Anda di halaman 1dari 27

Achmad Marsam D

4Pertimbangan
Formulasi Produk
Biofamasi
Biotek, termasuk
Daan J. A. Crommelin
Utrecht University, Utrecht and Dutch Top Institute Pharma, Leiden, The Netherlands

PENDAHULUAN
Bab ini berkaitan dengan aspek-aspek formulasi protein farmasi. Pertanyaan teknologis dan isu-isu biofarmasi
seperti pilihan sistem pengiriman, rute administrasi (pemberian) dan kemungkinan untuk target spesifik lokasi
pengiriman protein dipertimbangkan.

PERTIMBANGAN MIKROBIOLOGI
Sterilitas
Kebanyakan protein diberikan secara parenteral dan harus steril. Secara umum, protein sensitif terhadap panas
dan perawatan sterilisasi lain yang digunakan secara teratur; mereka tidak dapat menahan autoclaving, sterilisasi
gas atau sterilisasi oleh radiasi pembentuk ion. Akibatnya, sterilisasi produk akhir adalah tidak mungkin. Oleh
karena itu, obat-obatan protein harus berkumpul di bawah kondisi aseptik, mengikuti aturan tetap dan
berkembang dalam industri farmasi untuk pembuatan aseptik. Pembaca dirujuk pada buku standar untuk
informasi lebih rinci (Halls, 1994; Groves, 1988; Klegerman dan Groves, 1992).
Peralatan dan excipient ditangani secara terpisah dan dengan autoclaved, atau disterilkan oleh dry heat (> 160
C), penanganan kimia atau radiasi gamma dilakukan untuk meminimalisir bioburden. Teknik penyaringan
digunakan untuk menghilangkan yang terkontaminasi microbacteri. Prepenyaringan menyaring sebagian besar
bioburden dan bahan-bahan partikulat lainnya. Langkah "sterilisasi" terakhir sebelum mengisi vial adalah
penyaringan melalui filter membran berukuran 0,2 atau 0.22 mm. Perakitan produk dilakukan di kelas 100
ruang (maksimum 100 partikel > 0.5 mm per kubik kaki) dengan aliran udara laminar yang disaring melalui
filter partikulat udara (HEPA-High Efficiency Particulate Air) efisiensi tinggi. Terakhir, "faktor manusia" adalah
sumber utama dari kontaminasi. Operator terlatih yang mengenakan kain pelindung (masker, topi, gaun, sarung
tangan atau pakaian dari kepala-ke-kaki) adalah yang harus mengoperasikan fasilitas. Pertukaran filter reguler,
validasi peralatan HEPA regular dan pembersihan menyeluruh ruangan plus peralatan adalah faktor-faktor
penting yang menunjang kesuksesan.
* Dekontaminasi Virus
Sebagai produk DNA rekombinan yang berkembang di mikroorganisme, organisme ini harus diuji dari virus
kontaminan dan langkah-langkah yang tepat harus dilakukan jika kontaminasi virus terjadi. Selama proses, tidak
ada virus (yang tidak diinginkan) harus muncul. Excipients dengan factor risiko tertentu seperti serum turunan
darah manusia albumin harus diuji secara hati-hati sebelum penggunaan dan kemunculannya pada proses
perumusan harus diminimalisir (Lihat Bab 3)

Penghapusan Pyrogen
Pyrogens adalah senyawa yang menyebabkan demam. Pyrogens eksogen (pyrogens diperkenalkan ke dalam
tubuh, tidak dihasilkan oleh tubuh sendiri) dapat berasal dari bakteri, virus atau sumber jamur. Bakteri pyrogens
umumnya merupakan tempat endotoxins dari bakteri gramnegative. Mereka adalah lipopolysaccharides.
Struktur umum ditunjukkan dalam gambar 1. Struktur dasar yang dipertahankan dalam array penuh dari ribuan
endotoxins yang berbeda adalah lipid A-moiety. Properti umum lain yang disebabkan oleh endotoxins adalah
muatan listrik negatif yang tinggi. Kecenderungan mereka untuk agregat dan membentuk unit besar dengan
MWof lebih dari 106 dalam air dan kecenderungan mereka untuk meresap ke permukaan menunjukkan bahwa
senyawa ini alaminya amphipathic. Mereka stabil di bawah kondisi autoclaving standar, tapi rusak ketika
dipanaskan dalam keadaan kering. Untuk alasan ini peralatan dan wadah ditangani pada suhu di atas 160 C
untuk waktu yang lama (misalnya, 30 menit dry heat pada suruh 250 C).
Penghapusan pyrogen produk rekombinan turunan dari sumber bakteri harus menjadi bagian integral dari proses
preparasi. Prosedur kromatografi pertukaran ion (memanfaatkan muatan negatifnya) dapat secara efektif
mengurangi tingkat endotoksin sebagai larutannya (Lihat Bab 3). Excipients yang digunakan dalam perumusan
protein pada dasarnya harus bebas endotoksin. Sebagai larutan air untuk injeksi" (compendial standar) disuling
atau dihasilkan oleh osmosis reverse.
Gambar 1 n Struktur endotoxins secara umum. Kebanyakan endotoxins diperhitungkan sebagai fraksi tak larut
"lipid A" aktif dilarutkan oleh berbagai gugus gula (lingkaran berwarna yang berbeda). Meskipun struktur
umumnya serupa, endotoxins individu bervariasi menurut sumber mereka dan ditandai dengan rantai antigen O-
spesifik. Sumber: Diadaptasi dari Groves, 1988.

Endotoxins gabungan tidak bisa melewati membran osmosis reverse. Pemberantasan endotoxins segera sebelum
pengisian wadah akhir dapat dicapai dengan menggunakan arang atau bahan dengan permukaan besar lainnya
yang menawarkan interaksi hidrofobik. Endotoxins dapat juga dinonaktifkan pada permukaan perkakas dengan
oksidasi (misalnya, peroksida) atau dengan dry heating (misalnya, 30 menit dry heat pada suhu 250 C).

EXCIPIENTS YANG DIGUNAKAN DALAM FORMULASI PARENTERAL PRODUK BIOTEK


Dalam formulasi protein yang ditemukan, selain zat aktif, sejumlah excipients dipilih untuk tujuan yang
berbeda. Proses perumusan desain harus dilakukan dengan hati-hati untuk memastikan produk terapi efektif dan
aman. Sifat protein (misalnya, tidak stabil) dan penggunaan terapi (misalnya, beberapa sistem injeksi) dapat
membuat formulasi tersebut cukup kompleks dalam konteks profil excipient dan teknologi (freeze-drying,
persiapan aseptik).
Tabel 1 Daftar komponen yang dapat ditemukan dalam formulasi yang saat ini dipasarkan. Di bagian berikut
daftar ini dibahas secara lebih rinci
.
Penguat (enhancer) Kelarutan
Protein, khususnya mereka yang bebas-glikosilasi, mungkin memiliki kecenderungan untuk menyatu dan
mengendap. Pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan termasuk pemilihan pH dan
kondisi kekuatan ionik yang tepat. Penambahan asam amino seperti lisin atau arginin (digunakan untuk
melarutkan jaringan pengaktif plasminogen, t-PA), atau surfaktan seperti sodium dodecylsulfate untuk
melarutkan IL-2 non-glucosylated juga dapat membantu untuk meningkatkan kelarutan. Mekanisme kerja dari
penguat (enhancer) kelarutan ini tergantung pada jenis penguat tersebut dan protein yang terlibat dan tidak
selalu sepenuhnya dipahami.
Gambar 2 menunjukkan efek dari konsentrasi arginin pada kelarutan t-PA (alteplase) pada pH 7.2 dan 25 C.
Angka ini dengan jelas menunjukkan efek dramatis asam amino dasar ini di kelarutan t-PA
Dalam contoh di atas, penggabungan fisik secara alami, yaitu berdasarkan interaksi hidrofobik dan/atau
elektrostatik antara molekul. Namun, penggabungan didasarkan pada formasi jembatan kovalen antar molekul
melalui ikatan disulfida, dan ester atau Amida telah dijelaskan juga (Lihat tabel 4). Dalam kasus tersebut,
kondisi yang tepat harus ditentukan untuk menghindari reaksi kimia ini.

Agen anti adsorpsi dan anti-agregasi (penggabungan)


Agen anti adsorpsi (penghirupan) ditambahkan untuk mengurangi penyerapan protein aktif pada interface
(antarmuka). Beberapa protein yang cenderung untuk mengekspos situs hidrofobik, biasanya hadir dalam inti
dari struktur asli protein ketika interface muncul. Interface ini dapat berupa air/udara, air/dinding kontainer atau
interface yang terbentuk antara fasa air dan peralatan yang digunakan untuk pemberian obat (misalnya, kateter,
jarum).
Tabel 1 komponen yang ditemukan di formulasi parenteral produk Biotek. Semua hal di atas tidak selalu hadir
dalam satu formulasi protein tertentu.

Gambar 2 efek arginin pada altaplase tipe I dan tipe II pada pH 7.2 dan 25 C. A, altaplase tipe I; B, alteplase
tipe II; C, 50: 50 perpaduan altaplase tipe I dan tipe II. Sumber: Dari Nguyen dan Ward, 1993.

Molekul protein partiallyunfolded yang terhirup ini membentuk agregat, meninggalkan permukaan, kembali ke
fasa, membentuk agregat lebih besar dan mengendap. Sebagai contoh, mekanisme yang diusulkan untuk
agregasi insulin dalam media berair melalui kontak dengan permukaan hidrofobik (atau interface udara-air)
disajikan dalam gambar 3 (Thurow dan Geisen, 1984). Insulin asli dalam larutan adalah dalam keadaan
seimbang antara monomeric, dimeric tetrameric, dan bentuk hexameric (Lihat Bab 12). Kelimpahan relatif dari
keadaan agregasi berbeda tergantung pada pH, konsentrasi insulin, kekuatan ion dan excipients tertentu
(misalnya, Zn2 dan fenol). Telah diusulkan bahwa bentuk dimeric insulin menghirup pada antamuka
hidrofobik dan kemudian membentuk agregat lebih besar pada interface.

Figure3 l Asosiasi reversibe insulin, penyerapannya pada interface hidrofobik dan agregasi ireversibel dalam
selaput protein terhirup. Setiap lingkaran mewakili sebuah molekul insulin monomeric. Sumber: Diadaptasi
dari Thurow dan Geisen, 1984.

Ini menjelaskan mengapa agen antiadhesion juga dapat bertindak sebagai agen anti-agregasi. Albumin memiliki
kecenderungan kuat untuk menempel ke permukaan dan karena itu ditambahkan dalam konsentrasi yang relatif
tinggi (misalnya, 1%) ke formulasi protein sebagai agen anti-adhesi. Albumin bersaing dengan protein terapi
untuk situs pengikatan dan seharusnya mencegah adhesi agen aktif terapi oleh gabungan dari kecenderungan
pengikatannya dan kecenderungan hadirnya kelimpahan. Insulin adalah salah satu dari banyak protein yang
dapat membentuk endapan fibrillar (struktur berbentuk batang panjang dengan diameter kisaran 0.1 mm).
Konsentrasi rendah fosfolipid dan surfaktan telah ditujukan untuk mengerahkan efek penghambatan fibrilasi.
Pemilihan pH yang tepat juga dapat membantu untuk mencegah fenomena yang tidak diinginkan (Brange dan
Langkjaer, 1993). Selain albumin, surfaktan juga dapat mencegah adhesi ke interface dan pengendapan.
Molekul-molekul ini mudah menempel ke interface hidrofobik dengan kelompok-kelompok hidrofobik mereka
sendiri dan membuat interface ini hidrofil dengan mengekspos kelompok hidrofil mereka ke fasa air.

Komponen Penyangga (buffer)


Pemilihan penyangga adalah bagian penting dari proses perumusan, dikarenakan ketergantungan pH dari
kelarutan protein dan stabilitas fisik dan kimia. Sistem penyangga yang secara teratur dialami dalam formulasi
Bioteknologi adalah fosfat, sitrat dan asetat. Sebuah contoh yang baik tentang pentingnya titik isoelektrik
(algoritma negatifnya sama dengan pI) adalah profil kelarutan hormon pertumbuhan manusia (hGH, pI sekitar
5) sebagaimana disajikan pada gambar 4. Bahkan perubahan pH pendek dan sementara dapat menyebabkan
agregasi. Kondisi ini dapat terjadi, misalnya selama proses pembekuan dalam proses freeze-drying, ketika salah
satu komponen penyangga mengkristal dan yang lain tidak. Dalam penyangga fosfat, Na2HPO4 mengkristal
lebih cepat daripada NaH2PO4. Hal ini menyebabkan penurunan dalam pH selama langkah pembekuan.
Komponen penyangga lainnya tidak mengkristal, tapi membentuk sistem amorf dan kemudian perubahan pH
diminimalisir.

