Anda di halaman 1dari 8

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Cekungan Sumatera Selatan

2.1.1. Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan

Cekungan Sumatera Selatan terbentuk dari hasil penurunan (depression) yang dikelilingi
oleh tinggian batuan Pratersier. Pengangkatan Pegunungan Barisan terjadi di akhir Kapur disertai
terjadinya sesar-sesar bongkah (block faulting). Selain Pegunungan Barisan sebagai pegunungan
bongkah (block mountain) beberapa tinggian batuan tua yang masih tersingkap di permukaan
adalah di Pegunungan Tigapuluh, Pegunungan Duabelas, Pulau Lingga dan Pulau Bangka yang
merupakan sisa-sisa tinggian "Sunda Landmass", yang sekarang berupa Paparan Sunda.
Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami tiga kali proses orogenesis, yaitu yang pertama
adalah pada Mesozoikum Tengah, kedua pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal dan yang ketiga
pada Plio-Plistosen. Tektonik dan struktur geologi daerah Cekungan Sumatera Selatan dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu, Zona Sesar Semangko, zona perlipatan yang berarah
baratlaut-tenggara dan zona sesar-sesar yang berhubungan erat dengan perlipatan serta sesar-
sesar Pratersier yang mengalami pelebaran pola sebaran.

2.1.2. Fisiografi Cekungan Sumatera Selatan

Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah baratlaut-
tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya, Paparan
Sunda di sebelah timurlaut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan
tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di
sebelah baratlaut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera
Tengah. Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan
cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara
Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India,
dimana sebelah barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur
oleh Paparan Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke
arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung (Wisnu & Nazirman, 1997).

2.1.3. Tatanan Tektonik dan Struktur Regional Cekungan Sumatera Selatan

Secara garis besar Cekungan Sumatra Selatan sangat dipengaruhi oleh 2 fase tektonik,

1. fase terjadi saat Tersier Awal dan menghasilkan suatu basement dengan blok sesar yang
berorientasi timur laut-barat daya (NE-SW).
2. fase tektonik terjadi selama Plio-Pleistosen yang merupakan proses orogenik yang
menghasilkan pegunungan-pegunungan di sepanjang Cekungan Sumatra Selatan atau
secara lebih luasnya pegunungan-pegunungan di Pulau Sumatra, serta menghasilkan
struktur sesar geser (strike slip fault).

Perkembangan Tektonik Cekungan Sumatera Selatan


a. Fase Kompresi atau Fase Rifting (Jura Kapur)
Tektonik ini menghasilkan sesar mendatar dekstral berarah baratlaut tenggaram seperti
Sesar Lematang, Kepayang, Saka, dan trend berarah utara selatan, serta terjadi pergerakan
mendatar dan intrusi granit berumur Jurasik Kapur (Pulunggono, 1992).
b. Fase Tensional (Kapur Akhir Tersier Awal)
Menghasilkan sesar normal dan sesar tumbuh berarah utara selatan dan baratlaut
tenggara. Sedimentasi batuan dasar bersamaan dengan kegiatan gunung api.
c. Fase Sagging (Fase Tektonik Miosen atau Intra Miosen)
Pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan bahan-bahan klastika.
d. Fase Kompresional (Miosen Pliosen)
Fase kompresi ini membentuk perlipatan-perlipatan, sesar-sesar mendatar, reaktifasi
sesar-sesar berumur Paleogen, mereaktifasi struktur geologi yang lebih tua menjadi struktur
inverse (uplifted) dan membentuk kompleks antiklinorium berarah tenggara baratlaut.
2.1.4. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan

Formasi yang terbentuk selama fase transgresi dikelompokkan menjadi Kelompok Telisa
(Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, dan Formasi Gumai). Kelompok Palembang diendapkan
selama fase regresi (Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim, dan Formasi Kasai), sedangkan
Formasi Lemat dan older Lemat diendapkan sebelum fase transgresi utama. Stratigrafi Cekungan
Sumatra Selatan menurut (De Coster, 1974) adalah sebagai berikut (gambar tabel 2.1)

1. Kelompok Pra Tersier


Formasi ini merupakan batuan dasar (basement rock) dari Cekungan Sumatra Selatan.
Tersusun atas batuan beku Mesozoikum, batuan metamorf Paleozoikum, Mesozoikum, dan
batuan karbonat yang termetamorfosa. Hasil dating di beberapa tempat menunjukkan bahwa
beberapa batuan berumur Kapur Akhir sampai Eosen Awal.

