Anda di halaman 1dari 158

Nomor SOP SOP-PKM-0.....

Tanggal Pembuatan 29 Agustus 2013


Tanggal Revisi
Tanggal Efektif
Disahkan oleh
DINAS KESEHATAN KOTA BANJARMASIN
PUSKESMAS 9 NOPEMBER
KOTA BANJARMASIN
Nama SOP SOP Penatalaksanaan Pendistribusian Bubuk Abate

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan 1. Memiliki kompetensi dalam pelayanan kesehatan lingkungan (Perawat,
Sampah Sanitarian)
- Kepmenkes RI No. 1479/Menkes/sk/x/2003n tentang Pedoman 2. Memahami Prosedur Pelayanan kesehatan lingkungan
Penyelanggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan 3. Petugas terlatih
Penyakit Tidak Menular Terpadu
- Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman
Penyelanggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan
- Buku Pedoman Kerja Puskesmas
- Tupoksi Sanitarian Puskesmas

Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :


- 1. Formulir Pemeriksaan Jentik
2. Senter
3. Bubuk abate
4. Sendok plastik
Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :
- Jika SOP tidak dilaksanakan maka akan terjadi peningkatkan kasus (KLB) - Buku Register
Pelaksana Mutu Baku
Keterangan
Poli RJ, RS, Keluarga Ketua RT,
No. Aktivitas LSM, Partai, Petugas Penderita dan Lurah/ Camat/ Kelengkapan Waktu Output
Toma Warga Toma

1. Laporan tersangka DBD

2. Surat Tugas, SPPD , Persiapan alat Surat Tugas 15 Menit Laporan

Data Hasil
3. Lapor kepada Ketua RT, Lurah, Camat 60 Menit
Laporan

- Formulir,
Petugas mendatangi rumah penderita , - Senter
warga sekitar untuk pemeriksaan jentik - Bubuk Positif/
4 120 Menit
dan pendistribusian bubuk abate abate Negatif
didampingi oleh Ketua RT/ Lurah/ Toma - Sendok
plastik
Melaporkan Hasil Pendistribusian Bubuk
5 Abate dan Pemeriksaan Jentik kepada Formulir hasil 45 menit Laporan
Kepala Puskesmas & Dinas Kesehatan kegiatan

6. Pencatatan dan pelaporan Rekapitulasi 10 menit laporan


Nomor SOP
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Tanggal Pembuatan
Tanggal Revisi
Tanggal Efektif
Disahkan oleh
Nama SOP

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :

Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :

Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :


Pelaksana Mutu Baku
No. Aktivitas Keterangan
Kelengkapan Waktu Output
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Nomor SOP Pelayanan Bantuan Kesejahteraan Sosial Keagamaan


SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Tanggal Pembuatan
SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI Tanggal Revisi

KALIMANTAN SELATAN Tanggal Efektif


Disahkan oleh
Nama SOP

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :

Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :


Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :

Pelaksana Mutu Baku


No. Aktivitas Keterangan
Kelengkapan Waktu Output
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Nomor SOP
SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI
Tanggal Pembuatan
KALIMANTAN SELATAN Tanggal Revisi
STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) Tanggal Efektif
PELAYANAN BANTUAN SOSIAL Disahkan oleh
Nama SOP

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


1. Perda Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat a. memahami dengan baik kegiatan yang harus dilakukan dalam menunjang tugas ;
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. b. memahami dengan baik ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan ;
2. Pergub. Kalsel Nomor Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Unsur- c. mempunyai komitmen tinggi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada klien ;
unsur Organisasi Setda Provinsi Kalimantan Selatan
Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :
1. Pergub Nomor 040 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Sosial. a. perangkat computer khusus untuk prosessing data bantuan kesejahteraan ;
b. brankas untuk penyimpanan dana tunai bantuan kesejahteraan ;
2. Kep. Gub Kalsel Nomor 188.46/071/KUM/2009 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Pelayanan Pemberian Bantuan Sosial.
Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :
SOP ini merupkan prosedur baku yang wajib dilaksanakan dalam pelayanan bantuan sosial dan a. dokumentasi realisasi bantuan soaial dan penerimanya ;
jika tidak dilaksanakan akan mengakibatkan ketidak pastian dan ketidaktransparanan dalam b. dokumentasi/laporan monitoring dan evaluasi realisasi pemanfaatan bantuan sosial
pelayanan pemerintah.

PELAKSANA MUTU BAKU


NO AKTIVITAS Tim Asisten
KETERANGAN
Subag TU Ka. Karo Gub/
Ro Kesra Penilai Bagian Kesra Ekobang
Sekda Wagub Kelengkapan Waktu Output
Bagian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Tanda
1. Penerimaan proposal permohonan Persyaratan tarima
bantuan sosial yang berlaku berkas
Berkas
Data berkas permohon
2. Pencatatan dalam agenda surat masuk
permohonan an tercatat
Verifikasi
3. Penelitian kelengkapan berkas per- Data berkas berkas
mohonan bantuan sosial permohonan permohon
an

4. Disiapkan telaahan staff oleh masing- Data berkas Telaahan


masing bagian sesuai substansinya permohonan staf

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

5. Permohonan bantuan sosial sampai


dengan nilai Rp 5.000.000,- (lima juta
rupiah) diputuskan oleh Kepala Biro
Kesejahteraan Rakyat
Permohonan bantuan sosial dengan
6. nilai Rp 5.000.000,- sampai dengan
Rp.15.000.000,-

Pemarafan telaahan/nota pertimbangan


7.
oleh Kepala Bagian terkait
Penandatangan telaahan/nota pertim-
8.
bangan oleh Kepala Biro Kesra

Pencatatan dan penomoran telaahan


9. /nota pertimbangan dan diteruskan
kepada Asisten Ekobang.

Berkas dan telaahan/nota pertimbangan


10.
ditelaah dan diberikan disposisi oleh
Asisten Ekobang untuk diteruskan
kepada Sekda

a. nominal bantuan di luar kewenangan


11. Sekda, telahan / nota pertimbangan
diteruskan kepada Gubernur ;
b. nominal bantuan sesuai kewe-
nangannya, Sekda menetapkan
besaran bantuan dana yang dapat
diberikan, dan mengembalikan
berkas kepada TU Biro Kesra

12. Gubernur sesuai kewenangannya


menetapkan besaran bantuan dan
mengembalikan berkas kepada TU Biro
Kesra

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

13. Sub Bagian TU Biro Kesra meneruskan


kepada Kepala Biro Kesra untuk
diarahkan lebih lanjut.

14. Kepala Biro Kesra menyerahkan berkas


kepada Kepala Bagian terkait untuk
ditindak lanjuti

15. Kepala Bagian terkait memberi arahan


kepada Kepala Sub Bagian terkait
untuk menyerahkan bantuan sesuai
yang ditetapkan

16. Kepala Sub Bagian terkait menyerah-


kan bantuan dana kesejahteraan kepada
pemohon dengan bukti penerimaan
bantuan dana dari pemohon.
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

NOMOR TAHUN 2010

TENTANG
STANDARD OPERATING PROCEDURE
PELAYANAN BANTUAN DANA KESEJAHTERAAN
PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan publik


dipandang perlu untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas
pelayanan pemerintah di bidang bantuan dana kesejahteraan ;
b. bahwa meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan
bantuan dana kesejahteraan Pemerintah Provinsi Kalimantan
Selatan, dipandang perlu menetapkan Standard Operating
Procedure Pelayanan Bantuan Kesejahteraan Pemerintah
Provinsi Kalimantan Selatan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf
a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur
Kalimantan Selatan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Jo, Undang-Undang Nomor


21 Tahun 1958 tentang penetapan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1957 antara lain Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan
Selatan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1106);
2. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 5 Tahun 2008
tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintah
Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2008 Nomor 5 ) ;
3. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 6 Tahun 2008
tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2008 Nomor 6) ;
4. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor Tahun 2009 tentang
Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Unsur-unsur Organisasi
Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN TENTANG


STANDARD OPERATING PROCEDURE PELAYANAN BANTUAN DANA
KESEJAHTERAAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

1. Bantuan Dana Kesejahteraan adalah bantuan dana yang diberikan


kepada masyarakat yang memerlukan dan terdaftar sebagai
penduduk yang berdomisili di Kalimantan Selatan.
2. Bantuan Sarana dan Prasarana Keagamaan adalah bantuan dana
yang diberikan kepada masyarakat untuk keperluan pembangunan,
pemugaran dan perbaikan sarana dan prasarana keagamaan.
3. Bantuan Kegiatan Keagamaan adalah bantuan dana yang diberikan
kepada masyarakat untuk keperluan penyelenggaraan kegiatan
keagamaan.
4. Bantuan Pendidikan adalah bantuan dana yang diberikan kepada
masyarakat untuk keperluan penyelenggaraan pendidikan atau untuk
menyelesaikan pendidikan.
5. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
6. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan.
7. Asisten Ekonomi dan Pembangunan adalah Asisten Ekonomi dan
Pembangunan Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
8. Biro Kesejahteraan Rakyat adalah Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
9. Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat yang selanjutnya disebut Kepala
Biro Kesra adalah Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
10. Kepala Bagian adalah Kepala Bagian di lingkungan Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
11. Kepala Sub Bagian adalah Kepala Sub Bagian pada bagian-bagian di
lingkungan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan.

BAB II
STANDARD OPERATING PROCEDURE
PELAYANAN BANTUAN KESEJAHTERAAN
Pasal 2
(1) Pelayanan bantuan dana kesejahteraan diberikan kepada anggota
masyarakat baik perorangan maupun kelompok yang ditinjau dari
kepentingan dan kondisinya benar-benar memerlukan bantuan dana.

(2) Bantuan dana kesejahteraan terdiri dari :


a. bantuan sarana dan prasarana keagamaan ;
b. bantuan kegiatan keagamaan ;
c. bantuan pendidikan.

Pasal 3

(1) Setiap permohonan pelayanan bantuan dana kesejahteraan, wajib


dilampirkan persyaratan sebagai berikut :

a. Kelompok masyarakat :
1. Proposal rincian bantuan dana yang diperlukan.
2. Photocopy Kartu Tanda Penduduk Pengurus (Ketua, Sekretaris dan
Bendahara).
3. Rekomendasi Pejabat Pemerintah setempat.

b. Perorangan :
1. Proposal rincian bantuan dana yang diperlukan.
2. Photocopy Kartu Keluarga.
3. Photocopy Kartu Tanda Penduduk.
4. Rekomendasi/Surat Keterangan dari Pejabat Pemerintah setempat
atau Dekan Perguruan Tinggi (jika untuk penyelesaian pendidikan).

(2) Photocopy persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilegalisir/disahkan oleh pejabat yang berwenang.

Pasal 4

Setiap permohonan akte kelahiran disampaikan kepada Dinas Kependudukan dan


Catatan Sipil melalui loket yang telah disediakan.

Pasal 5

(1) Berkas permohonan diterima oleh petugas loket dan dilakukan verifikasi dan
validasi terhadap kelengkapan berkas permohonan.

(2) Jika berkas permohonan telah dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2, berkas diterima dan diteruskan untuk diproses lebih
lanjut.

(3) Jika berkas permohonan tidak dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2, berkas dikembalikan kepada pemohon.

Pasal 6
(1) Bagi pemohon dengan kriteria gratis yang berkas permohonannya diterima,
diberikan tanda terima berkas.

(2) Bagi pemohon dengan kriteria istimewa dan dispensasi yang berkas
permohonannya diterima, diwajibkan membayar retribusi sesuai ketentuan
yang berlaku kepada Bendaharawan Penerima dan diberikan kuitansi
pembayaran.

Pasal 7

(1) Setelah berkas diterima, ditindaklanjuti dengan proses pendaftaran penduduk


dengan melakukan entry biodata setiap kelahiran oleh Operator Pendaftaran
Penduduk.
(2) Melalui proses entry bio data, diperoleh Nomor Induk Kependudukan bagi
setiap kelahiran.
(3) Berdasarkan pendaftaran penduduk tersebut, dilaksanakan pencetakan
dalam Kartu Keluarga sesuai dengan berkas permohonan.

Pasal 8

(1) Berdasarkan pendaftar penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,


dilaksanakan proses pencatatan sipil oleh Operator Catatan Sipil.

(2) Melalui proses pencatatan sipil dilaksanakan pencetakan register akte


kelahiran dan kutipan akte kelahiran.

Pasal 9

(1) Cetakan Akte Kelahiran dan Kutipan akte kelahiran diperiksa dan divalidasi
oleh Kepala Bidang Catatan Sipil dengan pembubuhan paraf pada lembar
arsip.

(2) Setelah dilakukan pengecheckan dan validasi, berkas akte kelahiran


ditandatangani oleh Kepala Dinas sebagai Pejabat Catatan Sipil sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 10

(1) Setelah ditandatangani oleh Kepala Dinas, dilakukan penomoran dengan


pencatatan pada register akte kelahiran oleh Petugas Pencatatan Sipil.

(2) Setelah diberi nomor sesuai register akte kelahiran, dibubuhkan stempel
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

Pasal 11
(1) Akte kelahiran yang telah diberikan nomor register dan stempel Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil diteruskan ke Loket Penyerahan Akte
Kelahiran.
(2) Akte Kelahiran diserahkan kepada Pemohon Akte Kelahiran dengan
menunjukkan tanda terima berkas atau kuitansi pembayaran retribusi akte
kelahiran dan menandatangani tanda terima Akte Kelahiran.

Pasal 12

Mekanisme dan flowcharts Standard Operating Procedure Pelayanan Akte


Kelahiran sebagaimana terlampir dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari peraturan ini.

BAB III
TATA KERJA
Pasal 13

(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standard Operating


Procedure Pelayanan Akte Kelahiran wajib membangun komitmen tinggi
untuk mendukung pelaksanaannya.

(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standard Operating


Procedure Pelayanan Akte Kelahiran wajib mengembangkan koordinasi dan
kerjasama maksimal dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pelayanan publik.

(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standard Operating


Procedure Pelayanan Akte Kelahiran wajib memperhatikan ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.

BAB IV
KEPEGAWAIAN
Pasal 14
(1) Setiap pejabat yang terlibat dalam memiliki pengetahuan dan kemampuan
mengelola administrasi kependudukan dan catatan sipil.
(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam kegiatan teknis pencatatan sipil, wajib
menguasai teknologi dan mampu mengoperasikan peralatan teknis
pencatatan sipil.
(3) (bisa ditambahkan dengan substansi yang berkaitan dengan kebutuhan SDM yang tepat
dalam menunjang kegiatan pelayanan akte kelahiran secara efisen dan efektif)

BAB V
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 15
(1) (seyogyanya dilengkapi dengan peralatan standar yang diperlukan dalam proses pelayanan
akte kelahiran )

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 16

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan ini akan diatur kemudian oleh
Kepala Dinas.

(2) Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Kandangan

Pada tanggal :

KEPALA DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL,

..................................
Nomor SOP
SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI Tanggal Pembuatan
KALIMANTAN SELATAN Tanggal Revisi
STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) Tanggal Efektif
PELAYANAN BANTUAN SOSIAL Disahkan oleh
Nama SOP

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


2. Perda Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat a. memahami dengan baik kegiatan yang harus dilakukan dalam menunjang tugas ;
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. b. memahami dengan baik ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan ;
2. Pergub. Kalsel Nomor Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Unsur- c. mempunyai komitmen tinggi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada klien ;
unsur Organisasi Setda Provinsi Kalimantan Selatan
Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :
1. Pergub Nomor 040 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Sosial. c. perangkat computer khusus untuk prosessing data bantuan kesejahteraan ;
d. brankas untuk penyimpanan dana tunai bantuan kesejahteraan ;
2. Kep. Gub Kalsel Nomor 188.46/071/KUM/2009 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Pelayanan Pemberian Bantuan Sosial.
Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :
SOP ini merupkan prosedur baku yang wajib dilaksanakan dalam pelayanan bantuan sosial dan c. dokumentasi realisasi bantuan soaial dan penerimanya ;
jika tidak dilaksanakan akan mengakibatkan ketidak pastian dan ketidaktransparanan dalam d. dokumentasi/laporan monitoring dan evaluasi realisasi pemanfaatan bantuan sosial
pelayanan pemerintah.

PE LAK S AN A BAKU MUTU


NO. KEGIATAN Subbag Tim Kabag Gub/ Bend. Keterangan
Karo Asisten Sekda
TU Ro Penilai pada Ro Kesra Ekobang Wagub Pembantu Perlengkapa Waktu Output
Kesra Bagian Kesra Pengel. n
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Tanda
1. Penerimaan proposal permohonan bantuan Persyaratan tarima
sosial yang berlaku berkas
Berkas
Data berkas permohonan
2. Pencatatan dalam agenda surat masuk
permohonan tercatat
Penelitian kelengkapan berkas permohonan Verifikasi
3. bantuan sosial. Jika lengkap diproses dan jika Data berkas berkas
tidak lengkap dikembalikan ke Sub Bag. TU. permohonan permohonan
4. Disiapkan telaahan staff oleh masing-masing Data berkas Telaahan
bagian sesuai substansinya permohonan staf

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

5. Keputusan/persetujuan atas bantuan sosial dengan


besaran dana sampai dengan Rp. 5.000.000,- (lima
juta rupiah) bersumber DPA-SKPD yang dikelola
oleh Biro Kesra

6. Rekomendasi permohonan bantuan sosial dengan


besaran dana Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) sd.
Rp 15.000.000,- (limabelas juta rupiah) atau lebih
bersumber DPA-SKPD yang dikelola oleh Biro
Kesra dan sampai dengan besaran Rp.15.000.000,-
(limabelas juta rupiah) bersumber dari DPA-SKPD
yang dikelola Sekretariat Daerah
7 Rekomendasi permohonan bantuan sosial dengan
besaran dana Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) sd.
Rp 15.000.000,- (limabelas juta rupiah) atau lebih
bersumber DPA-SKPD yang dikelola oleh Biro
Kesra dan sampai dengan besaran Rp.15.000.000,-
(limabelas juta rupiah) bersumber dari DPA-SKPD
yang dikelola Sekretariat Daerah
8. Keputusan/persetujuan atas bantuan sosial dengan
besaran dana Rp.5.000.000,-(lima juta rupiah)
bersumber DPA-SKPD yang dikelola Biro Kesra
dan sampai dengan RP.15.000.000,- (lima belas juta
rupiah) bersumber DPA-SKPD dikelola Sekretariat
Daerah
9 Rekomendasi permohonan bantuan sosial dengan
besaran dana lebih dari Rp.15.000.000,- (limabelas
juta rupiah) atau lebih bersumber DPA-SKPD yang
dikelola oleh Biro Kesra maupun bersumber dari
DPA-SKPD yang dikelola Sekretariat Daerah
10. Keputusan/persetujuan atas permohonan bantuan
sosial dengan besaran dana lebih dari
Rp.15.000.000,- (limabelas juta rupiah) bersumber
dari DPA-SKPD yang dikelola oleh Biro Kesra
maupun DPA-SKPD yang dikelola oleh Sekretariat
Daerah
11. Berkas permohonan bantuan sosial yang telah
mendapat keputusan Kepala Biro Kesra, Sekretaris
Daerah dan Gubernur/Wakil Gubernur
dikembalikan kepada Kepala Bagian untuk diproses
lebih lanjut.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lampiran :11Peraturan
10 Gubernur
12 Kalimantan
13 Selatan
14
Lampiran : Nomor
Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan
Tahun 2011
12. Kepala Bagian sesuai substansi memerintahkan Nomor
Tanggal Tahun 2011
kepada Bendahara Pembantu Pengeluaran masing-
masing bagian untuk menyiapkan permintaan
Tanggal
________________________________
pembayaran kepada Biro Keuangan ________________________________

13. Bendahara Pembantu Pengeluaran masing-masing


bagian menyiapkan permintaan pembayaran kepada
Biro Keuangan sesuai arahan Kepala Bagian.
Lampiran : Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan
Nomor Tahun 2011
Tanggal
________________________________

Nomor SOP
SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI Tanggal Pembuatan
KALIMANTAN SELATAN Tanggal Revisi
STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) Tanggal Efektif
PELAYANAN BANTUAN SOSIAL Disahkan oleh
Nama SOP

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


1. Perda Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata a. memahami dengan baik kegiatan yang harus dilakukan dalam menunjang tugas ;
Kerja Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. b. memahami dengan baik ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan ;
2. Pergub. Kalsel Nomor Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan c. mempunyai komitmen tinggi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada klien ;
Uraian Tugas Unsur-unsur Organisasi Setda Provinsi Kalimantan Selatan
Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :
1. Pergub Nomor 040 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Sosial. a. perangkat computer khusus untuk prosessing data bantuan sosial ;
b. brankas untuk penyimpanan dana tunai bantuan sosial ;
2. Kep. Gub Kalsel Nomor 188.46/071/KUM/2009 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Pelayanan Pemberian Bantuan Sosial.
Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :
SOP ini merupkan prosedur baku yang wajib dilaksanakan dalam pelayanan bantuan sosial dan jika tidak a. dokumentasi realisasi bantuan soaial dan penerimanya ;
dilaksanakan akan mengakibatkan ketidak pastian dan ketidaktransparanan dalam pelayanan pemerintah. b. dokumentasi/laporan monitoring dan evaluasi realisasi pemanfaatan bantuan sosial

PE LAK S AN A BAKU MUTU


Subbag Tim Kabag Karo Bend. Biro
NO. KEGIATAN Asisten Gub/ Pemban KETERANGA
TU Ro Penilai pada Ro Kesra Sekda Wagub Keuang- Perlengkap-an Waktu Output
Ekobang tu N
Kesra Bagian Kesra Pengel an.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Tanda
1. Penerimaan proposal permohonan Persyaratan tarima
bantuan sosial yang berlaku berkas
Berkas
Data berkas permohonan
2. Pencatatan dalam agenda surat
permohonan tercatat
masuk

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

3.

Penelitian kelengkapan berkas


permohonan bantuan sosial. Jika
lengkap diproses dan jika tidak Data berkas Verifikasi
lengkap dikembalikan ke Sub Bag. permohonan berkas
TU. permohonan

4. Disiapkan telaahan staff oleh Data berkas Telaahan


masing-masing bagian sesuai permohonan staf
substansinya

5. Keputusan/persetujuan atas bantuan Berkas Disposisi


penetapan
sosial dengan besaran dana sampai permohonan persetujuan
dengan Rp. 5.000.000,- (lima juta bantuan sosial bantuan
rupiah) bersumber DPA-SKPD yang dan telaahan sesuai
dikelola oleh Biro Kesra bagian kewenangan
Karo Kesra

6. Rekomendasi permohonan bantuan Berkas Rekomendasi


sosial dengan besaran dana Rp. permohonan Kepala Biro
5.000.000,- (lima juta rupiah) sd. Rp bantuan sosial Kesra
15.000.000,- (limabelas juta rupiah) atau dan telaahan
lebih bersumber DPA-SKPD yang bagian
dikelola oleh Biro Kesra dan sampai
dengan besaran Rp.15.000.000,-
(limabelas juta rupiah) atau lebih
bersumber dari DPA-SKPD yang
dikelola Sekretariat Daerah
7 Rekomendasi permohonan bantuan Berkas Rekomendasi
sosial dengan besaran dana Rp. permohonan Asisten
5.000.000,- (lima juta rupiah) sd. Rp bantuan sosial Ekonomi dan
15.000.000,- (limabelas juta rupiah) atau Pembangunan
dan telaahan
lebih bersumber DPA-SKPD yang serta rekomen-
dikelola oleh Biro Kesra dan sampai dasi Kepala Biro
dengan besaran Rp.15.000.000,- Kesra
(limabelas juta rupiah) atau lebih
bersumber dari DPA-SKPD yang
dikelola Sekretariat Daerah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

8. Keputusan/persetujuan atas bantuan Berkas Disposisi


sosial dengan besaran dana permohonan penetapan
Rp.5.000.000,-(lima juta rupiah) sd. bantuan sosial, persetujuan
Rp.15.000.000,- bersumber DPA-SKPD bantuan
telaahan dan sesuai
yang dikelola Biro Kesra dan sampai rekomendasi kewenangan
dengan RP.15.000.000,- (lima belas juta Karo Kesra dan Sekda.
rupiah) bersumber DPA-SKPD dikelola As.Ekobang
Sekretariat Daerah

9. Rekomendasi permohonan bantuan Berkas Rekomendasi


sosial dengan besaran dana permohonan Sekda atas
Rp.15.000.000,- (limabelas juta rupiah) bantuan social, besaran dana
bersumber dari DPA-SKPD yang bantuan social
telaahan dan kewenangan
dikelola Sekretariat Daerah rekomendasi Gub/Wagub.
Karo Kesra dan
As.Ekobang

10. Keputusan/persetujuan atas permohonan Berkas


Disposisi
bantuan sosial dengan besaran dana lebih permohonan penetapan/per
dari Rp.15.000.000,- (limabelas juta bantuan sosial, setujuan
rupiah) bersumber dari DPA-SKPD yang telaahan dan bantuan sosial
dikelola oleh Biro Kesra maupun DPA- rekomendasi kewenangan
Karo Kesra, As. Gub/Wagub
SKPD yang dikelola oleh Sekretariat
Daerah Ekobang dan
Sekda
11. Berkas permohonan bantuan sosial yang Berkas Arahan
telah mendapat keputusan Kepala Biro permohonan kepada
Kesra, Sekretaris Daerah dan bantuan sosial, Kepala
Gubernur/Wakil Gubernur dikembalikan Bagian sesuai
arahan dan substansi
kepada Kepala Bagian untuk diproses disposisi Karo permohonan
lebih lanjut. Kesra, Sekda bantuan sosial
dan Gub/Wagub
12. Kepala Bagian sesuai substansi Berkas Arahan
memerintahkan kepada Bendahara permohonan dan kepada Bend.
Pembantu Pengeluaran masing-masing arahan pimpinan Pembantu
Pengeluaran
bagian untuk menyiapkan permintaan untuk proses
pembayaran kepada Biro Keuangan selanjutnya

13. Bendahara Pembantu Pengeluaran Berkas Dokumen


masing-masing bagian menyiapkan permohonan permintaan
permintaan pembayaran kepada Biro bantuan dan pencairan
Keuangan sesuai arahan Kepala Bagian. dana bantuan
arahan pimp. sosial

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Copi berkas Pencairan


permohonan dana bantuan
14. bantuan sosial, sosial dan
Biro Keuangan mencairkan dana bantuan bukti
sosial sesuai keputusan/persetujuan, arahan pimp. penyerahan/
diserahkan kepada Bendahara Pembantu dan dok. penerimaan
Pengeluaran dengan bukti penerimaan. permintaan dana.
dana. bantuan

15. Pembayaran/penyerahan bantuan sosial Berkas Dana Bantuan


kepada pemohon dengan penanda- permohonan dan sosial
tanganan bukti penyerahan/penerimaan arahan pimpinan diserahkan
dan bukti
bantuan sosial kepada/oleh pemohon. tanda terima
dari pemohon
bantuan.
Lampiran : Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan
Nomor Tahun 2011
Tanggal
________________________________

Nomor SOP
SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI Tanggal Pembuatan
KALIMANTAN SELATAN Tanggal Revisi
STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) Tanggal Efektif
PELAYANAN BANTUAN SOSIAL Disahkan oleh
Nama SOP

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


3. Perda Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata d. memahami dengan baik kegiatan yang harus dilakukan dalam menunjang tugas ;
Kerja Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. e. memahami dengan baik ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan ;
4. Pergub. Kalsel Nomor Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan f. mempunyai komitmen tinggi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada klien ;
Uraian Tugas Unsur-unsur Organisasi Setda Provinsi Kalimantan Selatan
Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :
1. Pergub Nomor 040 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Sosial. c. perangkat computer khusus untuk prosessing data bantuan sosial ;
d. brankas untuk penyimpanan dana tunai bantuan sosial ;
2. Kep. Gub Kalsel Nomor 188.46/071/KUM/2009 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Pelayanan Pemberian Bantuan Sosial.
Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :
SOP ini merupkan prosedur baku yang wajib dilaksanakan dalam pelayanan bantuan sosial dan jika tidak c. dokumentasi realisasi bantuan soaial dan penerimanya ;
dilaksanakan akan mengakibatkan ketidak pastian dan ketidaktransparanan dalam pelayanan pemerintah. d. dokumentasi/laporan monitoring dan evaluasi realisasi pemanfaatan bantuan sosial

PE LAK S AN A BAKU MUTU


NO. Subbag Kabag Karo Asisten Bend. Biro
KEGIATAN Gub/ Pembantu
TU Ro pada Ro Kesra Pembangun- Sekda Wagub Keuangan. Perlengkapan Waktu Output KETERANGAN
Pengel
Kesra Kesra an
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Tanda
1. Penerimaan proposal permohonan Persyaratan tarima
bantuan sosial yang berlaku 1 hari
berkas
Berkas
Data berkas permohon
2. Pencatatan dalam agenda surat 1 hari
permohonan an tercatat
masuk

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

3. Kepala Biro Kesra selaku Ketua Tim Data berkas 2 hari Verifikasi
Penilai meneliti kelengkapan berkas permohonan berkas
permohonan bantuan sosial. Jika permohonan
lengkap diproses dan diusulkan.
Jika tidak lengkap tidak diproses /
tidak diusulkan..