Pengawet dan antioksidan


Metionin, Sistein, triptofan, tirosin dan histidine adalah asam amino yang mudah teroksidasi (Tabel 4 dalam Bab
2). Protein yang kaya asam-asam amino bertanggung jawab untuk degradasi oksidatif. Penggantian oksigen oleh
gas inert dalam vial membantu mengurangi stres oksidatif. Selain itu, penambahan antioksidan seperti asam
askorbat atau acetylcysteine dapat dipertimbangkan. Menariknya, efek destabilisasi pada protein telah
digambarkan juga dari antioksidan (Vemuri dkk., 1993b). Asam askorbat, misalnya, dapat bertindak sebagai
oksidan untuk kemunculan sejumlah logam berat.

Gambar 4 Sebuah plot kelarutan dari berbagai bentuk hGH sebagai fungsi dari pH. Sampel dari hGH merupakan
rekombinan hgh (lingkaran), Met-hGH (segitiga) atau hipofisis hGH (kotak). Kelarutan ditentukan dengan
mendialisis larutan sekitar 11 mg/ml setiap protein menjadi penyangga yang tepat untuk masing-masing pH.
Penyangga sitrat, pH 3-7, dan borat, pH 8-9, semua berada di 10mm konsentrasi penyangga. Konsentrasi hGH
diukur dengan absorbansi UV serta dengan RP-HPLC, relatif terhadap standar eksternal. Simbol tertutup
menunjukkan bahwa endapan hadir dalam tabung dialisis setelah equilibrium; simbol terbuka berarti bahwa
tidak ada bahan padat muncul, dan dengan demikian kelarutan setidaknya berada di jumlah ini. Sumber: Dari
Pearlman dan Bewley 1993.

Protein tertentu dirumuskan dalam wadah yang dirancang untuk beberapa skema injeksi. Setelah pemberian
dosis pertama, pencemaran dengan mikroorganisme dapat terjadi dan pengawet diperlukan untuk meminimalisir
pertumbuhan. Biasanya, bahan pengawet ini hadir dalam konsentrasi yang bakteriostatik daripada bakterisida
secara alami. Agen-agen antimikroba yang disebutkan dalam USP 29 adalah yang mengandung merkuri
phenylmercuric nitrat dan thimerosal dan asam p-asam, fenol, Benzil alkohol dan chlorobutanol (USP 29;
Groves, 1988; Pearlman dan Bewley, 1993). Penggunaan Merkuri yang mengandung pengawet saat ini sedang
didiskusikan (FDA, 2006).

Agen Osmotik
Untuk protein, aturan reguler berlaku untuk menyesuaikan tonisitas produk parenteral. Larutan Salin dan mono -
atau dissacharide merupakan yang umum digunakan. Excipients ini tidak mungkin inert; mereka mungkin
mempengaruhi stabilitas struktural protein. Sebagai contoh, gula dan polihidrat dapat menstabilkan struktur
protein melalui prinsip " pengecualian preferensial " (Arakawa dkk., 1991). Zat aditif ini (promotor struktur air)
meningkatkan interaksi pelarut dengan protein dan mereka tidak termasuk dari lapisan permukaan protein;
protein terhidrasi istimewa. Fenomena ini dapat dimonitor melalui stabilitas termal yang meningkat dari protein.
Sayangnya, efek kuat "pengecualian preferensial" ini meningkatkan kecenderungan protein untuk mengaitkan
diri.

Self Life obat-obatan yang berbasis Protein


Protein dapat disimpan (i) sebagai suatu larutan, (ii) dalam bentuk beku-kering, (iii) dalam bentuk kering dalam
keadaan dipadatkan (tabelt). Beberapa mekanisme di balik proses degradasi kimia dan fisik telah dibahas sedikit
dalam Bab 2. Stabilitas larutan protein sangat tergantung pada faktor-faktor seperti pH, kekuatan ionik, suhu,
dan kehadiran stabilisator. Misalnya, Gambar 5 menunjukkan ketergantungan pH a1-antitripsin dan jelas
menunjukkan pentingnya pH shelf life protein.
Pengeringan Beku (Frezze drying) Protein
Protein dalam larutan sering tidak memenuhi persyaratan stabilitas untuk produk farmasi yang dihasilkan
industri (> 2 tahun), bahkan ketika disimpan secara permanen di bawah kondisi kulkas (dingin). Kemunculan
air yang berlimpah mendorong proses degradasi kimia dan fisik

Gambar 5 profil stabilitas pH (pada 25 C) monomeric rekombinan a1-antitripsin (rAAT) dengan ukuran
pengecualian-HPLC assay (tingkat konstan degradasi k). rAAT monomeric menurun dengan cepat pada
konsentrasi asam dan kondisi dasar. Stabilitas optimal terjadi pada pH 7,5. Sumber: Diadaptasi dari Vemuri
dkk., 1993.

Pengeringan beku dapat memberikan stabilitas yang diminta. Selama freeze-drying air akan dihapus melalui
sublimasi dan bukan oleh penguapan. Tiga tahap dapat dilihat dalam proses freeze-drying: (i) langkah beku, (ii)
langkah pengeringan utama dan langkah pengeringan sekunder (iii) (gambar 6). Tabel 2 menjelaskan apa yang
terjadi selama tahap ini. Pengeringan dari larutan protein tanpa penyebab tepat excipients, sebagai suatu
peraturan, kerusakan permanen protein beku. Tabel 3 Daftar excipients biasanya ditemui dalam produk protein
pengeringan beku yang berhasil.

Pembekuan
Di langkah pembekuan (gambar 6) suhu sistem air dalam cawan-cawan diturunkan. Pembentukan kristal tidak
dimulai tepat di titik beku termodinamika atau keseimbangan, tapi pendinginan super terjadi. Itu berarti bahwa
kristalisasi seringnya hanya terjadi ketika suhu 15 c atau lebih rendah telah tercapai. Selama langkah
kristalisasi, suhu sementara dapat meningkat dalam botol, karena generasi kristalisasi panas. Selama tahap
pendinginan, konsentrasi protein dan excipients muncul karena massa kristal es tumbuh dengan mengorbankan
fasa air. Ini dapat menyebabkan presipitasi satu atau lebih dari excipients, yang akibatnya dapat mengakibatkan
perubahan pH (Lihat di atas dan gambar 7) atau perubahan kekuatan ionik.
Hal tersebut juga dapat menyebabkan denaturasi protein. Pendinginan vial dilakukan dengan menurunkan suhu
shelf. Memilih skema pendinginan yang tepat untuk shelf, dan akibat vial, penting karena menentukan tingkat
ukuran pendinginan super dan es kristal. Kristal kecil terbentuk pada saat pendinginan cepat; bentuk kristal
besar terbentuk di tingkat pendinginan yang lebih rendah. Kristal es kecil diperlukan untuk tingkat padat berpori
dan sublimasi cepat (Pikal, 1990a).

Tabel 2 tiga tahap dalam proses pengeringan beku (freeze-drying) dari formulasi protein.

Jika sistem tidak (sepenuhnya) mengkristal tapi membentuk massa amorf pada pendinginan, suhu di
tahap"beku" harus turun di bawah Tg, temperatur transisi gelas. Dalam sistem amorf viskositas berubah secara
dramatis di kisaran suhu di sekitar Tg: keadaan "karet" berada di atas dan keadaan kaca berada di bawah Tg.
Pada awal tahap pengeringan utama tidak ada air yang muncul dalam vial. Minus empat puluh derajat celcius
adalah suhu beku umum sebelum sublimasi diawali dengan pengurangan tekanan.

Pengeringan Utama
Pada tahap pengeringan utama (Gambar. 6) sublimasi massa air dalam botol dimulai dengan menurunkan
tekanan. Uap air yang dikumpulkan pada kondensor, dengan suhu (secara substansial) lebih rendah daripada
shelf dengan vial. Sublimasi memerlukan energi (sekitar 2500 kJ/gram es). Penurunan suhu dihindari oleh
pasokan panas dari shelf ke vial, sehingga shelf dipanaskan selama tahap ini.

Gambar 6 Contoh dari protocol pengeringan beku untuk sistem dengan air pengkristalan. Singkatan: T,
temperature; P, pressure (tekanan).

Tabel 3 excipients umum dalam formulasi protein yang di beku keringkan.

Panas dikirim ke vial melalui (i) kontak langsung self dan vial, (ii) radiasi (iii) konduksi gas (gambar 8).
Konduksi gas bergantung pada tekanan: Jika seseorang memilih tekanan gas yang relative tinggi, pengiriman
panas terjadi karena konduktifitas tinggi. Tetapi, itu menurunkan massa transfer dikarenakan tekanan
pengiriman yang rendah: tekanan antara tekanan vapor equilibrium pada interface diantara massa beku/kering
dan tekanan ruangan (Pikal, 1990a).
Selama tahap pengeringan utama, terjadi pengiriman panas dari shelf ke vial melalui dasar vial dan dari massa
beku ke massa beku interface/bubuk kerng, untuk menjaga agar proses sublimasi tetap berlangsung. Selama
tahap pengeringan ini, isi vial tidak bolek mencapai range temperature eutektik atau temperature transisi gelas.
Umumnya, batas aman yang digunakan adalah 2C hingga 5C, jika tidak cake tersebut akan hancur.
Kehancuran tersebut menyebabkan pengurangan tingkat sublimasi besar dan pembentukan cake yang buruk.
Penolakan pemindahan panas menurun selama proses pengeringan sebagaimana menurunnya jarak pengiriman
dengan penanganan ulang interface. Dengan penolakan pemindahan massa (pemindahan vapor air), yang
muncul adalah kebalikannya. Penolakan pemindahan massa meningkat selama proses pengeringan sebagaimana
cake kering membesar. Situasi ini memperjelas bahwa parameter seperti tekanan ruangan dan pemanasan shelf
harus berubah-ubah selama proses pengeringan utama. Mereka harus diatur dan disesuaikan selama proses
pengeringan berlangsung.

Figure 7 meleleh/mendingin (biru menunjukan pelelehan; merah indicates pendinginan). Efek pembekuan
tersebut pada pH dari sistem penyangga citric acid-disodium citric. Sumber: diadaptasi dari Pikal, 1990a .
Gambar 8 mekanisme pemondahan panas selama proses pengeringan beku:
(1) konduksi langsung melalui shelf dan gelas pada titik kontak asli, (2)
konduksi gas: pemindahan panas kontribusi via konduksi melalui gas anara
shelf dan bagian bawah vial, dan (3) pemindahan panas radiasi. SIngkatan: Ts,
shelf temperature. Ts > Tp > Tc.

Suhu eutektik atau suhu transisi gelas merupakan parameter dari pentingnya untuk mengembangkan protocol
pengeringan beku yang dirancang secara rasional. Informasi mengenai parameter ini dapat didapat dengan cara
observasi microskopik dari proses pengeringan beku, differential scanning calorimetry (DSC), atau pengukuran
ketahanan elektrik. Sebagai contoh dari scan DSC yang menyediakan informasi Tg disajikan pada gambar 9
(Franks dkk., 1991). Tg sangat bergantung pada komposisi system: konten excipient dan air. Menurunkan
konten air dari sistem amorf menyebabkan Tg berubah ke suhu yang lebih tinggi.

Pengeringan Sekunder
Ketika semua ikatanair beku dan armorf yang bersifat non protein dan non excipient hilang, langkah
pengeringan sekunder dimulai (Gambar. 6). Akhir dari tahap pengeringan utama dicapai ketika suhu produk dan
suhu shelf sama, atau ketika tekanan air parsial menurun (Pikal, 1990a). Selama air tidak terikat dihilangkan,
tekanan air parsial hampir setara dengan tekanan total. Pada tahap pengeringan sekunder, dengan lambat suhu
meningkat untuk menghilangkan air terikat; tekanan ruangan masih tetap dikurangi. Suhu harus tetap di bawah
suhu eutektik, yang berlanjut untuk meningkat kerika konten air sisa menurun. Umumnya, tahap pengeringan
sekunder berakhir ketika produk terjaga di suhu 20C untuk beberapa saat. Konten air sisa merupakan parameter
kritis titik akhir. Nilai yang disarankan adalah sebesar 1% air sisa pada cake.

Gambar 9 Jejak pemanasan DSC untuk larutan beku dari sukrosa dan ssodium
klorida, menunjukan suhu transisi gelas dari konsetrasi beku pada 277K. Untuk
konsentrasi beku sukrosa asli, Tg241K (1 Cal4.2 J). Sumber: diadaptasi dari
Franks dkk., 1991.

Gambar 10 efek dari kelembaban sisa pada stabilitas hemoglobin yang di beku
keringkan (-6%) diformulasikan dengan sukrosa 0.M; dekomposisi untuk bertemu
hemoglobin selama disimpan pada suhu 23C selama 4 tahun.

