Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN SAVERE HYPERTENSION

DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU)


RSUD H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

Clinical Teacher : Zaqyyah Huzaifah, Ns., M.Kep

OLEH :
MARLIANI
NIM : 1614901110117

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
BANJARMASIN, 2017
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

I. Konsep Savere Hypertension


I.1 Definisi Savere Hypertension
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg (Somantri,
2008) atau suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan tekanan
darah (Mansjoer, 2008)

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan
tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai
sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang peningkatan tekanan darah sistolik
lebih besar atau sama dengan 140 mmHg dan peningkatan diastolik lebih besar atau
sama dengan 90 mmHg melebihi 140/90 mmHg, saat istirahat diperkirakan mempunyai
keadaan darah tinggi (Hani, 2010).

Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan sistoliknya antara 140-159 mmHg,


hipertensi sedang jika tekanan sistoliknya antara 160-179 mmHg, dan hipertensi berat
bila tekanan sistoliknya 180-209 mmHg (Paula, 2009).

Hipertensi berat sering juga disebut hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan
dibidang neurovaskular yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi
krisis ditandai dengan peningkatan tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan
gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini
merupakan komplikasi yang sering dari penderita dengan hipertensi dan membutuhkan
penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa. (Morton, 2012).

Jenis Hipertensi
Dikenal juga keadaan yang disebut krisis hipertensi. Keadaan ini terbagi 2 jenis :
a. Hipertensi emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat, takanan darah melebihi
180/120 mmHg disertai salah satu ancaman gangguan fungsi organ, seperti otak,
jantung, paru, dan eklamsia atau lebih rendah dari 180/120mmHg, tetapi dengan
salah satu gejala gangguan organ atas yang sudah nyata timbul.
b. Hipertensi urgensi : tekanan darah sangat tinggi (> 180/120mmHg) tetapi belum
ada gejala seperti diatas. TD tidak harus diturunkan dalam hitungan menit, tetapi
dalam hitungan jam bahkan hitungan hari dengan obat oral.

I.2 Etiologi
Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa disfungsi
endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab hipertensi
emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya pe-
ningkatan tekanan darah secara cepat disertai pening-katan resistensi vaskular.
Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan
nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat keru-sakan vaskular, deposisi platelet,
fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.

Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi kondisi
peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan organ
target yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi
emergensi ini adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati,
infark serebral, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem
kardiovaskular yang dapat mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut,
edema paru akut, diseksi aorta; dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut,
retinopati, eklamsia, dan anemia hemolitik mikroangiopatik.

Faktor Resiko Krisis Hipertensi


- Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
- Kehamilan
- Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
- Pengguna NAPZA
- Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit
vaskular/ kolagen)

MEKANISME AUTOREGULASI
Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan
pasokan da-rah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah
dengan berbagai ting-katan perubahan kontraksi/dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan
darah turun maka akan terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik akan terjadi
vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi
Mean Atrial Pressure(MAP) 60-70 mmHg. Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi,
maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari
aliran darah yang menurun. Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak
dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkop.

Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskuar dan usia tua, batas ambang
autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva, sehingga pengurangan
aliran darah dapat ter-jadi pada tekanan darah yang lebih tinggi

I.3 Tanda Gejala


Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu,
diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata
kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi
pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala
dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah umumnya.

Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati dengan perubahan
arteriola, perdara-han dan eksudasi maupun papiledema. Pada sebagian pasien yang lain
manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan seperti; angina, akut
miokardial infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal
ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi.

Tekanan Funduskopi Status Jantung Ginjal Gastrointestinal


darah neurologi
> 220/140 Perdarahan, Sakit Denyut jelas, Uremia, Mual, muntah
mmHg eksudat, kepala, membesar, proteinuria
edema papilla kacau, dekompensasi,
gangguan oliguria
kesadaran,
kejang.

I.4 Patofisiologi
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder, dapat
dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik meningkat
cepat sampai di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam. Hal ini dapat
menyebabkan nekrosis arterial yang lama dan tersebar luas, serta hiperplasi intima
arterial interlobuler nefron-nefron. Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada
retina, otak dan ginjal. Pada retina akan timbul perubahan eksudat, perdarahan dan
udem papil. Gejala retinopati dapat mendahului penemuan klinis kelainan ginjal dan
merupakan gejala paling terpercaya dari hipertensi maligna.

Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun penurunan


tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160 mmHg.
Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak mampu lagi
menahan kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik yang
sangat tinggi memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan
kerusakan otak yang irreversible.

Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan
kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis
hal ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi. Penderita
feokromositoma dengan krisis hipertensi akan terjadi pengeluaran norefinefrin yang
menetap atau berkala.

Apabila menuju ke otak maka akan terjadi peningkatan TIK yang menyebabkan
pembuluh darah serebral sehingga O2 di otak menurun dan trombosis perdarahan
serebri yang mengakibatkan obstruksi aliran darah ke otak sehingga suplai darah
menurun dan terjadi iskemik yang menyebabkan gangguan perfusi tonus dan berakibat
kelemahan anggota gerak sehingga terjadi gangguan mobilitas fisik, sedangkan akibat
dari penurunan O2 di otak akan terjadi gangguan perfusi jaringan. Dan bila di pembuluh
darah koroner ( jantung ) menyebabkan miokardium miskin O2 sehingga penurunan O2
miokardium dan terjadi penurunan kontraktilitas yang berakibat penurunan COP.

Patofisiologi Hipertensi Emergensi


Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila
Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg 160 mmHg, sedangkan pada penderita
hipertensi baru dengan MAP diantara 60 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia,
autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga
perubahan yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat
timbulnya oedema otak. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi
melalui beberapa cara:
a. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan lebih
banyak cairan pada setiap detiknya.
b. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak
dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.
Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang
sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi
pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena
arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu
mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
c. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan
darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh
meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas
memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan
keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun.

I.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan seperti hitung jenis, elektrolit, kreatinin dan
urinalisa. Foto thorax, EKG dan CT- scan kepala sangat penting diperiksa untuk pasien-
pasien dengan sesak nafas, nyeri dada atau perubahan status neurologis. Pada keadaan
gagal jantung kiri dan hipertrofi ventrikel kiri pemeriksaan ekokardiografi perlu
dilakukan.

I.6 Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal
jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang
tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang
tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek
harapan hidup sebesar 10-20 tahun.

Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan
telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering
terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal.
Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi
akibat hipertensi. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai
mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering
ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering
terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat
mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli
dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal
sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti
pada hipertensi maligna. Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi
ditentukan tidak hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya
kerusakan organ target serta faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan
diabetes melitus. (Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg pada individu berusia
lebih dari 50 tahun, merupakan faktor resiko kardiovaskular yang penting. Selain itu
dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan
risiko penyakit kardiovaskuler sebanyak dua kali (Anggraini, Waren, et. al, 2009).

I.7 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan darah
secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita.
Pengobatan biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang
ketat terhadap penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan
atau munculnya masalah baru.

Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat,
mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara
yang dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak tergantung kepada
sikap tubuh dan efek samping minimal.

Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi
emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat
diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi
intravena ( IV ).
a. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun
venous. Secara i. V mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 2 dosis 1 6
ug / kg / menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
b. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan
dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 5 menit,
duration of action 3 5 menit. Dosis : 5 100 ug / menit, secara infus i. V. Efek
samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
c. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V
bolus. Onset of action 1 2 menit, efek puncak pada 3 5 menit, duration of action
4 12 jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 75 mg setiap
5 menit sampai TD yang diinginkan. Efek samping : hipotensi dan shock, mual,
muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.
d. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 1 jam,
i.v : 10 20 menit duration of action : 6 12 jam. Dosis : 10 20 mg i.v bolus : 10
40 mg i.m Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta
Blocker untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume
intravaskular. Efeksamping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan
cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.
e. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15
60 menit. Dosis 0,625 1,25 mg tiap 6 jam i.v.
f. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama
untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 5 20 mg secar i.v
bolus atau i.m. Onset of action 11 2 menit, duration of action 3 10 menit.
g. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi
sistem simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 4 mg / menit secara infus i.v. Onset of
action : 1 5 menit. Duration of action : 10 menit. Efek samping : opstipasi, ileus,
retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.
h. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis : 20 80 mg
secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v. Onset of action 5
10 menit Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala,
bradikardi, dll. Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam,
duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan
komplikasi lebih sering dijumpai.
i. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf
simpatis. Dosis : 250 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 60
menit, duration of action kira-kira 12 jam. Efek samping : Coombs test ( + )
demam, gangguan gastrointestino, with drawal sindrome dll. Karena onset of
actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai
untuk terapi awal.
j. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v pelan-
pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan
titrasi dosis. Onset of action 5 10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau
beberapa jam. Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit
pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus
obat.
I.8 Pathway
II. Rencana Asuhan klien dengan Savere Hypertension
II.1 Pengkajian
II.1.1 Riwayat Keperawatan
Krisis Hipertensi (KH) biasanya secara klinis mudah dilihat tanda dan gejalanya.
Tanda dan Gejala
Tanda umum adalah:
a. Sakit kepala hebat
b. Nyeri dada
c. Pingsan
d. Tachikardia > 100/menit
e. Tachipnoe > 20/menit
f. Muka pucat
Tanda Ancaman Kehidupan
Gejala KH:
a. Sakit Kepala Hebat
b. Nyeri dada
c. Peningkatan tekanan vena
d. Shock / Pingsan

II.1.2 Pemeriksaan Fisik: Data Fokus


Airway
a. Yakinkan kepatenan jalan napas
b. Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
c. Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan
bawa segera mungkin ke ICU
Breathing
a. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk
mempertahankan saturasi >92%.
b. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
c. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-
valve-mask ventilation
d. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
e. Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan
f. Lakukan pemeriksan system pernapasan
g. Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang mengindikasikan kongesti
paru
Circulation
a. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
b. Kaji peningkatan JVP
c. Monitoring tekanan darah
d. Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
1) Sinus tachikardi
2) Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3
3) right bundle branch block (RBBB)
4) right axis deviation (RAD)
e. Lakukan IV akses dekstrose 5%
f. Pasang Kateter
g. Lakukan pemeriksaan darah lengkap
h. Jika ada kemungkina KP berikan Nifedipin Sublingual
i. Jika pasien mengalami Syok berikan secara bolus Diazoksid,Nitroprusid
Disability
a. Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b. Penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim
dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di
ICU.
Exposure
a. Selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan KP
b. Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan
fisik lainnya.
c. Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik

II.1.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan seperti hitung jenis, elektrolit,
kreatinin dan urinalisa. Foto thorax, EKG dan CT- scan kepala sangat penting
diperiksa untuk pasien-pasien dengan sesak nafas, nyeri dada atau perubahan
status neurologis. Pada keadaan gagal jantung kiri dan hipertrofi ventrikel kiri
pemeriksaan ekokardiografi perlu dilakukan.

II.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa I : Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201)
1.2.1 Definisi
Rentan mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu
kesehatan.
1.2.2 Faktor Risiko
- Agens farmaseutikal - Masa protrombin abnormal
- Aterosklerosis aortik - Masa tromboplastin parsial
- Baru terjadi infark miokardium
abnormal
- Diseksi arteri
- Miksoma atrium
- Embolisme
- Neoplasma otak
- Endokarditis infektif
- Penyalahgunaan zat
- Fibrilasi atrium
- Segmen ventrikel kiri akinetik
- Hiperkolesterolemia
- Sindrom sick sinus
- Hipertensi
- Stenosis karotid
- Kardiomiopati dilatasi
- Terapi trombolitik
- Katup prostetik mekanis
- Tumor otak (mis, gangguan
- Koagulasi intravaskuler diseminata
- Koagulopati (mis, anemia sel sabit) serebrovaskuler, penyakit
neurologis, trauma, tumor)