4. Disiapkan telaahan staff oleh Data berkas 2 hari Telaahan


masing-masing bagian sesuai permohonan staf
substansinya

Berkas 2 hari Disposisi


5. Keputusan/persetujuan atas bantuan penetapan
sosial dengan besaran dana sampai permohonan persetujuan
dengan Rp. 5.000.000,- (lima juta bantuan sosial bantuan
rupiah) bersumber DPA-SKPD yang dan telaahan sesuai
dikelola oleh Biro Kesra bagian kewenangan
Karo Kesra

6. Menandatangani telaahan staf bahan Berkas 2 hari Telaahan dan


usulan / rekomendasi permohonan permohonan usulan
bantuan sosial dengan besaran dana di bantuan sosial /rekomendasi
Kepala Biro
atas Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan telaahan Kesra
bersumber DPA-SKPD yang dikelola bagian
oleh Biro Kesra dan bantuan sosial dari
dana bersumber dari DPA-SKPD yang
dikelola Sekretariat Daerah
7 Berkas 2 hari Rekomendasi
Rekomendasi kepada Sekda / Wagub /
permohonan Asisten
Gubernur atas permohonan bantuan Ekonomi dan
sosial dengan besaran dana di atas Rp. bantuan sosial
Pembangunan
5.000.000,- (lima juta rupiah) yang dan
bersumber dari DPA-SKPD yang telaahan/usulan
dikelola oleh Biro Kesra dan bantuan serta rekomen-
sosial bersumber dari DPA-SKPD yang dasi Kepala Biro
dikelola Sekretariat Daerah, atas usulan Kesra
Kepala Biro Kesra

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

8. Keputusan/persetujuan atas bantuan Berkas 2 hari Disposisi


sosial dengan besaran dana sampai permohonan penetapan
dengan. Rp.15.000.000,- bersumber bantuan sosial, persetujuan
DPA-SKPD yang dikelola Biro Kesra bantuan
telaahan dan sesuai
dan DPA-SKPD yang dikelola usulan Karo kewenangan
Sekretariat Daerah aas usulan Kepala Kesra serta Sekda.
Biro Kesra dan rekomendasi Asisten rekomendasi
Pembangunan. Ass. Bang

9. Rekomendasi permohonan bantuan Berkas 2 hari Rekomendasi


sosial dengan besaran dana bernilai lebih permohonan Sekda atas
dari Rp.15.000.000,- (limabelas juta bantuan sosial, besaran dana
rupiah) bersumber dari DPA-SKPD bantuan sosial
telaahan dan kewenangan
DPA-SKPD yang dikelola Biro Kesra usulan Karo Gub/Wagub.
maupun yang dikelola Sekretariat Kesra serta
Daerah, atas usul Kepala Biro Kesra dan rekomendasi
rekomendasi Asisten. Pembangunan Ass. Bang

10. Keputusan/persetujuan atas permohonan Berkas


5 hari Disposisi Sepanjang
bantuan sosial dengan besaran dana permohonan penetapan/per
bantuan sosial, Gubernur/
sesuai batas kewajaran bersumber dari setujuan Wakil Gub.
DPA-SKPD yang dikelola oleh Biro telaahan dan bantuan sosial
usulan Karo kewenangan tidak berada di
Kesra maupun DPA-SKPD yang dikelola luar daerah
Kesra serta Gub/Wagub
oleh Sekretariat Daerah, atas usul Kepala
Biro Kesra dan rekomendasi Asisten rekomendasi
Pembangunan. Ass. Bang dan
Sekda
11. Berkas permohonan bantuan sosial yang Berkas 2 hari Arahan
telah mendapat keputusan Sekretaris permohonan kepada
Daerah dan Gubernur/Wakil Gubernur bantuan 26ocial, Kepala
dikembalikan kepada Kepala Biro Kesra Bagian sesuai
arahan dan substansi
untuk mendapat arahan sebagai bahan disposisi Karo permohonan
tindak lanjut Kepala Bagian masing- Kesra, Sekda bantuan sosial
masing sesuai substansi . dan Gub/Wagub

12. Kepala Biro Kesra memberikan arahan Berkas 2 hari Arahan


kepada masing-masing Kepala Bagian permohonan kepada
memproses lebih lanjut permohonan yang telah masing-
masing
bantuan sosial yang telah mendapat mendapat Kepala
persetujuan Sekda dan Gubernur/Wagub. persetujuan Bagian
Sekda dan
Gub/Wagub

1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 12 13 14 15

13. Kepala Bagian sesuai substansi memberi Berkas 1 hari Arahan


arahan kepada Bendahara Pembantu permohonan dan kepada Bend.
Pengeluaran melalui Kepala Sub Bagian arahan pimpinan Pembantu
Pengeluaran
untuk menyiapkan permintaan untuk proses
pembayaran kepada Biro Keuangan selanjutnya

14. Bendahara Pembantu Pengeluaran Berkas 1 hari Dokumen


menyiapkan permintaan pembayaran permohonan permintaan
kepada Biro Keuangan sesuai arahan bantuan dan pencairan
dana bantuan
Kepala Bagian. arahan pimp. sosial

15. Biro Keuangan menerbitkan dokumen Copi berkas 2 hari Dokumen


perencanaan dana bantuan sosial sesuai permohonan perencanaan
keputusan / persetujuan, diserahkan bantuan sosial, dana bantuan
sosial dan
kepada Bendahara Pembantu Penge- arahan pimp. bukti
luaran dengan bukti penerimaan. dan dokumen. penyerahan/
pendukung yang penerimaan
diperlukan dana.

16. Pembayaran/penyerahan bantuan sosial Berkas 1 hari Pencaiaran


kepada pemohon dengan penanda- permohonan dan dana Bantuan
tanganan bukti penyerahan/penerimaan arahan pimpinan sosial dan
bukti tanda
bantuan sosial kepada/oleh pemohon. terima dari
pemohon
bantuan.
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

NOMOR TAHUN 2010

TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PELAYANAN BANTUAN SOSIAL
PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan publik dipandang perlu


untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan pemerintah di
bidang bantuan sosial ;
d. bahwa untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan bantuan
sosial Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, dipandang perlu
menetapkan Standar Operasional Prosedur Pelayanan Bantuan Sosial
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan
huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Jo. Undang-Undang Nomor 21


Tahun 1958 tentang penetapan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1957 antara lain Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan
Selatan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1106);
2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;
4. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4578) ;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan
Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593).
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi dan
Pemerintahan Kabupaten dan Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4737) ;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Uang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4738) ;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan
Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4816) ;
10. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan
Pengundangan, Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan ;
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah ;
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis
dan Bentuk Produk Hukum Daerah ;
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah :
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Lembaran Daerah dan Berita Daerah.
15. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan.
16. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 13 Tahun 2007
tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2007 Nomor 13) ;
17. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 5 Tahun 2008
tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah
Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2008 Nomor 5) ;
18. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 6 Tahun 2008
tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Prvinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2008 Nomor 6);
19. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 040 Tahun 2009
tentang Pedoman Pemberian Bantuan Sosial (Berita Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2009 Nomor 40).
20. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor Tahun 2009 tentang
Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Unsur-unsur Organisasi
Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

M E M U T U S K AN :

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN TENTANG STANDAR


OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN BANTUAN SOSIAL
PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud :

1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.

2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai


penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
3. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
5. Asisten Pembangunan adalah Asisten Pembangunan Sekretaris Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan.
6. Biro Kesejahteraan Rakyat adalah Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
7. Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat yang selanjutnya disebut Kepala Biro Kesra
adalah Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan.
8. Kepala Bagian adalah Kepala Bagian di lingkungan Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
9. Sub Bagian Tata Usaha Biro Kesejahteraan Rakyat yang selanjutnya disebut
Sub Bagian Tata Usaha adalah Sub Bagian Tata Usaha Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
10. Bendahara Pembantu Pengeluaran adalah Bendahara Pembantu Pengeluaran
pada Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan.
11. Bantuan Sosial adalah satu bentuk instrumen bantuan dalam bentuk uang yang
diberikan kepada kelompok/anggota masyarakat.
12. Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota
masyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar
kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka
mecapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
13. Lembaga Swadaya Masyarakat yang selanjutnya disingkat LSM adalah
organisasi/lembaga yang dibentuk oleh Warga Negara Republik Indonesia
secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak di bidang
kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud
partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat, yang menitikberatkan kepada pengabdian secara
swadaya.
14. Orang perorangan/masyarakat adalah warga masyarakat yang terdaftar
sebagai penduduk daerah Provinsi Kalimantan Selatan yang dapat dibuktikan
dan dipertanggung jawabkan.
15. Yayasan adalah Badan Hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan guna mencapai tujuan tertentu dalam bidang sosial, keagamaan
dan kemanusiaan yang tidak dimiliki oleh anggota.
16. Rumah Ibadah adalah tempat penyelenggaraan kegiatan ritual keagamaan
yang keberadaannya diakui dan diketahui oleh Pemerintah.
17. Rekomendasi adalah pernyataan persetujuan/diketahui oleh pejabat pemerintah
setempat atau pejabat pemerintah yang terkait dengan bidang tugasnya.
18. Bantuan langsung adalah bantuan yang diberikan atau disetujui oleh Gubernur
secara langsung tanpa melalui rekomendasi dari Kepala Biro Kesejahteraan
Rakyat, Asisten Pembangunan dan Sekretaris Daerah.
19. Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat DPA-SKPD
adalah dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembiayaan yang
digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran/kegiatan oleh pengguna
anggaran.
20. Standar Operasional Prosedur adalah serangkaian instruksi tertulis yang
dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan administrasi
pemerintahan, bagaimana dan kapan harus dilakukan, di mana dan oleh siapa
dilaksanakan.

BAB II
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PELAYANAN BANTUAN SOSIAL
Pasal 2
(1) Pelayanan bantuan sosial diberikan kepada organisasi kemasyarakatan, lembaga
pendidikan, lembaga sosial, kepanitiaan dan anggota masyarakat orang perorang
yang menurut penilaian ditinjau dari kepentingan dan kondisinya benar-benar perlu
diberikan bantuan sosial.
(2) Organisasi kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan
bantuan sosial dengan ketentuan sebagai berikut :
a. organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kepemudaan,
kemahasiswaan, keolahragaan dan organisasi keagamaan ;
b. terdaftar pada Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat
Provinsi Kalimantan Selatan atau Kabupaten/Kota se Kalimantan Selatan ;
c. masih aktif dan memiliki cabang di Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan
Selatan ; dan
d. memiliki kantor/sekretariat di ibukota provinsi atau kabupaten/kota di Provinsi
Kalimantan Selatan.
(3) Lembaga pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan bantuan
sosial dengan ketentuan sebagai berikut :
a. pendidikan dasar dan menengah negeri dan swasta terakreditasi ;
b. perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta terakreditasi ;
c. dosen perguruan tinggi negeri / perguruan tinggi swasta yang melanjutkan ke
pasca sarjana ; dan
d. mahasiswa perguruan tinggi negeri/perguruan tinggi swasta yang akan
menyelesaikan S1, S2 dan S3.
(4) Lembaga sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan bantuan sosial
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. lembaga keagamaan harus dengan rekomendasi dari Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota atau pejabat yang membidangi urusan sesuai
substansinya ;
b. rumah ibadat harus dengan rekomendasi dari Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota atau pejabat yang membidangi urusan sesuai
substansinya ;
c. lembaga sosial harus dengan rekomendasi dari Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota atau pejabat yang membidangi urusan sesuai
substansinya ;
d. lembaga adat/lembaga sosial daerah terpencil yang letak geografis daerah
kerjanya dan atau domisilinya jauh dari Kantor Kecamatan, permohonan
bantuan dapat direkomendasikan oleh Kepala Desa dan Badan Musyawarah
Desa setempat ;
e. khusus kepanitiaan suatu kegiatan di masyarakat/lembaga sosial harus ada
permohonan yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Panitia dan
diketahui oleh pejabat wilayah setempat dan/atau induk organisasi/lembaga
sosial di atasnya, dengan disertakan undangan kegiatan dimaksud.
(5) Anggota masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan bantuan
sosial dengan ketentuan sebagai berikut :
a. mengalami suatu masalah yang layak untuk dibantu ;
b. berprestasi minimal tingkat provinsi ; dan
c. berjasa mengharumkan nama daerah/negara.

Pasal 3

(1) Berkas permohonan bantuan sosial diserahkan melalui Sub Bagian Tata Usaha Biro
Kesejahteraan Rakyat dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Mengajukan surat permohonan bantuan yang ditandatangani oleh paling sedikit 2
(dua) orang pengurus/panitia yang terdiri dari Ketua dan Sekretaris atau
Bendahara, dialamatkan kepada Gubernur cq. Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat
dan dibubuhi dengan cap/stempel organisasi/lembaga/kepanitiaan ;
b. Surat permohonan harus dilampiri :
1) Proposal yang memuat Rencana Anggaran Biaya ( RAB ) asli ;
2) Susunan kepengurusan/kepanitiaan yang disahkan Pejabat pemerintahan
setempat; dan
3) Foto kondisi awal obyek bantuan (jika bantuan berupa fisik).
c. Rekomendasi asli dari Pejabat pemerintahan setempat serendah-rendahnya
Camat atau pejabat provinsi/kabupaten/kota yang membidangi urusan sesuai
substansinya.
(2) Setiap permohonan yang diterima, dicatat dalam buku agenda surat masuk dan
diberikan tanda bukti penerimaan berkas oleh Sub Bagian Tata Usaha Biro.
Pasal 4

(1) Berkas permohonan bantuan diperiksa dan diteliti kelengkapannya oleh Sub Bagian
Tata Usaha Biro, diteruskan kepada Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua
Tim Penilai untuk memperoleh arahan lebih lanjut.
(2) Berkas permohonan yang sudah mendapat arahan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat
selaku Ketua Tim Penilai diteruskan kepada Kepala Bagian sesuai substansinya untuk
diproses lebih lanjut.
(3) Berkas permohonan yang berdasarkan pemeriksaan tidak memenuhi persyaratan,
tidak diprosed/tidak diusulkan untuk diberkan bantuan.

Pasal 5
Masing-masing bagian menindaklanjuti arahan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat dengan
membuatkan telaahan staf kepada Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat / Sekretaris
Daerah/Wakil Gubernur/Gubernur untuk mendapat persetujuan secara berjenjang sesuai
kewenangannya.

Pasal 6

(1) Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat sesuai dengan kewenangannya memutuskan


persetujuan atas permohonan bantuan sosial dengan nilai bantuan sampai dengan
Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) yang bersumber dari DPA-SKPD yang dikelola oleh
Biro Kesejahteraan Rakyat.
(2) Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat menandatangani telaahan staf sebagai bahan
usulan / membuat rekomendasi atas permohonan bantuan sosial dengan nilai bantuan
di atas Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) yang bersumber dari DPA-SKPD yang dikelola
oleh Biro Kesejahteraan Rakyat.
(3) Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat menandatangani telaahan staf sebagai bahan
usulan / membuat rekomendasi atas permohonan bantuan sosial yang dananya
bersumber dari DPA-SKPD yang dikelola oleh Sekretariat Daerah.

Pasal 7
(1) Asisten Pembangunan sesuai kewenangannya memberikan rekomendasi atas
permohonan bantuan sosial dengan nilai bantuan di atas Rp.5.000.000,- (lima juta
rupiah) kepada Sekretaris Daerah/Wakil Gubernur/Gubernur yang bersumber dari
DPA-SKPD yang dikelola oleh Biro Kesejahteraan Rakyat berdasarkan usulan Kepala
Biro Kesejahteraan Rakyat.
(2) Asisten Pembangunan memberikan rekomendasi atas permohonan bantuan sosial
dengan yang bersumber dari DPA-SKPD yang dikelola oleh Sekretariat Daerah,
berdasarkan usulan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat.

Pasal 8
(1) Sekretaris Daerah sesuai dengan kewenangannya memutuskan persetujuan atas
permohonan bantuan sosial dengan nilai bantuan sampai dengan Rp.15.000.000,-
(lima belas juta rupiah) yang bersumber dari DPA-SKPD yang dikelola oleh Biro
Kesejahteraan Rakyat, berdasarkan usulan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat dan
rekomendasi Asisten Pembangunan .
(2) Sekretaris Daerah sesuai dengan kewenangannya memutuskan persetujuan atas
permohonan bantuan sosial dengan nilai bantuan sampai dengan Rp.15.000.000,-
(lima belas juta rupiah) yang bersumber dari DPA-SKPD yang dikelola oleh Sekretariat
Daerah, berdasarkan usulan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat dan rekomendasi
Asisten Pembangunan.
(3) Sekretaris Daerah membuat rekomendasi atas permohonan bantuan sosial dengan nilai
lebih dari Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah) baik yang bersumber dari DPA-
SKPD yang dikelola oleh Biro Kesejahteraan Rakyat maupun dari DPA-SKPD yang
dikelola oleh Sekretariat Daerah, berdasarkan usulan Kepala Biro Kesejahteraan
Rakyat dan rekomendasi Asisten Pembangunan.

Pasal 9

Gubernur sesuai dengan kewenangannya memutuskan persetujuan bantuan atas


permohonan bantuan sosial dengan batas kewajaran yang bersumber baik dari DPA-SKPD
yang dikelola oleh Biro Kesejahteraan Rakyat maupun DPA-SKPD yang dikelola oleh
Sekretariat Daerah, berdasarkan usulan usulan dari Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat, dan
rekomendasi Asisten Pembangunan dan Sekretaris Daerah

Pasal 10

(1) Berkas permohonan yang telah mendapat keputusan persetujuan dari Kepala Biro
Kesejahteraan Rakyat, Sekretaris Daerah dan Gubernur/Wakil Gubernur, diterima
kembali oleh masing-masing Kepala Bagian sesuai substansinya untuk diproses lebih
lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Masing-masing Kepala Bagian sesuai dengan kewenangannya memerintahkan
kepada Bendahara Pembantu Pengeluaran pada masing-masing bagian untuk
menyiapkan dokumen permintaan pembayaran uang kepada Biro Keuangan.

Pasal 11

(1) Bendahara Pembantu Pengeluaran menyiapkan dokumen permintaan pembayaran


uang kepada Biro Keuangan, dengan didukung dokumen yang diperlukan.
(2) Biro Keuangan menyerahkan SP2D bantuan sosial sesuai dengan permintaan kepada
Bendahara Pembantu Pengeluaran.

Pasal 12

(1) Bendahara Pembantu Pengeluaran menyerahkan dan membayarkan uang bantuan


sosial kepada masing-masing pemohon baik secara langsung maupun transfer, sesuai
dengan keputusan persetujuan pemberian bantuan sosial yang telah ditetapkan.

(2) Masing-masing penerima bantuan pada saat menerima bantuan sosial berkewajiban :

a. menyerahkan materai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah);

b. menyerahkan fotocopy Kartu Tanda Pengenal yang masih berlaku ;

c. menandatangani kuitansi bukti penerimaan pembayaran uang bantuan sosial di


atas materai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) dengan membubuhkan cap/stempel
organisasi/lembaga/kepanitiaan sesuai dengan permohonan;

d. membuat dan menyerahkan laporan pertanggungjawaban pemanfaatan uang


bantuan sosial yang dilengkapi bukti dukung berupa kuitansi pengadaan barang
dan jasa disertai dengan foto dokumentasi ;

e. laporan pertanggungjawab disampaikan kepada Gubernur cq. Kepala Biro


Kesejahteraan Rakyat selambat-lambatnya sampai akhir tahun anggaran
berjalan.
Pasal 13

Format Standar Operasional Prosedur Pelayanan Bantuan Sosial sebagaimana terlampir


dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.

BAB III
TATA KERJA
Pasal 14

(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Bantuan Sosial wajib membangun komitmen tinggi untuk mendukung
pelaksanaannya.

(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Bantuan Sosial wajib mengembangkan koordinasi dan kerjasama maksimal
dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.

(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Bantuan Sosial wajib memperhatikan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.

(4) Setiap pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
memiliki pengetahuan dan kemampuan mengelola tata naskah dinas dan administrasi
keuangan.

(5) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur wajib
menguasai teknologi dan mampu mengoperasikan peralatan teknis pelayanan bantuan
sosial yang disediakan.

BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 15

(1) Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan Standar Operasional Prosedur, dipandang


perlu menyediakan sarana dan prasarana pendukung kegiatan sesuai dengan
kebutuhan.

(2) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus untuk pelayanan bentuan sosial secara efisien, efektif
dan tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk pelayanan bantuan
sosial.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 16
Standar Operasional Prosedur ini tidak berlaku bagi bantuan sosial yang merupakan bantuan
langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 15.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 18

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini


dengan penempatannya dalam Berita Daerah.

Ditetapkan di Banjarmasin
pada tanggal

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

H. RUDY ARIFFIN

Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN,

H.M. MUCHLIS GAFURI


BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
TAHUN 2011 NOMOR
KATA PENGANTAR

Sebagaimana diketahui bahwa sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32


Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintahan daerah menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang
menjadi urusan Pemerintah. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah tersebut, pemerintahan daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan
asas otonomi dan tugas pembantuan.

Penyelenggaraan otonomi seluas-luasnya oleh Pemerintah Daerah bukanlah


berarti Pemerintah Daerah mempunyai keleluasaan yang tidak terbatas dalam
penyelenggaraan setiap urusan, namun tetap dalam suatu koridor kewenangan sesuai
dengan asas penyelenggaraan urusan dengan tiga kriteria yaitu eksternalitas,
akuntabilitas dan efisiensi. Oleh karena itu penyelenggaraan urusan pemerintahan tetap
memperhatikan hubungan kewenangan antara tingkatan pemerintahan yang saling terkait,
saling tergantung dan sinergis sebagai susatu kesatuan sistem pemerintahan.

Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengamanatkan bahwa


penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada
standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh
Pemerintah. Hal tersebut lebih ditegaskan lagi melalui Pasal 8 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten dan Kota, sehingga
dengan demikian standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh masing-masing
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Kementerian, merupakan salah satu acuan
penyelenggaraan urusan wajib pemerintahan daerah agar terselenggara secara efisien
dan efektif.

Inventarisasi penerapan standar pelayanan minimal di lingkungan Pemerintah


Provinsi Kalimantan Selatan dimaksudkan sebagai langkah pemantauan sejauh mana
Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Pasal 8 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 telah dilaksanakan di lingkungan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan. Apalagi jika memperhatikan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal yang dalam Pasal 9 yang antara lain menyatakan :

a. Pemerintahan Daerah menerapkan Standar Pelayanan Minimal sesuai dengan


ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ;

b. Standar Pelayanan Minimal yang telah ditetapkan menjadi acuan bagi Pemerintahan
Daerah untuk menyusun perencanaan dan penganggaran Pemerintahan Daerah ;
c. Pemerintahan Daerah menyusun rencana pencapaian Standar Pelayanan Minimal
dengan mengacu pada batas waktu pencapaian Standar Pelayanan Minimal sesuai
dengan yang ditetapkan oleh Pemerintah ;

d. Rencana pencapaian Standar Pelayanan Minimal dituangkan dalam Rencana


Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) dan Rencana Strategi Satuan Kerja
Perangkat Daerah ;

e. Target tahunan pencapaian Standar Pelayanan Minimal dituangkan dalam Rencana


Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
(Renja SKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Rencana Kerja dan Anggaran
Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) sesuai dengan klasifikasi belanja
daerah dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.

Memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut, menjadi suatu keharusan bagi


Pemerintahan Daerah untuk benar-banar memperhatikan dan memahami ketentuan-
ketentuan ynag ditetapkan dalam Standar Pelayanan Minimal tersebut.

Berdasarkan hasil inventarisasi, penerapanan Standar Pelayanan Minimal di


lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan belum mencakup seluruh Satuan Kerja
Perangkat Daerah penyelenggara urusan wajib, dikarenakan antara lain beberapa
Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintah Non Kementeri belum menetapkan Standar
Pelayanan Minimal sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan
meskipun limitasi waktu yang ditetapkan selama 2 (dua) tahun sudah terlewatkan.

Mengingat Standar Pelayanan Minimal merupakan acuan dalam penyelenggaraan


setiap urusan wajib pemerintahan secara efisien dan efektif, maka inventarisasi penerapan
Standar Pelayanan Minimal ini sebagai sarana untuk mendesak kepada Pemerintah agar
Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian Negara yang belum
menetapkan Standar Pelayanan Minimal segera menetapkannnya sehingga dapat
dipergunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan urusan wajib di daerah.

Demikian kirannya hasil inventarisasi Standar Pelayanan Minimal yang


pelaksanaannya dibiayai melalui DPA-SKPD pada Biro Organisasi Tahun Anggaran 2010
memberikan sumbangsih dan manfaat dalam peningkatan efektivitas penyelenggaraan
urusan wajib pemerintahan khususnya dan pemerintahan daerah pada umumnya.

Banjarmasin, Desember 2010

Kepala Biro Organisasi,

Drs. Mohandas H. Hendrawan


Pembina Utama Muda
NIP.
Nomor SOP
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Tanggal Pembuatan
Tanggal Revisi
Tanggal Efektif
Disahkan oleh
Nama SOP

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :

Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :

Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :

Pelaksana Mutu Baku


No. Aktivitas Keterangan
Kelengkapan Waktu Output
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN
SELATAN
______________________________ NOMOR TAHUN 2011
TANGGAL
______________________________________
Nomor SOP
SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI Tanggal Pembuatan
KALIMANTAN SELATAN Tanggal Revisi
STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) Tanggal Efektif
PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH Disahkan oleh
Nama SOP

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


1. Perda Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah a. memahami dengan baik kegiatan yang harus dilakukan dalam menunjang tugas ;
Provinsi Kalimantan Selatan. b. memahami dengan baik ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan ;
2. Pergub. Kalsel Nomor Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Unsur-unsur c. memhami dengan baik paeraturan perundang-undangan sesuai substansi raperda ;
Organisasi Setda Provinsi Kalimantan Selatan d. mempunyai komitmen tinggi untuk menyelesaikan setiap tahapan kegiatan tepat sasaran dan tepat waktu.
Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :
1. a. perangkat computer khusus untuk prosessing draft dan naskah final peraturan daerah ;
b. filling cabinet untuk menyimpan arsip/dokumen penetapan peraturan daerah.;
2.
Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :
SOP ini merupakan prosedur baku yang wajib dilaksanakan dalam pembentukan peraturan daerah dan jika e. dokumentasi penetapan peraturan daerah ;
tidak dilaksanakan akan mengakibatkan ketidak pastian, ketidaktransparanan, ketidak sinkronan dan f. dokumentasi/laporan monitoring dan evaluasi realisasi penegakan peraturan daerah.
ketidaktepatan waktu dalam pembentukan peraturan daerah.

PE LAK S AN A BAKU MUTU


NO. KEGIATAN Subbag Kasubag Kabag Karo SKPD/ Asisten Kem.
TU Biro Permsan Pert. Per- Unit Kerja yang mem- Perlengkapan Waktu Output KET.
Hukum DPRD Sekda Gubernur Dalam
Hukum Perda UU-an bidangi Negeri
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Berkas Penyerahan
1. Penerimaan berkas permohonan bukti
permohonan
harmonisasi pnerimaan
lengkap
bekas
Berkas Catatan
2. Pencatatan dalam agenda surat berkas
permohonan permohonan
masuk, disampaikan kepada lengkap harmonisasi
Kepala Biro Hukum peraturan
daerah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

3. Dipelajari dan diberikan Disposisi/


disposisi/arahan kepada Kabag Berkas arahan tindak
Perundang-undangan untuk permohonan lanjut
ditindak lanjuti. selengkapnya permohonan
harmonisasi

4. Kabag. Per-UU-an mempelajari Berkas


permohonan, Arahan
materi permasalahan dan mem- Kepala
berikan arahan harmonisasi arahan Kepala
Biro Hukum Bagian Per-
kepada Kepala Sub Bag UU-an
Perumusan Perda.

5. Kepala Sub Bag. Perumusan Berkas


Perda melaksanakan harmonisasi permohonan, Draft
rancangan
dalam bentuk draft rancangan arahan pim-
pinan dan re- perda
Perda dan dilaporkan kepada
Kepala Biro Hukum. ferensi sesuai
substansi
6. Kepala Biro Hukum memeriksa Draft rancangan Prakarsa
draft rancangan Perda dan perda untuk
memprakarsasi rapat koordinasi membahas
eksekutif. rancangan
perda

7. Rapat koordinasi pembahasan Draft rancangan Masukan


draft rancangan perda di perda dan untuk
lingkungan eksekutif referensi lain perbaikan
draft

8. Berdasarkan hasil rapat ko- Masukan


perbaikan draft Arahan
ordinasi, Kepala Biro Hukum perbaikan
memberikan arahan penyem- rancangan perda
dan refernsi lain draft
purnaan draft kepada Kepala rancangan
Sub Bag. Perumusan Perda perda
9. Kepala Sub Bag. Perumusan Masukan
Perda melakukan penyempurna- perbaikan draft Draft
rancngan
an draft rancangan perda rancangan perda
dan arahan perda yang
berdasarkan hasil rapat koor- siap untuk
dinasi (finalisasi) dan disiapkan pimpinan
diajukan
pengantar dan surat Gubernur kepada DPRD
untuk diteruskan kepada DPRD.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
10.. Kepala Biro Hukum menanda-
Draft rancangan Net surat
tangani nota pengantar dan perda yang siap pengantar
memaraf surat Gubernur pengan- diajukan kepada rancangan
tar Raperda kepada DPRD DPRD perda kepada
bersama-sama Asisten dan Sekda DPRD

11.. Gubernur menandatangani surat Draft rancangan Surat


pengantar rancangan perda perda dan net pengantar
kepada DPRD yang telah diparaf surat pengantar rancangan
oleh Kepala Biro Hukum, kepada DPRD perda siap
dikirim.
Asisten Sekda dan Sekda
Surat pengan-tar Penyempurna
12. Rancangan Perda disampaikan an draft
dan draft
kepada DPRD untuk dijadwal- rancangan
rancangan perda
kan dan dibahas di DPRD bahasan
Pemda dan
DPRD
13. Perbaikan rancangan perda hasil Draft hasil Raperda siap
pembahasan bersama dengan bahasan Pemda ditetapkan
DPRD dan DPRD oleh
Gubernur
14. Penyampaian Raperda tentang Raperda tentang Surat
Pajak Daerah, Retribusi Daerah Pajak Daerah, pengantar
dan Tata Ruang kepada Retribusi evaluasi
Daerah dan Tata raperda.
Mendagri untuk evaluasi
Ruang
15. Evaluasi Raperda tentang Pajak Surat pengantar Hasil evaluasi
Daerah, Retribusi Daerah dan dan 3 raperda raperda
Tata Ruang oleh Mendagri tertentu tertentu

16. Penyampaian naskah rancangan Rancangan Raperda


perda oleh Pimpinan DPRD perda yang siap diterima oleh
kepada Gubernur untuk ditetap-kan oleh Pemda dan
penetapan, melalui Biro Hukum Gubernur siap untuk
ditetapkan

17. Finalisasi naskah peraturan Rancangan Raperda siap


daerah dan meneruskan hasil perda dari ditanda
finaslisasi kepada Gubernur DPRD tangani
Gubernur

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Rancngan Peraturan
18. Penandatangan Peraturan Daerah Peraturan daerah
oleh Gubernur Daerah

19. Peraturan Pengundangan


Pengundangan Peraturan Daerah Daerah Perda pada
dalam Lembaran Daerah Lembaran
Daerah

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

H. RUDY ARIFFIN
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

NOMOR TAHUN 2011

TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Menimbang : a. bahwa rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penetapan


produk hukum daerah, dipandang perlu menetapkan Standar
Operasional Prosedur Pembentukan Peraturan Daerah Pemerintah
Provinsi Kalimantan Selatan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a,
perlu menetapkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Jo. Undang-Undang Nomor
21 Tahun 1958 tentang penetapan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1957 antara lain Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I
Kalimantan Selatan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1106);
2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;
4. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan
Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593).
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi dan
Pemerintahan Kabupaten dan Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4737) ;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4816) ;
8. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan
Pengundangan, Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan ;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang
Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah ;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah :
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Lembaran Daerah dan Berita Daerah.
12. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan.
13. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 5 Tahun
2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2008 Nomor 5) ;
14. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 6 Tahun 2008
tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Prvinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2008 Nomor 6);
15. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor Tahun 2009
tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Unsur-unsur
Organisasi Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

M E M U T U S K AN :

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN TENTANG STANDAR


OPERASIONAL PROSEDUR PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.

