Anda di halaman 1dari 20

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH TELEVISI TERHADAP PEMBENTUKAN PERILAKU


KEKERASAN

MAKALAH NON SEMINAR


Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial

YUDHI PRAMADIANSYAH
(1006665145)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
HUBUNGAN MASYARAKAT
DEPOK
DESEMBER 201

Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014


Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014
Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014
Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014
Pengaruh Televisi Terhadap Pembentukan Perilaku Kekerasan
Yudhi Pramadiansyah

Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

E-mail : yudhi.pramadiansyah@ui.ac.id

Abstrak
Maraknya fenomena tindak kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak menjadi salah satu bentuk bukti
bagaimana televisi dapat membentuk perilaku khalayaknya. Fenomena ini sangat memprihatinkan karena
mengakibatkan jatuhnya banyak korban, contohnya korban meninggal akibat sering menonton tayangan
mengandung kekerasan. Jatuhnya korban ini juga yang termasuk dalam perilaku kejahatan oleh anak, karena
telah menimbulkan korban terhadap orang lain. Oleh karena itu,dalam makalah ini akan dibahas bagaimana
televisi membentuk perilaku kekerasan. Metode yang digunakan adalah studi literatur, yakni menggunakan studi
kepustakaan. Dengan menggunakan teori kultivasi, dapat diketahui bahwa semakin sering anak menghabiskan
waktu untuk menonton televisi, semakin kuat pula kecenderungan untuk menyamakan realita di televisi dengan
realita sosial. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tayangan yang mengandung unsur kekerasan di televisi
dapat membuat anak-anak akhirnya meniru tayangan tersebut.

Kata Kunci: Anak; Kekerasan; Kultivasi; Media; Tayangan televisi

The rise of violence phenomenon that committed by children is one form of evidence to see how television can
shape the behavior of the audience. This phenomenon is very alarming because it led to the downfall of many
victims, for example, the victim died as a result of watching violent show on television. The casualties also
included in criminal behavior by children, because it has caused the victim to others. Therefore, this paper will
discuss how the television form violent behavior. The method used is the study of literature, the use of library
research. By using cultivation theory, it is known that the more time children spend watching television, the
stronger the tendency to equate reality in television with the social reality. So it can be concluded that the the
television show which contain elements of violence can make children eventually emulate those impressions.

Keywords: Children; Cultivation; Media; Television Show; Violence

Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada zaman modern ini untuk melakukan komunikasi sudah sangatlah mudah baik
berkomunikasi secara langsung ataupun secara tidak langsung. Kita dapat berkomunikasi
melalui berbagai media. Menggunakan media cetak seperti majalah, surat kabar dan juga
media elektronik seperti televisi, radio, internet dan lainnya. Media massa adalah alat yang
digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak (menerima) dengan
menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, TV (Cangara,
2002). Dari berbagai macam media massa yang ada, media yang paling berpengaruh untuk
masyarakat adalah media televisi. Media televisi yang penyampaian pesannya disertai dengan
gambar dan suara atau audio-visual, yang dapat mengungkap dan memperjelas maksud dari
apa yang sedang ditayangkan sehingga pesan yang disampaikan mudah dipahami oleh
pemirsa masyarakat dimanapun berada. Dengan adanya media televisi pada kehidupan
manusia ini menghadirkan suatu peradaban yang signifikan, khususnya dalam proses
komunikasi dan informasi yang bersifat massa. Namun, Globalisasi informasi dan
komunikasi setiap media massa sangat jelas melahirkan suatu efek sosial yang membawa
perubahan nilai-nilai sosial dan budaya manusia.

Televisi merupakan sarana komunikasi utama di sebagian besar masyarakat kita,


tidak terkecuali di masyarakat barat. Tidak ada media lain yang dapat menandingi televisi
dalam hal volume teks budaya pop yang diproduksinya dan banyaknya penonton. Peran
media massa khususnya televisi sangat mempunyai relevansi terhadap pengaruh publik atau
masyarakat. Seiring perkembangan zaman televisi yang semula hanya hanya berfungsi
sebagai institusi sosial, kini dihadapkan sebagai institusi bisnis yang harus mulai berpikir
bagaimana mendapatkan keuntungan. Banyak para pemilik modal mulai melirik stasiun
televisi sebagai lahan bisnis cukup menggiurkan, namun dalam konteks ini yang perlu dikaji
dengan seksama adalah bagaimana tayangan televisi bisa memberikan motivasi dalam
perubahan hidup baik sikap maupun perbuatan (Morrisan, 2009 : 340-341)

Untuk itu tayangan televisi harus diatur karena mempengaruhi sikap dan perilaku
khalayak khususnya bagi yang belum memiliki referensi yang kuat, yakni anak-anak dan
remaja. Terlebih karena televisi bersifat audio visual sinematografis yang memiliki dampak
besar terhadap perilaku khalayaknya seperti pengaruh jarum suntik terhadap manusia (Dede
Mulkan, 2011). Banyaknya acara yang ditayangkan oleh televisi mulai dari infotainment,

Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014


entertainment, iklan, sampai pada sinetron-sinetron dan film-film yang berbau kekerasan,
televisi telah mampu menarik perhatian para pemirsanya untuk terus menyaksikan acara-
acara yang dikemas sedemikian rupa, sehingga membuat para penonton sangat tertarik
dengan acara yang disajikan. Tidak heran jikalau banyak anak-anak pada saat ini lebih suka
berlama-lama didepan televisi, bahkan untuk makan saja dapat lupa akibat asyiknya
menonton televisi.

Adapun dampak psikologis yang ditimbulkan dari tayangan yang mengandung


kekerasan adalah dampak pada level kognisi, afeksi dan perilaku. Beberapa penelitian yang
meninjau efek media dari level kognisi menunjukkan bahwa realita yang digambarkan di
program televisi tidak merefleksikan kenyataan yang sebenarnya terjadi di dunia nyata.
Beberapa mempercayai bahwa terlalu banyak menonton televisi cenderung membentuk
persepsi dan kepercayaan khalayak sehingga mereka akan lebih terhubung dengan dunia yang
ditampilkan di televisi dibandingkan dunia yang sebenarnya (Dara Haspramudilla, 2009).
Efek media seperti inilah yang kemudian disebut sebagai fenomena konstruksi realitas media
(Bryant & Thompson, 2002).

Di level perilaku, penelitian yang dilakukan oleh Universitas Washington


menyimpulkan bahwa tanpa adanya televisi jumlah pembunuhan hanya akan terjadi
setengahnya (dalam Dara Haspramudilla, 2009). Penelitian dilakukan dengan
membandingkan jumlah tingkat pembunuhan sebelum dan sesudah munculnya televisi di
kalangan masyarakat di Kanada dan Amerika Serikat, dan menunjukkan bahwa tingkat
pembunuhan meningkat dua kali lipatnya di 25 tahun pertama televisi yang diperkenalkan.
Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa menonton kekerasan di televsi dapat memicu
munculnya perilaku agresif. Baik bagi orang dewasa maupun anak-anak telah menjadi
partisipan dalam berbagai penelitian yang meneliti dampak dari konten-konten kekerasan
yang disajikan di media massa (Bryant & Thompson, 2002).

Padahal seharusnya media massa televisi mempunyai fungsi utama yang selalu harus
diperhatikan yaitu fungsi informatif, edukatif, rekreatif dan sebagai sarana mensosialisasikan
nilai-nilai atau pemahaman-pemahaman baik yang lama maupun yang baru. Namun jika
dilihat kenyataannya sekarang ini, acara-acara televisi lebih kepada fungsi informatif dan
rekreatif saja, sedangkan fungsi edukatif yang merupakan fungsi yang sangat penting untuk
disampaikan, sangat sedikit sekali disajikan di pertelevisian Indonesia. Hal ini bisa kita lihat
dari susunan acara-acara televisi, kebanyakan hanya acara-acara sinetron dan infotainment

Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014


saja. Sedangkan acara-acara yang mengarah kepada edukatif atau pendidikan sangat kecil
sekali frekuensinya. Hal Ini merupakan suatu masalah yang terjadi di lingkungan kita
sekarang ini, dan sangat memerlukan perhatian khusus bagi setiap orang tua untuk selalu
mengawasi aktivitas anaknya.

Penonton anak-anak di Indonesia merupakan khalayak terbesar, jumlah mereka


sekitar 70 juta orang. Harian Kompas dalam rangka Hari Anak Nasional 2006 membuat
Tajuk Rencana yang menyatakan bahwa alokasi menonton televisi secara umum lebih banyak
daripada kegiatan lain. Bagi sebagian anak-anak, televisi adalah hiburan gratis. Hampir
sepanjang hari kegiatan anak diisi dengan menonton tayangan televisi (23 Juli 2006).
Aktivitas menonton televisi pada anak-anak selalu mendapat sorotan dari berbagai kalangan.
Hal ini berkaitan dengan siaran televisi tersebut, banyak orang menyatakan bahwa tayangan
televisi dianggap tidak mendidik. Anggota Komisi penyiaran Indonesia pusat Jakarta, Ade
Armando mengatakan bahwa siaran televisi di Indonesia banyak mengandung konsumerisme,
hal yang cabul, kekerasan, mistik dan kemewaan. (Waspada, 25 Agustus 2005). Tayangan
seperti ini dikhawatirkan dapat merusak perkembangan anak-anak khususnya anak-anak di
bawah lima tahun.
Keprihatinan tentang pengaruh televisi terutama tayangan kekerasan pada diri anak-
anak pun ternyata telah mendapat perhatian sejak tahun 1946 di Amerika Serikat. Anderson
dan Bushman dalam Jurnal Science (2002, hal : 2377) menyatakan fakta empiris yang telah
dikumpulkan oleh Kepala Jawatan Kesehaan Amerika Serikat pada tahun 1972 yang
menyatakan bahwa kekerasan dalam televisi memang memiliki dampak yang merugikan pada
anggota masyarakat tertentu, khususnya pada anak-anak dan remaja. Hasil penelitian yang
tidak jauh berbeda di Indonesia menunjukkan bahwa tayangan televisi banyak memuat
adegan tidak mendidik. Adegan tidak mendidik yang dimaksudkan disini adalah adegan yang
mengandung unsur kekerasan. Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) dalam
Mulyanan & Ibrahim (1997, hal : 214) melakukan penelitian mengenai program acara di
televisi Indonesia, hasilnya ternyata cukup mengejutkan, persentase acara televisi yang
khusus ditujukan bagi anak-anak relatif kecil, hanya sekitar 2,7 4,5% dari total tayangan
yang ada.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah studi literatur, yakni melalui studi kepustakaan.
Setelah menetapkan topik penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan kajian yang

Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014


berkaitan dengan: teori yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam pencarian teori,
informasi dikumpulkan sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan. Sumber-
sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku, jurnal, majalah, hasil-hasil penelitian (tesis
dan disertasi), dan sumber-sumber lainnya yang sesuai (internet, koran dll). Keseluruhan
upaya tersebut, dikatakan sebagai upaya studi kepustakaan untuk penelitian.

KERANGKA TEORI
1. Pengertian Televisi
Televisi berasal dari kata tele dan visie, tele artinya jauh dan visie artinya penglihatan,
jadi televisi adalah penglihatan jarak jauh atau penyiaran gambar-gambar melalui gelombang
radio (Kamus Internasional Populer: 196). Televisi sama halnya dengan media massa lainnya
yang mudah kita jumpai dan dimiliki oleh manusia dimana-mana, seperti media massa surat
kabar, radio, atau komputer. Televisi sebagai sarana penghubung yang dapat memancarkan
rekaman dari stasiun pemancar televisi kepada para penonton atau pemirsanya di rumah,
rekaman-rekaman tersebut dapat berupa pendidikan, berita, hiburan, dan lain-lain. Yang
dimaksud dengan televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan
gambar hidup bersama suara melalui kabel. Sistem ini menggunakan peralatan yang
mengubah cahaya dan suara ke dalam gelombang elektrik dan mengkonversikannya kembali
ke dalam cahaya yang dapat dilihat dan suara yang dapat didengar.

Dewasa ini televisi dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan dengan mudah dapat
dijangkau melalui siaran dari udara ke udara dan dapat dihubungkan melalui satelit. Apa yang
kita saksikan pada layar televisi, semuanya merupakan unsur gambar dan suara. Jadi ada dua
unsur yang melengkapinya yaitu unsur gambar dan unsur suara. Rekaman suara dengan
gambar yang dilakukan di stasiun televisi berubah menjadi getaran-getaran listrik, getaran-
getaran listrik ini diberikan pada pemancar, pemancar mengubah getaran getaran-getaran
listrik tersebut menjadi gelombang elektromagnetik, gelombang elektromagnetik ini
ditangkap oleh satelit. Melalui satelit inilah gelombang elektromagnetik dipancarkan
sehingga masyarakat dapat menyaksikan siaran televisi.

2. Tujuan dan Fungsi Televisi

a. Tujuan

Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014


Sesuai dengan undang-undang penyiaran nomor 24 tahun 1997, BAB II pasal 43,
bahwa penyiaran bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap mental
masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, dan membangun masyarakat adil dan makmur.
Jadi sangat jelas tujuan secara umum adanya televisi di Indonesia sudah diatur dalam undang-
undang penyiaran ini. Sedangkan tujuan secara khususnya dimiliki oleh stasiun televisi yang
bersangkutan. Dari uraian di atas penulis dapat mengklarifikasikan mengenai tujuan secara
umum adanya televisi atau penyiaran di Indonesia, adalah menumbuhkan dan
mengembangkan mental masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mengembangkan
masyarakat adil dan makmur.

b. Fungsi

Pada dasarnya televisi sebagai alat atau media massa elektronik yang dipergunakan
oleh pemilik atau pemanfaat untuk memperoleh sejumlah informasi, hiburan, pendidikan dan
sebagainya. Sesuai dengan undang-undang penyiaran nomor 24 tahun 1997, BAB II pasal 54
berbunyi penyiaran mempunyai fungsi sebagai media informasi dan penerangan, pendidikan
dan hiburan, yang memperkuat ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan
keamanan. Sebenarnya televisi memiliki beberapa fungsi, yaitu fungsi rekreatif, fungsi
edukatif dan fungsi informatif. Pada dasarnya fungsi televisi adalah memberikan hiburan
yang sehat kepada pemirsanya, karena manusia adalah makhluk yang membutuhkan hiburan.
Selain untuk menghibur, televisi juga berperan memberikan pengetahuan kepada pemirsanya
lewat tayangan yang ditampilkan. Televisi dapat mengerutkan dunia dan menyebarkan berita
sangat cepat. Dengan adanya media televisi manusia memperoleh kesempatan untuk
memperoleh informasi yang lebih baik tentang apa yang terjadi di daerah lain. Dengan
menonton televisi akan menambahkan wawasan.

3. Manfaat dan Kerugian Televisi

Televisi memang tidak dapat difungsikan mempunyai manfaat dan unsur positif yang
berguna bagi pemirsanya, baik manfaat yang bersifat kognitif afektif maupun psikomotor
(Mansur,1993:28). Namun tergantung pada acara yang ditayangkan televisi. Manfaat yang
bersifat kognitif adalah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan atau informasi dan
keterampilan. Acara-acara yang bersifat kognitif di antaranya berita, dialog, wawancara dan
sebagainya. Manfaat yang kedua adalah manfaat afektif, yakni yang berkaitan dengan sikap

Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014


dan emosi. Adapun manfaat yang ketiga adalah manfaat yang bersifat psikomotor, yaitu
berkaitan dengan tindakan dan perilaku yang positif. Televisi menarik minat baik terhadap
orang dewasa khususnya pada anak-anak yang senang melihat televisi karena tayangan atau
acara-acaranya yang menarik dan cara penyajiannya yang menyenangkan. Di samping
manfaat yang ditawarkan, terdapat pula kerugian yang bisa ditimbulkan. Kerugian yang
dimunculkan televisi memang tidak sedikit, baik yang disebabkan karena terapan kesannya,
maupun kehadirannya sebagai media fisik terutama bagi pengguna televisi tanpa dibarengi
dengan sikap selektif dalam memilih berbagai acara yang disajikan.

2. Teori Analisis Kultivasi

Analisis Kultivasi adalah sebuah teori yang memprediksikan dan menjelaskan formasi
dan pembentukan jangka panjang dari presepsi, pemahaman, dan keyakinan mengenai dunia
sebagai akibat dari konsumsi akan pesan-pesan media. Dalam teori ini dinyatakan bahwa
komunikasi massa, terutama televisi mengkultivasi keyakinan tertentu mengenai kenyataan
yang di anggap umum oleh konsumen komunikasi massa. Seperti yang diungkapkan oleh
Gerbner bahwa apa yang kita ketahui atau kita pikir kita ketahui, sebenarnya tidak pernah
kita alami sendiri secara pribadi. Kita mengetahuinya melalui cerita-cerita yang kita lihat dan
dengar di media.

Menurut teori kultivasi, ketika televisi menggambarkan suatu hal atau cerita, maka
yang akan lebih ditekankan adalah bagaimana cara untuk menyalurkan suatu sistem dan
kesatuan pesan yang sama secara berulang-ulang. Televisi membuat masyarakat memberikan
perhatiannya paada isi atau pesan yang ditampilkan, seolah-olah televisi berusaha
memberikan kepercayaan (Windahl, Signitizer & Olson, 1992). Jadi dengan secara tidak
langsung cara berpikir dan pandangan kita terhadap sesuatu akan dipengaruhi oleh tayangan
yang ada di televisi.

Teori Analisis kultivasi ini memiliki 3 asumsi, yaitu:

a. Televisi, secara esensi dan fundamental, berbeda dengan bentuk-bentuk media


massa lainnya
b. Televisi membentuk cara berpikir dan membuat kaitan dari masyarakat kita
c. Pengaruh televisi terbatas

Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014


Proses kultivasi terjadi dalam dua cara, yang pertama adalah pengarusutamaan.
Pengarusutamaan (mainstreaming) terjadi ketika simbol-simbol televisi mendominasi sumber
informasi lainnya dan ide mengenai dunia. Para penonton cenderung percaya bahwa dunia
lebih berbahaya dari sebenarnya. Kedua adalah resonansi. Resonansi terjadi ketika hal-hal di
dalam televisi, dalam kenyataannya, kongruen dengan realitas keseharian para penonton.
Dengan kata lain, realitas eksternal objektif dari penonton beresonansi dengan realitas
televisi.

Hasil dari Analisis Kultivasi adalah Indeks Dunia yang Kejam Gerbner, Gross,
Morgan, dan Signorielli terdiri atas 3 pernyataan, yaitu:

a. Kebanyakan orang berhati-hati untuk diri mereka sendiri


b. Anda tidak dapat terlalu berhati-hati dalam berurusan dengan orang lain
c. Kebanyakan orang akan mengambil keuntungan anda jika mereka memiliki
kesempatan.
Makalah ini menggunakan teori kultivasi untuk membahas fenomena perilaku
kekerasan yang terjadi di kalangan anak. Pengertian anak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud anak menurut
undangundang tersebut adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun
termasuk anak yang masih dalam kandungan 1. Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, pada bab I ketentuan umum
pasal (1) poin (2). Yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 2 (dua
puluh satu) tahun dan belum kawin. Sedangkan pengertian anak menurut pasal 1 ayat (5)
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM), anak adalah
setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang
masih dalam kandungan, apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. Meskipun banyak
rumusan mengenai batasan dan pengertian anak, namun pada prinsipnya perbedaan tersebut
mempunyai implikasi yang sama yaitu memberikan perlindungan pada anak.

Fokus utama dalam penulisan makalah ini adalah anak-anak, karena anak menjadi hal
yang perlu untuk diutamakan, mengingat anak-anak adalah makhluk yang belum dapat
membedakan mana yang baik dan buruk. Anak-anak cenderung menganggap apa yang
tampak di televisi sebagai sesuatu yang nyata dan benar adanya. Anak-anak belum dapat
berpikir kritis, hingga mereka cenderung menerima nilai apa saja yang ditawarkan oleh

Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014


televisi. Hal tersebut disebabkan keyakinan mereka bahwa apa yang mereka lihat di televisi,
yang cenderung banyak menyajikan acara kekerasan, adalah apa yang mereka yakini terjadi
juga dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak yang sering menyaksikan tayangan berbau
kekerasan di televisi menganggap bahwa kekerasan adalah hal yang lumrah dan diyakini oleh
mereka sebagai sesuatu yang juga terjadi di dunia nyata. Akibatnya, anak-anak
mengaplikasikan apa yang mereka saksikan di tv (perilaku kekerasan) dalam kehidupannya.

PEMBAHASAN
Televisi adalah salah satu bentuk teknologi yang dapat memberikan solusi untuk
memenuhi tuntutan zaman sekarang. Dibandingkan dengan media massa yang lain televisi
memiliki beberapa kelebihan. Televisi dapat menguasai ruang dan jarak, mencapai sasaran
yang sangat luas, memiliki nilai aktualitas terhadap suatu pemberitaan dan informasi yang
sangat cepat, serta bersifat audiovisual sehingga meningkatkan daya rangsang dan
pemahaman seseorang terhadap informasi yang disajikan.

Di Indonesia, televisi yang menayangkan kekerasan memang terbilang cukup banyak.


Dari tayangan-tayangan tersebut menunjukkan seolah-olah kekerasan bukanlah suatu hal
yang melanggar norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Menurut Linda Amalia Sari
Gumelar, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA), mengatakan
tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan karena dapat mempengaruhi karakter
anak saat yang menyaksikan siaran tersebut. Menurut Linda, media penayangan elektronik
mempunyai dampak yang besar terhadap pola pikir penonton, khususnya anak. (Republika,
Selasa, 30 April 2013)

Kekhawatiran akan pengaruh kekerasan di televisi kepada anak menjadi hal yang
perlu untuk diutamakan, mengingat anak-anak adalah makhluk yang belum dapat
membedakan mana yang baik dan buruk. Anak-anak cenderung menganggap apa yang
tampak di televisi sebagai sesuatu yang nyata dan benar adanya. Anak-anak belum dapat
berpikir kritis, hingga mereka cenderung menerima nilai apa saja yang ditawarkan oleh
televisi. Beberapa penelitian pun menunjukan adanya relasi yang kuat antara kekerasan di
televisi dengan perkembangan anak, baik dari sisi pengetahuan, sikap dan perilakunya. Hal
ini menandakan, kekerasan dalam tayangan televisi adalah hal yang patut untuk diperhatikan
dan menjadi penting demi tumbuh kembang anak-anak di Indonesia.

Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014


Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mencatat beberapa film anak-anak dan remaja
mengandung unsur kekerasan fisik dan verbal dalam tayangannya. Bahkan beberapa-berapa
tayangan telah diberikan sanksi oleh KPI setelah memantaunya sejak 2012. KPI melakukan
survei tersebut dari tahun 2012 hingga Maret 2013. Menurut Komisioner KPI, Nina
Armando, ada beberapa film yang masuk dalam kategori pelanggaran terhadap anak yaitu
jika tayangan memunculkan adegan kekerasan, mistik, supranatural dan seks. Berikut
beberapa tayangan yang berpotensi menyebarkan kekeraan fisik dan verbal (DetikNews,
Kamis, 24 April 2013):

Tabel 1. Daftar Tayangan di TV Nasional yang Mengandung Unsur Kekerasan

No Nama Tayangan
1 Tom and Jerry
2 Naruto
3 Spongebob
4 Tendangan Si Madun
5 Opera Van Java
6 Smack Down
7 Bima Satria Garuda

Sumber: DetikNews, Kamis, 24 April 2013

Salah satu tayangan yang yang akan dibahas dalam makalah ini adalah tayangan
Opera Van Java. Kita bisa lihat ciri khas tayangan ini adalah penggunaan stereofom untuk
properti tayangan ini. Properti ini digunakan mereka untuk memancing gelak tawa para
penontonnya, bisa dengan cara menjatuhkan pemain lawannya hingga terjatuh dari atas.
Kemudian terdapat ucapan-ucapan kasar atau kata-kata tidak lazim yang sering diucapkan
oleh pemeran-pemeran Opera Van Java. Walaupun hal tersebut dianggap lucu sama
penonton, hal itu tentu saja membuat anak-anak yang menonton meniru dan melakukan apa
yang ia lihat dari televisi.

