Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN
A. DEFINISI JINAYAT
Jinayah adalah perbuatan yang diharamkan atau dilarang karena dapat menimbulkan
kerugian atau kerusakan agama, jiwa, akal atau harta benda. Kata jinayah berasal dari kata
jana-yajni yang berarti akhaza (mengambil) atau sering pula diartikan kejahatan, pidana
atau kriminal. Jinayah dalam pengertian ini sama artinya dengan kata jarimah yang sering
digunakan oleh para fukaha (ahli fikih) di dalam kitab-kitab fikih.

Pada dasarnya, pengertian dari istilah jinayah mengacu pada hasil perbuatan seseorang.
Biasanya, pengertian tersebut terbatas pada perbuatan yang dilarang. Dikalangan fuqoha,
kata jinayah berarti perbuatan perbuatan yang dilarang menurut syara. Meskipun
demikian,pada umumnya, fuqoha menggunakan istilah tersebut hanya untuk perbuatan-
perbuatan yang mengancam keselamatan jiwa, seperti pemukulan, pembunuhan, dan
sebagainya. Selain itu, terdapat foqohayang membatasi istilah jinyah pada perbuatan-
perbuatan yang diancam dengan hukuman hudud dan qishash, tidak termasuk perbuatan-
perbuatan yang diancam dengan hukuman tazir. Istilah lain yang sepadan dengan istilah
jinayah adalah jarimah, yaitu larangan-laragan syara yang diancam Allah dengan hukuman
had atau tazir.
) ; :
,
; , , : ,

(
Dari Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
dan bahwa aku adalah Utusan Allah, kecuali salah satu dari tiga orang: janda yang berzina,
pembunuh orang dan orang yang meninggalkan agamanya berpisah dari jama'ah." Muttafaq
Alaihi.

Dari berbagai batasan mengenai istilah jinayah diatas, maka pengertian jinayah dapat dibagi
kedalam dua jenis pengertian, yaitu : pengertian luas dan sempit. Klasifikasi ini terlihat dari
sanksi yang dapat dikenakan terhadap jinayah.
1. Dalam pengertian luas, jinayah merupakan perbuatan perbuatan yang dilarang oleh syara,
dan dapat menagkibatkan hukum had atau tazir.
2. Dalam pengertian yang sempit, jinayh merupakan perbuatan perbuatan yang dilarang oleh
syara, dan dapat menimbulakn hukuman had bukan tazir. Jarimah tazir

,, ,




) : ,

, , : ,
, ,
,

, ( . , ,
, , ,
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Tidak halal membunuh seorang muslim kecuali salah satu dari tiga hal: Orang
yang telah kawin yang berzina, ia dirajam; orang yang membunuh orang Islam dengan
sengaja, ia dibunuh; dan orang yang keluar dari agama Islam lalu memerangi Allah dan
Rasul-Nya, ia dibunuh atau disalib atau dibuang jauh dari negerinya." Riwayat Abu Dawud
dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Hakim.
B. PEMBAGIAN JINAYAT
Perbuatan-perbuatan manusia dapat dikategorikan sebagi jinayah jika perbuatan-perbuatan
tersebut diancam hukuman. Karena larangan-larangan tersebut dari syara, maka larangan-
larangan tadi hanya ditujukan kepada orang-orang yang berakal sehat. Hanya orang yang
berakal sehat saja yang dapat menerima panggilan (khithab). Perbuatan-perbuatan yang
dilakukan anak kecil atau orang gila tidak dapat dikategorikan sebagai jinayah, karena tidak
dapat menerima khithab atau memahami taklif.

Dari penjelasan tersebut dapat ditarik unsur atau rukun jinayah, unsur atau rukun jinayah
tersebut adalah:
1. Adanya nash, yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu yang disertai ancaman hukuman
atas perbuatan-perbuatan diatas.unsur ini dikenal dengan unsur formal (al ruknu al-syari).
2. Adanya perbuatn yang membentuk jinayah, baik melakukan perbuatan yang dilarang atau
meniggalkan perbuatan yang diharuskan. Unsur ini dikenal dengan unsur material (al-ruknu
al-madi).
3. Pelaku kejahatan adalah orang yang dapat menerima khithab atau dapat memahami taklif.
Unsur ini dikenal dengan unsur material (al-ruknu al-adabi).

Jinayat/Jarimah itu dapat dibagi menjadi beberapa macam dan jenis sesuai dengan aspek
yang ditonjolakan, pada umumnya, para ulama membagi jarimah berdasarkan aspek berat
dan ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh al-quran dal al-hadits, atas dasar
ini mereka membagi menjadi tiga macam, yaitu : Jarimah hudud, Jarimah qishas/diyat, dan
tazir.
1. Jinayat/Jarimah Hudud
Jinayat hudud yaitu hukum dengan aturan tertentu terhadap tindak kejahatan atau maksiat,
untuk mencegah tindak serupa pada yang kedua kalinya.
Yang termasuk dalam jinayat hudud adalah:
a. Zina
Zina adalah memasukkan zakar kedalam faraj yang haram secara naluri mamuaskan nafsu.
b. Qodzaf
Qodzaf adalah menuduh orang baik-baik telah melakukan perzinaan.
c. Minum khomr
Khomr adalah minuman yang mengandung alcohol dan atau yang dapat memabukkan
d. Mencuri
Mencuri adalah mengambil harta orang lain dengan jalan diam-diam, diambil dari tempat
penyimpanannya.
e. Merampok
Perbedaan asasi antara pencurian dan perampokan/pembegalan terletak pada cara
pengambilan harta. Bila pencurian dilakukan dengan diam-diam, sedangkan perampokan
dengan terang terangan atau disertai kekerasan.
f. Pemberontakan
Ulama Syafiyyah berkata : Pemberontak adalah orang muslim yang menyalahi imam ,
dengan cara tidak mentaatinya dan melepaskan diri darinya atau menolak kewajiban dengan
memiliki kekuatan, argumentasi dan pemimpin.
g. Murtad
Murtad adalah keluar dari agama islam atau pindah ke agama lain atau menjadi tidak
beragama.
2. Jinayat/jarimah Qishas
a. Pembunuhan sengaja.
Yaitu dilakukan oleh yang membunuh guna membunuh orang yang dibunuhnya dengan
perkakas yang biasa dapat digunakan untuk membunuh orang.
)
. ? : ,
, , ,
, ( .
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa ada seorang gadis ditemukan kepalanya
sudah retak di antara dua batu besar, lalu mereka bertanya kepadanya: Siapakah yang
berbuat ini padamu? Si Fulan? atau Si Fulan? Hingga mereka menyebut nama seorang
Yahudi, gadis itu menganggukkan kepalanya. Lalu ditangkaplah orang Yahudi tersebut dan
ia mengaku. Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan untuk
meretakkan kepalanya di antara dua batu besar itu. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut
Muslim.
b. Pembunuhan semi sengaja.
Yaitu pembunuhan yang tidak direncanakan, yang terjadi karna unsur kekeliruan dan ketidak
sengajaan.
:

, ,
, , )
, ( ,
, ,
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Barangsiapa terbunuh dengan tidak diketahui pembunuhnya, atau terkena
lemparan batu, atau kena cambuk, atau kena tongkat, maka dendanya ialah denda bunuh
karena kekeliruan. Barangsiapa dibunuh dengan sengaja, maka dendanya hukum mati.
Barangsiapa menghindar dari berlakunya hukuman itu, maka laknat Allah padanya."
Riwayat Abu Dawud, Nasa'i dan Ibnu Majah dengan sanad kuat.

c. Pembunuhan karena kesalahan.


Yaitu pembunuhan yang tidak direncanakanyang terjadi seolah-olah disengaja, maksudnya,
seseorang bermaksud memukul, atou melukaidengan suatu alat yang bukan alat-alat senjata
yang digunakan untuk membunuh
3. Jinayat/Jarimah dengan hukuman tazir
Jarimah tazir ini dibagi menjadi tiga bagian :
a. Jarimah hudud atau qishah/diyat yang syubhat atau tidak memenuhi syarat, namun sudah
merupakan maksiat, misalnya percobaan pencurian, percobaan pembunuhan, pencurian
dikalangan keluarga, dan pencurian aliran listrik.
b. Jarimah-jarimah yang ditentukan al-quran dan al-hadits, namun tidak ditentukan sanksinya,
misalnya penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan amanat dan menghina agama.
c. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh ulul amri untuk kemashlahatan umum. Dalam hal ini,
nilai ajaran islam di jadikan pertimbangan penentuan kemashlahatan umum.

C. SEJARAH MUNCULNYA HUKUM PIDANA DALAM ISLAM


Pada awal sejarah Islam, undang-undang hukum pidana langsung merujuk kepada petunjuk
al-Quran dan as-Sunnah. Di samping itu, Nabi Muhammad Saw. juga bertindak sebagai
hakim yang memutuskan perkara yang timbul dalam masyarakat. Dalam perkara pidana,
Nabi Saw. memutuskan bentuk hukuman terhadap pelaku perbuatan pidana sesuai dengan
wahyu Allah. Setelah Nabi Saw. wafat, tugas kepemimpinan masyarakat dan keagamaan
dilanjutkan oleh al-Kulafaar-Rasyidun sebagai pemimpin umat Islam, yang memegang
kekuasaan sentral. Masalah pidana tetap dipegang oleh khalifah sendiri.

Dalam memutuskan suatu perkara pidana, khalifah langsung merujuk kepada al-Quran dan
sunah Nabi Saw. Apabila terdapat perkara yang tidak dijelaskan oleh kedua sumber tersebut,
khalifah mengadakan konsultasi dengan sahabat lain. Keputusan ini pun diambil
berdasarkan ijtihad. Pada masa ini belum ada kitab undang-undang hukum pidana yang
tertulis selain al-Quran .

Pada era Bani Umayyah (661-750) peradilan dipegang oleh khalifah. Untuk menjalankan
tugasnya, khalifah dibantu oleh ulama mujtahid. Berdasarkan pertimbangan ulama, khalifah
menentukan putusan peradilan yang terjadi dalam masyarakat. Khalifah yang pertama kali
menyediakan waktunya untuk hal ini adalah Abdul Malik bin Marwan (26 H - 86 H/647 M
-705 M). Kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz (63 H 102 H/682 M -
720 M). Pada masa ini, belum ada kitab undang-undang hukum pidana yang bersifat khusus.
Pedoman yang dipakai adalah al-Quran, sunah Nabi Saw., dan ijtihad ulama. Pengaruh
pemikiran asing juga belum memasuki pemikiran pidana Islam Perubahan terjadi pada abad
ke-19 ketika pemikiran Barat modern mulai memasuki dunia Islam. Negara yang pertama
kali memasukkan unsur-unsur Barat dalam undang-undang hukum pidananya adalah
Kerajaan Turki Usmani. Undang-undang hukum pidana yang mula-mula dikodifikasi adalah
pada masa pemerintahan Sultan Mahmud II (1785-1839) pada tahun 1839 di bawah
semangat Piagam Gulhane. Dalam undang-undang ini ditentukan bahwa setiap perkara yang
besar, putusannya harus mendapat persetujuan Sultan. Undang-undang ini kemudian
diperbarui pada tahun 1851 dan disempurnakan pada tahun 1858. Undang-undang hukum
pidana ini disusun berdasarkan pengaruh hukum pidana Perancis dan Italia. Undang-undang
hukum pidana ini tidak memuat ketentuan hukum pidana Islam, seperti kisas terhadap
pembunuhan, potong tangan terhadap pencurian, dan hukuman rajam atas tindak pidana
zina. Perumusan undang-undang hukum pidana diikuti oleh Libanon. Diawali dengan
pembentukan sebuah komisi yang bertugas membuat rancangan undang-undang hukum
pidana pada tahun 1944. Dalam penyusunannya, Libanon banyak mengadopsi undang-
undang hukum pidana Barat seperti Perancis, Jerman dan Swiss.

Undang-undang hukum pidana Libanon menjiwai undang-undang hukum pidana Suriah.


Perumusannya diawali dengan pembuatan komisi untuk membuat rancangan undang-undang
hukum pidana Suriah pada tahun 1949. Pada tanggal 22 Juni 1949 berdasarkan Penetapan
Pemerintah No. 148 rancangan tersebut disahkan menjadi undang-undang hukum pidana
dan dinyatakan efektif berlaku pada bulan September 1949.

Kodifikasi hukum pidana di negara-negara Islam lainnya berbeda-beda sesuai dengan


kebijakan pemerintahnya. Arab Saudi dan negara-negara di wilayah Teluk lainnya
memberlakukan syariat Islam dalam undang-undang hukum pidananya. Diikuti oleh Sudan,
memberlakukan hukum pidana Islam pada bulan September 1983. Sementara Pakistan,
mulai tahun 1988 juga mengadakan Islamisasi hukum pidana, Pakistan memberlakukan
hukuman potong tangan, dera, dan ketentuan hukum pidana Islam lainnya. Di Indonesia,
perumusan undang-undang hukum pidana Islam belum dilakukan hingga kini, hanya di
Aceh yang mulai memberlakukan hukum islam.

D. JINAYAT DI ERA SEKARANG


Allah menciptakan hukum untuk mengatur hak dan kewajiban manusia guna menghendaki
terjadinya kedamaian dengan sesama makhluk, Hukum Pidana Islam adalah hukum yang
mengatur tindak pidana, akan tetapi hukum pidana Islam dipandang sebagai hukum yang
tidak berkembang dan telah mati karena menyajikan qisash dan hudud yang dianggap
sebagai hukuman sadis dan tidak manusiawi.Padahal semua umat Islam meyakini bahwa
hukum Islam adalah hukum yang universal,rahmatan lil alamin.

Di sisi lain tidak semua negara Islam memberlakukan hukum itu. Para ulama harus terbuka
matanya. Meskipun hukum Jinayat dalam fiqh, kenyataanya, tidak semua negara Islam atau
negara yang basis konstitusinya syariah, seperti Mesir, Yordania, Syiria, Tunisia, Maroko,
tidak mengadopsi hukum rajam, tidak ada hukum cambuk, karena mereka mengadopsi
syariah bukan dalam bentuk hukumnya tapi dalam bentuk esensinya, nilai-nilai universal
yang lebih mengutamakan keadilan, bukan dalam bentuk formal hukumnya. Jadi, kalau
Indonesia mengadopsi hukum rajam, itu aneh karena Indonesia bukan negara Islam. Yang
agama Islam saja tidak mengadposinya.

,
)

, , (
Dari Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu 'anhu bahwa ada seorang budak kecil milik sebuah
keluarga fakir memotong telinga seorang budak kecil milik keluarga kaya. Lalu mereka
menghadap Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, namun beliau tidak memberikan tindakan
apa-apa pada mereka. Riwayat Ahmad dan Imam Tiga dengan sanad shahih.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Jinayah adalah perbuatan yang diharamkan atau dilarang karena dapat menimbulkan
kerugian atau kerusakan agama, jiwa, akal atau harta benda.
2. Jarimah berdasarkan aspek berat dan ringannya hukuman dibagi menjadi
a. Jarimah hudud,yang meliputi : Perzinaan, Qadzaf (menuduh berbuat zina), Meminum
minuman keras, Pencurian , Perampokan.
b. Jarimah qishas/diyat, yang meliputi : pembunuhan sengaja pembunuhan semi sengaja,
pembunuhan karena kesalahan. Peluka an sengaja, pelukaan semi sengaja.
c. Jarimah tazir.
3. Pada awal sejarah Islam, undang-undang hukum pidana langsung merujuk kepada petunjuk
al-Quran dan as-Sunnah. Di samping itu, Nabi Muhammad Saw. juga bertindak sebagai
hakim yang memutuskan perkara yang timbul dalam masyarakat.
4. Penerapan hokum pidana dalam islam di era sekarang masih dalam kontroversi di kalangan
para ahli. Sebagian mereka berpendapat bahwa hokum pidana dalam islam harus tetap
ditegakkan sebagaimana yang ada dalam teks alquran dan al hadits. Namun, disisi lain
hokum pidana dalam islam harus dikaji ulang sehingga relevan di era sekarang ini dan lebih
manusiawi.

B. DAFTAR PUSTAKA
1. Al- ramli, Nihayatul muhtaj,, mesir
2. H. Sulaiman Rasjid, 1994 Fiqih Islam, Bandung; Sinar Baru Algensindo,
3. Bulughul Maram, Ibnu Hajar Al Atsqalani
4. Subul As-Salam
5. Hasil wawancara Diah Irawati dengan Dr. Musdah Mulia, MA
6. Dan bacaan lain yang berkenaan dengan materi di atas.

Anda mungkin juga menyukai