Gambar 10 (Pristoupil, 1985; Pikal, 1990a) mencontohkan stabilitas penurunan dari hemoglobin yang dikering
bekukan dengan peningkatan konten air sisa. Ketika disimpan saat munculnya lyprotectan yang menurun seperti
dalam kondisi glukosa dan cake berubah warna menjadi kuning kecoklatan. Penggunaan dari gula yang tidak
berkurang seperti sukrosa atau trehalose mungkin dapat menangani masalah ini.

Pendekatan lain untuk Menstabilkan Protein


Bentuk compact dari protein digunakan untuk aplikasi hewan tertentu, seperti formulasi rilis berkelanjutan
hormon pertumbuhan. Pil harus mengandung aditif sesedikit mungkin. Mereka dapat diterapkan secara
subdermal dan intramuscular ketika pil compact diberikan dengan senapan angin kompresi pada hewan
(Klegerman dan Groves, 1992)
PENGIRIMAN Protein: RUTE PEMBERIAN DAN PENINGKATAN PENYERAPAN
Rute Parenteral Pemberian
Parenteral disini diartikan sebagai pemebrian melalui rute dimana jarum digunakan, termasuk injeksi intravena
(IV), intra muscular (IM), subkutan (SC) dan intraperitonial (IP). Informasi lainnya mengenai tindakan
farmakokinetik dari protein rekombinan dijelaskan di BAB 5. Pada bab ini cukup hanya menyatakan bahwa
halflife darah dari produk biotech dapat beragam macamnya dengan jangkauan yang luas. Contohnya, half life
sirkulasi dari t-PA hanya beberpaa menit, sedangkan antibody monoclonal (MAb) dilaporkan memiliki half life
beberapa hari. Jelas, satu alasan untuk mengembangkan protein yang dimodifikasi melalui situs yang mengarah
ke mutagenesis adalah untuk meningkatkan half life sirkulasi. Suatu cara mudah utnuk memperluas mean (rata-
rata) waktu residen untuk halflife pendek protein adalah dengan mengganti pemberian IV dengan IM atau SC.
Kita harus menyadari bahwa dengan melakukan hal tersebut, pergantian posisi mungkin terjadi, dengan
pengaruh yang signifikan pada hasil terapi obat. Perubahan ini terkait dengan: (i) perpanjangan waktu residen
pada situs IM atau SC dari injeksi dan perluasan paparan pada reaksi degradasi (peptide) dan (ii) perbedaan
penempatan.
Berkaitan dengan poin 1: Perpanjangan waktu residen pada sitius IM atau SC dari injeksi dan perluasan paparan
pada reaksi degradasi. Misalnya, pengidap diabetes dapat menjadi insulin resisten melalui aktifitas tinggi
peptidase jaringan (Meberly dkk., 1982). Faktor lain yang mempengaruhi pada variasi penyerapan adalah terkait
dengan perbedaan level latihan otot pada situs injeksi dan juga pijatan dan panas pada situs (tempat) injeksi.
Berkaitan dengan poin 2: Perbedaan penempatan
Selama pemberian, protein mungkin akan dialihkan ke darah melalui lymphatic (getah bening) atau memasuki
aliran darah melalui dinding kapiler pada situs injeksi (Figs. 11 dan 12). Fraksi dari dosis yang diberikan yang
membawa jalur lymphatic (getah bening) tersebut tidak bergantung pada berat molecular (Supersaxo dkk,
1990).
Transportasi lyphatic membutuhkan waktu (berjam-jam) dan penyerapannya pada aliran darah sangat
bergantung pada tempat injeksi. Di jalan menuju darah, getah bening melewati kelenjar getah bening pengering
dan kontak mungkin terjadi antara isi getah bening dan sel-sel sistem kekebalan tubuh seperti makrofag, limfosit
B dan T yang berada di kelenjar getah bening.

Gambar 12 Korealsi antara berat molecular dan pemulihan kumulatif dari rIFN alpha-2a ( Mw 19 kDa), cytochrome C (M W 12.3
kDa), inulin (MW 5.2 kDa), dan FUDR (MW 256.2 Da) pada getah bening berbeda dari kelenjar getah bening popliteal setelah
pemberian SC ke bagian kaki belakang bawah domba. Garis tersebut menggambarkan garis sempurna menggunakan analisis regresi
linear dihitung dengan 4 nilai mean (rata-rata). Poin-poin tersebut memiliki koefisien korelasi r sebesar 0.998 (p > 0.01) Sumber:
diadaptasi dari from Supersaxo dkk., 1990.
Rute Oral Pemberian
Pemberian melalui mulut (ditelan) dari obat protein mungkin jadi pilihan, karena pasien friendly dan tidak
diperlukan adanya intervensi dari pegawai medis professional dalam pemberian obat. Namun bioavailability
oral sangat terbatas. Dua alasan utama mengapa kegagalan penyerapannya adalah: (i) degradasi protein pada
jalur gastrointestinal (GI) dan (ii) permeabilitas yang buruk dari dinding GI dalam konteks proses transport pasif
(Lee dkk., 1991)

Gambar 11 Rute penyerapan SC atau IM yang Menginjeksi Obat

Berkaitan dengan poin 1: Degradasi protein pada jalur GI.


Tubuh manusia telah mengembangkan suatu sistem yang sangat efisien untuk memecah protein dalam makanan
kita ke dalam bentuk asam amino, atau di-atau tri- peptida. Pembangun untuk protein tubuh ini secara aktif
diserap untuk digunakan kapanpun dibutuhkan oleh tubuh. Pada pepsin perut, family dari aspartic proteases,
disekresi. Mereka aktif pada antara pH 3 dan % dan tidak aktif pada pH yang lebih tinggi. Pepsin merupakan
endopeptida yang mampu memecah ikatan peptide yang terpisah dari rantai peptide. Mereka memecah ikatan
peptide antara dua asam amino hydrophobic. Endopeptida lainnya aktif pada jalur GI di nilai pH netral, seperti
trypsin, chymotrypsin dan elastase. Mereka memiliki karakteristik wadah ikatan peptide berbeda dimana kurang
atau lebih saling melengkapi satu sama lain. Exopeptidases, protease yang menurunkan rantai peptida dari
ujungnya, hadir juga. Contohnya dalah carboxypeptidase A dan B. Pada lumen GI, protein dipecah menjadi
beberapa fragment yang secara aktif dipecah kembali menjadi asam amino, di- dan tri- peptide dengan batas
sikat dan cytoplasmic proteases dari enterocytes.
Berkaitan dengan poin 2: Permeabilitas.
Molekul dengan berat molecular tinggi tidak mudah menembus penghalang epitel utuh dan matang jika difusi
adalah kekuatan pendorong tunggal untuk perpindahan massa.
Koefisien difusinya menurun dengan meningkatnya ukuran molekul. Tidak terkecuali dengan protein.
Transport aktif dari protein rekombinan terapi utuh pada GI-epithelium belum dijelaskan. Analisis di atas
mengarah pada kesimpulan bahwa alam, sayangnya, tidak membiarkan kita untuk menggunakan jalur oral
(ditelan) dari pemberian terapi protein jika bioavalibilitas yang dibutuhkan tinggi atau stabil. Namun, bagi
kategori vaksin oral, rintangan yang disebutkan di atas yaitu degradasi dan perembesan tidk menjadi masalah.
Untuk imunisasi oral, hanya fraksi kecil dari antigen (protein) harus mencapai situs (tempat) targetnya
untuk mendapatkan respon imun. Cel target adalah limfosit dan antigen yang menampilkan sel tambahan yang
terletak pada pada Peyers patches (Gambar 13). Populasi Limfosit B mencakup sel yang memproduksi
antibody IgA sekresi.
Peyers patches ini merupakan struktur folikular yang teridentifikasi secara microskopik yang terletak pada
dinding dari jalur GI. Peyers patches dilapis dengan sel microfold (M) yang memisahkan isi lumen dari
limfosit. Sel M ini memiliki kapasitas degradasi lysosomal kecil dan mengizinkan pengambilan antigen dengan
dasar limfosit. Selanjutnya, lender menghasilkan permukaan sel M untuk konten luminal (Jani dkk., 1992; Roitt
dkk, 1993)
Usaha untuk meningkatkan pengiriman antigen melalui Peyers patches dan untuk meningkatkan respon imun
dilakukan dengan menggunakan mikrosfer, liposom atau vector langsung yang dimodifikasi, seperti
bakteri dan virus yang dilemahkan (Holmgren dkk., 1989; Eldridge dkk., 1990; Kersten and Hirschberg,
2004, see Chapter 21).

Gambar 13 diagram skematik dari struktur Peyers


patches infestinal. Sel M sepanjang ephitelum yang
berhubungan dengan folikel diperluas. Sumber:
diadaptasi dari from OHagan, 1990

Hidung (Edman dan BJO rk, 1992)


Keuntungan:
Mudah diakses, serapan cepat, track record dengan sejumlah obat "konvensional" terbukti, aktivitas proteolitik
mungkin lebih rendah dari pada saluran Gl, menghindari efek pass pertama, penahanan spasial dari enhancer
penyerapan mungkin terjadi.
Kerugian:
Reproduktifitas (dalam kondisi patologis), keamanan (misalnya, gerakan silia), bioavailabilitas rendah untuk
protein

Paru (Patton dan Platz, 1992)


Keuntungan:
Relatif mudah untuk diakses, serapan cepat, track record dengan obat "konvensional" terbukti, pecahan besar
insulin diserap, aktivitas proteolitik lebih rendah dari pada saluran Gl, menghindari penahanan spasial efek
pass hati pertama dari perluasan penyerapan (?)
Kerugian:
Reproduktifitas (khususnya dalam kondisi patologis, perokok / non-perokok), keamanan (misalnya,
imunogenisitas), kehadiran makrofag di paru-paru dengan afinitas tinggi untuk partikulat

Dubur (Zhou dan Li Wan Po, 1991b)


Keuntungan:
Mudah diakses, menghindari secara parsial dari pass pertama hati, aktivitas proteolitik mungkin lebih rendah
daripada di bagian atas dari saluran Gl, penahanan spasial dari peningkat penyerapan adalah mungkin terjadi,
track record dengan sejumlah obat "konvensional" terbukti.
Kerugian:
Bioavailabilitas rendah untuk protein

Bukal (Zhou dan Li Wan Po, 1991b;. Ho dkk, 1992)


Keuntungan:
Mudah diakses, menghindari pass pertama hati, aktivitas proteolitik mungkin lebih rendah daripada di bagian
bawah saluran Gl, penahanan spasial pada peningkat penyerapan adalah mungkin terjadi, tersedia pilihan untuk
menghapus formulasi jika perlu
Kerugian:
bioavailabilitas rendah protein, belum ada track record yang terbukti (?)

Transdermal (Cullander dan Guy, 1992)


Keuntungan:
Mudah diakses, menghindari pass pertama hati, mungkin terjadi penghapusan rumusan jika perlu, penahanan
spasial dari peningkat penyerapan, track record dengan obat "konvensional" terbukti, pelepasan berkelanjutan /
dikendalikan
Kerugian:
bioavailabilitas rendah untuk protein

Tabel 4. Rute alternative dari pemberian ke rute oral dari biofarmasi

Rute Alternatif Pemberian


Pemberian secara parenteral (jarum, sterili, dan kemampuan injeksi) memiliki keuntungan dibandingkan dengan
rute lainnya. Oleh karena itu, pengiriman sistemik dari protein rekombinan dengan rute pemberian alternatif
(terpisah dari jalur GI, yang dijelaskan di atas) telah dipelajari secara extensive. Hidung, paru-paru, anus,
rongga mulut dan kulit telah dipilih sebagai tempat yang potensial untuk penerapan rute pemberian alternatif.
Pro dan kontra yang mungkin terjadi untuk rute-rute relevan yang berbeda terlampir pada tabel 4 (Zhou dan Li
Wan Po, 1991a; Zhou dan Li Wan Po, 1991b).
Rute hidung, bukal, anus, dan transdermal telah terbukti kurang klinis jika tindakan sistemik dibutuhkan, dan
jika formulasi protein sederhana tanpa dibantu teknologi yang meningkatkan penyerapan. Secara umum,,
bioavailabilitas terlalu rendan dan terlalu beragam. Rute paru-paru menjadi pengecualian untuk aturan ini. Tabel
5 (dari Patton dkk., 1994) menunjukkan bioavailabilitas tikus dari lerutan protein yang diberikan secara
intratracheal dengan range berat molecular yang luas. Penyerapan sangat bergantung pada protein, dengan
hubungan yang tidak jelas dengan berat molekularnya. Pada manusia, obat tersebut harus dihirup, bukan
diberikan melalui intrachea. Pengiriman insulin ke penderita diabetes tipe I (onset remaja) dan tipe II (onset
dewasa) telah dipelajari secara extensif dan uji coba klinis fase III pada anus dan rongga mulut yang mengukur
efikasi dan keamanan telah dilakukan atau masih berlangsung (Patton, dkk., 1999). Formulasi insulin paru-paru
pertama disetujui FDA pada bulan Januari 2006 (Exubera).