Tayangan lain yang juga turut menarik perhatian anak-anak adalah smackdown. Sebut
saja tayangan smackdown yang sempat menggegerkan sejumlah pihak, khususnya orang tua
beberapa tahun ke belakang. Smackdown merupakan tayangan gulat pura-pura yang didirikan
pada 29 april 1999 di Amerika Serikat. Smackdown pun pernah mempertarungkan petinju
Muhammad Ali dengan pegulat Jepang, Antonio Inoki. Sehingga hal itu membuktikan bahwa
tayangan smackdown merupakan acara yang penuh dengan sandiwara di atas ring.

Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014


Namun penayangan smackdown di Indonesia membuat anak-anak tertarik untuk
menontonnya, walau penayangan smackdown itu sendiri bukan pada waktu jam prime time.
Hal yang menarik dari tayangan smackdown bagi anak-anak adalah smackdown menonjolkan
kekompakan dalam bentuk koalisi untuk menjatuhkan koalisi lain atau lawan yang
berkelompok. Kemudian, yang paling memicu anak-anak untuk menonton smackdown
adalah rasa fanatisme terhadap bintang smackdown, baik secara teknik permainan, maupun
performance di atas ring. Sebut saja, Rey Mysterio yang menggunakan topeng ketika berlaga,
John Cena dengan gayanya dan tekhnik permainannya, The Rock dan Stone Cold yang cukup
dikenal oleh anak-anak karena gayanya dan gelar-gelarnya yang pernah diraih ketika
memperebutkan gelar tertinggi di smackdown, dan masih banyak lagi.

Permasalahan yang paling mendasar di Indonesia adalah kecenderungan anak-anak


Indonesia dalam menyaring tayangan yang ada di televisi. Hal tersebut sebenarnya
merupakan fenomena yang wajar. Karena mereka belum mampu membedakan yang baik dan
mana yang buruk. Sesuai dengan teori kultivasi, dimana anak-anak langsung menyerap
tayangan-tayangan yang ada dalam televisi, khususnya tayangan kekerasan. Merujuk pada
pendapat Gerbner, bahwa kita mengetahui sesuatu melalui cerita-cerita yang kita lihat dan
dengar di media tanpa kita mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Anak-anak seolah-olah
menganggap tayangan tersebut merupakan suatu hal yang benar-benar terjadi dan disaksikan
banyak orang-orang, sehingga anak-anak menilai smackdown merupakan tayangan yang
ditoleransi dan lumrah terjadi di kehidupan nyata. Terlebih, pemikiran anak-anak belum
sampai ke tahap dimana mereka mengetahui adanya perbedaan budaya barat dan budaya yang
ada di Indonesia. Sehingga banyak anak-anak yang meniru tayangan smackdown dan
menjadikannya sebagai permainan yang lumrah dilakukan. Dampaknya, hal ini banyak
memakan korban. Berikut ini merupakan data yang berhasil didapat yang termuat dalam
buletin studia edisi 319/tahun ke-7 (11 september 2006):

Tabel 1. Kasus Korban Kekerasan Akibat Menonton Smackdown

Nama Korban Kekerasan

1 Reza Ikhsan Fadilah (9 tahun, siswa SD


Cingcing 1 Ketapang, Soreang, Bandung,
meninggal 16 November 2006)
2 Angga Rakasiwi (11 th), siswa SD 7 Babakan
Surabaya (dijahit lima jahitan)

Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014


3 Fayza Raviansyah (4 tahum 6 bulan), siswa
TK Al-Wahab Margahayu, Bandung (luka,
muntah darah)
4 Ahmad Firdaus (9), siswa kelas III SD 7
Babakan Surabaya (pingsan),
5 Nabila Amal (6 tahun 6 bulan), siswa kelas I
SD Margahayu Raya 1, Bandung (patah tulang
paha)
6 Mar Yunani, siswa kelas III SD Wates
Kulonprogo, Yogyakarta (gegar otak)
7 Yudhit Bedha Ganang (10), siswa kelas V
SDN 5 Duren Tiga, Jakarta Selatan (luka pada
kepala dan kemaluan)