2. Formasi Lahat
Batuan tertua yang ditemukan pada Cekungan Sumatera Selatan adalah batuan yang
berumur akhir Mesozoik.Batuan yang ada pada Formasi ini terdiri dari batupasir tuffan,
konglomerat, breksi, dan lempung. Batuan-batuan tersebut kemungkinan merupakan bagian dari
siklus sedimentasi yang berasal dari Continental.

3. Formasi Lahat Muda


Formasi Lemat tersusun atas klastika kasar berupa batupasir, batulempung, fragmen
batuan, breksi, Granit Wash, terdapat lapisan tipis batubara, dan tuf. Semuanya diendapkan
pada lingkungan kontinen. Formasi Lemat berumur Paleosen-Oligosen, dan anggota Benakat
berumur Eosen Akhir-Oligosen, yang ditentukan dari spora dan pollen, juga dengan dating K-Ar.
Ketebalan formasi ini bervariasi, lebih dari 2500 kaki ( 760 m).

Gambar 2.1. Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan (De Coster, 1974)

4. Formasi Talang Akar


Formasi ini terletak di atas Formasi Lemat dan di bawah Formasi Telisa atau anggota
Basal Batugamping Telisa .Formasi Talang Akar terdiri dari batupasir yang berasal dari delta
plain, serpih, lanau, batupasir kuarsa, dengan sisipan batulempung karbonat, batubara dan di
beberapa tempat konglomerat Umur dari Formasi Talang Akar ini adalah Oligosen Atas-Miosen
Bawah 9 dan kemungkinan meliputi N3 (P22), N7 dan bagian N5 berdasarkan zona Foraminifera
plangtonik yang ada pada sumur yang dibor pada formasi ini berhubungan dengan delta plain dan
daerah shelf.

5. Formasi Baturaja
Anggota ini dikenal dengan Formasi Baturaja. Diendapkan pada bagian intermediate-
shelfal dari Cekungan Sumatera Selatan, di atas dan di sekitar platform dan tinggian.Kontak pada
bagian bawah dengan Formasi Talang Akar atau dengan batuan Pra-Tersier.Komposisi dari
Formasi Baturaja ini terdiri dari Batugamping Bank (Bank Limestone) atau platform dan reefal.
Ketebalan bagian bawah dari formasi ini bervariasi, namun rata-rata 200-250 feet (sekitar 60-75
m). Singkapan dari Formasi Baturaja di Pegunungan Garba tebalnya sekitar 1700 feet (sekitar
520 m). Formasi ini sangat fossiliferous dan dari analisis umur anggota ini berumur Miosen.

6. Formasi Telisa (Gumai)


Formasi Gumai tersebar secara luas dan terjadi pada zaman Tersier, formasi ini
terendapkan selama fase transgresif laut maksimum, (maximum marine transgressive) ke dalam 2
cekungan. Formasi Gumai beda fasies dengan Formasi Talang Akar dan sebagian berada di atas
Formasi Baturaja. Lingkungan pengendapan Laut Terbuka, Neritik.

7. Formasi Lower Palembang (Air Benakat)


Formasi Lower Palembang diendapkan selama awal fase siklus regresi.Komposisi dari
formasi ini terdiri dari batupasir glaukonitan, batulempung, batulanau, dan batupasir yang
mengandung unsur karbonatan. Fauna-fauna yang dijumpai pada Formasi Lower Palembang ini
menunjukkan umur Miosen Tengah N12-N13. Formasi ini diendapkan di lingkungan laut dangkal.

8. Formasi Middle Palembang (Muara Enim)


Batuan penyusun yang ada pada formasi ini berupa batupasir, batulempung, dan lapisan
batubara.Batas bawah dari Formasi Middle Palembnag di bagian selatan cekungan berupa
lapisan batubara yang biasanya digunakan sebagai marker. Jumlah serta ketebalan lapisan-
lapisan batubara menurun dari selatan ke utara pada cekungan ini.Ketebalan formasi berkisar
antara 15002500 kaki (sekitar 450-750 m).De Coster (1974) menafsirkan formasi ini berumur
Miosen Akhir sampai Pliosen.

