Anda di halaman 1dari 20

"4 TAHUN TINGGAL DI RUMAH HANTU"

Target-2000Like Aminn

Postman: BudiCreed
Author: Pijar88 On kaskus

Terima kasih buat Om Pijar88

100% Real Story dan udah di novelkan

Tempat tinggal kami dulu termasuk dalam kawasan yang sepi, terutama pada malam
hari. Memang tidak begitu jauh dari keramaian kota Depok, merupakan salah satu
propinsi di Jawa barat. Konon orang bilang Depok adalah tempat Jin buang anak,
namun nggak ada sedikitpun ane mempercayai perihal Jin buang anak dalam cerita-
cerita orang.

Untuk mencapai rumah kami tersebut masih harus menggunakan Jasa tukang Ojek atau
naik motor sendiri, karena belum ada angkot yang melewati daerah kami. Jarak dari
Jalan raya Bogor ke dalam memang masih jauh, ada beberapa kilometer. Bila agan naik
motor, maka akan dengan leluasa melihat keindahan di sepanjang jalan, melewati dua
buah tanjakan yang terasa curam. Di Tanjakan ke dua inilah tempat ane dan anak
istri bernaung beberapa tahun lamanya. Rumah dengan kiri kanan kesunyian. Sebelah
kanan hamparan sawah dari lapangan Golf yang belum digunakan oleh perusahaan,
sehingga digarap oleh penduduk sekitar. Lengkap dengan jurang terjal dan empang
yang bila dilihat seksama lebih menyerupai telaga, apalagi bila malam, tampak hitam
pekat.

Di sisi depan dan kiri tempat kami terdapat sebuah tanah kosong. persis di kiri
penuh belukar yang semula digunakan sebagai lapangan bulu tangkis yang akhirnya
dibiarkan mati begitu saja menjadi rimbunan rumput ilalang. Bila malam hari agan
melewati jalanan di depan rumah kami, pasti akan tergerak untuk melihat kesunyian
yang mendirikan bulu roma, yang hanya terdengar desau angin dan gesekan rumput
ilalang.

Tepat di rumah kami ini, jangan harap agan mendapatkan penerangan jalan dari rumah
kami. Meskipun ada beberapa stop kontak dan bekas lampu penerang di depan rumah,
tapi tidak pernah lagi kami nyalakan. Mungkin orang akan berpendapat betapa
pelitnya kami sampai lampu jalan atau minimal lampu depan rumah saja nggak
dinyalakan. Itu mungkin pendapat orang yang baru lewat. Mungkin. Tapi bagi penduduk
sekitar kampung kami tentunya tidak asing lagi dengan hal gelapnya depan rumah
kami. Sengaja kami tidak menyalakan lampu depan rumah karena kami sudah merasa
bosan untuk menyalakannya. Kenapa Bosan? Kelak agan akan mengetahui dengan
sendirinya nanti.

Rumah ini kami tinggali sejak beberapa tahun yang lalu. Ane bangga menempati rumah
dengan desain yang artistik dan terletak di tanah yang cukup tinggi dibanding tanah
sekitar, sehingga jika dilihat dari bawah tanjakan, akan nampak seperti Villa di
atas bukit.
Rumah ini kami beli dari seorang pensiunan Kolonel Tentara yang pindah karena
sesuatu hal. Hari pertama kami menempati rumah ini, seperti lazimnya orang pindahan
kami melakukan selamatan dengan mengundang beberapa tetangga. Malamnya kami
lewatkan dengan tidur yang pulas karena suasana sekitar rumah memang asri dengan
hawa dingin menyejukkan dibawa oleh angin dari padang golf.

Beberapa hari lamanya tinggal di sini tak ada kejadian yang aneh, sampai pada suatu
pagi Ane mendapati rokok filter yang baru saja ane beli, hilang secara misterius.
Sebungkus rokok itu baru ane hisap satu batang, lainnya masih utuh. Itulah awal
mula keanehan yang kami dapatkan. Kalau hilangnya bukan didepan mata ane sendiri,
mungkin ane nggak peduli. Toh hanya sebungkus rokok, apa artinya sebungkus rokok
yang hilang. Tapi yang membuat Ane penasaran adalah bahwa rokok itu hilang di depan
mata ane sendiri, di mana nggak ada seorangpun yang lewat atau pernah bergabung
beberapa waktu sebelumnya di sini. Ane anggap hilang begitu saja, dan melupakan
kejadian itu, dua hari kemudian Ane dikejutkan dengan kemunculan kembali rokok ane
yang hilang tepat di tempat semula. Rokok itu masih utuh, tepat kurang satu batang
karena sudah ane hisap sebelumnya. Ane tanya pembantu ane, apakah dia yang sengaja
berbuat begitu untuk mengerjai atau menakuti ane, nyatanya bukan dan pembantu ini
juga merasa takjub bercampur ketakutan. Lagi-lagi ane anggap bahwa kejadian yang
saya alami ini hanyalah kebetulan atau ane yang salah lihat.

Ane punya anak kecil, laki-laki yang berusia 1,5 tahun waktu kami baru menempati
rumah ini. Nggak ada lain dan bukan, yang dikerjakan anak ane ini nangis tiap hari.
Bagi ane mendengar tangis bayi terus-menerus adalah hal yang biasa. Tapi kalau
tangis itu berkepanjangan dan tak henti-hentinya, tentulah jadi masalah juga bagi
kami.

Kami sengaja memberikan pengasuh khusus pada bayi Kami ini, seorang ibu paruh baya
yang cukup rajin dalam mengerjakan sesuatu. Ibu ini sangat tanggap pada apa yang
harus dia kerjakan tanpa kami menyuruhnya. Dia mulai bekerja setelah pembantu yang
pertama pulang tanpa sebab musabab yang jelas. Kehadiran ibu ini ditengah-tengah
kami adalah hal yang istimewa, di mana kami menganggap dia sebagai ibu kami
sendiri. Di saat-saat kami mulai dicekam rasa penasaran dan ketakutan dengan
kejadian demi kejadian aneh, keberadaan seseorang yang lebih tua dari usia kami
adalah anugerah, minimal kami merasa nyaman, terutama dari hal-hal yang aneh.
Sikecil pun mulai berkurang tangisannya. Kami lalui hari-hari dengan tenang dan
menyenangkan sampai pada suatu saat kami kedatangan orang tua kami.
Tanpa kami sangka-sangka, si Ibu pengasuh bayi ini secara tiba-tiba mengajukan
berhenti dari pekerjaannya dengan mendadak. Nggak ada rayuan atau apapun yang dapat
mencegah keinginannya untuk berhenti dari kerja di rumah ini. Kamipun tidak dapat
berbuat apa-apa selain dari mengikhlaskan kepergian pembantu kami yang bijak ini,
walaupun dengan kecamuk pertanyaan yang tidak terpecahkan saat itu. Baru bertahun-
tahun kemudian pertanyaan itu terjawab kenapa si Ibu pembantu ini minta berhenti
mendadak. Ternyata kami telah dikelabui oleh kekuatan jahat yang akan kami
ceritakan lagi nanti, pada bagian akhir kisah ini.

Akhirnya kami mendapatkan lagi pembantu, yang masih belia, namanya Ratih. Berusia
sekitar 18tahunan. Terlalu muda untuk ukuran pembantu yang diharapkan dapat
mengerjakan segala sesuatunya. Bila pembantu yang lama kami dapat lebih tenang
karena faktor usia yang cukup, tapi dengan pembantu yang baru ini kami tidak begitu
mengharapkan perubahan yang berarti. Yang penting istri ane nggak terlalu repot
lagi. Walaupun masih muda, lama-lama Ratih dapat menyesuaikan juga dengan keadaan
di rumah kami. Tapi itu tidak berlangsung lama. Baru sepuluh hari kerja, Ratih
sudah meminta berhenti. Saya mau berhenti saja Pak, orang tua Saya menyuruh Saya
pulang Demikian kalimat yang diucapkan Ratih saat meminta ijin berhenti dari kami,
dengan sorot mata yang ketakutan. Bukankah mbak Ratih sudah berjanji akan berkerja
di tempat kami minimal 2bulan biar kami dapat mencari penggantinya dulu..? kata
Ane mengingatkan akan janji Ratih pada saat kami terima kerja dulu. Ratihpun tidak
bisa mengelak, dia surut juga. Memang kami dulu membuat kesepakatan dengan Ratih
bahwa minimal kerja di rumah kami selama dua bulan, dan jika mau berhenti harus
memberi tahu paling tidak satu bulan sebelumnya agar kami dapat mencari
penggantinya sesegera mungkin. Hal itu kami lakukan karena belajar dari pengalaman
pertama dengan pembantu kami yang dulu. Perihal alasan Ratih untuk pulang kampung
pun ane fikir hanya akal-akalan saja.

Kami lega dan menganggap sudah selesai wacana Ratih untuk pulang kampung. Tapi
hari-hari berkutnya setelah Ratih meminta berhenti itu jadi terasa kaku, dia lebih
banyak diam. Istriku sering ke kamar Ratih untuk sekedar menghibur Ratih agar
kerasan. Kamarnyapun kami pasangi Tivi sendiri agar betah. Kamar Ratih adalah kamar
yang dulu ditempati pembantu kami yang pertama. Letaknya agak jauh dari kamar kami,
kamar utama yang ukurannya lebih besar, terletak paling belakang di bagian rumah.
Dari kamar kami ini dapat melihat langsung ke pemandangan belakang rumah yang
banyak ditumbuhi pohon pisang dan petai cina melalui jendela kamar. Dari slot
jendela yang sudah berkarat, pertanda bahwa jendela ini sangat jarang dibuka. Baru
setelah kami tempati, jendela ini difungsikan lagi.

Hari itu hari minggu, hari libur untuk ane setelah seminggu bekerja. Ane bolak-
balik dari rumah ke tempat kerja di Bogor. Kebetulan supersibuk sehingga hari
liburpun kadang-kadang tidak lagi menjadi hari libur. Saya tetap harus mengerjakan
tugas-tugas di luar rumah. Karena hari minggu ini nggak ada tugas yang mengharuskan
ane keluar rumah, Saya bersama istri dan anak ane yang saat ini sudah berusia 2
tahun menyempatkan jalan-jalan ke Mall sambil menikmati kebersamaan. Memang kami
jarang mendapatkan suasana begini. Petangnya, kami kembali ke rumah. Sampai di
rumah pas magrib. Keadaan rumah sepi, lampu-lampu dalam rumah sudah menyala terang.

Ratih.. Ratih..! Teriak istri ane memanggil Ratih, kalau-kalau ketiduran. nggak
ada sahutan dari dalam rumah. ane pun gedor-gedor rumah, tetap nggak ada
reaksi,padahal biasanya nggak begini. Biasanya Ratih akan langsung membukakan pintu
saat kami baru nyampai di rumah. Lama pintu tidak dibukakan, juga nggak ada tanda-
tanda kalau Ratih masih melek. Mungkin Ratih memang tertidur di kamarnya. Tapi
kamarnya kan dekat dari ruang tamu, bahkan terletak persis garis lurus dari pintu
utama, jadi mustahil jika dengan panggilan segitu kerasnya Ratih tetap tidak
bangun-bangun juga. Ane ngecek pintu, ternyata nggak dikunci, hanya ditutup dengan
pengait slot yang sebenarnya bisa dibuka dari luar, dengan cara menariknya dari
lubang jendela samping pintu. Ane menjulurkan lengan dan berusaha meraih slot yang
menahan pintu untuk agar dapat dibuka. Alhamdulillah. Pintu dapat terbuka dengan
sendirinya. Kamipun masuk dengan menahan gondok dan kesal.
Kami memasuki rumah. Kamar Ratih kelihatan gelap, lampunya nggak dinyalakan. Ane
melihat sosok tubuh Ratih yang diam kaku, sama sekali nggak terusik dengan
kehadiran kami. Sakitkah dia? fikir ane. Tetap dengan keadaannya yang diam kaku,
pintu yang sedikit menganga kami buka lebar. Istriku bertanya Kenapa kamu diam
saja? Dari tadi kami panggil-panggil, kamu kenapa diam saja? Tidak ada respon,
Ratih tetap diam dengan sebagian rambut panjangnya menutupi muka. Muka Ratih nyaris
tidak kelihatan, hanya dagunya saja yang kelihatan sangat pucat. Dia bangkit dan
terduduk dengan memeluk sebelah kakinya di atas Ranjang. Anak bayiku menangis tiba-
tiba. Mungkin karena kesal merasa dicueki, istriku berteriak. Kamu kenapa diam
saja? Apa yang kamu lakukan?!

Ratih diam saja, namun tiba-tiba dia menangis dengan suara lantang, lebih
menyerupai jeritan. Huah.ckhdggrkhhh.!! Saya nggak mau tahu urusanmu! Saya mau
bebas..! Suara itu terdengar sangat keras melengking, memecah kesunyian petang.
Saya tidak peduli..! Hi hi hi hi hi hi hi. Hi hi hi hi. Suara lantang itu
berubah menjadi suara tawa. Ya, suara tertawa yang sangat mengerikan. Bulu kuduk
ane langsung berdiri, merinding! Istri ane diam saja, mungkin schok dengan jawaban
yang baru saja ia terima. Tapi ane mengkap hal yang aneh. Dari pertama kedatangan
kami, dan apalagi dengan suara tangis yang tiba-tiba berubah menjadi suara tertawa
melengking yang menakutkan. Ane tarik tubuh istri untuk menjauhi tubuh Ratih. Suara
tertawa masih melengking-lengking, berpadu dengan tangis anak ane yang makin keras.
Ma, tunggu di sini sebentar. Saya keluar Kata ane, lengsung berlari menuruni
tanjakan.

Ane langsung menuju ke tempat pemancingan, di sana ada satu ruangan yang memang
digunakan sebagai tempat istirahat pegawai pemancingan sekaligus tempat biasa ane
nongkrong. Ada 6 orang bergerombol membentuk lingkaran, mereka sedang main domino.
Kaget melihat kedatangan ane yang mendadak. Ada apa ya Pak? Tanya Pak Narto yang
lagi main domino. Pak Narto ini sehari-hari sebagai pegawai pemancingan yang cukup
akrab dengan ane, karena sebelum kami menempati rumah ini pun ane sudah
mengenalnya. Setelah ane jelaskan hal kejadian yang baru saja kami alami, semua
orang yang ada di pemancingan langsung berlari menghambur ke rumah ane, Istri ane
masih ketakutan tapi berusaha menenangkan diri, memeluk sikecil. Orang-orang
tercekat melihat pemandangan dihadapannya. Ratih dengan rambut yang masih riap-
riapan menutupi mukanya, berputar-putar di atas ranjang, tidak menempel kasur! Ya,
Ratih melayang-layang dengan suara tangis dan tawa yang bergantian, memekakkan
telinga. Salah satu orang dari kelima rombongan langsung inisiatif memanggil orang
pintar, agak jauh dari rumah.

Sementara kami tercengang dengan kejadian terbangnya Ratih, tanpa fakir panjang ane
dengan Pak Narto dan Mul memegang tubuh Ratih dan menempelkannya ke ranjang. Ane
membaca doa-doa dengan suara keras, dan Ratih kelihatan agak melunak. Dua orang
memegangi kaki Ratih. Saya tidak mau anak ini tinggal di sinii!! teriakan panjang
kembali terucap dari bibir Ratih. Saya yakin itu bukan suara Ratih yang biasanya.
Siapa kamu? Saya berteriak tak kalah kencang. Saya Kuntilanak..!!! teriak bibir
Ratih yang sudah berubah putih pucat, Ane tercengang, bergidik. Kaki dan tangan
terasa dingin banged. Ane lepasin pegangan pada tubuh Ratih, sambil membaca ayat Al
fatihah! Dengan nanar Ratih memandang kearah Saya dan berucap. Ha ha ha aha ha
baca aja terus..! Ane terdiam. Istri ane sudah mulai tenang, mungkin sudah
menyadari apa yang sudah terjadi dihadapannya. Dia membaca ayat kursi, orang-orang
ikut membaca ayat kursi, tapi Ratih semakin lantang tertawa. Jangan baca ayat
kursi, baca surat Yasin! Istrikupun langsung membaca Surat Yasin, namun belum
selesai istri ane membaca surat Yasin, si Ratih sudah berubah kembali menjadi
Kuntilanak dan berteriak jangan begitu bacanya.. kamu Salah!! Ambil Alqur an,
bacakan Yasin secara benar..!
Bersamaan dengan itu Paranormal atau orang pintar yang dipanggil Mul datang.
Paranormal langsung melakukan Sholat di ruang tamu, dan istri ane mengambil alqur
an. Membacanya dengan terburu-buru karena mulut Ratih tetap meracau tidak karuan.

{admin} Capaek??? katanya kalo disambung gaga seru!!!!

Paranormal melakukan sholat berulang-ulang hingga akhirnya Ratih bisa kembali


sadar. Malam itu kami nggak berani tidur, sepanjang malam ane jagain pintu kamar
karena istri ane ketakutan.

Paginya mbah Gimar/nama paranormal itu datang dan menjelaskan pada kami bahwa si
Ratih harus dipulangkan hari itu juga karena ternyata Ratih termasuk gadis Bau
lawean, konon gadis bau lawean akan selalu dirasuki setan atau arwah penasaran,
terutama jika tinggal di tempat angker.

Sebenarnya ane dan istri sudah nggak kuat berlama-lama tinggal di rumah ini,
apalagi kondisi si kecil yang selalu nangis terus tanpa sebab yang jelas. Tapi apa
mau dikata, ane bukan orang kaya yang bisa pindah-pindah rumah kapanpun dia mau.
kami tetap bertahan. kejadian demi kejadian kecil terus kami alami, termasuk sumur
pompa yang selalu mati. sudah berpuluh kali didatangkan ahli sumur tetap saja
begitu. dan bisa mengalir normal setelah kami sediakan sajen bubur merah bubur
putih atas saran sesorang yang kami anggap mengerti

Hari berganti hari, kami seolah melupakan kengerian yang sering kami alami. karena
saking terbiasanya kami menjadi kebal akan gangguan mereka dan sadar bahwa memang
ada hantu di rumah kami. kami nggak heran bila agan main ke rumah kami, meskipun
siang hari, tiba-tiba lari terbirit-birit karena melihat sesuatu. kebanyakan sih
bentuk kuntilanak dan pocongkkkkkkkkk yang selalu berdiri di atas tangga untuk ke
lantai atas.
Pernah suatu ketika ane menonton siaran TV di malam hari, padahal kondisi sedang
mengantuk tapi ane nggak mau tidur karena takut mimpi buruk. Memang posisi TV di
ruang tengah, sedangkan anak istri tidur di kamar. jadi ane seorang diri menonton
tivi. mungkin saking lelahnya ane tertidur dan nggak ingat apa-apa, tahu-tahu
terbangun dan di hadapan ane sudah berdiri pucat, sosok pocongkkkkkkkkk yang
tergantung di bawah tangga, persis di depan ane nonton TV.

Pada bulan ke sebelas kami menempati rumah ini, tepatnya seminggu pada bulan
ramadhan, ane browsing di depan monitor sambil menunggu waktu sahur tiba. seperti
ada kekuatan yang menarik leher ane untuk membalikkan tubuh menengok ke belakang.
Ane terperanjat, hampir tidak percaya dengan yang ane lihat. keramik di depan kamar
ane bergerak-gerak membentuk gelombang. Seolah ada sesuatu yang hendak keluar dari
bawah lantai keramik. dengan memberanikan diri, ane datangi keramik yang masih
bergerak-gerak itu lalu ane tepuk dengan telapak tangan dan terhenti.

Siangnya ane cerita ke tetangga dan atas saran tetangga didatangkanlah seorang juru
kematian yang biasa dipanggil pak modin/lebai. Pak modin sholat di dekat lantai
keramik yang semalam bergerak-gerak sendiri. Dengan khusuk pak Modin duduk bersila
seolah menerawang sesuatu. Terkuaklah suatu rahasia yang mungkin selama ini ditutup
rapat oleh penjual tanah tempat rumah ini berdiri, bahwa dibawah rumah ini adalah
kuburan. ada tiga mayat yang dikubur di sini, tepatnya di depan kamar utama(kamar
ane dan istri). Akhirnya hari itu juga keramik digali dan ternyata memang masih ada
jenasah2 hancur yang sudah menjadi tanah dan kami pindahkan ke pemakaman umum
kampung, persis selayaknya menguburkan jenasah. diakhir kisah ini nanti, terkuak
lagi kebenaran cerita bahwa ternyata nggak hanya 3 jenasah yang dikubur di tanah
sebelum dibangunnya rumah ini, melainkan ada 13 (tigabelas) jenasah.

Mungkin agan dan aganwati bertanya-tanya, kenapa dulunya sudah tahu ada kuburannya
kok dibikin rumah. yup. Ternyata orang yang membangun rumah ini, yaitu pemilik
pertama, nggak dikasih tahu penjual tanah bahwa tanah tersebut bekas kuburan.
akibatnya kuburan-kuburan itu jadi terpendam tepat di bawah pondasi rumah, dalam
kamar dan di depan kamar.

Jika agan mendengar cerita ada tukang ojek yang membawa penumpang lalu penumpang
itu turun di depan rumah kami, jangan heran karena karena seringkali itu adalah
arwah penasaran yang berulangkali mengerjai para pengojek. Bahkan ada yang sampai
pingsan di pinggir jalan. Sebenarnya jauh sebelum banyak kejadian aneh, banyak
tukang ojek yang memberitahu bahwa rumah yang ane tempati berhantu, tapi waktu itu
ane nggak percaya.

Hanya di rumah ini pula ane bisa ditemui menjadi dua orang gan, padahal ane nggak
punya saudara kembar. nanti ya, ane ceritakan lagi disambungan kisah ini. ane udah
ngantuk dan persiapan tidur dulu karena sudah lumayan ngantuk.

Proses pemindahan jasad-jasad yang sudah menjadi tanah itu dilakukan oleh beberapa
orang, hadir pula pak RT yang akhirnya mengiyakan dan tak bisa lagi menutupi
misteri sebenarnya akan rumah berhantu ini. Selesai pemindahan kuburan malamnya
kami melakukan tahlil dengan mengundang hampir seluruh warga di lingkungan RT.
Tahlil dilakukan selama tiga malam. lega sudah hati ane, seolah lepas dari
batubesar yang menghimpit dada. Ane berharap bahwa teror-teror hantu yang
melingkari kami selama ini akan berhenti setelah kami perlakukan mereka seperti
saudara kami sendiri dengan prosesi selayaknya pemindahan kuburan. Selama beberapa
waktu lamanya tak lagi terjadi hal-hal di luar nalar. Mertua ane sengaja datang
dari Jawa timur untuk menemani kami. Ane berfikir bahwa keadaan sudah kondusif dan
terlepas dari pengaruh setan, Tapi hari kelima Mertua bersama kami, tiba-tiba ibu
paruh baya pengasuh bayi kami memohon untuk berhenti dari kerja. Serasa sesak dada
ane saat siIbu paruh baya mengutarakan niatnya. Ane diam saja, dan melihat wajah si
Ibu, nampak pucat dengan mata sembab seperti habis menangis. Ibu habis menangis?
tanya ane penasaran. Enggak pak, Saya memang sudah nggak betah Siibu sesenggukan.
Saya nggak enak sama mertua Bapak kata ibu paruhbaya.

Akhirnya kami pun merelakan si Ibu paruhbaya itu berhenti kerja. Otomatis si kecil
lebih sering bersama dengan Ibu mertuaku, karena istri ane siangnya harus kuliah di
Depok. Memang istri ane masih usia 21 tahun ketika itu. Ane nggak terlalu
mempersoalkan dengan berhentinya ibu paruh baya, namun yang menjadi masalah adalah
ibu mertua ane nggak bisa lama-lama menemani kami, hanya satu bulan saja beliau
pulang. Mau nggak mau ane kelimpungan. Ane datangi lagi ibu paruhbaya untuk bekerja
di rumah kami kembali, tapi menolak secara halus. Ane desak tetap nggak mau, si Ibu
malah cerita bahwa sebenarnya ia berhenti karena pernah dipelototi oleh Ibu Mertua
ane, dan diusir mentah-mentah. kejadiannya di dalam kamar. Ane telepon mertua ane,
beliau bersumpah atas nama Tuhan bahwa tak pernah satu kalipun ke kamar ibu itu,
apalagi sambil memelotot. Ane merasa nggak enak, mulai terasa ada keganjilan.
Merinding. Tapi ane pendam begitu saja karena takut istri ane panik.

Beberapa hari kemudian kami mendapatkan pembantu baru, namun dia nggak bisa nginap
di rumah kami. Pembantu baru kami ini bernama Romlah, asli sunda. dia memiliki
seorang anak usia 5tahun tapi sanggup bersih-bersih rumah seadanya dan tugas utama
mengasuh anak kami. Daripada kosong tanpa pembantu, kami terima saja. Pada hari
kedua dia bekerja, si anak ikut dibawa karena neneknya lagi ada keperluan. Jam 8
pagi Romlah datang bersama anaknya yang masih kecil itu, Romlah langsung bersih-
bersih rumah sedangkan sianak bermain sendiri di bawah tangga. Belum ada setengah
jam Romlah bekerja, anaknya menjerit dan memaksa untuk pulang, Pak, Saya pulang
dulu, nanti saya datang lagi Pamit Romlah. Ane hanya mengiyakan, nggak bisa
memaksa mereka untuk tetap tinggal. Lama Romlah pergi mengantar anak, ditunggu-
tunggu nggak datang juga. ketika ane bersama istri menjemput ke rumahnya, Romlah
meminta untuk berhentii bekerja, lebih tepatnya membatalkan kerja pada kami. Agan-
agan dan aganwati, apa yang telah terjadi? Setelah ane desak, Romlah mengaku bahwa
anaknya tadi cerita, melihat pocongkkk yang loncat-loncat di atas tangga rumah ane.
Kondisi anak Romlah bahkan masih panas.

Hari-hari selanjutnya kami lalui hanya bertiga, yaitu Ane, istri dan anak
kesayangan kami, Pijar. kami menjalani hari-hari seperti biasa, berusaha melupakan
segala yang terjadi biarpun pada kenyataannya tetap saja tegang. Hampir tiap malam
bulu kuduk kami meremang, ditambah hawa lembab yang dibawa oleh angin padang Golf
semakin membuat kami larut dalam ketakutan. tapi sekali lagi, ane harus dapat
menguatkan diri, apalagi di depan istri ane. karena kalau ane udah nunjukin rasa
takut ane, istri ane tentu lebih takut lagi dan merasa nggak ada yang melindungi.

Apabila petang menjelang, pasti akan terdengar suara orang mengaji dari MP3 yang
sengaja ane setel agak kencang. Lumayan, sedikit menurunkan tensi ketegangan kami.
Dari teman-teman di kantor tempat ane bekerja, sebuah institusi negeri, didatangkan
3orang paranormal. Tapi tetap tidak ada perubahan yang berarti. Suatu hari, anak
kami mengalami panas demam. obat dari dokter sudah diminumkan tapi suhu badan tetap
naik turun nggak stabil. Ane pusing Gan. Hari itu kami bergantian mengompres
sikecil dengan air hangat, menjaga agar tidak sampai terjadi step. Kami bikin
semacam jadual piket. Satu jam ane yang ngompres, satu jam lagi gantian istri ane.
Begitu seterusnya. Sampailah pada saat ane dibangunkan paksa oleh istri, padahal
masih jam ane tidur.
Pa, suhu badan pijar tinggi lagi.. aku takut.. kata istri ane.
Ya sudah, kita melek berdua saja tukas ane sambil melihat sekeliling.
Kamar utama kami letaknya paling belakang, bersebelahan dengan sumur yang sudah
lama nggak dipakai. Tepat di samping kamar, terdapat Jendela Nako yang mengarah ke
lapangan golf. dari jendela ini kami dapat melihat pemandangan di belakang rumah.
Ane memandang sekeliling, perasaan ane nggak enak banged.
Bentar ya ma.. kata ane lalu keluar kamar dan menuju jendela, mengecek keadaan
sekeliling. Ane terperanjat. Ada sesuatu, tampak jelas bayangan di depan ane, tepat
disamping jendela. Ane serasa mimpi. Seseorang tampak duduk membelakangi ane,
dengan rambut panjang sepunggung dan pakaian yang juga panjang.
Hawa dingin yang menusuk membuat ane bergidik tapi ane coba menenangkan diri.
Maaf, ibu Siapa? keluar juga suara dari mulut ane.
Ibu siapa? nggak ada jawaban. Sosok itu menggerakkan kepala tapi tetap
membelakangi ane, terdengar lirih Saya suka dengan anakmu.
Tolong ibu pergi dari sini, jangan ganggu anak Saya. Namun Si Ibu misterius itu
tetap diam tak bereaksi. Menyadari kalau anak ane dalam bahaya, ane mengambil ember
berisi air yang kebetulan ada di dekat ane. dengan menahan keringat dingin dan juga
takut, ane siramkan air dalam ember ke sosok itu, sambil terus berdoa sebisa ane.
Secara tiba-tiba si Ibu berambut panjang itu menghilang. Dengan lunglai ane kembali
masuk kamar. Alhamdulillah suhu badan anak ane sudah normal. Namun sampai pagi kami
nggak berani tidur. Ane bersyukur suhu badan sikecil tetap stabil dan langsung
sehat.

Ketakutan yang menyenangkan dalam hidup adalah manakala kita sudah bisa menikmati
rasa takut itu. Menikmati karena keterpaksaan maupun sengaja pasrah pada bahaya
sebab memang tidak ada pilihan lain. Meski rasa takut itu sering menyerang sedikit
keberanian dalam diri ane, tapi kembali lagi kepasrahan akan situasi yang sangat
sulitlah yang membuat bahaya tak lagi terfikirkan. Rumah ini bagaikan penjara yang
nyata bagi kami. Adanya 3 kuburan di depan kamar utama kami saja sudah cukup
mengintimidasi nyali istri ane. Tapi toh tetap ane kuatkan dengan segala cerita
indah dan kekuasaan Tuhan yang nggak akan mungkin bisa dikalahkan oleh setan. Meski
sebenarnya menolak, banyak keganjilan yang sengaja ane sembunyikan dari istri.
Semata demi mempertahankan keberanian diri kami. Meski ane juga harus membohongi
diri sendiri.

Ruangan paling aman dalam rumah kami adalah kamar utama. Rasanya begitu jengah bila
kami duduk di ruang tamu ataupun ruang tengah, kecuali ketika ada orang lain atau
Tamu yang kebetulan singgah ke rumah kami. Saat ini, dua kamar dengan ukuran besar-
besar praktis kosong. Kamar depan sedianya kami khususkan buat kamar Tamu, dan
kamar tengah untuk pembantu, Tapi sejak kami tak memiliki pembantu lagi, kamar itu
kami biarkan kosong. Sedangkan kamar tamu lebih mirip sebagai gudang dengan
berbagai macam barang yang ditaruh di sana. Keduanya sama-sama gelap. Ane malas
mencari pembantu lagi, karena malas melihat intrik yang akan terjadi dengan mereka.
Praktis dua kamar kosong ini semakin nggak terjamah oleh kami. Dua kamar ini
sebenarnya bersebelahan, tapi terpisah oleh Kamar mandi. Sebuah Kamar mandi yang
aneh menurut ane. Karena dalam kurun waktu yang nggak begitu lama, satu tahun
semenjak ane rehab keseluruhan rumah, ubinnya sudah ngelotok tanpa sebab apa-apa.
dan lebih aneh lagi, ubin yang terbuat dari keramik pucat itu menyembul terangkat.
Lambat laun keramik ini terkelupas dengan sendirinya.

Keadaan sudah sangat senyap ketika ane mulai berkemas. Pekerjaan memaksa ane untuk
berangkat malam-malam. Ane tengok istri dan anak ane, sudah tertidur hampir dua jam
yang lalu. Ane tak tega membangunkan mereka. Ane kaget ketika terdengar suara
byuuurr byurr. suara air yang jatuh seperti seseorang sedang mandi, berasal dari
arah kamar mandi tamu. Ane ke kamar mandi depan, tapi nggak ada siapa-siapa. Sudah
jelas.. batin ane bergumam sendiri. Sebenarnya ane gondok banged dengan kondisi
kamar mandi tamu yang selalu gelap, dan ane Bosan mengganti bohlamnya. tiap minggu
maunya diganti terus lampu itu, atau memang nggak mau terang? kutuk ane dalam hati.

Lagi-lagi ane harus melewati kondisi gelap di teras rumah. seperti halnya
kamarmandi, lampu di teras ini juga tak pernah berumur lama. dia hanya mampu
bertahan seminggu atau paling lama dua minggu sampai ane Bosan menggantinya terus.
Hawa dingin berdesir mengusap leher ane ketika keluarkan motor melewati pagar
rumah, Sunyi sekali. Lampu teras rumah sudah lama mati membuat gelap yang ada
semakin pekat. diiringi desau angin, ane berangkat

Ane pacu motor dengan kecepatan yang lumayan tinggi. tapi seolah motor ane terasa
berat. setengah perjalanan menuju Kedunghalang Bogor, melewati Lampu merah Pemda
Cibinong. Jalanan sepi, hanya tampak aspal yang mengkilap bermandi gerimis. hanya
satu dua angkot yang nampak kelelahan menembus malam. Ketika tiba-tiba di depan ane
ada seekor kucing besar menyebrang jalan, ane tak lagi bisa menghindarinya, tak
bisa lagi mengendalikan motor ane untuk tidak menggilasnya. Beerrdddh terasa
sekali tubuh kucing yang besar itu tergilas ban motor ane. Ane langsung injak rem
dan CCiiiitt. Ane turun dari motor. beberapa tukang ojek yang mangkal di seberang
menghampiri ane, ane terus mencari kucing itu, kucing yang ane tabrak barusan.
aneh. Kucing itu tidak ada! Pak, tadi lihat kan kucing besar menyebrang jalan?
tanya ane pada salah satu Ojek di dekat ane. Ya pak, ada tadi. Jawab tukang Ojek.
Terasa banged tadi kena ban motor ane, tapi kok nggak ada bangkainya ya? tukas
ane. Gimana ya Pak? Tanya ane lagi, tapi tukang-tukang ojek itu juga nggak bisa
njelasinnya.

Ane melanjutkan perjalanan setelah sebelumnya membuang Uang kertas limaribuan ke


tengah jalan, dengan maksud sebagai tolak balak atas kejadian tadi. Baru beberapa
saat motor ane bergerak, di depan sebuah mobil carry yang berhenti dengan beberapa
penumpang menyetop ane sambil bertanya Pak tadi nabrak Kucing juga? Ane berhenti.
Kok Bapak tahu? tanya ane.
Iya pak, karena kami juga menabrak kucing besar Jawab orang itu sambil
memperhatikan ane
Tadi sudah Saya cari Pak, tapi nggak ada
Nggak ada?
Ya, sama sekali nggak ada
Aneh ya Pak..

