkan, cairan akan keluar dari mulut / hidung.
7. Bila terdapat cadaveric spasme maka kotoran air / bahan setempat berada dalam
genggaman tangan mayat.

Ada 5 tanda penting yang yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning) pada
pemeriksaan dalam autopsi, yaitu :
1. Paru-paru mayat membesar dan mengalami kongesti.
2. Saluran napas mayat berisi buih. Kadang-kadang berisi lumpur, pasir, atau rumput air.
3. Lambung mayat berisi banyak cairan.
4. Benda asing dalam saluran napas masuk sampai ke alveoli.
5. Organ dalam mayat mengalami kongesti.

Di daerah tropis, tubuh mayat pada kasus mati tenggelam (drowning) mulai membusuk pada
hari ke-2 sedangkan di daerah dingin, membusuk setelah 1 minggu. Pembusukan tersebut
ditandai oleh terkelupasnya kulit ari. Jika pembusukannya merata, tubuh mayat akan
mengapung di permukaan air. Keadaan ini disebut floaten. Floaten biasanya terjadi pada hari
ke-3 sampai hari ke-6.

Perbedaan Tempat
Air laut Air Tawar
Paru paru besar dan berat Paru-paru besar dan ringan
Basah Relatif ringan
Bentuk besar kadang overlapping Bentuk biasa
Ungu biru dan permukaan licin Merah pucat dan emfisematous
Krepitasi tidak ada Krepitasi ada

Roman Forensik Edisi 8 36


Busa sedikit dan banyak cairan Busa banyak
Dikeluarkan dari torak akan mendatad dan Dikeluarkan dari toraks tapi kempes
ditekan akan menjadi cekung
Mati dalam 5-10 menit, 20 ml/kgBB Mati dalam 5 menit, 40 ml.kgBB
Darah: Darah:
1. BJ 1,0595 -1,0600 1. BJ 1,055
2. Hipertonik 2. hipotonik
3. hemokonsentrasi dan edema paru 3. hemodilusi/hemolisis
4. hipokalemia 4. hiperkalemia
5. hipernatremia 5. hiponatremia
6. hiperklorida 6. hipoklorida
Resusitasi lebih mudah Resusitasi aktif
Tranfusi dengan plasma Tranfusi dengan PRC

Ada 7 tanda intravitalitas mati tenggelam (drowning), yaitu :


1. Cadaveric spasme.
2. Perdarahan pada liang telinga tengah mayat.
3. Benda air (rumput, lumpur, dan sebagainya) dapat kita temukan dalam saluran
pencernaan dan saluran pernapasan mayat.
4. Ada bercak Paltauf di permukaan paru-paru mayat.
5. Berat jenis darah pada jantung kanan berbeda dengan jantung kiri.
6. Ada diatome pada paru-paru atau sumsum tulang mayat.
7. Tanda asfiksia tidak jelas, mungkin ada Tardieu's spot di pleura mayat. Pada kasus
mati tenggelam (drowning), dapat kita temukan tanda-tanda adanya kekerasan berupa
luka lecet pada belakang kepala, siku, lutut, jari-jari tangan, atau ujung kaki mayat.

Ada 4 macam pemeriksaan khusus pada kasus mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Percobaan getah paru (lonset proef).
2. Pemeriksaan diatome (destruction test).
3. Penentuan berat jenis (BD) plasma.
4. Pemeriksaan kimia darah (gettler test).

Adanya cadaveric spasme dan tes getah paru (lonset proef) positif menunjukkan bahwa
korban masih hidup saat berada dalam air.

Percobaan Getah Paru (Lonsef Proef)


Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef proef) yaitu mencari benda asing (pasir,
lumpur, tumbuhan, telur cacing) dalam getah paru-paru mayat. Syarat melakukannya adalah
paru-paru mayat harus segar / belum membusuk.
Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef) yaitu permukaan paru-paru
dikerok (2-3 kali) dengan menggunakan pisau bersih lalu dicuci dan iris permukaan paru-
paru. Kemudian teteskan diatas objek gelas. Syarat sediaan harus sedikit mengandung
eritrosit. Evaluasi sediaan yaitu pasir berbentuk kristal, persegi dan lebih besar dari eritrosit.
Lumpur amorph lebih besar daripada pasir, tanaman air dan telur cacing. Ada 3 kemungkinan
dari hasil percobaan getah paru (lonsef proef), yaitu :
1. Hasilnya positif dan tidak ada sebab kematian lain.
2. Hasilnya positif dan ada sebab kematian lain.
3. Hasilnya negatif.
Jika hasilnya positif dan tidak ada sebab kematian lain maka dapat kita interpretasikan
bahwa korban mati karena tenggelam. Jika hasilnya positif dan ada sebab kematian lain maka
ada 2 kemungkinan penyebab kematian korban, yaitu korban mati karena tenggelam atau
korban mati karena sebab lain. Jika hasilnya negatif maka ada 3 kemungkinan penyebab
kematian korban, yaitu :

Roman Forensik Edisi 8 37


1. Korban mati dahulu sebelum tenggelam.
2. Korban tenggelam dalam air jernih.
3. Korban mati karena vagal reflex / spasme larynx.
Jika hasilnya negatif dan tidak ada sebab kematian lain maka dapat kita simpulkan
bahwa tidak ada hal hal yang menyangkal bahwa korban mati karena tenggelam. Jika hasilnya
negatif dan ada sebab kematian lain maka kemungkinan korban telah mati sebelum korban
dimasukkan ke dalam air.

Pemeriksaan Diatome (Destruction Test)


Kegunaan melakukan pemeriksaan diatome adalah mencari ada tidaknya diatome
dalam paru-paru mayat. Diatome merupakan ganggang bersel satu dengan dinding dari silikat.
Syaratnya paru-paru harus masih dalam keadaan segar, yang diperiksa bagian kanan perifer
paru-paru, dan jenis diatome harus sama dengan diatome di perairan tersebut.
Cara melakukan pemeriksaan diatome yaitu ambil jaringan paru-paru bagian perifer
(100 gr) lalu masukkan ke dalam gelas ukur dan tambahkan H2SO4. Biarkan selama 12 jam
kemudian panaskan sampai hancur membubur & berwarna hitam. Teteskan HNO3 sampai
warna putih lalu sentrifus hingga terdapat endapan hitam. Endapan kemudian diambil
menggunakan pipet lalu teteskan diatas objek gelas. Interpretasi pemeriksaan diatome yaitu
bentuk atau besarnya bervariasi dengan dinding sel bersel 2 dan ada struktur bergaris di
tengah sel.
Positif palsu pada pencari pasir dan pada orang dengan batuk kronis. Untuk hepar atau
lien, tidak akurat karena dapat positif palsu akibat hematogen dari penyerapan abnnormal
gastrointestinal.
Penentuan Berat Jenis (BD) Plasma Penentuan berat jenis (BD) plasma bertujuan
untuk mengetahui adanya hemodilusi pada air tawar atau adanya hemokonsentrasi pada air
laut dengan menggunakan CuSO4. Normal 1,059 (1,0595-1,0600); air tawar 1,055; air laut
1,065. Interpretasinya ditemukan darah pada larutan CuSO4 yang telah diketahui berat
jenisnya.

Pemeriksaan Kimia Darah (Gettler Test)


Pemeriksaan kimia darah (gettler test) bertujuan untuk memeriksa kadar NaCl dan
kalium. Interpretasinya adalah korban yang mati tenggelam dalam air tawar, mengandung Cl
lebih rendah pada jantung kiri daripada jantung kanan. Kadar Na menurun dan kadar K
meningkat dalam plasma. Korban yang mati tenggelam dalam air laut, mengandung Cl lebih
tinggi pada jantung kiri daripada jantung kanan. Kadar Na meningkat dan kadar K sedikit
meningkat dalam plasma.

Pemeriksaan Histopatologi
Pada pemeriksaan histopatologi dapat kita temukan adanya bintik perdarahan di
sekitar bronkioli yang disebut Partoff spot.

Catatan dr. Mursad Abdi, Sp.F


• di air tawar atau air laut
• ada lumpur  masuk air  ke dalam alveoli
• tanda-tanda tenggelam
o asfiksia pada umumnya
o muka bengkak, hitam, mata menonjol
o perdarahan pada telinga  tekanan intra telinga meningkat  pemb. Darah
telinga tengah pecah
o buih halus keluar dari mulut
o lidah menonjol, dan ada bekas gigitan pada lidah
o bulu roma berdiri
o kaku mayat muncul 0,5 jam post mortem

Roman Forensik Edisi 8 38


o cadaferik spasme
o pakaian basah, kuku keriput
o lebam mayat lebih gelap  hemokonsentrasi karena air asin
o jika tenggelam di air tawar  hemodilusi  eritrosit pecah, hiperkalemia 
aritmia  kematian
o pembusukan di leher  air masuk ke saluran napas (bengkak)
o ada air mani
• autopsi ke arah leher
o ada benda di saluran napas, buih, buih halus di laring, trakea, bronkus dan sisa-
sisa lumpur
o orang mati di air tawar  NaCl lebih tinggi di ventrikel kiri daripada di
ventrikel kakan
o autopsi  pada gaster  lumpur dari TKP
o pada paru  air masuk
 ada krepitasi (ada air dan udara di alveoli). Paru ditekan tidak kembali
(emfisema aquatum)
 tepi tumpul
 berat paru >> normal
 tes air  sedot dari alveoli  bandingkan dengan air dari tempat
tenggelam
 tes diatom
o sebab kematian
 asfiksia  air dan enda asing masuk ke lumen saluran napas
 refleks vagal
 edema laring
 air  Hemodilusi/hemokonsentrasi  eritrosit pecah  K+ keluar 
hiperkalemia  fibrilasi ventrikel

SUFOKASI

Inhalation of suffocating gasses adalah suatu keadaan dimana korban menghisap gas tertentu
dalam jumlah berlebihan sehingga kebutuhan O2 tidak terpenuhi.
• kekurangan O2 di suatu tempat/daerah sekitarnya (daerah tambang)
• tanda asfiksia
• tanda intoksikasi CO2
• tanda trauma seperti kejatuhan batu

Ada 3 cara kematian pada korban kasus inhalation of suffocating gasses, yaitu menghisap gas:
1. CO
2. CO2
3. H2S
Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO2 banyak pada sumur tua dan gudang bawah
tanah. Gas H2S pada tempat penyamakan kulit.

Roman Forensik Edisi 8 39


BAB VII
TRAUMATOLOGI

Definisi :
Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma atau
perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), yang
kelainannya terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang
menimbulkan jejas.

Ada tiga hal yang ciri khas/ hasil dari trauma yaitu :
1. Adanya luka
2. Perdarahan dan atau skar
3. Hambatan dalam fungsi organ

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik , atau
gigitan hewan atau juga gangguan pada ketahanan jaringan tubuh yang disebabkan oleh
kekuatan mekanik eksternal, berupa potongan atau kerusakan jaringan, dapat disebabkan oleh
cedera atau operasi.

Luka di klasifikasikan dapat dibagi berdasarkan :


1. Jenis penetrasi yang terbagi atas luka tusuk,
luka insisi, luka bacok, luka memar, luka robek, luka tembak dan luka gigitan.
2. Tingkat kebersihan dari kontaminasi bakteri
terbagi atas luka bersih, luka bersih yang terkontaminasi, luka terkontaminasi dan luka
kotor.
3. Waktu terjadinya terbagi atas luka akut
(sebelum 8 jam) dan luka kronis

Deskripsi luka :

Roman Forensik Edisi 8 40


1. Lokalisasi (Letak luka terhadap garis ordinat atau aksis pada tubuh. Garis yang melalui
tulang dada dan tulang belakang dipakai sebagai ordinat.)
2. Ukuran, ditentukan :
 Ditentukan panjang luka
 Jumlah luka
 Sifat luka
 Ada atau tidaknya benda asing pada luka
 Luka terjadi saat masih hidup atau korban sudah mati
 Menyebabkan kematian atau tidak
 Cara terjadinya luka : bunuh diri, kecelakaan dan pembunuhan
3. Jenis kekerasan yang menjadi penyebab luka
 Luka akibat kekerasan mekanis:
• Luka akibat kekerasan oleh benda tumpul
• Luka akibat kekerasan oleh benda tajam
• Luka akibat kekerasan oleh tembakan senjata api
 Luka akibat kekerasan fisis:
• Luka akibat kekerasan oleh suhu tinggi atau rendah
• Luka akibat kekerasan auditorik
• Luka akibat kekerasan oleh arus listrik dan petir
• Luka akibat kekerasan radiasi
 Luka akibat kekerasan kimiawi:
• Luka akibat kekerasan oleh asam kuat
• Luka akibat kekerasan oleh basa kuat
• Intoksikasi

Klasifikasi trauma (berdasarkan sifat dan penyebab) :


1. Trauma Mekanik (Kekerasan oleh benda tajam, kekerasan oleh benda tumpul,
tembakan senjata)
2. Trauma Fisik (Suhu, listrik dan petir, akustik, radiasi, tekanan udara)
3. Trauma Kimia (Asam basa atau kuat)
NB : Ada yang memisahkan trauma senjata api tersendiri (balistik) terpisah dari trauma
mekanik

Patofisiologi Trauma

Transmisi energi pada trauma dapat menyebabkan kerusakan tulang, pembuluh darah dan
organ termasuk fraktur, laserasi, kontusi, dan gangguan pada semua sistem organ, sehingga
tubuh melakukan kompensasi akibat ada trauma bila kompensasi tubuh tersebut berlanjut
tanpa dilakukan penanganan akan mengakibatkan kematian seseorang. Mekanisme
kompensasi tersebut adalah :
1. Aktivasi sistem saraf simpatik menyebabkan peningkatan tekanan arteri dan vena,
bronkhodilatasi, takikardia, takipneu, capillary shunting, dan diaforesis.
2. Peningkatan heart rate. Cardiac output sebanding dengan stroke volume dikalikan
heart rate. Jika stroke volume menurun, heart rate meningkat.
3. Peningkatan frekuensi napas. Saat inspirasi, tekanan intrathoracik negatif. Aksi
pompa thorak ini membawa darah ke dada dan pre-loads ventrikel kanan untuk menjaga
cardiac output.
4. Menurunnya urin output. Hormon anti-diuretik dan aldosteron dieksresikan untuk
menjaga cairan vaskular. Penurunan angka filtrasi glomerulus menyebabkan respon ini.
5. Berkurangnya tekanan nadi menunjukkan turunnya cardiac output (sistolik) dan
peningkatan vasokonstriksi (diastolik). Tekanan nadi normal adalah 35-40 mmHg.

Roman Forensik Edisi 8 41


6. Capillary shunting dan pengisian trans kapiler dapat menyebabkan dingin, kulit
pucat dan mulut kering. Capillary refill mungkin melambat.
7. Perubahan status mental dan kesadaran disebabkan oleh perfusi ke otak yang
menurun atau mungkin secara langsung disebabkan oleh trauma kepala.

Trauma Mekanik

Trauma tumpul :
Benda tumpul : benda yang permukaannya tidak mampu utk mengiris

Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah :


- Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam
- Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam

Sifat luka akibat persentuhan dengan permukaan tumpul :


1. Memar (kontusio, hematom)
2. Luka Lecet
- Luka Lecet Tekan
- Luka Lecet Geser
3. Luka Robek
4. Patah tulang

Luka memar  diskontinuitas pembuluh darah & jaringan dibawah kulit tanpa rusaknya
jaringan kulit
Teraba menonjol  pengumpulan darah di jaringan sekitar pembuluh darah rusak
Bentuk luka  Menyerupai benda yang mengenai

Luka Lecet  tjd pd epidermis – gesekan dgn benda yang permukaannya kasar
Luka Lecet Tekan  arah kekerasan tegak lurus pd permukaan tubuh, epidermis yang
tertekan  melesak kedalam
Luka Lecet Geser  arah kekerasan miring/membentuk sudut  epidermis terdorong &
terkumpul pd tmpt akhir gerak benda tersebut
Luka Lecet Regang  diskontinuitas epidermis akibat peregangan yang letaknya sesuai
dengan garis kulit

Luka robek  terjadi pada epidermis/jaringan dibawahnya akibat kekerasan yang


mengenainya melebihi elastisitas kulit/jaringan
Syarat : kekuatan peregangan > elastisitas kulit

Patah tulang
o Bentuk : bergantung pada sifat benda penyebab
o Perubahan berdasarkan waktu
o Dampak patofisiologi : perdarahan, disfungsi, kerusakan jaringan sekitar, emboli
lemak dan sumsum tulang

Fraktur tulang kepala :


Terjadi akibat trauma langsung terhadap skull. Adanya fraktur tidak selalu disertai dgn
adanya cedera otak namun manunjukkan adanya benturan yg cukup kuat dan sebaikknya
dievaluasi untuk tau ada tidaknya cedera tambahan.

Benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan :


1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak

Roman Forensik Edisi 8 42


2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur oleh
benda yang bergerak (kepala tergencet)
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup yang disebabkan oleh hantaman
pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena dan contre coup terjadi pada sisi yang
berlawanan dengan arah benturan.

Luas dan tipe fraktur ditentukan oleh beberapa hal, yaitu :


- Besarnya energi yang membentur kepala (Energi kinetik objek)
- Arah Benturan
- Bentuk tiga dimensi objek yang membentur
- Lokasi Anatomis tulang tengkorak tempat benturan terjadi

Tipe Fraktur pada cedera kepala, yaitu :


1. Fraktur simple : Pecahnya tulang kepala yg tidak disertai kerusakan kulit
2. Fraktur Linear : Pecahnya tulang kepala yg menyerupai garis tipis tanpa distorsi tulang
3. Fraktur depresi : Pecahnya tulang kepala dengan penekanan sebagian tulang kedalam
otak.
4. Fraktur compound : Pecahnya tulang disertai dengan rusak atau hilangnya kulit

Tergantung kecepatan dan gaya


- depressed jika permukaan yang mengenai kepala tidak luas
- radial
- hole/stellata jika benda yang mengenai kepala permukaannya kecil dan
berkecepatan/berenergi tinggi, contoh : luka tembak

Jika kepala bergerak ke permukaan rata&diam : patah linear

Fraktur basis cranii :


Fraktur yg terjadi pada tulang yg membentuk dasar tengkorak.
- gaya langsung ke basis cranii
- gaya ke dagu melalui rami mandibulae

Adanya Rhinorea jika bercampur dgn darah kadang2 sulit dibedakan dengan epistaksis.
Beberapa cara untuk membuktikan adanya rhinorea yaitu :
1. Darah tersebut tidak akan membeku karena bercampur CSS
2. Tanda “Double Ring atau Hallo Sign” yaitu jika setetes cairan diletakkan diatas kertas
tissue/koran maka darah akan terkumpul ditengah dan sekitarnya masih terbentuk
rembesan cairan (CSS) yg membentuk cincin kedua yg mengelilingi lingkaran pertama.
3. Pemeriksaan Beta-2-transferrin yg merupakan marker spesifik untuk CSS.
- Jika terdapat kecurigaan adanya fraktur, jangan memasang NGT krn dapat
melewati lempeng kribriformis yang sudah fraktur dan masuk ke intracranial.
- Jika fraktur melibatkan kanalis optikus, dapat mencederai N. Optikus sehingga
tjd gangguan visus.
Ring fraktur : gaya dari atas ke bawah

Perdarahan intrakranial :
Dapat berbentuk lesi fokal (Perdarahan epidural, perdarahan subdural, kontusio dan
perdarahan intraserebral) maupun lesi difus.

• Epidural hematom : clot terletak diluar duramater, namun di dalam tengkorak


– Arteri meningea media
– Temporal (50%), oksipital (15%)

Roman Forensik Edisi 8 43


– Prognosis baik bila dilakukan penanganan segera karena cedera otak
disekitarnya biasanya terbatas.
• Subdural/subarachnoid bleeding : >> ditemukan pada penderita dengan cedera kepala
berat.
– Terjadi karena robeknya vena bridging, sinus draining, focus laserasi atau
kontusio
– Delayed : subdural
– Spontan : leukemia, tumor, infeksi
– Kerusakan otak biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari
hematoma epidural
– Mortalitas umumnya 60% namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yg
sangat segera dan pengelolaan medis agresif.
● Kontusi dan hematom intraserebral : hampir selalu berkaitan dengan hematoma
subdural
– >> di lobus frontal dan temporal

Cedera Difus membentuk kerusakan otak berat progresif yang berkelanjutan, disebabkan oleh
meningkatnya jumlah cedera akselerasi deselerasi otak.

Doktrin MONROE-KELLIE :
Vblood + Vbrain + V LCS = konstan
Konsep utama : volume intrakranial selalu konstan (rongga kranium tidak mungkin mekar).
Tekanan Intrakranial (TIK) yang normal tidak berarti tidak ada lesi massa intakranial, karena
TIK umumnya tetap dalam batas normal sampai penderita mencapai titik dekompensasi dan
memasuki fase ekspansional.
TIK normal : 50-200 mmH2O (4-15 mmHg)
Kapasitas ruang cranial : otak (1400 g), LCS (75 mL), darah (75 mL)
Perubahan kompensatoris dapat melalui :
- pengalihan LCS ke rongga spinal
- peningkatan aliran vena dari otak
- sedikit tekanan pada jaringan otak
peningkatan TIK sampai 33 mmHg (450 mmH2O) akan menurunkan aliran darah otak secara
signifikan

Trauma tajam :
Benda tajam  benda yg permukaannya mampu mengiris sehingga kontinuitas jaringan
hilang
- Luka iris  dalam luka < panjang irisan luka
arah trauma sejajar permukaan kulit
- Luka tusuk  dalam luka > panjang luka
arah trauma tegak lurus permukaan kulit
- Luka bacok  dalam ± = panjang luka
arah trauma ± 45° dari permukaan kulit dan tergantung beratnya
benda yang di pakai.
Ciri-ciri luka karena benda tajam :
 Tepinya rata
 Sudut luka tajam
 Tidak ada jembatan jaringan
 Sekitar luka bersih tidak ada memar
 Bila lokasinya pada kepala maka rambutnya terpotong

Roman Forensik Edisi 8 44


Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa :
1. Luka iris atau sayat (panjang > dalam)
2. Luka Tusuk (dalam > panjang > lebar) ada beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk
luka tusuk seperti reaksi korban atau saat pisau keluar sehingga lukanya menjadi tidak
khas adapun pola yang sering ditemukan yaitu :
a. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan
kembali melalui saluran yang berbeda
b. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,
sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan
kulit seperti ekor.
c. Tusukan masuk kemudian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga
saluran luka menjadi lebih luas
d. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam
sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar
pada bagian superfisial
e. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk ireguler
dan besar.