Tabel 5 Bioavailabilitas mutlak dari sejumlah protein (intratracheal vs IV) pada tikus.

Penghirupan insulin oleh paru-paru diuji secara khusus untuk kontrol glukosa di jam makan. Penyerapan insulin
lebih cepat setelah injeksi insulin SC reguler (di 5-60 menit versus 60-180 menit). Reproduksibilitas respon
glukosa darah terhadap insulin yang dihirup adalah setara dengan insulin yang disuntikkan SC, tetapi pasien
lebih suka menghirup dibanding injeksi SC. Teknologi hirup memiliki peran yang penting dalam pertimbangan
prospek rute paru-paru sebagai proses pengiriman sistemik dari terapi protein. Inhaler dan nebulizer serbuk
kering diuji. Fraksi insulin yang diserap sepenuhnya bergantung pada: 9i) fraksi dosis yang dihirup yang
meninggalkan alat hisap, (ii) fraksi yang diendapkan di paru-paru, dan (iii) fraksi yang benar-benar diserap,
yaitu penyerapan relative total (TO %) adalah % penyerapan dari alat _% yang diendapkan di paru-paru, _%
yang benar-benar diserap dari paru-paru. % TO dari insulin diperkirakan sekitar 10% (Patton dkk., 2004). Fraksi
insulin yang diserap dari paru-paru diperkirakan sekitar 20%. Gambar ini menunjukan bahwa penyerapan
insulin melalui paru-paru mungkin menjadi rute yang menjanjikan; tetapi fraksi yang diserap hanya sedikit.
Maka dari itu, pendekatan yang berbeda telah dievaluasi untuk meningkatkan bioavailibitas dari rute paru-paru
dan rute laternatif lain selain jalur suntik. Tujuannya adalah untuk mengembangkan suatu sistem yang secara
sementara mengurangi penghalang resistensi penyerapan dengan masalah keamanan yang minimal dan dapat
diterima. Latar belakang mekanis dari pendekatan ini dijelaskan pada table 6. Hingga kini, tidak ada produk
yang menggunakan pendekatan ini lolos program uji klinis. Masalah keamanan merupakan rintangan yang sulit
dihadapi. Pertanyaan yang muncul berpusat pada kekhususan dan reversibilitas dari efek peningkatan
penyerapan dan toxisitas.

Tabel 6 Pendekatan untuk meningkatkan bioavailabilitas protein

Contoh dari Efek Peningkatan Penyerapan


Bagian di bawah ini berhubungan dengan seni dari isu penting ini: Peningkatan penyerapan dan pemberian
secara non-parenteral (tanpa injeksi) dari protein rekombinan. Beberapa contoh-contoh umum disajikan. Tabel 7
menyajikan contoh dari hubungan (yang kelihatannya complex) antara bioavailabilitas hidung dari beberapa
obat peptide dan protein, berat molecular mereka, dan penggunaan peningkat penyerapan, glycocholate (Zhou
dan Li Wan Po, 1991b). Gambar 14 (Bjork and Edman, 1988) menggambarkan kasus lain dimana mikroskofer
pati yang biasa diturunkan yang diisi dengan insulin digunakan dan dimana perubahan pada level glukosa
tampak setelah pemberian melalui hidung pada tikus.

Tabel 7 Efek dari glycocholate (peningkat penyerapan) pada bioavailabilitas hidung dari beberapa protein dan peptide.

Pada contoh ini, efek dari penggunaan peningkat penyerapan jelas terlihat. Masalah utama yang sekarang
sedang dibahas adalah reproduksibilitas, efek dari kondisi patologis (misalnya rhinitis) pada aspek penyerapan
dan keamanan dari penggunaan kronis. Menariknya, efek peningkatan penyerapan tampak bergantung pada
spesies. Perbedaan efek yang tampak adalah antara tikus, kelinci dan manusia. Bersama iontophoresis, arus
listrik transdermal diinduksi dengan menempatkan dua elektroda pada tempat yang berbeda di kulit (gambar
15). Arus listrik ini menginduksi perpindahan molekul (yang terionisasi) melalui kulit. Perpindahan molekul
bergantung pada arus (on/off, melalui nadi/langsung, bentuk gelombang), pH, kekuatan ionis, berat molecular,
kebutuhan protein, dan suhu.
Protein harus diisi sesuai dengan tebal kulit (pH dari kulit yang lembab bergantung pada kedalamannya dan
beragam antara pH 4 (di permukaan) dan pH 7.3) yang membuat protein dengan nilai pI diluar tange tersebut
menjadi calon untuk perpindahan iontophoretic. Tidak jelas apakah ada aturan mengenai ukuran (berat
molekular protein) untuk perpindahan inotophoretic. Namun, hanya protein yang berpotensi yang akan menjadi
calon yang sukses. Dengan teknologi yang ada saat ini, protein yang mengalir melalui kulit adalah sekitar 10
mg/cm2/jam (Sage, dkk., 1995)

Gambar 16 Konsentrasi plasma vs profil


waktu setelah pemberian SC, IV dan
transdermal iontophoresis, GRF ) (144) ke
babi guinea tanpa bulu. (I MG/g; 0.17
mA/cm2; 5cm2 patch Red, iontophoresis (1
mg/g; 0.17 mA/cm2; 5cm2 patch). Biru, SC
(10 mg/kg; 0.025 mg/ml). kuning, IV (10
mg/kg; 0.025 mg/ml). Sumber dari Kumar
dkk., 1992.

Gambar 16 menunjukan profil dari factor rilis hormon pertumbuhan, GRF (growth hormone realizing factor)
(44 asam amino, berat molekular 5 kDa setelah SC, IV dan pengiriman transdermal ke babi gunea tanpa bulu.
Perpanjangan kemunculan plasma dapat diamati. Pengiriman iontophoretic menawarkan kesempatan menarik
jika pengiriman protein melalui nadi dibutuhkan. Alat ini dapat digunakan secara permanen dan hanya
dinyalakan di periode waktu yang diinginkan, mensimulasikan sekresi pulsatil dari hormon endogen seperti
hormon pertumbuhan dan insulin.

PENGIRIMAN PROTEIN: PENDEKATAN UNTUK PENGIRIMAN DENGAN LAJU


TERKONTROL DAN TEMPAT YANG SPEISIFIK DENGAN RUTE PARENTERAL

Protein therapeutic yang digunakan saat ini berbeda dalam karakteristik farmakokinetiknya (lihat bab 5). Jika
mereka merupakan agen endogen seperti insulin, t-PA, hormone pertumbuhan, arythropoetin, interleukins atau
factor VIII, penting untuk diketahui mengapa, kapan dan dimana mereka dikeluarkan. Ada tiga cara yang
berbeda dimana sel dapat berkomunikasi satu sama lain: jalur endokrin, parasin dan autokrin (table 8).
n Hormon Endokrin: Hormon yang dikeluarkan oleh sel yang terpisah untuk mengatur fungsi sel tersebar di
seluruh tubuh.
n Parasin sebagai mediator: Mediator dikeluarkan oleh sel untuk mempengaruhi sel-sel disekitarnya, pengaruh
jangkauan pendek.

n Autocrine sebagai mediator: Agen ini dikeluarkan oleh sel dan mempengaruhi sel yang dia atur, pengaruh
jangkauan sangat pendek
Tabel 8 Komukasi antar sel: Pembawa (carrier) pesan kimiawi
Hubungan respon terhadap dosis dari mediator ini seringnya tidak berbentuk S, namun, berbentuk S: Pada dosis
tinggi, efek terapinya hilang (lihat bab 5). Bahkan, kehadiran dari mediator ini mungkin mengaktifkan
serangkaian kejadian yang rumit yang harus dikontrol secara hati-hati. Oleh karena itu, kunci dari kesuksesan
terapi tersebut adalah: (i) Akses ke sel target, (ii) penyimpanan di tempat yang ditargetkan, dan (iii) waktu
pengiriman yang tepat (Tomlinson, 1987). Khususnya, untuk paracrine dan autocrine yang bertindak sebagai
protein, pengiriman pada tempat yang spesifik harus dilakukan, atau efek samping akan muncul diluar area yang
ditargetkan. Efek samping parah telah dilaporkan dengan cytokines, seperti factor necrosis tumor dan
interleukin-2 selama pemberian secara parenteral (IV or SC)(liat bab 11). Kemunculan efek samping ini
membatasi potensi therapetik dari senyawa ini. Dengan demikian, pengiriman protein tersebut di tempat, laju
dan dosis yang tepat merupakan bagian yang sangat penting dalam proses perancangan dan pengembangan
senyawa ini sebagai entitas farmasi. Bagian selanjutnya akan mendiskusikan konsep pertama yang
dikembangkan untuk mengatur kinetika rilis dan konsep untuk pengiriman obat dengan tempat yang diarahkan
(diatur).

PENDEKATAN UNTUK PENGIRIMAN DENGAN LAJU YANG DIATUR


Pengaturan laju dapat dicapai dengan beberpa teknologi berbeda yang kegunaannya sama dengan obat-obatan
konvensional. Insulin merupakan contoh yang sangat bagus. Spectrum pilihan adalah tersedia dan dapat
diterima; tipe suspense yang berbeda dan sistem infuse yang berkelanjutan dipasarkan (lihat bab 12). Bahkan,
pendekatan kimiawi dapat digunakan untuk merubah karakteristik protein. Penambahan Polyoxyethylene glycol
ke protein merubah half life peredaran meraka pada darah secara dramatis. Gambar 17 menunjukan contoh dari
pendekatan ini.

Gambar 17 Pengaruh cangkok kimiawi dari poly-ethyleneglycol (PEG_ terhadap


kemampuan urokinase (UK) untuk mempengaruhi prothrombin time (PT) in vivo pada
anjing beagles dengan waktu. Sumebr: diadaptasi dari Tomlinson, 1987.

Umumnya, protein diberikan sebagai larutan encer. Hanya vaksin rekombinan dan sebagian besar formulasi
insulin yang dikirim sebagai penyebaran (Colloidal). Sekarang, insulin diterapkan secara rutin dan secara
klinis melalui beberapa bentuk dari sistem rilis terkontrol (lihat bab 12) disbanding dengan cara infuse
berkelanjutan. Sebagaimana obat-obatan biotech berkembang, teknologi canggih tentu akan diperkenalkan
untuk mengoptimalkan manfaat therapeutic dari obat. Tabel 9 Daftar dari beberapa pilihan teknologi tersedia.
Mereka dijelaskan secara singkatdi bawah ini.
Sistem Loop Terbuka (Open-Loop): Pompaan Mekanis
Pompa yang digerakan secara mekanik (dengan mesin) merupakan alat yang umum untuk pemberian obat
secara intavena dirumah sakit (Infusi berkelanjutan, tipe open-loop). Mereka tersedia di ukuran/harga yang
berbeda-beda, portable atau tidak, didalam atau diluar tubuh. Tabel 10 menyajikan beberapa poin yang harus
dipertimbangkan ketika memilih pompa yang sesuai. Pemberian obat terkontrol tidak selalu menggambarkan
tingkat input konstan. Pengiriman yang tersebar atau tingkat yang beragam merupakan cara pemakaian yang
diinginkan untuk sejumlah obat protein, dan untuk pompa obat ini harus menyediakan karakteristik rate input
yang fleksibel. Insulin merupakan contoh utama dari obat protein, dimana harus ada penyesuain rate input ke
kebutuhan tubuh. Sejauh ini, sistem pompa yang paling baik di kondisi rawat jalan diraih oleh obat ini. Sitem
pompa ini munkin gagal dikarenakan kegagalan energy, masalah dengan jarum suntik, kesalah pengambilan
jarum, kebocoran kateter dan masalah pada tempat injeksi atau implantasinya (Banerjee dkk., 1991). Bahkan,
kestabilan jangka panjang dari obat dapat menjadi masalah. Protein harus stabil pada 37C atau pada suhu
ruangan (alat internal atau external) antara dua refill. Akhirnya, bahkan dengan sistem pompa teknologi tinggi,
pasienmasih harus mengumpulkan data utnuk penyesuaian rate pompa. Ini menunjukan sampling invasif dari
cairan tubuh di kondisi normal, diikuti oleh perhitungan dari rate input yang diharuskan. Masalah akan
terselesaikan jika konsep dari sistem loop tertutup (closedd-loop) diterapkan (sistem umpan balik, lihat di
bawah)

Sistem Loop Tebuka (Open-Loop): Sistem yang Digerakan secara Osmosis


Pompa mini osmotic yang dapat ditanam (implan) secara subkutan dikembangkan oleh ALZA (pompa mini
Alzet, gambar 18) telah terbukti berguna pada percobaan hewan ketika infuse konstan dan berkelanjutan
dibutuhkan selama perpanjangan periode waktu. Proses penetuan rate merupakan arus air yang melalui
membran eksternal semi berpori yang kaku. Air yang dating mengosongkan wadah yang berisi obat (cair atau
yang menyebar) yang dikelilingi oleh membrane semi berpori yang fleksibel. Tingkat rilisnya bergantung pada
karakteristik dari membrane semi berpori tersebut dan pada perbedaan tekanan osmosis pada membrane tersebut
(agen osmosis di dalam pompa). Kinetika rilis tidak muncul selama perbedaan tekanan osmosis pada membran
semi berpori ini tetap dipertahankan. Larutan protein (atau yang menyebar) harus stabil secara fisik dan kimiawi
pada suhu tubuh selama percobaan jangka penuh. Bahka, larutan protein harus cocok dengan bagian pompa
dimana dia terpapar. Batasan sistem merupakan rate rilis yang telah ditetapkan, yang tidak selalu seperti yang
diinginkan (lihat informasi sebelumnya). Alat ini saat ini tidak digunakan secara teratur di klinik.

Open Loop Systems: Biodegradable Microspheres Sistem Open-Loop: Mikroskofer


Biodegradable
Sistem pengiriman berbasis olylactic acidpolyglycolic acid (PLGA) digunakan secara ekstensif untuk
pengiriman peptide terapheutic, khususnyaagonis luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH) seperti
leuprolide pada terapi kanker prostat. Sistem rilis agonis LHRH terkontrol pertama mengandung leuprolide
dengan jangkauan dosis selama 1-3 bulan. Selanjutnya, mikroskofer yang diisi dengan leuprolide diperkenalkan
dan interval dosis diperpajang hungga 6 bulan. Faktor kritis peentu kesuksesan untuk rancangan sistem rilis
terkontrol ini adalah:
(i) Obat hsrus memiliki potensi tinggi (Hanya dosis sedikit yang dibutuhkan selama interval dosis), (ii) obat
harus tetap ada dalam tubuh, dan (iii) tidak boleh ada reaksi yang merugikan yang muncul di tempat injeksi.
Stategi baru bagi rilis terkontrol dari protein therapeutic sedang dalam proses pengembangan. Contohnya,
Gambar 19 dan 20 menjelaskan teknologi mikroskofer yang berbasis dextran untuk pemberian SC dan IM yang
umumnya memiliki hampir 100% efisiensi enkapsulasi protein (gambar 19). Disini, tidak ada pelarut organic
sebagai protein yang digunakan di protocol persiapan. Jadi interaksi langsung dari protein terlarut dengan fase
organic (sebagaimana terlihat di banyak skema persiapan mikrosfer polimerik) dihindari. Hal tersebut
meminimalisir denaturasi dari protein. Gambar 20 menunjukan bahwa dengan memilih kondisi penghubungan
silang yang tepat, seseorang memiliki tingkat control selama kinetika rilis. Kinetika rilis umumnya bergantung
pada kinetika degradasi dari matrix dextran dan ukuran molekul protein (Stenekes, 2000). Pendekatan lain untuk
rilis yang diperpanjang dan terkontrol dari protein theurapetic adalah untuk menggunakan mikroskofer
berdasarkan materi hydrogel biodegradable lain.

Gambar 19 n perwakilan skematik dari proses persiapan mikroskofer untuk rilis terkontrol dari protein therapeutic dari
mikroskofer dextran (dexHEMA , dextran dimodifikasi 11/4 dextran hydroxyethylmethacrylate). Tidak ada pelarut organic
yangterlibat dan efisiensi enkapsulasi (persentase dari protein therapeutic berakhir di mikroskofer) secara rutin > 90%. Plimerisasi:
penghubungan silang dextran.

Gambar 20 rilis kumulatif dari IgG dari in vitro


mikroskofer dexHema terdegrasi pada waktu di pH 7,
37C. Kandungan air dari mikroskofer dextran saat
bengkak: 60%: DS 3 (n) dan kandungan air sekitar 50%:
DS 3 (), DS 6 (_), DS 8 ( A) and DS 11 (~). Nilai
tersebut merupakan rata-rata (mean) dari 2 pengukuran
independen yang umumnya menyimpang kurang dari
5% dari satu sama lain. Singkatan: DS, degree of cross-
linking (penghubungan silang), Sumber: Diadaptasi dari
Stenekes, 2000.

PolyActiveTM merupakan block-copolymer yang terdiri dari blok polyethylene glycol (PEG) dan blok
polybutylene terephthalate (van Dijkhuizen-Radersma dkk., 2004). Hasil dari study penemuan mengenai dosis
PolyActiveTM microspheres dari manusiayang diisi dengan interferon-a ditampilkan pada gambar 21.

Sistem Loop Tertutup (Closed-Loop): Kombinasi Pompa Biosistem


Jika control rate input diharapkan untuk menstabilkan fungsi tubuh tertentu, maka fungsi ini harus dimonitor.
Melalui aalgoritma dan pengaturan pompa terhubung, data ini harus di konversi ke rate input obat. Sistem ini
disebut dengan sistem closed-loop (loop tertutup) sebagaimana dibandingkan dengan sistem loop terbuka yang
telah didiskusikan di atas. Jika ada hubungan yang diketahui antara level plasma dan efek parmakologis, sistem
ini terdiri dari (Gambar 22):
(1) Biosensor, mengukur level plasma dari protein;
(2) Aalgoritma, untuk menghitung rate input yang dibutuhkan untuk sistem pengiriman;
(3) Sistem pompa, mampu untuk mengatur pemberian obat pada tingkat yang dibutuhkan selama perpanjangan
periode waktu.
Konsep pengiriman loop tertutup (closed-loop) dari protein masih harus menangani beberapa masalah konsep
dan praktik. Hubungan sederhana antara level plasma dengan efek therapeutic tidak selalu ada (lihat bab 5).
Banyak pengecualian yang diketahui terhadap aturan ini, contohnya, obat hit and run mungkin memiliki efek
yang lebih lama setelah adanya paparan yang hanya sebentar. Juga, hubungan efek obat dan level darah
mungkin bergantung pada waktu, sebagaimana pada kasus penurunan regulasi dari reseptor terkait pada
stimulasi yang diperpanjang. Akhirnya, jika ritme sirkadian muncul, hal tersebut akan bertanggung jawab pada
hubungan variable PK/VD. Jika kemunculan masalah PK/PD di atas tidak ditangani, seperti dengan insulin,
maka masalah teknis akan membentuk rintangan kedua dalam pengembangan sistem closed-loop. Belum
mungkin untuk merancang biosensor yang bekerja in vivo secara reliable selama periode perpanjangan waktu.
Stabilitas biosensor, masalah dan hulangnya reaksi histologis masih menjadi masalah.

Gambar 21 Profil plasma dari interferon-a setelah injeksi


mikroskofer PolyActiveTM yang diisi oleh interferon-a
dalam studi pencarian dosis. Half life eliminasi dari
interferon-a bebas adalah sekitar 4-16 jam.

Gambar 22 sistem therapeutic dengan loop control tertutup. (1) biosensor,


mengukur level plasma dari protein, (2) algoritma, untuk menghitung rate input
yang dibutuhkan untuk sistem pengiriman dan (3) sistem pompa, mampu untuk
mengatur pemberian obat di rate yang dibutuhkan selama periode perpanjangan
waktu. Sumber: diadaptasi dari Heilman, 184.

Protein Delivery by Self-Regulating Systems Pengiriman Protein dengan sistem self-regulasi


Terpisah dari rancangan kombinasi pompa biosensor, dua perkembangan lain harus disebutkan ketika
mendiskusikan pendekatan closed-loop (loop tertutup): sistem self-regulasi dan sel sekresi yang
dienkapsulasi. Sekarang ini, kedua konsep tersebut masih dalam proses pengembangan (Heller, 1993).
Pada sistem self-regulasi, rilis obat dikontrol oleh stimulus dalam tubuh. Sejauh ini, kebanyakan penelitian
focus pada rilis insulin sebagai fungsi dari konsentrasi glukosa lokal untuk menstabilkan level glukosa
darah pada penderita diabetes. Dua pendekatan untuk rilis obat terkontrol diikuti oleh: (i) penyerapan
kompetitif dan (ii) reaksi substrat enzim. Pendekatan penyerapan kompetitif, dijelaskan secara skematik
pada gambar 23. Itu berdasarkan pada kompetisi antara insulin glycosylate dan tempat pengikatan glukosa
untuk conconavalin (Con A). Con A merupakan lectin tumbuhan dengan afinitas tinggi untuk gula tertentu.
Con A yang menyisipkan diri pada bead sepharose dan mengisi dengan insulin glycosylate (bentuk bioaktif
insulin) ditanam pada wadah dengan membrane semi berpori; dapat ditembus insulin dan glukosa, namun
tidak dapat ditembus butiran sepharosa yang membawa racun Con A. Sebuah contoh dari tindakan
complex insulin glycosylate Con A pada anjing yang di panchreatectomi disajikan di gambar 24. Reaksi
substrat enzim untuk mengelola rilis insulin dari wadah tertanam adalah berdasarkan pada penurunan pH
yang muncul ketika glukosa diconversi ke asam gluconic saat munculnya oksidasi glukosa enzim.
Penurunan pH ini kemudian menginduksi perubahan struktur dari alat pengiriman yang sensitive terhadap
asam seperti polimer sensitive terhadap asam, yang mulai merilis insulin, menurunkan konsentrasi glukosa,
tdan meningkatkan pH lokal dan menutup wadah.

Gambar 23 Rancangan skematik dari butiran Con A yang bergerak/ G


insulin (glycosylate) / sistem pengiriman insulin self-regulasi
membrane. Sumber: diadaptasi dari Kim dkk., 1990.
Profil glukosa darah peripheral dari anjing yang diberi dextrose bolus (500
mg/kg) selama tes toleransi dlukosa IV. Anjing normal memiliki pankrreas
utuh, anjing diabetes (&) memiliki pankreatektomi total underground, dan
anjing implant (D) telah ditanami dalam rongga perut dengan wadah
selulosa uang mengandung insulin G Con A complex. Glukosa darah pada
- 30 menit menunjukan tingkat hasil puasa semalaman 30 menit sebelum
injeksi bolus darin dextrose. Sumber: Diadaptasi dari Heller, 1993.

n Pengiriman Protein dengan Sel Sekresi yang dimikroenkapsulasi


Gagasan untuk menggunakan sel sekresi yand ditanam untuk pemberian protein terapheutic telah dikeluarkan
sejak lama. Tujuan utamanya adalah penanaman sel Langerhans pada penderita diabetes untuk mengembalikan
produksi insulin mereka melalui biofeedback. Sel sekresi yang ditanam harus dijaga dari tubuh sebagai
lingkungannya, karena proses penolakan akan dimulai segera jika materi sel yang tidak cocok sepenuhnya
digunakan. Selain itu, harus juga menjaga sel agar tidak berpindah ke arah lain. Ketika sel yang berubah secara
genetik digunakan, masalah keamana menjadi semakin ketat. Maka dari itu, mikroenkapsulasi dari sel sekresi
diusulkan (Gambar 25). Membran polymer tipis (ketebalan dinding pada range micrometer), kuat,
biokompatibel dan permselektif telah dirancang untuk mikrokapsul ini (Tresco, 1994; Uludag dkk., 1993)
Membran harus memastikan pemindahan nutrisi (pada umumnya MW rendah) dari media luar ke sel yang
dienkapsulasi untuk menjaga mereka tetap dalam kondisi sehat secara psikologi dan untuk mencegah respon
imun yang tidak diharapkan (proses penolakan).
Antibodi (MW > 150 kDa) dan sel yang termasuk pada sistem kekebalan (contohnya., linfosit) seharusnya tidak
dapat menjangkau sel terenkapsulasi. Membran polymer harus berukuran antara 50 dan 150 kDa, angka pastinya
masih dalam perdebatan. Pada kasus insulin, membrannya dapat menyerap hormone yang ukurannya relative
kecil ini (5.4 kDa) dan glukosa (molekul indicator), yang penting bagi proses biofeedback. Studi telah sukses
dilakukan pada hewan penderita diabetes. Data klinis yang menjanjikan telah dilaporka dengan sel sekresi
manusia yang terenkapsulasi dalam mikroskofer alignate (Shoon-Shiong dkk., 1994).

Gambar 25 ilustrasi skematik dari sistem pengiriman molekular bioartificial. Sel


sekresi dikelilingin oleh membrane semi berpori sebelum penanaman di jaringan
inang. Nutrisi dan produk sekresi member secara pasif melalui pori pada membrane
yang terenkapsulasi yang didukung oleh gradient konsentrasi. Kegunaan membrane
yang tidak mencakup component humoral dan selular dari sistem imun inang
memberiarkan sel kekebalan yang tidak cocok untuk bertahan dari penanaman tanpa
perlu untuk pemberian agen imunsupresi. Materi matrix extraseluler mungkin
termasuk bergantung pada persyaratan dari sel terenkapsulasi. Sumber: Diadaptasi
dari Tresco, 1994.

PENGIRIMAN OBAT PROTEIN KE TEMPAT KHUSUS


Mengapa kita masih belum dapat mengalahkan penyakit yang mengancam nyawa seperti kanker dengan
obat-obatan kita saat ini?
Penyebab kegagalan dirangkum di bawah ini (commelin dkk., 1992):
(1) Senyawa aktif tidak mencapai situs target, karena seyawa tersebut hilang sepenuhnya dengan cepat dari
tubuh melalui ginjal, atau dinonaktifkan melalui proses metabolikm (misalnya di hati).
(2) Hanya sedikit fraksi dari obat yang mencapai situs target. Sejauh ini, sebagian besar fraksi obat
disebarkan ke seluruh organ (yang bukan merupakan tempat target), dimana itu memunculkan efek
samping; dengan kata lain, akumulasi obat di tempat target merupakan pengecuaian, bukan suatu yang
pasti.
(3) Banyak molekul obat (molekul dengan berat molekular tinggi dan molekul hydropholis, misalnya
protein therapeutic kebanyakan) tidak dapat measuki sel dengan mudah. Hal tersebut menyebabkan
masalah jika pengiriman intraseluler dibutuhkan untuk aktifitas penyembuhan mereka.
Usaha telah diupayakan untuk meningkatkan index pengobatan obat dengan cara mengarahkan obat:
(1) Dengan pengiriman khusus dari senyawa aktif ke tempat seharusnya,
(2) Menjaga agar senyawa tersebut tetap disana hingga nonaktif dan didetoxifikasi.
Pengiriman obat yang diarahkan harus memaksimalkan efek pengobatan dan menghindari efek racun di lain
tempat. Dasar konsep pengarahan obat telah dibahas sebelumnya pada abad ke-20 oleh Paul Enrlish. Namun
hanya di dekade terakhir, kemajuan yang penting dibuat untuk penerapan konsep pengarahan obat ke tempat
khusus ini. Kemajuan terbaru dapat dikarenakan oleh: (i) Sejumlah kemajuan pesat dari pilihan teknologi
(misalnya pembawa (carrier) aman) untuk pengiriman obat; (ii) banyak wawasan baru mengenai therafisiologi
penyakit di level selurar dan molekul, termasuk kehadiran reseptor khusus sel dan alat penempatan untuk
mengarahkan mereka (isalnya MAb); dan akhirnya, (iii) pengetahuan baru mengenai sifat dasar hambatan yang
bersifat anatomis dan psikologis yang menghambat akses mudah ke tempat target. Sistem pengiriman ke tempat
target ini ditampilkan dalam tahap perkembangan berbeda yang pada umumnya terdiri dari tiga unit yang
terpisah fungsinya. (table 11).

Tabel 11 Komponen untuk pengiriman obat secara


terarah (berbasis pembawa (carrier)).

Alam telah menyediakan kita antibody yang merupakan salah satu contoh alat pengarah obat alami. Pada sebuah
molekul antibody, dia dapat mengenali bagian alat penempatan (tempat pengikatan antigen) dan bagian
aktifnya. Bagian aktif pada molekul ini bertanggung jawab untuk terlibat dalam aliran complemen, atau
menginduksi interaksi dengan monosit ketika antigen terikat. Molekul lainnya dapat dikatakan sebagai
pembawa (carrier). Kebanyakan cara pengarahan obat (protein) dilakukan dengan sistem pengiriman yang
dirancang proses parenteral dan lebih khususnya lagi, pengiriman IV. Hanya beberapa makalah yang membahas
mengenai farmakokinetik dari proses pengarahan obat (Hunt dkk., 198). Dari model kinetic ini, beberapa
kesimpulan ditarik untuk keadaan dimana pengiriman terarah, prinsipnya, menguntungkan (table 12).
1. Obat dengan total clearance (pembersihan) tinggi merupakan calon yang bagus untuk pengiriman terarah.
2. Tempat respon dengan aliran darah yang kecil mengharuskan perpindahan dengan embawa yang dimediasi.
3. Peningkatan tingkat penghilangan obat bebas dari kompartemen pusat atau kompartemen respon cenderung
meningkatkan kebutuhan akan pengiriman obat; Hal tersebut juga menyebabkan tingkat input yang lebih
tinggi dari konjugasi pembawa (carrier) obat untuk mempertahankan efek therapeutiknya.
4. Untuk memaksimalkan efek pengarahan, rilis obat dari pembawa (carrier) harus dibatasi pada kompartemen
respon.
Tabel 12 Pertimbangan farmakokinetik terkait dengan pengarahan protein.

Potensi dan batasan dari sistem pengarahan obat berbasis pembawa (carrier) untuk protein didiskusikan secara
singkat. Fokusnya berada pada konsep dimana MAb digunakan. Mereka dapat digunaka sebagai antibody (ada
pada bab 15), pada bentuk yang telah dimodifikasi ketika abtibodi dikonjugasi oleh separuhnya yang aktif, atau
ditempelkan ke pembawa (carrier) obat melalui koloid seperti liposom. Dua istilah sering digunakan pada
konteks pengarahan: pengarahan aktif dan pasif. Dengan pengarahan pasif, pola penempatan alami dari sistem
pembawa (carrier) digunakan untuk pengiriman ke tempat target. Contohnya, partikel pembawa (carrier) yang
mengalir di darah (lihat di bawah) seringnya diambil oleh makrofag yang bersentuhan dengan aliran darah dan
berkumpul di hati (sel Kupffer) dan limpa. Pengarahan akti adalah konsep dimana upaya yang dilakukan untuk
mengubah penempatan alami dari pembawa (carrier) oleh semacam perangkat penempatan atau prinsip
penempatan untuk memilih satu pertikel jaringan atau tipe sel.

Pertimbagan Anatomis, Prikologis dan Pathologis untuk Pengarahan Protein


Angkutan pembawa yang dimediaso dalam tubuh tergantung pada benda-benda psikochemikal dari pembawa:
tuntutannya, ukuran molekularnya, hydrofobik permukaanya, dan kehadiran lugannya utnuk interaksi dengan
reseptor permukaan (Crommelin dan Strom, 1990). Jika obat memasuki peredaran dan tempat target berada
diluar peredaran darah, obat harus menembus melewati rintangan endhotelial. Gambar 26 memberikan gambar
skematik dari struktur dinding kapiler (pada kondisi psikologis) yang muncul di lokasi yang berbeda di tubuh.
Gambar 26 menunjukan diagram dari endothelium utuh dalam kondisi normal. Pada kondisi pathologis, seperti
yang dialami di tumor dan di tempat pembengkakan, endhotelium dapat berbeda dalam tampilannya dan
permiabilitas endotel mungkin sangat berbeda dari itu di jaringan sehat. Partikel dengan ukuran hingga 0.1 mm
bias masuk jaringan tumor seperti yang ditunjukan oleh sistem pembawa yang beredar dan secara koloidal
panjang (liposom beredar panjang). Kesimpulannya, tubuh terbagi-bagi areanya; seharusnya tidak dianggap
sebagai suatu wadah besar tanpa ambatan internal untuk pengangkutan.
Gambar 26 Skema ilustrasi struktur kelas yang berbeda dari kapiler darah. (A) kapiler berkelanjutan.
Endotelium (e) berkelanjutan dengan persimpangan ketat antara sel-sel endotel yang berdekatan. Membran
basement subendothelial (bl) juga berkelanjutan. (B) fenestrated kapiler. endothelium menunjukkan
serangkaian fenestrae yang disegel oleh diafragma membran. Membran basement subendothelial
berkelanjutan. (C) kapiler terputus-putus/ tidak berkelanjutan (sinusoidal). Endotelium diatas mengandung
sejumlah perbedaan dari berbagai ukuran memungkinkan bahan dalam sirkulasi untuk mendapatkan akses ke
sel-sel parenkim yang mendasari (p). Ruang bawah pada subendothelial dapat tidak ada (hati) atau ada
sebagai struktur terfragmentasi terputus (limpa, sumsum tulang). The fenestrae dalam hati adalah sekitar 0,1
sampai 0,2 mm; pori-pori antara sel-sel endotel dan orang-orang di membran basal luar hati, limpa, dan
sumsum tulang jauh lebih kecil. Sumber: Diadaptasi dari Poste, 1985.
.

Sistem Pembawa ysng dapat Larut untuk Pengiriman Protein Terarah

MAb sebagai Agen Therapeutik Terarah: Antibodi manusia dan Antibodi yang Dimanusiakan (lihat
Bab 15)
Antibodi adalah "perangkat penargetan alami." Kemampuan penempatan mereka dikombinasikan
dengan aktivitas fungsional (Crommelin dan Storm, 1990;. Crommelin dkk, 1992). MAb dapat mempengaruhi
fungsi sel target pada tempelan. Komplemen dapat terikat melalui reseptor Fc dan kemudian menyebabkan lisis
pada sel target. Atau, Fc sel pembunuh reseptor tertentu dapat menginduksi "antibodi dependent, sitotoksisitas
sel-dimediasi" (ADCC), atau kontak dengan makrofag dapat dibuat. Selain itu, kekurangan metabolik dapat
diinduksi dalam sel target melalui blokade reseptor permukaan sel esensial tertentu oleh MAb. Aspek struktural
dan potensi terapi dari Mab dibahas secara rinci dalam Bab 15. Suatu masalah yang terjadi ketika menggunakan
antibodi murine untuk terapi adalah produksi antibodi anti-tikus manusia (HAMA) setelah pemberian. Induksi
HAMA dapat menghentikan penggunaan lebih lanjut dari terapi MAb ini dengan menetralisir situs pengikatan
antigen; reaksi anafilaksis relatif jarang. Pemberian bersamaan agen imunosupresif adalah strategi untuk
meminimalkan efek samping. Informasi lebih mendalam mengenai imunogenisitas protein terapeutik tersedia di
Bab 6. Ada beberapa cara lain untuk mengatasi masalah imunogenisitas MAb-diinduksi ini.
Ini dijelaskan dengan lebih rinci di Bab 15. Di sini, ringkasan singkat dari opsi yang relevan untuk
menargetkan protein sudah cukup. Pertama-tama, penggunaan fragmen F (ab) 2 atau F (ab) (Gambar. 27)
menghindari meningkatkan respon imun terhadap bagian Fc, tetapi perkembangan MAb manusia atau MAb
yang dimanusiakan meminimalisir induksi HAMA lebih jauh. Untu Mab yang dimanusiakan, beberapa pilihan
dapat dipertimbangkan. Kita dapat membangun molekul chimeric (sebagian manusia, sebagian murine) yang
terdiri dari bagian Fc manusia dan bagian Fab murine, dengan situs pengikatan antigen atau, sebaliknya, hanya
enam complementarity determining regions (CDR) dari antibodi murine yang dapat dicangkokkan di struktur
antibodi manusia. CDR grafting meminimalkan paparan bahan murine.

Struktur IgG1 yang sangat disederhanakan. Singkatan: SDR, complementary determining


region

MAb manusia lengkap dapat diproduksi oleh transfeksi gen antibodi manusia ke dalam sel tikus, yang kemudian
menghasilkan MAb manusia. Atau, tikus transgenik dapat digunakan (lihat Bab 7 dan 15). Pendekatan ini
mengurangi imunogenisitas dibandingkan dengan generasi yang ada dari MAb murine. Tetapi bahkan dengan
semua Mab manusia dan yang dimanusiakan, respon imun anti-idiotypic yang melawan struktur situs
pengikatan MAb tidak dapat dikesampingkan.
Antibodi Bispecific (lihat Bab 15)
untuk meningkatkan potensi terapi antibodi, antibodi bispecific telah dirancang. antibodi Bispecific yang
diproduksi dari dua antibodi terpisah untuk membuat molekul dengan dua situs pengikatan yang berbeda
(Fanger dan Guyre, 1991). MAb Bispecific membawa sel target atau jaringan (satu situs pengikatan) yang
bersentuhan dengan struktur lainnya (situs pengikatan antigen kedua). Aitus pengikatan antigen kedua ini dapat
mengikat sel-sel efektor melalui sitotoksisitas yang memicu molekul pada sel-T, sel NK (natural killer), atau
makrofag, dan dengan demikian memicu sitotoksisitas. Antibodi Bispecific telah digunakan secara
eksperimental di klinik, misalnya, untuk mengarahkan T-limfosit autologous yang disuntikkan secaa
intraperitoneal, dirangsang dengan rekombinan interleukin-2, ke sel karsinoma ovarium yang terletak secara.
MAb ini menggabungkan situs pengikatan antigen untuk antigen permukaan carcinoma dengan situs pengikatan
antigen dengan afinitas sel T. MAb yang diinkubasi secara in vitro dengan limfosit T yang dirangsang sebelum
injeksi IP (Crommelin dkk, 1992;. De Leij dkk, 1990.).