Alhamdulillah sampai di Bogor tidak terjadi apa-apa. tugas dapat ane kerjakan
dengan sedikit perasaan yang nggak enak. Gan, ane merasa seperti diikuti seseorang,
atau mungkin sesuatu. baru setelah ane ingat-ingat lagi, dalam perjalanan setelah
dari Lampu merah Pemda, dua kali atau mungkin tiga kali disalip oleh mobil yang
sama. ketika melewati tikungan menuju ke tempat kerja ane, ada seorang laki-laki
yang tiba-tiba muncul, sehingga hampir terkena motor ane. dan anehnya, wajah laki-
laki itu seperti pernah ane kenal.. tapi entah di mana. sekarang ane ingat, ya!
laki-laki itu mirip dengan orang yang serombongan mobil berhenti dan menanyakan
perihal Kucing. Bahkan bukan mirip, ane yakin kalo itu orang yang sama. Udahlah,
mungkin hanya kebetulan saja. Demikian batin ane menenangkan diri.

Paginya, sebelum subuh ane tinggalkan Kedunghalang untuk pulang ke Cimanggis.


Rasanya semalam itu perjalanan yang lama dan melelahkan. Hati-hati ane pacu sepeda
motor dengan kecepatan sedang, bahkan cenderung lambat. terasa berat seolah seribu
beban menghimpit di benak ane. Melewati Pom Bensin Kandangroda, ane mampir sebentar
bermaksud mengisi bensin. semalam ane sampai lupa untuk isi bensin gara-gara kucing
sialan itu.

Berapa liter Pak? Tanya petugas bensin sambil menyorongkan alatnya.


Penuhin aja deh Jawab ane.
Lalu si petugas Bensin mengucurkan alatnya, mengisi tangki motor ane sampai penuh.
Selesai membayar bensin, motor ane starter dan Gruennggg Gruengggghhh Motor ane
gas tapi roda motor ane tetap diam. Terhenti. Ane Gas lagi lebih kencang, tidak
reaksi apa-apa. Motor ane tetap diam seolah ada yang mencengkram.
Berkali-kali ane geber itu motor, tetap diam. Roda motor seakan terpaku pada lantai
Pom Bensin. Beberapa petugas Pom bensin mencoba mendorong motor ane, hasilnya sama
saja.

Satpam yang sedang bertugas mendekat dan ikut mencoba motor ane. Tapi tetap tidak
bisa. Ane bingung, mereka lebih bingung lagi. Akhirnya sepeda motor ane titipkan
pada Satpam Pom Bensin. Ane minta nomor telepon Petugasnya, lalu ane pulang dengan
menumpang Metromini arah Kampung Rambutan.

Sesampainya di rumah, Istri ane cerita bahwa sepanjang malam, di dalam kamar istri
dan anak ane nggak berani keluar kamar. Mereka terbangun ketika lewat tengah malam,
anak ane menangis terus seolah-olah melihat sesuatu, sementara dari luar kamar
tidur terdengar suara HP mainan anak ane yang berbunyi terus, tang teng tong tang
teng tong nggak ada habis-habisnya. Dan suara HP mainan itu berhenti setelah
menjelang pagi.

Beberapa hari kemudian ane ceritakan kejadian itu pada seorang Ustad yang kebetulan
mengerti dan bisa berkomunikasi dengan Gaib, dari ketika ane menabrak kucing besar
sampai motor ane yang ngadat secara tiba-tiba tanpa sebab. Itu bukan kucing yang
kamu tabrak! Kata Pak Ustad
Hah? Suara ane
Semua saling berkaitan, Mereka tinggal di Rumahmu Juga.

Ane nggak ngerti dengan semua yang Ane alami ini. Apa kesalahan ane dan keluarga
Ane sampai-sampai harus terjebak dalam kemelut yang tak ada ujung dan pangkalnya,
terjebak di rumah hantu. Kata-kata dari pak Ustad beberapa waktu yang lalu membuat
ane bergidik. sebegitu parahkah rumah ini, sampai-sampai penghuni gaibnya ikut
campur dalam urusan ane di luar rumah. pantas saja orang-orang sebelum ane nggak
bertahan lama tinggal di sini, paling lama dari mereka hanya satu setengah tahun.
Ane harus menyalahkan siapa? penjual rumah yang telah ane beli? menurut Ane dia
tidak bersalah karena dia juga merupakan korban dari ketidaktahuan. Kondisinya
ketika meninggalkan Rumah ini juga sudah cukup menggambarkan betapa menderitanya
selama hidup dan tinggal di Rumah ini, meski ditutup-tutupi. Dan Ane memang minat
dengan rumah ini. Jujur saja, ane sangat suka dengan model Rumah ini. Suka dengan
bentuknya, suka dengan keasrian dan lingkungan pemandangan alamnya.

Memang pertama kali ane datang bersama perantara yang menawarkan rumah ini, Saat
melihat keadaan rumah waktu itu ketika malam, ane sempat merinding. Entah oleh
sebab apa. Tapi Ane buang jauh-jauh perasaan itu.
Akhirnya Rumah ini ane beli dengan harga yang sangat murah bila dibanding dengan
apa yang ane dapatkan. Harusnya ini jadi lampu merah atau tanda tanya buat ane
untuk nggak melanjutkan pembelian, setidaknya curiga. Karena rasanya nggak wajar.
Selain mendapatkan Rumah ini, ane juga mendapatkan seluruh isinya. Si pemilik pergi
hanya dengan membawa pakaiannya saja. Seandainya ane tidak membawa barang apapun
dari tempat tinggal ane yang lama, peninggalan dari si penjual rumah ini saja sudah
sangat cukup untuk memenuhi sekedar keperluan rumah tangga kecil. Televisi, Kulkas,
3 set tempat tidur lengkap dengan bantal-bantalnya, 2 Lemari, 3 set meja kayu jati
antik, dan lain-lain. Ane tidak sempat berfikir bahwa barang-barang ini juga telah
menjadi media bagi para setan dalam melaksanakan pestanya di kegelapan sepanjang
malam, di kelak kemudian hari.

Ada yang ane Suka dari barang-barang itu, terutama satu set meja di ruang tamu.
Memiliki bentuk yang dapat menarik orang yang melihatnya. dia seakan mengandung
magnet magnet untuk seseorang memilikinya. Bentuknya antik, mirip dengan kursi-
kursi tua pada bangsawan-bangsawan kuno. dengan ornamen ukiran pada lengan dan
badan kursi itu. Di kursi inilah kemudian sering terlihat seorang nenek kebaya
merah dan sanggul besar di kepalanya, sedang duduk termangu seolah ada seseorang
yang ia tunggu.

Semilir angin dari arah lapangan Golf Emeralda menyejukkan membawa nyanyian alam.
Derunya Terasa dingin lembab menyentuh kulit tubuh Ane. Sangat melenakan, membuat
lamunan terasa nikmat di siang itu. Fragmen-fragmen dari perjalanan ane ke sini,
silih berganti berebut tempat di kepala ane. membuat sulit untuk ane pejamkan mata
dan tertidur biarpun hanya sekejap. Galau ane semakin bertumpuk dengan bertubinya
masalah demi masalah yang ane hadapi. Entah ada hubungnnya dengan rumah ini atau
hanya kebetulan saja, yang jelas ane merasakan kemunduran semenjak ane tinggal di
rumah ini. Ane nggak bisa menyalahkan orang yang menjual rumah pada ane, karena dia
memang bertindak demi keselamatannya sendiri, dan tentunya wajar bila dia menutupi
semuanya. Kembali fikiran ane melayang ke mana-mana, sebelum akhirnya ane mencium
bau wangi yang menyergap kesadaran ane. Rasa kantuk yang muncul secara tiba-tiba,
telah membuat lunglai persendian ane.

Ane paksakan menuju kamar, lalu Ane baringkan tubuh di kasur, istirahat. Seketika
kelambu tempat tidur ane berubah menjadi putih dan bergerak-gerak lalu menutup
dengan sendirinya. nampak sebuah wajah cantik putih dengan rambut panjang putih
berkilauan Lengannya terbuka di antara kain berwarna perak ditubuhnya. Dia
mendekatkan telapak tangannya dan meraih bahu ane. terlihat ikat kepala di atas
keningnya, lebih mirip mahkota berwarna perak. kuku-kukunya panjang dan juga
berwarna putih perak menyentuh kulit ane. Ane seakan terlena dan terbuai, atau
memang ane sudah dalam pengaruh rasa kantuk yang berlebihan. Perempuan di depan ane
mendekap lalu menindih tubuh ane, tapi kemudian kesadaran ane kembali pulih. Entah
dari mana tiba-tiba muncul kekuatan yang mengarahkan ane untuk mendorong tubuh
perempuan itu menjauh dari ane, wajah perempuan itu berubah marah dan lalu seolah
wajah itu tersayat dari dalam dagingnya dan nampak kulit wajahnya retak-retak oleh
semacam luka. Dari luka-lukanya mengeluarkan darah yang membasahi hampir seluruh
wajahnya. Ane pejamkan mata dan berharap untuk segera sadar bila ini hanya mimpi.
Tapi tetap nggak bisa, pemandangan itu tetap terpampang di depan ane, bahkan leher
ini seperti kaku nggak bisa bergerak. Ane teriak-teriak dengan melafalkan ayat-ayat
suci yang biasa ane bacakan ketika ane dalam rasa takut, suara ane tak bisa keluar,
tertahan.

Ane baca berulang-ulang ayat-ayat itu sampai akhirnya kelambu di tempat tidur ane
kembali berwarna biru muda dengan posisi yang membuka seperti awal ane merebahkan
diri. Masih tercium bau wangi, dan amis. Wangi yang menyengat seperti bau bunga
kematian. ane ingat pernah mencium bau seperti ini dulu di kampung, ketika ada
tetangga ane yang meninggal, biasanya dipakaikan bunga-bunga yang bercampur-campur
hingga tidak jelas lagi bau wanginya. Ane gosok-gosok mata ane, dan berharap kalau
yang terjadi tadi hanya mimpi. Ya, hanya mimpi.

Benarkah hanya mimpi? Bau bunga dan amis masih sangat menyengat menusuk hidung ane.
Ane lihat jam di HP, baru 3 sore. Ane sapu pandangan ke sekeliling, nggak ada
sesuatu yang mencurigakan selain dari bau bunga yang tetap menyebar di ruang tidur.
Ane keluar kamar, lalu menyusul istri dan anak ane yang main ke tetangga sejak
siang tadi. Kengerian tadi nggak ane ceritakan pada istri ane, karena ane nggak
ingin istri ketakutan. Menjelang magrib Ane putar MP3 orang mengaji dari komputer,
suaranya mengalun dan memupuk kembali keberanian ane.

Pagi buta ane sudah berkemas untuk berangkat kerja ke Bogor, semua sudah rapi
kecuali HP ane. HP yang semula ane taruh di atas meja nggak satupun yang kelihatan.
Ma, lihat HP Saya nggak? tanya ane pada istri, nggak tahu Pa jawabnya. Ane
desak istri ane sampai-sampai dia sumpah bahwa dia nggak tahu dimana dua HP ane
berada. Kami mencarinya keseluruh ruangan dan HP itu tetap nggak ada. Dengan
menggunakan HP istri, Ane coba miscall Nomor HP Ane. Masih ada nada sambung. Ane
berfikir bahwa HP itu mungkin dicuri orang, ane cek lagi ke seluruh ruangan. Nggak
mungkin dicuri orang. Semua engsel nggak ada yang rusak dan semua pintu dari
semalam terkunci rapat. Ane coba lagi telepon, tetap tidak diangkat meski ada nada
sambung. Akhirnya Ane anggap kedua HP itu sudah hilang. HP Nokia ketupat yang waktu
itu masih baru-barunya keluar, dan Sonyericsson K750i (sampai saat tulisan ini
diketik, HP-HP itu tetap tak ditemukan. Ketika besoknya TS Coba telpon lagi,
diangkat tapi hanya suara gemuruh dan perempuan cekikikan .Red.)

Jam 6.30 wib motor ane sudah merayap di pelataran kantor tempat ane kerja. Setelah
memarkir motor, Ane buka kancing Jaket kulit dan bersiap menuju ruangan ane, tiba-
tiba dikejutkan dengan teriakan teman kerja ane. Bang, awas Ular!! begitu teman
ane dengan suara tinggi. Mana? tanya Ane sambil mata ane memandang ke sekeliling
berusaha mencari ular yang dimaksud.
Tenang.. tenang Bang tenang. Diam saja di situ. sambungnya.
Kok? Ane bingung.
Itu Ularnya di jaket Abang
Masya Allah Kok bisa sih?

Lalu dengan bantuan teman ane, Ane copot jaket kulit ane. Rupanya ada Ular belang
yang ada di dalam jaket ane, dan hanya kepalanya saja yang nongol kelihatan dari
luar jaket, sementara badan ular itu masih berada di dalam Jaket ane. Sungguh aneh
Gan. Tapi, ini benar-benar terjadi. Entah sejak kapan ular itu berada di dalam
jaket Ane.

Ane menghabiskan kerja di hari itu dengan perasaan yang nggak karuan. Teman Ane
yang lain bilang, bahwa dia memiliki teman yang ahli dalam mengusir gangguan di
dalam rumah yang angker atau berhantu. Konon, temannya ini sudah biasa dipanggil
oleh para pejabat untuk urusan suprnatural. Ane pun setuju untuk dinetralisir rumah
ane, siapa tahu memang paranormal ini benar bisa, dan rumah ane bisa dibebaskan
dari Hantu.

Sore harinya, rombongan paranormal datang. Mereka meminta disediakan garam kasar
untuk sarana mereka mengusir Hantu. Orangnya masih cukup enerjik dan muda-muda,
mungkin sekitar 36 tahunan. Seorang diantara mereka yang paling tinggi tubuhnya
menyebar garam ke seluruh ruangan. Bapak, ibu.. Rumah ini merupakan pusat atau
tempat bermain dan pertemuan dari hantu-hantu di sekitar daerah sini. Tadi sudah
kami usir dan kami pagari rumah ini, mudah-mudahan sudah tidak berani ke sini
lagi. Kata paranormal itu setelah selesai menjalankan ritualnya.
Mereka bisa diusir Pak?
ya, mudah-mudahan Pak. jawab sang Paranormal.
Mereka pun pulang sebelum Magrib.

Malam Harinya, Anak ane menangis terus


Bergantian ane dan istri ane menggendong si kecil, tapi tetap saja anak kami terus
menangis sambil menunjuk-nunjuk ke sudut ruang belakang. Ia terus menangis. Ane
memandang ke sudut ruang belakang, berharap melihat keganjilan ataupun penampakan
setan yang telah membuat anak ane menangis. Tapi hanya gelap, pekat. Tidak ada apa-
apa di sana. Kemudian, dengan mengasumsikan bahwa di depan ane terdapat sesuatu
makhluk ataupun hantu yang nggak bisa Ane lihat, Ane keluarkan kalimat-kalimat
seperti seseorang yang sedang berbicara dengan orang lain, ini sering Ane lakukan
dan biasanya anak Ane kembali tenang.
Tolong jangan ganggu anak Saya
Tolong pergi dari sini
Tetap nggak ada reaksi apa-apa. Anak Ane masih menangis.

Istri ane yang menggendong si kecil nampak kelelahan. Lalu istri ane secara spontan
membacakan ayat-ayat alquran. Si kecil terdiam, berhenti menangis. Entah berhenti
menangis karena sudah capek atau memang sang pengganggu sudah pergi. Kami pun lega.
Ane ajak istri ane masuk kamar utama untuk ketenangan. Tapi baru saja kami buka
pintu, terdengar air mengalir dari kran kamar mandi tamu di arah depan. Istri ane
ketakutan. Beberapa saat setelah itu lampu ruang tengah dan lruang tamu tiba-tiba
padam.
Kami tetap masuk ke dalam kamar. Tenang aja Ma, nggak usah Takut. Ane coba
menenangkan istri ane walaupun sebenarnya ane sendiri juga takut. Takut kalau
hantu-hantu itu marah dan sengaja membuat ulah karena kedatangan tiga paranormal
tadi sore.

Hingga hampir tengah malam ane nggak tidur. Suara air mengalir dari kran masih
terdengar, suara yang nggak seberapa keras tapi seakan memekakan telinga ane. Jarak
antara kamar mandi tamu dengan kamar utama kami sekitar sepuluh meter tapi suara
aliran kran sungguh sangat mengganggu. Air itu akan terus mengalir sebelum tabung
penampungan air di atas habis. Ini tak bisa dibiarkan gerutu Ane dalam hati,
kesal. Lalu Ane bangkit dan bermaksud mematikan kran di depan, melewati gelap ruang
tengah. Ane coba tekan stop kontak untuk menyalakan lampu, tapi lampu tetap padam
dan nggak mau nyala. Berarti cuma kebetulan lampu ini konslet bisik ane dalam
hati. Lalu Ane menuju Kamar mandi dan mematikan kran itu. Sepanjang ane melewati
ruang depan dan ruang tengah, bulu kuduk ane merinding dan setiap gerakan ane
seolah ada yang memperhatikan ane. Terdengar suara berderap gaduh, seperti suara
ramai bocah-bocah yang sedang kejar-kejaran, berlarian menjauhi ruang tamu. Di luar
terdengar anjing melolong dengan suara yang nyaring, membuat bulu kuduk Ane
berdiri. Ane singkap gorden jendela depan, berusaha melihat ke luar rumah. Sepi
senyap. hanya suara lolong anjing yang semakin lama semakin memilukan, lirih, dan
hilang. Ane merasa banyak mata yang memperhatikan Ane, ane merasa diawasi.

Ane merasa sia-sia dengan memanggil ketiga Paranormal yang datang sore tadi. Antara
marah, sedih dan kalut. Entah berapa paranormal yang pernah kami panggil untuk
mengusir hantu-hantu itu. Pada kenyataannya selalu manjur di depan saja, dan hantu
tetap meneror kami kembali. Yang terjadi malam ini lebih parah, di luar dugaan.
Para hantu seperti ngamuk dan tidak terima.

Beberapa hari kemudian Ane mendapat saran bahwa untuk mengusir hantu, harusnya
dengan bantuan orang pintar setempat atau orang pintar yang asli kelahiran daerah
dimana terdapat ancaman hantu tersebut. didapatlah nama-nama orang pintar, orang
pintar asli kelahiran daerah sini.

Suatu sore, Ane bersama anak dan istri, sedang berada di rumah salah satu sesepuh
tempat kami tinggal, namanya Pak Maih. rata-rata orang di sini mengenal nama Pak
Maih. Orangnya sudah cukup berumur tua tapi masih nampak gurat semangatnya. Selesai
Shalat, Pak Maih membacakan doa-doa panjang. Mulutnya komat-kamit dengan mata
terpejam.
Kenapa kamu ganggu keluarga ini? begitu suara yang keluar dari mulut pak Maih
yang kemudian dijawab sendiri dengan suara yang kali ini lebih berat dan serak.Itu
memang rumah tempat kami tinggal, apa salah kami? demikian suara serak itu
menjawab.
Ya sudah, kamu dan teman-temanmu pindah dari sana suara asli pak Maih.
Siapa yang lebih dulu di sana? kami lahir dan besar di sana demikian kira-kira
sedikit percakapan monolog yang terjadi antara Pak Maih dengan dirinya sendiri.
Intinya, para hantu itu nggak mau dipindah Gan. Kamipun hanya bisa pasrah. Lalu pak
Maih bicara pada kami agar tidak lagi memindah atau mengusir makhluk-makhluk halus
yang ada di rumah kami.
Dipindahkan kemanapun, diusir kemanapun, mereka akan tetap kembali, entah untuk
beberapa saat, entah untuk selamanya kami diam. pak Maih melanjutkan bicara
Ibarat tanah kelahiran kita, kemanapun kita merantau pergi, suatu saat akan rindu
dan pulang lagi sekedar menengok atau kembali pulang ke rumah tempat kelahiran
kita.

Akhirnya kami pulang dengan perasaan lebih plong. Lega rasanya. biarlah hantu-hantu
itu tetap datang-datang lagi nggak apa-apa, toh Pak Maih sudah berusaha
mengungsikan mereka ke tempat yang jauh. kamipun bertekad untuk nggak peduli jika
sewaktu-waktu para setan itu mendatangi rumah kami lagi. Kami bertekad, biarlah
hantu-hantu itu tetap tinggal di rumag kami, yang penting kami tidak diganggu.
Memang selama ini kami sangat ingin mengusir keberadaan mereka, ternyata malah
nggak seperti harapan kami. Pada kenyataannya Omongan Pak Maih terjadi juga. Belum
genap satu bulan sejak komunikasi kami dengan Pak Maih yang telah mengungsikan para
hantu dengan damai, hantu-hantu laknat itu mulai bermunculan kembali.

Suatu malam, kebetulan Ibu mertua sudah bersama kami lagi, Beliau sengaja datang
dari Jawa timur karena kangen pada cucu dan kasihan setelah mendengar cerita kami.
Malam itu seperti biasa ane mengerjakan tugas-tugas dari kantor. Ohya Gan, ibu
mertua ane ini tidur di kamar tengah yang ada jendela persis bersebelahan dengan
ruang tempat ane biasa main komputer. Jadi dari jendela itu, bila kita berada di
dalam kamar ini akan dapat melihat jelas keadaan ruang tengah. Tentunya bisa juga
melihat siapapun yang sedang ngetik atau browsing di depan komputer di ruang
tengah. Ibu mertua ane ini tiba-tiba lemas dan membiru. kami panik, tapi ane mahfum
dengan apa yg mungkin telah terjadi.

Siangnya Ibu mertua cerita kepada ane, pada ane sendiri. Kata ibu, setiap malam
setiap ane duduk di depan komputer, ibu mertua juga melihat ane sedang mondar-
mandir di ruang tengah. Bahkan tadi malam sosok yang menyerupai Ane masuk ke dalam
kamar ibu Mertua ane sambil menatap tajam ibu mertua ane, Lalu membentak Kamu
pulang atau mati! Ya. itu yang diucapkan sosok yang menyerupai ane persis, sambil
tetap melotot.

Akhirnya, takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan maka Ane setuju saja saat Ibu
mertua Ane pulang sehari setelah adanya teror itu.

Kepulangan Ibu mertua Ane ke Jawa timur cukup membuat istri ane agak terguncang.
Baru saja sedikit lega bisa menikmati hidup dalam kenyamanan bersama Ibu, kini
harus kehilangan lagi, meski hanya untuk sementara saja. Tapi Ane tahu, hal itu
sangat berpengaruh pada ketegaran istri Ane.

Tak terasa dua tahun lebih lamanya, anak kami tumbuh menjadi anak yang sehat dengan
kulit putih dan sorot mata tajam. Dia memiliki daya penglihatan lebih. Ia sering
mengerti apa yang sedang terjadi di hadapannya. Mungkin karena terbiasa melihat
kerumunan hantu, si kecil jagoan kami menjadi peka pada barang-barang yang kasat
mata.

Tempo hari istri Ane sempat bercerita, dia bersama anak kami, menyetrika pakaian di
Kamar pembantu. Pada saat istri ane asyik menyetrika, anak ane jalan-jalan sendiri
keluar masuk kamar, kadang jalan, kadang dia berlari-lari kecil. Mungkin sudah
capek, anak ane masuk lagi menemani ibunya. Capek ya Ma..? Tanya sikecil. Iya
nak.. Istri Ane menjawab sambil lalu, sekenanya saja. Lalu Anak ane nyeletuk
dengan berkata Ma.. Mama.. kenapa nggak minta bantu mbak itu saja? begitu celoteh
sikecil dengan suara cadelnya, sambil tangannya menggelayut ke tubuh ibunya.
Gimana? Tanya istri Ane kurang faham. Anak ane lalu menunjuk ke tembok kamar
sambil berkata Itu Ma.. Kenapa nggak minta gosokin mbak itu saja? Istri ane
bergidik mendengarnya. Ia memandang ke arah depan tempat yang ditunjuk oleh anak
kami. Bulu kuduknya semakin merinding, tapi ia tetap tabah.

Meskipun untuk hal-hal yang kasatmata ini istri ane kurang peka dan kadang tidak
bisa merasakan kehadiran makhluk halus, tapi dia termasuk pemberani untuk ukuran
keberanian seorang perempuan. Kadang-kadang kalau Ane sedang dihinggapi rasa takut
yang sangat, justru istri Ane lah yang seakan lebih menjadi berani dari Ane. dia
bisa menjadi seorang Hero bila teman di sampingnya berubah menjadi lemah.

Beberapa anak tetangga teman bermain anak kami, sering datang ke rumah. usia mereka
sebaya dengan usia anak kami. Memang menginjak usia hampir empat tahunan ini si
kecil sengaja kami ajarkan untuk bersosialisasi dengan orang lain, minimal dengan
teman sebayanya. Tapi sayangnya setiap kali teman-temannya bermain ke rumah, salah
satu dari mereka pasti ada yang ketakutan dan cepat-cepat menjauh pergi. Jawaban
anak-anak kecil itu selalu dengan menirukan gerakan loncat-loncat kecil seperti
gerakan vampir dalam film china. Ach, tidak. Lebih mirip gerakan pocongkkkkkkkkkkkk
yang meloncat-loncat kecil. Akhirnya istri Ane lah yang lebih sering mengantar
bermain anaknya ke rumah tetangga, daripada mendapati hal kejadian yang aneh.

Suatu hari, Ane belikan dia mainan Kolam renang dari karet seperti yang banyak
dijual di pinggir jalan. Ane bahagia sekali melihat anak ane gembira. Paling tidak,
ibunya tidak lebih tegang lagi. Pernah di suatu kesempatan anak kami berenang
sendiri di dalam kolam renang plastik itu. Tak lama anak kami bermain air, tiba-
tiba anak Ane kelihatan sangat pucat dan suhu badannnya panas tinggi, bahkan lama-
lama seperti membiru. Tiga hari anak kami diopname di Rumah sakit Simpangan Depok.
Hampir setiap waktu anak kami berteriak meminta pulang, sementara obat-obat dari
dokter yang diberikan tak kunjung menurunkan panas tubuhnya

Anak kami selalu meminta di bawa ke luar ruangan sambil memanggil-manggil namanya
sendiri. Pijar pijar begitu selalu yang diucapkan anak kami. Pada hari kedua,
seorang bocah pengunjung Rumah sakit yang kebetulan lewat bersama ibunya didepan
kami, ketakutan dan lalu berlindung pada ibunya. Mukanya langsung disembunyikan ke
baju ibunya. Bocah ini ternyata Indigo yang bisa melihat secara langsung
pemandangan kasat mata di hadapannya.
Takut Bu, Nenek itu.. Bu begitu kata si bocah. Ibunya lalu menjelaskan pada kami
perihal anaknya itu. Rupanya si bocah melihat seorang nenek-nenek dengan wajah
yang sangat buruk terus memegangi tangan anak ane.
Ane yang sedang berusaha menenangkan anak ane yang rewel itupun langsung membaca
doa-doa. Ibu-ibu yang lain membacakan ayat-ayat suci ke dalam gelas, lalu air itu
diminumkan pada anak Ane. Anak ane sedikit tenang, tapi selang satu jam kemudian
anak Ane rewel lagi sambil terus memanggil-manggil namanya sendiri. Suaranya
bergema, terdengar agak lain dengan suara anak ane dalam kesehariannya. Secara
logika, tidak mungki seseorang akan memanggil-manggil namanya sendiri bila dalam
kondisi yang sadar. Ane seperti tersadar bahwa adanya anak Ane memanggil-manggil
namanya sendiri adalah bukan kemauan anak Ane.

Seorang pengunjung lain memanggilkan tetangganya yang biasa menangani anak yang
ketempelan setan, jurig, atau Hantu, namanya Pak Nano. Dengan bantuan pak Nano
inilah, akhirnya anak kami bisa sehat lagi dan panasnya normal kembali. Anak bapak
memang ada yang mengikuti Begitu penjelasan Pak Nano. Selanjutnya Pak Nano
membacakan doa-doa dengan tanpa suara, hanya mulutnya saja yang nampak komat-kamit.
Sampai menjelang Isya Pak Nano bersama kami, menjaga anak kami agar tidak didatangi
Nenek-nenek buruk rupa itu lagi. Dan memang, nenek-nenek itu tak lagi datang ke
Rumah sakit lagi ke tempat anak kami dirawat. Nenek-nenek itu kembali ke
rumahnya, di rumah Kami.

Semenjak kejadian itu, anak kami menjadi hyperaktif, nakal dan suka usil pada
temannya. Karena rewel dan sering mengusili teman-temannya ini, lama-lama kami
jengah juga. Berbagai referensi dari Internet, koran maupun saran teman Ane lahap.
Ane mencari referensi tentang penyembuhan anak hyperaktif. Hingga pada sebuah Rumah
sakit di Kelapadua, kami menemukan seorang Psikolog, namanya Pak Rahmat. Kami
sering berkonsultasi dengan beliau. Beliau jugalah yang banyak memberikan tips-tips
dan berbagai cara penanganan untuk anak yang hyperaktif. Dari seringnya Konsultasi
ini, Kami menjadi dekat dengan Pak Rahmat, hingga ada apa-apa yang menyangkut
kenakalan anak, selalu Ane konsultasikan padanya.

Suatu ketika Ane mendapat telpon dari Pak Rahmat yang akan memberikan cara terapy
anak hyperaktif.
Bisa Bapak datang ke rumah Saya? kata suara di telepon.
OK. Jam berapa Pak? Jawab ane.
Nanti Jam 9 malam. kembali suara Pak Rahmat.
Nggak bisa siang saja Pak? Tanya Ane, tapi jawaban Pak Rahmat tetap seperti
semula, kami disuruh datang Jam 9 malam.

Hujan baru saja berhenti mengguyur langit Cimanggis ketika jam di dinding
menunjukkan pukul delapan malam. Bau harum tanah yang terkena air menyebarkan aroma
yang sedap. Mencium aroma ini Ane teringat dulu waktu di kampung suka memakan
makanan Ampoh, makanan kegemaran nenek Ane dulu. Kami bersiap-siap berangkat menuju
ke Alamat Rumah Pak Rahmat, agak jauh dari rumah ane. Sikecil digendong istri ane,
keduanya dengan jaket tebal untuk menahan dingin udara malam. Sampai di tengah
perjalanan motor Ane mogok, tanpa sebab apa-apa. Sudah ane cek semua normal.
Akhirnya kami berhenti di sebuah tempat dan baru melanjutkan perjalanan 30 menit
kemudian. Tanpa bantuan siapapun, motor ane kembali bisa dihidupkan.
Sampai di mulut Kampung tempat tinggal pak Rahmat, Ane hubungi nomor telponnya.
Lama tidak ada jawaban. Ane panggil lagi, tetap tak ada jawaban, bahkan nomor itu
tidak aktif. Kami telusuri alamat yang pernah diberikan Pak Rahmat. sekitar Jam 10
malam Ane coba telpon lagi, baru ada jawaban. Ya pak, Saya tunggu Kata pak Rahmat
di telpon.

Suasana mendadak terasa dingin, kiri dan kanan jalan hanya tampak rumah-rumah yang
sudah mulai tutup jendela. Suara lolong anjing tiba-tiba menyentak perasaan Ane.
Kami mulai merasa nggak enak. Tapi perasaan itu Ane tepis dan melanjutkan
perjalanan. Sepanjang jalan, terlihat orang-orang berlalu lalang dalam diam. semua
diam. Kami berhenti, lalu seorang Ojek menghampiri kami, ojek ini mengenal Pak
Rahmat dan mengantarkan kami. Rumah pak Rahmat sederhana dengan pelataran parkir
yang cukup luas. di depannya berjajar pot-pot dengan tumbuh-tumbuhan berbagai
jenis. Termasuk pohon bunga melati yang harum wanginya langsung tercium hidung ane,
agak menyengat. Setelah memarkir motor, Ane menggendong si kecil sementara Istri
Ane mengikuti di belakang. Nggak lama kami menunggu, Pak Rahmat muncul dari dalam
dengan pakaian putih-putih, bersama istrinya.

Lalu pak Rahmat memperkenalkan istrinya. Ini istri saya, Markonah demikian pak
Rahmat memperkenalkan diri. Setelah kami berbasa-basi sebentar, pak Rahmat masuk
kembali ke dalam rumah, dan keluar kembali sambil menenteng sebuah buku besar. Buku
yang sangat tebal tapi nampak sudah kumal. Ane nggak sempat menanyakan kenapa
bukunya sudah nampak kumal begitu. setelah banyak memberi penjelasan mengenai
hiperaktif dan terapi penangannya, pak Rahmat mengelus-elus leher dan kepala anak
ane. sambil memijit dengan gerakan seperti orang sedang mengurut. nanti jadi anak
yang sehat dan pinter ya nak Ucap pak Rahmat, dan ane mengaminkannya.
Jam sebelas malam Kami berpamitan, Pak Rahmat dan istrinya mengantar kami sampai ke
mulut gerbang rumahnya. Terdengar suara anjing melolong, panjang. Entah kenapa
tiba-tiba bulu kuduk ane berdiri.

Kurang dari satu jam kemudian kami sudah sampai di rumah.


Permisi ya,.. kata kami ketika masuk ke dalam rumah, seolah kami sedang melewati
orang-orang lain. Ini sudah menjadi kebiasaan kami beberapa waktu lamanya sejak
banyak teror oleh hantu-hantu di rumah kami. Terbukti dengan kami lakukan ucapan
permisi ini, gangguan hantu sedikit mereda. Badan kami letih, capek.
Udara yang dingin membawa kami ke dalam tidur yang lelap. Tidur dengan tanpa beban.

Beberapa bulan kemudian, hari itu kami bermaksud silaturahmi sambil


mengkonsultasikan perkembangan si kecil. Kami berangkat siang hari, selesai dhuhur.
Sesampainya di perkampungan Pak Rahmat, rumah yang pernah kami singgahi dulu itu
tak kunjung ditemukan. Kami pun mencari lagi, muter-muter lagi dan mencari persis
seperti yang kami lalui malam itu. Kami juga menanyakan pada penduduk sekitar, tak
ketemu juga. Lebih dari satu jam kami mencari, namun tetap tidak ketemu. Lalu kami
tanyakan pada orang-orang yang tinggal persis di gang-gang yang pernah kami datangi
waktu itu, tidak ada yang tahu.
Pak Rahmat yang mana ya?
perasaan sini nggak ada yang namanya Pak Rahmat
begitu rata-rata jawaban yang kami terima.

Karena sudah kepalang tanggung, kami berusaha mengingat-ingat lagi. kami ikuti
jejak yang masih kami ingat. Kami berhenti di sini, belok di sana, lalu ke sini,
ke sini, ketemu belokan lagi, dan persis di depan lapangan. Dengan pengurutan
seperti ini seharusnya pasti ketemu. Tapi, ternyata tetap Tidak!! Rumah itu tetap
tidak kami ketemukan. Yang ada di tempat itu, tempat kami menemui Pak Rahmat dan
istrinya itu hanyalah RUMAH TUA dengan bagian atap rumah yang sudah tak terawat dan
hampir roboh. Bahkan bagian dinding-dinding depan rumahnya sebagian sudah hancur
dimakan usia. rumah itu seperti sudah puluhan tahun tidak pernah dihuni.
Spoiler for .:
Karena tak percaya dengan pemandangan di depan mata kami, Ane coba mengulangi lagi
dari perjalanan awal, tapi ketemunya tetap Rumah tua itu. Dan, semenjak itu HP Pak
Rahmat tidak pernah lagi bisa dihubungi. Kami tanyakan ke Rumah sakit tempat Pak
Rahmat pernah dinas, tidak ada yang tahu alamatnya. Satu-satunya alamat, tempat
yang kami datangi siang itu.

Hilangnya Pak Rahmat secara di luar nalar membuat saya penasaran. Beberapa hari
kemudian saya sengaja mendatangi lagi, mengurutkan dari awal sejak perjalanan dari
rumah kami ke tempat Pak Rahmat. Rumah Pak Rahmat tetap tidak dapat saya temukan.
Tidak puas dengan pencarian dirute yang sudah ada, saya menyusuri lagi jalanan di
depan mata, tapi tetap nihil. Kemudian pencarian fakta ini saya lanjutkan dengan
mendatangi Rumah sakit tempat dulu pertama kali kami berkonsultasi dengan Pak
Rahmat.

"Alamatnya, ya kami tidak menyimpannya selain alamat itu Pak" Kata Dokter Heny
menjelaskan pada ane.
"Yang kami datangi itu tidak ada rumah lain selain Rumah tua itu Bu" Kata saya
sedikit menekan suara untuk memberi efek penting pada kalimat yang saya sampaikan.
"Menurut Saya juga nggak jelas itu Pak Rahmat..." Kembali Dokter Heny.
"Maksudnya bagaimana Bu?" tanya Ane.
"Pak Rahmat datang sendiri ke sini, melamar sendiri untuk bekerja di Rumahsakit
ini" menjelaskan, Dokter heny.
"O..." saya membentuk bulatan di mulut.
"Pak Rahmat juga berhenti dari Rumah sakit ini dengan tanpa penjelasan apa-apa"

Saya terdiam, tak mampu mencerna lebih dalam tentang apa yang sedang kami
bicarakan. Saya pulang beberapa waktu kemudian. Penjelasan dari Dokter Heny cukup
membuat saya merasa tidak perlu mencari dan melacak Pak Rahmat lagi. Pak Rahmat
berhenti dengan tanpa mengajukan berhenti, tapi menghilang begitu saja Pak, tanpa
pamitan. Sepanjang perjalanan pulang, terngiang terus kata-kata Dokter Heny. Sebuah
tanya yang masih belum ada penjelasan sampai sekarang. Tapi Dua kemungkinan yang
bisa saya simpulkan dari kejadian itu mengenai Pak Rahmat. Pak Rahmat itu
sebenarnya bukan manusia, tapi makhluk gaib yang mungkin saja tingkatannya di dunia
pergaiban sudah tinggi, atau mungkin Pak Rahmat adalah makhluk gaib yang memiliki
derajat tinggi sehingga bisa menjelma dan memanifestasikan diri secara langsung,
menampakkan dirinya di dunia nyata. Kemungkinan yang kedua, Pak Rahmat itu memang
benar-benar ada dan beliau adalah manusia biasa, tapi orangnya mungkin sembrono
dengan pergi begitu saja saat bosan dengan pekerjaan, sedangkan yang kami temui di
malam itu bukan Pak Rahmat yang sebenarnya. Lalu siapakah yang kami temui pada
malam itu? Mungkin saja itu adalah jin yang memiliki misi tersendiri sehingga
merasa berkepentingan dengan menampakkan dirinya kepada kami. Sudahlah, saya sudah
suntuk dengan rutinitas kerja yang sudah memakan separuh waktu saya setiap harinya,
ditambah dengan berbagai intrik. Saya tak mau lagi semakin memberati beban otak
ini. Yang penting, saya selamat, anak istri juga selamat. Anak kami sudah semakin
bisa dikendalikan emosinya. Jika selama ini dia lebih sering mengusili teman-
temannya, Pijar yang sekarang sudah mudah untuk dikendalikan dan mau mengerti
keinginan dari orang-orang yang menyayanginya.

Bulan berganti, tahun pun ikut berganti. Selamat pagi alam, selamat pagi kehidupan.
Pagi yang jernih, pagi yang suci. Matahari bersinar menyapu wajah sebuah kampung,
Kampung Sindangkarsa. Udara segar yang dibawa angin padang Golf Emeralda membuat
ketegangan saya sedikit mengendur. Di sebuah pondokan beratap asbes sederhana,
duduk empat orang dengan pakaian seadanya. Salah satu diantara mereka mengenakan
sarung, sambil terus menghisap rokok kretek di tangannya. Hari ini hari libur, saya
bisa bebaskan sedikit beban dari rutinitas kerja. Setelah sekian lamanya waktu saya
banyak tersita oleh kekalutan dengan menurunnya penghasilan, semakin lama semakin
drastis. Pak Narto memberitahu saya, Pak Gimar sedang di pondokan. Pondokan
Pemancingan Rohiman. Itulah yang menyeret langkah saya ke pondokan sepagi ini.
Laki-laki berkain sarung itu, namanya Gimar. saya lebih sering memanggilnya dengan
panggilan mbah Gimar. Bukan karena usianya yang sudah tua, tapi karena dia memiliki
kelebihan yang jarang dimiliki orang lain. Melihatnya kehadirannya ini, saya jadi
teringat betapa dulu Pak Gimar cukup tangkas dalam "mengobati" Ratih, bekas
pembantu saya yang saat itu kesurupan. Kata Pak Narto, mbah Gimar baru beberapa
hari ini kembali ke Cimanggis, setelah lama dia pulang ke Sumatera.

"Bagaimana kondisi rumah Bapak sekarang?" Tanya pak Gimar, sambil matanya menatap
saya. Yang lain terdiam, asyik menikmati hidangan singkong goreng dari pak Narto.
Saya tidak langsung menjawab. Saya tergoda untuk menjajal sejauh mana Pak Gimar
menebak suatu keadaan."Kelihatannya bagaimana Pak?" tanya saya kemudian."Banyak
lagi sekarang penghuninya ya?" kata Pak Gimar balik bertanya. Akhirnya saya
ceritakan kejadian-kejadian penting setelah kepergian Pak Gimar. Pak Gimar antusias
mendengarkan setiap kata demi kata yang saya ucapkan. Kadang kepalanya menggeleng,
kadang manggut-manggut. dari air mukanya kelihatan seolah sedang menerawang
sesuatu."Bahkan HP Saya, dua-duanya hilang Pak, sampai sekarang tidak kembali" Kata
saya mengakhiri penjelasan seputar kejadian-kejadian yang pernah muncul di rumah
hantu. "Hp-hp itu sudah tidak bakal ketemu, tidak bakal kembali lagi" Kata pak
Gimar mendesis. "Tolong diambilkan deh Pak, Pak Gimar kan bisa menembus Gaib..."
kata saya berharap. "Tidak bisa Pak, karena HP itu sudah menjadi Mahar" jawab pak
Gimar, tegas. "Mahar bagaimana pak?" tanya saya tak mengerti. Pak Gimar mematikan
rokoknya yang tinggal sejengkal, kemudian menyalakan lagi rokok yang baru. sejurus
kemudian dia berkata. "Hp-hp itu diambil karena dipandang sebagai mahar Bapak" saya
semakin tidak mengerti dengan pembicaraan Pak Gimar tentang mahar ini.

"Begini ya Pak, dari berpuluh gaib di rumah itu, ada salah satu yang berwujud
perempuan cantik"
"Perempuan cantik?"
"Iya"
"Lalu bagaimana Pak?"
"Dia cinta sama Bapak dan menikah"
"Menikah???"
"Menikah Bagaimana Pak? tolong jangan ngacau dong Pak"
"Dia sudah menikah dengan Bapak" Bulu kuduk ane langsung meremang.
Tak pernah terfikirkan ucapan seperti itu akan keluar dari mulut seorang Gimar.
"Saya tidak pernah pacaran atau ketemu dengan makhluk halus yang Bapak maksud,
apalagi sampai menikah?" Tanya Ane lagi, sambil menahan galau di hati.
"Itu oleh makhluk gaib bisa dikatakan menikah secara batin. Maka dari itulah kita
perlu berdoa sebelum kita berhubungan badan dengan istri. Salah satunya agar
makhluk halus tidak bisa mengambil kesempatan"

DugGGhh !!! Jantung saya berdegup, kencang. Saya terdiam, Pak Gimar melanjutkan
lagi. "Biar sekejap saja, makhluk halus bisa merasuk ke badan pasangan kita, dan
itu dianggap mereka sudah menikah" Ane semakin terdiam.
"Tenang saja, Bapak tidak akan dirugikan..." "Persetan pak, tolong Saya. Bagaimana
caranya melepaskan diri dari itu?" Kata saya kemudian.

Apa yang telah dikatakan Pak Gimar sangat membuat saya shock dan menjadi beban
pikiran saya salama berhari-hari. Selama ini tak ada keganjilan mengenai apapun
yang ada hubungannya dengan apa yang telah dikatakan oleh Pak Gimar.
Ketidakpercayaan saya ini wajar karena saya juga tidak pernah mendengar ada
pernikahan yang hanya diakui secara sepihak, Makhluk halus pula yang mengklaimnya,
entah benar entah tidak ucapan Pak Gimar ini. Akhirnya Pak Gimar mengatakan bahwa
apa yang telah dialami tidaklah menjadi gangguan apa-apa, karena bukan keinginan
dari manusianya untuk mencintai. Saya tidak percaya dan tak akan pernah mampercayai
hal itu. Saya tak bisa mengatakan hal yang telah membuat saya murung itu pada Istri
saya. tak ada gunanya membicarakan omong kosong yang telah dikatakan oleh Pak
Gimar. Biarlah hal itu saya hadapi dan selesaikan sendiri omong kosong ini.

Beberapa minggu kemudian, ketika gerimis menaburi atap dengan suaranya yangberisik,
Ane berada di suatu tempat, seperti sabuah taman besar. Tepat di taman itu terdapat
sabuah kubangan besar yang menyerupai Kolam renang. Saya hanya sendiri berada di
dalam Kolam renang itu. Air di Kolam renang itu hanya sedikit membasahi bagian kaki
saya, tidak sampai melewati batas mata kaki. Tapi dingin air ini cukup membuat saya
menggigil dan tak ingin sedikitpun saya mambasahkan air ini Iebih lama, apalagi
menyentuhkan bagian Iain tubuh saya. Pada sepanjang lekukan kolam renang yang luas
ini banyak sosok manusia yang tidak menghiraukan gerimis yang ada, semua dengan
kesibukan masing-masing seperti dalam sebuah tempat wisata.Tampak di sebelah kiri
dan kanan orang-orang sibuk berjualan dengan nampan-nampan besar di hadapan mereka,
sementara para pembeli hanya saling tunjuk dengan apa yang diingininya, dengan
tanpa suara. Yang terdengar hanya suara angin, suara rintik hujan, dan suara hati
saya yang tak mengerti akan apa yang sadang mereka lakukan, akan apa yang sedang
terjadi pada saya. Nyata sudah bahwa yang sedang berdiri di dalam kubangan basah
ini hanya saya sendiri. Tak ada siapa-siapa di Kolam ini, selain saya yang masih
dengan seribu tanda tanya. Lalu saya paksakan mendekat pada salah satu tepi Kolam,
melangkahkan kaki menuju garis tangga di depan saya. Dengan pakaian yang mulai
basah dan tubuh kelu oleh gerimis, saya hampir juga mencapai garis tangga itu,
sekitar empat Iangkah untuk saya bisa memanjat dan berlari menjauh dari Kolam
renang ini. Samakin mendekat garis tangga, semakin saya dapat melihat Iebih jelas.
Orang-orang itu berwajah putih. Ya, mereka semua berwajah putih pucat. Pucat pasi,
hanya bentuk oval di setiap Iingkar Iuar pelupuk matanya saja yang mengurangi
kepucatan wajah mereka. Saya tidak merasa takut, entah mengapa rasa takut itu tidak
ada. Beberapa dari orang-orang itu seperti memparhatikan saya, tapi saya diam saja.
Saya tidak tahu Iagi apa yang harus saya kerjakan. Saya terpaku di sana, diam. Saya
baru merinding ketika tatapan mata tertuju pada salah satu wajah pucat pasi, wajah
Iaki-Iaki misterius. Mirip, sangat mirip. Terlintas sebentuk Kucing besar
berkelebat di pelupuk mata saya. Ya... wajah Iaki-Iaki itu sangat mirip dengan
orang yang berkali-kali saya temui di sepanjang perjalanan saya ke Bogor waktu itu,
perjalanan mangerikan ketika motor saya juga menabrak seekor kucing. Wajah orang
itu telah membekas diotak saya saking terlalu sering dia muncul pada malam ketika
itu orang-orang berwajah pucat itu terus memparhatikan saya, Ialu serentak
memalingkan pandangan dari saya dan menatap kedepan ketika dari kejauhan tampak
berjalan dua orang dengan berpakaian hitam satu orang perempuan dengan Iangkah yang
gemulai seakan melayang, posisinya tepat satu Iangkah di depan sebelah kanan
lainnya, Iaki-Iaki yang juga berpakaian hitam. Pakaian mereka memiliki motif
seperti ukiran dari bordir keemasan. Parempuan yang sangat teramat cantik itu terus
melangkah, diiringi Iaki-Iaki di belakangnya. Kemudian baru saya sadari bahwa
parempuan ini mengenakan penutup kepala yang tetap dapat memperlihatkan rambutnya
yang indah, Lebih menyerupai sabuah mahkota keemasan. Mereka berhenti tepat didepan
saya yang tarmangu dibawah kolamrenang. Seperti ada kakuatan aneh yang membuat saya
melangkahkan kaki kedepan. Si parempuan berwajah cantik ini mengulurkan tangan
kanannya meraih tangan kiri saya, sambil tersenyum. Melihat senyuman itu saya
merasakan sesuatu yang entah dimana dan merasa sudah tidak asing Iagi dengan
parempuan itu. Lalu dengan tetap meraih tangan kiri saya, dia memakaikan sebuah
cincin bermatakan batu besar menyerupai akik, dengan warna putih kecoklatan,
besarnya menyerupai ibu jari dengan sabuah tulisan arab, Seperti tulisan (Allah)
Asma Allah yang sering saya lihat dalam tulisan-tulisan di kertas maupun kitab.

"Saya seperti mengenal perempuan ini, tapi siapa'?" kata hati saya. Seperti
mengerti isi hati saya, dia berucap "Iya. Aku yang datang.. Aku... (dia menyebut
sebuah nama besar yang sudah sangat terkenal di mitos kalangan jawa dan Sunda).
Setelah cincin dipakaikan dan melingkari jari manis saya, tiba-tiba saya seperti
tersentak oleh sebuah kekuatan dan tak mendapati pemandangan itu lagi, tapi saya
seperti terlempar dan terbaring di kamar utama sendirian. Tangan saya meraba kedua
kelopak mata saya, ternyata saya hanya bermimpi. Terlihat Jam di dinding
menunjukkan pukul 2 dinihari. Saya baru ingat bahwa saya benar-benar sendiri di
dalam rumah ini, anak dan istri saya sudah dua hari ini pulang ke kampung bersama
Ibu mertua yang sengaja menjemput mereka bebarapa hari yang lalu. Hari-Hari yang
kami jalani setelah itu adalah Hari yang penuh dengan ketidakpastian, penuh dengan
kesialan. Perlahan namun pasti bisnis-bisnis saya mulai berjatuhan, bertumbangan
dan banyak sekali masalah yang kami terima, entah sebab apa. Praktis saya hanya
mengandalkan segala sesuatunya hanya dari hasil kerja Pokok saya. Saya mengalami
pengkhianatan yang begitu besar. Ratusan juta malayang karena uang saya dibawa lari
orang yang telah saya percayai, hingga usaha yang telah saya rintis pun hancur
dengan menyisakan hutang yang harus saya tanggung sendiri. Jika saja rumah dan
segala perabotannya dijual semuapun tidak akan cukup untuk membayar jumlah hutang
itu. Sedangkan saya tak dapat berbuat apapun juga. Orang yang telah mengkhianati
saya itu Ialu meninggal karena bunuh diri. Saya hanya bisa pasrah, tapi pasrah yang
bagaimana, saya tak mengerti.

Hari berganti minggu, berganti bulan... tahun ketiga saya bertahan. Saya sudah
nggak punya apa-apa Iagi dan pintu-pintu rejeki saya seperti tertutup (ditutup?).
Beruntung saya masih dilindungi Allah. saya tetap bertahan, sampai tahun ke tiga
saya tinggal disana dengan menanggung duka dan kepedihan. Kami mempertahankan hidup
seadanya saja.semua gaji langsung habis untuk mencilcil hutang, beratus juta, tapi
saya bersyukur tidak sampai mati bunuh diri. Ditengah kefrustrasian, istri saya
mengajak ke seorang ulama yang cukup terkenal dan sering muncul di TV. dari sanalah
akhirnya tepat tahun ke empat saya sekeluarga tinggal di rumah sialan itu, saya
sedekahkan hampir semua barang-barang yang saya miliki dan hanya sisa sedikit bekal
untuk kami sekeluarga menempuh hidup baru setelah keluar dari rumah hantu. Rumah
itu saya jual murah, hanya separuh harga dari saat saya membeli dulu. Saya tidak
berfikir untuk menjual Iewat kaskus, karena meskipun saya sudah punya ID kaskus
sejak tahun 2008 tapi saya tidak mengikuti. Rumah sengaja saya jual murah karena
memang orang-orang sekitar juga sebagian sudah pada tahu kalau rumah itu berhantu.
Saya mulai Iagi semuanya dari Nol. Alhamdulillah Semua hutang itu akhirnya bisa
diIunasi setelah saya keluar dari Rumah hantu itu. Kini saya menjalani hari-hari
saya bersama anak dan istri saya, dengan usaha yang kami rintis dari Nol Iagi dan
saya Iebih tenang dalam manjalani profesi saya sebagai Anggota Pasukan Elit di
Kepolisian, sementara istri saya buka Usaha kecil-kecilan di Rumah baru yang terasa
nyaman dan tak Iagi ditebar teror.

Beberapa waktu yang lalu, kira-kira belum genap tiga bulan, saya ketemu dengan Pak
Yusnadi, RT tempat tinggal saya dulu. Pak Yusnadi ini bercerita bahwa 3 bulan
semenjak transaksi jual beli rumah saya itu, Pak AbduI(Bukan nama sebenarnya) mulai
menemui banyak kesialan. Padahal dia orang yang sangat berada dan bahkan memiliki
usaha semacam pabrik di Iuar negeri, Malaysia Tanah Pak Abdul bahkan berceceran
dimana-mana. Rumah yang dibeli dari saya itu tidak ditempati, tapi dibiarkan kosong
begitu saja, Tapi Entah mengapa Pak Abdul Ribut besar dengan keluarganya sendiri
dan belum genap satu tahun Pak Abdul memiliki rumah itu, Pak Abdul meninggal dunia
secara mendadak. Ada orang yang bilang bahwa Pak Abdul meninggal karena serangan
jantung, ada juga yang bilang bahwa kematiannya misterius. Sepeninggal saya dari
Rumah itu, oleh istri Pak Abdul rumah itu dikontrakkan pada seorang pendatang,
seorang ibu-ibu. Entah kebetulan Entah karena faktor apa, Si Ibu ini juga mengalami
kasialan yang juga Iuar biasa. Usaha yang dia rintis di rumah itu selalu mengalami
kebangkrutan. Bahkan dia...(terpaksa tidak bisa saya share dulu karena saya belum
minta ijin untuk share hal dia ini) Selain dengan diperlihatkannya makhluk yang
sering turun dan naik ditangga, Si Ibu ini juga mendapat teror dalam bentuk lain,
termasuk usahanya. Berkali-kali buka usaha selalu berakhir dengan kebangkrutan.
Mendangar cerita Pak RT ini, saya merasa bersyukur dengan melepas Rumah hantu itu.
Rumah yang sering hampir membunuh saya karena keanehan dan pengaruh aura
negatifnya. Dengan wajah yang seperti diliputi rasa takut, pak RT melanjuntkan
ceritanya."Rumah itu nggak hanya terdapat 3 buah makam di bawahnya, tapi 13" dari
ingatan para sesepuh. Beberapa dari makam/kuburan itu sudah ada sejak jaman Jepang.
Ada nada sesal ketika Pak RT mengucapkan kalimat itu, seperti ingin menarik kembali
ucapannya tapi tidak bisa."Lalu bagaimana dengan kesepuluh makam yang masih ada itu
Pak?" Tanya Ane. "Makam itu masih tetap ada di sana, tidak bisa dipindahkan, kalau
memindahkan jasad-jasad itu berarti harus membongkar total rumah itu karena letak
makam-makam itu persis di bawah pondasi rumah" Tergambar nada ketakutan dari mimik
muka Pak RT yang kelihatan menegang. Seperti ada desiran aliran darah yang membuat
saya bergidik, ngeri. Tak pernah terbayangkan bahwa selama ini kami, tinggal di
Rumah yang berhantu, dengan kuburan yang tidak hanya 3, tapi tiga belas makam
dibawahnya.

"Pak RT, ada sosok perempuan dengan wajah dan tubuh berlumuran darah di rumah
itu.. saya kembali memancing pembicaraan dengan Pak RT". Iya, benar. Disana pernah
ada yang kecelakaan, seorang perempuan yang kecelakaan dengan kondisicyang sangat
mengenaskan, di depan rumah ituc" Menurut teman saya yang mengerti, ibu itu mati
penasaran" Jleebb..!! kembali, bulu kuduk saya meremang. "Lalu kenapa lampu-lampu
yang kami pasang selalu tidak awet?" "Sudah dari sananya... bahwa lampu atau lilin
yang dinyalakan di atas kuburan itu dilarang, dan akan selalu cepat mati/tidak
awet. Iagi pula, para dedemit, hantu, setan peri prahyangan tidak suka dengan
keadaan terang" saya pandangi rumah itu, rumah dengan kiri kanan kesunyian.
Dindingnya seperti menyiratkan senyuman sinis dan kemenangan. di sebelah kanan
rumah itu, yang dulunya kosong, tetap kosong. Di sebelah rumah kosong itu, sekarang
sudah ada penghuninya, seorang penghuni baru. Pemilik Lama pindah dan dibeli oleh
orang baru, orang Batak. Tapi di seberang rumah itu, yang dulu terdapat Rumah besar
tapi dibiarkan kosong, sampai sekarang tetap kosong. Bayangan hitam atapnya yang
menjulang tinggi akan selalu melemparkan kengerian bagi orang yang melihatnya
diwaktu malam. saya bergidik, ngeri ketika melewati tanjakan di depan bekas rumah
saya, yang telah membawa korban kecelakaan berkali-kali dari sejak saya belum
tinggal di sana sampai setelah saya pindah. Angin padang Golf merayapi pori-pori
kulit tubuh Ane, terasa dingin Seperti melepaskan kerinduan pada pertemuan setelah
sekian lama terpisah. Saya suka dengan sejuknya anginmu, saya suka dengan kesunyian
dan dingin hawamu di waktu malam. Tapi saya tak ingin hidup tergadai oleh rasa
takut yang berkepanjangan, selamat tinggal Rumah hantu, selamat tinggal kesunyian,
selamat tinggal kesialan. Kuingin kau menjadi doa bagiku, dan untuk ketenangan dan
ketentraman di hari-hari kedepan yang harus saya Ialui, bersama anak-anak saya,
bersama istri saya yang setia sampai hari tua nanti.

Selesai....

Anda mungkin juga menyukai