Anda di halaman 1dari 7

PENGERTIAN, HIKMAH, TUJUAN DAN HUKUM NIKAH (MUNAKAHAT)

ABSTRAK

Pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam hidup sebagian besar orang. Dalam
islam, pernikahan telah diatur secara jelas, baik yang termaktub dalam Al-Quran maupun hadits
Nabi Muhammad SAW. Pernikahan atau perkawinan adalah ikatan yang kuat antara laki-laki
dengan perempuan untuk membentuk keluarga, mendapatken keturunan dan mencari ridho Allah.
Akan tetapi ada sebagian orang yang belum mengetahui tentang makna pernikahan,hikmah
pernikahan, tujuan pernikahan, dan hukum nikah.

Nikah (img: agastya.wordpress.com)


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila kita berbicara tentang pernikahan maka dapatlah kita memandangnya dari dua buah sisi.
Dimana pernikahan merupakan sebuah perintah agama. Sedangkan di sisi lain adalah satu-satunya
jalan penyaluran seks yang disahkan oleh agama. Berdasarkan sudut pandang ini, maka ketika
orang melakukan pernikahan pada saat yang bersamaan mereka bukan saja memiliki keinginan
untuk melakukan perintah agama, namun juga memiliki keinginan memenuhi kebutuhan
biologisnya yang secara kodrat memang harus disalurkan.
Sebagaimana kebutuhan lainnya dalam kehidupan ini, kebutuhan biologis sebenarnya juga harus
dipenuhi. Agama islam telah menetapkan bahwa satu-satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan
biologis manusia adalah hanya dengan pernikahan, pernikahan merupakan satu hal yang sangat
menarik jika kita lebih mencermati kandungan makna tentang masalah pernikahan ini. Di dalam al-
Quran telah dijelaskan bahwa pernikahan ternyata juga dapat membawa kedamaian dalam hidup
seseorang (litaskunu ilaiha). Ini berarti pernikahan sesungguhnya bukan hanya sekedar sebagai
sarana penyaluran kebutuhan seks namun lebih dari itu pernikahan juga menjanjikan perdamaian
hidup bagi manusia dimana setiap manusia dapat membangun surge dunia di dalamnya. Semua hal
itu akan terjadi apabila pernikahan tersebut benar-benar dilaksanakan dengan cara yang sesuai serta
jalur yang telah ditetapkan islam.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas timbul permasalahan yang perlu di dibahas sedikit tentang:
1. Apa definisi pernikahan menurut islam ?
2. Apa hikmah/manfaat pernikahan ?
3. Apa tujuan pernikahan dalam islam ?
4. Apa saja hukum-hukum nikah ?
5. Bagaimana memilih pasangan hidup menurut islam ?

C. Tujuan
1. Mengetahui makna pernikahan.
2. mengetahui hikmah pernikahan.
3. Mengetahui tujuan pernikahan dalam islam.
4. Mengetahui hukum-hukum pernikahan.
5. Agar dapat memilih pasangan hidup dengan tepat menurut pandangan islam.

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan
Perkawinan atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan bercampur. Menurut istilah syarak pula
ialah ijab dan qabul (aqad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang
diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang ditentukan oleh Islam.
Adapun nikah menurut syariat nikah juga berarti akad. Sedangkan pengertian hubungan badan itu
hanya metafora saja.
Islam adalah agama yang universal, yaitu mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu
masalah pun dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang
tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama
yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Dalam masalah perkawinan, Islam telah banyak
mengatur mulai dari bagaimana mencari kriteria calon pendamping hidup, hingga bagaimana
memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntun dan mengajarkan
bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah
dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, begitu pula dengan
pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Melalui makalah yang singkat ini
insyaallah penulis akan membahas perkawinan menurut hukum islam.
Pernikahan adalah sunnah karuniah yang apabila dilaksanakan akan mendapat pahala tetapi apabila
tidak dilaksanakan tidak mendapatkan dosa tetapi dimakruhkan karena tidak mengikuti sunnah
rosul (Syaikh Kamil Muhammad,1998:375).
Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insan dengan jenis berbeda yaitu laki-laki dan
perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad.
Suatu pernikahan mempunyai tujuan yaitu ingin membangun keluarga yang sakinah, mawaddah,
warohmah serta ingin mendapatkan keturunan yang shaleh dan shalihah. Keturunan inilah yang
selalu didambakan oleh setiap orang yang sudah menikah karena keturunan merupakan generasi
bagi orang tuanya (Ahmad Rafi Baihaqi,2006:8).

B. Hikmah Pernikahan
Allah SWT berfirman :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir.(QS.Ar-Ruum [30]:21)

Pernikahan menjadikan proses keberlangsungan hidup manusia didunia ini berlanjut, darigenerasi
ke generasi. Selain juga menjadi penyalur nafsu birahi, melalui hubungan suami istri serta
menghindari godaan syetan yang menjerumuskan. Pernikahan juga berfungsi untuk mengatur
hubungan laki-laki dan perempuan berdasarkan pada asas saling menolong dalam wilayah kasih
sayang dan penghormatan muslimah berkewajiban untuk mengerjakan tugas didalam rumah
tangganya seperti mengatur rumah, mendidik anak, dan menciptakan suasana yang menyenangkan.
Supaya suami dapat mengerjakan kewajibannya dengan baik untuk kepentingan dunia dan akhirat
(Syaikh Kamil Muhammad,1998:378).
Adapun hikmah yang lain dalam pernikahannya itu yaitu :
1. Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan
berketurunan.
2. Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat
seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.
3. Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan bencrengkramah
dengan pacarannya.
4. Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang
diciptakan (Muhammad At-Tihami,2004:18) .

C. Tujuan Pernikahan dalam Islam


1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu
dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan
seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi,
homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur


Sasaran utama dari disyariatkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan
meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan
keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan
melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka
nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan).
Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya.

3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga yang Islami


Dalam Al-Quran disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika
suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah
dalam ayat berikut :

Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara
maruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari
sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang
dzalim. (QS. Al-Baqarah [2]:229)
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syariat Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali
nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan
dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :

Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu
tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk
kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah
hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui (QS. Al-
Baqarah[2]:230)
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syariat Islam dalam
rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syariat Islam adalah wajib.

4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah


Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada
sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi
peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai
menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :


Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah. Mendengar sabda
Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : Wahai Rasulullah, seorang suami yang
memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ? Nabi shallallahu alaihi wa
sallam menjawab : Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain
istrinya, bukankah mereka berdosa ? Jawab para shahabat : Ya, benar. Beliau bersabda lagi :
Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan
memperoleh pahala .

5. Untuk Mendapat Keturunan yang Shalih


Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah
berfirman :
Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan
bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu
rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari
nikmat Allah ? Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh
anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang
shalih dan bertaqwa kepada Allah. Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan
dengan pendidikan Islam yang benar.

D. Hukum Nikah
Nikah merupakan amalan yang disyariatkan, hal ini didasarkan pada firmanAllah SWT :
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim
(bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua,
tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil. Maka (kawinilah) seorang
saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.(QS. An-Nisaa [4]: 3).

Dari keterangan diatas disimpulkan bahwa hukum nikah ada 5 :


1. Wajib
Menikah hukumnya wajib bagi orang yang khawatir berbuat zina jika tidak melakukannya.
Sebagaimana kita ketahui menikah adalah satu cara untuk menjaga kesucian diri. Maka jika tidak
ada jalan lain untuk meraih kesucian itu, kecuali dengan menikah, maka menikah hukumnya adalah
wajib bagi yang bersangkutan. Imam al-Qurthubi mengatakan,orang yang mampu menikah,
kemudian khawatir terhadap diri dan agamanya, dan itu tidak dapat dihilangkan kecuali dengan
menikah, maka dia harus menikah.
Misalnya, seorang pemuda memiliki banyak harta dan berlimpahan materi, dan dia tidak mampu
mnahan syahwatnya sehingga akan dengan mudah terjerumus ke dalam lembah kemaksiatan. Pada
saat bersamaan dia juga memiliki kewajiban menunaikan ibadah haji karena syarat-syaratnya sudah
terpenuhi. Maka, dalam keadaan seperti itu dia harus menikah terlebih dahulu. Ibnu Taimiyah
Rahimahullah mengatakan, jika seorang harus menikah karena takut terjerumus ke lembah
perzinaan maka dia harus mendahulukannya daripada kewajiban berhaji.
Bahkan, jika keadaan sudah darurat, dalam arti bahwa seseorang benar-benar terjerumus ke dalam
perzinaan, maka menikah hukumnya wajib baginya, baik sudah siap secara materi maupun belum
sama sekali ( Pakih Sati,2011:18).
Sementara itu Allah SWT. telah menjanjikan hamba-Nya yang fakir akan kaya dengan menikah,
sebagaimana firman-Nya:

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian* diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas
(Pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. Al-Nur [24]: 32).

( Al-Ayaama) merupakan jamak dari lafadh (ayyam) yaitu seseorang yang tidak
mempunyai suami atau istri, baik dari laki-laki maupun perempuan.
Dalam buku lain dijelaskan, seandainya hasratnya untuk menikah sangat kuat, namun dia tidak
memiliki kemampuan untuk menafkahi istrinya kelak, lalu dia terpaksa tidak melakukan
pernikahan, hendaklah dia bersabar dan bersungguh-sungguh dalam upaya menjaga dirinya
daripada terjerumus dalam perzinaan, seraya mengikuti petunjuk firman Allah SWT : (Muhammad
Bagir, 2008: 4).

Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah
memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang
memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka[1036], jika kamu
mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah
yang dikaruniakan-Nya kepadamu[1037]. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk
melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari
keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu[1038]. (QS.
Al-Nur [24]: 33).
[1036]. Salah satu cara dalam agama Islam untuk menghilangkan perbudakan, yaitu seorang hamba
boleh meminta pada tuannya untuk dimerdekakan, dengan perjanjian bahwa budak itu akan
membayar jumlah uang yang ditentukan. Pemilik budak itu hendaklah menerima perjanjian itu
kalau budak itu menurut penglihatannya sanggup melunasi perjanjian itu dengan harta yang halal.

[1037]. Untuk mempercepat lunasnya perjanjian itu hendaklah budak- budak itu ditolong dengan
harta yang diambilkan dari zakat atau harta lainnya.

[1038]. Maksudnya: Tuhan akan mengampuni budak-budak wanita yang dipaksa melakukan
pelacuran oleh tuannya itu, selama mereka tidak mengulangi perbuatannya itu lagi.

2. Sunnah
Pernikahan tidak menjadi wajib, namun sangat dianjurkan bagi siapa saja yang memiliki hasrat atau
dorongan seksual untuk menikah dan memiliki kemampuan untuk melakukannya, walaupun merasa
yakin akan kemampuannya mengendalikan dirinya sendiri, sehingga tidak khawatir akan terjerumus
dalam perbuatan yang diharamkan Allah. Orang seperti ini, tetap dianjurkan untuk menikah, sebab
bagaimanapun nikah adalah tetap lebih afdhal daripada mengkontrasikan diri secara total (ber-
thakhalli) untuk beribadah.

3. Makruh
Jika seseorang laki-laki yang tidak mempunyai syahwat untuk menikahi seseorang perempuan, atau
sebaliknya, sehingga tujuan pernikahan yang sebenarnya tidak akan tercapai, maka yang demikian
itu hukumnya makruh. Misalnya seorang yang impoten. Sebagaimana kita ketahui, salah satu tujuan
dari pernikahan adalah menjaga diri, sehingga ketika tujuan ini tidak tercapai, maka ada faedahnya
segera menikah.
4. Haram
Pernikahan menjadi haram bila bertujuan untuk menyakiti salah satu pihak, bukan demi
menjalankan sunnah rasulallah Saw. Misalnya, ada seorang laki-laki yang mau menikahi seorang
perempuan demi balas dendam atau sejenisnya. Ini hukumnya haram. Masuk dalam kategori ini
ketidakmampuan memberi nafkah atau menunaikan kewajiban yang lainnya.
5. Mubah
Pernikahan menjadi mubah (yakni bersifat netral, boleh dikerjakan dan boleh juga ditinggalkan)
apabila tidak ada dorongan atau hambatan untuk melakukannya ataupun meninggalkannya, sesuai
dengan pandangan syariat, seperti telah dijelaskan diatas (Ahmad Rafi Baihaqi,1998:10 ).

E. Memilih Pasangan Hidup Menurut Islam


Setiap orang yang berumah tanggah tentu mengharapkan keluarganya akan menjdi keluarga yang
sakinah mawadah warakhmah. Kehidupan rumah tangganya dapat menjadi surga didunia dapat
menjadi diri dan keluarganya. Apalagi pada saat ini banyak sekali kasus peceraian keluarga
dijumpai ditengah-tengah masyakat yang semakin berkembang ini. Alasan dalam peceraian itu
bermacam-macam, dari alas an pendapatan istri lebih besar dari pada suami, selingkuh dengan
adanya orang ke tiga, kekerasan dalam rumah tanggah, dan lain-lain.
Maka dari itu dalam membanggun mahligai surga rumah tangga persiapan awal harus dilakukan
pada saat memilih jodoh. Islam mengangjurkan kepada umatnya ketika mencari jodoh itu harus
berhati-hati baik laki-laki maupun perempuan, hal ini dikarenakan masa depan kehidupan rumah
tangga itu berhubungan sangat erat dengan cara memilih suami maupun istri. Untuk itu kita sebagai
umat muslim harus memperhatikan kriteria dalam memilih pasangan hidup yang baik.
Dasar firman Allah SWT :

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. Al-Nur [4]: 31).
Dan dari sabda Rasullah yang artinya :
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabdah : sesunguhnya seorang
wanita itu dinikahi atas empat perkara, yaitu : harta, nasab, kecantikan, dan agamanya, maka
perolehlah yang mempunyai agama maka akan berdeburlah tanganmu (Ahmad Rafi
Baihaqi,2004:44).
Dalam memilih istri hendaknya menjaga sifat-sifat wajib. Syeh jalaluddin Al-qosimi Addimasyai
dalam kitab Al-mauidotul Mukminin menyebutkan ada kriteria bagi laki-laki dalam memilih
pasangan hidup :
1. Baik agamanya : hendaknya ketika memilih istri itu harus memperhatikan agama dari sisi istri
tersebut.
2. Luhur budi pekertinya : seorang istri yang luhur budi pekertinya selalu sabar dan tabah
menghadapi ujian apapun yang akan dihadapi dalam perjalanan hidupnya.
3. Cantik wajahnya : setiap orang laki-laki cenderung menyukai kecantikan begitu pula
sebaliknya. Kecantikan wajah yang disertai kesolehahhan prilaku membuat pasangan tentram dan
cenderung melipahkan kasih sayangnya kepadanya, untuk sebelum menikah kita disunahkan untuk
melihat pasangan kita masing-masing.
4. Ringan maharnya : Rasullullah bersabda : salah satu tanda keberkahan perempuan adalah
cepat kawinnya, cepat melahirkannya, dan murah maharnya.
5. Subur : artinya cepat memperoleh keturunan dan wanita itu tidak berpenyakitan.
6. Keturunan keluarga baik-baik : dengan sebuah hadist Rasullallah besabda :jauhilah dan
hindarkan olehmu rumput mudah tumbuh ditahi kerbau. Maksudnya : seorang yang cantik dari
keturunan orang-orang jahat.
7. Bukan termasuk mahram : kedekatan hubungan darah membuat sebuah pernikahan menjadi
hambar, disamping itu menurut ahli kesehatan hubungan darah yang sangat dekat dapat
menimbulkan problem genetika bagi keturunannya.

Dalam memilih calon suami bagi anak perempuan hendaknya memilih orang yang memiliki akhlak,
kehormatan dan nama baik.
Rasullah bersabda :Barang siapa mengawinkan anak perempuannya dengan orang yang fasik maka
sungguh dia telah memutuskan hubungan persaudaraan.
Seorang laki-laki berkata kepada Hasan bin Ali, sesungguhnya saya memiliki seorang anak
perempuan maka siapakah menurutmu orang yang cocok agar saya dapat menikahkan untuknya ?
Hasan menjawab :nikahkanlah dia dengan seorang yang beriman kepada Allah SWT, jika ia
mencintainya maka dia akan memuliakannya dan jika dia membencinya maka dia tidak
mendzaliminya.

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
1. Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insan dengan jenis berbeda yaitu laki-laki
dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad.

2. Hikmah dalam pernikahannya itu yaitu :


a. Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan
berketurunan.
b. Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat
seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.
c. Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan bencrengkramah
dengan pacarannya.
d. Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang
diciptakan.

3. Tujuan pernikahan :
a. Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi
b. Untuk membentengi ahlak yang luhur
c. Untuk menegakkan rumah tangga yang islami
d. Untuk meningkatkan ibadah kepada allah
e. Untuk mencari keturunan yang shalih

B. Saran
Bagi seorang muslim hendaknya mengerti dan memahami tentang makna, hikmah,tujuan, dan
hukum pernikahan, karena akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.

DAFTAR PUSTAKA
At-Tihami, Muhammad.2004.Merawat Cinta Kasih Menurut Syariat Islam.Surabaya:Gita
Mediah Press.
Bagir,Muhammad.2008.Fiqih Praktis II: Menurut Al-Quran, As-Sunnah, dan Pendapat Para
Ulama. Bandung: Karisma.
Baihaqi, Ahmad Rafi.2006.Membangun Syurga Ru mah Tangga.Surabaya:Ampel Mulia.
Muhammad, Syaikh Kamil.1998.Uwaidah, Fiqih Wanita.Jakarta:Pustaka Al-Kautsar.
Sati, Pakih. 2011. Panduan Lengkap Pernikahan: Fiqh Munakahat Terkini. Jogjakarta: Bening.
(Oleh: Ade Sukarman)

Anda mungkin juga menyukai