2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai


penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
3. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
6. Asisten Terkait adalah Asisten Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan
yang secara substansial terkait dengan materi peraturan daerah yang dibentuk.
7. Biro Hukum adalah Biro Hukum pada Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan.
8. Kepala Biro Hukum adalah Kepala Biro Hukum pada Sekretariat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan.
9. Kepala Bagian Perundang-undangan adalah Kepala Bagian Perundangan pada
Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
10. Kepala Sub Bagian Perumusan Peraturan Daerah adalah Kepala Sub Bagian
Perumusan Peraturan Daerah pada Bagian Perundang-undangan, Biro Hukum
Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
11. Sub Bagian Tata Usaha Biro Hukum yang selanjutnya disebut Sub Bagian Tata
Usaha adalah Sub Bagian Tata Usaha Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan.
12. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah Satuan
Kerja Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan yang terdiri dari
Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis
Daerah yang berbentuk badan, kantor dan rumah sakit daerah.
13. Unit kerja adalah biro-biro di lingkungan Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan.
14. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

BAB II
STANDAR OPERATING PROSEDUR
PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
Pasal 2
(1) Setiap rancangan peraturan daerah yang akan dibentuk perlu dilakukan harmonisasi
sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
(2) Harmonisasi rancangan peraturan daerah dilaksanakan oleh Biro Hukum.
(3) Permohonan harmonisasi disampaikan oleh SKPD/Unit kerja kepada Biro Hukum
melalui Sub Bagian Tata Usaha Biro dengan disertakan berkas konsep rancangan
peraturan daerah dan bahan-bahan lainnya yang diperlukan dalam pembentukan
peraturan daerah yang bersangkutan.
(4) Setiap permohonan harmonisasi rancangan peraturan daerah dicatat dalam buku
agenda dan diberikan tanda bukti penerimaan berkas kepada SKPD/Unit kerja yang
bersangkutan.

Pasal 3

(1) Permohonan harmonisasi rancangan peraturan daerah disampaikan kepada Kepala


Biro Hukum untuk mendapat arahan tindak lanjutnya.
(2) Kepala Biro Hukum mempelajari substansi rancangan peraturan daerah dan
memberikan arahan melalui disposisi kepada Kepala Bagian Perundang-undangan
untuk menindaklanjuti permohonan
Pasal 4
(1) Kepala Bagian Perundang-undangan mempelajari substansi permohonan
harmonisasi rancangan peraturan daerah.
(2) Kepala Bagian Perundang-undangan memberikan arahan harmonisasi rancangan
peraturan daerah kepada Kepala Sub Bagian Perumusan Peraturan Daerah sesuai
dengan substansi, format dan kaidah pembentukan peraturan daerah.
(3) Kepala Sub Bagian Perumusan Peraturan Daerah melaksanakan harmonisasi
konsep rancangan peraturan daerah dalam bentuk draft rancangan peraturan
daerah.
(4) Kepala Sub Bagian Perumusan Peraturan Daerah melaporkan hasil kegiatan
harmonisasi dengan menyampaikan draft rancangan peraturan daerah kepada
Kepala Biro Hukum melalui Kepala Bagian Perundang-undangan.

Pasal 5

(1) Kepala Biro Hukum memeriksa dan mempelajari draft rancangan peraturan daerah
dan memprakarsai penyelenggaraan rapat koordinasi eksekutif.
(2) Rapat koordinasi eksekutif diikuti oleh Biro Hukum, SKPD/Unit kerja yang terkait
dengan substansi draft rancangan peraturan daerah dan Asisten yang membidangi.
(3) Rapat koordinasi diselenggarakan untuk mendapatkan masukan untuk
penyempurnaan draft rancangan peraturan daerah.
(4) Berdasarkan hasil rapat koordinasi eksekutif, Kepala Biro Hukum memerintahkan
kepada Kepala Sub Bagian Perumusan Peraturan Daerah menyempurnakan draft
rancangan peraturan daerah, sesuai dengan hasil rapat koordinasi eksekutif.

Pasal 6
(1) Kepala Sub Bagian Perumusan Peraturan Daerah melaksanakan penyempurnaan
draft rancangan peraturan daerah sesuai perintah Kepala Biro Hukum.
(2) Kepala Sub Bagian Perumusan Peraturan Daerah menyiapkan nota pengantar
rancangan peraturan daerah kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah dan surat
Gubernur kepada DPRD tentang penyampaian rancangan peraturan daerah.
(3) Nota pengantar dan surat Gubernur kepada DPRD sesuai kewenangan dan
berjenjang diparaf oleh Kepala Bagian Perundang-undangan, Kepala Biro Hukum,
Asisten yang membidangi dan Sekretaris Daerah diteruskan kepada Gubernur
untuk ditandatangani.
(4) Dengan surat Gubernur rancangan peraturan daerah disampaikan kepada DPRD
untuk dijadwalkan dan dibahas di DPRD.

Pasal 7

(1) Berdasarkan surat Gubenur, DPRD menjadwalkan dan membahas rancangan


peraturan daerah sesuai dengan sistem, prosedur dan ketentuan-ketentuan yang
diatur dan ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Berdasarkan hasil pembahasan bersama DPRD dan Pemerintah Daerah terhadap
rancangan peraturan daerah yang diajukan, dilaksanakan perbaikan dan
penyempurnaan materi rancangan peraturan daerah yang bersangkutan.
Pasal 8

Rancangan peraturan daerah yang telah disempurnakan khusus yang mengatur tentang
pajak daerah, retribusi daerah dan tata ruang, disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri
untuk proses evaluasi.

Pasal 9

(1) Pimpinan DPRD menyampaikan naskah rancangan peraturan daerah yang telah
diperbaiki dan disempurnakan kepada Gubernur untuk proses penetapan.
(2) Biro Hukum melaksanakan finalisasi terhadap naskah rancangan peraturan daerah
sesuai dengan format, norma dan kaidah-kaidah penetapan peraturan daerah.
(3) Hasil finalisasi rancangan peraturan daerah dilaporkan kepada Gubernur melalui
Asisten dan Sekretaris Daerah untuk penandatanganan dan penetapan menjadi
peraturan daerah.

Pasal 10

(1) Peraturan daerah yang telah ditetapkan diberikan nomor peraturan daerah.

(2) Peraturan daerah diundangkan dalam lembaran daerah oleh Sekretaris Daerah.

Pasal 11

Format Standar Operasional Prosedur Pembentukan Peraturan Daerah sebagaimana


terlampir dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.

BAB III
TATA KERJA
Pasal 12

(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pembentukan Peraturan Daerah wajib membangun komitmen tinggi untuk
mendukung pelaksanaannya.

(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pembentukan Peraturan Daerah wajib mengembangkan koordinasi dan kerjasama
maksimal dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.

(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pembentukan Peraturan Daerah wajib memperhatikan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.
BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 13

(3) Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan Standar Operasional Prosedur, dipandang


perlu menyediakan sarana dan prasarana pendukung kegiatan sesuai dengan
kebutuhan.

(4) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus dalam pembentukan peraturan daerah secara efisien,
efektif dan tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk pembentukan
peraturan daerah

BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 15

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini


dengan penempatannya dalam Berita Daerah.

Ditetapkan di Banjarmasin
pada tanggal

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

H. RUDY ARIFFIN

Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN,

H.M. MUCHLIS GAFURI


BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
TAHUN 2011 NOMOR
LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN
SELATAN
NOMOR TAHUN 2011
TANGGAL
_______________________________________
Nomor SOP
SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI Tanggal Pembuatan
KALIMANTAN SELATAN Tanggal Revisi
STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) Tanggal Efektif
PELAYANAN EVALUASI, FASILITASI, DAN Disahkan oleh
KLARIFIKASI RAPERDA/PERDA
Nama SOP
KABUPATEN/KOTA

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


1. Perda Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah a. memahami dengan baik kegiatan yang harus dilakukan dalam menunjang tugas ;
Provinsi Kalimantan Selatan. b. memahami dengan baik ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan ;
2. Pergub. Kalsel Nomor Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Unsur-unsur c. memahami dengan baik paeraturan perundang-undangan sesuai substansi raperda/perda ;
Organisasi Setda Provinsi Kalimantan Selatan d. mempunyai komitmen tinggi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada klien.
Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :
1. a. perangkat komputer khusus untuk pengetikan hasil evaluasi, fasilitasi, dan klarifikasi raperda/perda kab/kota ;
2. b. lemari/filling cabinet untuk menyimpan arsip/dokumen kegiatan.;
Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :
SOP ini merupakan prosedur baku yang wajib dilaksanakan dalam pelayanan evaluasi, fasilitasi, dan a. dokumentasi hasil evaluasi, fasilitasi, dan klarifikasi raperda/perda kabupaten/kota ;
klarifikasi Raperda/Perda Kabupaten/Kota dan jika tidak dilaksanakan akan mengakibatkan tidak b. dokumentasi/laporan evaluasi, fasilitasi, dan klarifikasi raperda/perda kabupetn/kota..
terlaksananya pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota..

PE LAK S AN A BAKU MUTU


NO. KEGIATAN Subbag TU Ka. Sub Bag Kabag. Hk. Karo Bag. TU
Biro Hukum Fasilitasi & Asisten Sekda Biro Perlengkapan Waktu Output KETERANGAN
dan HAM. Hukum Pemerintahan Umum
Klarifikasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Berkas Penyerahan
1. Penerimaan berkas permohonan evaluasi, bukti
permohonan
fasilitasi, dan klarifikasi raperda/perda penerimaan
lengkap
kab/kota bekas
2. Penelitian kelengkapan berkas Berkas Kelengkapan
permohonan dan berkas sesuai
permohonan evaluasi, faslilitasi dan dengan
klarifikasi raperda/perda kab/kota kelengkapannya
persyaratan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Berkas
Berkas tercatat dalam
3. Pencatatan dalam agenda surat masuk dan permohonan dan agenda surat
kelengkapannya masuk
diteruskan kepada Kepala Biro Hukum

4. Dipelajari oleh Kepala Biro Hukum dan Berkas Disposisi


diberikan disposisi/arahan kepada Kepala permohonan /arahan tindak
Bagian Evaluasi Hukum dan HAM. selengkapnuya lanjut

5. Kepala Bag. Evaluasi Hukum dan HAM Berkas Arahan


mempelajari substansi raperda/perda dan permohonan, Kabag. Ev.
memberikan arahan kepada Kepala Sub arahan Kepala Hukum dan
Bagian Fasilitasi dan Klarifikasi. Biro Hukum HAM

6. Kepala Sub Bag. Fasilitasi dan Klarifikasi Berkas Hasil


melaksanakan evaluasi, fasilitasi, dan permohonan, evaluasi,
klarifikasi terhadap raperda/perda arahan pimpinan fasilitasi, dan
kab/kota yang diterima, dan hasilnya dan referensi klarifikasi
diteruskan kepada Kepala Bagian sesuai substansi serta nota
Evaluasi Hukum dan HAM. pengantar

7. Kepala Bagian Evaluasi Hukum dan Hasil evaluasi, Hasil


HAM mengoreksi hasil evaluasi, fasilitasi fasilitasi dan evaluasi,
dan klarifikasi, membubuhkan paraf serta klarifikasi dan fasilitasi dan
meneruskan kepada Kepala Biro Hukum . nota pengantar klarifikasi
serta nota
terparaf
Hasil
8. Kepala Biro Hukum memeriksa hasil Hasil evaluasi, evaluasi,
evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi, fasilitasi dan fasilitasi dan
membubuhkan paraf dan meneruskan klarifikasi serta klarifikasi
kepada Asisten Pemerintahan nota terparaf serta nota
terparaf

9. Asisten Pemerintahan memeriksa hasil Hasil evaluasi, Hasil


evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi fasilitasi dan evaluasi,
raperda/perda kab/kota, membubuhkan klarifikasi serta fasilitasi dan
paraf dan meneruskan kepada Sekda nota terparaf klarifikasi
serta nota
terparaf

1 2 3 4 5 6 8 9 10 12 13 14 15

10. Sekretaris Daerah memeriksa hasil Hasil evaluasi, Hasil


evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi dan fasilitasi dan evaluasi,
membubuhkan tandatangan atas nama klarifikasi serta fasilitasi dan
Gubernur Kalimantan Selatan, serta nota terparaf klarifikasi
tertanda-
mengembalikan berkas ke Biro Hukum
tangani
11. Berkas diterima oleh Biro Hukum dan Hasil evaluasi, Kartu kendali
dilakukan penomoran surat keluar ke fasilitasi dan permintaan
Bagian Tata Usaha Biro Umum oleh klarifikasi perda nomor surat
Kepala Sub Bagian Tata Usaha Biro kab/kota keluar
Hukum.

Berkas hasil Surat


12. Penomoran surat hasil evaluasi, fasilitasi evaluasi, pengantar
dan klarifikasi raperda/perda kab/kota dan fasilitasi dan hasil evaluasi,
dibubuhkan stempel dinas, dikembalikan klarifikasi serta fasilitasi dan
kepada Sub Bagian Tata Usaha Biro kartu kendali konfirmasi
Hukum. permintaan diberi nomor
nomor dan stempel
13. Surat hasil evaluasi, fasilitasi dan Surat pengantar Tanda terima
klarifikasi yang telah bernomor dan hasil evaluasi, perpindahan
berstempel dinas diterima oleh Ka. Sub. fasilitasi dan berkas dari
Bagian TU Biro Hukum, diteruskan konfirmasi Sub Bag TU
bernomor dan ke Sub Bag
kepada Kepala Sub Bagian Fasilitasi dan
berstempel terkait
Klarifikasi

14. Surat hasil evaluasi, fasilitasi, klarifikasi Surat hasil Tanda terima
diserahkan/dikirimkan kepada evaluasi, penerimaan
kabupaten /kota terkait dengan tanda fasilitasi dan berkas dari
terima berkas/surat. konfirmasi kab/kota
bernomor dan terkait
berstempel
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

H. RUDY ARIFFIN
LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN
SELATAN
NOMOR TAHUN 2011
TANGGAL
________________________________________

Nomor SOP
SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI Tanggal Pembuatan
KALIMANTAN SELATAN Tanggal Revisi
STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP)
Tanggal Efektif
PELAYANAN KOREKSI/PENELITIAN PERATURAN,
Disahkan oleh
KEPUTUSAN DAN INSTRUKSI GUBERNUR
Nama SOP

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


1. Perda Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah a. memahami dengan baik kegiatan yang harus dilakukan dalam menunjang tugas ;
Provinsi Kalimantan Selatan. b. memahami dengan baik ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan ;
2. Pergub. Kalsel Nomor Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Unsur-unsur c. memhami dengan baik paeraturan perundang-undangan sesuai substansi raperda ;
Organisasi Setda Provinsi Kalimantan Selatan d. mempunyai komitmen tinggi untuk menyelesaikan setiap tahapan kegiatan tepat sasaran dan tepat waktu.
Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :
1. a. perangkat computer khusus untuk prosessing koreksi/penelitian peraturan/keputusan/instruksi gubernur ;
b. filling cabinet untuk menyimpan arsip/dokumen koreksi /penelitian.;
2.
Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :
SOP ini merupakan prosedur baku yang wajib dilaksanakan dalam pelayanan koreksi/penelitian Peraturan, a. dokumentasi korekksi/penelitian peraturan/keputusan/inmstruksi Gubenur Kalimantan Selatan ;
Keputusan dan Instruksi Gubernur Kalimantan Selatan dan jika tidak dilaksanakan akan mengakibatkan
ketidak tepatan format, ketidak sinkronan dan ketidaktepatan waktu dalam rumusan Peraturan, Keputusan b. dokumentasi/laporan monitoring dan evaluasi realisasi penyempurnaan peraturan/keputusan/instruksi gubernur.
dan Instruksi Gubenur..

PE LAK S AN A BAKU MUTU


NO. KEGIATAN Subbag Kasubag Kabag Karo SKPD/ Unit Asisten
TU Biro PPHL Pert. Per- Kerja yang mem- Perlengkapan Waktu Output KETERANGAN
Hukum Sekda Gubernur
Hukum UU-an bidangi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1. Penerimaan berkas permohonan Surat/nota dinas Penyerahan
permintaan pe- bukti
koreksi/penelitian rancangan penerimaan
nelitian/koreksi
peraturan, keputusan dan instruksi dan draft naskah berkas
gubernur yang dikoreksi

Catatan berkas
2. Pencatatan dalam agenda surat Berkas
permohonan
masuk dan disampaikan kepada permohonan koreksi/
Kepala Biro Hukum untuk mendapat koreksi/peneli- penelitian draft
disposisi/arahan. tian lengkap naskah praturan,
keputusan dan
instruksi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 15

3. Dipelajari dan diberikan Berkas Disposisi/


permohonan arahan tindak
disposisi/arahan kepada Kabag
koreksi / lanjut koreksi/
Perundang-undangan untuk ditindak penelitian
lanjuti. penelitian
selengkapnuya kepada Kabag
Per-UU-an
4. Kabag. Perundang-undangan mem- Berkas Arahan Kepala
permohonan Sub Bagian
pelajari materi permasalahan dan
koreksi/peneliti- Perumusan
mem-berikan arahan koreksi/ an dan arahan
penelitian kepada Kepala Sub Bag Produk Hukum
Kepala Biro Lain-lain
Perumusan Produk Hukum Lain. Hukum

5. Kepala Sub Bag. Perumusan Produk Berkas Hasil koreksi/


Hukum Lain melaksanakan permohonan, penelitian draft
koreksi/penelitian dan pengkajian arahan pimpinan rancangan
draft rancangan peraturan/keputusan/ dan referensi peraturan/
sesuai substansi keputusan/
instruksi dan dilaporkan kepada
instruksi
Kepala Bagian Perundang-undangan. gubernur

6. Kepala Bagian Perundang-undangan Hasil koreksi/ Hasil koreksi/


memeriksa hasil koreksi/penelitian penelitian draft penelitian draft
dan membubuhkan paraf serta rancangan pera- rancangan yang
diteruskan kepada Kepala Biro turan/keputusan/ telah diparaf
instruksi gub. Kabag Per-UU-
Hukum
an
7. Kepala Biro Hukum memeriksa hasil Hasil koreksi/ Hasil koreksi/
penelitian draft penelitian draft
koreksi/penelitian draft rancangan
rancangan yang rancangan yang
peraturan/keputusan/instruksi guber- telah ditanda
nur dan membubuhkan tanda tangan telah diparaf
Kabag Per-UU- tangani Kepala
serta menyerahkan kepada Sub Bag Biro Hukum
an
TU Biro Hukum.

8. Kepala Sub Bagian Tata Usaha Biro Hasil koreksi/ Hasil koreksi/
penelitian draft penelitian draft
memberikan nomor dan mencatat
rancangan yang rancangan yang
surat/nota dinas hasil koreksi/ telah ditanda
penelitian draft rancangan peraturan/ telah ditanda
tangani Kepala tangani Kepala
keputusan/instruksi gubernur dan Biro Hukum
Biro Hukum
menyerahkan kepada Kepala Sub diberikan nomor
Bagian Perumusan Produk Hukum dan dicatat
Lain. dalam agenda .

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

10.. Kepala Sub Bagian Perumusan


Produk Hukum Lain menyerahkan
hasil koreksi/penelitian kepada
SKPD/unit kerja pemohon.

11.. SKPD/Unit kerja pemohon


menyempurnakan draft rancangan
peraturan/keputusan/instruksi sesuai
hasil koreksi/penelitian

12. Rancangan peraturan / keputusan/


instruksi yang telah diperbaiki
diberikan paraf koordinasi oleh
Kepala SKPD/Unit kerja, Asisten dan
Sekda dan diteruskan kepada
Gubenrur untuk ditandatangani
13. Rancangan peraturan / keputusan /
instruksi ditandatangani oleh
Gubenur menjadi Peraturan/
Keputusan/Instruksi Gubernur
14. Peraturan/Keputusan/Instruksi Gu-
bernur diterima kembali oleh SKPD/
Unit Kerja dan diteruskan kepada
Biro Hukum melalui Sub Bagian
Perumusan Produk Hukum Lain
untuk diproses penomoran dan
pengundangannya.
15. Sub Bagian Perumusan Produk
Hukum Lain memberikan nomor
penetapan dan nomor pengundangan
untuk Peraturan Gubernur dan nomor
penetapan untuk Keputusan dan
Instruksi Gubernur, dan diserahkan
kembali kepada SKPD/Unit Kerja

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

16. Peraturan / Keputusan / Instruksi


Gubernur dilaksanakan oleh SKPD/
Unit Kerja.

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

H. RUDY ARIFFIN
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

NOMOR TAHUN 2010

TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PELAYANAN EVALUASI, FASILITASI DAN KLARIFIKASI
RAPERDA/PERDA KABUPATEN/KOTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Menimbang : a. bahwa rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembinaan


produk hukum kabupaten/kota se Kalimantan Selatan dipandang
perlu menetapkan Standar Operasional Prosedur Pelayanan
Evaluasi, Fasilitasi dan Klarifikasi Raperda/Perda Kabupaten Kota;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a,
perlu menetapkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Jo. Undang-Undang Nomor
21 Tahun 1958 tentang penetapan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1957 antara lain Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I
Kalimantan Selatan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1106);
2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;
4. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan
Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593).
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi dan
Pemerintahan Kabupaten dan Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4737) ;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4816) ;
8. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan
Pengundangan, Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan ;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang
Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah ;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah :
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Lembaran Daerah dan Berita Daerah.
12. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan.
13. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 5 Tahun
2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2008 Nomor 5) ;
14. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 6 Tahun 2008
tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Prvinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2008 Nomor 6);
15. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor Tahun 2009
tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Unsur-unsur
Organisasi Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

M E M U T U S K AN :

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN TENTANG STANDAR


OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN EVALUASI, FASILITASI DAN
KLARIFIKASI RAPERDA/PERDA KABUPATEN/KOTA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
2. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
3. Asisten Pemerintahan adalah Asisten Pemerintahan Sekretaris Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan.
4. Biro Hukum adalah Biro Hukum pada Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan.
5. Kepala Biro Hukum adalah Kepala Biro Hukum pada Sekretariat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan.
6. Kepala Bagian Evaluasi Hukum dan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya
disebut Kepala Bagian Evaluasi Hukum dan HAM adalah Kepala Bagian
Evaluasi Hukum dan Hak Asasi Manusia pada Biro Hukum Sekretariat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan.
7. Kepala Sub Bagian Fasilitasi dan Klarifikasi adalah Kepala Sub Bagian Fasilitasi
dan Klarifikasi pada Bagian Evaluasi Hukum dan Hak Asasi Manusia, Biro
Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
8. Sub Bagian Tata Usaha Biro Hukum yang selanjutnya disebut Sub Bagian Tata
Usaha adalah Sub Bagian Tata Usaha Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan.
9. Kabupaten/Kota adalah kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Selatan.

BAB II
STANDAR OPERATING PROSEDUR
PELAYANAN EVALUASI, FASILITASI DAN KLARIFIKASI
RAPERDA/PERDA KABUPATEN/KOTA
Pasal 2

(1) Permohonan evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi rancangan peraturan daerah/peraturan


daerah kabupaten/kota disampaikan kepada Gubernur.
(2) Surat permohonan evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi rancangan peraturan
daerah/peraturan daerah kabupaten/kota diserahkan kepada Sub Bagian Tata Usaha
Biro pada Biro Hukum.
(3) Surat permohonan evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi rancangan peraturan
daerah/peraturan daerah diteliti kelengkapannya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
(4) Permohonan evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi rancangan peraturan daerah/peraturan
daerah yang telah memenuhi syarat dan ketentuan, dicatat dalam buku agenda surat
masuk dan diberikan tanda bukti penerimaan berkas kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota yang tekait.

Pasal 3

(1) Permohonan evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi rancangan peraturan daerah/peraturan


daerah disampaikan kepada Kepala Biro Hukum.

(2) Kepala Biro Hukum mempelajari substansi permohonan dan memberikan


arahan/disposisi kepada Kepala Bagian Evaluasi Hukum dan HAM untuk memproses
evaluasi/fasilitasi/konfirmasi terhadap rancangan peraturan daerah/peraturan daerah
yang dilampirkan.

Pasal 4
(1) Kepala Bagian Evaluasi Hukum dan HAM mempelajari substansi rancangan
peraturan daerah/peraturan daerah kabupaten/kota yang disampaikan.
(2) Kepala Bagian Evaluasi Hukum dan HAM memberikan arahan kepada Kepala Sub
Bagian Fasilitasi dan Klarifikasi untuk melaksanakan evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi
terhadap rancangan peraturan daerah/peraturan daerah kabupaten/kota.
Pasal 5

(1) Kepala Sub Bagian Fasilitasi dan Klarifikasi mempelajari rancangan peraturan
daerah/peraturan daerah kabupaten/kota yang disampaikan.
(2) Kepala Sub Bagian Fasilitasi dan Klarifikasi melaksanakan evaluasi, fasilitasi dan
klarifikasi terhadap rancangan peraturan daerah/peraturan daerah kabupaten/kota,
sesuai dengan norma dan kaidah perumusan produk hukum daerah.
(3) Kepala Sub Bagian Fasilitasi dan Klarifikasi melaporkan hasil kegiatan evaluasi,
fasilitasi dan klarifikasi terhadap rancangan peraturan daerah/peraturan daerah
kabupaten/kota dengan menyampaikan hasil evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi
kepada Kepala Bagian Evaluasi Hukum dan HAM.

Pasal 6

(1) Kepala Bagian Evaluasi Hukum dan HAM mempelajari dan mengoreksi hasil
evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi terhadap rancangan peraturan daerah/peraturan
daerah kabupaten/kota.
(2) Kepala Bagian Evaluasi Hukum dan HAM menyetujui hasil evaluasi, fasilitasi dan
klarifikasi dengan membubuhkan paraf.
(3) Kepala Bagian Evaluasi Hukum dan HAM melaporkan dan menyerahkan hasil
evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi kepada Kepala Biro Hukum.

Pasal 7

(1) Kepala Biro Hukum memeriksa dan mempelajari hasil evaluasi, fasilitasi dan
klarifikasi terhadap rancangan peraturan daerah/peraturan daerah kabupaten/kota.
(2) Kepala Biro Hukum membubuhkan paraf pada naskah hasil evaluasi, fasilitasi dan
klarifikasi.
(3) Kepala Biro Hukum melaporkan dan menyerahkan hasil evaluasi, fasilitasi dan
klarifikasi kepada Asisten Pemerintahan.

Pasal 8

(1) Asisten Pemerintahan memeriksa dan mempelajari hasil evaluasi, fasilitasi dan
klarifikasi terhadap rancangan peraturan daerah/peraturan daerah kabupaten/kota.
(2) Asisten Pemerintahan membubuhkan paraf pada naskah hasil evaluasi, fasilitasi dan
klarifikasi.
(3) Asisten Pemerintahan melaporkan dan menyerahkan hasil evaluasi, fasilitasi dan
klarifikasi kepada Asisten Pemerintahan.

Pasal 9

(1) Sekretaris Daerah memeriksa hasil evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi terhadap
rancangan peraturan daerah/peraturan daerah kabupaten/kota.
(2) Sekretaris Daerah atas nama Gubernur menandatangani hasil evaluasi, fasilitasi dan
klarifikasi terhadap rancangan peraturan daerah/peraturan daerah kabupaten/kota.
(3) Hasil evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi terhadap rancangan peraturan
daerah/peraturan daerah kabupaten/kota dikembalikan kepada Biro Hukum.
Pasal 10

(1) Berkas hasil evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi terhadap rancangan peraturan
daerah/peraturan daerah kabupaten/kota diterima oleh Biro Hukum.

(2) Hasil evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi dimintakan penomoran surat keluar ke Bagian
Tata Usaha pada Biro Umum oleh Kepala Bagian Tata Usaha Biro Hukum dengan
membuat kartu kendali surat keluar.

Pasal 11

(1) Bagian Tata Usaha pada Biro Umum memberikan nomor surat keluar hasil evaluasi,
fasilitasi dan klarifikasi terhadap rancangan peraturan daerah/peraturan daerah
kabupaten/kota dan membubuhkan stempel dinas.
(2) Hasil evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi diserahkan kepada Biro Hukum dan
diserahkan kepada Kepala Sub Bagian Fasilitasi dan Klarifikasi.

Pasal 12

Hasil evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi terhadap rancangan peraturan daerah/peraturan


daerah diserahkan/dikirmkan kepada kabupaten/kota terkait dengan tanda bukti
penerimaan berkas.