Perilaku imitative atau meniru sangat menonjol pada anak-anak. Permasalahan ini
diperparah karena kemampuan berpikir anak-anak yang masih sederhana. Maka cenderung
berfikir apa yang ada di televisi adalah yang sebenarnya. Anak-anak masih sulit membedakan
antara yang fiktif dan nyata. Anak-anak juga masih sulit membedakan antara yang baik sesuai
norma dan etika, agama dan hukum. Dampak lainnya anak menjadi penakut dan semakin
sulit mempercayai orang lain. Dampak pemerhati, anak kurang peduli terhadap kesulitan
orang lain. Dampak nafsu adalah meningkatnya keinginan anak untuk melihat atau
melakukan kekerasan dalam mengatasi setiap persoalan dan juga diperparah lagi karena
dalam adegan smackdown tidak jarang ditemui adegan saling memaki. Karena pada dasarnya
tontonan ini merupakan tontonan yang paling banyak adegan mengumpat, memaki dan saling
pukul. Maka jikalau anak-anak menonton adegan ini maka secara lambat laun rusaklah moral
anak tersebut.

Jatuhnya korban ini juga membuktikan teori analisis kultivasi oleh George Gerbner
yang mengatakan bahwa dampak dari melihat tayangan kekerasan di televisi dalam jangka
waktu yang cukup panjang (empat jam atau lebih dalam sehari) dapat menyebabkan pemirsa
melihat keseluruhan dunia ini lebih penuh bahaya daripada melihat dalam jangka waktu yang
pendek (dua hingga kurang dari empat jam sehari). Gerbner mengatakan bahwa salah satu
bentuk infasi televisi terhadap kehidupan manusia khususnya anak-anak adalah anak-anak
yang tergolong memiliki kebiasaan menonton televisi menyetujui bahwa hampir selalu benar
untuk memukul orang lain jika mereka marah kepada orang lain dengan alasan yang tepat.
Jatuhnya korban ini juga yang termasuk dalam perilaku kejahatan oleh anak, karena telah
menimbulkan korban terhadap orang lain. Jika dikaitkan dengan analisis kultivasi, maka
televisi merupakan sistem pusat dari penceritaan (story telling), melalui tayangan-

Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014


tayangannya. Tayangan-tayangan yang mengandung unsur kekerasan tersebut pada akhirnya
tersalurkan sebagai sumber dasar umum dari sosialisasi dan informasi sehari-hari.

Dalam teori analisis kultivasi, televisi mempunyai efek jangka panjang yang
walaupun kecil, perlahan dan tidak langsung, akan tetapi memiliki sifat kumulatif dan nyata,
dimana tayangan yang disuguhkan televisi akan masuk ke dalam memori otak yang suatu saat
nanti bisa teraplikasikan secara nyata. Pengaruh tersebut bisa mempengaruhi aspek sikap
(attitude) dan perilaku (behaviour). Terlebih, buat penonton anak-anak, yang pada umumnya
sangat dekat dengan televisi di jam prime time dan hari libur, memiliki durasi lebih dari 4
jam, yang dimana pemikiran mereka akan sejalan dengan akan apa yang ia tonton, dan
sewaktu-waktu bisa ia aplikasikan di dunia nyata. Sebut saja ketika anak menonton tayangan
seperti Opera Van Java atau Naruto yang sarat akan kekerasan. Mereka menganggap
kekerasan yang terdapat dalam tayangan tersebut merupakan suatu hal yang lumrah
dilakukan oleh siapa saja, mengingat tayangan Opera Van Java adalah tayangan yang
mempunyai titik kelucuan ketika terdapat adegan memukul dengan menggunakan properti.
Belum lagi Naruto yang di dalamnya terdapat adegan pukulan dan jurus-jurus ninja yang
sarat akan kontak fisik. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap persepsi bahwa tindakan itu
merupakan tindakan yang tak hanya wajar dilakukan di dalam televisi, melainkan hal yang
wajar dilakukan di dunia nyata. Proses seperti ini sangat mudah sekali ditemukan di
kehidupan saat ini, mengingat tayangan televisi anak akan kekerasan sangat mudah ditemui
di kala Minggu, hari anak-anak menonton televisi dari pagi.

Kemudian, tayangan tersebut tak hanya berisi kekerasan berupa kontak fisik semata,
melainkan kekerasan verbal. Caci maki yang terdapat dalam tayangan menjadi nilai jual yang
seakan-akan harus ada di dalam tayangan yang biasa ditonton anak-anak. Dalam Opera Van
Java, lontaran-lontaran kasar pun tak terelakan, mengingat hal tersebut merupakan hal yang
memancing gelak tawa. Hingga pada akhirnya tayangan tersebut dilihat seakan-akan kurang
bila tak ada cacian seperti itu. Kemudian dalam tayangan Spongebob, seringkali terlontar
sapaan hai bodoh. Sapaan seperti ini tentu sangat berbahaya bagi efek jangka panjang si
anak, khususnya dari segi sapaan terhadap teman bermainnya yang saat ini terbilang kasar,
dimana sering kita lihat anak kecil yang mencela temannya dengan sebutan bego , bodoh,
tolol, dan sapaan kasar lainnya. Dengan demikian, tayangan seperti ini perlu untuk menjadi
sorotan, mengingat tayangan ini memiliki intesitas penayangan yang rutin dan dekat dengan
anak-anak.

Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014


KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tayangan yang mengandung unsur
kekerasan di televisi membuat anak-anak akhirnya meniru tayangan tersebut. Semakin
banyak tayangan-tayangan yang mengandung unsur kekerasan di televisi, semakin rentan
anak-anak yang memiliki kebiasaan menonton televisi untuk meniru kekerasan tersebut
dalam kehidupannya sehari-hari. Hal ini merujuk pada asumsi teori kultivasi yang
dikemukakan oleh Gerbner yakni semakin banyak seseorang menghabiskan waktu untuk
menonton televisi, semakin kuat kecenderungan orang tersebut menyamakan realitas televisi
dengan realitas sosial. sehingga menurut asumsi ini, dunia nyata (real world) di sekitar
penonton dipersamakan dengan dunia rekaan yang disajikan media massa tersebut (symbolic
world). Dalam hal ini, anak-anak sebagai penonton menganggap perilaku kekerasan yang
ditayangkan di televisi lumrah dilakukan di dunia nyata. Sehingga semakin sering anak-
anak menonton tayangan yang berbau kekerasan, walau berformat kartun dan komedi, hal ini
tentu membahayakan bagi perkembangan anak, dimana hidup mereka akan selaras dengan
apa yang mereka tonton, tanpa melakukan filterisasi terhadap tayangan tersebut. Sehingga
terdapat kecenderungan perilaku kekerasan yang terdapat di dalam tayangan televisi
terterapkan di kehidupan anak-anak saat ini.

SARAN

Makalah ini diharapkan dapat berguna bagi mahasiwa atau peneliti yang ingin melakukan
penelitian serupa atau melakukan penelitian lanjutan atas topik yang sama. Penulis berharap
agar topik ini dan pembahasan yang telah dipaparkan dapat menimbulkan rasa keingintahuan
untuk mengadakan penelitian lanjutan dengan cara mengadakan wawancara yang lebih
mendalam dengan pihak yang terkait guna untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak
lagi sehingga dapat disampaikan kepada semua pihak.

Makalah ini juga diharapkan dapat berguna bagi orang tua sebagai agen sosialisasi
primer yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan perilaku anak-anak. Setiap orang tua
dapat mengontrol tontonan anaknya agar anak tersebut menonton tayangan yang pantas
ditonton seusia mereka, untuk itu orang tua juga dapat memberikan saran dan kritik kepada
acara tv tersebut agar tidak berdampak negatif bagi anak-anaknya. pemerintah juga memiliki
peran penting dalam pertelevisian Indonesia sebagai pengontrol dan dapat menyaring acara-

Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014


acara tv yang mana yang mendidik dan bermanfaat bagi masyarakatnya. Selanjutnya peran
yang penting juga dimiliki oleh stasiun televisi itu sendiri, seharusnya stasiun televisi
Indonesia tidak hanya mementingkan sisi komersil semata dan mempertimbangkan acara tv
yang dapat berdampak negatif bagi anak-anak. Pihak stasiun tv sebagai penyiar juga
seharusnya memberikan tayangan-tayangan televisi yang berfungsi sebagai sarana
informatif, edukatif, rekreatif.

Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014


DAFTAR REFERENSI
Buku

Chen, M. 1996. Anak-Anak dan Televisi (Hidayat,Penerjemah). Jakarta: Gramedia Pustaka.


Solehuddin, M.Sugeng 2007. Psikologi Perkembangan. Pekalongan: STAIN Press.

Leman, M.2000. Televisi dan Anak-Anak. Retrieve 2010

Waruwu, F. Tayangan Kekerasan di Tv dan Dampaknya pada Anak. Dalam S.D. Gunarsa
(Ed.), Dari Anak sampai Usia Lanjut: Bunga Rampai Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Gunung Mulia.

West, Richard dan Lynn H. Turner. 2007. Introduction Communication Theory: Analysis and
Application Third Edition. Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Media Online

http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-belajar-sosial-albert-bandura/

http://edukasiana.com/?p=244

http://news.detik.com/read/2013/04/25/154218/2230463/10/kpi-naruto-dan-sponge-bob-
mengandung-kekerasan?9922032]

http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2013/10/31/pengaruh-tayangan-televisi-mario-
teguh-golden-ways-terhadap-semangat-belajar-mahasiswa-606690.html

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/30/mm1zge-tayangan-kekerasan-
pengaruhi-karakter-anak

http://buser.liputan6.com/read/133104/Smack.Down.Merenggut.Nyawa.Reza

http://www.erlangga.co.id/pendidikan/7106-bahaya-belajar-sendiri.html

Jurnal Online
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123936-SK%20001%2009%20Has%20p%20-
%20Pengaruh%20terpaan-Literatur.doc.pdf

Pengaruh televisi ..., Yudhi Pramadiansyah, FISIP UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai