Anda di halaman 1dari 3

Jamaah shalat tarawih yang dirahmati Allah

Diantara tugas pokok kita sebagai manusia adalah sebagi Abid (hamba)
yang artinya kita diciptakan dimuka bumi ini salah satu tujuannya adalah
untuk beribadah dan sebagai khalifah atau pemimpin. Allah berfirman dalam
surat Az Zariyat ayat 56

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.

Ibadah merupakan hubungan vertical kita dengan sang pencipta alam


semesta, dimana muara atau output dari ibadah itu seharusnya ada dua
macam kesalehan pribadi dan kesalehan sosial. Jadi apabila ada seseorang
yang itu ibadahnya bagus, shalatnya selalu berjamaah, puasa sunahnya rajin
tetapi dengan tetangga ia masih mudah menyakiti dengan saudara mudah
mencaci dan dengan orang yang berbeda pemahamannya mudah
mengkafirkan artinya ibadahnya baru sekedar ritual atau rutinitas yang
djalani, belum sampai kedalam hatinya. Seyogyanya sebagi insan kita perlu
memahami bahwa kesalahan atau dosa yang kita perbuat dengan sesame
manusia, itu baru akan terhapus jika kita sudah meminta maaf pada orang
yang bersangkutan. Walaupun kita sujud semalaman, membaca istigfar
seratus ribu kali, tetapi dosa dengan sesame manusia tidaak akan
terhapuskan sebelum kita meminta keikhlasan darinya.

Makanya pada rangkain ibadah bulan ramadhan ini ada yang spesial, lain
dari pada yang lain dalam proses ibadah yang dilaksanakan. jika biasanya
pada ibadah shalat ataupun haji itu dipenuhi dengan hal-hal yang bersifat
penghambaan kita kepa Allah, sedangkan pada rangkain ibadah puasa
dibulan Ramadhan ini selain rangkaian yang sifatnya hubungan dengan Allah
juga hubungan dengan manusia. Seperti kita tidak diperbolehkan makan dan
minum artinya kita disuruh merasakan bagaimana saudara kita yang setiap
hari dijalani dengan kondisi yang sama seperti orang yang sedang berpuasa,
merasakan letih karena belum adanya makanan yang akan diolah atau
dikonversikan menjadi energi didalam tubuh. Dalam puasa juga kita
dianjurkan menjaga lidah kita dari berbicara yang menyakiti orang lain,
membicarakan orang dibelakang kita (ghibah) dan juga mengadu domba
antara sesama dimana dalam kitab penafsiran ulama dari hadis-hadis yang
shahih, hal itu dapat berpotensi menjadikan hilangnya pahala seseorang.

Dari Abi Hurairah : Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang


artinya):

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan


mengamalkannya, Allah tidak ada butuh perbuatannya meninggalkan makan
dan minumnya." (HR Bukhori (4/99)

"Banyak orang yang puasa, bagiannya dari puasa hanyalah lapar dan haus."

(HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib
wa At Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini shohih ligoirihi).

Kemudian didalam bulan puasa juga rangkain ibadahnya ditutup dengan


ibadah yang lain, yaitu zakatul fitri. Pada zakat ini jelas porsi utamanya
adalah hubungan antar manusia, walaupun itu adalah dinilai sebagai ibadah
kepada Allah.

Tugas manusia yang berikutnya adalah sebagai khalifah (pemimpin). Makna


khalifah ini masih sangat luas, khalifah dimuka bumi ini macam-macam
jenisnya ada kholifah li nafsih, khalifah fil bait, khalifah fil RT, khalifah fil RW,
khalifah fil qoryat au kholifah fil waton, khalifah fil madrasah, khalifah fil
kantor, khalifah fil ilm (intelektual). Jadi masing-masing dari kita adalah
pemimpin yang kelak akan dipertanggungjawabkan kepemimpinanya.
Kullukum rain wakullkum mas ulun an raiyatihi.

Kesemuanya baik sebagai abid ataupun khalifah keduanya harus dibarengi


dengan kunci utama yaitu iqra. Kalau kita ingin menjadi hamba yang sukses,
hamba yang dapat mempunyai tingkat kesalehan secara individu araupun
secara sosial maka kita harus banyak tahu, banyak belajar ilmu-ilmu agama
maupun banyak belajar tentang hubungan yang baik antara manusia sesuai
dengan norma agama ataupun norma masyarakat sekitar. Agar setiap
tindakan yang kita lakukan tidak berpotensi menyakiti orang yang ada dalam
komunitas yang kita temui, oleh karenanya kita perlu iqra (membaca kondisi
sosial). Apabila kita ingin menjadi seorang kholifah yang baik, juga perlu
banyak iqro. Apabila kita menjadi kepala negara atau pemerintahan maka
kita harus paham segala kondisi dan ilmu tentang ketatanegaraan. Kalau kita
sebagai pimpinan lembaga suatu departemen atau perusahaaan tertentu,
maka kita harus pandai ilmu tata kelola kelembagaan dan kondisi karyawan.
Kalau kita sebagai kepala keluarga maka wajib pula kita mengetahui ilmu
tentang keluarga, agar keluarga kita menjadi keluarga yang sakinah
mawadah warohmah. Apabila kita hanya diberi amanat menjadi pemimpin
diri kita sendri, maka kita wajib memahami pula segala hal terkait diri kita
dan mampu mengelola diri kita sehingga menjadi individu yang berkualitas
baik segi agama maupun sebagai manusia yg professional.

Anda mungkin juga menyukai