Immunocojugates: Kombinasi antara sebuah antibody dan sebuah Senyawa Aktif


Dalam banyak kasus antibodi tunggal atau bispecific telah terbukti kurang aktivitas terapeutik yang
cukup. Untuk meningkatkan aktivitas mereka, konjugat dari Mab dan obat-obatan telah dirancang (Gambar. 28).
Upaya ini terutama berfokus pada pengobatan kanker (Crommelin dan Storm, 1990). Untuk menguji konsep
immunoconjugates, berbagai obat telah terikat secara kovalen ke antibodi dan telah dievaluasi pada sitostatika
hewan dengan memerlukan sitotoksisitas intrinsik tinggi (lihat di atas). Dikarenakan model tumor perilaku
kinetik. Karena hanya sejumlah molekul antibodi yang dapat berikatan dengan sel target, hanya konjugasi obat
yang sangat ampuh akan menyebabkan aktivitas terapeutik yang cukup. Gemtuzumab ozogamicin (Mylotarg_)
adalah konjugat dari antibodi monoklonal dan calicheamicin (lihat Bab 16).
Bagian MAb menargetkan antigen permukaan CD33 pada CD33-positif sel leukemia myeloid akut
(AML-acute myeloid leukemia). Setelah internalisasi ke dalam sel, calicheamicin sitotoksik yang tinggi
dilepaskan. Senyawa aktif sangat dipengaruhi oleh antibodi konjugasi, tidak hanya sitostatika yang ada, tetapi
juga senyawa aktif yang tidak pernah digunakan sebelumnya sebagai obat karena toksisitas yang tinggi,
sekarang harus dipertimbangkan.

Gambar 28 gambar skematik dari immunokunjasi


Singkatan: D, Drugmolecles yang menempel secaa kovalen ke antiboi (fragments)

Wacun immunoconjugated sekarang diuji sebagai agen kemoterapi untuk mengobati kanker (immunotoxins).
Contoh dari family toksin adalah risin, abrin, dan toksin difteri (Gambar. 29). Protein ini sangat beracun; mereka
memblokir sintesis protein enzimatik intraseluler pada tingkat ribosom. Risin (MW 66 kDa) terdiri dari rantai A
dan B yang terhubung melalui sebuah jembatan cystin. Rantai A bertanggung jawab untuk menghalangi sintesis
protein di ribosom. Rantai B penting untuk penyerapan sel dari molekul (endositosis) dan peredaran intraseluler.
.

Gambar 29 Immunotoxins terdiri dari molekul antibodi terhubung


ke toksin, misalnya, risin. Kedua molekul risin terpisahkan telah
digunakan sebagaimana rantai A tunggal. Singkatan: AB, antibodi;
A dan B adalah rantai A dan B dari toksin risin.
.

pengikatan kovalen protein untuk antibodi dapat mengubah potensi sitotoksik obat dan mengurangi
afinitas MAB untuk antigen
Stabilitas konjugat in vivo dapat mencukup; fragmentasi akan menyebabkan hilangnya potensi untuk
penargetan
Imunogenisitas dari MAB dan toksisitas dari protein yang terlibat dapat berubah secara dramatis.

Tabel 13 Daftar permasalahan penting yang dihadapi dengan immunokonjugasi berbasis racun (Crommelin
dkk., 1992).

Dalam penelitian pada hewan dengan immunoconjugasi risin, hanya sebagian kecil dari immunotoxins ini
terakumulasi dalam jaringan tumor (1%). Sebuah fraksi besar masih berakhir di hati, organ sasaran utama untuk
risin "alami". Selain itu, dalam studi klinis fase I (untuk menilai keamanan dari konjugasi) generasi pertama
immunoconjugasi ternyata imunogenik. Sekarang, upaya yang dilakukan untuk menyesuaikan molekul risin
(dengan rekayasa genetika) sehingga hati sebagai target sedang diminimalisir. Hal ini dapat dilakukan dengan
memblokir (menghapus atau melapisi) ligan molekul risin untuk reseptor galaktosa pada hepatosit. Selain itu,
MAb murine dapat digantikan oleh MAb manusia atau MAb yang dimanusiakan (lihat di atas) (Ramakrishnan,
1990).

Potensi Jebakan dalam Penargetan Tumor


Setelah injeksi IV, hanya sebagian kecil dari complex obat pembawa sebagai alat penempatan diasingkan di
situs target. Terlepas dari pemisahan bagian-bagian tubuh (lihat di atas: rintangan anatomi dan fisiologi) dan
akibat hambatan yang berhubungan dengan alat, beberapa faktor lain terlibat dengan kurangnya akumulasi di
situs target (Tabel 14). Sesukses apakah MAb dalam membedakan sel target (sel tumor) dari sel-sel non-target?
Apakah semua sel tumor mengekspos antigen tumor terkait? Pertanyaan-pertanyaan ini masih sulit untuk
dijawab (Hellstrom dkk., 1987). Molekul khusus sel permukaan tumor yang digunakan untuk tujuan
penempatanan sering pembedaan antigen pada dinding sel tumor. Struktur ini tidak unik karena mereka terjadi
pada tingkat kepadatan yang lebih rendah pada sel non-target juga. Oleh karena itu, kekhususan situs target
MAb diajukan untuk melawan struktur ini lebih kuantitatif daripada kualitatif.

Heterogenitas Tumor
Penumpahan Antigen
Mudulasi antigen

Tabel 14 Faktor yang Menghambat Kesuksesan dari Penargetan Proten ke Sel Tumor

Kategori lain dari antigen tumor terkait adalah antigen clone-spesifik. Mereka bersifat unik untuk clone
yang membentuk tumor. Namun, masalah praktis ketika fokus pada antibodi klone-spesifik untuk menargetkan
obat adalah bahwa setiap pasien mungkin membutuhkan MAb yang dibuat khusus. riasan dari sel tumor dalam
tumor atau metastasis tidak konstan; baik dalam waktu maupun antara sel-sel dalam tumor yang sama. Ada
banyak sub-populasi sel tumor dan mereka menghasilkan molekul permukaan yang berbeda. Heterogenitas ini
berarti bahwa tidak semua sel dalam tumor akan berinteraksi dengan satu conjugate yang ditargetkan.
Penumpahan antigen dan modulasi antigen adalah dua cara lain yang sel-sel tumor dapat hindari pengenalannya.
Penumpahan antigen berarti bahwa antigen dilepaskan dari permukaan. Mereka kemudian dapat berinteraksi
dengan konjugat yang beredar di luar daerah target, membentuk kompleks antibodi antigen dan menetralisir
potensi penempatan dari konjugat sebelum area target telah tercapai. Akhirnya, antigen modulasi dapat terjadi
selama pengikatan Mab ke antigen permukaan sel. Modulasi adalah fenomena yang terjadi pada endositosis dari
(awalnya terkena) kompleks antigen-immunoconjugate permukaan, beberapa antigen ini tidak terkena lagi di
permukaan; tidak ada pengisian antigen permukaan endocytosed. Empat strategi dapat diimplementasikan untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan heterogenitas sel tumor, shedding (oenumpahan) dan modulasi. (I)
Cocktails dari Mab yang berbeda yang melekat pada toksin dapat digunakan. (Ii) Pendekatan lain adalah untuk
berhenti berusaha untuk spesifisitas sel target lengkap dan untuk menginduksi sesuatu yang disebut efek
"bystander.
Kemudian, sistem yang ditargetkan dirancang sedemikian rupa sehingga bagian aktif dilepaskan dari
konjugat setelah mencapai sel target, tapi sebelum kompleks antigen-konjugat telah diambil (yang endocytosed)
oleh sel target. (Iii) Tidak semua antigen permukaan menunjukkan shedding atau modulasi. Jika fenomena ini
terjadi, antigen lainnya / kombinasi MAb harus dipilih yang tidak menunjukkan efek ini. (Iv) Saat ini, injeksi
bebas MAb sebelum injeksi immunoconjugate sedang diselidiki untuk menetralisir antigen "bebas" yang
beredar; lalu, konjugat yang kemudian disuntikkan seharusnya tidak mengalami penumpahan, antigen bebas.
Kesimpulannya, MAb dan MAb konjugat yang ditargetkan (dimodifikasi) sekarang dipelajari untuk mengukur
nilai mereka dalam memerangi penyakit yang mengancam jiwa seperti kanker. Selama dekade terakhir,
teknologi telah berkembang dengan cepat; banyak pilihan baru yang berbeda tersedia. Kurang rincinya
pengetahuan patofisiologi dan pengetahuna biologis sel tentang perilaku tumor, misalnya, memperlambat
kemajuan. Bahkan mungkin saja bahwa seluruh konsep MAb (konjugasi) akan berubah menjadi hanya nilai
terapeutik yang terbatas, karena masalah seperti heterogenitas sel tumor, akses terhadap tumor dan kekhawatiran
imunogenisitas.
Ukuran
Harga
Hydrophilisitas Permukaan
Kehadiran Alat Penempatan pada permukaannya
Pertukaran dari Bagian Konstitutif dengan Komponen Darah

Tabel 15 Parameter Kontrol nasib operator partikulat in vivo


Sistem Pembawa Patrikulat secara Koloidal untuk Pengiriman yang Ditargetkan dari Protein:
Nanoteknologi dalam Proses Kerja

Berbagai sistem pembawa dalam berbagai ukuran koloid (diameter mencapai hingga beberapa mikrometer)
telah diusulkan untuk menargetkan protein. Contohnya adalah: liposom, nanopartikel polycyanoacrylate
biodegradable, mikrosfer albumin, mikrosfer asam polylactic, dan lipoprotein densitas rendah (LDL-Low
Density Lipoprotein). Setelah memasuki aliran darah setelah injeksi IV, sulit bagi banyak sistem partikulat ini
melewati membran epitel dan endotel dalam jaringan sehat, karena ukuran yang dapat melalui pori-pori
hambatan berlapis-lapis ini adalah sekitar 20nm (tidak termasuk hati, lihat di atas dan Gambar. 26). Parameter
yang mengontrol nasib dari in vivo pembawa partikulat tercantum dalam Tabel 15. Sebagai aturannya, sel-sel
sistem mononuklear fagosit (MPS-Mononuclear phagocyte system), seperti makrofag, mengenali sistem
partikulat dengan cara colloidal yang stabil (<5 mm) sebagai "benda asing seperti struktur "dan menfagositosis
mereka. Dengan demikian, hati dan limpa, organ kaya akan sirkulasi darah ini menghasilkan makrofag,
mengambil sebagian besar dari partikulat ini (Tomlinson, 1987; Crommelin dan Storm, 1990). Partikel yang
diijeksi secara intravena yang lebih besar (> 5 mm) cenderung membentuk emboli dalam kapiler paru-paru pada
pertemuan pertama mereka dengan organ ini. Liposom telah mendapatkan perhatian yang cukup besar antara
sistem partikulat koloid yang diusulkan untuk pengiriman ke situs spesifik dari (atau dengan) protein. Liposom
adalah struktur vesikuler berdasarkan bilayers (phospho) lipid yang mengelilingi inti berair. Komponen utama
dari bilayer biasanya adalah fosfatidilkolin (Gambar. 30).

Dengan memilih konstituen bilayer dan salah satu dari banyak prosedur persiapan sebagaimana telah dijelaskan,
liposom dapat dibuat bervariasi dalam ukuran antara 30nm (misalnya, dengan ekstrusi atau ultrasonication) dan
10 mm, dan tuntutan (dengan penggabungan molekul lipid bermuatan negatif atau positif), dan kekakuan bilayer
(dengan memilih fosfolipid khusus atau menambahkan lipid seperti kolesterol). Liposom dapat membawa
payload mereka (protein) baik di inti lipid dari lapisan ganda melalui partisi, melekat pada bilayer, atau secara
fisik terjebak dalam fase air. Untuk membuat situs target liposom khusus, kecuali untuk penargetan pasif ke hati
(sel Kupffer) dan makrofag limpa, perangkat penempatan yang kovalen digabungkan ke leaflet bilayer luar
(Toonen dan Crommelin, 1983). Dalam Tabel 16 tiga keuntungan relatif dari liposom atas sistem partikel
lainnya diberikan. Setelah injeksi "standar", liposom berada di sirkulasi darah hanya untuk waktu yang singkat.
Mereka diambil oleh makrofag dalam hati dan limpa, atau mereka mnurunkan diri sebagai ganti dari konstituen
bilayer dengan konstituen darah. Waktu tinggal liposom dalam sirkulasi darah dapat diperpanjang untuk berjam-
jam dan bahkan berhari-hari, jika rantai PEG yang dicangkokkan pada permukaan dan struktur bilayer stabil
digunakan (Gambar. 31, lihat juga Gambar. 17). Liposom yang lama beredar ini ternyata mampu melarikan diri
dari penyerapan makrofag untuk jangka waktu yang lama dan diasingkan di organ selain hati dan limpa saja,
misalnya tumor dan jaringan yang meradang. Pada Gambar 32 contoh menunjukan penggunaan liposom label
99mTc yang dideteksi dari situs peradangan pada pasien.