3. Luka Bacok (panjang = dalam) luka ini tergantung dua faktor yaitu :
a. Jenis senjata biasanya senjata yang digunakan sedikit tajam/ tajam dan relatif
berat seperti kapak atau parang.
b. Tenaga yang digunakan biasanya lebih besar dari luka tusuk atau luka iris.

Perbedaan luka pada trauma tajam dan trauma tumpul


No Pembeda Tajam Tumpul
1. bentuk luka Teratur tidak
2. tepi Rata tidak rata
3. jembatan jar tidak ada ada/tidak
4. folikel rambut terpotong ya/tidak tidak
5. dasar luka garis/titik tidak teratur
6. sekitar luka Bersih Bisa lecet/memar

Perbedaan hematom (luka memar) dan lebam mayat


HEMATOM LEBAM MAYAT
Kejadian intravital Kejadian post mortem
Terdapat pembengkakan Pembengkakan (-)
Darah akan mengalir keluar dari pembuluh
Darah tidak mengalir
darah yang tersayat
Penampang sayatan nampak merah Jika dialiri air penampang sayatan nampak
kehitaman bersih

Ciri-ciri luka akibat kekerasan benda tajam pada kasus pembunuhan, bunuh diri atau
kecelakaan :
Pembunuhan Bunuh Diri Kecelakaan
Lokasi luka Sembarang Terpilih Terpapar

Roman Forensik Edisi 8 45


3 luka Banyak Banyak >1
Pakaian Terkena Tidak Terkena
Luka tangkisan (+) (-) (-)
Luka percobaan (-) (+) (-)
Cedera Sekunder Mungkin ada (-) Mungkin ada

LUKA TEMBAK

Ciri-ciri utama luka tembak ialah biasanya luka tembak menghasilkan 2 buah luka:
1. Luka Tembak Masuk:
• luka tembak tempel
• luka tembak jarak dekat
• luka tembak jarak jauh
2. Luka Tembak Keluar (luka tembus)

Luka tembak masuk Luka tembak keluar


Ukurannya kecil (berupa satu Ukurannya lebih besar dan lebih tidak teratur
titik/stelata/bintang), karena peluru dibandingkan luka tembak masuk, karena
menembus kulit seperti bor dengan kecepatan peluru berkurang hingga
kecepatan tinggi menyebabkan robekan jaringan.
Pinggiran luka melekuk kearah dalam Pinggiran luka melekuk keluar karena peluru
karena peluru menmebus kulit dari luar menuju keluar.
Pinggiran luka mengalami abrasi Pinggiran luka tidak mengalami abrasi.
Bisa tampak kelim lemak. Tidak terdapat kelim lemak
Pakaian masuk kedalam luka, dibawa oleh
Tidak ada
peluru yang masuk.
Pada luka bisa tampak hitam, terbakar,
Tidak ada
kelim tato atau jelaga.
Pada tulang tengkorak, pinggiran luka bagus
Tampak seperti gambaran mirip kerucut
bentuknya.
Bisa tampak berwarna merah terang akibat
Tidak ada
adanya zat karbon monoksida.
Disekitar luka tampak kelim ekimosis. Tidak ada
Luka tembak masuk Luka tembak keluar
Perdarahan hanya sedikit. Perdarahan lebih banyak
Pemeriksaan radiologi atau analisis aktivitas
netron mengungkapkan adanya lingkaran Tidak ada
timah atau zat besi di sekitar luka.

Faktor-faktor yang mempengaruhi cedera akibat senjata api :


• Jenis peluru
• Kecepatan peluru
• Jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat penembakan
• Densitas jaringan tubuh dimana peluru masuk
Jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat penembakan
1. Jika senjata ditembakkan pada jarak yang sangat dekat atau menempel dengan
kulit :
 Jaringan subkutan 5 sampai 7,5 cm disekitar luka tembak masuk mengalami
laserasi

Roman Forensik Edisi 8 46


 Kulit disekitar luka terbakar atau hitam karena asap. Kelim tato terjadi karena
bubuk mesiu senjata yang tidak terbakar.
 Rambut di sekitar luka hangus.
 Pakaian yang menutupi luka terbakar karena percikan api dari senjata.
 Walaupun jarang bisa ditemukan bercak berwarna abu-abu atau putih di sekitar
luka. Hal ini terjadi jika bubuk mesiu tidak berasap dan tidak terdapat bagian
kehitaman pada kulit.
2. Tembakan jarak dekat
 Jaraknya adalah 30-45 cm dari kulit.
 Ukuran luka lebih kecil dibandingkan peluru
 Warna hitam dan kelim tato lebih luar disekitar luka
 Tidak ada luka bakar atau kulit yang hangus.
3. Tembakan jarak jauh
 Jaraknya adalah di atas 45 cm.
 Ukuran luka jauh lebih kecil dibandingkan peluru.
 Kehitaman atau kelim tato tidak ada
 Bisa tampak kelim lecet. Jika peluru menyebabkan gesekan pada lubang
tempat masuk dan menyebabkan lecet, maka di sebut kelim lecet.

Deskripsi Luka Tembak


1. Lokasi
 jarak dari puncak kepala atau telapak kaki serta ke kanan dan kiri garis
pertengahan tubuh
 lokasi secara umum terhadap bagian tubuh
2. Deskripsi luka luar
 ukuran dan bentuk
 lingkaran abrasi, tebal dan pusatnya
 luka bakar
 lipatan kulit, utuh atau tidak
 tekanan ujung senjata
3. Residu tembakan yang terlihat
 grains powder
 deposit bubuk hitam, termasuk korona
 tattoo
 metal stippling
4. Perubahan
 oleh tenaga medis
 oleh bagian pemakaman
5. Track
 penetrasi organ
 arah
 kerusakan sekunder
 kerusakan organ individu
6. Penyembuhan luka tembakan
 titik penyembuhan
 tipe misil
 tanda identifikasi
 susunan
7. Luka keluar
 lokasi
 karakteristik
Roman Forensik Edisi 8 47
8. Penyembuhan fragmen luka tembak
9. Pengambilan jaringan untuk menguji residu

TRAUMA FISIK

1. Dry Heat (Burn Heat / Luka Bakar)


Dry heat (burn heat / luka bakar) adalah luka bakar yang diakibatkan oleh persentuhan
tubuh dengan api atau benda panas (bukan cairan).
Ada 2 reaksi dari tubuh korban :
1. Reaksi lokal
2. Reaksi umum

Ada 4 reaksi lokal dari tubuh korban :


• Eritem dengan ciri-ciri : epidermis intak, kemerahan, sembuh tanpa
meninggalkan sikatriks.
• Vesikel, bulla & bleps dengan albumin atau NaCl tinggi.
• Necrosis coagulativa dengan ciri-ciri : warna coklat gelap hitam dan
sembuh dengan meninggalkan sikatriks (litteken).
• Karbonisasi (sudah menjadi arang).

Derajat luka bakar :


Luka akibat suhu tinggi (luka bakar)
 Luka bakar derajat 1 (superficial burn)
 Luka bakar derajat 2 (partial thickness burn)
 Luka bakar derajat 3 (full thickness burn)
 Luka bakar derajat 4 (hitam bagai arang, nekrotik)

Ada 3 reaksi umum dari tubuh korban :


1. Heat exhaustion
2. Heat stroke / sun stroke / pingsan panas
3. Heat cramp

Ada 8 gejala heat exhaustion :


1. Badan panas
2. Pusing
3. Pucat
4. Berkeringat
5. Otot lemah
6. Suhu tubuh turun
7. Nadi irreguler
8. Kolaps sirkuler

Ada 3 hal yang dapat kita temukan pada autopsi sebagai tanda adanya reaksi heat exhaustion :
1. Arteriosklerosis arteri coronaria.
2. Darah berwarna gelap di jantung.
3. Organ dalam mengalami kongesti.

Heat stroke / sun stroke / pingsan panas diakibatkan oleh terjadinya paralisis centrum di
medulla. Keadaan ini dapat terjadi pada udara yang panas (1000 Fahrenheit) dan lembab serta
telah berlangsung beberapa hari.

Roman Forensik Edisi 8 48


Ada 6 gejala heat stroke / sun stroke / pingsan panas :
1. Badan panas
2. Pusing
3. Sakit kepala
4. Nadi cepat & penuh
5. Kolaps sirkuler
6. Shock sampai beresiko mati dengan tubuh kemerahan

Ada 6 hal pada autopsi tanda adanya reaksi heat stroke :


1. Darah berwarna merah gelap.
2. Organ mengalami kongesti.
3. Perdarahan otak, epicardium, endocardium atau bundle of his.
4. Degenerasi sel-sel ganglion.
5. Kongesti (edem berat).
6. Perdarahan kecil pada ventrikel III & IV.

Heat cramp dapat terjadi pada individu yang bekerja dalam ruangan yang bersuhu tinggi. Kita
dapat melakukan terapi terhadap reaksi heat cramp dengan menggunakan campuran air &
garam atau larutan PZ IV bila korban mengalami konvulsi.

Ada 5 gejala umum dry heat (burn heat / luka bakar), yaitu :
• Nyeri yang sangat hebat  shock dan kematian.
• Pugillistic attitude / coitus attitude berupa ekstremitas fleksi, kulit
menjadi arang & mengelupas. Ekstremitas fleksi akibat koagulasi protein. Ekstremitas
fleksi tidak sampai menimbulkan rigor mortis.
• Otot merah gelap, kering, berkontraksi dan jari-jari mencengkeram.
• Bukan tanda intravital.
• Fraktur tengkorak  pseudoepidural hematom (bedakan dengan
epidural hematom).

Pseudoepidural Hematom Epidural Hematom


Warna bekuan darah coklat. Warna bekuan darah hitam. Konsistensi rapuh. Konsistensi
kenyal. Bentuk otak mengkerut seluruhnya. Bentuk otak cekung sesuai dengan bekuan darah.
Garis patah tidak menentu. Garis patah melewati sulcus arteria meningea.

Penyebab kematian pada kasus dry heat ada 3 kategori, yaitu :


• Cepat : shock primer (neurogenis) & asfiksia
• Sedang : shock dehidrasi
• Lambat : shock dehidrasi, acute renal failure, infeksi & sepsis, ulcus
curling, autointoksikasi, dan pneumonia hipostatik.

Luas dry heat (burn heat / luka bakar) dapat kita tentukan dengan menggunakan RULE OF
NINE, yaitu :
 9% : permukaan kepala & leher; dada; punggung; perut; pinggang; ekstremitas
atas kanan; ekstremitas atas kiri.
 18% : permukaan ekstremitas bawah kanan; ekstremitas bawah kiri.
 1% : permukaan alat kelamin.

Tingkat II yaitu luas dry heat 30%  membahayakan jiwa.

Kematian karena gas karbon monoksida (CO) :


 Biasanya terjadi pada kebakaran gedung besar.

Roman Forensik Edisi 8 49


 Biasanya dry heat (burn heat / luka bakar) hanya sedikit.
 Ada jelaga pada lubang hidung.
 Saluran napas terdapat jelaga atau lendir; mukosa edema & kemerahan.
 Lebam mayat yang berwarna merah cherry akibat terbentuknya senyawa HbCO
(hemoglobin tereduksi).
 Diagnosis pasti dapat kita tentukan dengan melakukan pemeriksaan saturasi, yaitu
lebih 10%. Gas karbon monoksida (CO) 210 kali lebih kuat dari gas oksidan (O2) dalam
mengikat hemoglobin.

2. Trauma Dingin (Cold Trauma)


Insiden trauma dingin (cold trauma / frost bite / immertion foot) jarang terjadi dan
biasanya terdapat di negara yang bermusim dingin. Lokasinya bisa pada tangan, kaki, hidung,
telinga, dan pipi. Ada 2 cara kematian kasus trauma dingin (cold trauma / frost bite /
immertion foot), yaitu :
1. Kecelakaan
2. Pembunuhan (infanticide)

Ada 2 reaksi dari tubuh korban trauma dingin :


1. Reaksi lokal
2. Reaksi umum

Ada 2 reaksi lokal :


 Kulit korban pucat akibat vasokonstriksi  kemerahan akibat vasodilatasi karena
paralisis vasomotor center.
 Kulit korban lalu berubah menjadi merah kehitaman, membengkak (skin blister), gatal
dan nyeri. Kemudian timbul gangren superfisial yang irreversibel.

Ada 8 reaksi umum :


 Kulit korban pucat dan menggigil. Kita dapat menemukan cutis anserina.
 Kepucatan yang bercampur warna sianosis. Hal ini karena darah "dipaksa" masuk
kembali ke dalam pembuluh darah perifer akibat organ dalam mengalami kongesti.
 Lethargy, koma, dan akhirnya mati bila tubuh korban lama terpapar dingin.
 Pada pemeriksaan autopsi, jantung korban berisi darah berwarna merah cerah.
 Organ dalam mengalami kongesti hebat.
 Tengkorak korban dapat retak pada bagian sutura.
 Lebam mayat berwarna merah cerah yang bercampur bercak berwarna merah gelap.
 Cairan tubuh korban berubah menjadi es jika tubuh korban lama baru kita temukan.

3. Trauma listrik (Electrical Injury)


Ada 2 jenis tenaga yaitu :
 Tenaga listrik alam seperti petir dan kilat.
 Tenaga listrik buatan meliputi arus listrik searah (DC) seperti telepon (30-50 volt) dan
tram listrik (600-1000 volt) dan arus listrik bolak-balik (AC) seperti listrik rumah, pabrik,
dll

Arus listrik bergerak dari tempat yang berpotensial tinggi ke potensial rendah.
Arahnya sama dengan arah gerak muatan-muatan positif (berlawanan arah dengan elektron-
elektron).
Bagian-bagian listrik, antara lain :
1. Arus listrik (I)
a. Arus listrik searah atau direct current (DC)

Roman Forensik Edisi 8 50


mengalir secara terus menerus ke satu arah, dipakai dalam industri elektrolisis,
misalnya pada pemurnian dan pelapisan/penyepuhan logam. Juga digunakan
pada telefon (30-50 volt), dan kereta listrik (600-1500 volt). Sumber misalnya
baterai dan accu.
b. Arus listrik bolak-balik atau alternating current (AC)
mengalir bolak-balik, digunakan di rumah-rumah dan pabrik-pabrik, biasanya
110 volt atau 220 volt, jauh lebih berbahaya daripada arus DC, tubuh manusia
4-6 kali lebih sensitif terhadap arus AC.
2. Frekuensi listrik
Satuan : cycle per second atau hertz, yang paling sering digunakan 50 dan 60 hertz,
yang paling tinggi 1 jt hertz dengan voltage 20.000-40.000 volt tidak begitu berbahaya
dapat digunakan sebagai diatermi. Tubuh sangat tidak peka terhadap frekuensi yang
sangat tinggi atau sangat rendah, contohnya kurang dari 40 hertz atau lebih dari 1.000
hertz.
3. Tegangan (voltage/V)
Satuan : volt. 1 volt = tenaga listrik yang dibutuhkan untuk menghasilkan intensitas
listrik sebesar 1 ampere melalui sebuah konduktor (penghantar) yang memiliki
tahanan sebesar 1 ohm.
 Voltase rendah (110-460 V) misalnya penerangan, pabrik, tram
listrik.
 Voltase tinggi (= 1.000 V) misalnya transpor arus listrik.
 Voltase sangat tinggi (20.000-1.000.000 V) misalnya deep X-rays therapy dan
diatermi. Diatermi : frekuensi 1 juta Hz dan tegangan 20 ribu - 40 ribu volt. Kuat
arus yang sering kita gunakan dibawah 6 ampere. LET GO CURRENT = kuat arus
dari aliran listrik dimana korban masih bisa melepaskan diri darinya.
4. Tahanan/hambatan listrik (resistance/R)
Satuan : ohm. Menurut hukum Ohm, besarnya intensitas listrik (I) sama
dengan besarnya tegangan/voltage (V) dibagi dengan tahanan (R) dari medium.
Panas yang terjadi tergantung dari :
1. banyaknya arus V
2. lamanya kontak I =
3. besarnya hambatan ---
Hal ini sesuai dengan rumus : R
Keterangan : W = panas yang dihasilkan (kalori)
I = kuat arus (ampere)
R = hambatan (ohm) W = I2 R t
t = waktu (detik)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efek Listrik pada Tubuh


1. Jenis / macam aliran listrik
Arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC). Banyak kematian akibat sengatan arus
listrik AC dengan tegangan 220 volt. Suatu arus AC dengan intensitas 70-80 mA 
kematian, sedangkan arus DC dengan intensitas 250 mA masih dapat ditolerir tanpa
menimbulkan kerusakan.
2. Tegangan / voltage
Hanya penting untuk sifat-sifat fisik saja, sedangkan pada implikasi biologis kurang
berarti. Voltage yang paling rendah yang sudah dapat menimbulkan kematian manusia
 50 volt. Makin tinggi voltage akan menghasilkan efek yang lebih berat pada
manusia baik efek lokal maupun general. +60% kematian akibat listrik arus listrik
dengan tegangan 115 volt. Kematian akibat aliran listrik tegangan rendah terutama
oleh karena terjadinya vibrilasi ventrikel, sementara itu pada tegangan tinggi
disebabkan oleh karena trauma elektrotermis.

Roman Forensik Edisi 8 51


3. Tahanan / resistance
Tahanan tubuh bervariasi pada masing-masing jaringan, ditentukan perbedaan
kandungan air pada jaringan tersebut. Tahanan yang terbesar terdapat pada kulit tubuh,
akan menurun besarnya pada tulang, lemak, urat saraf, otot, darah dan cairan tubuh.
Tahanan kulit rata-rata 500-10.000 ohm.
Di dalam lapisan kulit itu sendiri bervariasi derajat resistensinya, hal ini
bergantung pada ketebalan kulit dan jumlah relatif dari folikel rambut, kelenjar
keringat dan lemak. Kulit yang berkeringat lebih jelek daripada kulit yang kering.
Menurut hitungan Cardieu, bahwa berkeringat dapat menurunkan tahanan sebesar
3000-2500 ohm. Pada kulit yang lembab karena air atau saline, maka tahanannya
turun lebih rendah lagi antara 1200-1500 ohm. Tahanan tubuh terhadap aliran listrik
juga akan menurun pada keadaan demam atau adanya pengaruh obat-obatan yang
mengakibatkan produksi keringat meningkat.
Pertimbangkan tentang ”transitional resistance”, yaitu suatu tahanan yang
menyertai akibat adanya bahan-bahan yang berada di antara konduktor dengan tubuh
atau antara tubuh dengan bumi, misalnya baju, sarung tangan karet, sepatu karet, dan
lain-lain.
4. Kuat arus / intensitas /amperage
Adalah kekuatan arus (intensitas arus) yang dapat mendeposit berat tertentu
perak dari larutan perak nitrat perdetik. Satuannya : ampere. Arus yang di atas 60 mA
dan berlangsung lebih dari 1 detik dapat menimbulkan vibrilasi ventrikel.
Berikut ini disajikan sebuah tabel mengenai efek aliran listrik terhadap tubuh
(Lobl. O, 1959) : 1
mA Efek
1,0 Sensasi, ambang arus
1,5 Rasa yang jelas, persepsi arus
2,0 Tangan mati rasa
3,5 Tangan terasa ringan dan kaku
4,0 Parestesia lengan bawah
5,0 Tangan tremor dan lengan bawah spasme
7,0 Spasme ringan yang luas sampai lengan atas
10,0 Dapat sengaja melepaskan diri dari arus listrik
15,0 Kontraksi otot-otot fleksor mencegah terlepas dari aliran listrik
20,0 Kontraksi otot yang sangat sakit
Dikatakan bahwa kuat arus sebesar 30 mA adalah batas ketahanan seseorang,
pada 40 mA dapat menimbulkan hilangnya kesadaran dan kematian akan terjadi pada
kuat arus 100 mA atau lebih.

KOEPPEN menggolongkan akibat kecelakaan listrik dalam 4 kelompok yaitu :


a. Kelompok I : kuat arus < 25 mA AC (DC antara 25-80 mA) dengan
transitional R yang tinggi efek yang berbahaya (-).
b. Kelompok II : kuat arus 25-80 mA AC (DC 80-300 mA) dg transitional R <
dari kel.I  hilangnya kesadaran, aritmia dan spasme pernafasan.
c. Kelompok III : Kuat arus 80-100 mA AC (DC 300 mA - 3A), transitional R <
dari kel. II. Jk t = 0,1-0,3s , efek biologisnya sama dg kel. II. Jk > 0,3s  vibrilasi
ventrikel irreversibel.
d. Kelompok IV : kuat arus > 3A  cardiac arrest
5. Adanya hubungan dengan bumi / earthing
Sehubungan dengan faktor tahanan, maka orang yang berdiri pada tanah yang
basah tanpa alas kaki, akan lebih berbahaya daripada orang yang berdiri dengan
mengggunakan alas sepatu yang kering, karena pada keadaan pertama tahanannya
rendah.

Roman Forensik Edisi 8 52


6. Lamanya waktu kontak dengan konduktor
Makin lama korban kontak dengan konduktor  makin banyak jumlah arus
yang melalui tubuh  kerusakan tubuh akan bertambah besar & luas. Dengan
tegangan yang rendah  spasme otot-otot  korban malah menggenggam konduktor
 arus listrik akan mengalir lebih lama  korban jatuh dalam keadaan syok yang
mematikan Sedangkan pada tegangan tinggi  segera terlempar atau melepaskan
konduktor atau sumber listrik yang tersentuh, karena akibat arus listrik dengan
tegangan tinggi tersebut dapat menyebabkan timbulnya kontraksi otot, termasuk otot
yang tersentuh aliran listrik tersebut.
7. Aliran arus listrik (path of current)
Adalah tempat-tempat pada tubuh yang dilalui oleh arus listrik sejak masuk
sampai meninggalkan tubuh. Letak titik masuk arus listrik (point of entry) & letak titik
keluar bervariasi  efek dari arus listrik tersebut bervariasi dari ringan sampai berat.
Arus listrik masuk dari sebelah kiri bagiah tubuh lebih berbahaya daripada jika masuk
dari sebelah kanan. Bahaya terbesar bisa timbul jika jantung atau otak berada dalam
posisi aliran listrik tersebut. Bumi dianggap sebagai kutub negatif. Orang yang tanpa
alas kaki lebih berbahaya kalau terkena aliran listrik, sepatu dapat berfungsi sebagai
isolator, t.u sepatu karet
8. Faktor-faktor lain
a. adanya penyakit-penyakit tertentu yang sudah ada pada korban sebelumnya,
seperti penyakit jantung, kondisi mental yang menurun,dsb, yang dapat
memperberat efek listrik pada tubuh manusia sampai timbulnya kematian.
b. Antisipasi terhadap syok.
c. Kelengahan atau kekuranghati-hatian.
d. Luas kontak dengan arus listrik.
e. Kesadaran adanya arus listrik.
f. Kebiasaan dan pekerjaan.
g. Konstitusi tubuh yaitu tubuh kurus dan gemuk.

Cara Kematian
Paling sering : kecelakaan, jarang terjadi karena pembunuhan atau bunuh diri. Oleh
karena itu pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP) sangat penting.

Patofisiologi
Elektron mengalir secara abnormal melalui tubuh menghasilkan cedera dengan atau
kematian melalui depolarisasi otot dan saraf, inisiasi abnormal irama elektrik pada jantung
dan otak, atau menghasilkan luka bakar elektrik internal maupun eksternal melalui panas dan
pembentukan pori di membran sel. Arus yang melalui otak, baik voltase rendah maupun
tinggi mengakibatkan penurunan kesadaran segera karena depolarisasi saraf otak. Arus AC
dapat menghasilkan fibrilasi ventrikel jika jalurnya melalui dada. Aliran listrik yang lama
membuat kerusakan iskemik otak terutama yang diikuti gangguan nafas. Seluruh aliran dapat
mengakibatkan mionekrosis, mioglobinemia, dan mioglobinuria dan berbagai komplikasi.
Selain itu dapat juga mengakibatkan luka bakar.

Sebab Kematian
Kebanyakan oleh energi listrik itu sendiri. Sering trauma listrik disertai trauma
mekanis. Ada kasus karena listrik yang menyebabkan korban jatuh dari ketinggian, dalam hal
ini sukar untuk mencari sebab kematian yang segera.

Sebab kematian karena arus listrik yaitu :


1. Fibrilasi ventrikel
Bergantung pada ukuran badan dan jantung. DALZIEL (1961) memperkirakan
pada manusia arus yang mengalir sedikitnya 70 mA dalam waktu 5 detik dari lengan ke

Roman Forensik Edisi 8 53


tungkai akan menyebabkan fibrilasi. Yang paling berbahaya adalah jika arus listrik masuk
ke tubuh melalui tangan kiri dan keluar melalui kaki yang berlawanan/kanan. Kalau arus
listrik masuk ke tubuh melalui tangan yang satu dan keluar melalui tangan yang lain maka
60% yang meninggal dunia.
2. Paralisis respiratorik
Akibat spasme dari otot-otot pernafasan, sehingga korban meninggal karena
asfiksia, sehubungan dengan spasme otot-otot karena jantung masih tetap berdenyut
sampai timbul kematian. Terjadi bila arua listrik yang memasuki tubuh korban di atas nilai
ambang yang membahayakan, tetapi masih di batas bawah yang dapat menimbulkan
ventrikel fibrilasi. Menurut KOEPPEN, spasme otot-otot pernafasan terjadi pada arus 25-
80 mA, sedangkan ventrikel fibrilasi terjadi pada arus 80-100 mA.
3. Paralisis pusat nafas
jika arus listrik masuk melalui pusat di batang otak, disebabkan juga oleh trauma
pada pusat-pusat vital di otak yang terjadi koagulasi dan akibat efek hipertermias. Bila
aliran listrik diputus, paralisis pusat pernafasan tetap ada, jantung pun masih berdenyut,
oleh karena itu dengan bantuan pernafasan buatan korban masih dapat ditolong. Hal
tersebut bisa terjadi jika kepala merupakan jalur arus listrik.

Pemeriksaan Korban
1. Pemeriksaan korban di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Korban mungkin ditemukan sedang memegang benda yang membuatnya kena listrik,
kadang-kadang ada busa pada mulut. Yang perlu dilakukan pertama kali adalah mematikan
arus listrik atau menjauhkan kawat listrik dengan kayu kering. Lalu kemudian korban
diperiksa apakah hidup atau sudah meninggal dunia. Bilamana belum ada lebam mayat, maka
mungkin korban dalam keadaan mati suri dan perlu diberi pertolongan segera yaitu
pernafasan buatan dan pijat jantung dan kalau perlu segera dibawa ke Rumah sakit.
Pernafasan buatan ini jika dilakukan dengan baik dan benar masih merupakan pengobatan
utama untuk korban akibat listrik. Usaha pertolongan ini dilakukan sampai korban
menunjukkan tanda-tanda hidup atau tanda-tanda kematian pasti.
2. Pemeriksaan Jenazah
a. Pemeriksaan Luar
Sangat penting karena justru kelainan yang menyolok adalah kelainan pada
kulit. Dalam pemeriksaan luar yang harus dicari adalah tanda-tanda listrik atau current
mark/electric mark/stroomerk van jellinek/joule burn. Current mark adalah tanda luka
akibat listrik dan merupakan tempat masuknya aliran listrik. Tanda-tanda listrik
tersebut antara lain :
• Terkecil sebesar kepala jarum dengan warna kemerahan
• Tanda lain berupa bula
• Current mark berbentuk oval, kuning atau coklat keputihan atau
coklat kehitaman atau abu-abu kekuningan dikelilingi daerah kemerahan dan
edema sehingga menonjol dari jaringan sekitarnya (daerah halo). Cara mencari t.u
pada telapak tangan atau telapak kaki dan sebelumnya harus dicuci dulu dengan
sabun dan bila perlu disikat. Metalisasi akibat panas yang ditimbulkan sedemikian
besar sehingga ion-ion asam jaringan bereaksi dengan ion-ion logam dari kawat
atau kabel membentuk garam dan menyebar di jaringan. Warna yang terjadi
tergantung bahan logam, misalnya dari besi akan tampak warna hitam kecoklatan,
tembaga warna coklat kemerahan, dan aluminium warna perak. Luka keluar dari
luka listrik (electrical burn) tidak khas dapat berupa luka lecet, luka robek, atau
luka bakar. Sepatu korban dan pakaian dapat terkoyak.
• Tanda yang lebih berat yaitu kulit menjadi hangus arang, rambut
ikut terbakar, tulang dapat meleleh dengan pembentukan butir kapur/kalk parels
terdiri dari kalsium fosfat

Roman Forensik Edisi 8 54


• Endogenous burn/Joule burn terjadi jika kontak dengan tubuh lama
sehingga bagian tengah yang dangkal dan pucat pada electric mark dapat menjadi
hitam dan hangus terbakar
• Eksogenous burn dapat terjadi bila tubuh terkena arus listrik
tegangan tinggi yang sudah mengandung panas, sehingga tubuh akan hangus
terbakar dengan kerusakan yang sangat berat dan tidak jarang disertai dengan
patahnya tulang-tulang
• Panas yang timbul pada suatu waktu demikian besarnya sehingga
kawat listrik menguap dan mengkondensir di jaringan tubuh/electric metalisasi
b. Pemeriksaan Dalam
Pada autopsi biasanya tidak ditemukan kelainan yang khas. Pada otak
didapatkan perdarahan kecil-kecil dan terutama paling banyak adalah pada daerah
ventrikel III dan IV. Organ jantung akan terjadi fibrilasi bila dilalui aliran listrik dan
berhenti pada fase diastole, sehingga terjadi dilatasi jantung kanan. Pada paru
didapatkan edema dan kongesti. Pada korban yang terkena listrik tegangan tinggi,
Custer menemukan pada puncak lobus salah satu paru terbakar, juga ditemukan
pneumothorak, hal ini mungkin sekali disebabkan oleh aliran listrik yang melalui paru
kanan. Organ viscera menunjukkan kongesti yang merata. Petekie atau perdarahan
mukosa gastro intestinal ditemukan pada 1 dari 100 kasus fatal akibat listrik. Pada hati
ditemukan lesi yang tidak khas., sedangkan pada tulang, karena tulang mempunyai
tahanan listrik yang besar, maka jika ada aliran listrik akan terjadi panas sehingga
tulang meleleh dan terbentuklah butiran-butiran kalsium fosfat yang menyerupai
mutiara atau pearl like bodies.1 Otot korban putus akibat perubahan hialin. Perikard,
pleura, dan konjungtiva korban terdapat bintik-bintik pendarahan. Pada ekstremitas,
pembuluh darah korban mengalami nekrosis dan ruptur lalu terjadi pendarahan
kemudian terbentuklah gangren.
c. Pemeriksaan Tambahan
Yang dilakukan adalah pemeriksaan patologi anatomi pada current mark.
Walaupun pemeriksaan itu tidak spesifik untuk tanda kekerasan oleh listrik tetapi
sangat menolong untuk menegakkan bahwa korban telah mengalami trauma listrik.
Hasil pemeriksaan akan terlihat sebagai berikut :
• Ada bagian sel yang memipih, pada pengecatan dengan metoxyl
lineosin akan bewarna lebih gelap dari normal
• Sel-sel pada stratum korneum menggelembung dan vakum
• Sel dan intinya dari stratum basalis menjadi lonjong dan tersusun
secara palisade
• Ada sel yang mengalami karbonisasi dan ada pula bagian sel-sel yang
rusak dari stratum korneum
• Folikel rambut dan kelenjar keringat memanjang dan memutar ke arah
bagian yang terkena listrik.

Petir (Lightning)
Lightning / eliksem adalah kecelakaan akibat sambaran petir. Petir termasuk arus searah (DC)
dengan tegangan 20 juta volt dan kuat arus 20 ribu ampere.

Ada 3 keadaan yang berpotensi besar terkena petir :


1. Berada di tanah lapang.
2. Berada dibawah pohon yang tinggi.
3. Kehujanan dan memakai perhiasan yang terbuat dari logam.

Ada 3 kelainan akibat sambaran petir :


1. Efek listrik.
2. Efek panas.

Roman Forensik Edisi 8 55


3. Efek ledakan.

Ada 3 efek listrik akibat sambaran petir :


• Current mark / electrik mark / electrik burn. Efek ini termasuk salah
satu tanda utama luka listrik (electrical burn).
• Aborescent markings. Tanda ini berupa gambaran seperti pohon gundul
tanpa daun akibat terjadinya vasodilatasi vena pada kulit korban sebagai reaksi dari
persentuhan antara kulit dengan petir (lightning / eliksem). Tanda ini akan hilang sendiri
setelah beberapa jam.
• Magnetisasi. Logam yang terkena sambaran petir (lightning / eliksem)
akan berubah menjadi magnet. Efek ini juga termasuk salah satu tanda luka listrik
(electrical burn).

Ada 2 efek panas akibat sambaran petir :


• Luka bakar sampai hangus. Rambut, pakaian, sepatu bahkan seluruh
tubuh korban dapat terbakar atau hangus.
• Metalisasi. Logam yang dikenakan korban akan meleleh seperti
perhiasan dan komponen arloji. Arloji korban akan berhenti dimana tanda ini dapat kita
gunakan untuk menentukan saat kematian korban. Efek ini juga termasuk salah satu tanda
luka listrik (electrical burn).

Efek ledakan akibat sambaran petir (lightning / eliksem) terjadi akibat perpindahan volume
udara yang cepat & ekstrim. Setelah kilat menyambar, udara setempat menjadi vakum lalu
terisi oleh udara kembali sehingga menimbulkan suara menggelegar / guntur / ledakan.

Cara kematian korban akibat sambaran petir : kecelakaan.

TRAUMA KIMIAWI

 Asam kuat & basa kuat


 Asam kuat  mengkoagulasikan protein  luka korosif yang kering, kertas spt kertas
perkamen.
 Basa kuat  memembentuk reaksi penyabunan  luka basah, licin  kerusakan
sampai terus kedalam

Bahan kimia yg bersifat korosif dpt dibagi dalam 4 golongan :


 Asam organik yg bersifat korosif,  asam oksalat, asam asetat, asam sitrat dan asam
karbol.
 Asam anorganik yg bersifat korosif  asam fluoride, asam klorida, asam nitrat dan
asam sulfat.
 Kaustik alkali  kalium hidroksida, kalsium hidroksida, natrium hidroksida dan
amoniak.
 Garam logam berat  merkuri klorida, zinc klorida dan stibium klorida.

Ciri luka akibat kimiawi :


 Asam karbol  luka bakar dimana kulit yang terkena akan berwarna kelabu
keputihan.
 Asam oksalat  kulit berwarna kelabu kehitaman.

Roman Forensik Edisi 8 56


 Asam sulfat dan asam klorida  kulit mula-mula akan berwarna kelabu kmdn jadi
hitam.
 Asam nitrat  kulit berwarna merah kecoklatan yang disertai dengan perdarahan.
 Zinc klorida  kulit berwarna keputih-putihan, sedangkan
 Merkuri klorida  kulit yg terkena berwarna biru keputihan + perdarahan.
 Ciri trauma akibat asam  kering, cokelat kemerahan dan pd perabaan teraba padat
dan keras
 Ciri trauma akibat basa  bengkak, edem, warna cokelat kemerahan dan pada rabaan
teraba lunak dan licin.

HUBUNGAN ANTARA “HASIL/CEDERA” DENGAN “PIDANA”

LUKA RINGAN:
Luka ringan adalah :
• LUKA YANG TIDAK MENGAKIBATKAN SAKIT ATAU HALANGAN DALAM
MELAKUKAN PEKERJAAN
• MISALNYA MEMAR ATAU LECET:
– YANG BERDASARKAN LOKASI DAN LUASNYA DIANGGAP TIDAK
MENGAKIBATKAN GANGGUAN FUNGSI
PS 352 KUHP: MAKS 3 BULAN

LUKA SEDANG :
Luka Sedang adalah :
LUKA/CEDERA DIANTARA LUKA BERAT DAN LUKA RINGAN

MISALNYA :
– VULNUS LACERATUM
– VULNUS SCISSUM
– FRACTURE
yang tidak mengancam nyawa namun membutuhkan perawatan lebih lanjut dan menghalangi
pekerjaan untuk sementara waktu
PS 351 (2) KUHP: MAKS 2 TAHUN 8 BULAN
PS 353 (1) KUHP: MAKS 4 TAHUN

LUKA BERAT:
MENURUT PS 90 KUHP Luka berat adalah :
• TAK DAPAT DIHARAPKAN SEMBUH
• MENGANCAM NYAWA
• HALANGAN BEKERJA PERMANEN
• KEHILANGAN SALAH SATU INDERA
• CACAT BERAT
• KELUMPUHAN
• TAK DAPAT BERPIKIR 4 MINGGU ATAU LEBIH
• GUGURNYA KANDUNGAN
PS 351 (3) KUHP: MAKS 5 TAHUN
PS 353 (2) KUHP: MAKS 7 TAHUN
PS 354 (1) KUHP: MAKS 8 TAHUN
PS 355 (1) KUHP: MAKS 12 TAHUN

RINGKASAN

LUKA AKIBAT BENDA TAJAM

Roman Forensik Edisi 8 57


DEFINISI
 Kelainan pada tubuh akibat persentuhan dengan benda tajam sehingga kontinuitas
jaringan hilang

KLASIFIKASI
 Luka iris (incised wound)
 Luka tusuk (stab wound)
 Luka bacok (chop wound)

CIRI LUKA
 Tepi luka rata
 Sudut luka lancip
 Rambut terpotong
 Tidak ditemukan jembatan jaringan
 Tidak ditemukan memar atau lecet disekitarnya

DESKRIPSI LUKA
 Jumlah luka
 Lokasi luka
 Ukuran luka
 Ciri-ciri luka ( tepi luka,sudut luka, adakah jembatan jaringan, memar atau luka lecet,
adakah rambut ikut terpotong, adakah sesuatu yang keluar dari lubang)
 Benda asing
 Intravitalitas luka
 Luka tersebut mematikan atau tidak

LUKA IRIS (INCISED WOUND)


 Luka akibat benda bermata tajam dengan tekanan ringan dan goresan pada permukaan
tubuh
Ex.pisau, pecahan kaca, pisau,silet, pedang, potongan seng
 Bentuk luka:
- Celah : // arah serat elastis/otot
- Menganga : ⊥ arah serat elastis/otot
- Asimetris : miring thdap serat elastis/otot
 Ciri-ciri:
1. tepi dan permukaan luka rata
2. sudut luka lancip
3. ≠ jembatan jaringan
4. rambut terpotong
5. luka memar/lecet (-)
6. tidak mengenai tulang
7. panjang luka > dalam luka
 Sebab kematian pada luka iris:
1. Langsung : perdarahan, emboli udara, aspirasi darah
2. Tidak langsung : infeksi atau sepsis

CIRI LUKA IRIS PADA BUNUH DIRI


 Lokasi luka pada daerah tubuh mematikan atau dapat dijangkau (leher, pergelangan
tangan, lekuk siku, lekuk lutut, lipat paha)
 Luka percobaan
 Tidak ditemukan luka tangkisan di bagian tubuh lain

Roman Forensik Edisi 8 58


 Pakaian disingkirkan pada daerah luka

LUKA IRIS PADA PEMBUNUHAN


 Luka di sembarang tempat
 Luka tangkisan (+)
 Luka percobaan (-)
 Pakaian ikut terkoyak akibat benda tajam

LUKA TUSUK
Bentuk luka :
1. pada parenkim dan tulang : sesuai penampang alat
penyebabnya
2. pada kulit/otot :
- alat pisau
// serat elastis otot : spt celah, ⊥ serat elastis otot :
menganga, miring thd serat elastis otot : asimetris
- alat ganco/lembing
celah bila luka di daerah pertemuan serat elastis/otot
bulat : sesuai penampang alat
- alat penampang segitiga atau segiempat
bintang berkaki tiga atau empat

CIRI-CIRI LUKA TUSUK


 Tepi luka rata
 Sudut luka tajam, pada sisi tumpul alat, sudut luka < tajam
 Pada sisi tajam alat, rambut ikut terpotong
 Memar disekitar luka
 Dalam luka > panjang luka
Sebab Kematian pada Luka Tusuk:
 Langsung : perdarahan, kerusakan alat tubuh yang penting, emboli udara
 Tidak langsung : sepsis / infeksi

Cara kematian pada luka tusuk:


 Pembunuhan
 Bunuh diri
 Kecelakaan

LUKA TUSUK PEMBUNUHAN


 Lokasi di sembarang tempat
 Jumlah luka > 1
 Adanya tanda perlawanan
 Luka tusuk percobaan (-)

LUKA TUSUK BUNUH DIRI


 Lokasi pada alat tubuh yang penting/ dapat dijangkau (dada, perut)
 Jumlah luka yang mematikan > 1
 Luka tusuk percobaan (+) disekitar luka utama, bergerombol
 Luka tangkisan (-)
 Pakaian disingkirkan terlebih dahulu
 Tangan yang memegang senjata kadang mengalami cadaveric spasm
 Lokasi pada alat tubuh yang penting/ dapat dijangkau (dada, perut)

Roman Forensik Edisi 8 59


 Jumlah luka yang mematikan > 1
 Luka tusuk percobaan (+) disekitar luka utama, bergerombol
 Luka tangkisan (-)
 Pakaian disingkirkan terlebih dahulu
 Tangan yang memegang senjata kadang mengalami cadaveric spasm

LUKA TUSUK DI KEPALA


 Hampir selalu karena pembunuhan
 Kematian karena rusaknya perdarahan, rusaknya organ vital
 Bentuk luka membantu identifikasi senjata

LUKA TUSUK DI LEHER


 Korban meninggal karena terpotongnya arteri carotis, vena jugularis, pharyng, trakea
 Terpotong a. carotis : perdarahan banyak, trombus a.cerebralis
 Terpotong v. jugularis : emboli udara menyumbat a. pulmonalis
 Terpotong trachea: aspirasi darah ke paru-paru

LUKA TUSUK DADA


Kerusakan jantung, paru, a.v. besar

LUKA TUSUK ABDOMEN


Kerusakan organ dalam, perdarahan banyak

LUKA TUSUK EKSTREMITAS


Sering luka tangkisan, kematian akibat perdarahan

LUKA BACOK (Chop Wound)


 Luka akibat benda atau alat berat
 Mata tajam atau agak tumpul
 Suatu ayunan
 Tenaga agak besar
 Pedang, celurit, kapak, baling-baling kapal.
Ciri-ciri:
 Besar
 Tepi tergantung mata senjata
 Sudut tergantung mata senjata
 Kerusakan tulang, bagian tubuh terputus
 Memar/lecet di sekitar luka
Cara kematian
 Pembunuhan, kecelakaan
Sebab kematian
 Langsung : perdarahan, kerusakan organ vital, emboli udara
 Tidak langsung : sepsis/ infeksi