Pasal 13

Format Standar Operasional Prosedur Pelayanan Evaluasi, Fasilitasi dan Klarifikasi


Rancangan Peraturan Daerah/Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana terlampir
dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.

BAB III
TATA KERJA
Pasal 14

(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Evaluasi, Fasilitasi dan Klarifikasi Rancangan Peraturan
Daerah/Peraturan Daerah Kabupaten/Kota wajib membangun komitmen tinggi untuk
mendukung pelaksanaannya.

(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Evaluasi, Fasilitasi dan Klarifikasi Rancangan Peraturan
Daerah/Peraturan Daerah Kabupaten/Kota wajib mengembangkan koordinasi dan
kerjasama maksimal dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan
publik.

(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Evaluasi, Fasilitasi dan Klarifikasi Rancangan Peraturan
Daerah/Peraturan Daerah Kabupaten/Kota wajib memperhatikan ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.
BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 15

(1) Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan Standar Operasional Prosedur,


dipandang perlu menyediakan sarana dan prasarana pendukung kegiatan sesuai
dengan kebutuhan.

(2) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus dalam pelayanan evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi
rancangan peraturan daerah/peraturan daerah kabupaten/kota secara efisien, efektif
dan tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk pelayanan evaluasi,
fasilitasi dan klarifikasi rancangan peraturan daerah/peraturan daerah
kabupaten/kota

BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 17

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini


dengan penempatannya dalam Berita Daerah.

Ditetapkan di Banjarmasin
pada tanggal

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

H. RUDY ARIFFIN

Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN,

H.M. MUCHLIS GAFURI


BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
TAHUN 2011 NOMOR
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

NOMOR TAHUN 2010

TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PELAYANAN KOREKSI/PENELITIAN PERATURAN GUBERNUR,
KEPUTUSAN GUBERNUR DAN INSTRUKSI GUBERNUR
KALIMANTAN SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Menimbang : a. bahwa rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penetapan


produk hukum daerah, dipandang perlu menetapkan Standar
Operasional Prosedur Pelayanan Koreksi/Penelitian Peraturan
Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur Kalimantan
Selatan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a,
perlu menetapkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Jo. Undang-Undang Nomor
21 Tahun 1958 tentang penetapan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1957 antara lain Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I
Kalimantan Selatan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1106);
2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
16. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;
17. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).
18. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan
Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593).
19. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi dan
Pemerintahan Kabupaten dan Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4737) ;
20. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4816) ;
21. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan
Pengundangan, Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan ;
22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang
Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah ;
23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah :
24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Lembaran Daerah dan Berita Daerah.
25. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan.
26. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 5 Tahun
2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2008 Nomor 5) ;
27. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 6 Tahun 2008
tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Prvinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2008 Nomor 6);
28. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor Tahun 2009
tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Unsur-unsur
Organisasi Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

M E M U T U S K AN :

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN TENTANG STANDAR


OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN KOREKSI/PENELITIAN
PERATURAN GUBERNUR, KEPUTUSAN GUBERNUR DAN INSTRUKSI
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.


2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai
penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
3. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
5. Asisten yang membidangi adalah Asisten Sekretaris Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan yang secara substansial membidangi materi yang diatur
dalam peraturan, keputusan dan instruksi Gubernur Kalimantan Selatan.
6. Biro Hukum adalah Biro Hukum pada Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan.
7. Kepala Biro Hukum adalah Kepala Biro Hukum pada Sekretariat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan.
8. Kepala Bagian Perundang-undangan adalah Kepala Bagian Perundangan pada
Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
9. Kepala Sub Bagian Perumusan Produk Hukum Lain adalah Kepala Sub Bagian
Perumusan Produk Hukum Lain pada Bagian Perundang-undangan, Biro
Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
10. Sub Bagian Tata Usaha Biro Hukum yang selanjutnya disebut Sub Bagian Tata
Usaha adalah Sub Bagian Tata Usaha Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan.
11. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah Satuan
Kerja Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan yang terdiri dari
Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis
Daerah yang berbentuk badan, kantor dan rumah sakit daerah.
12. Unit kerja adalah biro-biro di lingkungan Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan.
13. Peraturan Gubernur adalah Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan.
14. Keputusan Gubernur adalah Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan.
15. Instruksi Gubernur adalah Instruksi Gubernur Kalimantan Selatan.

BAB II
STANDAR OPERATING PROSEDUR
PELAYANAN KOREKSI/PENELITIAN PERATURAN GUBERNUR,
KEPUTUSAN GUBERNUR DAN INSTRUKSI GUBERNUR
Pasal 2

(1) Setiap draft rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi
Gubernur yang akan dibentuk perlu dilakukan koreksi/penelitian sesuai dengan
prosedur dan ketentuan yang berlaku.
(2) Koreksi/penelitian draft rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan
Instruksi Gubernur dilaksanakan oleh Biro Hukum.
(3) Permohonan Koreksi/penelitian draft rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan
Gubernur dan Instruksi Gubernur disampaikan oleh SKPD/Unit kerja kepada Biro
Hukum melalui Sub Bagian Tata Usaha Biro dengan disertakan berkas draft
rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur serta
bahan-bahan dan referensi lainnya yang diperlukan dalam koreksi/penelitian draft
rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur yang
bersangkutan.
(4) Setiap permohonan koreksi/penelitian draft rancangan Peraturan Gubernur,
Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur dicatat dalam buku agenda dan
diberikan tanda bukti penerimaan berkas kepada SKPD/Unit kerja yang
bersangkutan.
Pasal 3

(1) Permohonan koreksi/penelitian draft rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan


Gubernur dan Instruksi Gubernur disampaikan kepada Kepala Biro Hukum untuk
mendapat arahan tindak lanjutnya.
(2) Kepala Biro Hukum mempelajari substansi permohonan koreksi/penelitian draft
rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur dan
memberikan arahan melalui disposisi kepada Kepala Bagian Perundang-
undangan untuk menindaklanjuti permohonan koreksi/penelitian.

Pasal 4

(1) Kepala Bagian Perundang-undangan mempelajari substansi permohonan dan


draft rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi
Gubernur yang disampaikan.
(2) Kepala Bagian Perundangp-undangan memberikan arahan kepada Kepala Sub
Bagian Perumusan Produk Hukum Lain untuk melaksanakan koreksi/penelitian
draft rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi
Gubernur sesuai dengan substansi, format dan kaidah pembentukan produk
hukum daerah.

Pasal 5

(1) Kepala Sub Bagian Produk Hukum Lain mempelajari materi draft rancangan
Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur serta referensi
lainnya.
(2) Kepala Sub Bagian Perumusan Produk Hukum Lain melaksanakan
koreksi/penelitian dan pengkajian draft rancangan Peraturan Gubernur,
Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur Kepala Sub Bagian Perumusan
Peraturan Daerah sesuai dengan format dan kaidah pembentukan produk hukum
daerah.
(3) Kepala Sub Bagian Perumusan Produk Hukum Lain melaporkan hasil kegiatan
koreksi/penelitian draft rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan
Instruksi Gubernur dengan menyampaikan hasil koreksi/penelitian dan
pengkajian kepada Kepala Bagian Perundang-undangan.

Pasal 6

(1) Kepala Bagian Perundang-undangan memeriksa hasil koreksi/penelitian dan


pengkajian terhadap draft rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur
dan Instruksi Gubernur, dan membubuhkan paraf.
(2) Kepala Bagian Perundang-undangan melaporkan dan menyerahkan hasil
koreksi/penelitian dan pengkajian kepada Kepala Biro Hukum.

Pasal 7

(1) Kepala Biro Hukum memeriksa hasil koreksi/penelitian draft rancangan


Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur.
(2) Kepala Biro Hukum menandatangani hasil koreksi/penelitian dan pengkajian.
(3) Hasil koreksi/penelitian dan pengkajian yang telah ditandatangani oleh Kepala
Biro Hukum diserahkan kepada Sub Bagian Tata Usaha Biro.

Pasal 8

(1) Kepala Sub Bagian Tata Usaha Biro memberikan nomor dan mencatat
surat/nota dinas hasil koreksi/penelitian draft rancangan Peraturan Gubernur,
Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur dalam buku agenda.
(2) Kepala Sub Bagian Tata Usaha Biro menyerahkan surat/nota dinas hasil
koreksi/penelitian draft rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur
dan Instruksi Gubernur kepada Kepala Sub Bagian Perumusan Produk Hukum
Lain.

Pasal 9

(1)Kepala Sub Bagian Perumusan Produk Hukum Lain menyerahkan surat/nota dinas
koreksi/penelitian draft rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur
dan Instruksi Gubernur kepada SKPD/Unit kerja yang mengajukan permohonan
koreksi/penelitian.
(2) Kepala Sub Bagian Perumusan Produk Hukum Lain mencatat bukti tanda
terima penyerahan berkas hasil koreksi/penelitian.

Pasal 10

(1) SKPD/Unit kerja pemohon menyempurnakan draft rancangan Peraturan


Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur sesuai hasil
koreksi/penelitian.
(2) Rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur
yang telah diperbaiki dibuatkan pengantar kepada Gubernur dan diberikan paraf
koordinasi oleh Kepala SKPD/Unit kerja, Asisten yang membidangi dan
Sekretaris Daerah dan diteruskan kepada Gubernur untuk ditandatangani.

Pasal 11

(1) Rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur


ditandatangani oleh Gubernur menjadi Peraturan Gubernur, Keputusan
Gubernur dan Instruksi Gubernur.
(2) Naskah Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur
dikembalikan kepada SKPD/Unit kerja.

Pasal 12

(1) Naskah Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur diterima
kembali oleh SKPD/Unit kerja, diteruskan kepada Sub Bagian Perumusan
Produk Hukum Lain untuk diproses penomorannya.
(2) Naskah Peraturan Gubernur diberikan nomor penetapan dan nomor
pengundangan dalam Berita Daerah setelah diberikan tanda tangan
pengundangan oleh Sekretaris Daerah.
(3) Naskah Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur hanya diberikan nomor
penetapan.
Pasal 13

(1)Naskah Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur yang


telah ditetapkan penomorannya diserahkan kembali kepada SKPD/Unit kerja
untuk dilaksanakan.

(2)Biro Hukum mencatat Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi


Gubernur ke dalam dokumentasi produk hukum daerah.

Pasal 14

Format Standar Operasional Prosedur Pelayanan Koreksi/penelitian Rancangan


Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur sebagaimana
terlampir dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.

BAB III
TATA KERJA
Pasal 15

(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional


Prosedur Pelayanan Koreksi/penelitian Rancangan Peraturan Gubernur,
Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur, wajib membangun komitmen
tinggi untuk mendukung pelaksanaannya.

(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional


Prosedur Pelayanan Koreksi/penelitian Rancangan Peraturan Gubernur,
Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur, wajib mengembangkan koordinasi
dan kerjasama maksimal dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pelayanan publik.

(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional


Prosedur Pelayanan Koreksi/penelitian Rancangan Peraturan Gubernur,
Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur, wajib memperhatikan ketentuan
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.

BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 16

(1) Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan Standar Operasional Prosedur,


dipandang perlu menyediakan sarana dan prasarana pendukung kegiatan
sesuai dengan kebutuhan.

(2) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus dalam koreksi/penelitian rancangan Peraturan
Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur, secara efisien, efektif
dan tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk kegiatan
koreksi/penelitian naskah Rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan
Gubernur dan Instruksi Gubernur,
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 15

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah.

Ditetapkan di Banjarmasin
pada tanggal

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

H. RUDY ARIFFIN

Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN,

H.M. MUCHLIS GAFURI


BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
TAHUN 2011 NOMOR

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

H. RUDY ARIFFIN
LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI BARITO KUALA
NOMOR TAHUN 2011
TANGGAL
____________ ____________________________________
__________________
Nomor SOP
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DI Tanggal Pembuatan
KABUPATEN BARITO KUALA Tanggal Revisi
Tanggal Efektif
STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP)
Disahkan oleh Bupati Barito Kuala
PELAYANAN DI POLI UMUM
Nama SOP Pelayanan di Poli Umum

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang ... a. memahami dengan baik kegiatan yang harus dilakukan dalam menunjang tugas ;
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/SK/X/2003 tentang . b. memahami dengan baik ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan ;
3. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/2003 tentang Pelayanan Publik. c. memhami dengan baik paeraturan perundang-undangan sesuai substansi raperda ;
4. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/21/M.PAN/11/2008 tentang d. mempunyai komitmen tinggi untuk menyelesaikan setiap tahapan kegiatan tepat sasaran dan tepat waktu.
e. memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya.
Pedoman Penyusunan Standar Opearsional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan.

Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :


1. SOP Loket c. perangkat computer khusus untuk data dan rekam medik pasien ;
d. filling cabinet untuk menyimpan arsip/dokumen pelayanan.;
2. SOP Rujukan
3. SOP Apotik
4. SOP Laboratorium
Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :
SOP ini merupakan prosedur baku yang wajib dilaksanakan dalam pelayanan pasien di poli umum dan jika a. dokumentasi riwayat penyakit pasien ;
tidak dilaksanakan akan mengakibatkan ketidak pastian, ketidaktransparanan, ketidak sinkronan dan b. dokumentasi/laporan diagnose dan tindakan.
ketidaktepatan waktu dalam pelayanan pasien.

PE L AK S AN A MUTU BAKU KET


No. AKTIVITAS Dokter/
Pasien Loket Kasir Paramedis Poli Gigi KIA Gizi Lab. Apotik Sub Bag Rawat Rekam Kelengkap/ Waktu Output
Poli Inap Medik Persyaratan
TU
Umum

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

1. Pasien mendaftar di loket

2. Regristrasi pasien (kelengkapan


/persyaratan)

3. Menunggu panggilan di Poli Umum


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

4. Diagnose, Anamnese, pemeriksaan


pasien

5. Konsul ke KIA untuk kasus kebidanan.


Hasil konsul kembali ke Poli Umum

6. Konsul ke Gizi untuk kasus berkaitan


gizi. Hasil konsul kembali ke Poli
Umum

7. Pemeriksaan Lab. Hasl pemeriksaan


lab kembali ke Poli Umum

8. Melaksanakan tindakan sesuai


diagnosa
LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
NOMOR TAHUN 2011
TANGGAL
____________________________________
Nomor SOP
Tanggal Pembuatan
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Tanggal Revisi
Tanggal Efektif
Disahkan oleh Gubernur Kalimantan Selatan
Nama SOP Standar Operasional Prosedur Pelayanan Perizinan/Non Perizinan Pen. Modal

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. a. memahami dengan baik kegiatan yang harus dilakukan dalam menunjang tugas ;
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. b. memahami dengan baik ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan ;
3. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/2003 tentang Pelayanan Publik. c. memhami dengan baik paeraturan perundang-undangan pelayanan penanaman modal ;
4. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/21/M.PAN/11/2008 tentang d. mempunyai komitmen tinggi untuk menyelesaikan setiap tahapan kegiatan tepat sasaran dan tepat waktu.
e. memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya.
Pedoman Penyusunan Standar Opearsional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan.

Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :


1. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan e. perangkat computer khusus untuk data dan prosesing pelayanan perizinan dan non peizinan penanaman modal ;
Penyelenggaraan PPTSP di Bidang Penanaman Modal f. filling cabinet untuk menyimpan arsip/dokumen pelayanan.;

Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :


SOP ini merupakan prosedur baku yang wajib dilaksanakan dalam pelayanan perizinan dan Non perizinan c. dokumentasi perizinan dan non perizinan penanaman modal daerah ;
penanaman modal dan jika tidak dilaksanakan akan mengakibatkan ketidak pastian, ketidaktransparanan, d. dokumentasi/laporan monitoring dan evaluasi penanaman modal daerah.
ketidak sinkronan dan ketidaktepatan waktu dalam pelayanan investor.

P E L A K S ANA MUTU BAKU

NO AKTIVITAS Petugas Pemroses


Pemohon Loket Petugas Koordinator Kepala Tim Teknis Uji Bend. Kelengkapan Waktu Output KET
Validasi UP-PTSP Lapangan Perizinan/ Non /persyaratan
Pendaftaran/ BKPMD Perizinn Penerima
Pengambilan
13 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1. Pemohon mengambil
formulir, dan mengisi
informasi sesuai format
yang ditentukan

2. Formulir yang telah diisi


diserahkan kepada Petugas
Loket Pendaftaran ber-
sama-sama dengan berkas
permohonan.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

3. Petugas Loket Pendaftaran


menerima dan memeriksa
kelengkapan berkas per-
mohonan sesuai per-
syaratan. Jika tidak sesuai
persyaratan berkas dikem-
balikan kepada pemohon.

4. Berkas permohonan yang


tmemenuhi persyaratan
diregristrasi dan diterus-
kan kepada petugas
validasi.

5. Petugas Validasi melaku-


kan verifikasi dan validasi
terhadap berkas permo-
honan perizinan/non peri-
zinan.

6. Petugas Validasi menyam-


paikan hasil verifikasi
kepada Koordinator UP-
PTSP dengan beberapa
pertimbangan.

7. Jika berdasarkan verifikasi


dan validasi permohonan
perizinan perlu dilakukan
kaji lapang (field study),
Koordinator UP-PTSP
menyampaikan kepada
Kepala Badan untuk
menugaskan Tim Teknis
Uji Lapangan.

8. Kepala BKPMD menugas-


kan Tim Teknis Uji
Lapangan untuk melaksa-
nakan kaji lapang (field
study)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
9. Tim Teknis Uji Lapangan
melaksanakan kaji lapang
sesuai dengan hasil veri-
fikasi/validasi dan hasil-
nya dilaporkan kepada
Kepala BKPMD.
10. Jika hasil kaji lapang,
permohonan tidak layak
disetujui, Kepala BKPMD
memerintahkan untuk
disiapkan surat penolakan.
Jika hasil kaji lapang
layak disetujui, Kepala
BKPMD memerintahkan
menyiapkan surat izin
penanaman modal yang
dimohon.
11. Pemroses Perizinan
menyiapkan surat peno-
lakan permohonan
perizinan/non perizinan
yang tidak disetujui dan
surat izin/non perizinan
yang disetujui.
12. Surat penolakan dan atau
surat Izin/non perizinan
diperiksa dan diparaf oleh
Koordinator UP-PTSP dan
diteruskan kepada Kepala
BKPMD untuk ditanda-
tangani
13. Kepala BKPMD menan-
datangani surat penolakan
dan /atau surat Izin/non
perizinan dan menyerah-
kan kembali kepada
Koordinator UP-PTSP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
14. Surat penolakan dan/ atau
surat Izin/non peizinan
diterima oleh Koordinator
UP-PTSP dan diproses
penomoran/pencapan.
Koordinator UP-PTSP
memerintahkan pembuat-
an SKRD.
15. Pemroses Izin / Non
Perizinan memproses pe-
nomoran/pencapan dan
menyapkan SKRD
16. SKRD ditandatangani
oleh Koordinator UP-
PTSP bersama-sama surat
penolakan dan /atau surat
Izin/non perizinan diserah-
kan ke Loket untuk
diproses lanjut.
17. Petugas Loket Pendaftaran
/Pengambilan memberi-
tahukan penerbitan SKRD
kepada Pemohon
18. Pemohon yang ditolak
mengambil surat penlakan
dan yang disetujui
mengambil SKRD dan
membayar retribusi Izin /
non perizinan
19. Bendaharawan Penerima
menerima retribusi Izin
/Non perizinan dan
menyerahkan bukti pem-
bayaran retribusi.
20. Pemohon mengambil surat
Izin/non perizinan di loket
pengamblian dan menan-
datangani bukti penerima-
an surat izin/non perizinan
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
NOMOR TAHUN 2011

TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PELAYANAN PERZINAN DAN NON PERIZINAN PENANAMAN MODAL
PADA UNIT PELAKSANA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Menimbang : a. bahwa rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta


melaksanakan ketentuan Pasal 15 ayat (2) Peraturan Gubernur
Kalimantan Selatan Nomor 037 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang
Penanaman Modal, dipandang perlu menetapkan Standar
Operasional Prosedur Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan
Penanaman Modal;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a,
perlu menetapkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Jo. Undang-Undang


Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat
Nomor 10 Tahun 1957 antara lain mengenai Pembentukan Daerah
Swatantra Tingkat I Kalimantan Selatan sebagai Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1106);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3890);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
9. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4756) ;
10. Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4843) ;
11. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4846) ;
12. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038) ;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3547);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 197,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4018)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
13 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri
Sipil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4194);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263);
16 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4578);
17 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4593);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4741) ;
20. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4816);
21. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-
undangan;
22. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal;
23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59
Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah;
24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006
tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah;
25. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006
tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;
26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006
tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah;
28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008
tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan
Perizinan Terpadu di Daerah;
29 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 5 Tahun
2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008 Nomor 5);
30. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 6 Tahun
2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2008 Nomor 6);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR PELAYANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN
PENANAMAN MODAL PADA UNIT PENYELENGGARA
PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PROVINSI KALIMANTAN
SELATAN

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.


2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
3. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
5. Unit Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disebut UP-
PTSP adalah Unit Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu pada Badan
Koordinasi Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, yang
merupakan unsur organisasi mempunyai kewenangan memberikan pelayanan
perizinan dan non perizinan di bidang penanaman modalyang menjadi kewenangan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
6. Koordinator Unit Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya
disebut Koordinator UP-PTSP adalah Koordinator Penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal Provinsi Kalimantan Selatan.
7. Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah yang selanjutnya disebut BKPMD
adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
8. Kepala BKPMD adalah Kepala Badan Koordinasi Penaman Modal Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan.
9. Perizinan adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan
peraturan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas,
menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan hukum untuk
melakukan usaha penanaman modal di daerah.
10. Non Perizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan administrasi, dukungan,
fasilitas dan informasi bekaitan dengan usaha penanaman modal sesuai dengan
ketentuan dan peraturan perundang-undangan.
11. Pelayanan Perizinan adalah segala bentuk pelayanan dokumen legalitas
untuk melakukan usaha penanaman modal yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Daerah yang memilki kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
12. Pelayanan Non Perizinan adalah segala bentuk pelayanan dokumen persetujuan,
dukungan, fasilitas dan informasi untuk melakukan usaha penanaman modal yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
13. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh
Penanam Modal Dalam Negeri maupun Penanam Modal Asing untuk melakukan
usaha di Provinsi Kalimantan Selatan, yang bersifat lintas Kabupaten/Kota .
14.Penanaman Modal Dalam Negeri adalah kegiatan penanaman modal untuk
melakukan usaha di Provinsi Kalimantan Selatan, yang dilakukan oleh
Penanam Modal Dalam Negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.

15. Penanaman Modal Asing adalah Kegiatan penanaman modal untuk melakukan
usaha dl Provinsi Kalimantan Selatan yang dilakukan oleh Penanaman Modal
asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang
berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
16. Penanam Modal adalah Perseorangan atau badan usaha yang
melakukan penanaman modal dapat berupa penanaman modal dalam
negeri dan/atau penanaman modal asing.
17. P e n a n a m Mo d a l D a l a m N e g e r i a d a l a h P e r s e o r a n g a n warga
Negara Indonesia dan/atau b a d a n u s a h a I n d o n e s i a , a t a u d a e r a h ya n g
melakukan penanaman modal di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan .
18. Penanam Modal Asing adalah Perseorangan Warga Negara Asing dan/atau badan
usaha asing atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah
Provinsi Kalimantan Selatan.
19. Modal Dalam Negeri adalah Modal yang dimiliki perseorangan Warga Negara
Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak
berbadan hukum.
20. Modal Asing adalah Modal yang dimiliki oleh negara asing,
perseorangan Warga Negara Asing, badan usaha asing, badan hukum
asing dan atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya
dimiliki oleh pihak asing.
21. Pemohon adalah perorangan yang berwenang dan/atau diberikan kewenangan
untuk mengurus dan bertindak atas nama badan usaha untuk memohon izin
dan/atau non perizinan penanaman modal.
22. Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disebut PTSP adalah
penyelenggaraan pelayanan perizinan dan nonperizinan yang proses
pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap keluarnya
dokumen, dilakukan dalam satu tempat berdasarkan pendelegasian atau
pelimpahan wewenang dari Gubernur, dengan menganut prinsip-prinsip
kesederhanaan, transparansi, akuntabilitas dengan jaminan kepastian biaya, waktu
serta kejelasan prosedur.
23. Standard Operational Procedure yang selanjutnya disingkat dengan SOP adalah
serangkaian ketentuan tertulis yang dibakukan mengenai pelaksanaan serangkaian
kegiatan pelayanan perizinan dan non perizinan sesuai substansi atau jenis
pelayanan.
24. Pendaftaran Penanaman Modal yang selanjutnya disebut Pendaftaran adalah
bentuk persetujuan awal Pemerintah sebagai dasar memulai rencana penanaman
modal, baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing.
25. Izin Prinsip Penanaman Modal yang selanjutnya disebut Izin Prinsip, adalah izin
untuk memulai kegiatan penanaman modal di bidang usaha yang dapat
memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya
memerlukan fasilitas fiskal.
26. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal yang selanjutnya disebut Izin Prinsip
Perluasan, adalah izin untuk memulai rencana perluasan penanaman modal di
bidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan
penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal.
27. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal yang selanjutnya disebut Izin Prinsip
Perubahan, adalah izin untuk melakukan perubahan atas ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Izin Prinsip/Izin Prinsip Perluasan sebelumnya.
28. Izin Usaha adalah izin yang harus dimiliki oleh perorangan atau badan hukum untk
melakukan kegiatan usaha dalam rangka penanaman modal.

29. Izin Operasional adalah izin yang dikeluarkan oleh Satuan Kerja Perangkat
Daerah/Instansi terkait setelah diterbitkannya izin usaha untuk menyelenggarakan
kegiatan usaha sesuai dengan bidangnya.
30. Izin Usaha Perluasan adalah izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk
melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial atas penambahan kapasitas
produksi melebihi kapasitas produksi yang telah diizinkan, sebagai pelaksanaan Izin
Prinsip Perluasan/Persetujuan Perluasan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan sektoral.
31. Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal (Merger), adalah izin
yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang meneruskan kegiatan usaha (surviving
company) setelah terjadinya merger, untuk melaksanakankegiatan produksi/operasi
komersial perusahaan merger.
32. Izin Usaha Perubahan adalah izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk
melakukan perubahan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Izin Usaha/Izin Usaha
Perluasan sebelumnya sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam
pelaksanaan kegiatan penanaman modal.
33. Fasilitas Penanaman Modal adalah fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah Daerah
kepada penanam modal yang memenuhi syarat dan dalam bentuk sebagaiamana
ditetapkan dan undang-undang penanaman modal dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

BAB II
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PELAYANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN
PENANAMAN MODAL
Pasal 2
(1) Pemohon mengambil formulir dan mengisi informasi-informasi yang diperlukan
sesuai format yang disediakan.
(2) Formulir yang telah diisi dan dilengkapi dengan informasi yang diperlukan
diserahkan kembali kepada Petugas Loket Pendaftaran/Pengambilan bersama-
sama dengan berkas permohonan yang dilengkapi dengan persyaratan-persyaratan
yang telah ditentukan, sesuai dengan jenis pelayanan perizinan/non perizinan yang
dimohon.

Pasal 3
(1) Jenis-jenis pelayanan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
meliputi :
a. Pendaftaran;
b. Izin Prinsip ;
c. Izin Prinsip Perluasan;
d. Izin Prinsip Perubahan ;
e. Izin Usaha ;
f. Izin Usaha Perluasan ;
g. Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal (merger) ; dan
h. Izin Usaha Perubahan.
(2) Jenis-jenis pelayanan non perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
antara lain :
a. Angka Penngenal Importir Produsen (API-P) ;
b. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) ; dan
c. Layanan Informasi dan Layanan Pengaduan.
Pasal 4
(1) Persyaratan untuk mendapatkan pelayanan Pendaftaran adalah
a. surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat yang
dikeluarkan oleh kedutaan besar/kantor perwakilan negara yang bersangkutan
di Indonesia bagi pemohon yang pemerintah negara lain ;
b. rekaman paspor yang masih berlaki bagi pemohon yang adalah perseorangan
asing ;
c. rekaman Anggaran Dasar (Article of Association) dalam bahasa Inggris atau
terjemahannya dalam bahasa Indonesia dari peterjemah tersumpah bagi
pemohon yang adalah badan usaha asing ;
d. rekaman KTP yang masih berlaku bagi pemohon yang adalah perseorangan
warga negara Indonesia ;
e. rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya beserta pengesahan
dari Kementerian Hukum dan HAM bagi pemohon yang adalah badan usaha
Indonesia ;
f. rekaman NPWP baik bagi pemohon perorangan Indonesia maupun badan
usaha Indonesia ;
g. permohonan pendaftarn ditandatangani di atas meterai cukup oleh seluruh
pemohon ( jika perusahaan belum berbadan hukum) ;
h. surat kuasa aseli bermaterai cukup untuk pengurusan permohonan yang tidak
dilakukan secara langsung oleh pemohon/direksi perusahaan ;
i. ketentuan tentang surat kuasa sebagaimana dimasud pada butir (h) diatur
dalam Pasal 63 BKPM Perka Nomor 12 Tahun 2009.

(2) Persyaratan untuk mendapatkan pelayanan Izin Prinsip Perluasan adalah :

a. rekaman izin usaha ( jika diperlukan ) ;


b. rekaman Akta Pendirian dan Perubahannya, dilengkapi dengan pengesahan
dari Kementerian Hukum dan HAM ;
c. keterangan rencana kegiatan, berupa :
1) uraian proses produksi yang mencantumkan jenis bahan baku dan
dilengkapi dengan diagram alir (flowchart) ;
2) uraian kegiatan usaha sektor jasa ;
d. rekaman Izin Prinsip dan/atau perubahannya ;
e. dalam hal terjadi perubahan penyertaan dalam modal perseroan yang
mengakibatkan terjadinya perubahan prosentase saham antara asing dan
Indonesia dalam modal perseroan atau terjadi perubahan nama dan negara
asal pemegang saham, perusahaan harus menyampaikan :
1) kesepakatan perubahan komposisisaham antara asing dan Indonesia
dalam perseroan yang dituangkan dalam bentuk Rekaman Risalah Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) Keputusan Sirkulasi yang
ditandatangani oleh seluruh pemegang saham dan telah dicatat
(waarmerking) oleh Notaris atau Rekaman Pernyataan Keputusan
Rapat/berita memenuhi ketentuan Pasal 21 dan Bab VI Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dilengkapi dengan
bukti dari pemegang saham baru ;
2) kronologis pernyataan dalam modal perseroan sejak pendirian
perusahaan sampai dengan permohonan terakhir ;

f. Laporan Kegiatan Penanaman Modal ( LKPM ) ;


g. permohonan Izin Prinsip Perluasan :
1) disampaikan oleh direksi perusahaan ke UP-PTSP ;
2) permohonan yang tidak secara langsung disampaikan oleh direksi
perusahaan ke UP-PTSP harus dilampiri surat kuasa ;
3) ketentuan tentang surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 2
diatur dalam Pasal 63.

(3) Persyaratan untuk mendapatkan pelayanan Izin Prinsip Perubahan adalah :


a. rekaman Izin Prinsip yang dimohonkan perubahannya ;
b. rekaman Akta Pensirian dan Perubahannya, dilengkapi dengan pengesahan
dari Kementerian Hukum dan HAM ;
c. untuk perubahan bidang usaha (jenis/kapasitas produksi) dilengkapi dengan :
1) Keterangan rencana kegiatan, berupa uraian proses produksi yang
mencantumkan jenis bahan baku dan dilengkapi dengan bagan alir
(flowchart);
2) Rekomendasi dari instansi pemerintah terkait, jika dipersyaratkan ;
d. untuk perubahan penyertaan dalam modal perseroan (prosentase kepemilikan
saham asing) dilengkapi dengan :
1) Kesepakatan para pemegang saham terntang perubahan prosentase
saham antara asing dan Indonesia dalam perseroan yang dituangkan
dalam bentuk Rekaman Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
KeputusanSirkular yang ditandatangani oleh seluruh pemegang saham
dan telah dicatat (waarmerking) oleh Notaris atau rekaman pernyataan
keputusan rapat/Berita Acara rapat dalam bentuk Akta Notaris, BAB VI
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan
dilengkapi dengan bukti dari pemegang saham baru ;
2) Kronologis penyertaan dalam modal perseroan sejak pendirian
perusahaan sampai dengan permohonan terakhir ;
3) Khusus untuk perusahaan terbuka (Tbk) permohonan dilengkapi dengan
persyaratan sesuai ketentuan perundangan pasar modal ;
e. untuk perubahan jangka waktu penyelesaian proyek dilengkapi dengan alasan
perubahan ;
f. Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) periode terakhir.

(4) Persayaratan untuk mendapatkan pelayanan Izin Usaha/Izin Usaha Perluasan


adalah :
a. laporan hasil pemerintah (LPH) untuk permohonan Izin Usaha/Izin Usaha
Perluasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dan (2) yang
kegiatan usahanya memerlukan fasilitas bea masuk atas import barang dan
bahan ;
b. rakaman Akta Pendirian dan Pengesahan serta Akta Perubahan dan
Pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM ;
c. rekaman Pendaftaran/Izin Prinsip/Izin Prinsip Perluasan/Surat Persetujuan P
Perluasan Penanaman Modal/Izin Usaha Perluasan yang dimiliki ;
d. rekaman NPWP ;
e. bukti penguasaan/penggunaan tanah atas nama :
1) rekaman sertifikat hak atas tanah/akta jual beli tanah oleh PPAT ;
2) rekaman perjanjian sewa menyewa ;
f. bukti penguasaan/penggunaan gedung/bangunan :
1) rekaman Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ;
2) rekaman akta jual beli/perjanjian sewa menyewa gedung/bangunan ;
g. rekaman Izin Gangguan (HO) atau rekaman Surat Izin Tempat Usaha (SITU)
bagi perusahaan yang berlokasi di luar kawasan industri ;
h. rekaman laporan kegiatan kegiatan penanaman modal (LKPM) periode
terakhir;
i. rekaman persetujuan/pengesahan Analis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) atau rekaman persetujuan/pengesahan dokumen Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) ;
j. persyaratan lain sebagaimana diatur dalam peraturan instansi teknis dan/atau
peraturan daerah setempat ;
k. permohonan ditandatanngani di atas materai cukup oleh direksi perusahaan ;
l. surat kuasa bermaterai cukup untuk pengurusan permohonan yang tidak
dilakukan secara langsung oleh direksi perusahaan ;
m. ketentuan mengambil surat perizinan ke loket pengambilan dengan
menyerahkan surat bukti pembayaran.

Pasal 5

(1) Petugas Loket Penerimaan menerima dan memeriksa kelengkapan berkas


permohonan.
(2) Berkas yang tidak dilengkapi dengan peryaratan yang telah ditentukan,
dikembalikan kepada pemohon.
(3) Berkas yang telah dilengkapi dengan persyaratan yang telah ditentukan,
diregristrasi dalam Buku Agenda Permohonan yang diterima dan diteruskan kepada
Petugas Validasi.

Pasal 6

(1) Petugas Validasi melakukan verifikasi dan validasi terhadap kelengkapan berkas
permohonan perizinan dan/atau non perizinan.
(2) Petugas Validasi menyampaikan hasil verifikasi kepada Koordinator UP-PTSP
dengan disertai pertimbangan-pertimbangan.

Pasal 7

(1) Koordinator UP-PTSP mempelajari hasil verifikasi dan pertimbangan-pertimbangan


dari Petugas Validasi.
(2) Jika berdasarkan hasil verifikasi dan validasi serta pertimbangan permohonan
perizinan perlu dilakukan kaji lapang (field study), Koordinator UP-PTSP
menyampaikannya kepada Kepala Badan.

Pasal 8

(1) Kepala Badan mempelajari pertimbangan dari Koordinator UP-PTSP.


(2) Jika permohonan perizinan perlu dilakukan kaji lapang (field study), Kepala Badan
memerintahkan Tim Teknis Uji Lapangan untuk melaksanakan kaji lapang
sebagaimana pertimbangan Petugas Validasi dan Koordinator UP-PTSP.

Pasal 9
(1) Tim Teknis Uji Lapangan melaksanakan kaji lapang (field study) sesuai dengan
substansi permohonan perizinan dan hasil verifikasi dan validasi.
(2) Tim Teknis Uji Lapangan melaporkan hasil kaji lapang (field study) kepada Kepala
Badan.

Pasal 10
(1) Jika berdasarkan laporan hasil kaji lapang (field study) permohonan perizinan tidak
layak disetujui, Kepala Badan memerintahkan kepada Koordinator UP-PTSP untuk
dibuatkan surat penolakan permohonan perizinan.
(2) Jika berdasarkan laporan hasil kaji lapang (field study) permohonan perizinan layak
untuk mendapat persetujuan, Kepala Badan memerintahkan kepada Koordinator
UP-PTSP untuk memproses dan menyiapkan persetujuan atas permohonan
perizinan tersebut.

Pasal 11
(1) Pemroses Perizinan menyiapkan net surat penolakan bagi permohonan perizinan
yang tidak layak untuk mendapat persetujuan.
(2) Pemroses Perizinan menyiapkan net Surat Izin/Non Perizinan bagi permohonan
perizinan/non perizinan yang layak untuk mendapatkan persetujuan.

Pasal 12
(1) Koordinator UP-PTSP memeriksa net surat penolakan permohonan perizinan
dan/atau Surat Izin/Non Perizinan, dan memberikan paraf persetujuan.
(2) Net surat penolakan dan/atau Surat Izin/Non Perizinan yang telh diparaf diterskan
kepada Kepala Badan untuk ditandatangani.

Pasal 13
Kepala Badan menandatangani surat penolakan dan/atau Surat Izin/Non Perizinan serta
menyerahkan kembali kepada Koordinator UP-PTSP untuk ditindak lanjuti.

Pasal 14
(1) Surat penolakan dan/atau Surat Izin/Non Perizinan diterima kembali oleh
Koordinator UP-PTSP, dan diproses penomoran dan pembubuhan stempel dinas.
(2) Koordinator UP-PTSP memerintahkan pembuatan SKRD bagi Surat Izin/Non
Perizinan yang telah diterbitkan.

Pasal 15

(1) Pemroses Izin memproses penomoran dan penyetempelan surat penolakan


dan/atau Surat Izin/Non Perizinan serta menyiapkan SKRD.
(2) Net SKRD diserahkan kepada Koordinator UP-PTSP untuk ditandatangani.

Pasal 16

Koordinator UP-PTSP menandatangani SKRD dan mengembalikan kepada Pemroses Izin


untuk penomoran dan pembubuhan stempel dinas.

Pasal 17
(1) Pemroses Izin memproses penomoran dan penyetempelan SKRD.
(2) Surat penolakan dan/atau Surat Izin/Non Perizinan serta SKRD diserahkan kepada
Petugas Loket untuk ditidak lanjuti.

Pasal 18

Petugas Loket Pendaftaran/Pengambilan memberitahukan kepada Pemohon telah


diterbitkannya surat penolakan dan SKRD.

Pasal 19

(1) Pemohon yang permohonannya tidak layak mendapat persetujuan, mengambil


surat penolakan.
(2) Pemohon yang permohonannya mendapat persetujuan, mengambil SKRD dan
membayar retribusi sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 20

Bendaharawan Penerima menerima pembayaran retribusi perizinan/non perizinan sesuai


ketentuan yang berlaku dan menyerahkan bukti pembayaran kepada Pemohon.

Pasal 21

Pemohon mengambil Surat Izin/Non Perizinan di Loket Pendaftaran/Pengambilan dengan


menyerahkan tanda bukti pembayaran serta menandatangani bukti penerimaan Surat
Izin/Nom Perizinan.

Pasal 22

Format Standar Operasional Prosedur Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan


Penanaman Modal pada UP-PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana terlampir
dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.

BAB III
TATA KERJA
Pasal 23

(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Penanaman Modal pada UP-PTSP di
bidang Penanaman Modal, wajib membangun komitmen tinggi untuk mendukung
pelaksanaannya.

(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Penanaman Modal pada UP-PTSP di
bidang Penanaman Modal, wajib mengembangkan koordinasi dan kerjasama
maksimal dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Penanaman Modal pada UP-PTSP di
bidang Penanaman Modal, wajib memperhatikan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.

BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 24

(1) Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan Standar Operasional Prosedur Pelayanan


Perizinan dan Non Perizinan Penanaman Modal pada UP-PTSP di bidang
Penanaman Modal, dipandang perlu menyediakan sarana dan prasarana
pendukung kegiatan sesuai dengan kebutuhan.
(2) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus dalam Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan
Penanaman Modal pada UP-PTSP di bidang Penanaman Modal , secara efisien,
efektif dan tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk setiap tahapan
kegiatan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Penanaman Modal.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 26

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini


dengan penempatannya dalam Berita Daerah.

Ditetapkan di : Banjarmasin
pada tanggal

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

H. RUDY ARIFFIN

Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN,

H.M. MUCHLIS GAFURI


BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
TAHUN 2011 NOMOR
Lampiran : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
Nomor Tahun 2011
Tanggal
__________________________________________
Nomor SOP
Tanggal Pembuatan
SEKRETARIAT DAERAH
Tanggal Revisi
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Tanggal Efektif
Disahkan oleh Gubernur Kalimantan Selatan
Nama SOP Standar Operasional Prosedur Pengelolaan Surat Keluar

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. a. memahami dengan baik kegiatan yang harus dilakukan dalam menunjang tugas ;
2. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja b. memahami dengan baik ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan ;
Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. c. memhami dengan baik paeraturan perundang-undangan tata naskah dinas ;
3. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/21/M.PAN/11/2008 tentang d. mempunyai komitmen tinggi untuk menyelesaikan setiap tahapan kegiatan tepat sasaran dan tepat waktu.
e. memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya.
Pedoman Penyusunan Standar Opearsional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan.
Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :
1. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi a. perangkat pengelolaan surat-menyurat ;
dan Uraian Tugas Sekratariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. b. filling cabinet untuk menyimpan arsip/dokumen ;
c. locker untuk penyimpanan kartu kendali surat keluar.
2. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 44 Tahun 2011 tentang Tata Naskah Dinas di
Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :
SOP ini merupakan prosedur baku yang wajib dilaksanakan dalam pegelolaan surat keluar dan jika tidak a. dokumentasi arsip surat keluar ;
dilaksanakan akan mengakibatkan ketidak pastian, ketidak sinkronan dan ketidaktepatan waktu dalam b. dokumentasi/laporan rekapitulasi surat keluar..
pengelolaan surat keluar.

PE LAK S AN A MUTU BAKU


NO AKTIVITAS KET.
Unit Kepala Kepala Kepala Asisten yang Sekda Gubernur/ Kepala Sub Bagian Surat- Persyaratan/
Pengolah Sub Bagian Biro membidangi Wagub Sub Bag menyurat, Arsip & kelengkapan Waktu Output
Bagian TU Biro Eksp.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1. Unit pengolah menyiapkan


konsep surat .

2. Kepala Sub Bag. terkait


memeriksa konsep surat
dan memberikan koreksi/
persetujuan.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

3. Unit pengolah menyiapkan net


surat berdasarkan hasil koreksi/
persetujuan Kepala Sub Bagian
serta menyiapkan Nota Pengajuan
Naskah Dinas ditandatangani
Kepala Biro
4. Kepala Sub Bagian memeriksa net
surat dan Nota Pengajuan Naskah
Dinas serta membubuhkan paraf.
Jika net surat ditandatangani oleh
Sekda / Gub / Wagub, tanpa paraf
Kepala Sub Bagian pada net surat.

5. Kepala Bagian memeriksa net


surat dan Nota Pengajuan Naskah
Dinas serta membubuhkan paraf.
Jika net surat ditandatangani oleh
Gub /Wagub, tanpa paraf Kepala
Bagian pada net surat

6. Kepala Biro memeriksa net surat


dan menandatangani net surat yang
sesuai kewenangannya dan
mewngembalikan kepada Kepala
Bagian untuk diproses lebih lanjut.
Kepala Biro membubuhkan paraf
pada net surat yang ditandatangani
oleh Asisten yang membidangi,
Sekda dan Gubernur/Wagub, serta
menandatangani Nota Pengajuan
Naskah Dinas serta menyerahkan
kepada Kepala Sub Bagian TU
Biro untuk dikirim.
7. Kepala Sub Bagian TU Biro
memberi nomor pada Nota
Pengajuan Naskah Dinas dan
meneruskan berkas surat keluar
kepada Asisten yang membidangi.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

8. Asisten yang membidangi


mempelajari dan menandatangani
net surat keluar, sesuai dengan
kewenangannya dan mengembali-
kan ke biro untuk diperoses lebih
lanjut.
Untuk net surat ditandatangani
oleh Sekda / Gub / Wagub, Asisten
memberikan disposisi/pertimbang-
an pada Nota Pengajuan Naskah
Dinas dan memaraf net surat
keluar dan diteruskan kepada
Sekda.
9. Sekda mempelajari dan menanda-
tangani net surat keluar, sesuai
kewenangannya..
Untuk net surat ditandatangani
oleh Gub / Wagub, Sekda mem-
berikan disposisi / pertimbangan
pada Nota Pengajuan Naskah
Dinas dan memaraf net surat
keluar, dan diteruskan kepada
Gubernur/Wagub.
10. Gubernur/Wagub mempelajari dan
memperhatikan materi net surat
dan memperhatikan pertimbangan
Sekda serta menandatangani net
surat dan/atau memberikan arahan
selanjutnya kepada Sekda.
11. Secara berjenjang net surat yang
telah ditandatangani oleh pejabat
yang berwenang kembali kepada
Kepala Sub Bagian terkait, yang
memberi arahan kepada Unit
Pengolah untuk proses selanjutnya.
12. Unit Pengolah meneruskan kepada
Sub Bagian TU Biro untuk
dibuatkan kartu kendali surat
keluar.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

13. Kepala Sub Bagian TU Biro


menyiapkan kartu kendali keluar
dan mengantarkan naskah dinas
surat keluar kepada Sub Bagian
Surat Menyurat, Arsip dan
Ekspedisi untuk proses
penomoran dan penyetempelan
serta menyerahkan satu expl.
arsip untuk dokumentasi surat
keluar.
14. Kepala Sub Bagian Surat
Menyurat, Arsip dan Ekspedisi
membuat kartu kendali surat
keluar, membubuhkan nomor,
tanggal dan stempel dinas,
memnyimpan arsip surat dan
menyerahkan berkas surat keluar
kepada Kepala Sub Bagian TU
Biro.
15. Kepala Sub Bagian TU Biro
menyimpan kartu kendali surat
keluar, mengembalikan berkas
surat keluar yang selesai proses
pengelolaannya kepada Unit
Pengolah
16. Unit Pengolah menerima berkas
surat keluar, untuk dikirim ke
alamat surat.
Lampiran : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
Nomor Tahun 2011
Tanggal
__________________________________________
Nomor SOP
Tanggal Pembuatan
SEKRETARIAT DAERAH
Tanggal Revisi
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Tanggal Efektif
Disahkan oleh Gubernur Kalimantan Selatan
Nama SOP Standar Operasional Prosedur Pengelolaan Surat Keluar

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. a. memahami dengan baik kegiatan yang harus dilakukan dalam menunjang tugas ;
2. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja b. memahami dengan baik ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan ;
Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. c. memhami dengan baik paeraturan perundang-undangan tata naskah dinas ;
3. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/21/M.PAN/11/2008 tentang d. mempunyai komitmen tinggi untuk menyelesaikan setiap tahapan kegiatan tepat sasaran dan tepat waktu.
e. memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya.
Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan.
Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :
1. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi a. perangkat pengelolaan surat-menyurat ;
dan Uraian Tugas Sekratariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. b. filling cabinet untuk menyimpan arsip/dokumen ;
c. locker untuk penyimpanan kartu kendali surat keluar.
2. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 44 Tahun 2011 tentang Tata Naskah Dinas di
Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :
SOP ini merupakan prosedur baku yang wajib dilaksanakan dalam pegelolaan surat keluar dan jika tidak a. dokumentasi arsip surat keluar ;
dilaksanakan akan mengakibatkan ketidak pastian, ketidak sinkronan dan ketidaktepatan waktu dalam b. dokumentasi/laporan rekapitulasi surat keluar..
pengelolaan surat keluar.

PE LAK S AN A MUTU BAKU


NO Unit Kasubag/Ka Kabag/ Karo / Asisten Sekda Gubernur/ Kepala Sub Bag. Surat-
AKTIVITAS Persyaratan/ KET.
Pengolah subid/Kasi/ Sekretaris/ Kepala menyurat, Arsip & Output
yang mem- Wagub Sub Bag kelengkapan Waktu
pada SKPD Kasubag TU Kabid/Irban SKPD Eksp./Sub Bag.
bidangi TU Biro Umum & Kepeg
pada SKPD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1. Unit pengolah menyiapkan Bahan-bahan 120 Konsep surat


konsep surat . sesuai substansi menit

2. Kepala Sub Bagian/ Kepala Konsep surat, 14 Koreksi


Seksi/ Kepala Sub Bidang bahan-bahan menit substansi,
/Kepala Sub Bagian TU terkait pewndukung redaksi, ejaan
memeriksa konsep surat dan substansi dan tatabahasa
memberikan koreksi sesuai
ketentuan tata naskah yang berlaku /
persetujuan.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

3. Unit pengolah menyiapkan net surat


Koreksi 60 Net surat dan
berdasarkan hasil koreksi sesuai
substansi, menit Nota Pengajuan
ketentuan tata naskah yang berlaku /
redaksi, ejaan Naskah Dinas
persetujuan Kasubag/Kasi/Kasubid
dan tatabahasa
/Kasubag TU serta menyiapkan Nota
Pengajuan Naskah Dinas ditanda-
tangani Kepala Biro/Kepala SKPD.
4. Kepala Sub Bagian / /Kepala Seksi /
Net surat dan 15 Net surat dan
Kepala Sub Bidang/Kepala Sub Bagian
Nota Pengajuan menit Nota Pengajuan
TU memeriksa net surat dan Nota
Naskah Dinas Naskah Dinas
Pengajuan Naskah Dinas sesuai
terparaf
ketentuan tata naskah yang berlaku
serta membubuhkan paraf. Jika net
surat ditandatangani oleh Sekda / Gub /
Wagub, tanpa paraf Kepala Sub Bagian
/ Kepala Seksi / Kepala Sub Bidang
pada net surat.
5. Kepala Bagian / Sekretaris /Kepala
Net surat dan 15 Net surat dan
Bidang memeriksa net surat dan Nota
Nota Pengajuan menit Nota Pengajuan
Pengajuan Naskah Dinas serta
Naskah Dinas Naskah Dinas
membubuhkan paraf. Jika net surat
terparaf terparaf
ditandatangani oleh Gub /Wagub,
tanpa paraf Kepala Bagian / Sekretaris
/ Kepala Bidang pada net surat
6. Kepala Biro / Kepala SKPD meme-
Net surat dan 15 Net surat sesuai
riksa net surat sesuai ketentuan tata
Nota Pengajuan menit kewenangan
naskah yang berlaku dan menan-
Naskah Dinas ditandatangani.
datangani net surat yang sesuai ke-
terparaf Net surat
wenangannya dan mengembalikan
kewenangan
kepada Kepala Bagian / Sekretaris /
Asisten/Sekda//
Kepala Bidang untuk diproses lebih
Gub/Wagub
lanjut.
diparaf
Kepala Biro membubuhkan paraf pada
net surat yang ditandatangani oleh
Asisten yang membidangi, Sekda dan
Gubernur/Wagub, serta menanda-
tangani Nota Pengajuan Naskah
Dinas serta menyerahkan kepada
Kepala Sub Bagian TU Biro untuk
dikirim.
Kepala SKPD membubuhkan paraf
pada net yang ditandatangani Sekda /
Gub/ Wagub.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

7. Kepala Sub Bagian TU Biro / Kepala Net surat 10 Nota Pengajuan


Sub Bagian Umum dan Kepegawaian kewenangan menit Naskah Dinas
memberi nomor pada Nota Pengajuan Asisten/Sekda/ telah bernomor
Naskah Dinas dan meneruskan berkas Gub/Wagub dan net surat
surat keluar kepada Asisten yang yang telah sudah berparaf
membidangi. berparaf dan
Nota Pengajuan
Naskah Dinas

8. Asisten yang membidangi mempelajari Nota Pengajuan 1 hari Net surat


dan menelaah substansi surat serta Naskah Dinas kewenangan
menandatangani net surat keluar sesuai telah bernomor Asisten
dengan kewenangannya dan mengem- dan net surat ditandatangani.
balikan ke biro untuk diperoses lebih sudah berparaf Net surat
lanjut. kewenangan
Untuk net surat ditandatangani oleh Sekda/Gub/
Sekda / Gub / Wagub, Asisten Wagub diparaf
memberikan disposisi/pertimbangan dan
pada Nota Pengajuan Naskah Dinas pertimbangan
dan memaraf net surat keluar dan pada Nota
diteruskan kepada Sekda. Pengajuan
Naskah Dinas

9. Sekda mempelajari dan menanda- Pertimbangan 3 hari Net surat


tangani net surat keluar, sesuai pada Nota kewenangan
kewenangannya.. Pengajuan Sekda
Untuk net surat ditandatangani oleh Naskah Dinas ditandatangani.
Gub / Wagub, Sekda memberikan dan Net surat Net surat
disposisi / pertimbangan pada Nota kewenangan kewenangan
Pengajuan Naskah Dinas dan memaraf Sekda/Gub/ Gub/Wagub
net surat keluar, dan diteruskan kepada Wagub yang diparaf dan
Gubernur/Wagub. sudah diparaf pertimbangan
Sekda.

10. Gubernur/Wagub mempelajari dan Pertimbangan 5 hari Surat


memperhatikan materi net surat dan Sekda dan net ditandatangani
memperhatikan pertimbangan Sekda surat yang dan arahan
serta menandatangani net surat menjadi selanjutnya.
dan/atau memberikan arahan selan- kewenangan
jutnya kepada Sekda. Gub/Wagub
diparaf

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

11. Secara berjenjang net surat yang telah


Surat telah 1 hari Surat diserahkan Berkas
ditandatangani oleh pejabat yang kembali
ditandatangani kembali secara
berwenang kembali kepada Kepala dengan
dan arahan lebih berjenjang
Sub Bagian / Kepala Seksi / Kepala pencatatan
lanjut
Sub Bidang terkait, yang memberi pada setiap
arahan kepada Unit Pe-ngolah untuk jenjang
proses selanjutnya.
12. Unit Pengolah di lingkungan
Surat yang telah 30 Penyiapan
Sekretariat Daerah meneruskan kepada
bertandatangan menit pembuatan
Sub Bagian TU Biro untuk dibuatkan
dan arahan Kartu Kendali
kartu kendali surat keluar.
Gub/Wagub surat keluar
Unit Pengolah pada SKPD meneruskan
kepada Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian untuk penomoran dan
penyetempelan.
13. Kepala Sub Bagian TU Biro
Surat yang telah 30 Kartu kendali
menyiapkan kartu kendali keluar dan
bertandatangan menit surat keluar
mengantarkan naskah dinas surat
keluar kepada Sub Bagian Surat
Menyurat, Arsip dan Ekspedisi untuk
proses penomoran dan penyetempelan
serta menyerahkan satu expl. arsip
untuk dokumentasi surat keluar.

14. Kepala Sub Bagian Surat Menyu-rat,


Berkas surat 30 Surat keluar
Arsip dan Ekspedisi / Sub Bagian
keluar dan Kartu menit tercatat,
Umum dan Kepegawaian membuat
Kendali bernomor,
kartu kendali surat kelu-ar,
berstempel dinas
membubuhkan nomor, tanggal dan
stempel dinas serta menyim-pan arsip
surat.
Kepala Sub Bagian Surat Menyu-rat,
Arsip dan Ekspedisi menye-rahkan
berkas surat keluar kepada Kepala Sub
Bagian TU Biro.
Kepala Sub Bagian Umum dan
Kepegawiaan menyerahkan berkas
surat keluar kepada Unit Pengolah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

15. Kepala Sub Bagian TU Biro Surat keluar 15 Surat keluar


menyimpan kartu kendali surat keluar yang telah menit yang siap
dan arsip surat, mengem-balikan bernomor dan dikirim
berkas surat keluar yang selesai proses berstempel dinas
penomoran dan penyetempelannya
kepada Unit Pengolah

Surat keluar 1 hari Surat dikirim ke


16. Unit Pengolah menerima berkas surat yang siap alamat tujuan.
keluar, menyimpan berkas dan arsip dikirim
serta mengirimkan surat ke alamat
tujuan.

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

H. RUDY ARIFFIN
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
NOMOR TAHUN 2011

TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGELOLAAN SURAT KELUAR
PADA SEKRETARIAT DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Menimbang : a. bahwa rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan


naskah dinas dalam bentuk surat keluar pada Sekretariat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan, dipandang perlu mengatur dan
menetapkan Standar Operasional Prosedur Pengelolaan Surat Keluar
pada Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan ;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a,
perlu menetapkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Jo. Undang-Undang Nomor


21 Tahun 1958 tentang penetapan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1957 antara lain Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I
Kalimantan Selatan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1106);
2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;
4. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan
Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593).
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi dan
Pemerintahan Kabupaten dan Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4737) ;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4816) ;
8. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan
Pengundangan, Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan ;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang
Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah ;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah :
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Lembaran Daerah dan Berita Daerah.
12. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan.
13. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 5 Tahun
2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2008 Nomor 5) ;
14. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 6 Tahun 2008
tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Prvinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2008 Nomor 6);
15. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor Tahun 2009
tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Unsur-unsur
Organisasi Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
16. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 044 Tahun 2011
tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG STANDAR OPERASIONAL


PROSEDUR PENGELOLAAN SURAT KELUAR PADA SEKRETARIAT
DAERAH KALIMANTAN SELATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.


2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai
penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
3. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
4. Wakil Gubernur adalah Wakil Gubernur Kalimantan Selatan.
5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
6. Asisten yang membidangi adalah Asisten Sekretaris Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan yang secara substansial membidangi materi yang
tercantum dalam surat keluar.
7. Unit Pengolah adalah Unit di lingkungan Sekretariat Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan yang substansial memproses dan mengelola naskah surat
keluar.
8. Kepala Sub Bagian terkait adalah Kepala Sub Bagian di lingkungan Sekraetaria
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan yang secara substansial membawahi dan
bertanggung jawab atas unit pengolah surat keluar .
9. Kepala Bagian terkait adalah Kepala Bagian di lingkungan Sekretariat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan yang secara substansial membawahi dan
bertanggung jawab atas unit pengolah surat keluar.
10. Kepala Biro terkait adalah Kepala Biro di lingkungan Sekretariat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan yang secara substansial membawahi dan
bertanggung jawab atas unit pengolah surat keluar.
11. Kepala Sub Bagian TU Biro adalah Kepala Sub Bagian Tata Usaha Biro pada
Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan yang secara substansial terkait
dengan proses pengelolaan surat keluar pada masing-masing biro.
12. Kepala Sub Bagian Surat Menyjurat, Arsip dan Ekspedisi adalah Kepala Sub
Bagian Surat Menyurat, Arsip dan Ekspedisi pada Bagian Tata Usaha Biro
Umum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
13. Surat Keluar adalah naskah dinas berbentuk surat yang dikirim keluar
Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

BAB II
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGELOLAAN SURATKELUAR
Pasal 2

(1) Unit Pengolah menyiapkan konsep surat keluar.


(2) Konsep surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada Kepala Sub
Bagian terkait untuk diperiksa dan dikoreksi terhadap substansi, redaksi dan ejaaan
yang dipergunakan.

