Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum Teknik Irigasi dan Drainase

EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL

Disusun Oleh
Rahayu
1405106010075

Asisten:
Saijem Pratiwi

LABORATORIUM TEKNIK TANAH DAN AIR


PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2017
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup tumbuhan, air
menyusun 70%-80% dari berat tumbuhan ketika tanaman masih hidup. Air juga berfungsi
sebagai media transportasi unsur hara dan terlibat dalam reaksi biokimia dalam sel
tumbuhan. Dibidang pertanian, air diperoleh dari hujan atau irigasi, sebagian air juga
berasal dari bawah tanah yang bergerak ke atas secara lambat sebagai pengganti
kehilangan air pada tanaman.
Usman (2004) menyatakan bahwa evapotransiprasi dalam bidang pertanian dapat
disebut sebagai ET. ET merupakan kebutuhan air pada tanaman. Kebutuhan air pada
tanaman dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi
kehilangan air melalui evapotranspirasi (ET)dari tanaman yang sehat, tumbuh pada
sebidang lahan yang luas dengan kondisi tanah yang tidak mempunyai kendala (kendala
lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi
lingkungan tumbuh tertentu.
Evapotranspirasi (ET) adalah kombinasi proses kehilangan air dari suatu lahan
bertanam melalui evaporasi dan transpirasi. Ada beberapa jenis evaporasi yaitu evaporasi
potensial (ETp), evaporasi standar (ETo), evaporasi tanaman (Etc), evaporasi aktual (ETa).
Nilai evapotranspirasi dapat dicari dengan beberapa metode yaitu Thornthwaite, Blainey-
Criddle, Penman, Penman-Monteith. Perkiraan evapotranspirasi adalah sangat penting
dalam kajian-kajian hidrometeorologi. Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak
dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara disebut evaporasi (penguapan).
Peristiwa penguapan dari tanaman disebut transpirasi. Kedua-duanya bersama-sama
disebut evapotranspirasi.
Menurut Kananto (1995) metode perhitungan ET0 dipilih berdasarkan ketersediaan
data iklim temperatur rata-rata bulanan, lama penyinaran matahari dan kecepatan angin.
Salah satu studi pustaka yang ditulis oleh Jansen dkk (1990) mengatakan bahwa salah satu
metode non standar yang memenuhi keempat variabel tersebut di atas adalah Metode FAO
Penmann yang terkoreksi atau lazim disebut Penmann Modifikasi.
Menurut Smith (1991) bahwa metode untuk menghitung ET0 telah banyak ditulis
di dalam literatur. Akhir-akhir ini metode standar telah di rekomendasikan oleh Badan

1
2

Pangan Dunia (Food Agricultural Organization). Metode standar FAO telah diujicobakan
dan hasilnya cukup baik dengan data ETo dari Amerika Serikat, Eropa, Australia dan
Afrika. Metode ini menggantikan Metode FAO 1977 yang ditulis oleh Doorborens dan
Pruitts (1977). Masih menurut Smith (1991) melaporkan bahwa rumus untuk metode
standar didasarkan atas rumus Penmann-Monteith. Permasalahan mendasar bahwa di
Indonesia sebagian proyek-proyek irigasi di desain dan dioperasikan dengan metode non
standar yang bisa jadi kurang cocok penggunaannya. Oleh karena itu penelitian sangat
perlu dilakukan untuk dapat menghemat sumberdaya air tanpa mengurangi produksi yang
akan dicapai.

1.2. Tujuan Praktikum


Adapun tujuan praktikum kali ini adalah untuk menentukan besarnya nilai
evapotranspirasi potensial dengan menggunakan beberapa metode.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Evapotranspirasi potensial akan berlangsung bila pasokan air tidak terbatas bagi
stomata tanaman dan permukaan tanah lebih dekat pada fase dengan radiasi matahari
karena sedikit panas disimpan oleh tanaman dan stomata menutup selama malam hari.
Variabilitas waktu evapotranspirasi mengikuti pola yang sama seperti evaporasi permukaan
air bebas pada kawasan-kawasan yang tidak kekurangan air. Pada daerah-daerah yang
kering ia mungkin berbeda cukup basah (Seyhan, 1990).
Evapotranspirasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi produksi bahan
kering karena itu merupakan penentu produksi pertanian untuk suatu wilayah. Taksiran
mengenai besarnya evapotranspirasi yang mendekati kenyataan sangat penting bagi para
ahli teknik irigasi, ahli agronomi dan pihak lain yang berkecimpung dalam bidang
perencanaan pertanian (Pasandaran dan Donald, 1984).
Rumus Penman-Monteith memberikan hasil yang baik bagi besarnya penguapan air
bebas Eo jika ditempat itu tidak ada pengamatan dengan panci penguapan atau tidak ada
studi neraca air (water balance study). Hasil perhitungan dengan rumus ini lebih dapat
dipercaya dengan metode Thornthwaite. Meskipun rumus Penman-Monteith menghasilkan
evaporasi dari permukaan air bebas rumus ini dapat juga digunakan untuk menghitung
evapotranspirasi potensial dengan masukan faktor F (Soemarto, 1995).
Thornthwaite mendekati laju evapotranspirasi potensial dengan menggunakan
indeks panas bulanan, terutama sekali untuk tanaman-tanaman yang rapat dan pendek.
Seperti pada pendekatan Penman-Monteith, posisi tempat di permukaan bumi merupakan
faktor yang penting. Demikian pula pada pendekatan ini, masih diperlukan koreksi
terhadap nilai evapotranspirasi potensial hipotetik dengan koefisien yang sesuai dengan
lokasi dan bulannya (Harto, 1993).