LUKA AKIBAT BENDA TUMPUL

Roman Forensik Edisi 8 60


• Luka  hilang/rusaknya sebagian jaringan tubuh
• Kekerasan benda tumpul  kasus paling banyak terjadi.
• Cara kejadian  terutama berupa kecelakaan lalu lintas
• Sebab kematian korban kekerasan benda tumpul ---- kerusakan organ vital,
perdarahan, syok, infeksi.
• Benda tumpul :
- Benda tidak bermata tajam
- Konsistensi keras atau kenyal
- Permukaan dapat halus atau kasar, kadang dijumpai benda dengan bagian
tajam dan tumpul (misalnya clurit)
• Pembagian kekerasan benda tumpul
1. Localized
- Mengenai sebagian kecil dari tubuh, akibat kekerasan benda dengan luas
tertentu yang relatif kecil
- Dijumpai pada :
Serangan manusia (ditinju, dipukul kayu dsb)
Serangan binatang (disepak kuda)
Tubrukan atau jatuh
2. Generalized
- Mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh
- Cara kejadian :
Terlempar (kecelakaan lalu lintas, terjadi dari tempat tinggi
Tergilas/tertindih (tertimpa bangunan runtuh)
Terkoyak kecelakaan lalu lintas

• Menurut jaringan atau organ yang terkena dan mengalami kerusakan

Kulit
- Luka lecet (abrasion)
- Luka memar (contusion)
- Luka retak, robek, koyak (laceration)

Kepala
- Mengenai tengkorak
- Jaringan intrakranial

Leher dan tulang belakang

Dada
- Mengenai tulang-tulang
- Mengenai organ dalam
Perut
- Mengenai organ parenkim
- Mengenai organ berongga

Anggota gerak
- Mengenai tulang dan sendi
- Mengenai jaringan lunak

LUKA LECET (ABRASION)

Roman Forensik Edisi 8 61


• Kerusakan yang mengenai lapisan atas dari epidermis akibat kekerasan dengan benda
yang mempunyai permukaan yang kasar, sehingga epidermis menjadi tipis, sebagian
atau seluruh lapisannya hilang
• Ciri luka lecet :
- Sebagian atau seluruh epitel hilang
- Permukaan dapat tertutupi oleh eksudasi yang mengering (krusta)
- Timbul reaksi radang
- Biasanya tidak meninggalkan jaringan parut
• Ante mortem
Warna coklat kemerahan karena eksudasi
Mikroskopis : Terdapat sisa epitelium dan tanda-tanda intravena
• Post mortem
- Tampak mengkilap, warna kekuningan
- Mikroskopis : Epidermis terpisah sempurna dari dermis dan tidak ada tanda
intravena
- Sering terjadi pada daerah penonjolan tulang

LUKA MEMAR (CONTUSION)

• Kerusakan adalah jaringan subkutan sehingga pembuluh darah kapiler rusak dan pecah
 darah meresap kejaringan sekitar.
• Bagian yang mudah mengalami memar  mempunyai jaringan lemak dibawahnya
dan berkulit tipis

LUKA ROBEK (LACERATION)

• Seluruh tebal kulit mengalami kerusakan dan jaringan bawah kulit. Epidermis
terkoyak, folikel rambut, kelenjar keringat, dan sebacea mengalami kerusakan.
• Bila sembuh dapat menimbulkan jaringan parut
• Luka robek mudah terjadi pada kulit dengan adanya tulang di bawahnya.

Luka Robek Luka Iris


Memar dan lecet + -
Rambut Utuh Terpotong
Jembatan jaringan + -
Sudut/tepi luka Tumpul Tajam

LUKA RETAK

• Luka pada kulit daerah tubuh yang ada tulang tepat di bawah kulit tersebut (Misal :
kepala dan tulang kering)
• Akibat dari kekerasan benda tumpul yang mempunyai pinggiran (tepi meja, tepi pintu
dll)

Luka Retak Luka Iris


Tepi Luka Tidak Tajam Tajam

Roman Forensik Edisi 8 62


Sudut Luka Tidak Tajam Tajam
Permukaan Luka Tidak Rata Rata
Jembatan Jaringan + -
Rambut Tercabut Terpotong
Memar/ lecet sekitar luka + -

Kekerasan Benda Tumpul Pada Kepala

• Kelainan pada tengkorak berupa patah tulang


- Fraktur basis kranii (patah tulang dasar tengkorak)
o umumnya keluar darah dari hidung, mulut, telinga
o bila patahan mengenai atap bola mataBrill hematom
- Fraktur vault kranii (patah tulang atap tengkorak)
• Kelainan pada otak, menimbulkan
Contusio serebri (memar otak)
o Perdarahan kecil di permukaan otak tanpa disertai kerusakan arrachnoid di
atasnya

Lacerasio cerebri (robek otak)


o Kerusakan pada white matter dan gray matter, disertai robeknya arrachnoid.
Ada 2 macam :
Coup
Counter coup
Edema serebri

• Kelainan pada selaput otak


- Epidural haemorrhage (perdarahan di atas selaput tebal otak)
o Robekan pembulut darah diluar duramater (tersering  a. meningea media)
o Darah merembes diantara otak dan tulang  membeku
- Subdural haemorrhage (perdarahan di bawah selaput tebal otak)
- Subarachnoid haemorrhage (perdarahan di bawah selaput laba-laba otak)
o Pecahnya vena serebri posterior

COMOSIO SEREBRI (Gegar otak)

• Gangguan fungsi otak akibat trauma kepala


• Tanpa dapat ditemukan kelainan anatomi di otak
• Gejala klinis :
- Pingsan sebentar (hingga sampai 15 menit)
- Muntah
- Pusing
- Amnesia
- Tidak ada kelainan neurologis

CEDERA KEPALA

PENDAHULUAN

Roman Forensik Edisi 8 63


Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa
tumpul/tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara.
Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia
produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalulintas.
Adapun pembagian trauma kapitis adalah:1
• Simple head injury
• Commotio cerebri
• Contusion cerebri
• Laceratio cerebri
• Basis cranii fracture

Simple head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera kepala
ringan.Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai cedera
kepala berat.Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada saat pasien tiba
di Rumah Sakit.2

I. MEKANISME DAN PATOLOGI

Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung
pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur
tulang tengkorak.Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural,
subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu
gegar otak atau cedera struktural yang difus.2
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini
mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan
otak di tempat benturan yang disebut “coup” atau ditempat yang berseberangan dengan
benturan (contra coup).2

Gambar 1.Mekanisme cedera kepala

II. PATOFISIOLOGI
Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang dapat
menyebabkan heniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan otak

Roman Forensik Edisi 8 64


tersebut dapat mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian korban dapat
meninggal.Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Cedera
kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi karena
berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran darah ke
otak yang menurun, misalnya akibat syok.1,2

III. GAMBARAN KLINIS


Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera
dapat dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui sistem GCS, yakni metode EMV
(Eyes, Verbal, Movement).2
1. Kemampuan membuka kelopak mata (E)
• Secara spontan 4
• Atas perintah 3
• Rangsangan nyeri 2
• Tidak bereaksi 1
2. Kemampuan komunikasi (V)
• Orientasi baik 5
• Jawaban kacau 4
• Kata-kata tidak berarti 3
• Mengerang 2
• Tidak bersuara 1
3. Kemampuan motorik (M)
• Kemampuan menurut perintah 6
• Reaksi setempat 5
• Menghindar 4
• Fleksi abnormal 3
• Ekstensi 2
• Tidak bereaksi 1

IV. PEMBAGIAN CEDERA KEPALA


1. Simple Head Injury
Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:2-4
• Ada riwayat trauma kapitis
• Tidak pingsan
• Gejala sakit kepala dan pusing
2. Commotio Cerebri
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak
lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan
otak.Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak
pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan lesi pada labirin atau terangsangnya
pusat-pusat dalam batang otak.Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia
retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya
kecelakaan.Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus
temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG,
pemeriksaan memori.2,4
3. Contusio Cerebri
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam
jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-
neuron mengalami kerusakan atau terputus. Hal penting untuk terjadinya lesi contusi
ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak
serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif.Akselerasi yang kuat berarti pula

Roman Forensik Edisi 8 65


hiperekstensi kepala.Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat,
sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularis
difus. Akibat blokade itu, otak tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran
hilang selama blockade reversible berlangsung.2,5

Gambar 2.Pergeseran otak akibat akselerasi dan deselerasi

Timbulnya lesi contusio di daerah “coup”, “contrecoup”, dan “intermediate


coup” menimbulkan gejala defisit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang
positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran pulih, penderita biasanya
menunjukkan “organic brain syndrome”.2,5

Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi


pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu,
sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi
lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa
mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul.2

Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan
adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.

4. Laceratio Cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan
piamater.Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid
traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio
langsung dan tidak langsung.2
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh
benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka.
Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat
akibat kekuatan mekanis.2

5. Fracture Basis Cranii


Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa
posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:2,3,5
• Hematom kacamata (brill) tanpa disertai subconjungtival bleeding
• Epistaksis

Roman Forensik Edisi 8 66


• Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:
• Hematom retroaurikuler, Ottorhoe
• Perdarahan dari telinga

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan foto roentgen basis kranii.

Komplikasi :
• Gangguan pendengaran
• Parese N.VII perifer
• Meningitis purulenta akibat robeknya duramater.
• Adanya cairan LCS yang bercampur darah. Kebocoran LCS dapat diperiksa
dengan “double ring” atau “halo sign”, yaitu jika setetes cairan darah yang
dicurigai mengandung LCS diletakkan diatas tissue/koran, maka darah akan
terkumpul ditengah dan sekitarnya terbentuk perembesan yang membentuk
cincin kedua.

Adapun pembagian cedera kepala lainnya:2


• Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk didalamnya Laseratio dan
Commotio Cerebri
o Skor GCS 13-15
o Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit
o Pasien mengeluh pusing, sakit kepala
o Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan neurologist.
• Cedera Kepala Sedang (CKS)
o Skor GCS 9-12
o Ada pingsan lebih dari 10 menit
o Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad
o Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.
• Cedera Kepala Berat (CKB)
o Skor GCS <8
o Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat
o Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif
o Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hal yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma kapitis adalah:2
1. CT-Scan
Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.
2. Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari
saat terjadinya trauma
3. EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi
4. Roentgen foto kepala
Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak

VI. DIAGNOSA
Berdasarkan :Ada tidaknya riwayat trauma kapitis
Gejala-gejala klinis : Interval lucid, peningkatan TIK, gejala laterlisasi

Roman Forensik Edisi 8 67


Pemeriksaan penunjang.

VII. KOMPLIKASI
Jangka pendek :2,5
1. Hematom Epidural
o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater
o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya
o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala
sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian
timbul gejala-gejala yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing,
kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi
perdarahan mula-mula sempit, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi
terhadap refleks cahaya. Ini adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi
tentorial.
o Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)
 Interval lucid
 Peningkatan TIK
 Gejala lateralisasi → hemiparese
o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma
subgaleal.
o Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi
kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus
piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik
positif.
o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks
o LCS : jernih
2. Hematom subdural
o Letak : di bawah duramater
o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan laserasi
piamater serta arachnoid dari kortex cerebri
o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama
Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian
Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.
Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak
(bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang
tengkorak)
Isodens → terlihat dari midline yang bergeser
3. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada
lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa
hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan perdarahan
intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan
pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi
neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena.
4. Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak.Penderita lebih lama pingsannya, mungkin
hingga berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya lebih berat.
Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-gejala kerusakan jaringan
otak juga tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat meninggi.
• TIK meningkat
• Cephalgia memberat

Roman Forensik Edisi 8 68


• Kesadaran menurun

Jangka Panjang :2,5


1. Gangguan neurologis
Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan N. VIII,
disartria, disfagia, kadang ada hemiparese
2. Sindrom pasca trauma
Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, konsentrasi berkurang, libido menurun, mudah
tersinggung, sakit kepala, kesulitan belajar, mudah lupa, gangguan tingkah laku,
misalnya: menjadi kekanak-kanakan, penurunan intelegensia, menarik diri, dan
depresi.

Kekerasan Benda Tumpul Pada Leher Dan Tulang Belakang

• Pada leher : perdarahan otot/ # tlg leher


 † :spasme laring, refleks vagal
 emfisema => asfiksia
• Pd tlg.belakang :
Kekerasan langsung :# / luksasi
Tdk langsung : # / dislokasi
• Pd Dada:
1.Mengenai tulang :
o a.tulang iga (transverse/obliq #)
 †: syok hematothoraks, pneumothoraks
o b.sternum: (costae 2-4)=> robekan pericardium/jantung
o c.skapula (jarang)
o d.klavikula :tdk menyebabkan kematian
2.Mengenai organ dalam dada : dpt trjadi lepas dr fiksasi,
crushed/contused,robek,pecah, laserasi krn #costae
o a.pericardium:robekan krn #costae/ sternum
o b.jantung & paru: lepas dr fiksasi, contusi,robek,pecah, laserasi
o c.Diafragma: kiri sring robek, krn kanan trlindung hepar

• Pd Perut
Umumnya trjadi: contusi, laserasi ,ruptur, lepas dr fiksasi
1.Organ parenkim
o a.hepar :kontusi, laserasi
o komplikasi ruptur : syok segera,internal bleeding, infeksi
o b.lien: ruptur bntuk Y,H / L
o keluhan: nyeri perut kiri atas,pucat,haus,nadi cpt,dyspne
o komplikasi: internal bleeding
o c.ginjal: retroperitoneal bleeding, luka rongga dlm:hematuri
o d.pankreas: tjd ruptur vertikal, † krn syok & perdarahan
o e.adrenal: kanan mdh trluka, umumnya luka brsama organ lain
2.Organ berongga
o a.lambung: trauma lokal hipokondria kiri=>kontusi,ruptur dinding lambung.
o b.usus/duodenum: sering luka stinggi L2, bs ruptur jika penuh cairan
o c.kandung seni: jika penuh mudah ruptur

Pelvis
• Trauma=> Becken #

Roman Forensik Edisi 8 69


• Misal: - jatuh dr ketinggian
- tergilas roda=> luksasi sakroiliaka,simpisiolisis, # Rr.os
pubis/sacrum
bisa disertai robekan perineum, scrotum,uretra,vagina & anus

Kekerasan Benda Tumpul Pd Anggota Gerak

1.tulang & sendi


a.kekerasan lsg: dislokasi, #, rusak hebat jaringan skitar
b.tdk langsung: bukan pd tempat kontak (ct.caput femur keluar dr acetabulum saat trgilas
mngenai tgh femur)
c.muscular action (jarang)
2.Mengenai bagian Lunak
o a.timbul luka lecet,memar,robek dlm brbagai derajat
o b.gilasan roda mobil=> avulsi, kekerasan yg hebat =>ekstremitas teramputasi
dan hancur
Komplikasi fatal: syok, perdarahan,infeksi(osteomyelitis), trombose & embolisme

TRAUMA THERMIK
 Trauma thermik
1. Hyperthermis
2. Hypothermis

 Kematian karena luka bakar :


- Biasanya karena kecelakaan
- Sering pada orang tua dan anak-anak
- Dapat terjadi pada kasus pembunuhan dan bunuh diri
 Klasifikasi luka bakar :
1. Luka bakar thermis : Adalah kelainan akibat kontak permukaan luar dan dalam dari
tubuh dengan panas fisik
Penyebabnya :
- Luka bakar oleh panas kering (burns/dry heat), misal : sinar matahari, panas api,
benda padat yang panas
- Luka bakar oleh panas basah (scalds/moist heat)
2. Luka bakar kimia
3. Luka bakar listrik
Hyperthermis
 Korban dengan luka bakar akan mengalami beberapa kemungkinan :
1. Sembuh tanpa bekas : bila luka bakarnya hanya berupa erythema /vesikel yang tanpa
disertai kerusakan jaringan bawah kulit
2. Sembuh dengan bekas (jaringan parut) : bila luka bakar disertai kerusakan seluruh
tebal kulit disertai kerusakan jaringan bawah kulit
3. Berakhir dengan kematian
Perubahan yang terjadi pada korban luka bakar :

Roman Forensik Edisi 8 70


 Panas  permeabilitas kapiler darah  cairan intraseluler keluar ke interstitial.

- 1% luka bakar  cairan tubuh yang keluar ke interstitial 0,5-1%


blood volume
- Bila blood volume hilang 20%  terjadi cardiac failure  shock
- Pengeluaran cairan tubuh terbanyak pada 6-8 jam pertama
- Insensible water loss
- komposisi cairan bulla hampir sama cairan plasma
 Eritrosit  rapuh dan pecah karena panas

 Akut renal failure karena : shock, timbunan Hb, dan pecahnya eritrosit

 Cortison release meningkat

 Dapat terjadi curling ulcers pada lambung, akut dilatasi/paralise usus

 Neurogenic shock karena nyeri hebat

 Asfiksia akibat edem laring akibat terhirup udara sangat panas

 Keracunan akut gas CO atau gas toksik lain  anoksia  mati lemas
Gradasi luka bakar
Ditentukan oleh :
1. Luas daerah yang terbakar
2. Tinggi rendahnya temperatur /panas yang membakar tersebut
3. Lamanya kontak dengan kulit
No. 2 dan 3 menentukan dalamnya luka bakar

Rule of Nine untuk menentukan luasnya luka bakar :


Permukaan kepala dan leher 9%
Permukaan dada 9%
Permukaan punggung 9%
Permukaan perut 9%
Permukaan pinggang 9%
Permukaan ekstremitas atas kanan 9%
Permukaan ekstremitas atas kiri 9%
Permukaan ekstremitas bawah kanan 9%
Permukaan ekstremitas bawah kiri 9%
Permukaan alat kelamin 1%

Tingkatan dalamnya luka bakar menurut Boyler (1814) :


Tingkat I : hanya mengenai epidermis
Tingkat IIA : superfisial, mengenai epidermis dan lapisan atas corium
Tingkat IIB : dalam, mengenai epidermis dan lapisan dalam corium
Tingkat III : mengenai seluruh tebal kulit, subcutan, otot dan tulang

Beberapa cara untuk mengetahui dalamnya luka bakar :


Tingkat luka Klinis Tusukan
bakar jarum
I Hiperemia Hiperestesi

Roman Forensik Edisi 8 71


IIA Basah, Bulla (+) Hiperestesi
IIB Basah, Bulla , keputihan Hiperestesi
III Kering, putih, hitam Anestesi

Gradasi luka bakar menurut American College of Surgeon :


 Kritis
a. Anak-anak : - luka bakar Tk II > 15%
- luka bakar Tk III > 10%
b. Dewasa : - luka bakar Tk II > 30%
- luka bakar Tk III > 10%
c. Luka bakar Tk III pada tangan, kaki, wajah, atau yang memberi komplikasi
pada tractus respiratorius atau ada fraktur tulang

 Sedang
a. Anak-anak : - luka bakar Tk II (10-15%)
- luka bakar Tk III (2-10%)
b. Dewasa : - luka bakar Tk II (15-30%)
- luka bakar Tk III (2-10%)
 Ringan
a. Anak-anak : - luka bakar Tk II < 10%
- luka bakar Tk III <2%
b. Dewasa : - luka bakar Tk II < 15%
- luka bakar Tk III <2%

Pemeriksaan Kematian Pada Korban Luka Bakar


 Pemeriksaan TKP
Tujuan :
a. Menentukan korban masih hidup/sudah meninggal
b. Menentukan perkiraan saat kematian
c. Menentukan sebab/akibat dari luka bakar
d. Membantu mengumpulkan barang bukti
e. Menentukan cara kematian
 Menentukan apakah korban masih hidup/sudah meninggal  alat yang digunakan
stetoskop dan senter

 Menentukan perkiraan saat kematian, data yang diperlukan :


1. penurunan suhu tubuh
2. lebam mayat
3. kaku mayat
4. tanda-tanda pembusukan
5. umur larva pada jenazah yang sudah membusuk
Pada luka bakar yang dalam dan total, terdapat kesukaran
memperoleh data pada :
Sikap puguilistik pada luka bakar total

Roman Forensik Edisi 8 72


Lebam mayat sulit ditentukan pada korban yang hangus
terbakar
 Perlu diketahui jam ditemukan korban meninggal dan jam terakhir korban terlihat
hidup

 Menentukan sebab/akibat dari luka bakar :


1. Luka bakar oleh cairan (scalds)
- Derajat I : berupa kemerahan (hiperemia)
- Derajat II : berupa gelembung berair (vesikula)
 disebabkan : siraman air panas, cipratan minyak panas
2. Luka bakar panas (dry heat)

 Dapat disebabkan : tersentuh botol panas, terjilat nyala api, pakaian korban
yang terbakar, kejadian kebakaran besar
 Membantu mengumpulkan barang bukti :
o Barang bukti di sekitar lokasi korban diperlukan untuk mengungkapkan lokasi,
sumber, penyebab luka bakar. Dapat juga dinilai dari posisi korban pada waktu
ditemukan dan bagian yang terkena luka bakar.
o Barang bukti dapat berupa : puntung rokok, kompor yang meledak, tangki bensin
yang mudah terbakar, termos, sumber uap panas.
 Cara kematian pada luka bakar

Perlu diperhatikan beberapa hal :


1. Penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan kecelakaan, misal : epilepsi,
hipertensi
2. Keadaan barang-barang di sekitar korban, misal : pada kasus bunuih diri
barang-barang di sekitar korban tidak berantakan
3. Adanya tanda-tanda kekerasan lain selain luka bakar, misal : luka-luka akibat
benda tajam/tumpul yang mungkin terjadi sebelum terbakar.
SEBAB KEMATIAN PADA LUKA BAKAR
1. Syok (hipovolemik maupun neurogenik
2. Infeksi
3. Akut Renal Failure
4. Edema laring
5. Keracunan akut gas CO atau gas-gas toksik yang lain

IDENTIFIKASI KORBAN
- Dilaksanakan pada pemeriksaan TKP maupun pada waktu pemeriksaan jenazah
- Data korban : tinggi badan, berat badan, jenis kelamin, umur, warna kulit, warna mata
dan rambut
- Tanda pengenal khusus pada tubuh : jaringan parut, tatto
- Simpan potongan kain yang tidak terbakar
- Catat dan simpan barang pribadi milik korban

Roman Forensik Edisi 8 73


- Kumpulkan sampel rambut yang tidak terbakar
- Buat pemeriksaan gigi dan bila mungkin buat sidik jarinya
- Buat pemeriksaan radiologik
- Tentukan golongan darah
OTOPSI PADA KORBAN YANG MENINGGAL KARENA LUKA BAKAR
THERMIK
 Pemeriksaan Luar
a. Kulit : keadaan luka, luas luka, dalam luka
Tanda-tanda reaksi vital: daerah yang berwarna merah pada perbatasan antara daerah
yang terbakar
b. Heat Stiffening
Ditemukan kekakuan pada otot-ototnya  koagulasi protein-protein otot yang terkena
panas
Tidak terjadi rigor mortis
Fleksi pada sensi siku, lutut, paha  Pugillistic attitute
c. Lebam Mayat : sukar dilihat

OTOPSI PADA KORBAN YANG MENINGGAL KARENA LUKA BAKAR


THERMIK
Pemeriksaan Dalam
Tidak ditemukan kelainan yang spesifik
 Sistem Pernafasan :
- Makroskopis : paru menjadi lebih berat dan mengalami konsolidasi
- Kelainan yang sering : edema laringopharing, tracheobronchiolitis, pneumonia,
kongesti paru, edema paru interstitial, ptechiae pada pleura, adanya pigmen
karbon yang melekat pada mukosa saluran nafas
 Jantung : edema interstitial dan fragmentasi miokardium  tidak khas
 Hati : perlemakan hati, bendungan, nekrosis, hepatomegali  tidak khas
 Limpa dan kelenjar getah bening : edema dan nekrosis dari limfoid germinal centre
dan infiltrasi makrofag
 Ginjal : tidak terpengaruh langsung, perubahan yang terjadi akibat dari
komplikasinya Luka bakar fatal  pembesaran ginjal
 Saluran Pencernaan : Curling’s ulcer yang kadang mengalami perforasi
 Kelenjar endokrin
 Thyroid : Berat & aktifitas kelenjar thyroid meningkat
 Thymus : involusi akibat hiperaktifitas kelenjar adrenal
 Adrenal : kenaikan kadar steroid dalam darah dan urin, penimbunan lemak,
bendungan sinusoid pada korteks dan medulla
 Susunan Saraf Pusat
Edema, kongesti, kenaikan tekanan intrakranial, herniasi dari tonsilla serebellum
melewati foramen magnum serta adanya perdarahan intrakranial
 Sistem muskuloskeletal
o Otot, tendo, tulang  jarang terpengaruh
 Fraktur patologis

HYPOTHERMIS
 Sistemik Hypotermi
 Lokal Hypothermi
Pada hypothermy terjadi:

Roman Forensik Edisi 8 74


 Penurunan denyut nadi
 Respiratory rate & tidal volume menurun
 Paralisis usus
 Erosi dan hemoragik pada lambung
 Pankreatitis
 Diuresis
 Hemokonsentrasi

RESUME

Patologis forensik juga disebut penentu cara kematian. Cara kematian diartikan
sebagai gaya dalam terjadinya sebab kematian. 4 cara kematian yaitu alamiah, kecelakaan,
bunuh diri/suicide dan homicide.
Sebab kematian adalah penyakit atau cedera atau luka yang dimulai serangkaian
kejadian yang bertanggung jawab dalam menyebabkan kematian
Mekanisme kematian adalah gangguan atau kelainan fisiologik dan atau biokimia
yang bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian.
Trauma penyebab kematian dikelompokkan jadi trauma mekanik, kimiawi, suhu/fisik,
listrik.. Trauma mekanik dibagi kategori tajam dan tumpul. Trauma tumpul dibagi senjata api
dan bukan senjata api. Trauma senjata api dapat dibagi kecepatan rendah dan kecepatan
tinggi. Trauma bedah dibagi trauma penetrasi atau bukan penetrasi. Trauma penetrasi
mencakup luka tembak dan luka tusuk. Trauma bukan penetrasi primer kecelakaan motor atau
terjatuh.

Trauma mekanik
Cedera kekerasan tajam
Trauma mekanik terjadi saat kekerasan fisik melebihi kekuatan regangan
jaringan/kulit saat kekerasan terjadi. Kekerasan tajam menunjukkan cedera dari benda tajam
seperti pisau, pedang, kapak. Factor penting yang benar adalah objek tumpul menghasilkan
laserasi dan objek tajam menghasilkan luka insisi. Sebagai catatan lagi luka tajam pinggir/tepi
luka yang membedakan dengan cedera yang dihasilkan objek tumpul. Kematian dari trauma
tumpul dan tajam melalui berbagai mekanisme, tapi trauma tajam umumnya menyebabkan
kematian dengan perdarahan luar. Artinya pembuluh darah utama arteri pada jantung harus
mengalami kerusakan yang hebat sehingga dapat menyebabkan kematian akibat trauma tajam.
Trauma tumpul
Trauma tumpul dapat menyebabkan kematian umumnya apabila pada jaringan otak
terdapat kerusakan yang jelas. Namun, trauma tumpul dapat merobek jantung dan pembuluh
aorta, yang menyebabkan perdarahan hebat, atau menghasilkan komplikasi lainnya.

Luka tembak
Senjata api akan menghasilkan jenis luka tumpul yang khusus. Luka akibat senjata api
adalah luka umum yang terdapat pada kasus pembunuhan dan bunuh diri pada negara
Amerika Serikat. Luka tembak bisa digolongkan berdasarkan bahan yang digunakan untuk
melontarkan peluru. Bahan yang umum digunakan adalah bubuk mesiu dan bubuk tanpa asap
(nitroselulosa). Namun, penggunaan bubuk mesiu sangat jarang terlihat, karena itu bahan
tanpa asap yang sering digunakan.
Perbedaan lainnya yang dapat dilihat adalah senjata laras panjang dan laras pendek.
Kebanyakan kasus kematian didapatkan pada senjata laras panjang – rifle atau handgun--.
Senjata antik atau shotgun digolongkan pada jenis senjata laras pendek.
Luka bisa dibedakan atas dasar lingkar tengah dari proyektil atau peluru. Umumnya
kombinasi dari ukuran metrik dan Inggris digunakan untuk membedakan jenis senjata yang
digunakan.

Roman Forensik Edisi 8 75


Lebih penting lagi, berdasarkan luka yang dihasilkan, adalah kecepatan dari proyektil
peluru. Kerusakan luka tembak akan bertambah sebagaimana kecepatan peluru bertambah.
Karena itu, terdapat perbedaan kuantitatif antara proyektil berkecepatan tinggi dengan
proyektil berkecepatan rendah. Titik potong antara kecepatan tinggi dan rendah berkisar 300
meter per detik.
Jenis penggolongan yang lain dari luka senjata api ialah dari kemampuan peluru untuk
memberi luka tembus atau luka tidak tembus. Suatu luka yang tidak tembus akan mempunyai
satu luka masuk dan tidak memiliki luka keluar. Sesuai dengan hal ini adalah peluru harus
ditemukan dari setiap luka tak tembus. Suatu luka tembus akan memiliki luka masuk peluru
dan luka keluar. Sejalan dengan hal ini maka tidak akan ditemukan peluru di dalam tubuh.
Ketika suatu senjata ditembakkan, tenaga yang melontarkan peluru adalah gas yang
dihasilkan dari pembakaran cepat dari bubuk mesiu atau bubuk tanpa asap. Dalam hal ini
disinggung hanya bubuk tanpa asap, karena bubuk mesiu jarang digunakan. Untuk
menyalakan bubuk tanpa asap, adalah penting untuk mempunyai media pencetus awal yang
menyalakan api. Pada semua selongsong peluru kecuali pada senjata dengan kaliber 22 (juga
disebut senjata api rim karena media pencetusnya terdapat pada sekeliling selongsong),
pemantik awal adalah sebuah mangkuk kecil yang terdapat pada bagian dalam belakang
selongsong. Menghantam (atau memanaskan) media ini akan menyalakan api, dan kemudian
akan membakar bubuk tanpa asap. Proses pembakaran yang cepat akan menghasilkan
sejumlah besar karbon monooksida, nitrogen dioksida, karbon dioksida dan gas lainnya.
Seberapa jauh masing-masing komponen akan terlontar adalah dasar untuk
menentukan jarak dari laras senjata dengan korban saat senjata api ditembakkan. Produk gas,
termasuk logam berat, dan sejumlah asap dari gas karbon yang tidak terbakar, akan terlempar
hanya beberapa inchi. Efek dari gas akan menghasilkan apa yang disebut dengan luka kontak
langsung dan tidak kontak. Yang terlihat dari penghitaman kulit. Sebagai tambahan, kulit
akan menunjukkan variasi luka robekan karena gas yang mengenai kulit akan merusak
jaringan kulit. Terakhir, karbon monooksida akan bereaksi dengan hemoglobin dan
myoglobin pada luka yang menghasilkan karboksihemoglobin dan karboksimyoglobin.
Senyawa ini akan berwarna merah terang, dibandingkan dengan warna merah gelap dari
hemoglobin dan myoglobin yang normal.
Sebagaimana jarak antara laras dengan kulit bertambah jauh, efek dari gas akan
berkurang dan hanya bubuk yang tidak terbakar dan peluru yang mampu menembus kulit.
Bubuk yang tidak terbakar yang menembus kulit akan menghasilkan semacam tatto atau klem
pada sekitar luka peluru. Luka jenis ini disebut luka tembak dengan jarak intermediat.
Kebanyakan pistol akan menghasilkan klem ini ketika jarak kulit pada laras sekitar setengah
sentimeter sampai satu meter. Pola luka akan membesar saat jarak bertambah jauh. Pada jarak
satu meter, kecepatan bubuk akan melambat sehingga tidak mampu untuk menembus kulit.
Kecepatan 100 meter per detik merupakan kecepatan umum yang dibutuhkan untuk
menghasilkan penetrasi.
Luka dengan jarak tembak yang jauh sedikit mendapat efek dari gas dan bubuk.
Karena luka tembak dengan jarak yang jauh sangat sedikit menimbulkan efek selain dari efek
akibat peluru, jarak tembak susah ditentukan karena pakaian dan benda lain dan menghalangi
efek dari gas dan bubuk. Luka tembak jauh akan sedikit terdapat asap, jelaga dan klem. Suatu
luka tembak jarak jauh yang umum akan memiliki defek kulit yang melingkar dan tanda
mengelupas di sekitar sisinya. Lingkar tengah dari defek kulit akan menunjukkan lingkar
tengah dari peluru yang digunakan, tapi hal ini tidak selalu nyata karena terdapat perbedaan
kecil antara diameter peluru yang umum digunakan oleh masyarakat sipil. Peluru memiliki
berbagai jenis ukuran dari 0,22 inchi sampai 0,45 inchi. Perbedaan 0,2 inchi tidak mudah
untuk dilihat oleh pengamat.
Faktor utama yang menentukan ukuran luka tembak masuk jarak jauh adalah
elastisitas dari kulit. Kulit orang yang lebih muda lebih elastis dari pada kulit orang yang lebih
tua. Kulit yang elastis kerusakannya akan lebih kecil. Luka oleh caliber 0,38 inchi pada orang
berusia 20 tahun mungkin akan terlihat sama pada luka oleh caliber 0,22 atau 0,25 inchi pada

Roman Forensik Edisi 8 76


orang berusia 50 tahun. Secara jelas, untuk memastikan kaliber senjata dari luka kontak tidak
mungkin, karena jenis luka sedikit hubungannya dengan jenis kaliber dalam merobek kulit.
Luka tembak keluar tipe lukanya berupa luka laserasi. Meskipun dalam ilmu
konvensional menyatakan bahwa luka tembak keluar lebih besar dari luka tembak masuk,
namun ini tidak selalu terjadi, sebagaimana dapat terlihat, luka kontak lebih besar dari pada
luka keluar.
Perkiraan kecepatan sebuah peluru keluar bisa dilihat dari tampilan pada luka tembak
keluar. Luka tembak keluar yang tampak kecil dan berbentuk celah dan memiliki sedikit
laserasi kecil pada daerah sekitar memiliki kecepatan yang lambat dan peluru biasanya akan
ditemukan di dekat badan mayat (atau bahkan di pakaian). Sebaliknya, luka tembak keluar
dengan banyak laserasi pada daerah sekitar memiliki kecepatan yang tinggi ; senjata dengan
kecepatan tinggi biasanya ditemukan pada militer dan pemburu dengan senjata panjang.
Luka tembak keluar akan terlindungi atau terhalau jika korban tembak mengenakan
pakaian ketat konstriktif seperti jaket kulit tebal atau pakaian yang terbuat dari kain tenunan
ketat, atau terdapat bahan seperti dinding kering yang dapat ditembus peluru keluar yang akan
melindungi kulit. Dihalaunya luka tembak keluar akan terlihat seperti luka tembak masuk.
Lihat Gambar 4.10 yang cukup mewakili fenomena ini. Sering, tepi abrasi lebih luas dari pada
yang biasanya terlihat pada luka tembak masuk; hal ini dapat membantu dalam membedakan
dua jenis luka tembak. Penting untuk catatan bahwa luka tembak masuk memilki gambaran
unik jika luka tembak masuk dihalangi atau dihalau. Luka tembak masuk akan dihalau oleh
jaringan lunak dan tulang; itulah sebabnya tepi abrasi muncul di sekitar luka tembak masuk.
Kulit ditekan untuk beberapa waktu sebelum peluru menembus bahan menopang, kemudian
hidung peluru menggarut kulit. Jika kulit tidak terlindungi, maka peluru akan merobek kulit
dan abrasi tidak terjadi. Hal tersebut Ini khas pada kasus luka tembak keluar.
Perlindungan luka tembak keluar dan masuk dengan target pertengahan biasanya tidak
yang hanya dapat dilihat. Penting bentukan segi empat panjang dari luka tembak masuk.
Luka tembak masuk secara umum berbentuk lingkaran ketika peluru ditembakkan dari
senapan, karena peluru memutar dengan cepat pada aksis 90 derajat dari tujuannya, bergerak
melalui udara menuju titik pusat arah dari gerakannya.
Perputaran menyebabkan luka tembak masuk pada peluru menjadi bentuk lingkaran
atau mungkin lonjong jika peluru mengenai kulit pada sudut selain 90 derajat. Jika peluru
memasuki bagian tubuh, seperti yang ditunjukkan pada peluru dapat goyang. Peluru tidak
goyang ketika ditembakkan dari senjata yang dibuat dari barel. Peluru akan goyang jika
melewati medium yang lebih pekat daripada udara. Meskipun demikian, peluru yang
memantul atau melewati orang lain sebelum mengenai orang kedua akan goyang. Jika pada
saat masuknya peluru seperti penembakan langsung, itu akan menghasilkan bentuk peluru
tembak masuk. Peluru tembak keluar memiliki pengertian bahwa hal itu disebabkan oleh
peluru yang melewati seseorang.
Luka pada peluru disebabkan karena pembentukan lubang yang sementara saat peluru
melewati tubuh seseorang, kolapsnya lubang, dan gelombang shock pada pembentukan
kolaps. Ketika sebuah peluru mengenai seseorang, ia akan bergerak lebih cepat daripada
kecepatan saat berada di jaringan, sehingga hal itu akan mendorongnya keluar. Jaringan yang
cedera akan memecahkan poin, namun tidak pecah. Ini hanya pecah pada kecepatan yang
lebih lambat daripada perjalanan peluru. Pada kasus kecepatan tinggi pada senjata api yang
panjang dimana keceptannya 1000 meter per detik, peluru akan melewati tubuh seluruhnya
sebelum terjadi proses kerusakan.
Peningkatan kecepatan proyektil dapat menghasilkan jelaga pada luka masuk dan efek
karbon monooksida pada luka keluarnya. Untungnya, untuk menentukan arah, perubahan ini
terdapat pada bagian dalam dari luka keluar. Ketika jaringan akhirnya terkoyak, jaringan ini
akan tertarik menuju kembali menuju tempat luka di mana peluru masuk dan dibelakangnya
dikarenakan adanya elastisitas jaringan dalam menerima peluru berkecapatan tinggi. Retraksi
ini akan menciptakan cavitas sementara yang besarnya akan setingkat dengan energi kinetik
dari peluru. Cavitas kemudian akan secara bertahap kolaps setelah meregang beberapa kali.

Roman Forensik Edisi 8 77


Adanya saluran dari gelombang dan kolaps cavitas sementara akan merusak jaringan di
tempat di mana peluru masuk dan di jaringan sekelilingnya. Besarnya kerusakan yang ada
tergantung dari organ yang ada, tapi bahkan untuk peluru pistol yang relatif lambat,
diperkirakan, umumnya, tiga kali dari diameter peluru. Untuk peluru dari senjata
berkecepatan tinggi, besarnya kerusakan mungkin dapat sepuluh kali lebih besar dari diameter
peluru.
Kerusakan jantung akan menyebabkan penurunan drastis tekanan darah yang terjadi
seketika, dan menurunkan perfusi ke otak. Namun, otak masih akan berfungsi selama 10
sampai 15 detik setelah kehilangan perfusi. Karena itu, seseorang masih masih dapat
menusukan ujung pisau bayonetnya kepada lawannya di dalam 10 sampai 15 detik setelah
ditembak di dadanya. Sebuah luka tembak pada organ yang kurang vital akan lebih
memberikan banyak waktu. Karena itu, konsep dari “stopping power” tidak selalu tepat.
Setiap janis senjata api mempunyai “stoppong power” jika digunakan untuk menembak
seseorang di kepala. Sebaliknya semua jenis senjata api tidak akan memiliki “stopping power”
jika ditembakkan pada bagian selain kepala.

Trauma tumpul lainnya


Contoh trauma tumpul lainnya yang paling sering terdapat pada masyarakat adalah
tabrakan dengan media transportasi, umumnya dengan kendaraan bermotor. Kematian yang
terjadi dari kejadian tersebut umumnya digolongkan dalam kecelakaan. Jarang kasus tabrakan
masuk dalam jenis pembunuhan ataupun bunuh diri.
Umumnya, dengan mengecualikan luka tembak, trauma tumpul pada pembunuhan
pada orang dewasa memerlukan luka yang bersifat mematikan pada kepala. Luka pada daerah
lain jarang menghasilkan kematian. Pada anak-anak, jejas mematikan umumnya karena
trauma kepala, tapi trauma dada dan abdomen dengan adanya robekan dari organ dalam,
seperti limfa, hati dan jantung juga sering ditemui.
Dua istilah lainnya perlu dipelajari. Pertama adalah kontusio. Suatu kontusio adalah
pengumpulan darah pada jaringan di luar jaringan vaskular darah. Umumnya dikarenakan
trauma tumpul yang merusak jaringan cukup hebat untuk menyebabkan kebocoran darah dari
pembuluh darah yang kecil. Suatu konsep penting bahwa pola dari benda yang digunakan
untuk menghantam bisa didapat pada orang yang dihantam. Pola luka semacam itu penting
untuk menentukan tipe benda yang digunakan sebagai senjata.
Istilah penting kedua lainnya ialah hematom. Hematom adalah tumor darah. Hema
berasal dari kata heme, bahasa Latin untuk darah, dan toma adalah bahasa Latin untuk tumor.
Hemtom adalah kontusio dengan lebih banyak darah. Secara khusus, trauma tumpul pada
kepala sering menimbulkan hematom, dikenal dengan istilah “telur angsa”.