Pasal 3

(1) Kepala Sub Bagian terkait memeriksa dan memberikan koreksi terhadap konsep surat
keluar.
(2) Kepala Sub Bagian terkait menyerahkan kembali koreksi konsep surat keluar kepada
Unit Pengolah untuk dilakukan penyiapan net surat.

Pasal 4

(1) Unit Pengolah menyiapkan net surat sesuai dengan koreksi Kepala Sub Bagian terkait.
(2) Unit Pengolah juga menyiapkan Nota Pengajuan Naskah Dinas yang ditandatangani
oleh Kepala Biro terkait.
(3) Net surat keluar dan Nota Pengajuan Naskah Dinas diteruskan kepada Kepala Sub
Bagian untuk mendapatkan koreksi ulang dan paraf.
Pasal 5

(1) Kepala Sub Bagian terkait memeriksa Nota Pengajuan Naskah Dinas dan memriksa
ulang net surat keluar.
(2) Kepala Sub Bagian terkait memaraf Nota Pengajuan Naskah Dinas.
(3) Kepala Sub Bagian terkait tidak membubuhkan paraf nada net surat keluar yang
ditandatangani oleh Sekretaris Daerah, Gubernur atau Wakil Gubernur
(4) Kepala Sub Bagian terkait hanya membubuhkan paraf pada net surat keluar yang
ditandatangani oleh Kepala Biro terkait dan Asisten yang membidangi.
(5) Net surat keluar dan Nota Pengajuan Naskah Dinas yang telah dibubuhkan paraf
Kepala Sub Bagian terkait diteruskan kepada Kepala Bagian terkait.

Pasal 6

(1) Kepala Bagian terkait memeriksa dan mengoreksi net surat keluar dan Nota Dinas
Pengajuan Konsep Naskah Dinas dan membubuhkan paraf pada Nota Pengajuan
Naskah Dinas.
(2) Kepala Bagian terkait tidak membubuhkan paraf pada net surat keluar yang
ditandatangani oleh Gubernur atau Wakil Gubernur.
(3) Kepala Bagian terkait hanya membubuhkan paraf pada net surat keluar yang
ditandatangani oleh Kepala Biro terkait, Asisten yang membidangi dan Sekretaris
Daerah.
(4) Net surat keluar dan Nota Pengajuan Naskah Dinas yang telah dibubuhkan paraf
Kepala Bagian terkait diteruskan kepada Kepala Biro terkait.

Pasal 7

(1) Kepala Biro terkait memeriksa dan mengoreksi net surat keluar dan mempelajari Nota
Pengajuan Naskah Dinas.
(2) Kepala Biro terkait membubuhkan tandatangan pada surat keluar yang menjadi
kewenangannya dan mengembalikan kepada Kepala Bagian terkait.
(3) Kepala Biro tekait membubuhkan paraf pada net surat keluar yang ditandatangani oleh
Asisten, Sekretaris Daerah dan Gubernur atau Wakil Gubernur serta menandatangani
Nota Pengajuan Naskah Dinas.
(4) Nota Pengajuan Naskah Dinas dan net surat keluar diteruskan kepada Kepala Sub
Bagian TU Biro diteruskan kepada pejabat terkait.

Pasal 8

(1) Kepala Sub Bagian TU Biro mencatat dan memberikan nomor agenda biro pada Nota
Pengajuan Naskah Dinas.
(2) Nota Pengajuan Naskah Dinas dan net surat keluar bersama-sama berkas
kelengkapan diteruskan kepada Asisten yang membidangi.
Pasal 9

(1) Asisten yang membidangi mempelajari Nota Pengajuan Naskah Dinas dan net surat
keluar serta berkas kelengkapannya.
(2) Asisten yang membidangi mendandatangani net surat keluar yang menjadi
kewenangannya dan mengembalikan kepada Biro terkait
(3) Asisten yang membidangi membubuhkan paraf pada net surat keluar yang
ditandatangani oleh Sekretaris Daerah dan Gubernur atau Wakil Gubernur.
(4) Asisten yang membidangi memberikan pertimbangan pada Nota Pengajuan Naskah
Dinas, dan meneruskan bersama-sama net surat keluar kepada Sekretaris Daerah.

Pasal 10

(1) Sekretaris Daerah mempelajari Nota Pengajuan Naskah Dinas dan pertimbangan
Asisten terkait serta substansi surat keluar.
(2) Sekretaris Daerah menandatangani net surat keluar sesuai dengan kewenangannya
dan mengembalikan kepada Asisten yang membidangi.
(3) Sekretaris Daerah membubuhkan paraf pada net surat keluar yang ditandatangani
oleh Gubernur atau Wakil Gubernur.
(4) Sekretaris Daerah memberikan pertimbangan pada Nota Pengajuan Naskah Dinas,
dan meneruskan bersama-sama net surat keluar kepada Sekretaris Daerah.

Pasal 11

(1) Gubernur atau Wakil Gubernur memperhatikan pertimbangan Sekretaris Daerah pada
Nota Pengajuan Naskah Dinas dan mempelajari substansi net surat keluar.
(2) Gubernur atau Wakil Gubernur menandatangani net surat keluar.
(3) Gubernur atau Wakil Gubernur memberikan arahan pada Nota Pengajuan Naskah
Dinas dan mengembalikan kepada Sekretaris Daerah.

Pasal 12

(1) Secara berjenjang net surat keluar yang telah ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang kembali kepada Kepala Sub Bagian terkait.
(2) Kepala Sub Bagian terkait memberikan arahan kepada Unit Pengolah untuk
memproses surat keluar sesuai dengan sistem kearsipan pola baru.

Pasal 13

Unit Pengolah meneruskan berkas surat keluar kepada Kepala Sub Bagian TU Biro untuk
disiapkan Kartu Kendali Surat Keluar.

Pasal 14

(1) Kepala Sub Bagian TU Biro menyiapkan Kartu Kendali Surat Keluar.
(2) Kepala Sub Bagian TU Biro mengantar berkas surat keluar kepadaKepala Sub Bagian
Surat Menyurat, Arsip dan Ekspedisi untuk proses pencatatan, penomoran dan
pembubuhan stempel dinas.
(3) Kepala Sub Bagian Surat Menyurat, Arsip dan Ekspedisi menyerahkan berkas surat
keluar yang telah tercatat, bernomor dan berstempel serta Kartu Kendali Surat Keluar
kepada Kepala Sub Bagian TU Biro.
(4) Kepala Sub Bagian TU Biro menyerahkan 1(satu) exemplar/lembar arsip kepada
Kepala Sub Bagian Surat Menyurat, Arsip dan Ekspedisi sebagai dokumentasi.
Pasal 15

(1) Kepala Sub Bagian TU Biro menyimpan Kartu Kendali Surat Keluar dan menyerahkan
kembali berkas surat keluar kepada Unit Pengolah untuk diproses lebih lanjut.
(2) Kepala Sub Bagian TU Biro menyimpan 1 (satu) arsip untuk dokumentasi.

Pasal 16

(1) Unit Pengolah menerima berkas surat keluar dan menyimpan arsip dalam file.
(2) Unit Pengolah memproses pengiriman surat keluar.

Pasal 17

Format Standar Operasional Prosedur Pengelolaan Surat Keluar sebagaimana terlampir dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.

BAB III
TATA KERJA
Pasal 18

(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pengelolaan Surat Keluar wajib membangun komitmen tinggi untuk mendukung
pelaksanaannya.

(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pengelolaan Surat Keluar wajib mengembangkan koordinasi dan kerjasama maksimal
dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan naskah dinas.

(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pengelolaan Surat Keluar wajib memperhatikan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.

(4) Setiap pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur memiliki
pengetahuan dan kemampuan mengelola tata naskah dinas.

(5) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur wajib
menguasai teknologi dan mampu mengoperasikan peralatan teknis pengelolaan surat
keluar yang disediakan.

BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 19

(1) Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan Standar Operasional Prosedur, dipandang


perlu menyediakan sarana dan prasarana pendukung kegiatan sesuai dengan
kebutuhan.

(2) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus untuk pelayanan bentuan sosial secara efisien, efektif
dan tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk pelayanan bantuan
sosial.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 21

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini


dengan penempatannya dalam Berita Daerah.

Ditetapkan di Banjarmasin
pada tanggal

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

H. RUDY ARIFFIN

Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN,

H.M. MUCHLIS GAFURI


BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
TAHUN 2011 NOMOR
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
NOMOR TAHUN 2011

TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGELOLAAN SURAT KELUAR
PADA SEKRETARIAT DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Menimbang : a. bahwa rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan


naskah dinas dalam bentuk surat keluar pada Sekretariat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan, dipandang perlu mengatur dan
menetapkan Standar Operasional Prosedur Pengelolaan Surat Keluar
pada Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan ;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a,
perlu menetapkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Jo. Undang-Undang Nomor


21 Tahun 1958 tentang penetapan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1957 antara lain Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I
Kalimantan Selatan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1106);
2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;
4. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan
Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593).
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi dan
Pemerintahan Kabupaten dan Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4737) ;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4816) ;
8. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan
Pengundangan, Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan ;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang
Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah ;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah :
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Lembaran Daerah dan Berita Daerah.
12. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan.
13. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 5 Tahun
2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2008 Nomor 5) ;
14. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 6 Tahun 2008
tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Prvinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2008 Nomor 6);
15. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor Tahun 2009
tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Unsur-unsur
Organisasi Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
16. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 044 Tahun 2011
tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG STANDAR OPERASIONAL


PROSEDUR PENGELOLAAN SURAT KELUAR PADA SEKRETARIAT
DAERAH KALIMANTAN SELATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

2. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.


3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai
penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
4. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
5. Wakil Gubernur adalah Wakil Gubernur Kalimantan Selatan.
6. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
7. Asisten yang membidangi adalah Asisten Sekretaris Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan yang secara substansial membidangi materi yang
tercantum dalam surat keluar.
8. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah Satuan
Kerja Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan yang terdiri dari
Sekretariat Daerah, Dinas, Inspektorat, Badan, Kantor dan Lembaga lain
Provinsi Kalimantan Selatan.
9. Sekretariat Daerah adalah Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
10. Dinas adalah Dinas Provinsi Kalimantan Selatan.
11. Badan adalah Badan Provinsi Kalimantan Selatan.
12. Inspektorat adalah Inspektorat Proviansi Kalimantan Selatan.
13. Kantor adalah Kantor Provinsi Kalimantan Selatan.
14. Lembaga Lain adalah Lembaga lain yang merupakan bagian dari Perangkat
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
15. Unit Pengolah adalah Unit di lingkungan Sekretariat Daerah, Dinas,Inspektorat,
Badan dan Lembaga lain Provinsi Kalimantan Selatan yang secara substansial
memproses dan mengelola naskah surat keluar.
16. Kepala Sub Bagian, Kepala Seksi, Kepala Sub Bidang terkait adalah Kepala
Sub Bagian, Kepala Seksi, Kepala Sub Bidang pada Sekretariat Daerah, Dinas,
Inspektorat,Badan, Kantor dan Lembaga lain Provinsi Kalimantan Selatan yang
secara substansial membawahi dan bertanggung jawab atas unit pengolah
surat keluar.
17. Kepala Bagian, Sekretaris, Kepala Bidang, Inspektur Pembantu terkait adalah
Kepala Bagian, Sekretaris, Kepala Bidang dan Inspektur Pembantu pada
Sekretariat Daerah, Dinas, Inspektorat, Badan dan Lembaga lain Provinsi
Kalimantan Selatan yang secara substansial membawahi dan bertanggung
jawab atas unit pengolah surat keluar.
18. Kepala Biro adalah Kepala Biro di lingkungan Sekretariat Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan.
19. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut Kepala SKPD
adalah Kepala Dinas, Inspektur, Kepala Badan, Kepala Kantor dan Kepala
Lembaga lain Provinsi Kalimantan Selatan yang secara substansial membawahi
dan bertanggung jawab atas unit pengolah surat keluar.
20. Kepala Sub Bagian TU Biro adalah Kepala Sub Bagian Tata Usaha Biro pada
Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan yang secara substansial terkait
dengan proses pengelolaan surat keluar pada masing-masing biro.
21. Kepala Sub Bagian Surat Menyjurat, Arsip dan Ekspedisi adalah Kepala Sub
Bagian Surat Menyurat, Arsip dan Ekspedisi pada Bagian Tata Usaha Biro
Umum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
22. Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian adalah Kepala Sub Bagian Umum
dan Kepegawaian pada Dinas, Inspektorat, Badan dan Lembaga lain Provinsi
Kalimantan Selatan.
23. Surat Keluar adalah naskah dinas berbentuk surat yang dikirim keluar dari
Sekretariat Daerah, Dinas, Inspektorat, Badan, Kantor dan Lembaga lain
Provinsi Kalimantan Selatan.
BAB II
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGELOLAAN SURATKELUAR
Pasal 2

(1) Unit Pengolah menyiapkan konsep surat keluar.


(2) Konsep surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada Kepala Sub
Bagian/Kepala Seksi/Kepala Sub Bidang terkait untuk diperiksa dan dikoreksi terhadap
substansi, redaksi dan ejaaan yang dipergunakan.

Pasal 3

(1) Kepala Sub Bagian/Kepala Seksi/Kepala Sub Bidang terkait memeriksa dan memberikan
koreksi terhadap konsep surat keluar.
(2) Kepala Sub Bagian/Kepala Seksi/Kepala Sub Bidang terkait menyerahkan kembali
koreksi konsep surat keluar kepada Unit Pengolah untuk dilakukan penyiapan net
surat.

Pasal 4

(1) Unit Pengolah menyiapkan net surat sesuai dengan koreksi Kepala Sub
Bagian/Kepala Seksi/Kepala Sub Bidang terkait.
(2) Unit Pengolah juga menyiapkan Nota Pengajuan Naskah Dinas yang ditandatangani
oleh Kepala Biro/Kepala SKPD terkait.
(3) Net surat keluar dan Nota Pengajuan Naskah Dinas diteruskan kepada Kepala Sub
Bagian/Kepala Seksi/Kepala Sub Bidang terkait untuk mendapatkan koreksi ulang dan
paraf.

Pasal 5

(1) Kepala Sub Bagian/Kepala Seksi/Kepala Sub Bidang terkait memeriksa Nota
Pengajuan Naskah Dinas dan memeriksa ulang net surat keluar.
(2) Kepala Sub Bagian/Kepala Seksi/Kepala Sub Bidang terkait memaraf Nota Pengajuan
Naskah Dinas.
(3) Kepala Sub Bagian/Kepala Seksi/Kepala Sub Bidang terkait tidak membubuhkan paraf
nada net surat keluar yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah, Gubernur atau
Wakil Gubernur
(4) Kepala Sub Bagian terkait pada Sekretariat Daerah hanya membubuhkan paraf pada
net surat keluar yang ditandatangani oleh Kepala Biro terkait dan Asisten yang
membidangi.
(5) Kepala Sub Bagian, Kepala Seksi dan Kepala Sub Bidang pada SKPD lain
membubuhkan paraf pada net surat yang ditandatangani oleh Kepala SKPD terkait.
(6) Net surat keluar dan Nota Pengajuan Naskah Dinas diteruskan kepada Kepala
Bagian/Sekretaris/Kepala Bidang terkait.

Pasal 6

(1) Kepala Bagian/Sekretaris/Kepala Bidang/Inspektur Pembantu terkait memeriksa dan


mengoreksi net surat keluar dan Nota Dinas Pengajuan Konsep Naskah Dinas sesuai
ketentuan tata naskah dinas yang berlaku dan membubuhkan paraf pada Nota
Pengajuan Naskah Dinas.
(2) Kepala Bagian/Sekretaris/Kepala Bidang/Inspektur Pembantu terkait tidak
membubuhkan paraf pada net surat keluar yang ditandatangani oleh Gubernur atau
Wakil Gubernur.
(3) Kepala Bagian terkait pada Sekretariat Daerah hanya membubuhkan paraf pada net
surat keluar yang ditandatangani oleh Kepala Biro terkait, Asisten yang membidangi
dan Sekretaris Daerah.
(4) Kepala Bagian/Sekretaris/Kepala Bidang/Inspektur Pembantu pada SKPD lain
membubuhkan paraf pada net surat yang ditandatangani oleh Kepala SKPD dan
Sekda.
(5) Net surat keluar dan Nota Pengajuan Naskah Dinas yang telah dibubuhkan paraf
Kepala Bagian/Sekretaris/Kepala Bidang/Inspektur Pembantu terkait diteruskan
kepada Kepala Biro/Kepala SKPD terkait.

Pasal 7

(1) Kepala Biro/Kepala SKPD terkait memeriksa dan mengoreksi net surat keluar dan
mempelajari Nota Pengajuan Naskah Dinas sesuai ketentuan tata naskah dinas yang
berlaku.
(2) Kepala Biro/Kepala SKPD terkait membubuhkan tandatangan pada surat keluar yang
menjadi kewenangannya dan mengembalikan kepada Kepala Bagian /Sekretaris
/Kepala Bidang/Inspektur Pembantu terkait.
(3) Kepala Biro/Kepala SKPD tekait membubuhkan paraf pada net surat keluar yang
ditandatangani oleh Asisten, Sekretaris Daerah dan Gubernur atau Wakil Gubernur
serta menandatangani Nota Pengajuan Naskah Dinas.
(4) Nota Pengajuan Naskah Dinas dan net surat keluar diteruskan kepada Kepala Sub
Bagian TU Biro/Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian untuk diteruskan kepada
pejabat terkait.

Pasal 8

(1) Kepala Sub Bagian TU Biro/Kepala Sub Bagian Umum mencatat dan memberikan
nomor agenda biro/SKPD pada Nota Pengajuan Naskah Dinas.
(2) Nota Pengajuan Naskah Dinas dan net surat keluar bersama-sama berkas
kelengkapan diteruskan kepada Asisten yang membidangi.

Pasal 9

(1) Asisten yang membidangi mempelajari dan menelaah substansi Nota Pengajuan
Naskah Dinas dan net surat keluar serta berkas kelengkapannya.
(2) Asisten yang membidangi mendandatangani net surat keluar yang menjadi
kewenangannya dan mengembalikan kepada Biro/SKPD terkait
(3) Asisten yang membidangi membubuhkan paraf pada net surat keluar yang
ditandatangani oleh Sekretaris Daerah dan Gubernur/Wakil Gubernur.
(4) Asisten yang membidangi memberikan pertimbangan pada Nota Pengajuan Naskah
Dinas, dan meneruskan bersama-sama net surat keluar kepada Sekretaris Daerah.

Pasal 10

(1) Sekretaris Daerah mempelajari Nota Pengajuan Naskah Dinas dan pertimbangan
Asisten terkait serta substansi surat keluar.
(2) Sekretaris Daerah menandatangani net surat keluar sesuai dengan kewenangannya
dan mengembalikan kepada Asisten yang membidangi.
(3) Sekretaris Daerah membubuhkan paraf pada net surat keluar yang ditandatangani
oleh Gubernur atau Wakil Gubernur.
(4) Sekretaris Daerah memberikan pertimbangan pada Nota Pengajuan Naskah Dinas,
dan meneruskan bersama-sama net surat keluar kepada Sekretaris Daerah.

Pasal 11

(1) Gubernur atau Wakil Gubernur memperhatikan pertimbangan Sekretaris Daerah pada
Nota Pengajuan Naskah Dinas dan mempelajari substansi net surat keluar.
(2) Gubernur atau Wakil Gubernur menandatangani net surat keluar.
(3) Gubernur atau Wakil Gubernur memberikan arahan pada Nota Pengajuan Naskah
Dinas dan mengembalikan kepada Sekretaris Daerah.

Pasal 12

(1) Secara berjenjang net surat keluar yang telah ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang kembali kepada Kepala Sub Bagian/Seksi/Sub Bidang terkait.
(2) Kepala Sub Bagian/Kepala Seksi/Kepala Sub Bidang terkait memberikan arahan
kepada Unit Pengolah untuk memproses surat keluar sesuai dengan sistem kearsipan
pola baru.

Pasal 13

(1) Unit Pengolah di lingkungan Sekretariat Daerah meneruskan berkas surat keluar
kepada Kepala Sub Bagian TU Biro untuk disiapkan Kartu Kendali Surat Keluar.
(2) Unit Pengolah pada SKPD lain meneruskan berkas surat keluar kepada Sub Bagian
Umum dan Kepegawaian/Sub Bagian TU untuk disiapkan kartu kendali surat keluar.

Pasal 14

(1) Kepala Sub Bagian TU Biro menyiapkan Kartu Kendali Surat Keluar.
(2) Kepala Sub Bagian TU Biro mengantar berkas surat keluar kepada Kepala Sub Bagian
Surat Menyurat, Arsip dan Ekspedisi untuk proses pencatatan, penomoran dan
pembubuhan stempel dinas.
(3) Kepala Sub Bagian Surat Menyurat, Arsip dan Ekspedisi menyerahkan berkas surat
keluar yang telah tercatat, bernomor dan berstempel serta Kartu Kendali Surat Keluar
kepada Kepala Sub Bagian TU Biro.
(4) Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian/Kepala Sub Bagian TU mencatat,
memberikan nomor dan membubuhkan stempel dinas. dan menyerahkan kembali
berkas surat keluar kepada Unit Pengolah dengan meninggal 1 (satu) arsip untuk
dokumentasi.

Pasal 15

(1) Kepala Sub Bagian TU Biro menyerahkan 1(satu) exemplar/lembar arsip kepada
Kepala Sub Bagian Surat Menyurat, Arsip dan Ekspedisi sebagai dokumentasi.
(2) Kepala Sub Bagian TU Biro menyimpan Kartu Kendali Surat Keluar dan menyerahkan
kembali berkas surat keluar kepada Unit Pengolah untuk diproses lebih lanjut.
(3) Kepala Sub Bagian TU Biro menyimpan 1 (satu) arsip untuk dokumentasi.
Pasal 16

(1) Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawian/Kepala Sub Bagian TU menyerahkan
berkas surat keluar kepada Unit Pengolah.
(2) Unit Pengolah menerima berkas surat dan menyerahkan 1 (satu) arsip untuk
dokumentasi.

Pasal 17

(1) Unit Pengolah menyimpan arsip dalam file.


(2) Unit Pengolah memproses pengiriman surat keluar.

Pasal 17

Format Standar Operasional Prosedur Pengelolaan Surat Keluar sebagaimana terlampir dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.

BAB III
TATA KERJA
Pasal 18

(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pengelolaan Surat Keluar wajib membangun komitmen tinggi untuk mendukung
pelaksanaannya.

(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pengelolaan Surat Keluar wajib mengembangkan koordinasi dan kerjasama maksimal
dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan naskah dinas.

(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pengelolaan Surat Keluar wajib memperhatikan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.

(4) Setiap pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur memiliki
pengetahuan dan kemampuan mengelola tata naskah dinas.

(5) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur wajib
menguasai teknologi dan mampu mengoperasikan peralatan teknis pengelolaan surat
keluar yang disediakan.

BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 19

(1) Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan Standar Operasional Prosedur, dipandang


perlu menyediakan sarana dan prasarana pendukung kegiatan sesuai dengan
kebutuhan.

(2) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus untuk pelayanan bentuan sosial secara efisien, efektif
dan tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk pelayanan bantuan
sosial.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 21

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini


dengan penempatannya dalam Berita Daerah.

Ditetapkan di Banjarmasin
pada tanggal

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

H. RUDY ARIFFIN

Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN,

H.M. MUCHLIS GAFURI


BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
TAHUN 2011 NOMOR
LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN
SELATAN
NOMOR TAHUN 2011
TANGGAL
_______________________________________
Nomor SOP
Tanggal Pembuatan
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
Tanggal Revisi
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Tanggal Efektif
Disahkan oleh Gubernur Kalimantan Selatan
Nama SOP Standar Operasional Prosedur Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. a. memahami dengan baik kegiatan yang harus dilakukan dalam menunjang tugas ;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian b. memahami dengan baik ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan ;
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. c. memahami dengan baik peraturan perundang-undangan perenc. pemb. daerah ;
4. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/21/M.PAN/11/2008 tentang d. mempunyai komitmen tinggi untuk menyelesaikan setiap tahapan kegiatan tepat
Pedoman Penyusunan Standar Opearsional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan. sasaran dan tepat waktu.
5. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat e. memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya.
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :


1.................................................... a. perangkat pendukung pengolahan data ;
b. perangkat komputer.
2. .................................................
c. filling cabinet untuk menyimpan arsip/dokumen ;
Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :
SOP ini merupakan prosedur baku yang wajib dilaksanakan dalam penyusunan Rencana Kerja c. dokumentasi arsip perencanaan pembangunan ;
Pembangunan Daerah dan jika tidak dilaksanakan akan mengakibatkan ketidak pastian, ketidak d. dokumentasi/laporan penyusunan rencana kerja pembangunan daerah..
sinkronan dan ketidaktepatan waktu dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan daerah.

PE LAK S AN A MUTU BAKU


No. AKTIVITAS KET.
Tim Kepala Kepala Pemangku Gubernur Persyaratan/ Waktu Output
Perumus BAPPEDA SKPD Kepentingan kelengkapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1. Tim Perumus menyiapkan draft RPJMD 14 hari Draft RKPD Bulan Januari
reancangan awal Rencana Kerja tahun depan tahun berjalan
Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi
tahun yang akan datang mengacu kepada
Rencana Pembangunan Jangka
Menerngah Daerah dan menyerahkan
kepada Kepala BAPPEDA

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Draft RKPD 7 hari Rancangan


2. Kepala BAPPEDA mempelajari dan
tahun depan Awal RKPD
menetapkan rancangan awal Rencana
tahun depan
Kerja Pemerintah Daerah Provinsi.

3. Kepala BAPPEDA menyampaikan Rancangan Awal 3 hari Surat


rancangan awal Rencana Kerja RKPD tahun pengantar
Pemerintah Daerah Provinsi kepada depan Rancangan
Kepala SKPD Awal RKPD
tahun depan

4. Kepala SKPD mempelajari Surat pengantar 21 Rancangan


rancangan awal Rencana Kerja dan Rancangan hari Renja SKPD
Pemerintah Daerah Provinsi dan Awal RKPD tahun depan
menyiapkan rancangan Rencana tahun depan
Kerja SKPD dengan mengacu
rancangan awal Rencana Kerja
Pemerintah Daerah

5. Kepala SKPD menyampaikan Rancangan Kerja 3 hari Himpunan


rancangan Rencana Kerja SKPD SKPD tahun Rancangan
kepada Kepala BAPPEDA depan Renja SKPD
tahun depan
6. Kepala BAPPEDA mengkoordinasi- Himpunan 21 Rancangan
kan rancangan Rencana Kerja Rancangan hari Akhir RKPD
Pemerintah Daerah Provinsi dengan Rencana Kerja tahun depan
Kepala SKPD menggunakan SKPD tahun
rancangan Rencana Kerja SKPD depan
7. Penyelenggaraan Musyawarah Peren- Rancangan Akhir April Rancangan
canaan Pembangunan Daerah RKPD RKPD tahun tahun RKPD dan
dengan bahan Rancangan Kerja depan berja- hasil
Pemerintah Daerah.difasilitasi oleh lan Musrenbang
Kementerian Dalam Negeri dan
hasilnya diserahkan kepada Kepala
BAPPEDA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

8. Kepala BAPPEDA menugaskan Tim Rancangan 3 hari Penugasan


Perumus menyiapkan rumusan akhir RKPD dan hasil pembuatan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah Musrenbang rumusan akhir
Provinsi RKPD tahun
depan
9. Tim Perumus menyiapkan rumusan Rancangan 21 Rumusan akhir
akhir Rencana Kerja Pemerintah RKPD dan hasil hari RKPD tahun
Daerah dengan bahan dasar Hasil Musrenbang dan depan
Musyawarah Perencanaan Pemba- penugasan dari
ngunan RKPD Provinsi Kepala
BAPPEDA
10. Tim Perumus melaporan dan Rumusan akhir 6 hari Laporan dan
menyerahkan rumusan akhir Rencana RKPD tahun penyerahan
Kerja Pemerintah Daerah Provinsi depan Rumusan
diserahkan kepada Kepala Akhir RKPD
BAPPEDA tahun berjalan
11. Kepala BAPPEDA mempelajari Rumusan akhir 3 hari Laporan
Rumusan akhir Rencana Kerja RKPD tahun kesiapan
Pemerintah Daerah Provinsi dan depan Rumusan
melaporkan kepada Gubernur untuk Akhir RKPD
mendapat penetapan tahun depan
12. Gubernur menetapkan Rencana Kerja Laporan dan 6 hari Peraturan
Pemerintah Daerah dengan Peraturan Rumusan Akhir Gubernur
Gubernur, dan memerintahkan RKPD tahun tentang RKPD
kepada Kepala BAPPEDA untuk depan tahun depan
mensosialisasikan kepada masyarakat
untuk diketahui.
13. Kepala BAPPEDA menerima Pergub tentang 3 hari Pergub ttg
Peraturan Gubernur tentang Rencana RKPD tahun RKPD tahun
Kerja Pemerintah Daerah untuk depan depan siap
disosialisasikan. disosialisasikan

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

H. RUDY ARIFFIN
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
NOMOR TAHUN 2011
TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Menimbang : a. bahwa rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyusunan


rencana pembangunan daerah Provinsi Kalimantan Selatan,
dipandang perlu mengatur dan menetapkan Standar Operasional
Prosedur Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan ;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a,
perlu menetapkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Jo. Undang-Undang Nomor


21 Tahun 1958 tentang penetapan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1957 antara lain Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I
Kalimantan Selatan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1106);
2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4421) ;
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;
5. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).
6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan
Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593).
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi dan
Pemerintahan Kabupaten dan Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4737) ;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4816) ;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata
Cara Penyusunan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4817) ;
10. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan
Pengundangan, Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan ;
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang
Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah ;
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah :
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Lembaran Daerah dan Berita Daerah ;
14. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan ;
15. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 5 Tahun
2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2008 Nomor 5) ;
16. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 6 Tahun 2008
tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2008 Nomor 6);
17. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor Tahun 2009
tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Unsur-unsur
Organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG STANDAR OPERASIONAL


PROSEDUR PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN
DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.