3
BAB III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Adapun Praktikum Evapotranspirasi Potensial dilaksanakan pada hari Senin tanggal
13 maret 2017 pukul 10.00 WIB di Laboratorium Teknik Tanah dan Air Fakultas Pertanian
Program Studi Teknik Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum adalah kalkulator, alat tulis.

3.2.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum adalah data-data Klimatologi
bulanan berupa curah hujan, suhu, kelembaban, sinar matahari selama 1 tahun periode
pengamatan.

3.3. Cara Kerja


Adapun cara kerja praktikum sebagai berikut :
1. Dipersiapkan data meteorogi dan data lainnya yang dibutuhkan untung menghitung
ET0 dengan metod FAO penman-monteith dan thronwhaite.
2. Dihitung nilai ET0 bulanan FAO penman-monteith dengan mengacu pada form isian
yang telah disediakan.
3. Dihitung nilai ET0 bulanan Thornwhaite.

4
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Hasil Pengamatan


Terlampir

4.2. Analisa Data


Diketahui : Tmean = 29.1 C
x1 = 29
x2 = 29,5
y1 = 40,87
y2 = 41,14
Ditanya : = ?

Penyelesaian :

kPa/

4.3. Pembahasan
Air merupakan kebutuhan mutlak suatu tanaman. Jumlah air yang dibutuhkan atau
yang digunakan tanaman tergantung dari beberapa faktor lingkungan (iklim dan tanah )
serta tanaman (jenis, pertumbuhan, dan fase perkembangan). Kehilangan air melalui
permukaan tanaman teras atau penguapan (evaporasi) dan melalui permukaan teras
(transpirasi) disebut evapotranspirasi atau kadang-kadang disebut penggunaan air tanaman
(water use). Evapotranspirasi merupakan salah satu komponen neraca air atau menjadi dua
komponen bila dipilih menjadi evaporasi dan transpirasi . Kehilangan air melalui evaporasi
mempunyai akibat terhadap fisiologi tanaman secara tidak langsung, seperti mempercepat
penerimaan kadar air pada lapisan atas dan memodifikasi iklim mikro di sekitar tanaman.

5
Beberapa usaha untuk mengurangi evaporasi tanah telah dilakukan seperti penggunaan
mulsa dan pengaturan populasi tanaman atau jarak tanam yang efisien. Usaha tersebut

5
6

disertai dengan pemilihan kultivar yang mempunyai efisien transpirasi tinggi. Pada suatu
areal pertanian, penyediaan air tanaman berasal dari curah hujan atau irigasi sedangkan
kehilangan air dapat berupa drainase, limpasan permukaan (run off), evaporasi, dan
transpirasi. Keseluruhan masukan (input) dan keluaran (output) air ini dapat dirumuskan
sebagai neraca air.
Jumlah dan kecepatan evapotranspirasi tergantung oleh beberapa faktor yaitu
tersedianya uap air dipermukaan (evapotranspirasi) tidak dapat terjadi dari tanah yang
benar-benar kering, kandungan uap air udara diatas permukaan, tempratur udara dan
permukaan yang mengandung uap serta kekuatan angin. Peristiwa berubahnya air menjadi
uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara disebut evaporasi
(penguapan). Peristiwa penguapan dari tanaman disebut transpirasi. Keduanya sama
disebut evapotranspirasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah suhu
air, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari, dan lainnya,
yang saling berhubungan satu sama lainnya.
Laju evapotranspirasi dari suatu daerah oleh dua pengendali atau kontrol utama.
Yang pertama ialah ketersediaan air pada permukaan daerah tersebut, dan kontrol kedua
ialah kemampuan atmosfer mengevapotranspirasikan air dari permukaan dan
memindahkan uap air ke atas kolam. Banyaknya air selalu tersedia tak terbatas, maka
evapotranspirasi akan berlangsung dengan laju maksimum untuk lingkungan tersebut.
Keadaan ini memunculkan konsep evapotranspirasi potensial. Akan tetapi pada umumnya
banyaknya air pada permukaan tidaklah selalu tersedia apalagi tak terbatas, sehingga
evapotranspirasinya berlangsung dengan laju yang lebih kecil daripada laju seandainya
banyaknya air yang tersedia tak terbatas. Dari konsep ini timbulah konsep evapotranspirasi
aktual. Ada dua macam pengukuran yang biasa dijumpai disuatu stasiun pengamatan.
Salah satunya, mengukur banyaknya air yang menguap dari suatu permukaan.
Siklus hidrologi adalah terjadinya suatu siklus atau peredaran air yang bergerak
secara melingkar yang menjeaskan bahwasanya air di dalam bumi atau di muka bumi ini
jumlahnya sama dan tetap. Selama ini beberapa orang menganggap bahwa air mengalami
pertambahan dan pengurangan, hal itu mungkin dikarenakan adanya perubahan permukaan
tempat air dan wujud dari air itulah yang berbeda dan bukan jumlah airnya yang
bertambah.
Siklus air atau daur hidrologi adalah pola sirkulasi air dalam ekosistem yang
dimulai dengan adanya proses pemanasan permukaan bumi oleh sinar matahari, lalu terjadi
7

penguapan hingga akan terjadi kondensasi uap air, yaitu proses perubahan uap air menjadi
titik air. Kumpulan titik air di atmosfer dinamakan awan. Uap air akan menjadi titik-titik
air yang disebut hujan. Kemudian air hujan akan tersebar di permukaan bumi sampai
menguap kembali ke atmosfer.
Siklus hidrologi dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Siklus pendek, yaitu air laut menguap, terjadi kodensasi, uap air membentuk awan,
kemudian terjadi hujan, dan kembali ke laut lagi.
2. Siklus menengah, yaitu air laut menguap, terjadi kodensasi, uap air terbawa angin dan
membentuk awan di atas daratan, hujan jatuh di daratan menjadi air darat, kemudian
menuju laut.
3. Siklus panjang, yaitu air laut menguap, terjadi kodensasi, uap air terbawa angin dan
membentuk awan di atas daratan hingga ke pegunungan tinggi, jatuh sebagai salju,
terbentuk gletser, mengalir ke sungai, selanjutnya kembali ke laut lagi.
Adapun unsur-unsur utama (komponen) yang terjadi dalam proses siklus hidrologi,
adalah sebagai berikut :
1. Evaporasi (presipitasi), air di permukaan bumi, baik di daratan maupun di laut
dipanasi oleh sinar matahari kemudian berubah menjadi uap air yang tidak terlihat di
atmosfir. Uap air juga dikeluarkan dari daun-daun tanaman melalui sebuah proses
yang dinamakan transpirasi. Setiap hari tanaman yang tumbuh secara aktif melepaskan
uap air 5 sampai 10 kali sebanyak air yang dapat ditahan. Sekitar 95.000 mil kubik air
menguap ke angkasa setiap tahunnya. Hampir 80.000 mil kubik menguapnya dari
lautan. Hanya 15.000 mil kubik berasal dari daratan, danau, sungai, dan lahan yang
basah, dan yang paling penting juga berasal dan transpirasi oleh daun tanaman yang
hidup. Proses semuanya itu disebut evapotranspirasi.
2. Kondensasi, uap air naik ke lapisan atmosfer yang lebih tinggi akan mengalami
pendinginan, sehingga terjadi perubahan wujud melalui kondensasi menjadi embun,
titik-titik air, salju dan es. Kumpulan embun, titik-titik air, salju dan es merupakan
bahan pembentuk kabut dan awan.
3. Presipitasi, ketika titik-titik air, salju dan es di awan ukurannya semakin besar dan
menjadi berat, mereka akan menjadi hujan. Presipitasi pada pembentukan hujan, salju,
dan hujan batu (hail) berasal dan kumpulan awan. Awan-awan tersebut bergerak
mengelilingi dunia, yang diatur oleh arus udara. Sebagai contoh, ketika awan-awan
tersebut bergerak menuju pegunungan, awan-awan tersebut menjadi dingin, dan
8

kemudian segera menjadi jenuh air yang kemudian air tersebut jatuh sebagai hujan,
salju, dan hujan batu (hail), tergantung pada suhu udara sekitarnya.
4. Infiltrasi (Perkolasi), air hujan yang jatuh ke permukaan bumi khususnya daratan,
kemudian meresap ke dalam tanah dengan cara mengalir
secara infiltrasi atau perkolasi melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan,
sehingga mencapai muka air tanah (water table) yang kemudian menjadi air bawah
tanah.
5. Surface run off, air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara
vertikal atau horizontal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki
kembali sistem air permukaan. Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang
tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul
dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut.
Air di bumi seluruhnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu air permukaan dan air
bawah tanah. Air permukaan merupakan air yang menggenang, mengalir, dan dapat terlihat
secara langsung di permukaan bumi. Air permukaan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
perairan darat dan perairan laut. Perairan darat, misalnya sungai, danau, rawa. Perairan laut
merupakan perairan yang sangat luas dan volumenya relatif lebih besar daripada perairan
darat, contohnya laut, samudra, teluk, selat. Air bawah tanah, yaitu air yang ada di bawah
permukaan tanah.
Metode Penman-Monteith merupakan metode penduga evapotranspirasi terbaik yang
direkomendasikan FAO sebagai metode standar sedangkan metode pendugaan lain baik
digunakan dalam iklim tertentu. Metode ini merupakan metode yang diadopsi dari metode
Penman yang dikombinasikan dengan tahanan aerodinamik dan permukaan tajuk. Metode
Penman mengalami berbagai perkembangan sehingga dapat digunakan untuk menduga
evapotranspirasi pada permukaan yang ditanami dengan menambahkan faktor tahanan
permukaan (Rs) dan tahanan aerodinamik (Ra). Persamaan ini terdapat parameter penentu
pertukaran energi dan berhubungan dengan fluks bidang tanaman. Metode ini dapat
menghasilkan pendugaan ET0 pada lokasi luas dan memiliki data yang lengkap. Metode
ini memberikan hasil terbaik dengan kesalahan mimimum untuk tanaman acuan. Metode
Penman-Monteith memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan tersebut yaitu dapat
diaplikasikan secara global tanpa perlu adanya tambahan parameter lain, selain itu metode
ini sudah dikalibrasi dengan beberapa software dan beberapa jenis lisimeter. Kelemahan
utama dalam metode ini adalah membutuhkan data meteorologi yang cukup banyak seperti
9

suhu, kelembaban, kecepatan angin, dan radiasi matahari. Dimana hanya beberapa stasiun
cuaca yang menyediakan data tersebut dalam per jam dan harian.
BAB V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan untuk praktikum kali ini adalah :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah suhu air, suhu udara,
kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari, dan lainnya, yang saling
berhubungan satu sama lainnya.
2. Siklus hidrologi dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu siklus pendek, siklus
menengah dan siklus panjang.
3. Metode Penman-Monteith merupakan metode penduga evapotranspirasi terbaik yang
direkomendasikan FAO sebagai metode standar sedangkan metode pendugaan lain
baik digunakan dalam iklim tertentu.
4. Metode Penman mengalami berbagai perkembangan sehingga dapat digunakan untuk
menduga evapotranspirasi pada permukaan yang ditanami dengan menambahkan
faktor tahanan permukaan (Rs) dan tahanan aerodinamik (Ra).

5.2. Saran
Adapun saran untuk praktikum kali ini adalah semoga asisten dapat memberikan
kelonggaran waktu bagi kami praktikan sehingga selama praktikum berlangsung kami
dapat memahaminya dengan baik.

10
DAFTAR PUSTAKA

Harto, Sri.1993. Analsisi Hidrologi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.


Jansen M, E. 1990. Evapotranspiration Water Requirments. American Society of Civil
Egineers, New York.
Kananto. 1995. Pemilihan Rumus Perhitungan Evapotranspirasi Acuan di Pulau Jawa
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XII Himpunan Ahli Teknik Hidraulik
Indonesia (HATHI), Surabaya.
Pasandaran, Effendi dan Donald C. T. 1984. Irigasi Perencanaan dan Pengelolaan.
Gramedia, Jakarta.
Seyhan, Ersin. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Smith, M. 1991. Report On Expert on Procedures for Revision of FAO Guidelines for
Prediction of Crop Water Requirements, Land and Use Development Division.
Food and Agricultural Organization of The United Nations, Roma Italy.
Soemarto, C. D. 1995. Hidrologi Teknik. Erlangga. Jakarta.
Usman. 2004. Analisis Kepekaan Beberapa Metode Pendugaan Evapotranspirasi Potensial
terhadap Perubahan Iklim.

11
LAMPIRAN

Tabel 1. Perhitungan ETo menggunakan metode FAO Penman-Monteith

12
Tabel 2. Perhitungan Eto menggunakan metode Thronwhite

Keterangan :
ETo1 = ETo untuk suhu < 26,5
ETo2 = ETo untuk suhu 26,5
a = 2,8758

13

Anda mungkin juga menyukai