Gambar 30 interpretasi seorang artis dari liposom multilamellar.


Lamellae merupakan bilayers molekul lipid (phospho) dengan
ekor hidrofobik mereka mengarah ke dalam dan kepala polar
mereka diarahkan dan menyentuh media berair. Bilayer dapat
mengakomodasi obat lipofilik di dalam. Obat hidrofilik akan
ditemukan dalam inti berair dan di antara bilayers. Tergantung
pada keseimbangan hidrofilik / hidrofobik mereka dan protein
struktur tersier dan peptida akan ditemukan dalam fase berair,
pada antarmuka lapisan air air, atau di dalam bilayer lipid.
Sumber: Diadaptasi dari Fendler, 1980.

Liposom berdiri di antara sistem pembawa partikulat lainnya, karena:


toksisitas mereka relatif rendah, adannya catatan keamanan dan pengalaman dengan produk liposom intravena
yang dipasarkna, (misalnya, amphothericin B, doxorubicin, daunorubisin (Strom dkk., 1993).
Adanya inti berair yang relatif besar, yang penting untuk menstabilkan fitur struktural dari banyak protein.
Kemungkinan untuk memanipulasi karakteristik pelepasan liposom terkait protein dan untuk mengontrol
disposisi in vivo dengan mengubah teknik persiapan dan konstituen bilayer (Crommelin dan Schreier, 1994).

Tabel 16 Liposom berdiri di antara sistem pembawa partikulat lainnya.


Akumulasi liposom protein sarat dalam makrofag (penargetan pasif) menawarkan kesempatan terapi menarik.
Produk liposom yang dikemas secara lymphokines dan "mikrobial", seperti interferon-a atau muramyl tripeptide
phosphatidylethanolamine (MTP-PE), dapat mengaktifkan makrofag dan memungkinkan mereka untuk
membunuh micrometastases, atau membantu untuk merangsang reaksi kekebalan. Selain itu, mencapai
makrofag dapat membantu kita untuk lebih efektif melawan penyakit mikroba, penyakit virus atau bakteri
daripada dengan pendekatan yang kami punya saat ini (Emmen dan Storm, 1987; Crommelin dan Schreier,
1994). Beberapa upaya telah dilakukan untuk menyerap immunoliposomes (yaitu, kombinasi antibodi (fragmen)
dan liposome) pada situs yang telah ditentukan di dalam tubuh. Berikut tujuannya adalah aktif menargetkan
situs target yang diinginkan bukan pasif menargetkan makrofag. Konsep ini secara skematis disajikan pada
Gambar 33.
.

Gambar 31 Perbandingan kadar label bebas, 67Ga-DF,


gallium-desferal dengan 67Ga-DF pegylated (PEG) dan
liposom non-pegylated pada pemberian IV pada tikus.
Sumber: Diadaptasi dari Woodle, dkk, 1990.

Gambar 32 skintigrafi liposom 99mTc-PEG-l dari seorang pasien wanita. Gambar anterior
seluruh tubuh, 24 jam pasca-injeksi, menunjukkan serapan fisiologis dalam darah jantung,
pembuluh darah besar, hati, dan limpa. serapan liposom di situs patologis dapat dicatat di
sepanjang lapisan sinovial dari siku kiri, pergelangan tangan kiri, dan lutut kanan (panah)
dan situs medial dari kedua pergelangan kaki (panah kepala). Sumber: Diadaptasi dari
Storm dan Crommelin 1998..

Gambaran skematik dari konsep penargetan obat dengan iposom imu. Sumber:
Diadaptasi dari Nassnader, dkk., 1990.

Ketika merancang immunoliposomes, antibodi atau fragmen antibodi terikat secara kovalen pada permukaan
liposom melalui molekul anchor lipid (Toonen dan Crommelin, 1983). Immunoliposomes non-pegylate
memiliki akses yang buruk untuk menargetkan situs luar sirkulasi darah setelah injeksi IV. Alasannya adalah
resistensi yang tinggi terhadap penetrasi liposom melalui lapisan endotel pada situs target dan waktu sirkulasi
yang relatif singkat (Gambar. 26). Oleh karena itu, situs sasaran harus dicari dalam sirkulasi darah (sel darah
merah, trombus, limfosit, atau sel-sel endotel yang mengekspos molekul adhesi tertentu pada saat stres,
misalnya ICAM-1, molekul adhesi sel intercellular) (Vingerhoeds dkk, 1994;. Crommelin dkk. , 1995). Situs
T\target menarik lainnya adalah mereka yang terletak di rongga, di mana satu tempat dapat mengelola
kombinasi pembawa drug. Kandung kemih dan rongga peritoneum adalah rongga tersebut. Rongga ini dapat
menjadi situs dimana jaringan yang sakit terkonsentrasi. Misalnya, dengan karsinoma ovarium, tumor ini
terbatas pada rongga peritoneum untuk sebagian besar hidup mereka.

Setelah injeksi IP dari immunoliposomes diarahkan untuk melawan karsinoma ovarium manusia di athymic,
tikus telanjang, interaksi spesifik antara immunoliposomes dan karsinoma ovarium manusia diamati
(Nassander dan rekan) (Gambar. 34). Sebuah generasi baru liposom sedang dalam pengembangan yang
menggabungkan lapisan PEG (karakteristik sirkulasi panjang) dan lapisan antibodi (penargetan). Melampirkan
immunoliposome ke sel target biasanya tidak menyebabkan efek terapeutik per se. Setelah pembentukan
interaksi sel immunoliposome, obat protein harus mengerahkan aksinya pada sel. Untuk melakukan itu, protein
harus dirilis dalam bentuk aktif. Ada beberapa jalur yang diusulkan untuk mencapai tujuan ini (Gambar. 35)
(Peeters dkk., 1987). Ketika kompleks sel immunoliposome bertemu dengan makrofag, sel-sel ditambah
liposom mungkin mengalami phagocytose dan memasuki makrofag (opsi A). Selanjutnya, obat protein yang
berkaitan dengan liposome bisa dilepaskan. Karena ini kemungkinan besar akan terjadi di lingkungan lisosom
"hostile", sedikit protein utuh akan tersedia. Dalam situasi yang digambarkan dalam Gambar 35, opsi B, obat
dilepaskan dari immunoliposomes berpegang pada kedekatan tertutup dari sel target. Pada prinsipnya, kontrol
laju pelepasan dicapai dengan memilih bilayers liposomal tepat dengan karakteristik pelepasan obat tertunda
atau berkelanjutan. Pendekatan ketiga digambarkan sebagai pilihan C: pelepasan obat diinduksi dari bilayers
liposomal oleh rangsangan eksternal (perubahan pH lokal atau perubahan suhu). Akhirnya, kita dapat
membayangkan bahwa immunoliposomes dapat dibangun dengan potensi fusogenik intrinsik, yang hanya
diaktifkan pada yang menempel pada pembawa ke sel target. Pilihan D yang menarik ini, di gambar 35,
menyerupai perilaku virus tertentu. Virus menawarkan jalur yang menarik tentang bagaimana untuk memasuki
sel target dan cara berhasil untuk menyampaikan payload mereka ke organel sasaran (misalnya, untuk virus
inti). Pendekatan meniru virus ini menyebabkan desain virus buatan untuk pengiriman target materi genetik, tapi
ini dapat diberlaku juga untuk protein terapeutik (Mastrobattista dkk., 2006).
.

Figure 34 Electromicrograph menunjukan immunoliposomes


(vesicular structures) yang menempel pada sel carcinoma
ovarium manusia (lihat text).

Gambar 35 beberapa jalur internalisasi obat setelah pengikatan


immunospecific dari immunoliposom ke cel target. Sumber: Diadaptasi
dari Peeters dkk., 1987.

Perspektif untuk pengiriman protein yang ditargetkan

Strategi penargetan protein telah berkembang dengan pesat. Sebuah generasi baru dari perangkat penempatan
(MAb sel-spesifik target) dan wawasan yang lebih baik mengenai anatomi dan fisiologi tubuh manusia dalam
kondisi patologis telah menjadi faktor penting untuk mencapai keberhasilan ini. Sebuah gambar yang jauh lebih
baik telah muncul tidak hanya tentang potensi, tetapi juga keterbatasan pendekatan penargetan yang berbeda.
Sangat sedikit perhatian telah ditujukan kepada aspek farmasi biasa dari sistem pengiriman obat canggih seperti
immunotoxins dan immunoliposom. Sistem ini sekarang diproduksi pada skala laboratorium dan potensi terapi
mereka saat ini sedang diselidiki. Jika manfaat terapeutik telah jelas terbukti dalam uji praklinis dan klinis awal,
maka scaling up (peningkatan skala), shelf life dan masalah jaminan kualitas (misalnya, kemampuan untuk
memproduksi teknologi, kemurnian dari bahan) akan masih memerlukan perhatian yang cukup besar.

Terjemahan beberapa table


Table 1
- Bahan aktif
- Peningkat kelarutan
- Agen anti penyerapan dan anti agregasi
- Komponen penyangga
- Preservatif dan antioksidan
- Pembentuk lyoprotektan/cake
- Agen osmosis
- Sistem pembawa (lihat selanjutnya di chapter ini)

Table 2
- Pebekuan
Suhu produk ini diturunkan dari suhu ruangan ke suhu dubawah suhu eutektik (Te), atau
dibawah suhu transisi gelas (Tg) dari sistem. Tg dicapai bila fase amorf muncul.
- Pengeringan utama
Kristal dan air tidak yang terikat pada protein/excipient dihilangkan dengan cara sublimasi.
Suhu dibawah Tea tau Tg (missal, -40 derajat Celcius) dan tekanan yang menurun digunakan.
- Pengeringan sekunder
Penghilangan atau terjadi kontak air dengan protein dan excipient. Suhu dalam ruangan dijaga
di bawah Tg dan meningkat perlahan, missal dari -40 derajat celcius ke 20 derajat celcius.

Table 3
- Agen Pengumpul
Mannitol/glysin
Alasan: pencegahan peledakan
- Pengatur Penurunan Suhu
Alasan: meningkatkan penurunan suhu
- Lyoprotektan
Gula, albumin
Alasan: Pelindungan terhadap struktur protein
Tabel 6
Diklasifikasikan berdasarkan mekanisme aksi yang diajukan
- Meningkatkan daya serap dari penghalang
Tambahan dari asal lemak/phospholipid, garam bile, diamina turunan dari
pheniglicine, ester, dan tipe lain dari detergen non klinis, saponins, turunan salicylat,
turunan asam fusidic atau asam glysirizinik atau methylated beta cyclodextrin.
Melalui iontoforesis
Dengan menggunakan liposom.
- Menurunkan aktifitas peptide pada tempat penyerapan dan sepanjang jalur penyerapan:
aprotinin, bacitracin, inhibitor tirosin kedelai, boroleusin dan borovalin
- Meningkatkan ketahanan melawan penurunan modifikasi dari struktur molekul.
- Memperpanjang waktu paparan (missal, teknologi bio-adhesi)

Kontrol rate melalui pendekatan tipe open loop


- Infusi berkalanjutan dengan pompa: Input yang
degarakan secara mekanik atau osmosis: bentuk
konstan/denyut/berombak
- Implan: polimer biodegradable, lipid
- Input: Kontrol terbatas
Kontrol rate melalui pendekatan tipe closed loop/
sistem umpan balik
- Kombinasi pompa biosensor
- Sistem seef-regulasi
- Sel sekresi terenkasulasi
Tabel 9 sistem rilis terkontrol untuk pengiriman
parenteral

Pompa harus mengirim obat pada rate yang


diresepkan intuk periode perpanjangan waktu.
Seharusnya:
- Memiliki range rate pengiriman yang luas
- Pengiriman harus akurat, tepat dan stabil
- Mengandung pompa terpercaya dan komponen
elektrik
- Memiliki kecocokan obat dengan pompa
- Menyediakan mean sederhana untuk memonitor
status dan kinerja pompa
Pompa harus aman. Seharusnya:
- Memiliki exterior yang cocok (jika ditanam atau
diimplan)
- Memiliki pengamanan overdosis
- Tidak boleh terjadi penumpahan
- Memiliki mekanisme yang aman dari kegagalan
- Memiliki interior dan exterior yang dapat
disterilisasi (jika ditanam)
Pompa harus cocok. Seharusnya:
- Memiliki ukuran yang kecil dan tidak mencolok
- Memiliki wadah yang luas
- Mudah untuk di program (diatur)
Tabel 10 Karakteristik dari pompa ideal

Anda mungkin juga menyukai