9. Formasi Upper Palembang (Kasai)


Formasi ini merupakan formasi yang paling muda di Cekungan Sumatra Selatan. Formasi
ini diendapkan selama orogenesa pada Plio-Pleistosen dan dihasilkan dari proses erosi
Pegunungan Barisan dan Tiga puluh. Komposisi dari formasi ini terdiri dari batupasir tuffan,
lempung, dan kerakal dan lapisan tipis batubara.Umur dari formasi ini tidak dapat dipastikan,
tetapi diduga Plio-Pleistosen.Lingkungan pengendapannya darat.

2.1.6. Petroleum System Cekungan Sumatera Selatan

1. Batuan Induk (Source Rock)

Hidrokarbon pada cekungan Sumatera Selatan diperoleh dari batuan induk lacustrine
formasi Lahat dan batuan induk terrestrial coal dan coaly shale padaformasi Talang Akar. Batuan
induk lacustrine diendapkan pada kompleks half-graben, sedangkan terrestrial coal dan coaly
shale secara luas pada batas half-graben. Selain itu pada batu gamping formasi Baturaja dan
shale dari formasi Gumai memungkinkan juga untuk dapat menghasilkan hirdrokarbon pada area
lokalnya (Bishop, 2000). Gradien temperatur di cekungan Sumatera Selatan berkisar 49 C/Km,
lebih kecil jika dibandingkan dengan cekungan Sumatera Tengah, sehingga minyak akan
cenderung berada pada tempat yang dalam.

2. Reservoar

Dalam cekungan Sumatera Selatan, beberapa formasi dapat menjadi reservoir yang efektif
untuk menyimpan hidrokarbon, antara lain adalah pada basement, formasi Lahat, formasi Talang
Akar, formasi Baturaja, dan formasi Gumai. Sedangkan untuk sub cekungan Palembang Selatan
produksi hidrokarbon terbesar berasal dari formasi Talang Akar dan formasi Baturaja.

3. Batuan Penutup (Seal)

Batuan penutup cekungan Sumatra Selatan secara umum berupa lapisan shale cukup
tebal yang berada di atas reservoir formasi Talang Akar dan Gumai itu sendiri (intraformational
seal rock).Seal pada reservoir batugamping formasi Batu Raja juga berupa lapisan shale yang
berasal dari formasi Gumai. Pada reservoir batupasir formasi Air Benakat dan Muara Enim, shale
yang bersifat intraformational juga menjadi seal rock yang baik untuk menjebak
hidrokarbon(Ariyanto, 2011).
4. Trap

Tipe jebakan struktur pada cekungan Sumatra Selatan secara umum dikontrol oleh
struktur-struktur tua dan struktur lebih muda. Jebakan struktur tua ini berkombinasi dengan sesar
naik sistem wrench fault yang lebih muda. Jebakan sturktur tua juga berupa sesar normal regional
yang menjebak hidrokarbon. Sedangkan jebakan struktur yang lebih muda terbentuk bersamaan
dengan pengangkatan akhir Pegunungan Barisan (pliosen sampai pleistosen) (Ariyanto, 2011).

5. Migrasi

Migrasi hidrokarbon ini terjadi secara horisontal dan vertikal dari source rock serpih dan
batubara pada formasi Lahat dan Talang Akar. Migrasi horisontal terjadi di sepanjang kemiringan
slope, yang membawa hidrokarbon dari sourcerock dalam kepada batuan reservoir dari formasi
Lahat dan Talang Akar sendiri. Migrasi vertikal dapat terjadi melalui rekahan-rekahan dan daerah
sesar turun mayor. Terdapatnya resapan hidrokarbon di dalam Formasi Muara Enim dan Air
Benakat adalah sebagai bukti yang mengindikasikan adanya migrasi vertikal melalui daerah sesar
kala Pliosen sampai Pliestosen (Ariyanto, 2011).

2.2. Cekungan Sumatera Tengah

2.2.1. Fisiografi Cekungan Sumatera Tengah

Secara fisiografi Cekungan Sumatera Tengah merupakan cekungan busur belakang


yang berkembang di sepanjang tepi barat dan selatan Paparan Sunda terletak di baratdaya Asia
Tenggara. Cekungan ini terbentuk akibat subduksi Lempeng Samudera Hindia yang menunjam
ke bawah Lempeng Benua Eurasia diawal Tersier (Eosen-Oligosen) dan merupakan seri dari
struktur setengah graben yang terpisah oleh blokhorst. Cekungan ini berbentuk asimetris
berarah baratlaut-tenggara. Bagian yang terdalam terletak pada bagian baratdaya dan melandai
ke arah timurlaut.Pada beberapa bagian setengah graben ini diisi oleh sedimen klastik non-
marine dan sedimen danau (Eubank dan Makki, 1981; dalam Heidrick dan Aulia, 1993).

2.2.2. Tatanan Tektonik Cekungan Sumatera Tengah

Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah adalah
adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Struktur geologi daerah cekungan
Sumatra tengah memiliki pola yang hampir sama dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana
pola struktur utama yang berkembang berupa struktur Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan.
Walaupun demikian, struktur berarah Utara-Selatan jauh lebih dominan dibandingkan struktur
Barat lautTenggara.Terdapat 2 pola struktur utama di Cekungan Sumatera Tengah, yaitu pola-
pola tua berumur Paleogen yang cenderung berarah utara-selatan (N-S) dan pola-pola muda
berumur Neogen Akhir yang berarah baratlaut-tenggara (NW-SE) (Eubank & Makki, 1981).

Terdapat 2 pola struktur utama di Cekungan Sumatera Tengah, yaitu pola-pola tua
berumur Paleogen yang cenderung berarah utara-selatan (N-S) dan pola-pola muda berumur
Neogen Akhir yang berarah baratlaut-tenggara (NW-SE) (Eubank & Makki, 1981).

Pada akhir Oligosen terjadi peralihan dari perekahan menjadi penurunan cekungan,
ditandai oleh pembalikan struktur yang lemah, denudasi dan pembentukan dataran
peneplain.Hasil dari erosi tersebut berupa paleosoil yang diendapkan di atas Formasi Upper Red
Bed.

2.2.3. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Tengah

Stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah tersusun dari beberapa unit formasi dan kelompok batuan
dari yang tua ke yang muda, yaitu batuan dasar (basement), Kelompok Pematang, Kelompok Sihapas,
Formasi Petani dan Formasi Minas.

a. Batuan Dasar (Basement)

Batuan dasar (basement) berumur Pra Tersier berfungsi sebagai landasan Cekungan Sumatra
Tengah. Eubank dan Makki (1981) serta Heidrick dan Aulia (1993) menyebutkan bahwa batuan dasar
Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari batuan berumur Mesozoikum dan batuan metamorf karbonat
berumur Paleozoikum Mesozoikum. Batuan tersebut dari timur ke barat terbagi dalam 3 (tiga) satuan
litologi, yaitu Mallaca Terrane, Mutus Assemblage, dan Greywacke Terrane.Ketiganya hampir paralel
berarah NNW-NW.

b. Kelompok Pematang (Pematang Group)

Kelompok Pematang merupakan lapisan sedimen tertua berumur Eosen-Oligosen yang


diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar.Sedimen Kelompok Pematang disebut sebagai Syn
Rift Deposits.Kelompok ini diendapkan pada lingkungan fluvial dan danau dengan sedimen yang berasal
dari tinggian sekelilingnya.Pada lingkungan fluvial litologinya terdiri dari konglomerat, batupasir kasar,
dan batulempung aneka warna.

c. Kelompok Sihapas (Sihapas Group)

Kelompok Sihapas diendapkan di atas Kelompok Pematang, merupakan suatu seri sedimen pada
saat aktifitas tektonik mulai berkurang, terjadi selama Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah. Periode ini
diikuti oleh terjadinya subsiden kembali dan transgresi ke dalam cekungan tersebut.Kelompok Sihapas ini
terdiri dari Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap, Formasi Duri dan Formasi Telisa.

d. Kelompok Petani (Petani Group)

Formasi Petani berumur Miosen Tengah-Pliosen.Formasi ini diendapkan secara tidak selaras di
atas Formasi Telisa dan Kelompok Sihapas.Formasi ini berisi sikuen monoton shale-mudstone dan berisi
interkalasi batupasir minor dan lanau yang ke arah atas menunjukkan pendangkalan.Lingkungan
pengendapan berubah dari laut pada bagian bawah menjadi daerah delta pada bagian atasnya.
Litologinya terdiri dari batupasir, batulempung, batupasir glaukonitan, dan batugamping yang dijumpai
pada bagian bawah, sedangkan batubara banyak dijumpai di bagian atas dan terjadi pada saat pengaruh
laut semakin berkurang.Komposisi dominan batupasir adalah kuarsa, berbutir halus sampai kasar,
umumnya tipis dan mengandung sedikit lempung yang secara umum mengkasar ke atas.

e. Formasi Minas (Minas Formation)

Formasi Minas merupakan endapan Kuarter yang diendapkan secara tidak selaras di atas
Formasi Petani. Disusun oleh pasir dan kerikil, pasir kuarsa lepas berukuran halus sampai sedang serta
limonit berwarna kuning.Formasi ini berumur Plistosen dan diendapkan pada lingkungan fluvial-
alluvial.Pengendapan yang terus berlanjut sampai sekarang menghasilkan endapan alluvium yang
berupa campuran kerikil, pasir dan lempung.

Gambar 2.4. Kolom stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah (Eubank & Makki, 1981 dalam
Heidrick & Aulia, 1993)
2.3. Cekungan Ombilin

2.3.1. Fisiografi Cekungan Ombilin

Cekungan Ombilin adalah cekungan yang berada diantara tinggian yang terletak pada
Sumatera Barat dan merupakan cekungan antara pergunungan yang terbentuk dari patahan blok
atau pensesaran yang terjadi pada akhir kapur dalam zona sesar Sumatera. Pada cekungan ini
terdapat adanya endapan batubara yang terbentuk pada umur paleogen ( oligosen ) yang terjadi
dari berkembangnya bagian rawa-rawa pada bagian tengah. Cekungan Ombilin diklasfikasikan
sebagai cekungan intra- montana (Koesoemadinata dkk 1978). Batuan dasar cekungan ombilin ini
adalah batuan pra-tersier yang telah membentuk Pulau Sumatera sejak kapur akhir Periode
tektonik yang membentuk cekungan tersier didalam pulai ini adalah periode tektonik kapur akhir-
tersier awal struktur geologi dan dikontrol oleh sesar menganan dengan arah utara ke selatan.

2.3.2. Tatanan Tektonik Cekungan Ombilin

Menurut Situmorang dkk (1991) secara umum Cekungan Ombilin dibentuk oleh dua terban
berumur Paleogen dan Neogen, dibatasi oleh sesar Tanjung Ampalu berarah utara-selatan.
Menurut Hastuti, dkk (2001) terdapat 5 fase tektonik yang bekerja di cekungan Ombilin pada saat
Tersier seoerti pada Gambar 2.5.dan Gambar 2.6.

Gambar 2.5. Tektonostratigrafi Cekungan Ombilin (Hastuti, dkk, 2001)

Skema perkembangan Cekungan Ombilin dari Pra-Tersier sampai dengan sekarang


sebagai strike slip basin adalah seperti di gambar 2.6

Gambar 2.6.Skema evolusi tektonik cekungan tarik


pisah Ombilin, Sumatra Barat menurut Hastuti, dkk
(2001).(A)Kapur-Tersier Awal (B)Paleosen (C)Miosen
Awal (D)Plio-Pleistosen.
2.3.3. Stratigrafi Regional Cekungan Ombilin

Kolom stratigrafi cekungan Ombilin kali pertama diusulkan oleh Musper (1924), Musper
mendefinisikan menjadi tiga formasi yaitu :

1. Grup Napal; Miosen Bawah awal sampai Miosen Atas akhir (Mergel Afdeeling).
2. Grup Batupasir Kuarsa; Oligosen awal sampai akhir (Kwarts Zandsteen).
3. Grup Breksi dan Serpih; Paleosen tengah sampai Eosen tengah (Breccie en Mergelschalie
Afdeeling).

Kolom stratigrafi Silitonga dan Kastowo (1975) adalah sebagai berikut :


1. Formasi Ombilin Atas; Miosen Bawah awal sampai Miosen Atas akhir.
2. Formasi Ombilin Bawah; Oligosen awal sampai akhir.
3. Formasi Sangkarewang; Paleosen tengah sampai akhir.
4. Formasi Brani; Paleosen tengah sampai akhir.

Pada tahun 1981, Koesoemadinata dan Matasak mendefinisi ulang kolom stratigrafi yang
digunakan oleh Silitonga dan Kastowo untuk menyesuaikan dengan penamaan stratigrafi
internasional. Koesoemadinata dan Matasak memperkenalkan nama formasi baru pada anggota
klasifikasinya. Klasifikasi tersebut adalah:

(1). Formasi Ombilin; Miosen Bawah awal sampai Miosen Atas akhir.
(2). Formasi Sawahtambang (anggota Rasau dan Poro); Oligosen awal sampai akhir.
(3). Formasi Sawahlunto; Oligosen tengah sampai akhir.
(4). Formasi Sangkarewang; Paleosen tengah sampai akhir.
(5). Formasi Brani (anggota Kulampi dan Selo); Paleosen tengah sampai akhir.

Gambar 2.7. Kolom stratigrafi Cekungan Ombilin dalam Silitonga dan Kastowo (1975)

Penamaan ini masih digunakan dalam semua publikasi mengenai cekungan Ombilin
yang ada sampai saat ini.Perbedaan utama antara Kastowo dan Silitonga (1975) dan
Koesoemadinata dan Matasak (1981) adalah pada definisi ulang dalam Formasi Ombilin
Bawah.Koesoemadinata dan Matasak (1981) membagi Formasi Ombilin Bawah kedalam
batubara yang berumur Eosen, batupasir dan serpih Formasi sawahlunto, dan batupasir berlapis
silang-siur dan beramalgamasi Formasi Sawahtambang.

2.3.4. Petroleum System Cekungan Ombilin


a. Batuan Induk (Source Rock)

.Ada empat tipe batuan induk yang dapat dipertimbangakan dari blok sepanjang wilayah
Cekungan Ombilin dari yang tertua sampai yang termuda, yaitu:

1. Lacustrine Shale masa Eocene dari Formasi Sangkarewang

Lacustrine Shale merupakan batuan induk utama dalam Cekungan Ombilin. Berdasarkan
TOC, Formasi Sangkarewang dari sedimen Syn-rift awal dapat dikategorikan sebagai
potensial batuan induk.

2. Formasi Sawahlunto Masa Oligocene

Coal bed di interval ini ada hubungan dengan minyak dengan titik kelimpahan tinggi yang
ditest di sumur Sinamar-1. Pada sumur Sinamar-1, Formasi Sawahlunto ditemukan pada
kedalaman 7025 - 7575 ft. Lapisan ini mengalami kematangan yang telat, dimana oil prone
kerogen terutama akan berbentuk condensat dan gas kering.

3. Formasi Sawah Tambang Masa Oligocene

Potensial shale source pada interval ini sangat terbatas, dimana minyak ditemukan
terasosiasi dengan shale tersebut pada kedalaman 2200 ft sampai 2400 ft.

4. Formasi Ombilin Masa Miocene

Marine shale tebal dari formasi ini yang ditemukan pada sumur Sinamar-1belum matang.
Batuan induk masih terbuka lebar terhadap sistem petroleum di area sebelah utama blok ini
(Koning, 1985).

b. Kematangan (Maturity)

Tingkat kematangan hidrokarbon dari hasil analisis sampel geokimia sumur Sinamar-1 dan
dari sampel permukaan (dalam lubang seismik) menunjukkan tingkat kematangan dari early
mature (Formasi Ombilin) hingga kematangan yang tinggi (Formasi Sangkarewang).

c. Reservoar

Dari sumur Sinamar-1 diperoleh data bahwa pada interval 2600 ft sampai 7500 ft, terutama
dari Formasi Sawahlunto dan Ombilin diperoleh sandstone dengan kualitas terbaik sebagai
reservoar.

d. Penyekat (Seal)

Pada kenyataannya, kemampuan seal dari cekungan Ombilin bukanlah suatu masalah.Hal
ini menjadi bagian penting dari sistem petroleum, karena regional dan lateral seal
intraFormasional dan vertikal seal yang sekarang. Efisiensi sistem sealing dari Cekungan
Ombilin terjadi dengan baik, keberadaan shale horizontersebar secara luas sebagai sealing
regional dan inform.

Anda mungkin juga menyukai