2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
3. Gubernur adalah Gubernur Kaliamantan Selatan.
4. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut BAPPEDA
adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
5. Kepala BAPPEDA adalah Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan.
6. Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-
tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemanngku kepentingan di
dalamnya guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah
dalam jangka waktu tertentu.
7. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disebut
RPJMD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 (lima) tahunan.
8. Rencana Kerja Pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut RKPD adalah
dokumen perencananaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
9. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah dokumen perencanaan
Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
10. Musayawarah Perencanaan Pembangunan adalah forum antar pemangku
kepentingan daam rangka menyusun rencana pembangunan daerah.
11. Pemangku Kepentingan adalah pihak-pihak yang secara langsung atau tidak
langsung mendapatkan manfaat atau dampak dari perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan daerah.
BAB II
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH
Pasal 2

(1) Tim Perumus menyiapkan draft rancangan awal RKPD tahun yang akan datang dengan
mengacu kepada RPJMD.
(2) Draft rancangan awal RKPD diserahkan kepada Kepala BAPPEDA.

Pasal 3

(1) Kepala BAPPEDA mempelajari materi draft rancangan awal RKPD.


(2) Kepala BAPPEDA menetapkan rancangan awal RKPD.
(3) Kepala BAPPEDA menyampaikan rancangan awal RKPD kepada Kepala SKPD sebagai
bahan penyusunan rancangan Rencana Kerja SKPD.

Pasal 4

(1) Kepala SKPD mempelajari rancangan awal RKPD.


(2) Kepala SKPD menyiapkan rancangan Rencana Kerja SKPD dengan memperhatikan
dan mengacu kepada rancangan awal RKPD.
(3) Kepala SKPD menyampaikan rancangan Rencana Kerja SKPD kepada Ketua
BAPPEDA.
Pasal 5
(1) Kepala BAPPEDA menghimpun rancangan Rencana Kerja SKPD.
(2) Kepala BAPPEDA mengoordinasikan rancangan Rencana Kerja Pembangunan Daerah
dengan rancangan Rencana Kerja SKPD bersama-sama Kepala SKPD.
(3) Hasil koordinasi Rancangan RKPD dengan Rencana Kerja SKPD ditetapkan menjadi
rancangan akhir RKPD.
Pasal 6

(1) Kepala BAPPEDA menyelenggarakan Musyawarah Rencana Pembangunan RKPD.


(2) Musyawarah Rencana Pembangunan RKPD diikuti oleh seluruh pemangu
kepentingan dalam perencanaan pembangunan daerah.
(3) Musyawarah Rencana Pembangunan RKPD menggunakan bahan pembahasan
rancangan akhir RKPD.
(4) Musyawarah Rencana Pembangunan RKPD menetapkan rekomendasi, masukan
dan pertimbangan penyempurnaan terhadap rancangan akhir RKPD.
(5) Hasil Musyawarah Rencana Pembangunan RKPD diserahkan kepada Kepala
BAPPEDA sebagai bahan penyempurnaan rancangan akhir RKPD.

Pasal 7

Kepala BAPPEDA menugaskan Tim Perumus untuk menyempurnakan rancangan


akhir RKPD sesuai dengan rekomndasi, masukan dan pertimbangan-pertimbangan
hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan RKPD.

Pasal 8

(1) Tim Perumus menyiapkan rumusan akhir RKPD berdasarkan hasil


Musyawarah Perencanaan Pembangunan RKPD.

(2) Tim Perumus melaporkan dan menyerahkan rumusan akhir RKPD kepada
Kepala BAPPEDA.

Pasal 9

(1) Kepala BAPPEDA mempelajari rumusan akhir RKPD.


(2) Kepala BAPPEDA melaporkan rumusan akhir RKPD kepada Gubernur.
(3) Kepala BAPPEDA memohon penetapan rumusan akhir RKPD menjadi ketetapan.

Pasal 10

(1) Gubernur menetapkan rumusan akhir RKPD menjadi RKPD dengan peraturan
Gubernur.
(2) Gubernur menyerahkan RKPD kepada Kepala BAPPEDA.
(3) Gubernur memerintahkan kepada Kepala BAPPEDA untuk menyebarluaskan Peraturan
Gubernur tentang RKPD kepada masyarakat untuk diketahui.

Pasal 11
(1) Kepala BAPPEDA menerima Peraturan Gubernur tentang RKPD.
(2) Kepala BAPPEDA menyiapkan tindak lanjut penerapan RKPD.
Pasal 12

Format Standar Operasional Penyusunan RKPD sebagaimana terlampir dan merupakan


bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.

BAB III
TATA KERJA
Pasal 13

(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Penyusunan RKPD wajib membangun komitmen tinggi untuk mendukung
pelaksanaannya.

(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Penyusunan RKPD wajib mengembangkan koordinasi dan kerjasama maksimal dalam
upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan naskah dinas.

(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Penyusunan RKPD wajib memperhatikan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.

(4) Setiap pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Penyusunan RKPD memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam bidang
perencanaan pembangunan daerah.

(5) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Penyusunan RKPD wajib menguasai teknologi dan mampu mengoperasikan
peralatan teknis perencanaan pembangunan daerah

BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 14

(1) Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan Standar Operasional Prosedur Penyusunan


RKPD, dipandang perlu menyediakan sarana dan prasarana pendukung kegiatan
sesuai dengan kebutuhan.

(2) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus untuk penyusunan RKPD secara efisien, efektif dan
tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk setiap tahapan kegiatan.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 16
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini


dengan penempatannya dalam Berita Daerah.

Ditetapkan di Banjarmasin
pada tanggal

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

H. RUDY ARIFFIN

Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN,

H.M. MUCHLIS GAFURI


BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
TAHUN 2011 NOMOR
Nomor SOP
Tanggal Pembuatan
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
Tanggal Revisi
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Tanggal Efektif
Disahkan oleh Gubernur Kalimantan Selatan
Nama SOP Standar Operasional Prosedur Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. f. memahami dengan baik kegiatan yang harus dilakukan dalam menunjang tugas ;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, g. memahami dengan baik ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan ;
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. h. memahami dengan baik peraturan perundang-undangan perenc. pemb. daerah ;
8. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja i. mempunyai komitmen tinggi untuk menyelesaikan setiap tahapan kegiatan tepat sasa
Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. dan tepat waktu.
9. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/21/M.PAN/11/2008 tentang j. memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya.
Pedoman Penyusunan Standar Opearsional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan.
Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :
1.................................................... d. perangkat pendukung pengolahan data ;
e. perangkat komputer.
2. .................................................
f. filling cabinet untuk menyimpan arsip/dokumen ;
Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :
SOP ini merupakan prosedur baku yang wajib dilaksanakan dalam penyusunan Rencana Kerja e. dokumentasi arsip perencanaan pembangunan ;
Pemerintah Daerah dan jika tidak dilaksanakan akan mengakibatkan ketidak pastian, ketidak sinkronan LAMPIRAN : PERATURAN
f. dokumentasi/laporan GUBERNUR
penyusunan KALIMANTAN
rencana kerja pembangunan daerah..
dan ketidaktepatan waktu dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan daerah. SELATAN
NOMOR TAHUN 2011
TANGGAL
_______________________________________
PE LAK S AN A MUTU BAKU
No. AKTIVITAS
Kepala Pemangku Persyaratan/ KET.
Tim Perumus Kepala SKPD Gubernur Waktu Output
BAPPEDA Kepentingan kelengkapan
1 2 3 4 5 6 7 9 10 11 12
1. Tim Perumus menyiapkan draft reancangan RPJMD 14 hari Draft RKPD tahun Bulan
awal Rencana Kerja Pembangunan Daerah depan Januari
(RKPD) Provinsi tahun yang akan datang tahun
mengacu kepada Rencana Pembangunan berjalan
Jangka Menengah Daerah dan menyerahkan
kepada Kepala BAPPEDA

1 2 3 4 5 6 7 9 10 11 12

Draft RKPD tahun depan 7 hari Rancangan Awal


2. Kepala BAPPEDA mempelajari dan
RKPD tahun
menetapkan rancangan awal Rencana
depan
Kerja Pembangunan Daerah Provinsi.

3. Kepala BAPPEDA menyampaikan Rancangan Awal RKPD 3 hari Surat pengantar


rancangan awal Rencana Kerja tahun depan Rancangan Awal
Pembangunan Daerah Provinsi kepada RKPD tahun
Kepala SKPD depan

4. Kepala SKPD mempelajari rancangan Surat pengantar dan 21 hari Rancangan


awal Rencana Kerja Pembangunan Rancangan Awal RKPD Renja SKPD
Daerah Provinsi dan menyiapkan tahun depan tahun depan
rancangan Rencana Kerja SKPD dengan
mengacu rancangan awal Rencana Kerja
Pembangunan Daerah

5. Kepala SKPD menyampaikan rancangan Rancangan Kerja SKPD 3 hari Himpunan


Rencana Kerja SKPD kepada Kepala tahun depan Rancangan
BAPPEDA Renja SKPD
tahun depan
6. Kepala BAPPEDA mengoordinasikan Himpunan Rancangan 21 hari Rancangan akhir
rancangan Rencana Kerja Pembangunan Rencana Kerja SKPD RKPD tahun
Daerah Provinsi dengan rancangan tahun depan depan
Rencana Kerja SKPD bersama-sama
Kepala SKPD menghasilkan rancangan
akhir RKPD.
7. Penyelenggaraan Musyawarah Peren- Rancangan akhir RKPD April Rekomendasi,
canaan Pembangunan RKPD Provinsi tahun depan tahun masukan dan
dengan bahan rancangan akhir Rencana berjalan pertimbangan-
Kerja Pembangunan Daerah Provinsi pertimbangan
difasilitasi oleh Kementerian Dalam penyempurnaan
Negeri dan hasilnya diserahkan kepada RKPD
Kepala BAPPEDA

1 2 3 4 5 6 7 10 11 12 13

8. Kepala BAPPEDA menugaskan Tim Rekomendasi, masukan 3 hari Penugasan


Perumus menyiapkan rumusan akhir dan pertimbangan- pembuatan
Rencana Kerja Pembangunan Daerah pertimbangan rumusan akhir
Provinsi penyempurnaanRKPD RKPD tahun
depan
9. Tim Perumus menyiapkan rumusan akhir Rancangan RKPD dan 21 hari Rumusan akhir
Rencana Kerja Pembangunan Daerah hasil Musrenbang dan RKPD tahun
dengan bahan dasar Hasil Musyawarah penugasan dari Kepala depan
Perencanaan Pembangunan RKPD BAPPEDA
Provinsi
10. Tim Perumus melaporkan dan Rumusan akhir RKPD 6 hari Laporan dan
menyerahkan rumusan akhir Rencana tahun depan penyerahan
Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Rumusan Akhir
diserahkan kepada Kepala BAPPEDA RKPD tahun
berjalan
11. Kepala BAPPEDA mempelajari Rumusan Rumusan akhir RKPD 3 hari Laporan
akhir Rencana Kerja Pembangunan tahun depan kesiapan
Daerah Provinsi dan melaporkan kepada Rumusan Akhir
Gubernur untuk mendapat penetapan RKPD tahun
depan
12. Gubernur menetapkan Rencana Kerja Laporan dan Rumusan 6 hari Peraturan
Pembangunan Daerah dengan Peraturan Akhir RKPD tahun depan Gubernur
Gubernur, dan memerintahkan kepada tentang RKPD
Kepala BAPPEDA untuk tahun depan
mensosialisasikan kepada masyarakat
untuk diketahui.
13. Kepala BAPPEDA menerima Peraturan Pergub tentang RKPD 3 hari Tindaklanjut
Gubernur tentang Rencana Kerja tahun depan penetapan Pergub
Pembangunan Daerah untuk ttg RKPD tahun
disosialisasikan. depan

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

H. RUDY ARIFFIN
LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN
SELATAN
NOMOR TAHUN 2011
TANGGAL
_______________________________________

Nomor SOP
Tanggal Pembuatan
PANTI SOSIAL BINA WANITA MELATI
Tanggal Revisi
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Tanggal Efektif
Disahkan oleh Gubernur Kalimantan Selatan
Nama SOP Standar Operasional Prosedur Pelatihan Wanita Rawan Sosial Ekonomi

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang a. memahami dengan baik kegiatan yang harus dilakukan dalam menunjang tugas ;
Pemerintahan Daerah. b. memahami dengan baik ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan ;
2. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara c. memahami dengan baik peraturan perundang-undangan pelayanan sosial ;
Nomor PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar Opearsional Prosedur d. mempunyai komitmen tinggi untuk menyelesaikan setiap tahapan kegiatan tepat sasaran dan
(SOP) Administrasi Pemerintahan. tepat waktu.
3. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun e. memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya.
2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas dan
Badan Provinsi Kalimantan Selatan.

Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :


Standar Operasional Prosedur Rekruitmen Calon Peserta Pelatihan Wanita Rawan Sosial Ekonomi a. perangkat pendukung pelayanan klien dan pelatihan ;
b. perangkat komputer.
c. filling cabinet untuk menyimpan arsip/dokumen ;
Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :
SOP ini merupakan prosedur baku yang wajib dilaksanakan dalam pelatihan wanita rawan sosial a. dokumentasi arsip silabi dan kurikulum pelatihan;
ekonomi dan jika tidak dilaksanakan akan mengakibatkan ketidak pastian, ketidak sinkronan dan b. dokumentasi/laporan kegiatan pelatihan.
ketidaktepatan waktu dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan. c. dokumentasi alumni peserta pelatihan.

PELAKSANA MUTU BAKU


No AKTIVITAS KET
Klien Staf Sub Ka.Sub Staf Seksi Ka. Seksi Staf Seksi Ka. Seksi Kepala Pekerja Instruktur Persyaratan/ Waktu Output
Bag TU Bag. TU Pelayanan Pelayanan Bin/Resos Bin/Resos Panti Sosial Kelengkapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1. Klien dierima di Panti Surat panggilan Klien
Sosial Bina Wanita dengan calon peserta diterima di
menyerahkan surat pelatihan PSBW
panggilan sebagai calon
pesetta pelaithan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Surat panggilan Diterima


2. Klien diarahkan ke Staf calon peserta Staf Sie
Seksi Pelayanan pelatihan Pelayanan

Surat panggilan Daftar calon


3. Regristrasi dan penge- calon peserta peserta
chekan data klien serta pelatihan dan pelatihan
persyaratan administrasi kelengkapan adm

Daftar calon Net kontrak


4. Penyiapan kontrak pela- peserta pelatihan pelayanan
yanan

5. Pengecheckan net naskah Net kontrak Net kontrak


kontrak pelayanan oleh pelayanan pelayanan
Kepala Seksi Pelayanan terperiksa

Net kontrak Kontrak


6. Penandatangan kontrak pelayanan pelayanan
pelayanan terperiksa ditanda-
tangani

7. Penempatan klien dalam Penempatan


asrama dan penyerahan Kontrak dalam
perlengkapan asrama pelayanan asrama
yang diperlukan

8. Penelaahan dan peng- Data calon peserta Self


ungkapan masalah klien pelatihan assesment
tiap calon
(assesment) peserta

9. Penempatan klien pada Self assisment Penempatan


program pelayanan (pela- calon peserta program
tihan) pelatihan pelatihan

10. Pelaksanaan pelatihan : Daftar penempatan Persiapan


dalam program pelaksanaan
pelatihan pelatihan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Sarana dan Peningkatan


11. Kegiatan Pelatihan meli- prasarana kemampuan
puti Bimbingan Fisik, pelatihan dan
Mental Spiritual dan keterampilan
Keterampilan Usaha

Pembinaan lanjutan meli- Daftar alumni Perkembang


12. puti : Bimbingan Pening- peserta pelatihan an kapasitas
katan Hidup Bermasya- dan
rakat, Bantuan Pengem- kemampuan
bangan Usaha /Bim- alumni
bingan Peningkatan Kete- peserta
rampilan dan Bimbingan dalam
Pemantapan/Peningkatan bermasya-
Usaha. rakat

Daftar alumni Perkembang


13. Terminasi dalam bentuk peserta pelatihan an tingkat
pemutusan hubungan dan kemandirian
kerjasama pembinaan alumni
dengan eks klien PSBW peserta
Melati. pelatihan

Daftar alumni Kesiapan


14. Bimbingan Resosialisasi peserta pelatihan alumni
peserta
kembali ke
masyarakat
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

H. RUDY ARIFFIN

LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN


SELATAN
NOMOR TAHUN 2011
TANGGAL
_______________________________________

Nomor SOP
Tanggal Pembuatan
PANTI SOSIAL BINA WANITA MELATI
Tanggal Revisi
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Tanggal Efektif
Disahkan oleh Gubernur Kalimantan Selatan
Nama SOP Standar Operasional Prosedur Rekruitmen Calon Peserta Pelatihan Wanit
Rawan Sosial Ekonomi

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. a. memahami dengan baik kegiatan yang harus dilakukan dalam menunjang tugas ;
2. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/21/M.PAN/11/2008 tentang b. memahami dengan baik ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan ;
Pedoman Penyusunan Standar Opearsional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan. c. memahami dengan baik peraturan perundang-undangan pelayanan sosial ;
3. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan, d. mempunyai komitmen tinggi untuk menyelesaikan setiap tahapan kegiatan tepat sasaran da
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas dan Badan Provinsi Kalimantan tepat waktu.
Selatan. e. memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya.

Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :


Standar Operasional Prosedur Pelatihan Wanita Rawan Sosial Ekonomi a. perangkat pendukung perekruitan calon peserta pelatihan ;
b. perangkat komputer.
c. filling cabinet untuk menyimpan arsip/dokumen ;
Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :
SOP ini merupakan prosedur baku yang wajib dilaksanakan dalam rekruitmen calon peserta a. dokumentasi arsip calon peserta pelatihan;
pelatihan wanita rawan sosial ekonomi dan jika tidak dilaksanakan akan mengakibatkan ketidak b. dokumentasi/laporan kegiatan rekriutmen calon peserta pelatihan.
transparanan, ketidak sinkronan dan ketidaktepatan calon peserta pelatihan.

P E L A K S A N A MUTU BAKU
NO AKTIVITAS KET
Calon Dinas Ka. Sub Bag Staf Sub Bag Ka. Seksi Staf Seksi Pekerja Persyaratan/
Peserta Sosial TU TU Pelayanan Pelayanan Kapala Panti Sosial Kelengkapan Waktu Output
Kab/Kota
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1. Penetapan rencana rekruitmen calon Program kerja PSBW Rencana


peserta pelatihan Melati kegiatan
rekruitmen
2. Orientasi, konsultasi dan seleksi calon Rencana kegiatan Rencana
peserta pelatihan melalui Dinas Sosial rekriutmen calon sosialisasi
Kab/Kota peserta pelatihan kegiatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Rencana sosialisasi Informassi


3. Sosialisasi rekruimen calon peserta kegiatan pelatihan penerimaan
pelatihan oleh Dinas Sosial Kab/Kota dan rekritm,en calon calon peserta
peserta pelatihan

4. Calon peserta mencaftarkan diri sebagai Peryaratan calon Daftar calon


calon peserta pelatihan pada Dinas Sosial peserta pelatihan peserta
Kab/Kota yang ditentukan pelatihan

5. Identifikasi, motivasi dan seleksi calon Daftar dan data calon Hasil seleksi
peserta pelatihan peserta pelatihan calon peserta
pelattihan
Hasil seleksi calon Calon peserta
6. Penetapan calon peserta lolos seleksi peserta pelatihan lolos seleksi

7. Peenyerahan surat panggilan caon peserta Calon peserta lolos Pemanggilan


pelatihan seleksi calon peserta
pelatihan

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

H. RUDY ARIFFIN
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
NOMOR TAHUN 2011

TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
REKRUITMEN CALON PESERTA PELATIHAN
DAN STNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PELATIHAN WANITA RAWAN SOSIAL EKONOMI
PADA PANTI SOSIAL BINA WANITA MELATI
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG M AHA ESA

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan harkat, derajad dan martabat warga
negara yang kurang beruntung pada umumnya dan para wanita rawan
sosial ekonomi khususnya, dipandang perlu meningkatkan pelayanan
dan rehabilitasi sosial melalui kegiatan pembinaan dan pelatihan
keterampilan ;
b. bahwa untuk memberikan pedoman baku dalam kegiatan pembinaan
dan pelatihan wanita rawan sosial ekonomi, perlu diatur Standar
Operasional Prosedur Rekruitmen Calon Peserta Pelatihan dan
Standar Operasional Prosedur Pelatihan Wanita Rawan Sosial
Ekonomi pada Panti Sosial Bina Wanita Melati Provinsi Kalimantan
Selatan ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b tersebut di atas, perlu menetapkan Peraturan Gubernur
Kalimantan Selatan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Jo. Undang-Undang Nomor 21


Tahun 1958 tentang penetapan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1957 antara lain Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan
Selatan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1106);
2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;
4. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan
Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593).
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi dan
Pemerintahan Kabupaten dan Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4737) ;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan
Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4816) ;
8. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan
Pengundangan, Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan ;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis
dan Bentuk Produk Hukum Daerah ;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah :
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Lembaran Daerah dan Berita Daerah ;
12. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan ;
13. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 5 Tahun 2008
tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah
Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2008 Nomor 5) ;
14. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 6 Tahun 2008
tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2008 Nomor 6);
15. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 031 Tahun 2008
tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Unsur-unsur
Organisasi Dinas Sosial dan Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan
Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Selatan.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN GUBERNUR TENTANG STANDAR OPERASIONAL


PROSEDUR REKRUITMEN CALON PESERTA PELATIHAN DAN
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELATIHAN WANITA
RAWAN SOSIAL EKONOMI PADA PANTI SOSIAL BINA WANITA
MELATI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam peraturan gubernur ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.


2. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
3. Panti Sosial Bina Wanita Melati yang selanjutnya disebut PSBW Melati adalah
Panti Sosial Bina Wanita Melati Provinsi Kalimantan Selatan sebagai Unit
Pelaksana Teknis pada Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Selatan.
4. Kepala Panti adalah Kepala Panti Sosial Bina Wanita Melati Provinsi Kalimantan
Selatan.
5. Dinas Sosial Kabupaten/Kota adalah Dinas Sosial atau nama lain Satuan Kerja
Perangkat Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan yang secara
fungsional menangani pembinaan, pelayanan dan rehabilitasi penyandang masalah
sosial.
6. Sub Bagian Tata Usaha adalah Sub Bagian Tata Usaha pada Panti Sosial Bina
Wanita Melati Provinsi Kalimantan Selatan.
7. Kepala Sub Bagian Tata Usaha adalah Kepala Sub Bagian Tata Usaha pada Panti
Sosial Bina Wanita Melati Provinsi Kalimantan Selatan.
8. Seksi Pelayanan adalah Seksi Pelayanan pada Panti Sosial Bina Wanita Melati
Provinsi Kalimantan Selatan.
9. Kepala Seksi Pelayanan adalah Kepala Seksi Pelayanan pada Panti Sosial Bina
Wanita Melati Provinsi Kalimantan Selatan.
10. Seksi Pembinaan dan Resosialisasi adalah pada Panti Sosial Bina Wanita Melati
Provinsi Kalimantan Selatan.
11. Kepala Seksi Pembinaan dan Resosialisasi adalah Kepala Seksi Pembinaan dan
Resosialisasi pada Panti Sosial Bina Wanita Melati Provinsi Kalimantan Selatan.
12. Pekerja Sosial adalah Pekerja Sosial pada pada Panti Sosial Bina Wanita Melati
Provinsi Kalimantan Selatan.
13. Wanita Rawan Sosial Ekonomi adalah para wanita yang tidak dapat melaksanakan
fungsi sosial secara wajar sehingga dapat menimbulkan pengaruh negatif pada
berbagai aspek kehidupan dan lebih jauh lagi dapat menghambat laju perkembangan
pembangunan.
14. Pelatihan adalah pembinaan dan pembekalan keterampilan guna meningkatkan
kualitas sumberdaya wanita rawan sosial ekonomi sehingga menumbuhkan rasa
percaya diri, meningkatkan harga diri, kesadaran dan tanggung jawab terhadap
masa depan diri sendiri, keluarga, masyarakat dan lingkungannya.
15. Calon peserta pelatihan adalah para wanita rawan sosial ekonomi yang berdasarkan
orientasi dan konsultasi diikut sertakan dalam seleksi peserta pelatihan.
16. Klien adalah calon peserta pelatihan yang berdasarkan identifikasi dan seleksi
ditetapkan sebagai peserta pelatihan wanita rawan sosial ekonomi.
17. Standar Operasional Prosedur adalah
BAB II
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
Bagian Pertama
Rekruitmen Calon Peserta Pelatihan
Pasal 2

(1) Kepala Panti menetapkan rencana kegiatan rekruitmen calon peserta pelatihan
berdasarkan program kerja Panti Sosial Bina Wanita Melati .
(2) Rencana kegiatan rekruitmen calon peserta pelatihan dikoordinasikan dengan Dinas
Sosial Kabupaten / Kota.

Pasal 3

(1) Pendekatan awal kegiatan rekruitmen calon peserta pelatihan dengan orientasi,
konsultasi dan persiapan seleksi calon peserta pelatihan.
(2) Pendekatan awal dilaksanakan oleh Kepala Seksi Pelayanan bersama-sama dengan
Kepala Sub Bagian Tata Usaha dibantu oleh Staf Seksi Pelayanan, Staf Sub Bagian
Tata Usaha dan Pekerja Sosial.

Pasal 4

(1) Sosialisasi kegiatan rekruitmen calon peserta pelatihan dilaksanakan oleh Dinas Sosial
Kabupaten / Kota.
(2) Sosialisasi meliputi kriteria dan persyaratan yang ditentukan sebagai calon peserta
pelatihan.
(3) Kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. calon peserta pelatihan adalah Wanita rawan sosial ekonomi ;
b. usia antara 20 sampai dengan 50 tahun ;
c. sehat jasmani dan rohani ;
d. tidak dalam keadaan hamil ;
e. bersedia tinggal di asrama selama kegiatan pelatihan ;
f. bersedia mematuhi setiap peraturan dan ketentuan yang berlaku di panti ;
g. bersedia mengikuti program pelatihan selama 6 (enam) bulan.

Pasal 5

(1) Pendaftaran calon peserta pelatihan dilaksanakan oleh Kepala Seksi Pelayanan dan
Kepala Sub Bagian Tata Usaha bekerja sama dengan Dinas Kabupaten / Kota.
(2) Calon peserta pelatihan mendaftarkan diri pada Dinas Sosial Kabupaten / Kota sesuai
dengan kriteria dan persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (3).

Pasal 6

(1) Identifikasi, motivasi dan seleksi calon peserta pelatihan dilaksanakan oleh Kepala
Seksi Pelayanan dibantu oleh Staf Seksi Pelayanan dan Pekerja Sosial.
(2) Identifikasi dilaksanakan dengan melakukan kunjungan rumah dan pertemuan dengan
masyarakat.
(3) Motivasi dan seleksi dilaksanakan terhadap calon peserta pelatihan.

Pasal 7

Berdasarkan hasil seleksi ditetapkan calon peserta yang lolos dan terpilih sebagai calon
peserta pelatihan.
Pasal 8

(1) Kepada para calon peserta yang lolos dan terpilih sebagai calon peserta pelatihan
diserahkan surat panggilan sebagai calon peserta pelatihan.
(2) Surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelengkapan yang
harus diserahkan pada saat yang bersangkutan mendaftarkan ulang pada Panti
Sosial Bina Wanita Melati pada saat pelaksanaan pelatihan wanita rawan sosial
ekonomi.

Pasal 9

Format standar operasional prosedur rekruitmen calon peserta pelatihan sebagaimana


tercantum dalam lampiran I dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Gubernur ini.

Bagian Kedua
Pelatihan Wanita Rawan Sosial Ekonomi
Pasal 10

(1) Klien diterima di Panti Sosial Bina Wanita Melati .


(2) Klien menyerahkan surat panggilan mengikuti pelatihan wanita rawan ekonomi
kepada Staf Sub Bagian Tata Usaha.
(3) Klien diarahkan kepada Staf Seksi Pelayanan untuk pendataan.

Pasal 11

(1) Klien melakukan daftar ulang (regristrasi) kepada Staf Seksi Pelayanan yang
dibantu oleh Pekerja Sosial.
(2) Staf Seksi Pelayanan melaksanakan pendataan ulang terhadap klien dan
mengechek kembali persyatan administrasi.

Pasal 12

(1) Berdasarkan daftar klien yang telah mendaftar ulang, Staf Seksi Pelayanan
menyiapkan net kontrak pelayanan.
(2) Net kontrak pelayanan diperiksa dan disetujui oleh Kepala Seksi Pelayanan.

Pasal 13

(1) Penempatan klien dalam asrama oleh Kepala Seksi Pelayanan dibantu Staf Seksi
Pelayanan dan Pekerja Sosial.
(2) Penyerahan perlengkapan setiap klien sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 14

(1) Penelaahan dan pengungkapan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing


klien (self assisment).
(2) Penelaahan dan pengungkapan permasalahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan oleh Kepala Seksi Pelayanan dibantu oleh Staf Seksi Pelayanan
dan Pekerja Sosial.
Pasal 15

(1) Berdasarkan hasil penelaahan dan pengungkapan permasalahan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 13, klien ditempat dalam program-program pelatihan sesuai
kebutuhan.
(2) Penempatan dalam program-program pelatihan dilaksanakan oleh Kepala Seksi
Pelayanan.

Pasal 16

(1) Berdasarkan penempatan dalam program-program pelatihan, klien mengikuti


kegiatan pelatihan pada masing-masing program.
(2) Pelaksanaan kegiatan pelatihan dibawah tanggung jawab Kepala Seksi Pembinaan
dan Resosialisasi dibantu oleh Staf Seksi Pembinaan dan Resosialisasi serta
Instruktur.
(3) Kegiatan pelatihan meliputi :
a. bimbingan fisik ;
b. bimbingan mental sosial ;
c. bimbingan keterampilan berusaha.

Pasal 17

(1) Bimbingan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) meliputi outbond,
kegiatan baris berbaris,senam kesegaran jasmani, oleh raga, kesenian, rekreasi dan
lain-lain.
(2) Bimbingan mental sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) meliputi
pengenalan program, penempatan program, dinamika kelompok, pendidikan agama,
bimbingan baca Al-Quran, bimbingan kepribadian, bimbingan kedisiplinan, kegiatan
bakti sosial, bimbingan kemandirian.
(3) Bimbingan keterampilan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3)
meliputi keterampilan menjahit, keterampilan tata rias/salon, keterampilan komputer,
home industri sasirangan, home industri kain perca, dan keterampilan tata boga.

Pasal 18

(1) Setelah mengikuti program-program pelatihan, kepada klien dilaksanakan tahap


pembinaan lanjutan.
(2) Pembinaan lanjutan dimaksudkan para klien mengembangkan hasil pelatihan
dengan sebaik-baiknya.
(3) Pembinaan lanjutan meliputi :
a. bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan peningkatan peranserta
dalam masyarakat ;
b. bimbingan pengembangan usaha dan bimbingan peningkatan keterampilan ;
c. bimbingan pemantapan dan peningkatan berusaha.
(4) Pembinaan lanjutan dilaksanakan oleh Kepala Seksi Pembinaan dan Resosialisasi
dibantu oleh Staf Seksi Pembinaan dan Resosilisasi dan Pekerja Sosial.

Pasal 19

(1) Setelah tahap pembinaan lanjutan, klien memasuki tahap terminalisasi.


(2) Tahap terminalisasi dilaksanakan dalam bentuk pemutusan hubungan kerja/kontrak
dengan para klien.
(3) Setelah tahap terminalisasi, pembinaan klien dilaksanakan melalui pengembangan
kerjasama dengan para mantan klien Panti Sosial Bina Wanita Melati .
(4) Tahap terminalisasi lebih diarahkan kepada pengembangan dan peningkatan
kemandirian klien.

Pasal 20

Format Standar Operasional Prosedur Pelatihan Wanita Rawan Sosial Ekonomi


sebagaimana tercantum pada lampiran II yang merupakan baian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Gubenur ini.
BAB III
TATA KERJA
Pasal 21

(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Rekruitmen Calon Peserta Pelatihan dan Standar Operasional Prosedur Pelatihan
Wanita Rawan Sosial Ekonomi wajib membangun komitmen tinggi untuk mendukung
pelaksanaannya.
(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Rekruitmen Calon Peserta Pelatihan dan Standar Operasional Prosedur Pelatihan
Wanita Rawan Sosial Ekonomi wajib mengembangkan koordinasi dan kerjasama
maksimal dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan rekruitmen
calon peserta pelatihan dan pelatihan wanita rawan ekonomi
(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Rekruitmen Calon Peserta Pelatihan dan Standar Operasional Prosedur Pelatihan
Wanita Rawan Sosial Ekonomi wajib memperhatikan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.
(4) Setiap pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Rekruitmen Calon Peserta Pelatihan dan Standar Operasional Prosedur Pelatihan
Wanita Rawan Sosial Ekonomi memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam bidang
pelayanan penyandang masalah sosial.
(5) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Rekruitmen Calon Peserta Pelatihan dan Standar Operasional Prosedur Pelatihan
Wanita Rawan Sosial Ekonomi wajib menguasai teknologi dan mampu
mengoperasikan peralatan teknis peninjang kegiatan pelatihan.

BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 22

(1) Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan Standar Operasional Prosedur


Rekruitmen Calon Peserta Pelatihan dan Standar Operasional Prosedur
Pelatihan Wanita Rawan Sosial Ekonomi, dipandang perlu menyediakan sarana
dan prasarana pendukung kegiatan sesuai dengan kebutuhan.

(2) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus untuk kegiatan rekruitmen calon peserta
pelatihan dan pelatihan wanita rawan sosial ekonomi secara efisien, efektif dan
tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk setiap tahapan
kegiatan.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 24

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini


dengan penempatannya dalam Berita Daerah.

Ditetapkan di Banjarmasin
pada tanggal

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

H. RUDY ARIFFIN

Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN,

H.M. MUCHLIS GAFURI


BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
TAHUN 2011 NOMOR
Nomor SOP
Tanggal Pembuatan
PANTI SOSIAL BINA WANITA MELATI
Tanggal Revisi
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Tanggal Efektif
Disahkan oleh Gubernur Kalimantan Selatan
Nama SOP Standar Operasional Prosedur Pelayanan Izin Trayek AKDP

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. a. memahami dengan baik kegiatan yang harus dilakukan dalam menunjang tugas ;
2. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/21/M.PAN/11/2008 tentang b. memahami dengan baik ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan ;
Pedoman Penyusunan Standar Opearsional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan. c. memahami dengan baik peraturan perundang-undangan lalu lintas angkutan jalan ;
3. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan, d. mempunyai komitmen tinggi untuk menyelesaikan setiap tahapan kegiatan tepat sasaran da
Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Badan Provinsi Kalimantan Selatan. tepat waktu.
e. memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya.
Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :
1.................................................... d. perangkat pendukung pelayanan izin ;
2. ................................................. e. perangkat komputer.
f. filling cabinet untuk menyimpan arsip/dokumen perizinan ;
Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :
LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN
SOP ini merupakan prosedur baku yang wajib dilaksanakan dalam pelayanan izin trayek AKDP c. dokumentasi arsip perizinan trayek angkutan penumpang AKDP;
dan jika tidak dilaksanakan akan mengakibatkan ketidak pastian, ketidak sinkronan, ketidak d. dokumentasi/laporan SELATAN
kegiatan pelayanan perizinan.
transparanan dan ketidaktepatan waktu dalam pelayanan perizinan. NOMOR
e. dokumentasi data perizinan TAHUNpenumpang
trayek angkutan 2011 AKDP.
TANGGAL
_______________________________________
P E L A K S AN A MUTU BAKU
No AKTIVITAS
Sub Bag Kasi Pemroses Kepala Bend. Persyaratan / KET
Pemohon Kabid LLAJ Sekretaris Waktu Output
Umpeg. Angkutan Izin Dinas Penerima Kelengkapan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1. Pengajuan permohonan Izin


Trayek AKDP dengan
mengisi formulir per-
mohonan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

2. Penyampaian berkas per-


mohonan izin trayek
kepada Sekretariat ( Sub
Bagian Umum/Kepeg. )

3. Pemeriksaan dan penelitian


kelengkapan berkas per-
mohonan.. Jika persyaratan
tidak lengkap berkas
dikembalikan dan jika
lengkap dicatat dalam
agenda permohonan ma-
suk serta diteruskan kepada
Kepala Dinas

4. Kepala Dinas mempelajari


berkas per-mohonan dan
memberikan disposisi
kepada Kepala Bidang LLAJ

5. Kepala Bidang LLAJ meme-


riksa dan meneruskan serta
memberikan arahan kepada
Kepala Seksi Angkutan

6. Kepala Seksi Angkutan


memvalidasi berkas permo-
honan sesuai dengan
ketentuan dan kelayakan
trayek yang dimohon. Jika
trayek sudah tertutup maka
disiapkan surat penolakan
permohonan. Jika trayek
masih terbuka, permohonan
izin disiapkan izin trayeknya.
Berkas permohonan diterus-
kan kepada Pemroses Izin
untuk ditindaklanjuti.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

7. Pemroses Izin Trayek


menyiapkan net surat
penolakan Izin bagi trayek
yang tertutup dan
menyiapkan net Izin Trayek
AKDP bagi trayek yang
terbuka.

8. Net surat penolakan dan net


surat Izin Trayek diperiksa
dan dikoreksi oleh Kepala
Seksi Angkutan serta
dibubuhkan paraf per-
setujuan

9. Net surat penolakan dan net


surat Izin Trayek diperiksa
dan dibubuhkan paraf
perstujuan oleh Kepala
Bidang LLAJ

10. Net surat penolakan dan net


surat Izin Trayek dibubuh-
kan paraf persetujuan
Sekretaris

11. Net surat penolakan dan net


surat Izin Trayek ditanda-
tangani oleh Kepala Dinas

12. Surat penolakan dan surat


Izin Trayek secara ber-
jenjang dikembalikan kepa-
da Kepala Seksi Angkutan.

13. Kepala Seksi Angkutan me-


neruskan Surat Penolakan
dan Surat Izin Trayek ke
Sub Bagian Umum &
Kepeg. untuk penomoran
dan pembubuhan cap dinas,

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
14. Sub Bagian Umum &
Kepeg. memproses peno-
moran dan pembubuhan
cap dinas, dan menye-
rahkan kembali kepada
Kepala Seksi Angkutan
15. Kepala Seksi Angkutan
memberitahukan dan
menyerahkan surat penolak-
an bagi permohonan yang
tidak disetujui dan menye-
rahkan surat pengantar
pembayaran retribusi bagi
permohonan yang disetujui.
16. Pemohon membayar retri-
busi trayek kepada
Bendaharawan Penerima.

17. Bendaharawan Penerima


menerima pembayaran retri-
busi dan menyerahkan bukti
pembayaran kepada Pemo-
hon.

18. Pemohon mengambil Izin


Trayek dengan menye-
rahkan bukti pembayaran.

19. Kepala Seksi Angkutan


menyerahkan Surat Izin
Trayek kepada Pemohon
dan menerima bukti
pembayaran retribusi dan
bukti penerimaan Surat Izin
Trayek.
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

H. RUDY ARIFFIN

Nomor SOP
Tanggal Pembuatan
DINAS PERHUBUNGAN
Tanggal Revisi
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Tanggal Efektif
Disahkan oleh Gubernur Kalimantan Selatan
Nama SOP Standar Operasional Prosedur Pelayanan Izin Trayek AKDP

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. f. memahami dengan baik kegiatan yang harus dilakukan dalam menunjang tugas ;
5. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/21/M.PAN/11/2008 tentang g. memahami dengan baik ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan ;
Pedoman Penyusunan Standar Opearsional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan. h. memahami dengan baik peraturan perundang-undangan lalu lintas angkutan jalan ;
6. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan, i. mempunyai komitmen tinggi untuk menyelesaikan setiap tahapan kegiatan tepat sasaran da
Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Badan Provinsi Kalimantan Selatan. tepat waktu.
j. memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya.
Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :
1.................................................... g. perangkat pendukung pelayanan izin ;
h. perangkat komputer.
2. .................................................
i. filling cabinet untuk menyimpan arsip/dokumen perizinan ;
Peringatan : Pencatatan dan Pendataan
LAMPIRAN :
: PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN
SOP ini merupakan prosedur baku yang wajib dilaksanakan dalam pelayanan izin trayek AKDP f. dokumentasiSELATAN
arsip perizinan trayek angkutan penumpang AKDP;
dan jika tidak dilaksanakan akan mengakibatkan ketidak pastian, ketidak sinkronan, ketidak g. dokumentasi/laporan
NOMOR kegiatanTAHUN
pelayanan2011
perizinan.
transparanan dan ketidaktepatan waktu dalam pelayanan perizinan. h. dokumentasiTANGGAL
data perizinan trayek angkutan penumpang AKDP.
PELAKSANA MUTU BAKU
No. AKTIVITAS KET
Pemroses Kasi Kabid Sub Bag Kepala Bend. Persyaratan/
Pemohon Sekretaris Waktu Output
Izin Angk. Jalan LLAJ Umpeg Dinas Penerima kelengkapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 13 14 15
1. Pengajuan permohonan Izin Sesuai persyaratan 15 Identitas dan data
Trayek AKDP dengan mengisi yang telah ditetap- menit pemohon
formulir kan
2. Berkas permohonan diterima oleh Identitas dan data 15 Penerimaan
Pemroses Izin Trayek AKDP, pemohona serta menit berkasa
diteruskan kepada Kasi Angkutan berkas permohon- permohonan
an Izin Trayek
AKDP

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

3. Penelitian dan validasi berkas Data pemohon dan 60 Validasi data dan
permohonan. Jika permohonan berkas permohonan menit keleng-kapan
tidak lengkap dikembalikan Izin Trayek AKDP berkas
kepada pemohon. Jika permohonan Izin
permohonan lengkap diproses Trayek
lebih lanjut.

4. Berkas permohonan diteruskan Berkas dan keleng- 120 Berkas diteri-ma


ke Sub Bagian Umum dan Kepeg. kapannya yang telah menit Sub Bagi-an
untuk dicatat dalam surat masuk divalidasi Umpeg.
5. Pencatatan berkas permohonan Berkas dan keleng- 10 Permohonan
dalam agenda surat masuk dan kapan yang telah menit tercatat dalam
diteruskan kepada Kepala Dinas divalidasi agenda.
6. Kepala Dinas mempelajari berkas Berkas permohonan 720 Disposisi/arahan
permohonan Izin Trayek AKDP yang telah divalidasi menit kepada Kabid .
dan memberikan disposisi kepada LLAJ
Kepala Bidang LLAJ.
7. Kepala Bidang LLAJ mempelajari Berkas permohonan 60 Disposisi/arahan
berkas dan disposisi Kepala dan disposisi/arahan menit kepada Kasi
Dinas, dan memberi arahan Kepala Dinas Angkutan
kepada Kasi Angkutan untuk
memproses Izin Trayek AKDP
yang dimohon.
8. Kepala Seksi Angkutan membuat Berkas permohonan 60 Kosep Izin Trayek
konsep surat Izin Trayek AKDP dan disposisi/arahan menit AKDP sesuai
sesuai permohonan dan me- Kepala Bidang LLAJ permohonan
nyerahkan kepada Pemroses Izin
Trayek untuk finalisasi naskah
Izin Trayek.
9. Pemroses Izin Trayek menyiap- Konsep Izin Trayek 60 Net naskah Izin
kan net naskah Izin Trayek AKDP AKDP sesuai per- menit Trayek AKDP
dan menyerahkan kepada Kasi mohonan sesuai per-
Angkutan. mohonan
10. Net naskah Izin Trayek AKDP Net naskah Izin 60 Net naskah Izin
dikoreksi dan diparaf secara Trayek AKDP se- menit Trayek AKDP
berjenjang oleh Kepala Seksi suai permohonan dengan paraf
Angkutan, Kepala Bidang LLAJ
dan Sekretaris serta meneruskan
kepada Kapala Dinas untuk
ditandatangani.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

11. Kepala Dinas menandatangani Net naskah Izin 60 Izin Trayek


net naskah Izin Trayek AKDP dan Trayek AKDP menit AKDP dengan
menyerahkan kepada Kepala Sub dengan paraf tandatangan
Bagian Umum dan Kepeg. untuk Kepala Dinas
proses penomoran dan
penyetempelan.
12. Kepala Sub Bagian Umum dan Izin Trayek AKDP 60 Izin Trayek
Kepegawaian memproses peno- yang ditandatangani menit AKDP telah
moran dan penyetempelan dan Kepala Dinas diberi nomor
menyerahkan kepada Kepala dan stempel
Bidang LLAJ dinas

13. Kepala Bidang LLAJ meneruskan Izin Trayek AKDP 15 Izin Trayek
kepada Kasi Angkutan untuk bernomor dan ber- menit AKDP dan
diserahkan kepada pemohon stempel dinas arahan
14. Kasi Angkutan menyerahkan nota Izin Trayek AKDP 15 Nota pengantar
pengantar pembayaran retribusi dan arahan Kepala menit pembayaran
Izin Trayek AKDP kepada Bidang LLAJ retribusi
pemohon

15. Pemohon membayar retribusi Izin Nota pengantar pem- 15 Retribusi Izin
Trayek dengan menyerahkan bayaran retribusi menit Trayek tebayar

16. Bendaharawan Penerima mene- Nota pengantar dan 15 Bukti Pemba-


rima pembayaran retrribusi dan uang retribusi Izin menit yaran Retribusi
menyerahkan bukti pembayaran. Trayek

17. Pemohon menyerahkan bukti Bukti pembayaran 15 Bukti pemba-


pembayaran retribusi dan retribusi Izin Trayek menit yaran retribusi
mengambil Izin Trayek AKDP dan diserahkan diterima
menandatangani bukti penerima-
an izin.

18. Kepala Seksi Angkutan menye- Izin Trayek AKDP 10 Bukti penerima-
rahkan Izin Trayek AKDP dan dan Bukti peneri- menit an Izin Trayek
menerima bukti penerimaan izin maan Izin Trayek ditandatangani
sebagai dokuemntasi. dan dokumen-
tasi.

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

H. RUDY ARIFFIN
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
NOMOR TAHUN 2011
TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PELAYANAN IZIN TRAYEK ANGKUTAN PENUMPANG
ANTAR KOTA DALAM PROVINSI
KALIMANTAN SELATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Menimbang : a. bahwa rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan izin


trayek angkutan penumpang antar kota dalam Provinsi Kalimantan
Selatan, dipandang perlu mengatur dan menetapkan Standar
Operasional Prosedur Pelayanan Izin Trayek Angkutan Penumpang
Antar Kota Dalam Provinsi Kalimantan Selatan ;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a,
perlu menetapkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Jo. Undang-Undang Nomor


21 Tahun 1958 tentang penetapan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1957 antara lain Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I
Kalimantan Selatan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1106);
2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4421) ;
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;
5. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).
6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor , Tambahan Lembaran Negara Nomor ).
7. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan
Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593).
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi dan
Pemerintahan Kabupaten dan Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4737) ;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4816) ;
10. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan
Pengundangan, Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan ;
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang
Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah ;
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah :
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Lembaran Daerah dan Berita Daerah ;
14. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan ;
15. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 5 Tahun
2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2008 Nomor 5) ;
16. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 6 Tahun 2008
tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2008 Nomor 6);
17. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor Tahun 2009
tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Unsur-unsur
Organisasi Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi
Kalimantan Selatan.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG STANDAR OPERASIONAL


PROSEDUR PELAYANAN IZIN TRAYEK ANTAR KOTA DALAM
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
3. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
4. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika adalah Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Selatan.
5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
Provinsi Kalimantan Selatan.
6. Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya disebut Kepala
Bidang LLAJ adalah Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Selatan.
7. Kepala Seksi Angkutan Jalan adalah Kepala Seksi Angkutan Jalan pada Bidang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
Provinsi Kalimantan Selatan.
8. Pemroses Izin Trayek AKDP yang selanjutnya disebut Pemroses Izin Trayek
adalah Pemroses Izin Trayek AKDP pada Seksi Angkutan Jalan Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Selatan.
9. Izin Trayek Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi yang selanjutnya disebut Izin
Trayek AKDP adalah izin trayek angkutan perkotaan yang wilayah pelayanannya
melebihi satu wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi.
10. Pelayanan Izin Trayek AKDP adalah pelayanan izin trayek angkutan perkotaan
yang wilayah pelayanannya melebihi satu wilayah kabupaten/kota dalam satu
provinsi.
11. Perorangan adalah setiap individu yang mengajukan permohonan izin trayek
angkutan perkotaan yang wilayah pelayanannya melebihi satu wilayah
kabupaten/kota dalam satu provinsi.
12. Badan Hukum adalah setiap badan usaha yang mengajukan permohonan izin
trayek angkutan perkotaan yang wilayah pelayanannya melebihi satu wilayah
kabupaten/kota dalam satu provinsi.

BAB II
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PELAYANAN IZIN TRAYEK AKDP
Pasal 2

Produk layanan Izin Trayek AKDP meliputi :


a. Izin Trayek yang diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun ; dan
b. Kartu Pengawasan Izin Trayek yang diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

Pasal 2
(1) Permohonan Izin Trayek AKDP diajukan oleh setiap pemohon baik perorangan
maupun badan hukum.
(2) Setiap pemohon diwajibkan untuk mengisi formulir Izin Trayek AKDP dengan data
dan informasi yang diperlukan dengan benar dan lengkap.
(3) Setiap permohonan Izin Trayek AKDP wajib dilampiri dengan persyaratan-
persyaratan yang ditentukan sesuai dengan produk layanan yang diperlukan.

Pasal 3
(1) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) untuk mendapatkan
layanan Izin Trayek meliputi :
a. mengajukan permohonan secara tertulis ;
b. melampirkan photocopy Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang
dipergunakan sebagai sarana angkutan ;
c. melampirkan buku uji kendaraan bermotor yang dipergunakan sebagai
sarana angkutan ;
d. melampirkan izin usaha angkutan sesuai domisili bagi permohonan yang
diajukan oleh badan hukum ;
e. melampirkan rekomendasi / pertimbangan pejabat terkait di kota asal dan
kota tujuan trayek angkutan yang dimohon ; dan
f. melampirkan Kartu Pengawasan trayek yang lama.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) untuk mendapatkan
Kartu Pengawasan meliputi :
a. mengajukan permohonan secara tertulis ;
b. melampirkan Kartu Pengawasan aseli yang habis masa berlakunya ;
c. melampirkan photocopy buku uji kendaraan bermotor yang dipergunakan
sebagai saran angkutan.
(3) Di samping persyaratan-persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) maka pelayanan Izin Trayek AKDP juga harus memperhatikan dan
mempertimbangkan load-factor jalur trayek angkutan yang dimohon.

Pasal 4
(1) Berkas permohonan diserahkan ke Seksi Angkutan Jalan dan diterima oleh
Pemroses Izin Trayek AKDP.
(2) Berkas permohonan diteruskan kepada Kepala Seksi Angkutan Jalan untuk diteliti
kelengkapan persyaratannya.

Pasal 5
(1) Kepala Seksi Angkutan Jalan melaksanakan penelitian dan validasi terhadap
kelengkapan berkas permohonan Izin Trayek AKDP, sesuai dengan persyaratan
dan ketentuan yang berlaku.
(2) Jika berdasarkan penelitian dan validasi berkas permohonan belum memenuhi
persyaratan dan ketentuan yang berlaku, maka berkas pemohonan dikembalikan
kepada pemohon.
(3) Jika berdasarkan penelitian dan validasi berkas permohonan telah memenuhi
persyaratan dan ketentuan yang berlaku, maka berkas permohonan diproses
lebih lanjut dan diserahkan kepada Sub Bagian Umum dan Kepegawaian untuk
dicatat dalam agenda surat masuk.

Pasal 6
(1) Berkas permohonan dicatat di dalam agenda surat masuk.
(2) Berkas permohonan diteruskan kepada Kepala Dinas untuk mendapatkan arahan
selanjutnya.
Pasal 7
Kepala Dinas mempelajari berkas permohonan Izin Trayek AKDP dan memberikan
arahan melalui disposisi kepada Kepala Bidang LLAJ.

Pasal 8
(1) Kepala Bidang LLAJ menerima dan mempelajari berkas permohonan Izin Trayek
AKDP.
(2) Kepala Bidang LLAJ melaksanakan arahan dan disposisi Kepala Dinas dan
meneruskan berkas permohonan kepada Kepala Seksi Angkutan Jalan.

Pasal 9
(1) Kepala Seksi Angkutan Jalan menerima berkas dan melaksanakan arahan Kepala
Bidang LLAJ untuk memproses permohonan Izin Trayek AKDP.
(2) Kepala Seksi Angkutan Jalan menyiapkan konsep naskah Izin Trayek AKDP sesuai
jalur trayek yang dimohon.
(3) Kepala Seksi Angkutan Jalan menyerahkan konsep naskah Izin Trayek AKDP
kepada Pemroses Izin Trayek untuk diproses lebih lanjut.
Pasal 10
(1) Pemroses Izin Trayek menyiapkan net naskah Izin Trayek AKDP sesuai konsep
Kepala Seksi Angkutan Jalan.
(2) Pemroses Izin Trayek menyerahkan net naskah Izin Trayek AKDP kepada Kepala
Seksi Angkutan Jalan untuk dikoreksi dan diproses lebih lanjut.

Pasal 11

(1) Kepala Seksi Angkutan Jalan memeriksa dan mengoreksi net naskah Izin Trayek
AKDP.
(2) Net naskah Izin Trayek AKDP diparaf oleh Kepala Seksi Angkutan Jalan dan
diserahkan kepada Kepala Bidang LLAJ untuk diproses lebih lanjut.

Pasal 12

(1) Kepala Bidang LLAJ memeriksa dan mengoreksi net naskah Izin Trayek AKDP yang
telah mendapatkan paraf Kepala Seksi Angkutan Jalan.
(2) Kepala Bidang LLAJ membubuhkan paraf persetujuan atas net naskah Izin Trayek
AKDP.
(3) Net naskah Izin Trayek AKDP yang telah diparaf oleh Kepala Bidang LLAJ diteruskan
kepada Sekretaris untuk diproses lebih lanjut.

Pasal 13
(1) Sekretaris memeriksa format net naskah Izin Trayek AKDP dan membubuhkan paraf
persetujuan.
(2) Net naskah Izin Trayek AKDP yang telah diparaf oleh Sekretaris diteruskan kepada
Kepala Dinas untuk proses penandatanganan.

Pasal 14

(1) Kepala Dinas memeriksa net naskah Izin Trayek AKDP yang telah mendapatkan
paraf berjenjang Kepala Seksi Angkutan Jalan, Kepala Bidang LLAJ dan
Sekretaris.
(2) Kepala Dinas membubuhkan tanda tangan pada net naskah Izin Trayek AKDP.
(3) Izin Trayek AKDP yang telah ditanda tangani oleh Kepala Dinas diteruskan kepada
Sub Bagian Umum dan Kepegawaian untuk proses penomoran.

Pasal 15
(1) Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian memproses penomoran dan
pembubuhan stempel dinas.
(2) Izin Trayek AKDP yang telah diberi nomor dan dibubuhkan stempel dinas
diserahkan kepada Kepala Bidang LLAJ.

Pasal 16

Kepala Bidang LLAJ meneruskan Izin Trayek AKDP kepada Kepala Seksi Angkutan
Jalan untuk diserahkan kepada pemohon.
Pasal 17

Kepala Seksi Angkutan Jalan menyerahkan nota pengantar pembayaran retribusi Izin
Trayek AKDP kepada pemohon.

Pasal 18

(1) Pemohon membayar retribusi Izin Trayek AKDP sesuai dengan tarif dan ketentuan
yang berlaku dengan menyerahkan nota pengantar pembayaran retribusi Izin
Trayek AKDP.
(2) Bendaharawan Penerima menerima pembayaran retribusi Izin Trayek AKDP dan
menyerahkan kuitansi/bukti pembayaran retribusi Izin Trayek AKDP.

Pasal 19

(1) Pemohon menunjukkan kuitansi/bukti pembayaran retribusi Izin Trayek AKDP


kepada Kepala Seksi Angkutan Jalan.
(2) Kepala Seksi Angkutan Jalan menyerahkan Izin Trayek AKDP kepad Pemohon.
(3) Pemohon menerima Izin Trayek AKDP dan menandatangani bukti penerimaan Izin
Trayek AKDP.
(4) Bukti penerimaan Izin Trayek AKDP diterima oleh Kepala Seksi Angkutan jalan dan
didokumentasikan dalam file permohonan Izin Trayek AKDP yang bersangkutan.

Pasal 20

Format Standar Operasional Pelayanan Izin Trayek AKDP sebagaimana terlampir dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.

BAB III
TATA KERJA
Pasal 21

(6) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Izin Trayek AKDP wajib membangun komitmen tinggi untuk
mendukung pelaksanaannya.

(7) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Izin Trayek AKDP wajib mengembangkan koordinasi dan kerjasama
maksimal dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan
naskah dinas.

(8) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Izin Trayek AKDP wajib memperhatikan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.

(9) Setiap pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Izin Trayek AKDP memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam
bidang perencanaan pembangunan daerah.

(10) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Izin Trayek AKDP wajib menguasai teknologi dan mampu
mengoperasikan peralatan teknis Pelayanan Izin Trayek AKDP
BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 22

(3) Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan Standar Operasional Prosedur


Pelayanan Izin Trayek AKDP, dipandang perlu menyediakan sarana dan
prasarana pendukung kegiatan sesuai dengan kebutuhan.

(4) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus untuk pelayanan Izin Trayek AKDP secara
efisien, efektif dan tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk
setiap tahapan kegiatan.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 24

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini


dengan penempatannya dalam Berita Daerah.

Ditetapkan di Banjarmasin
pada tanggal

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

H. RUDY ARIFFIN

Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN,

H.M. MUCHLIS GAFURI


BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
TAHUN 2011 NOMOR
LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN
SELATAN
NOMOR TAHUN 2011
TANGGAL
_______________________________________
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Nomor SOP
Tanggal Pembuatan
DINAS PERHUBUNGAN
Tanggal Revisi
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Tanggal Efektif
Disahkan oleh Gubernur Kalimantan Selatan
Nama SOP Standar Operasional Prosedur Pelayanan Izin Trayek AKDP

Dasar Hukum : Kualifikasi Pelaksana :


7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. k. memahami dengan baik kegiatan yang harus dilakukan dalam menunjang tugas ;
8. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/21/M.PAN/11/2008 tentang l. memahami dengan baik ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan ;
Pedoman Penyusunan Standar Opearsional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan. m. memahami dengan baik peraturan perundang-undangan lalu lintas angkutan jalan ;
9. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan, n. mempunyai komitmen tinggi untuk menyelesaikan setiap tahapan kegiatan tepat sasaran da
Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Badan Provinsi Kalimantan Selatan. tepat waktu.
o. memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya.
Keterkaitan : Peralatan /Perlengkapan :
1.................................................... j. perangkat pendukung pelayanan izin ;
k. perangkat komputer.
2. .................................................
l. filling cabinet untuk menyimpan arsip/dokumen perizinan ;
Peringatan : Pencatatan dan Pendataan :
SOP ini merupakan prosedur baku yang wajib dilaksanakan dalam pelayanan izin trayek AKDP i. dokumentasi arsip perizinan trayek angkutan penumpang AKDP;
dan jika tidak dilaksanakan akan mengakibatkan ketidak pastian, ketidak sinkronan, ketidak j. dokumentasi/laporan kegiatan pelayanan perizinan.
transparanan dan ketidaktepatan waktu dalam pelayanan perizinan. k. dokumentasi data perizinan trayek angkutan penumpang AKDP.

Anda mungkin juga menyukai