Trauma kimia
Kematian dari trauma ini meliputi kematian yang dihasilkan dari penggunaan obat dan
racun. Obat yang umum ditemukan dalam praktisi forensik jarang membunuh secara
langsung, namun berperan dalam sebagai 5% faktor kontribusi dalam trauma kematian. Obat
itu adalah etil alkohol, yang juga disebut ethanol. Ethanol merupakan bahan aktif dalam bir,
anggur, dan minuman yang diawetkan. Ethanol mungkin obat dengan sejarah penyalahgunaan
obat terlama, dan merupakan jenis obat yang sering disalahgunakan pada zaman sekarang.
Alkohol merupakan bahan yang diharamkan oleh agama Islam dan beberapa kepercayaan
Kristiani, tapi pelarangan tidak cukup kuat untuk menghilangkan alkohol sebagai agen
penyebab pada kebanyakan luka trauma.
Alkohol juga dapat membunuh secara langsung. Obat ini merupakan salah satu
pendepresi sistem saraf pusat; bekerja dengan memperlambat reaksi dan komunikasi dari otak
menuju neuron batang otak. Pada kadar rendah intoksikasi, kurang dari 0,03 gram persen dari
kadar alkohol darah, seimbang dengan 330 mililiter bir dengan kandungan ethanol 5 %,
kebanyakan orang akan menyadari akan adanya peningkatan dari waktu reaksi, mungkin
dikarenakan perlambatan dari neuron inhibisi. Pada kadar konsentrasi alkohol darah lebih dari

Roman Forensik Edisi 8 78


0,03 gram persen, menunjukkan adanya penurunan fungsi otak dan perlambatan waktu reaksi.
Pada kadar 0,25 gram persen, seseorang yang belum pernah terekspos dengan ethanol
sebelumnya akan menuju status koma jika tidak dirangsang. Rangsangan akan memicu
kembalinya sejumlah kesadaran. Pada kadar alkohol darah sekitar 0,30 gram persen, orang
tersebut akan masuk dalam koma yang dalam. Dia tidak akan bisa diintervensi dan akan
bernafas cukup pendek untuk kemudian akan meninggal. Kematian akibat kurangnya oksigen
bisa dihasilkan oleh overdosis alkohol. Kematian semacam ini jarang terjadi, dikarenakan
sesorang yang tidak pernah terekspos alkohol akan mulai muntah saat kadar alkhohol
darahnya sekitar 0,10 gram persen dan absorpsi lebih lanjut akan terhenti. Kematian karena
overdosis alkohol umumnya didapat pada suatu kontes di mana peserta harus meminum
minuman keras sebanyak banyak nya. Dengan jumlah besar alkohol, reflek muntah dapat
ditekan sebelum terinisiasi, memicu pada kematian.
Jumlah yang disebutkan di atas untuk penyalahgunaan dari alkohol. Orang yang
mengkonsumsi alkohol dan kebanyakan obat terlarang lainnya membentuk semacam toleransi
yang menyebabkan efek alkohol dalam obat menghilang dalam kadar tertentu. Sebagai
contoh, seseorang dengan konsentrasi alkohol darah lebih dari 0,30 gram persen sering
terlihat pada pengemudi kendaraan.
Penyalahgunaan obat lain selain alkohol menghasilkan kematian umumnya melewati
mekanisme yang sama. Obat semacam ini contohnya barbiturat, diazepam, dan opiat. Obat ini
menghasilkan peningkatan derajat koma diikuti dengan penghentian nafas dan kematian yang
bertahap. Mariyuana adalah sebuah pengecualian untuk penyalahgunaan obat. Mariyuana
tidak menghasilkan kematian lewat suatu proses overdosis. Kokain merupakan pengecualian
lainnya. Kokain merupakan stimulan sistem saraf pusat. Kematian karena kokain lebih jarang
dibandingkan dengan kematian oleh obat depresan. Pada dosis tinggi, kokain menghasilkan
kejang, peningkatan suhu tubuh yang tajam, dan detak jantung yang tidak terkontrol adalah
kumpulan mekanisme keracunan kokain yang telah dilaporkan dapat memicu kematian.
Walau bukan jenis penyalahgunaan obat, karbon monooksida merupakan senyawa
kimia umum yang menghasilkan kematian. Merupakan suatu senyawa tidak berbau, berwarna,
gas hasil proses pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung
karbon. Kematian karena CO mungkin karena kecelakaan, bunuh diri dan pembunuhan.
Sianida merupakan senyawa yang serupa dengan CO melalui intervensinya dengan
oksigenasi otak, bekerja langsung pada enzim mitokondria pada otak. Sianida terdiri dari
karbon dan nitrogen. Seperti CO, sianida juga dapat dihasilkan oleh proses pembakaran, tapi
efeknya dalam menghasilkan kematian tidak begitu berperan. Sianida umumnya terdapat pada
bentuk garam natrium dan potasium yang digunakan secara luas pada industri pengelatan dan
pemurnian logam. Sianida mempunyai bau yang khas. Baunya seperti kacang almond dan
adapat dideteksi dalam jumlah yang sedikit seperti satu bagian per sejuta atau 0,00001 persen
oleh orang yang telah ahli dalam melacak sianida. Sayangnya, tidak sebanyak 50 persen dari
populasi yang mampu mencium sianida. Patologis forensik mampu mencium sianida atau
memperkerjakan seseorang yang mampu menciumnya. Seorang patologis yang membuka
rongga perut dari korban yang melakukan bunuh diri dengan menelan potasium sianida dapat
terbunuh oleh adanya gas yang dilepaskan.

Trauma suhu
Kontak dengan panas yang berlebihan ataupun dingin dapat menghasilkan kematian.
Hipotermia merupakan suhu\dingin yang berlebihan;hipertermia adalah panas yang
berlebihan. Kedua kondisi tersebut dapat menyebabkan kematian melalui kerusakan pada
mekanisme normal yang menjaga suhu tubuh sekitar 37 derajat celcius. Dalam kedua jenis
kematian, beberapa tanda-tanda nyata dapat ditemukan pada autopsi untuk memberikan
diagnosis pasti yang menyebabkan kematian. Ketidaadaan permintaan diagnosis pada
penyebab lain kematian pasangan dengan riwayat terpapar pada lingkungan baik hipertemia
maupun pada hipotermia diharapkan.

Roman Forensik Edisi 8 79


Kematian akibat hipotermia umumnya terjadi pada individu yang mabuk alkohol dan
terkena suhu dingin. Suhu udara hanya 5 derajat celcius (41 derajat Fahrenheit) telah
dilaporkan menyebabkan kematian akibat hipotermia. Keracunan alkohol mengurangi respon
terhadap dingin dengan meningkatkan hilangnya panas tubuh karena dilatasi pembuluh darah
di permukaan tubuh.
Kematian akibat hipertermia umumnya terjadi pada orang tua di kota-kota utara dan
pada bayi tertinggal di parkir mobil akibat gelombang panas. Kemampuan untuk
mempertahankan homeostasis menurun pada usia lanjut. Pemanasan dilakukan pada
hipotermia dan kematian sering tidak terlihat di populasi orang usia lanjut, meskipun
kelompok ini adalah rentan. Namun, di negara-negara utara, unit dweling tua sering
kekurangan AC, dan gelombang panas sering dikaitkan dengan sejumlah besar kematian
orang tua. Anak kecil yang yang berada di mobil yang tertutup sangat rentan terhadap
hipertermia. Suhu di dalam sebuah mobil di bawah sinar matahari dapat melebihi 60 derajat
celcius (140 derajat Fahrenheit) dan dapat berakibat fatal pada 10 menit.
Luka bakar termal disebabkan oleh hipertermia lokal. Secara umum, suhu di atas 65
derajat celcius (150 derajat Fahrenheit) akan menghasilkan luka bakar termal pada kontak
langsung dengan obyek selama beberapa menit. Kematian akibat panas terjadi dalam berbagai
situasi, dari paparan cairan panas untuk luka bakar maupun dari hidrokarbon. Kematian akibat
luka bakar biasanya tidak langsung terjadi dan timbul dari komplikasi setelah perawatan
medis. Mekanisme kematian umumnya kegagalan organ multipel.

TRAUMA ELEKRIK
Aliran listrik melalui seseorang dapat menghasilkan kematian oleh sejumlah
mekanisme yang berbeda. Jika rangkaian arus bolak balik (AC) pada tegangan rendah (di
bawah 1000 volt) melintasi jantung, maka akan mengalami fibrilasi ventrikel, bergetar secara
nonpropulsive kemudian tidak dapat diresusitasi dalam beberapa menit. Fibrilasi jantung
karena AC bertindak sebagai alat pacu jantung. AC di Amerika alternatif dari positif ke
negatif 3.600 kali per menit (2500 kali per menit di Eropa). Fibrilasi ventrikel menghasilkan
sekitar 300 quivers per menit,. tegangan rendah mungkin atau tidak menghasilkan listrik
Terbakar, tergantung lamanya paparan dengan sirkuit. Paparan dalam waktu yang lama
diperlukan untuk menghasilkan suatu luka bakar.

ASFIKSIA
Klasifikasi trauma mekanik terbatas pada kematian karena asfiksia tumpang tindih
dengan sebab lain, kematian karena asfiksia disebabkan gangguan oksigenasi di otak. Asfiksia
ini dapat terjadi dari sebab mekanik (strangulasi), sebab kimiawi (racun sianida), sebab listrik
(listrik tegangan rendah)
Tenggelam adalah kematian akibat sesak napas dari perendaman di dalam air atau
cairan lain. Beberapa kematian akibat terendam terjadi bukan akibat asfiksia namun karena
hipotermi. Paparan pada seseorang dengan suhu air di bawah 20 derajat celcius (68 derajat
Fahrenheit) akan mengakibatkan kematian akibat hipotermia setelah paparan berjam-jam.
Paparan terhadap suhu air mendekati 0 derajat Celcius (32 derajat Fahrenheit) akan
menghasilkan kematian dalam hitungan beberapa menit. Korban tenggelam meninggal
sebagai akibat dari asfiksia, suatu gangguan oksigenasi pada otak. Seseorang biasanya
berusaha untuk menjaga kepalanya di atas air sehingga ia dapat terus menghirup udara. Ketika
hal ini menjadi sulit, ia akan berjuang untuk mempertahankan jalan napas, dan hal ini
meningkatkan kebutuhan oksigen. Menghirup air akan meningkatkan kepanikan. Air yang
masuk ke bagian belakang tenggorokan secara refleks akan tertelan. Hai ini akan
mentransmisikan suatu tekanan negatif yang berkaitan dengan terhirupnya air ke telinga
bagian tengah melalui tabung Eustachius yang terbuka saat menelan. Air yang tertelan akan
masuk kedalam perut. Upaya lebih lanjut untuk bernapas menyebabkan air masuk ke saluran
napas atas, memicu batuk dan inhalasi refleks tambahan. Ketika air memasuki saluran udara
kecil, dinding-dinding otot napas akan kejang, sehingga melindungi alveoli atau kantung-

Roman Forensik Edisi 8 80


kantung udara kecil dari apapun yang masuk kecuali udara. kejang yang terjadi setara dengan
serangan akut asma yang parah dengan terperangkapnya udara di paru-paru. Kehilangan
kesadaran umumnya terjadi dalam 1 sampai 2 menit awal perjuangan untuk bernapas,
meskipun mungkin kesadaran dapat terjadi lebih lama jika udara segar dapat diperoleh.
Kehilangan kesadaran dapat diikuti oleh upaya paksa inhalasi dan muntah. Henti jantung
terjadi beberapa menit kemudian. Ketika jantung kembali berdetak, tekanan yang dihasilkan
jantung pada sirkulasi paru akan meningkat pesat dan bagian kanan dari jantung akan
terdilatasi dari peningkatan tekanan jantung dan myungkin akibat dari peningkatan volume
darah akibat terabsorpsinya air dari paru.
Yang dapat ditemukan pada otopsi korban tenggelam sangat tergantung dari apakah
tenggelam tersebut mengikuti kejadian-kejadian yang telah disebutkan diatas. Jika saat masuk
ke air seseorang telah mengalami penurunan kesadaran, banyak tanda dari kepanikan yang
menjadi tidak terlihat karena seseorang yang telah mengalami penurunan kesadaran tidak
bisa menjadi panik.
Kepanikan terjadi akibat pengiriman tekanan negatif dari saluran napas bagian atas ke
telinga tengah. Tekanan negatif bersama-sama dengan perubahan asfiksia lain dalam hasil
faktor pembekuan darah di perdarahan ke dalam sinus mastoideus. Selain itu, air dan bahan
dalam air akan ditemukan di sinus frontal, ethmoidal dan di perut.
Paru-paru akan menjadi hiperinflasi sebagai akibat dari spasme otot yang melindungi
alveoli. Paru-paru pada umumnya akan lebih berat dari biasanya, karena penambahan air yang
teraspirasi dan cairan yang terakumulasi di paru pada seluruh asfiksia.
Organisme uniseluler kecil yang disebut diatom ditemukan di hampir seluruh air
segar dan air garam di dunia. Organisme ini memiliki silika pada dinding selnya sehingga
dengan demikian dapat melawan degradasi oleh asam. Pada tahap akhir dari tenggelam, air
yang teraspirasi dan mengandung diatom adalah disirkulasikan oleh jantung yang masih
berdetak ke semua organ. Diatome tidak selalu ditemukan di sumsum tulang. Jadi,
mengeluarkan sumsum tulang, mencampurnya dengan asam kuat, dan memeriksanya di
bawah mikroskop untuk mencari diatom dapat memastikan kasus tenggelam. Sejak di air
terdapat berbagai jenis diatom pada daerah yang berbeda dan waktu yang berbeda, maka
dapat dimungkinkan untuk menentukan waktu dan tepat pada kasus tenggelam dengan
mengidentifikasi diatom. Teknik ini terutama berguna jika tubuh telah terdekomposisi dan
kaku.
Asfiksia dapat diakibatkan berbagai sebab termasuk strangulasi manual (dengan
tangan) dan strangulasi akibat ikatan. Strangulasi manual menyempitkan saluran nafas dengan
menekan leher. Banyak tulisan mengenai penemuan adanya fraktur dari tulang hyoid pada
strangulasi manual. Sebenarnya, hal ini relatif jarang dan terlihat terutama pada wanita tua
yang menderita osteoporosis yang mengakibatkan fraktur pada tulang hyoid menjadi lebih
mudah. Gambar 4.17 menunjukkan fraktur tulang hyoid. Perhatikan perdarahan sekitar tempat
fraktur. Hal ini sangat penting untuk diketahui, karena patahnya tulang hyoid sangat mudah
terjadi ketika mengeluarkan saat pemeriksaan berlangsung. Jika fraktur terjadi dan tidak ada
perdarahan, berarti faktur terjadi setelah kematian.
Hal lain yang lazim ditemukan pada strangulasi manual adalah fraktur dari kornu pada
kartilago tiroid. Kornu tersebut terletak di laring atau pita suara dan di depan dari tulang
belakang bagian leher. Jika kerongkongan ditekan untuk mencegah mengalirnya air, kornu
akan dipaksa tertekan kearah belakang mengenai tulang belakang. Hal lain yang lazim
ditemui ialah perdarahan pada otot di leher. Otot – otot tersebut bersama – sama disebut otot
yang terikat (strap) dan dapat mengalami memar akibat strangulasi manual.
Strangulasi akibat ikatan baik yang disebabkan oleh penggantungan ataupun
penjeratan, tidak melibatkan fraktur hyoid, fraktur kornu kartilago tiroid ataupun perdarahan
otot – otot pada leher. Secara umum, hal yang sering ditemukan ialah asfiksia dan adanya
bekas jeratan di leher.
Saat seseorang meninggal ada sejumlah perubahan yang terjadi yang dapat digunakan
untuk memperkirakan saat kematian : rigor mortis, livor mortis, dan algor mortis.

Roman Forensik Edisi 8 81


Rigor mortis adalah kekakuan otot yang terjadi setelah kematian seseorang. Hal ini
terjadi reaksi kimiawi saat glikogen normal ditemukan dalam otot digunakan berlebihan
sesaat kematian dan tidak dibentuk kembali. Rigor mortis umumnya dipertahankan sampai
periode 24 jam hingga 36 jam setelah kematian.
Livor mortis adalah perubahan warna tubuh yang terjadi akibat pengendapan sel darah
merah setelah sirkulasi darah berhenti. Ini dapat dilihat beberapa menit setelah kematian,
dimana sel darah merah meningkat mengendap karena infeksi atau penyakit lain. Umumnya
warna kulit seseorang livor mortis adalah livid/kebiruan. Dapat dilihat satu jam atau sesaat
setelah kematian. Pada beberapa individu kulit hitam, mungkin tidak terlihat kebiruan. Jika
seseorang meninggal dan kehilangan darah dalam volume banyak, kebiruan mungkin juga
tidak terlihat. Kebiruan jadi lengkap , maksudnya dengan penekanan tidak hilang yaitu 12 jam
setelah kematian. Kebiruan lambat laun hilang dengan pemisahan setelah 36 jam.
Algor mortis adalah dingin setelah kematian. Dengan menekan dengan ibu jari dekat
tubuh yang telanjang suhu sekitar 18 oC, ke 20oC. 1,5 oC suhu tubuh akan turun tiap jam untuk
8 jam pertama. Suhu tubuh normal 37oC, jadi jika tubuh meninggal 4 jam suhu tubuh akan
jadi 31oC.

STUDI KASUS
Kasus 1
Seorang polisi dipanggil oleh seorang pria yang mengatakan bahwa ia menembak
tetangganya. Dia menceritakan pada polisi bahwa tetangganya menyerang dia dengan sebilah
pisau saat ia sedang menggendong anak bayinya. Dia mengatakan bahwa dia merasa diri dan
anaknya terancam, sehingga ia mengambil senjata apinya, dan menembak tetangganya hingga
meninggal. Pegawai toko di seberang jalan tempat kejadian yang mendengar percekcokan
keduanya juga menyatakan hal yang sama dengan cerita si penembak. Kakak laki-laki si
penembak yang datang ke tempat kejadian sesaat setelah percekcokan terjadi juga
menyatakan hal yang sama.

Keluarga korban meminta saya untuk menilik kembali kasus tersebut untuk
menentukan apa yang terjadi. Keluarga korban tidak senang dengan jaksa yang tidak
menuntut si penembak. Saya meninjau foto-foto tempat kejadian, foto autopsy, dan laporan
autopsy, dan setelah itu pergi ke tempat kejadian. Disana, ditemukan lobang peluru, namun
tidak terdapat darah. Gambar 4.19 dan 4.20 menunjukkan lubang peluru di lorong beberapa
bulan setelah penembakan. Gambar 4.21 menunjukkan tubuh korban yang terbaring ketika
polisi datang.
Penembakan dikatakan terjadi di tempat rendah, namun lubang peluru terdapat di
tangga atas. Seperti yang akan didiskusikan di bab berikutnya, bahwa penentuan jarak antara
senjata dan orang yang ditembak dapat dipastikan. Pada korban terdapat dua tembakan senjata
api – yang satu jarak jauh dan yang lain jarak dekat. Dengan demikian, jarak penggunaan
senjata ialah lebih dari 3 kaki untuk tembakan yang pertama dan kemudian ditembakkan lagi
beberapa inci lebih jauh dari tembakan pertama.
Hal lain yang dapat ditentukan ialah arah peluru yang mengenai tubuh dan organ
dalam. Satu tembakan mengenai sisi samping abdomen. Hal tersebut tidak mengenai arteri
utama dan keluar dari tubuh pada sisi yang lain. Peluru mengenai dinding dan merupakan
tembakan jarak jauh. Tembakan jarak dekat mengenai belakang kepala. Pelurunya
menyebabkan pergeseran otak dari depan ke belakang dan sedikit ke atas.
Hal lain yang penting diketahui dari luka tembak ialah lama waktu antara luka dan
pingsannya korban. Luka tembak abdomen yang tidak mengenai pembuluh utama dapat
memberikan efek dalam hitungan jam, hari atau bahkan lebih. Luka tembak di belakang
kepala yang menyebabkan pergeseran otak akan mengakibatkan koma dalam waktu singkat.
Pada kasus ini, bukti fisik menyangkal pengakuan dari si penembak. Tembakan di
abdomen merupakan tembakan pertama. Si penembak dalam posisi berdiri ketika
menembakkan senjatanya yang mengakibatkan lubang di dinding. Tembakan pertama

Roman Forensik Edisi 8 82


ditembakkan dari jarak lebih dari 3 kaki, yangmana dalam hal ini bukan merupakan jarak
yang tergolong cukup dekat untuk dapat menyebabkan ancaman dengan menggunakan pisau
bagi si penembak. Tembakan kedua merupakan efek yang terjadi akibat korban berusaha
untuk melarikan diri melalui tangga sehingga terkena di belakang kepala.

BAB VIII
ABORSI

DEFINISI

Peristilahan aborsi sesungguhnya tidak kita temukan pengutipannya dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam KUHP hanya dikenal istilah pengguguran
kandungan. Istilah “aborsi” yang berasal dari kata abortus bahasa latin, artinya “kelahiran
sebelum waktunya”. Sinonim dengan kata itu mengenal istilah “kelahiran yang premature”
atau miskraam (Belanda), keguguran.

Abortus berdasarkan definisi medis adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan. Anak baru mungkin hidup di luar kandungan kalau
beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu. Ada yang mengambil

Roman Forensik Edisi 8 83


batas abortus bila berat anak kurang dari 500 gram, setara dengan umur kehamilan 22
minggu. Berdasarkan variasi berbagai batasan yang ada tentang usia / berat lahir janin viable
(yang mampu hidup di luar kandungan), akhirnya ditentukan suatu batasan abortus sebagai
pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau usia kehamilan 20
minggu.(terakhir, WHO/FIGO 1998 = 22 minggu).

Dari aspek kedokteran forensik yang diartikan dengan keguguran kandungan adalah
pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadia perkembangannya sebelum masa kehamilan
yang lengkap tercapai (38-40 minggu). Dari segi medikolegal maka istilah abortus,
keguguran, dan kelahiran prematur mempunyai arti yang sama dan menunjukkan pengeluaran
janin sebelum usia kehamilan yang cukup.

KLASIFIKASI

Secara garis besar abortus dapat di bagi dalam 2 kelompok, yaitu:


1. Abortus dengan penyebab yang wajar (abortus spontanea), yaitu abortus yang terjadi
dengan sendirinya, disebut juga keguguran.
2. Abortus yang sengaja dibuat (abortus provokatus/induksi abortus), yaitu abortus disengaja
atau digugurkan, merupakan 80 % dari semua kasus abortus. Abortus yang disengaja ini
dapat bersifat murni medisinalis, tetapi dapat pula bersifat medisinalis kriminalis
tergantung dari pelaku abortusnya yang dapat dibedakan antara :
1. abortus provokatus medisinalis (terapeutik) atau legal abortion yaitu abortus yang
dilakukan atas indikasi medis, dilakukan oleh tenaga yang terdidik khusus untuk
melakukannya dengan baik dan bukan dilakukan untuk mempertahankan nama baik
atau kehormatan keluarga. Biasanya dengan alat-alat dengan alasan bahwa kehamilan
membahayakan dan dapat membawa maut bagi ibu contohnya ibu dengan penyakit
jantung, hipertensi, kanker leher rahim, dan lain-lain.
2. abortus provokatus kriminalis yaitu abortus yang dilakukan tanpa indikasi medis.
Dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan dilakukan oleh tenaga yang umumnya tidak
terdidik khusus, termasuk oleh wanita hamil itu sendiri. Ini disebut juga illegal
abortion.

ABORTUS PROVOKATUS ATAS INDIKASI MEDIS

Umumnya setiap negara ada undang-undang yang melarang abortus buatan, tetapi larangan
ini tidaklah mutlak sifatnya. Di Indonesia berdasarkan undang-undang, melakukan abortus
buatan dianggap suatu kejahatan. Akan tetapi abortus buatan sebagai tindakan pengobatan,
apabila itu satu-satunya jalan untuk menolong jiwa dan kesehatan ibu serta sunguh-sungguh
dapat dipertanggung jawabkan dapat dibenarkan dan biasanya tidak dituntut. Indikasi medis
akan berubah-ubah menurut perkembangan ilmu kedokteran. Di negara Swedia, Swiss, dan
beberapa negara lainnya, membenarkan indikasi yang bersifat sosial medis, humaniter, dan
egenetis, bukan semata-mata untuk menolong ibu, tetapi juga dengan pertimbangan
keselamatan anak, jasmani, dan rohani.
Walaupun beberapa ahli telah banyak berdebat tentang kemungkinan perluasan indikasi
medik, namun sampai saat ini di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah
demi menyelamatkan nyawa ibu. Jadi tidak dibenarkan melakukan abortus atas indikasi :
o Ekonomi
o Etnis : baik akibat perkosaan atau akibat hubungan diluar nikah.
o Sosial : kuatir adanya penyakit turunan, janin cacat.

Roman Forensik Edisi 8 84


Indikasi melakukan abortus terapeutik:
1. Faktor kehamilannya sendiri
o Ectopic pregnancy yang terganggu
o Abortus yang mengancam disertai dengan perdarahan yang terus-menerus, atau jika
janin telah meninggal (missed abortion).
o Mola hydatidosa
o Kelainan plasenta
2. Penyakit diluar kehamilannya :
o Karsinoma cervix uteri
o Karsinoma mammae yang aktif
3. Penyakit sistemik ibu :
o Preeklampsia/Eklampsia
o Penyakit jantung organik disertai dengan kegagalan jantung
o Penyakit ginjal
o Diabetes melitus berat
o Gangguan jiwa, disertai kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini
sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi dengan psikiater.

Dalam melakukan tindakan abortus atas indikasi medik, seorang dokter perlu mengambil
tindakan-tindakan pengamanan dengan mengadakan konsultasi pada seorang ahli kandungan
yang berpengalaman dengan syarat:
(1) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai
dengan tanggung jawab profesi.
(2) Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
(3) Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
(4) Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga / peralatan yang memadai, yang
ditunjuk pemerintah.
(5) Prosedur tidak dirahasiakan.
(6) Dokumen medik harus lengkap.

ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS

Aborsi kriminal adalah kerusakan atau pengguguran janin dari rahim ibu oleh orang lain
secara paksa, yaitu, jika tidak ada indikasi terapeutik untuk operasi. Kejahatan ini dinyatakan
sebagai tindak pidana jika aborsi yang dilakukan berakibat fatal. Jika wanita tersebut
meninggal akibat prosedur yang dilakukan oleh aborsionis dan orang lain yang berkaitan
dengan kejahatan tersebut, seperti ahli anestetik atau perawat, akan dituntut dengan pasal
pembunuhan. Bahkan saudara atau teman yang menemaninya ke aborsionis dinyatakan
bersalah sebagai rekan kejahatan, jika dapat dibuktikan bahwa orang tersebut mengetahui
tujuan kunjungannya. Hukum menekankan pada maksud-maksud ilegal di balik tindakan dan
tentang semua hal yang berhubungan dengan kejahatan sebagai prinsip-prinsip kesalahan.
Yang termasuk dalam kategori ini adalah individu yang memberi anjuran dan meresepkan
obat-obatan, atau berusaha menggugurkan kandungan dengan cara lain; jika terjadi kematian
akibat tindakannya, mereka dinyatakan bersalah oleh hukum.

Tidak ada perbedaan hukum untuk pengguran fetus pada awal kehamilan atau pada akhir
masa kehamilan, karena keduanya disebut aborsi. Dalam sebagian besar yuridiksi, fetus pada
awal kehamilan sebelum digugurkan dinyatakan memiliki kehidupan yang sama dengan fetus
Roman Forensik Edisi 8 85
pada akhir masa kehamilan. Aborsi yang dilakukan pada awal masa kehamilan sama
bersalahnya dengan yang dilakukan pada akhir masa kehamilan.

Mengenali Tindakan Abortus Provocatus


Abortus provocatus yang dilakukan menggunakan berbagai cara selalu mengandung resiko
kesehatan baik bagi si ibu atau janin. Seorang dokter perlu mengenali kelainan yang dapat
timbul akibat pelbagai macam cara yang digunakan untuk melakukan pengguguran kriminal
ini agar benar-benar dapat membantu secara maksimal pihak penyidik.

Kekerasan mekanik lokal dapat ditakukan dari luar maupun dari dalam. Kekerasan dari luar
dapat dilakukan sendiri oleh si ibu atau oleh orang lain, seperti melakukan gerakan fisik
berlebihan, jatuh, pemijatan/pengurutan perut bagian bawah, kekerasan langsung pada perut
atau uterus, pengaliran listrik pada serviks dan sebagainya.

Kekerasan dapat pula 'dari dalam' dengan melakukan manipulasi vagina atau uterus.
Manipulasi vagina dan serviks uteri, misalnya dengan penyemprotan air sabun atau air panas
pada portio; aplikasi asam arsonik, kalium permanganat pekat, atau iodium tinctuur;
pemasangan laminaria stift atau kateter ke dalam serviks; atau manipulasi serviks dengan jari
tangan. Manipulasi uterus, dengan melakukan pemecahan selaput amnion atau dengan
penyuntikan ke dalam uterus.

Pemecahan selaput amnion dapat dilakukan dengan memasukkan alat apa saja yang cukup
panjang dan kecil melalui serviks. Penyuntikan atau penyemprotan cairan biasanya dilakukan
dengan menggunakan Higginson type syringe, sedangkan cairannya adalah air sabun,
desinfektan atau air biasa/air panas. Penyemprotan ini dapat mengakibatkan emboli udara.

Obat/zat tertentu, racun umum digunakan dengan harapan agar janin mati tetapi si ibu cukup
kuat untuk bisa selamat.

Pernah dilaporkan penggunaan bahan tumbuhan yang mengandung minyak eter tertentu yang
merangsang saiuran cerna hingga terjadi kolik abdomen, jamu perangsang kontraksi uterus
dan hormon wanita yang merangsang kontraksi uterus melalui hiperemi mukosa uterus.

Hasil yang dicapai sangat bergantung pada jumlah (takaran), sensitivitas individu dan keadaan
kandungannya (usia gestasi).

Bahan-bahan tadi ada yang biasa terdapat dalam jamu peluntur, nenas muda, bubuk beras
dicampur lada hitam, dan lain lain. Ada juga yang agak beracun seperti garam logam berat,
laksans dan lain lain; atau bahan yang beracun, seperti strichnin, prostigmin, pilokarpin,
dikumarol, kina dan lain lain.

Kombinasi kina atau menolisin dengan ekstrak hipofisis (oksitosin) ternyata sangat efektif.
Akhir-akhir ini dikenal juga sitostatika

Teknik-Teknik Aborsi pada klinik aborsi :


1. Dilatasi Dan kuret (D & C)
2. MR (Kuret dengan penyedotan)
3. Peracunan dengan menyuntikan larutan garam pekat
4. Penguguran dengan mengunakan kimia protaglandin
5. Operasi bedah kaisar/histerotomi
6. D&X (Intact dilatation & extraction = partial birth abortion)

CARA-CARA ABORTUS

Roman Forensik Edisi 8 86


Cara-cara yang dipakai untuk melakukan abortus atas indikasi medik adalah:
1. Vaginal
- Ketuban dipecah
- Dilatasi cervix uterus
- Injeksi 10 unit oxytocin intra-uterin
2. Abdominal : Sectio Caesarea
Cara-cara melakukan abortus criminalis :
1. Mengunakan obat-obatan yang diminum
2. Menggunakan kekerasan mekanik (umum dan lokal)
3. Dilatasi dan kuretasi, biasanya hal ini hanya dilakukan oleh dokter atau bidan.

Obat-obatan
Biasanya obat-obatan yang diberikan per-oral tidak menyebabkan abortus kecuali diberikan
dalam jumlah besar sehingga bersifat toksik kepada wanita hamil tersebut.Patut diingat tidak
ada satupun obat/kombinasi obat peroral yang mampu menyebabkan rahim yang sehat
mengeluarkan isinya tanpa membahayakan jiwa wanita yang meminumnya. Karena itulah
seorang “abortir profesional” tidak mau membuang-buang waktu/mengambil resiko
melakukan abortus dengan menggunakan obat-obatan. Klasifikasi obat-obat yang digunakan
adalah :
1. Obat yang bekerja langsung pada uterus
o Echolics (golongan obat yang meningkatkan kontraksi uterus).
o Emmenagagonum (merangsang terjadinya menstruasi. Untuk menyebabkan abortus
harus diberikan dalam dosis yang besar dan berulang).
2. Obat-obat yang menimbulkan kontraksi GIT.
o Yang paling sering digunakan adalah emetik tartar.
o Castrol oil; magnesium sulfate / sodium sulfate
3. Obat yang bersifat racun sistemik
o Racun tumbuhan (buah pepaya yang masih mentah, buah nenas yang masih mentah,
madar juice, Buah Daucus carota).
o Racun logam (yang paling sering digunakan adalah cairan timah yang mengandung
oksida timah dan minyak zaitun).
Kekerasan Mekanik
Tindakan kekerasan yang bersifat umum :
o Penekanan pada abdomen, misalnya pukulan, tendangan
o Menggunakan ikatan yang kencang pada bagian abdomen.
o Latihan olahraga yang keras misalnya bersepeda, meloncat, menunggang kuda,
mendaki gunung, berenang, naik turun tangga.
o Mengangkat barang-barang berat.
o Pemijatan uterus melalui dinding abdomen.
Tindakan kekerasan yang bersifat lokal :
o Merobek selaput amnion, yaitu dengan memasukkan benda tajam seperti kateter,
jarum, dll kedalam rongga uterus.
o Pernggunaan ganggang laminaria yang diamternya berukuran 0,4 - 0,5 cm. Ganggang
ini direndam dalam air dan dimasukkan kedalam ostium uteri. Dengan demikian akan
menyebabkan robeknya selaput amnion dan terjadi abortus.
o Stik abortus, yaitu berupa potongan kayu yang dibungkus dengan kain, kemudian
dicelupkan kedalam madar juice, arsen atau phelavai juice dan dimasukkan kedalam
ostium uteri. Hal ini akan menyebabkan kontraksi uterus dan abortus.
o Menyalurkan listrik tegangan rendah, menyebabkan kontraksi uterus dan
mengeluarkan hasil konsepsi.

Roman Forensik Edisi 8 87


Pemeriksaan Kasus Abortus

Korban hidup
Pada korban hidup perlu diperhatikan tanda kehamilan misalnya perubahan pada payudara,
pigmentasi, hormonal, mikroskopik dan sebagainya. Perlu pula dibukti adanya usaha
penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada genitalia interna/eksterna, daerah
perut bagian bawah.
1. Ibu
1. Tanda-tanda kehamilan
- striae gravidarum
- uterus yang membesar
- hiperpigmentasi aerola mammae
2. Tanda-tanda partus
- ditemukan cairan
- bercak darah pada vagina
- vagina yang longgar
- laserasi dan luka yang terdapat pada vagina
- serviks membuka, bisa terdapat dan bisa juga tidak terdapat robekan.
3. golongan darah
2. Janin
1. umur janin
2. golongan darah janin

Korban mati
Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan abortus serta
interval waktu antara tindakan abortus dan kematian. Abortus yang dilakukan oleh ahli yang
terampil mungkin tidak meninggalkan bekas dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih,
maka komplikasi yang timbul atau penyakit yang menyertai mungkin mengaburkan tanda-
tanda abortus kriminal.
Lagi pula selalu terdapat kemungkinan bahwa abortus dilakukan sendiri oleh wanita yang
bersangkutan. Pada pemeriksaan jenazah, TEARE (1964) menganjurkan pembukaan abdomen
sebagai langkah pertama dalam autopsi bila ada kecurigaan akan abortus kriminalis sebagai
penyebab kematian korban.
Pemeriksaan luar dilakukan seperti biasa sedangkan pada pembedahan jenazah, bila
didapatkan cairan dalam rongga perut, atau kecurigaan lain, lakukan pemeriksaan
toksikologik.
Uterus diperiksa apakah ada pembesaran, krepitasi, luka atau perforasi. Lakukan pula Tes
emboli udara pada vena kava inferior dan jantung. Periksa alat-alat genitalia interna apakah
pucat, mengalami kongeti atau adanya memar. Uterus diiris mendatar dengan jarak antar
irisan 1 cm untuk mendeteksi perdarahan yang berasal dari bawah.
Ambil darah dari jantung (segera setelah tes emboli) untuk pemeriksaan toksikologilk. Ambil
urin untuk tes kehamilan / toksikologik dan pemeriksan organ-organ lain dilakukan seperti
biasa.
Pemeriksaan niikroskopik meliputi adanya sel trofoblas yang merupakan tanda kehamilan,
kerusakan jaringan yang merupakan jejas/tanda usaha penghentian kehamilan. Ditemukannya
sel radang PMN menunjukkan tanda intravitalitas.

Pemeriksaan post mortem abortus criminalis bertujuan :


o Mencari bukti dan tanda kehamilan
o Mencari bukti abortus dan kemungkinan adanya tindakan kriminal dengan obat-obatan
atau instrumen.
o Menentukan kaitan antara sebab kematian dengan abortus.

Roman Forensik Edisi 8 88


o Menilai setiap penyakit wajar yang ditemukan.

Pemeriksaan Ibu :
1. Pemotretan sebelum memulai pemeriksaan
Identifikasi umum
o Tinggi badan, berat badan, umur. Pakaian; cari tanda-tanda kontak dengan suatu
cairan, terutama pada pakaian dalam.
o Catat suhu badan, warna dan distribusi lebam jenasah.
o Periksa dengan palpasi uterus untuk kepastian adanya kehamilan.
o Cari tanda-tanda emboli udara, gelembung sabun, cairan pada :
- arteri coronaria
- ventrikel kanan
- arteri pulmonalis
- arteri dan vena di permukaan otak
- vena-vena pelvis
o Vagina dan uterus di-insisi pada dinding anterior untuk menghindari
jejas, kekerasan yang biasanya terjadi pada dinding posterior misalnya perforasi
uterus. Cara pemeriksaan: uterus direndam dalam larutan formalin 10% selama 24
jam, kemudian direndam dalam alkohol 95% selama 24 jam, iris tipis untuk melihat
saluran perforasi. Periksa juga tanda-tanda kekerasan pada cervix uteri (abrasi,
laserasi).
o Ambil sampel semua organ untuk menilai histopatologis.
o Buat swab dinding uterus untuk pemeriksaan mikrobiologi.
o Ambil sampel untuk pemeriksaan toksikologis :
- isi vagina
- isi uterus
- darah dari vena cava inferior dan kedua ventrikel
- urin
- isi lambung
- rambut pubis

Pemeriksaan janin
- Umur janin
- Golongan darah

Pemeriksaan toksikologik dilakukan untuk mengetahui adanya obat/zat yang dapat


mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap hasil usaha penghentian
kehamilan, misalnya yang berupa IUFD (Intra-Uterine Fetal Death) dan pemeriksaan
mikroskopik terhadap sisa-sisa jaringan.

Pertimbangan-pertimbangan saat autopsi


Saat melakukan autopsi untuk kasus aborsi, ahli patologi harus membuat catatan khusus
tentang kondisi rahim dan genitalia, serta deskripsi umum tentang mayat. Panjang, lebar dan
ketebalan uterus, ketebalan dinding uterin, panjang rongga uterin, lingkar sirkumferen internal
dan eksternal, panjang serviks, diameter corpus luteum, dan ukuran sisa-sisa janin, harus
dicatat. Pemeriksaan dilakukan pada tuba ovarium dan payudara. Bagian-bagain janin harus
dicari dalam saluran genital dan rongga peritoneal. Luka-luka instrumental dan tanda-tanda
tenaculum harus diidentifikasi. semua organ dalam rongga abdominal dapat menyebabkan
peritonitis supuratif, seperti appendiks, kandung kemih atau perut, harus diperiksa. Semua
kondisi tubuh yang dapat menyebabkan aborsi spontan, seperti penyakit jantung dan
hydatidiform mole, harus diperiksa. Kondisi-kondisi septik tubuh harus diperiksa dengan
cermat. Vena-vena uterin dan ovarian harus diurutkan dengan cermat sampai ke bagian tubuh
yang lebih besar untuk mengetahui terjadinya phlebitis purulen. Pengguanan terapeutik

Roman Forensik Edisi 8 89


sulfonamid dan obat-obatan antibiotik lainnya dapat menghambat perkembangan bakteri
dalam kultur post-mortem. Pemeriksaan kimiawi harus dilakukan pada otak dan viscera
parenkimatom, jika perlu.
Harus dilakukan pemeriksaan mikroskopis pada mukosa uterin untuk mengetahui apakah
terjadi villi chorionic. Struktur-struktur lainnya, seperti tuba, ovarium, appendiks, ginjal,
limpa, hati, pankreas, jantung, paru-paru, dan organ-organ lainnya yang terlihat abnormal
harus diperiksa/dipotong.
Jika terdapat sisa-sisa janin, dapat dilakukan pemeriksaan X-ray untuk mengetahui pusat-
pusat osifikasi. Hal ini sangat penting untuk menentukan usia kehamilan. Benda-benda asing,
instrumen, juga harus diawetkan sebagai bukti, jika ditemukan dalam tubuh.
Dalam banyak kasus, sisa-sisa janin tidak mudah diidentifikasi. jika seorang wanita
meninggal saat aborsi, janin atau bagian dari janin, akan ditemukan dalam saluran genital.
Kadang-kadang, terjadi perforasi uterus dan janin dipaksakan masuk ke rongga peritoneal, ini
akan ditemukan saat autopsi. Biasanya, tubuh janin telah diangkat, dan daerah plasenta
ditandai oleh penonjolan sirkuler pada batas-batas uterus di sekitar fundus, kondisi ini akan
bertahan selama beberapa hari.
Perforasi dapat terjadi dalam berbagai ukuran dan bentuk, bervariasi mulai dari stellata kasar
dan kecil yang terbuka dan berdiameter kurang lebih 1 cm, banyak potongan stellata yang
berbentuk oval atau ireguler, dan terlihat seperti-kawah yang kadang menonjol pada fundus
uterin. Kadang, ditemukan dua atau beberapa perforasi pada fundus, atau terjadi perlukaaan
fundus dan serviks akibat penggunaan kuret Uterus paling mudah mengalami perforasi adalah
jenis bicornuate, karena operator yang ragu-ragu, menduga bahwa rongga uterus lebih
panjang dan melukai dindingnya pada bagian cornua yang terpisah. Luka pada serviks uteri
terjadi sebanyak kurang dari separuh perlukaan instrumental pada uterus, sebagian
diantaranya berupa ekskavasasi crateriform dalam dinding servikal, sedangkan yang lainnya
mengalami perforasi ke dalam rongga abdominal melalui dinding uterus. Perforasi tersebut
berbentuk stellata dan mengarah ke atas mungkin akibat penggunaan instrumen seperti kayu .
Perforasi pada rongga vaginal jarang terjadi pada aborsi yang dilakukan oleh seorang
operator, namun paling sering terjadi pada aborsi yang dilakukan sendiri. salah satu kasus
yang dihadapi oleh penulis adalah seorang ibu hamil yang melukai rongga vaginanya
menggunakan jarum panjang, yang ditusukkan ke dalam perut dan usus beberapa kali
sehingga terjadi peritonitis septik.
Kasus-kasus aborsi yang mengakibatkan perforasi saluran genital dan organ
abdominal harus dirujuk ke rumah sakit untuk merawat gejala dan agar dokter bedah dapat
melakukan laparotomi. Dalam berbagai kasus, operator dapat memperbaiki luka dengan
melakukan penjahitan, sedangkan dalam kasus lainnya, operator dapat mengangkat rahim,
atau reseksi intestinal. Jika pasien meninggal, dokter bedah harus menyerahkan semua organ,
jaringan atau benda asing yang diperoleh saat operasi untuk diperiksa dan menyimpan catatan
klinis kasus yang akurat.
Ukuran daerah plasenta bervariasi sesuai dengan usia kehamilan dan jumlah hari setelah
aborsi. Setelah melakukan kuretase pada bagian plasenta yang tersisa pada dinding uterin,
berupa penyimpangan villi chorionic dan syncytial giant cell, ini dapat dilihat melalui
pemeriksaan mikroskopis pada daerah plasenta. Karena plasenta merupakan bagian dari janin,
ini merupakan bukti nyata terjadinya kehamilan, yang bertolak belakang dengan sel-sel
decidual yang merupakan jaringan dari ibu dan bukan, merupakan indikasi yang jelas. villi
chorionic dan syncytial giant cell akan menetap selama beberapa hari kemudian menghilang,
satu-satunya kriteria yang tersisa adalah ukuran dan bentuk rahim, kondisi payudara dan
corpus luteum ovarium.
Penemuan janin atau sisa-sisanya biasanya berguna untuk memastikan usia kehamilan
saat aborsi dilakukan. Jadi, kita harus mengetahui perkembangan janin selama masa
kehamilan. Pemeriksaan sinar roentgen pada bagian-bagian janin yang besar akan
menunjukkan pusat-pusat osifikasi dalam berbagai tulang, ini dapat digunakan untuk
menentukan usia bagian-bagian tersebut. Biasanya akan terbentuk produk perkembangan

Roman Forensik Edisi 8 90


pembuahan ovum selama dua minggu pertama masa kehamilan. Mulai dari minggu pertama
sampai ke lima, selama periode tersebut, akan terjadi perkembangan berbagai organ dan
menghasilkan bentuk yang jelas, organisme ini disebut sebagai embrio. Setelah minggu
kelima, disebut sebagai janin.
Dalam suatu kasus aborsi yang telah terjadi selama beberapa hari dan tidak ada sisa-sisa janin
dalam rahim, sulit untuk membuktikan fakta bahwa telah terjadi kehamilan atau usia
kehamilan sebelum aborsi dilakukan. Bagian-bagian janin yang tersisa, membran atau
jaringan plasenta, dan terjadinya infeksi intra-uterine akan menganggu atau menghambat
proses involusi uterus. Nekrosis sisa-sisa janin, membran dan jaringan plasenta akan
mempersulit pemeriksaan mikroskopis.
Dimensi uterus yang diukur saat autopsi merupakan satu-satunya data yang dapat
diandalkan oleh ahli patologis untuk memperkirakan usia kehamilan. Dalam kondisi tidak-
hamil, uterus berbentuk seperti buah pir dan memiliki panjang 3 inci, lebar 2 inci dan
ketebalannya 1 inci. Selama dua bulan pertama masa kehamilan, terjadi pembesaran. Pada
akhir bulan ketiga, panjang rahim akan mencapai 4 sampai 5 inci, panjang serviks mencapai 1
cm dan panjang corpus uteri mencapai 3 sampai 4 inci; pada akhir bulan keenam, uterus akan
membesar, corpus akan membentuk globular dan serviks memendek. Pada akhir bulan
keempat, panjang uterus mencapai 5 sampai 6 inci; pada akhir bulan keenam panjangnya akan
mencapai 6 inci; pada akhir bulan ke tujuh, panjangnya mencapai 8 inci; pada akhir bulan ke
delapan, panjangnya mencapai 9,5 inci; dan pada akhir bulan ke sembilan, panjangnya
mencapai 10,5 sampai 12 inci.
Setelah proses kelahiran, rahim akan berkontraksi dan dindingnya menebal. Setelah
dua hari post-partum, panjangnya akan mencapai 7 inci dan lebar 4 inci; pada akhir minggu
pertama akan berkontraksi sampai panjangnya 5 inci; setelah dua minggu panjangnya
mencapai 4 inci. Setelah dua bulan ukuran uterus akan kembali normal jika involusi telah
sempurna. Dimensi uterus setelah aborsi sulit ditentukan; jika pasien hidup sebentar setelah
ekspulsi janin, ukuran uterus jelas akan berkurang, namun tidak ada standar ukuran
involusinya setelah aborsi dalam berbagai usia kehamilan. Pemeriksa hanya dapat
menentukan dimensi uterus seakurat mungkin dan menarik kesimpulan sendiri sesuai dengan
pengalamannya menghadapi kasus semacam itu. Ukuran pembuluh darah dan limfatik uterus
akan bertambah selama masa kehamilan dan akan tetap meregang selama puerperium sampai
masa involusi lewat. Peningkatan vaskularitas ini akan meningkatkan kerentanan gravid
uterus terhadap perdarahan dan infeksi.
Payudara akan membesar selama masa kehamilan, akibat terjadinya hiperplasia
kelenjar-kelenjar payudara. Pada wanita yang tidak hamil, jaringan kelenjar berupa beberapa
duktus dan sejumlah alveoli dalam suatu stroma fibrosa yang padat, namun seiring dengan
perkembangan kehamilan, cabang-cabang duktus dan jaringan kelenjar akan berproliferasi
dan jumlahnya bertambah. Pada akhir bulan kedua, payudara akan membesar dan memiliki
konsistensi noduler saat dipalpasi. Beberapa bulan setelah sekresi air susu yang disebut
sebagai kolostrum, yang keluar dari payudara saat diberi tekanan ringan. Pada akhir masa
menyusui, sekresinya sangat banyak, jika payudara dipotong, akan keluar banyak cairan susu
dari permukaan yang dipotong. Selama masa kehamilan, puting susu akan terlihat lebih
menonjol, dan aerola di sekitarnya semakin meluas dan pigmentasinya bertambah; Ukuran
kelenjar Montgomery, kelenjar sebaseous dalam aerola akan bertambah selama masa
menyusui dan membentuk nodul subkutan pendek.
Sebagian urin yang diperoleh post-mortem dari kandung kemih harus disimpan dan
dapat digunakan dalam Uji ASCHHEIM-ZONDEK untuk menguji kehamilan, jika diperoleh
dalam waktu satu minggu setelah aborsi. Dalam beberapa kasus aborsi, kematian yang terjadi
disebabkan oleh infeksi piogenik parah dan urin mengandung bakteri yang akan membunuh
binatang-binatang yang digunakan dalam pengujian dan mengurangi kegunaan reaksi.

KETERKAITAN ABORSI DENGAN PIHAK LAIN

Roman Forensik Edisi 8 91


Sebelum kita mengetahui apakah hubungan antara seorang dokter dengan seorang yang
hendak menggugurkan kandungan harus dianggap kontrak terapeutik, yang selanjutnya
menyebabkan pihak lain tertutup kemingkinan untuk mengetahinya termasuk aparat hukum,
maka perlu disikapi oleh kita semua apabila dalam pelayanan dokter tersebut berdimensi
pidana, petugas aparat hukum dimungkinkan untuk menentukan langkah-langkahnya. Atau
dengan kata lain pihak kepolisian boleh melakukan penyidikan dan juga tindakan lain yang
diwenangkan oleh hukum.

Dalam pasal 7 KUHAP telah memberikan kewenangan kepada penyidik untuk:


(1) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
(2) Melakukan tindakan pertama saat ditempat kejadian
(3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
(4) Melakukan penagkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
(5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
(6) Mengambil sidik jari dan memotret tersangka
(7) Mengambil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
(8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara
(9) Mengadakan penghentian penyidikan
(10)Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Dari dan berdasarkan ketentuan KUHAP, khususnya yang berkaitan dengan penyidikan, maka
dapat disimpulkan bahwa tidak ada larangan bagi pihak penyidik untuk melakukan
penyidikannya pada tempat-tempat yang telah, sedang atau akan terjadinya tindak pidana,
termasuk tempat yang patut diduga didalamnya akan dilakukan tindak pidana. Demikian juga
tempat praktek dokter yang disinyalir di dalamnya ada praktik aborsi yang illegal.

Chrisdiono M. Achadiat dalam artikelnya yang berjudul “Aborsi dalam Perspektif Etika,
Moral dan Hukum”, memberikan catatan sebagai berikut :
(1) Bahwa dalam penjelasan Pasal 10 KODEKI disebutkan antara lain, “Ia (baca; Dokter
Indonesia) harus berusaha mempertahankan hidup mahluk insani. Berarti bahwa
menurut agama dan undang-undang negara maupun menurut Etika kedokteran
seorang dokter tidak dibolehkan :

(a) Menggugurkan kandungan (abortus provocatus)


(b) Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut ilmu pengetahuan tidak
mungkin akan sembuh (euthanasia).
(2) Bahwa pada bagian lain penjelasan pasal 10 Kodeki tersebut ditegaskan antara lain
bahwa abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, apabila
merupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus
provocatus thetapeuticus) (dikutip dari buku Kode Etik Kedokteran Indonesia terbitan
1986, halaman 33).

Di negara bagian New York, jika seorang dokter dituntut melakukan aborsi ilegal, ijin praktek
kedoktarannya di negara bagian tersebut akan dicabut secara otomatis.

ABORTUS DITINJAU DARI SEGI MEDIKOLEGAL

Sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia, setiap usaha untuk mengeluarkan hasil
konsepsi sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai adalah suatu tindak pidana, apapun
alasannya. Dalam tahun-tahun terakhir ini beberapa negara dimana legalisasi abortus
provocatus masih bersifat terbatas, seakan-akan timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat

Roman Forensik Edisi 8 92


dan pemerintahannya terhadap tindakan pengguguran kandungan, sehingga terjadi perubahan-
perubahan hukum-hukum abortus yang berlaku, dan muncul hukum-hukum abortus dengan
pembatasan tertentu sampai hadir tanpa pembatasan.

Hukum abortus diberbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai berikut
:
1. Hukum yang tanpa pengecualian melarang abortus, seperti di Belanda dan Indonesia
(sebelum ada UU No. 23 Tahun 1992, tentang kesehatan).
2. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di Kanada,
Thailand, dan Swiss.
3. Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan kehidupan penderita (ibu),
seperti di Prancis dan Pakistan.
4. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial-medik, seperti di Islandia,
Inggris, Skandinavia, dan India.
5. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial, seperti Jepang, Polandia,
dan Serbia. (Menghindari penyakit keturunan, janin cacat)
6. Hukum yang memperbolehkan abortus atas permintaan, seperti di Bulgaria dan
Hungaria.

Meskipun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak terdapat satupun pasal
yang memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun
untuk menyelamatkan jiwa si ibu, dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak
dihukum, bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima hakim.
Abortus atas indikasi medik ini kini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Terdapat beberapa pasal yang mengatur abortus provokatus :


Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 229
1. Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan
atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka
dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

Pasal 341
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 342
Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas
nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana,
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.

Roman Forensik Edisi 8 93


Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.

Pasal 348
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.

Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal
346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah
dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan
dilakukan.

Berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak-pihak
yang dapat mewujudkan adanya pengguguran kandungan adalah:
(1) Seseorang yang melakukan pengobatan atau menyuruh supaya berobat terhadap
wanita tersebut, sehingga dapat gugur kandungannya.
(2) Wanita itu sendiri yang melakukan upaya atau menyuruh orang lain, sehingga dapat
gugur kandungannya.
(3) Seseorang yang tanpa izin menyebabkan gugurnya kandungan seseorang.
(4) Seseorang yang dengan izin meyebabkan gugurnya kandungan seseorang wanita.
(5) Seseorang yang dimaksud dalam angka 1, 2, 3, dan 4 termasuk di dalamnya dokter,
bidan, juru obat, serta pihak lain yang berhubungan dengan medis.

Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan :


Pasal 15
Ayat (1) : “Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun,
dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan
norma kesopanan”.
Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang
dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
Ayat (2)
Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil
tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan janinnya
terancam bahaya maut.
Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang
memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kebidanan
dan penyakit kandungan.

Roman Forensik Edisi 8 94


Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang bersangkutan,
kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat
diminta dari suami atau keluarganya.
Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan
peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah.
Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara
lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga
kesehatan mempunyai keahlian dan kewenagan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang
ditunjuk.

Pasal 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).

Hukum dan Aborsi


Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk
kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus Criminalis”

Yang menerima hukuman adalah:


1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi

Wewenang dokter dalam menjalankan praktek aborsi adalah :


1. Dalam menjalankan profesinya seorang dokter terkait dengan kode etik profesi, dalam hal
ini Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). Dalam Kodeki tersebut tercakup hal-hal
yang berkaitan dengan kewajiban seorang dokter ketika menjalankan profesi kedokteran:
yakni kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap teman sejawat,
dan kewajiban terhadap diri sendiri. Jadi, Kodeki merupakan pedoman tingkah laku bagi
para dokter Indonesia ketika melaksanakan profesinya atau tegasnya pedoman dalam
melaksanakan kewajiban sebagai dokter Indonesia.
2. Bahwa dalam penjelasan pasal 10 Kodeki antara lain Dokter Indonesia harus berusaha
mempertahankaan hidup makhluk insani. Berarti bahwa baik menurut agama dan undang-
undang negara maupun menurut Etik kedokteran seorang dokter tidak dibolehkan:
a. Menggugurkan kandungan (abortus provocatus);
b. Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut ilmu pengetahuan tidak
mungkin akan sembuh (euthanasia).
c. Bahwa pada bagian lain penjelasan pasal 10 Kodeki ditegaskan antara lain bahwa
abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, apabila
merupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus
provocatus therapeuticus).
d. Dikatakan bahwa Kodeki membenarkan aborsi dengan beberapa syarat dan
menyelamatkan jiwa ibu adalah indikasi yang diperkenankan menurut KODEKI.
3. Bahwa, dalam penjelasan pasal 15 ayat (1) UU Kesehatan disebutkan bahwa "Tindakan
medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang karena
bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma
kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan
atau janin yang dikandungnya, dapat diambil tindakan medis tertentu." Jadi satu-satunya
indikasi yang diperkenankan menurut UU Kesehatan ialah menyelamatkan jiwa si ibu
hamil.

Roman Forensik Edisi 8 95


Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
4. Bahwa, pihak-pihak yang diperbolehkan melakukan aborsi adalah dokter ahli kebidanan
dan penyakit kandungan, sesudah meminta pertimbangan dari tim ahli yang terdiri dari
pelbagai bidang keilmuan. Dengan demikian menurut UU Kesehatan, tidak semua dokter
boleh melakukan tindakan aborsi.
5. Sarana yang dipakai dalam praktek aborsi (tindakan pengguguran kandungan) hanya dapat
dilakukan di sarana kesehatan tertentu, yakni sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan
peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah
6. Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali
dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta
dari suami atau keluarganya.
7. Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain
mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga
kesehatan mempunyai keahlian dan kewenagan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang
ditunjuk.

Roman Forensik Edisi 8 96


BAB IX
INFANTICIDE

Definisi (Menurut pasal 341 KUHP):


pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri, segera atau beberapa saat
setelah dilahirkan, karena takut diketahui bahwa ia telah melahirkan anak
Inggris : Batasan infanticide sampai 12 bulan

Unsur yang terkandung :


pembunuhan, oleh ibu kandung, motivasi psikis dan waktu (baru lahir)

UU tentang pembunuhan anak


 KUHP 341 : pembunuhan anak sendiri tanpa rencana (maks. 7 th)
 KUHP 342 : pembunuhan anak sendiri dengan rencana (maks. 9 th)
 KUHP 343 : orang lain yang melakukannya /turut melakukan (pembunuhan biasa)
 KUHP 305 : membuang (menelantarkan) anak dibawah usia 7 th (maksimum 5 tahun
6 bulan)
 KUHP 306 : bila berakibat luka berat atau mati (maks 7,5-9 th)
 KUHP 308 : ibu membuang anaknya yang baru lahir (seperdua dari KUHP 305 dan
306)
 KUHP 181 : menyembunyikan kelahiran/kematian (9 bulan)

Motif Infanticide :
• Anak yang tidak sah
• Warisan
• Orang tua yang terlalu miskin
• Pada beberapa keluarga, bayi perempuan dianggap kurang berarti
• Wanita tuna susila yang tidak menghendaki kelahiran anak

Tujuan Pemeriksaan untuk membuktikan :


 Pengertian “pembunuhan bayi” mengharuskan untuk membuktikan :

 Lahir hidup
 Kekerasan
 Sebab kematian
 Pengertian “baru lahir” mengharuskan penilaian :
 Cukup bulan atau belum dan usia kehamilan
 Usia pasca lahirnya
 Viabel atau tidak
 Pengertian “takut diketahui” dibuktikan dengan tidak adanya tanda-tanda perawatan
 Pengertian “si ibu membunuh anaknya sendiri” harus dibuktikan bahwa mayat anak
yang diperiksa adalah anak dari tersangka

Pemeriksaan Kedokteran Forensik untuk memperoleh kejelasan dalam hal:


• Apakah bayi tersebut dilahirkan mati atau hidup?
• Berapakah umur bayi tersebut (intra dan ekstrauterin)?
• Apakah bayi tersebut sudah dirawat?
• Apakah sebab kematiannya?
• Apakah pada anak tersebut di dapatkan kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup bagi si anak?

Roman Forensik Edisi 8 97


Lahir Hidup (live birth)
keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas
atau menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau
belumnya tali pusat dipotong dan uri dilahirkan

Lahir mati (still birth)


Jika bayi dilahirkan setelah melewati usia kehamilan 28 minggu dan setelah dilahirkan tidak
pernah menunjukkan adanya tanda kehidupan
Dead born :
bila kematian telah terjadi di dalam rahim (IUFD)

Tanda-tanda lahir hidup:


Anamnesis : adanya tangis bayi

Pemeriksaan :
1. Dada :
 mengembang
 diafragma sudah turun sampai sela iga 4-5
 tepi paru menumpul
 beratnya kira-kira 1/35 berat badan akibat semakin padatnya
vaskularisasi paru
2. Paru
Pemeriksaan makroskopik paru :
 Paru sudah mengisi rongga dada & menutupi sebagian kandung jantung
 Berwarna merah muda tidak merata
 Pleura yang tegang & menunjukkan gambaran mozaik karena alveoli sudah terisi
udara
 Konsistensi sperti spons, teraba derik udara
 Pada pengisian paru dalam air keluarnya gelembung udara dan darah
 Berat paru bertambah hingga dua kali (1/35 kali berat badan) karena berfungsinya
sirkulasi darah jantung paru
 Uji apung paru positif
Pemeriksaan mikroskopik paru :
alveoli paru yang mengembang sempurna dengan atau tanpa emfisema obstruktif
3. Saluran Cerna
 Adanya udara dalam saluran cerna
 Lambung dan usus : terdapat darah, mekonium, & cairan amnion  menunjukkan
bahwa bayi telah melakukan usaha pernafasan & pada saat inspirasi menelan cairan
tersebut
 Adanya cairan susu menunjukkan bayi telah hidup untuk beberapa waktu lamanya
4. Perubahan ginjal dan kandung kemih :
(tidak begitu spesifik & tidak bisa diandalkan)
 Kristal asam urat mungkin terdapat pada pelvis ginjal.
 Pembentukan urin (+/-)
5. Perubahan pada telinga tengah :
(kurang dapat diandalkan)
Pemeriksaan WREDIN diperiksa jaringan konektif gelatin pada telinga tengah yang akan
berubah menjadi berisi udara jika bayi telah melakukan pernafasan

Lahir mati (still born)


 Ditandai :
- janin yang tidak bernafas

Roman Forensik Edisi 8 98


- denyut jantung (-)
- denyut nadi tali pusat (-)
- gerakan otot rangka (-)
 Maserasi  8-10 hari kematian in utero
 Vesikel atau bula  3-4 hari kematian in utero
 Dada : belum mengembang, iga datar & diafragma setinggi iga ke 3-4
 Pemeriksaan makroskopik paru :
 paru-paru masih tersembunyi di belakang
 kandung jantung atau telah mengisi rongga dada
 berwarna kelabu ungu merata seperti hati
 konsistensi padat
 derik udara (-)
 pleura yang longgar
 berat paru kira-kira 1/70 kali berat badan
 Uji apung paru : negatif
 Mikroskopik paru : adanya tonjolan yang berbentuk seperti bantal bertambah tinggi
dengan dasar menipis, tampak seperti gada
 Mekonium : berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua terlihat dalam brokhioli
& alveoli
 Kolon :
dapat menggelembung berisi mekonium tanda usaha untuk bernafas

Umur bayi intra dan ekstra uterin


Rumus HAASE
 Usia kehamilan 1-5 bulan :
Panjang kepala-tumit (cm) = kuadrat umur gestasi (bulan)
 Usia kehamilan > 5 bulan :
Panjang kepala-tumit (cm) = umur gestasi (bulan) x 5
Pusat Penulangan Pada Umur (bulan)
Klavikula 1,5
Tulang panjang (diafisis) 2
Iskium 3
Pubis 4
Kalkaneus 5-6
Manubrium sterni 6
Talus Akhir 7
Sternum bawah Akhir 8
Distal femur Akhir 9/setelah lahir
Proksimal tibia Akhir 9/setelah lahir
Kuboid Akhir 9/setelah lahir (bayi wanita
lebih cepat)

Viable
Bayi/janin yang dapat hidup di luar kandungan
• umur kehamilan > 28 minggu
• PB (kepala-tumit) > 35 cm
• PB (kepala-tunggging) > 23 cm
• BB > 1000 garam

Roman Forensik Edisi 8 99


• lingkar kepala > 32 cm
• tidak ada cacat bawaan yang fatal

Bayi cukup bulan (matur)


• umur kehamilan > 36 minggu
• PB (kepala-tumit) > 48 cm
• PB (kepala-tungging) 30-33 cm
• BB 2500-3000 gram
• lingkar kepala 33 cm.
• lanugo sedikit : pada dahi, punggung & bahu
• pembentukan tulang rawan telinga sudah sempurna
• diameter tonjolan susu 7 mm atau lebih
• kuku-kuku jari telah melewati ujung jari
• garis telapak kaki > 2/3 bagian depan kaki
• testis sudah turun ke dalam skrotum
• labium minus sudah tertutup labium majus yang telah berkembang sempurna
• kulit berwarna merah muda yang setelah 1-2 minggu berubah menjadi lebih pucat atau
coklat kehitaman
• lemak bawah kulit cukup merata sehingga kulit tidak berkeriput (kulit pada bayi
prematur berkeriput)

Usia Pasca Lahir


Udara dalam saluran cerna
 Di lambung : baru saja lahir, belum tentu lahir hidup
 Di duodenum : > 2 jam
 Di usus halus : 6-12 jam
 Di usus besar : 12-24 jam
Mekonium keluar seluruhnya: > 24 jam
Perubahan tali pusat :
 Kemerahan di pangkalnya : 36 jam
 Kering : 2-3 hari
 Puput/lepas : 6-8 hari, kadang 20 hari
 Sembuh : 15 hari
 a/v umbilikalis menutup : 2 hari
Ductus arteriosus menutup : 3-4 mgg
Ductus venosus menutup : > 4 mgg
Eritrosit berinti hilang : > 24 jam

Tanda-tanda perawatan (Bukan termasuk infanticide)


 Tali pusat yang terpotong rata dan diikat diujungnya, diberi antiseptik dan perban
(bisa hilang sebelum diperiksa)
 Jalan napas bebas
 Vernix caseosa tidak ada lagi
 Berpakaian
 Air susu di dalam saluran cerna

Hubungan ibu dan anak


 Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak
 Mencari data antropologi yang khas pada ibu dan anak
 Memeriksa golongan darah ibu dan anak

Roman Forensik Edisi 8 100


 Sidik jari & DNA

Pemeriksaan Mayat Bayi


• Bayi cukup bulan, prematur atau nonviable
• Kulit : sudah dibersihkan atau belum, keadaan verniks kaseosa, warna, berkeriput atau
tidak
• Mulut : adakah benda asing yang menyumbat
• Tali pusat : sudah terputus atau masih meleka