Bab I Pendahuluan: 1.1. Latar Belakang
Bab I Pendahuluan: 1.1. Latar Belakang
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Manfaat
Tugas Besar Bangunan Air bermanfaat sebagai modal untuk menghadapi
lapangan dan sebagai penunjang dalam perkuliahan. Sehingga dengan adanya tugas
besar ini diharapkan nantinya bila menghadapi lapangan sudah terbiasa.
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
BAB II
LANDASAN TEORI
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
dimana :
PWR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan, mm
Sa = derajat kejenuhan tanah setelah penyiapan lahan dimulai, %
Sb = derajat kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan dimulai, %
N = porositas tanah dalam % pada harga rata rata untuk kedalaman
tanah
d = asumsi kedalaman tanah setelah pekerjaan penyiapan lahan, mm
Pd = kedalaman genangan setelah pekerjaan penyiapan lahan, mm
Fi = kehilangan air di sawah setelah satu hari
Untuk tanah bertekstur berat tanpa retak retak kebutuhan air untuk
penyiapan lahan diambil 200 mm. Ini termasuk air untuk penjenuhan dan
pengolahan tanah. Pada permulaan transplantasi tidak aka nada lapisan air yang
tersisa di sawah. Setelah transplantasi selesai, lapisan air di sawah akan ditambah
50 mm. secara keseluruhan, ini berarti bahwa lapisan air yang diperlukan menjadi
250 mm untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan air awal setelah transplantasi
selesai.
Bila lahan telah dibiarkan berat selama jangka waktu yang lama (25 bulan
atau lebih), maka lapisan air yang diperlukan untuk penyiapan lahan diambil 300
mm, termasuk yang 50 mm untuk penggenangan setelah transplantasi
(penanaman).
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
Untuk tanah tanah ringan dengan laju perkolasi yang lebih tinggi, harga
harga kebutuhan air untuk penyelidikan lahan bisa diambil lebih tinggi lagi.
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan sebaiknya dipelajari dari daerah daerah
dekatnya yang kondisi tanahnya serupa dan hendaknya didasarkan pada hasil
hasil penyiapan di lapangan.
Walaupun pada mulanya tanah tanah ringan mempunyai laju perkolasi
tinggi, tetapi laju ini bisa berkurang setelah lahan diolah selama beberapa tahun.
Kemungkinan ini hendaknya mendapat perhatian tersendiri sebelum harga harga
kebutuhan air untuk penyiapan lahan ditetapkan menurut ketentutan di atas.
Kebutuhan air untuk persemaian termasuk dalam harga harga kebutuhan
air diatas.
c. Kebutuhan air selama penyiapan lahan
Untuk perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan, digunakan
metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra (1968). Metode
tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam t/dt selama periode penyiapan
lahan dan menghasilkan rumus berikut :
k
Me
R= k
( e 1)
dimana :
IR = kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan mm/hr
M = kebutuhan air untuk mengganti/mengkompensasi kehilangan air akibat
evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan M = E0 + P, mm/hr
E0 = evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 ET0 selama penyiapan lahan, mm/hr
P = perkolasi
k = MT/S
T = jangka waktu penyiapan lahan, hari
S = kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni
200 + 50 = 250 mm seperti yang sudah diterangkan diatas
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
Harga harga koefisien tanaman padi yang diberikan pada tabel 2.2 akan
dipakai.
2.1.4. Perkolasi
Laju perkolasi sangat bergantung pada sifat sifat tanah. Pada tanah tanah
lempung berat dengan karakteristik pengolahan (puddling) yang baik, laju perkolasi
dapat mencapai 1 3 mm/hari. Pada tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih
tinggi.
Dari hasil hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan,
besarnya laju perkolasi serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapt
ditetapkan dan dianjurkan pemakaiannya. Guna menentukan laju perkolasi, tinggi
muka air tanah juga harus diperhitungkan. Perembesan terjadi akibat meresapnya air
melalui tanggul sawah.
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
1
Re =0,7 x R (setengah bulanan)
5
dimana :
Re = curah hujan efektif, mm/hari
R (setengah bulanan) = curah hujan minimum tengah bulanan dengan periode
ulang 5 tahun, /mm
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
dipakai untuk perencanaan dibuat dengan skala 1 : 5000, dan untuk petak tersier 1 :
5000 atau 1 : 2000.
2.2.2.1. Petak Tersier
Perencanaan dasar yang berkenaan dengan unit tanah adalah petak
tersier. Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur dengan
bangunan sadap (offtake) tersier yang menjadi tanggung jawab Dinas
Pengairan. Bangunan sadap tersier mengalirkan salurannya ke saluran tersier.
Di petak tersier pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan menjadi
tanggung jawab para petani yang bersangkutan, dibawah bimbingan
pemerintah. Ini juga menentukan ukuran petak tersier. Petak tersier kelewat
besar akan mengakibatkan pembagian air menjadi tidak efisien. Faktor
faktor pentingnya adalah jumlah petani dalam satu petak, jenis tanaman dan
topografi. Di daerah daerah yang ditanami padi, luas petak yang ideal adalah
antara 50 100 ha, kadang kadang sampai 150 ha.
Petak tersier harus mempunyai batas batas yang jelas seperti
misalnya parit, jalan, batas desa dan sesar modern (terrain fault).
Petak tersier dibagi menjadi petak petak kuerter, masing masing
seluas kurang lebih 8 15 ha.
Apabila keadaan topografi memungkinkan, bentuk petak tersier
sebaiknya berbentuk bujur sangkar atau segi empat untuk mempermudah
pengaturan tata letak dan memungkinkan pembagian air secara efisien.
Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1500 m, tetapi dalam
kenyataan kadang kadang panjang saluran ini mencapai 2500 m. Panjang
saluran kuarter lebih baik dibawah 500 m, tetapi prakteknya kadang kadang
sampai 800 m.
2.2.2.2. Petak Sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya
dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air
dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder.
Batas batas petak sekunder pada umunya berupa tanda tanda
topografi yang jelas, seperti misalnya saluran pembuang. Luas petak sekunder
bisa berbeda beda tergantung pada situasi daerah. Saluran sekunder sering
terletak di punggung medan, mengairi kedua sisi saluran hingga saluran
pembuang yang membatasinya. Saluran sekunder boleh juga direncanakan
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng lereng medan yang lebih
rendah.
2.2.2.3. Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil air
langsung dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu aliran primer
yang mengambil airnya langsung dari sumber air biasanya sungai. Proyek
proyek irigasi tertentu mempunyai dua saluran primer. Ini mwnghasilkan dua
petak primer.
Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan
mudah dengan cara menyadap air dari saluran sekunder. Apabila saluran
primer melewati sepanjang garis tinggi, daerah saluran primer yang
berdekatan harus dilayani langsung dari primer.
S=0,035 C
Q
v
dimana :
S = kehilangan akibat rembesan, m3/detik per km panjang saluran
Q = debit m3/detik
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
v = kecepatan, m/detik
C = koefisien tanah rembesan, m/hari
0,035 = faktor konstanta, mm/km
Harga harga C dapat diambil seperti pada tabel 2.3
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
Tebal minimum untuk pasangan batu diambil 30 cm. Untuk beton tumbuk
tebalnya paling tidak 8 cm, untuk saluran kecil yang dikonstruksi dengan baik
(sampai dengan 6 m3/detik), dan 10 cm untuk saluran yang lebih besar. Tebal
minimum pasangan beton bertulang adalah 7 cm. Untuk pasangan semen tanah atau
semen tanah yang dipadatkan, tebal minimum diambil 10 cm untuk saluran kecil dan
15 cm untuk saluran yang lebih besar.
Tebal pasangan tanah diambil 60 cm untuk dasar saluran dan 75 cm untuk
talut saluran. Stabilitas pasangan permukaan keras hendaknya dicek untuk mengetahui
tekanan air tanah di balik pasangan. Jika stabilitas pasangan terganggu (pembuang),
maka sebaiknya dipertimbangkan untuk membuat konstruksi pembebas tekanan
(lubang pembuang). Selanjutnya lihat Bagian KP 04, Bangunan.
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
F=v ( 2m+m+nn ) 12
dimana :
F = bilangan Froude
v = kecepatan aliran, m/dt
w = lebar pada permukaan air, m
A = luas potongan melintang basah, m3
g = percepatan gravitasi, m/dt ( 9,8)
m = kemiringan talut saluran, 1 vert = m hor
n = perbandingan lebar dasar/kedalaman air
dimana :
k = koefisien kekasaran Strickler untuk potongan melintang, m1/3/dt
P = keliling basah, m
Pi = keliling basah bagian I dari potongan melintang, m
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
Jalan inspeksi terletak di tepi saluran di sisi yang diairi agar bangunan
sadap dapat dicapai secara langsung dan usaha penyadapan liar makin sulit
dilakukan. Lebar jalan inspeksi dengan perlebaran adalah 5,0 m atau lebih,
dengan lebar perkerasan sekurang kurangnya 3,0 m.
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
sawah yang diperlukan dalam petak tersier. Ketinggian ini ditambahkan lagi
dengan kehilangan energy di bangunan sadap tersier dan longgaran
(persediaan0 untuk variasi muka air akibat eksploitasi jaringan utama pada
tinggi muka air parsial (sebagian).
Longgaran untuk variasi muka air h ditetapkan 0,18h100(0,18 x
kedalaman air rencana); 0,82h100 perkiraan pada 70 persen dari Qrencana.
2.4.2.2. Kemiringan Memanjang
Kemiringan memanjang ditentukan terutama oleh keadaan topografi,
kemiringan akan sebanyak mungkin mengikuti garis muka tanah pada trase
yang dipilih. Kemiringan memanjang saluran mempunyai harga maksimum
dan minimum. Usaha pencegahan terjadinya sedimentasi memerlukan
kemiringan memanjang yang minimum. Untuk mencegah terjadinya erosi,
kecepatan maksimum harus dibatasi.
a. Kemiringan minimum
b. Kemiringan maksimum
c. Perencanaan kemiringan maksimum
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
dan mengukur. Alat ukur romijn digabung dengan pintu sorong dan dihubungkan
dengan alat pengangkat.
Persamaan debit aliran di atas romijn dirumuskan sbb :
Q = 1,705 . b. h3/2
dimana :
Q = debit, m3/dt
b = lebar ambang, m
ukuran b : 0,5; 0,6; 0,75; 1,00; 1,5
h = tinggi air, m
dimana :
Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit, Cd = 0,94
b = lebar pintu ukur, m
w = tinggi bukaan pintu ukur, m
g = percepatan gravitasi
h1 = tinggi air di atas ambang, m
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
Petak sekunder terdiri dari 2 atau lebih petak tersier dengan luasan lebih dari
150 Ha. Kapasitas debit lebih besar dari 250 l/dt.
Bangunan sadap sekunder secara teknis dilengkapi dengan pintu pengatur
debit aliran/penyadapan.
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
Q= . A . 2 gz
dimana :
Q = debit rencana, m3/dt
= koefisien debit
A = luas penampang, m2
g = percepatan gravitasi
z = kehilangan tinggi energy, m
kehilangan tinggi energy untuk gorong gorong panjang (L > n
20 m), dirumuskan :
H = Hmasuk + Hf + Hkeluar
(VaV )2
Hmasuk = mx 2g
2
(V )
Hf = cf x 2 g
(VaV )2
Hk = kx 2g
dimana :
m = koefisien kehilangan energy masuk
va = kecepatan aliran dalam gorong goromg, m/dt
v = kecepatan aliran di saluran, m/dt
cf = koefisien kekasaran
k = koefisien kekasaran striker
L = panjang gorong gorong, m
R = jari jari hidrolik
K = koefisien kehilangan energy keluar
G = percepatan gravitasi
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
dimana :
hf = kehilangan tinggi energy, m
v = kecepatan melalui kisi kisi, m/detik
g = percepatan gravitasi, m/detik2 ( 9,8)
c = koefisien berdasarkan :
= faktor bentuk (2,4 untuk segi empat dan 1,8 untuk
jeruji bulat)
s = tebal jeruji, m
b = jarak bersih antar jeruji, m
= sudut kemiringan dari bidang horizontal
Bangunan Air
Dedy Anggara Putra (201310340311017)
Dan selanjutnya
q
y u=
vu
Bangunan Air