Diagnosa II : Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload


(00029)
2.2.1 Definisi
Ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh.
2.2.2 Batasan Karakteristik
Perubahan Frekuensi/Irama Jantung
- Bradikardia - Perubahan elektrokardiogram
- Palpitasi jantung
(EKG) (mis, aritmia,
abnormalitas konduksi, iskemia)
- Takikardia
Perubahan Preload
- Distensi vena jugular - Peningkatan CVP
- Edema - Peningkatan PAWP
- Keletihan - Penurunan pulmonary artery
- Murmur jantung
wedge pressure (PAWP)
- Peningkatan berat badan
- Penurunan tekanan vena sentral
(central venous pressure, CVP)
Perubahan Afterload
- Dispnea - Penurunan resistansi vaskular
- Kulit lembab
paru (pulmonar vascular
- Oliguria
- Pengisian kapiler memanjang resistance, PVR)
- Peningkatan PVR - Penurunan resistansi vaskular
- Peningkatan SVR
sistemik (systemic vascular
- Penurunan nadi perifer
resistance, SVR)
- Perubahan tekanan darah
- Perubahan warna kulit (mis,
pucat, abu-abu, sianosis)
Perubanhan Kontraktilitas
- Batuk - Penurunan fraksi ejeksi
- Bunyi napas tambahan - Penurunan indeks jantung
- Bunyi S3 - Penurunan left ventricular stroke
- Bunyi S4
work index (LVSWI)
- Dispnea paroksismal noktural
- Penurunan stroke volume index
- Ortopnea
(SVI)
Perilaku/Emosi
- Ansietas - Gelisah

2.2.3 Faktor yang berhubungan


- Perubahan afterload - Perubahan kontraktilitas
- Perubahan frekuensi jantung - Perubahan preload
- Perubahan irama jantung - Perubahan volume sekuncup

2.3 Perencanaan
Diagnosa I : Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201)
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
2.3.1.1 Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam gangguan perfusi
jaringan dapat diatasi.
2.3.1.2 Kriteria hasil :
- Fungsi sensori dan motorik membaik
- Mampu mempertahankan tingkat
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
2.3.2.1 Intervensi Keperawatan
a. Pantau TTV tiap jam dan catat hasilnya
b. Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
c. Pantau status neurologis secara teratur
d. Dorong latihan kaki aktif/ pasif
e. Pantau pemasukan dan pengeluaran haluaran urin
f. Beri obat sesuai indikasi, misal : Caumadin
2.3.2.2 Rasional
a. Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti dengan penurunan
tekanan darah diastolik merupakan tanda peningkatan TIK. Napas
tidak teratur menunjukkan adanya peningkatan TIK
b. Mampu mengetahui tingkat respon motorik pasien.
c. Mencegah/menurunkan atelektasis
d. Menurunkan statis vena
e. Penurunan atau pemasukan mual terus menerus dapat menyebabkan
penurunan volume sirkulasi
f. Menurunkan resiko trombofeblitis

Diagnosa II : Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload


(00029)
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
2.3.1.1 Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam penurunan curah jantung
dapat teratasi dan dapat menunjukkan TTV dalam batas normal.
2.3.1.2 Kriteria hasil :
a. Stabilitas hemodinamik baik
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
2.3.2.1 Intervensi Keperawatan
a. Monitoring: Pantau vital sign
b. Mandiri: Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat
tidur atau kursi
c. Anjurkan teknik relaksasi (nafas dalam) dan teknik distraksi
(mengobro)
d. Kolaborasi: pemberian obat-obat anti hipertensi.
2.3.2.2 Rasional
a. Membandingkan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan bidang masalah vaskuler
b. Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan
darah dan perjalanan penyakit hipertensi.
c. Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress,
membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan TD.
d. Reaksi dari obat-obat anti hipertensi menurunkan TD

III. Daftar Pustaka


Anggaraini, Ade Dian, et.al (2009). Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang
Periode Januari sampai Juni 2008. Diakses 29 Januari 2017 :
Http://yayanakhyar.wordpress.com

Hani, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care Clin Office
Pract 2010;33:613-23.

Nanda International Inc. 2015. Diagnosa Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017.
Jakarta: EGC.

Nanda NIC- NOC. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi
Revisi Jilid II. Jakarta: EGC
Banjarmasin, 30 Januari 2017

Mengetahui,
Preseptor Akademik Preseptor Klinik

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai