Anda di halaman 1dari 34

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An. K.A.M Jenis kelamin : Perempuan
Tempat /tanggal lahir : Kudus, 10/01/2012 Suku bangsa : Jawa
Usia : 0 tahun 0 bulan 8 hari Agama : Islam
Pendidikan : Belum Sekolah Alamat : Klaling RT 01 RW 02,
Hubungan dengan orang tua : anak kandung Klaling, Jekula, Kudus

II. IDENTITAS ORANG TUA


Ayah : Tn. M.T.A Ibu : Ny. S.A
Usia : 27 tahun ( Kudus, 6 Januari Usia : 26 tahun ( Kudus, 30
1985) Agustus 1986)
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS Pekerjaan : PNS
Penghasilan : Rp 2.000.000/bulan Penghasilan:Rp2.000.000/bulan

A. ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesa (ayah pasien) Tanggal : 18-01-2012 Jam: 16.00
WIB
Dirawat di ruangan perinatologi perawatan hari pertama

Keluhan Utama : Badan kuning


Keluhan Tambahan : Menyusu tidak kuat
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSMR diantar oleh ayah dan ibunya karena tampak kuning sejak 1 hari
SMRS, kuning seperti dilumuri kunyit. Ibu pasien tidak memperhatikan pertama kali muncul
kuning saat dan di daerah mana, keluhan kuning tidak disertai muntah, demam, kejang, ataupun
penurunan kesadaran, pasien juga mulai malas minum. Bayi lahir cukup bulan dan sesuai masa
kehamilan. BAB tidak mencret, tidak tampak seperti dempul, dan BAK tidak tampak berwarna
coklat atau seperti teh. Setelah di rumah bayi diberikan ASI kurang lebih 8 kali sehari. Selama 1
hari perawatan di rumah sakit, bayi tampak kuning. Bayi terlihat bugar, menangis kuat, bergerak
aktif.

1
Riwayat Penyakit Dahulu :

Pada tanggal 11 Januari 2012 (usia 1 hari), sehari setelah kelahiran, pasien dirawat karena
muntah-muntah.
Pasien didiagnosis Neonatal infection dan mendapat perawatan hingga tanggal 14 januari 2012.

Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi - +
Asma - +
Tuberkulosis - +
Hipertensi - +
Diabetes - +
Kejang Demam - +
Demam berdarah - +

Riwayat Kelahiran :
Os lahir spontan di RS Aliyah, cukup bulan, ditolong oleh dr SpOG. Berat badan lahir 3700
gram. Panjang badan waktu lahir 51 cm. Langsung menangis saat lahir namun lemah, air ketuban
hijau. Tidak ditemukan trauma atau kelainan yang dapat menimbulkan kecacatan dalam proses
kelahirannya. Pasien adalah anak pertama. Ayah pasien berumur 26 tahun, Ibu pasien berumur 25
tahun saat mengandung pasien. Menurut pengakuan ibu, riwayat kehamilan 9 bulan. Riwayat
trauma dan mengkonsumsi obat-obatan tertentu atau jamu-jamuan selama kehamilan disangkal.
Riwayat ibu keluar darah dari jalan lahir selama kehamilan disangkal. Riwayat ibu menderita
keputihan selama dan sebelum kehamilan disangkal

Riwayat Perkembangan :

Pertumbuhan gigi I : belum

Tengkurap : belum

Duduk : belum

2
Berjalan : belum

Riwayat Imunisasi:
VAKSIN Dasar (Umur)

BCG - - - -

DPT / DT - - - -

Polio - - - -

Campak - - - -

Hepatitis B - - - -

Kesan : belum diberi imunisasi

Riwayat Nutrisi :
Susu : ASI 8 kali sehari
Kesan : kuantitas dan kualitas cukup

B. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan : 18-01-2012 Pukul 16.00
Keadaan umum : Tenang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital:
Denyut nadi : 168 x/menit
Suhu : 37,7 C
Laju nafas : 28 x/menit
Aktivitas : aktif
Tonus otot : normal
Reflek isap : lemah
Tangis : kuat
Posisi bayi : normal, gangguan gerakan tidak ada

3
Anemis : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Ikterus : (+) Kramer 4
Pernafasan : kusmaull (-), dispneu (-), apneu (-), retraksi (-)

Data Antropometri :
Berat badan : 3400 kg Lingkar kepala : 34 cm
Panjang badan : 51 cm Lingkar lengan atas : 11 cm
Lingkar dada : 35 cm

Pemeriksaan Sistematis
Kepala
Bentuk dan ukuran : Simetris, lonjong, normosefali, UUB rata, belum menutup,
sefal hematom tidak ada, kaput suksadenum (-), sutura tidak
melebar.

Rambut dan kulit kepala : Warna hitam, tebal biasa, pertumbuhan rambut merata.

Mata : Perdarahan subkonjungtiva (-), pupil bulat, isokor


2mm/2mm, reflek cahaya +/+, sclera ikterik +/+
Hidung : Pernafasan cuping hidung (- )
Telinga : Daun telinga biasa, Lubang telinga lapang, sekret -/-
Bibir : Lembab, sianosis sirkum oral (-)
Mulut : Bentuk simetris
Leher : Trakea di tengah, pembesararan KGB (-).
Toraks
Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan dinding dada simetris ka=ki,retraksi
suprastern(- ), ikterik (+)

Palpasi : Stem Fremitus ka=ki

4
Paru
Auskultasi : Bunyi Nafas Dasar Bronkhial, ronki -/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat, ikterik (+)

Palpasi : Ictus cordis teraba pada IC IV garis midclavicula kiri

Auskultasi : Bunyi Jantung I - II murni, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, punctum tali pusat (+ ), ikterik (+)

Auskultasi : Bising usus 3x/menit

Palpasi : Lemas

Anus : (+ )
Genitalia : Perempuan, Labia mayor menutup labia minor.
Anggota gerak : Akral dingin, sianosis (-), capillary refill < 2 detik, ikterik
lengan dan tungkai (+), ikterik telapak tangan dan
kaki (-)
Tulang belakang : Kifosis(-), lordosis(-), skoliosis(-)
Kulit : Turgor cukup, ikterik (+)
Reflek : Moro (+), Hisap (+), Rooting (+), Genggam (+)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab diambil tanggal 18-01-12
Hasil Nilai Normal
Hb 14,4 g/dL 15,0-24,6 g/dL
Leukosit 15,17 ribu 5,0 21,0
Eosinofil 2,3 % 1-5
Basofil 0,5 % 0-1

5
Neutrofil segmen 37,6 % 17-60
Limfosit 47,7 % 20-70
Monosit 11,9 % 1-11
MCV 94,2 mikro m3 94-120
MCH 34,7 pg 29-45
MCHC 36,8 g/dL 24-36
Hematokrit 39,1 % 30-43
Trombosit 463 ribu 229-553
Eritrosit 4,15 juta 3,8-5,2
RDW 14,3 % 11,5-14,5
PDW 12,8 % 10-18
MPV 10,4 mikro m3 6,8-10
LED 10/20 0-20
Golongan AB / +
darah/Rh
Bilirubin total 20,52 mg/dL 0,1-1,0
Bilirubin direk 0,74 mg/dL 0-0,2
Bilirubin indirek 19,78 mg/dL 0-0,75

RESUME :
Pasien datang ke RSMR diantar oleh ayah dan ibunya karena tampak kuning sejak
1 hari SMRS, kuning seperti dilumuri kunyit. Ibu pasien tidak memperhatikan pertama kali
muncul kuning saat dan di daerah mana, keluhan kuning tidak disertai muntah, demam, kejang,
ataupun penurunan kesadaran, pasien juga mulai malas minum. Bayi lahir cukup bulan dan
sesuai masa kehamilan. BAB tidak mencret, tidak tampak seperti dempul, dan BAK tidak
tampak berwarna coklat atau seperti teh. Setelah di rumah bayi diberikan ASI kurang lebih 8 kali
sehari. Selama 1 hari perawatan di rumah sakit, bayi tampak kuning. Bayi terlihat bugar,
menangis kuat, bergerak aktif.
Pasien pernah dirawat saat usia 1 hari karena muntah, dirawat selama 4 hari. Saat
melahirkan, air ketuban berwarna hijau, belum diimunisasi,
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran anak compos mentis, tanda tanda vital anak
ditemukan, Denyut nadi : 168 x/menit ; Suhu : 37,7 C ; Pola nafas : 28 x/menit. BB : 3,4 Kg,
refleks hisap lemah, sclera ikterik +/+, thorax dada ikterik (+), abdomen ikterik (+), lengan dan
tungkai ikterik (+), telapak tangan dan kaki ikterik (-). Pada pemeriksaan lab didapatkan leukosit

6
15,17 ribu ; Bilirubin total 20,52 mg/dL ; Bilirubin direk : 0,74 mg/dL ; Bilirubin indirek 19,78
mg/dL ; Gol darah : AB ; Rhesus : +

DIAGNOSIS KERJA:
1. Ikterus neonatorum ec infeksi

DIAGNOSIS BANDING:

Ikterus Neonatorum e.c ikterus fisiologis


Ikterus Neonatorum e.c ABO incompatibility
Ikterus Neonatorum e.c Rhesus incompatibility
Ikterus Neonatorum e.c sferositosis
Ikterus Neonatorum e.c ABO defisiensi G6PD
Ikterus Neonatorum e.c atresia bilier
Ikterus Neonatorum e.c hepatitis neonatal
Ikterus Neonatorum e.c kista koledokus
Ikterus Neonatorum e.c stenosis pilorik
Ikterus Neonatorum e.c hipotiroid
Ikterus Neonatorum e.c galaktosemia
Ikterus Neonatorum e.c polisitemia
Ikterus Neonatorum e.c ASI (Breast Feeding Jaundice)
Ikterus Neonatorum e.c Medikamentosa

7
PEMERIKSAAN ANJURAN :
Bilirubin serum berkala (perhari), Hb, Ht, retikulosit, sediaan hapus darah
Gol Darah + Rhesus ibu dan bayi
Coomb Test/ ABO inkompatibilitas
Uji tapis defisiensi enzim G6PD
Uji serologi TORCH
Urin mikroskopis dan biakan urin
Uji fungsi tiroid
Alfa feto protein
Biopsy hati
Feses lengkap
CRP

PENATALAKSANAAN:
Non medikamentosa
Rawat perina (fototerapi)
Terapi sinar/ Blue light 100 jam
Diet: ASI
Medikamentosa
Infuse D4 : 1 10 tpm
Luminal 3x3 mg
Gentamisin 1x25 mg IV
Ceftriakson 2x 100 mg IV
Metronodazole 3x75 mg IV

PROGNOSIS :
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

FOLLOW UP

SOAP 19/01/2012

S : Sesak (-), kuning (+), muntah (-), BAB 5 kali, konsistensi lembek, lendir (-), darah (-)

8
O : KU : aktif

Kesadaran : Menangis kuat

HR : 144 x/mnt

RR : 64 x/mnt ( reguler , adekuat )

S : 36,2oC (rectal)

Refleks Isap : kuat

Anemis : (-)

Ikterus : (+) Kramer IV

Dispneu : (-)

Sianosis : (-)

Kepala : NCH (-)

Thorax : simetris, retraksi (-), ikterik (+)

Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba , ikterik (+)

Extremitas : sianosis (-), ikterik lengan dan tungkai (+), ikterik telapak tangan dan kaki (-)

A : Ikterus Neonatorum e.c infeksi dengan perbaikan klinis

P :

Non medikamentosa
Rawat perina (fototerapi)
Terapi sinar/ Blue light 100 jam
Diet: ASI

Medikamentosa
Infuse D4 : 1 10 tpm
Gentamisin 1x25 mg IV
Ceftriakson 2x 100 mg IV

9
Metronodazole 3x75 mg IV
Luminal 3x3 mg

20 Januari 2012

S : Sesak (-), kuning (+) berkurang, muntah (-), BAB 4 kali, konsistensi lembek, lendir (-),
darah (-)

O : KU : aktif

Kesadaran : Menangis kuat

HR : 138 x/mnt

RR : 54 x/mnt ( reguler , adekuat )

S : 36,8oC (rectal)

Refleks Isap : kuat

Anemis : (-)

Ikterus : (+) Kramer IV

Dispneu : (-)

Sianosis : (-)

Kepala : NCH (-)

Thorax : simetris, retraksi (-), ikterik (+)

Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba , ikterik (+)

Extremitas : sianosis (-), ikterik lengan dan tungkai (+) berkurang, ikterik telapak tangan dan
kaki (-)

A : Ikterus Neonatorum e.c infeksi dengan perbaikan klinis

10
P :

Non medikamentosa
Rawat perina (fototerapi)
Terapi sinar/ Blue light 100 jam
Diet: ASI

Medikamentosa
Infuse D4 : 1 10 tpm
Gentamisin 1x25 mg IV
Ceftriakson 2x 100 mg IV
Metronodazole 3x75 mg IV
Luminal 3x3 mg

21 Januari 2012

S : Sesak (-), kuning berkurang, muntah (-), BAB 5 kali, konsistensi lembek, lendir (-), darah
(-)

O : KU : aktif

Kesadaran : Menangis kuat

HR : 126 x/mnt

RR : 51 x/mnt ( reguler , adekuat )

S : 36,3oC (rectal)

Refleks Isap : kuat

Anemis : (-)

Ikterus : (+) Kramer IV

Dispneu : (-)

Sianosis : (-)

11
Kepala : NCH (-)

Thorax : simetris, retraksi (-), ikterik (+) berkurang

Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba , ikterik (+) berkurang

Extremitas : sianosis (-), ikterik lengan dan tungkai (+) berkurang, ikterik telapak tangan dan
kaki (-)

A : Ikterus Neonatorum e.c infeksi dengan perbaikan klinis

P :

Non medikamentosa
Pulang
Diet: ASI

Medikamentosa
Infus aff
Cefixime 2x15 mg PO
Metronidazole 2x25 mg PO

12
IKTERUS NEONATORUM

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi
dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi
bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi
karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek. Keadaan bayi
kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi baru lahir, terutama pada BBLR (Bayi Berat
Lahir Rendah). Banyak sekali penyebab bayi kuning ini. Yang sering terjadi adalah karena belum
matangnya fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit ( sel darah merah). Pada bayi usia sel
darah merah kira-kira 90 hari. Hasil pemecahannya, eritrosit harus diproses oleh hati bayi. Saat
lahir hati bayi belum cukup baik untuk melakukan tugasnya. Sisa pemecahan eritrosit disebut
bilirubin, bilirubin ini yang menyebabkan kuning pada bayi.1

Kejadian ikterus pada bayi baru lahir (BBL) sekitar 50% pada bayi cukup bulan dan 75%
pada bayi kurang bulan (BBLR). Kejadian ini berbeda-beda untuk beberapa negara tertentu,
beberapa klinik tertentu di waktu tertentu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam pengelolaan
BBL yang pada akhir-akhir ini mengalami banyak kemajuan. BBLR menjadi ikterus disebabkan
karena sistem enzim hatinya tidak matur dan bilirubin tak terkonjugasi tidak dikonjugasikan
secara efisien 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh polisitemia, memar, infeksi, dan
hemolisis. BBLR ini merupakan faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas, dan

13
disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap
kehidupan di masa depan.2

BAB II

ISI

PENGERTIAN

Ikterus (jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit
(terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan
tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 mol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak
apabila serum bilirubin > 5 mg/dL (>86 mol/L). 1-3

Ikterus fisiologis ialah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai
dasar patologis kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi
menjadi kern ikterus dan tidak menyebabkan morbiditas pada bayi. 2

Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil
laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubirubin dimana kadar bilirubin
total sewaktu >12mg/dL dan >15mg/dL pada bayi aterm, ikterus yang terjadi pada hari pertama
kehidupan, peningkatan kadar bilirubin >5mg%/24jam, peningkatan kadar bilirubin direk >1,5-
2mg%, ikterus berlangsung > 2minggu.1

ETIOLOGI

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:4

14
Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih
pendek.

Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase,
UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) penurunan ambilan bilirubin oleh
hepatosit dan konjugasi.

Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim b glukuronidase di


usus dan belum ada nutrien.

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus patologis) dapat disebabkan:

A. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama4

Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain

Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri)

Kadang-kadang oleh defisiensi G-6-PD

B. Ikterus yang timbul 24 72 jam sesudah lahir 4

Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh.

Defisiensi enzim G-6-PD

Polisitemia

Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sudaponeurosis, perdarahan hepar subkapsuler


dan lain-lain)

Hipoksia

Sferositosis, eliptositosis dan lain-lain

Dehidrasi asidosis

15
Defisiensi enzim eritrosit lainnya

C. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama4

Biasanya karena infeksi (sepsis)

Dehidrasi asidosis

Defisensi enzim G-6-PD

Pengaruh obat

Sindrom Criggler-Najjar

Sindrom Gilbert

D. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya 5

Biasanya karena obstruksi

Hipotiroidisme

Breast milk jaundice

Infeksi

Neonatal hepatitis

Galaktosemia

FAKTOR RISIKO

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum: 2,4

a. Faktor Maternal

16
Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)

Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)

Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.

ASI

b. Faktor Perinatal

Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)

Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

c. Faktor Neonatus

Prematuritas

Faktor genetik

Polisitemia

Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)

Rendahnya asupan ASI

Hipoglikemia

Hipoalbuminemia

KLASIFIKASI

Sebagai neonatus, terutama bayi prematur, menunjukkan gejala ikterus pada hari pertama.
Ikterus ini biasanya timbul pada hari ke dua, kemudian menghilang pada hari ke sepuluh, atau
pada akhir minggu ke dua. Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan tidak memerlukan
pengobatan, kecuali dalam pengertian mencegah terjadinya penumpukan bilirubin tidak langsung

17
yang berlebihan Ikterus dengan kemungkinan besar menjadi patologik dan memerlukan
pemeriksaan yang mendalam antara lain :4,5

Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama

Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % per hari

Bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan

Bilirubin melebihi 15mg% pada bayi prematur

Ikterus yang menetap sesudah minggu pertama

Ikterus dengan bilirubin langsung melebihi 1mg%pada setiap waktu.

Ikterus yang mempunyai hubungan dengan penyakit hemoglobin, infeksi,atau suatu


keadaan patologik lain yang telah diketahui.

Ikterus Neonatorum dibagi menjadi:

a. Ikterus Patologik

Ikterus di katakan patologik jikalau pigmennya, konsentrasinya dalam serum, waktu


timbulnya, dan waktu menghilangnya berbeda dari kriteria yang telah disebut pada Ikterus
fisiologik. Walaupun kadar bilirubin masih dalam batas-batas fisiologik, tetapi klinis mulai
terdapat tanda-tanda Kern Ikterus, maka keadaan ini disebut Ikterus patologik.3

Ikterus patologik dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu :4

Meningkatnya produksi bilirubin, sehingga melampaui batas kemampuan hepar untuk


dikeluarkan.

Faktor-faktor yang menghalangi itu mengadakan obstruksi pengeluaran bilirubin.

Faktor yang mengurangi atau menghalangi kemampuan hepar untuk mengadakan


konjugasi bilirubin.

18
b. Ikterus Hemolitik

Ikterus Hemolitik pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut
Erythroblastosis foetalis atau Morbus Haemolitik Neonatorum ( Hemolytic disease of the new
born ). Penyakit hemolitik ini biasanya disebabkan oleh Inkompatibilitas golongan darah ibu dan
bayi.3

1) Inkompatibilitas Rhesus

Penyakit ini sangat jarang terdapat di Indonesia. Penyakit ini terutama terdapat di negeri
barat karena 15 % Penduduknya mempunyai golongan darah Rhesus negatif. Di Indonesia,
dimana penduduknya hampir 100% Rhesus positif, terutama terdapat dikota besar, tempat
adanya pencampuran penduduk dengan orang barat. Walaupun demikian, kadang-kadang
dilakukan tranfusi tukar darah pada bayi dengan ikterus karena antagonismus Rhesus, dimana
tidak didapatkan campuran darah denagan orang asing pada susunan keluarga orang tuanya.
Bayi Rhesus positif dari Rhesus negatif tidak selamanya menunjukkan gejala klinik pada waktu
lahir, tetapi dapat terlihat ikterus pada hari pertama kemudian makin lama makin berat
ikterusnya, disertai dengan anemia yang makin lama makin berat pula. Bila mana sebelum
kelahiran terdapat hemolisis yang berat maka bayi dapat lahir dengan oedema umum disertai
ikterus dan pembesaran hepar dan lien ( hydropsfoetalis ). Terapi ditujukan untuk memperbaiki
anemia dan mengeluarkan bilirubin yang berlebihan dalam serum, agar tidak terjadi Kern
Ikterus.4

2) Inkompatibilitas ABO

Penderita Ikterus akibat hemolisis karena inkompatibilitas golongan darah ABO lebih
sering ditemukan di Indonesia daripada inkompatibilitas Rh. Transfusi tukar darah pada neonatus
ditujukan untuk mengatasi hiperbilirubinemia karena defisiensi G 6 PD dan Inkompatibilitas
ABO.2

19
Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan ke dua yang sifatnya biasanya ringan. Bayi
tidak tampak sakit, anemianya ringan, hepar dan lien tidak membesar, ikterus dapat menghilang
dalam beberapa hari. Kalau hemolisisnya berat, sering kali diperlukan juga transfusi tukar darah
untuk mencegah terjadinya Kern Ikterus. Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah pemeriksaan
kadar bilirubin serum sewaktu-waktu.

a. Ikterus hemolitik karena incompatibilitas golongan darah lain. Selain inkompatibilitas


darah golongan Rh dan ABO, hemolisis dapat pula terjadi bila terdapat inkompatibilitas
darah golongan Kell, Duffy, MN, dan lain-lain. Hemolisis dan ikterus biasanya ringan pada
neonatus dengan ikterus hemolitik, dimana pemeriksaan kearah inkimpatibilitas Rh dan
ABO hasilnya negatif, sedang coombs test positif, kemungkinan ikterus akibat hemolisis
inkompatibilitas golongan darah lain.3

b. Penyakit hemolitik karena kelainan eritrosit kongenital. Golongan penyakit ini dapat
menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai erytrhoblasthosis foetalis akibat
isoimunisasi. Pada penyakit ini coombs test biasanya negatif. Beberapa penyakit lain yang
dapat disebut ialah sperositosis kongenital, anemia sel sabit ( sichle cell anemia ), dan
elyptocytosis herediter.4

c. Hemolisis karena defisiensi enzyma glukosa-6-phosphat dehydrogenase ( G-6-PD


defeciency ). Penyakit ini mungkin banyak terdapat di indonesia tetapi angka kejadiannya
belum di ketahui dengan pasti defisiensi G-6-PD ini merupakan salah satu sebab utama
icterus neonatorum yang memerlukan transfusi tukar darah. Icterus walaupun tidak terdapat
faktor oksigen, misalnya obat-obat sebagai faktor pencetusnya walaupun hemolisis
merupakan sebab icterus pada defesiensi G-6-PD, kemungkinan besar ada faktor lain yang
ikut berperan, misalnya faktor kematangan hepar.4

d. Ikterus Obstruktiva. Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi di dalam


hepar dan di luar hepar. Akibat obstruksi itu terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung
dan bilirubin langsung. Bila kadar bilirubin langsung melebihi 1 mg%, maka harus curiga
akan terjadi hal-hal yang menyebabkan obstruksi, misalnya hepatitis, sepsis, pyelonephritis,
atau obstruksi saluran empedu peningkatan kadar bilirubin langsung dalam serum, walaupun
kadar bilirubin total masih dalam batas normal, selamanya berhubungan dengan keadaan

20
patologik. Bisa terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun luar
hati. Akibatnya kadar bilirubin direk maupun indirek meningkat. Bila sampai dengan terjadi
obstruksi ( penyumbatan ) penyaluran empedu maka pengaruhnya adalah tindakan operatif,
bila keadaan bayi mengizinkan.1

PATOFISIOLOGI

Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai
meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-
lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu. Secara umum, setiap
neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari
ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru
lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5
kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah
lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin
terkonyugasi < 2 mg/dL.3

Metabolisme Bilirubin3

Bilirubin merupakan produk yang toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Bilirubin
berasal dari proses eritropoesis yang tidak efektif dan hasil pemecahan heme dalam sel
retikuloendotelial limpa dan hati. Produk akhir jaras metabolisme ini adalah bilirubin indirek
(bilirubin bebas/ bilirubin IX alfa) yang tidak larut dalam air, terikat pada albumin dalam
sirkulasi. Setelah sampai hepar, terjadi mekanisme ambilan dan bilirubin terikat oleh reseptor
membran sel hati. Dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein Y) dan protein
Z dan glutation lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya
konjugasi. Bilirubin indirek ini kemudian oleh enzim glukoronil transferase dimetabolisme
menjadi bilirubin direk. Bilirubin direk akan disekresikan ke dalam sistem bilier oleh transporter
spesifik. Setelah disekresi oleh hati, empedu disimpan dalam kandung empedu sampai proses
makan akan merangsang pengeluaran empedu ke dalam duodenum. Bilirubin direk tidak dapat
direabsorpsi oleh epitel usus, tetapi dipecah oleh flora usus menjadi sterkobilin dan urobilinogen
yang kemudian dikeluarkan melalui tinja. Sebagian kecil bilirubin direk akan didekonjugasi oleh

21
enzim glukoronidase yang terdapat pada epitel usus dan bilirubin indirek yang dihasilkan ini
akan direabsorpsi ke dalam sirkulasi dan kembali ke hati, yang dikenal sebagai sirkulasi
enterohepatik.1

Berdasarkan metabolisme normal bilirubin tersebut, mekanisme terjadinya ikterus


berkaitan dengan: produksi bilirubin, ambilan bilirubin oleh hepatosit, ikatan bilirubin
intrahepatosit, konjugasi, sekresi, dan ekskresi bilirubin. Pada sebagian kasus, lebih dari satu
mekanisme yang terlibat.

KATABOLISME HEME MENGHASILKAN BILIRUBIN.

Ketika hemoglobin dihancurkan didalam tubuh,globin diuraian menjadi asam amino


pembentuknya yang kemudian akan di gunakan kembali ,dan zat besi dari heme akan memasuki
depot zat besi yang juga untuk pemakaian kembali. Bagian porfirin tanpa besi pada heme juga
diuraikan,terutama didalam sel-sel retikuloendotel hati,limpa dan sumsum tulang. Katabolisme
heme dari semua protein heme dilaksanakan dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel oleh
sebuah sistem enzim yang kompleks yang dinamakan heme oksigenase.Pada saat heme pada
protein heme mencapai sitem heme oksigenase, zat besi biasanya sudah teroksidasi menjadi
bentuk feri yang merupakan hemin. Sistem heme oksigenase dapat diinduksi oleh substrak.
Sistem ini terletak sama dekat dengan sistem pengangkutan elektron mikrosum. Besi fero sekali
lagi teroksidasi menjadi bentuk feri.3
Dengan penambahan lebih lanjut oksigen, ion feri dilepaskan, kemudian karbon
monoksida dihasilkan. Satu gram hemoglobin diperkirakan menghasilkan 35 mg bilirubin.
Konversi kimia heme menjadi bilirubin oleh sel retikuloendotel dapat di amati secara in vivo
karena warna ungu heme pada hema toma perlahan-lahan di ubah menjadi pigmen bilirubin yang
berwarna kuning . Bilirubin yang terbentuk di jaringan perifer akan di angkut ke hati oleh
albumin plasma. Metabolisme bilirubin lebih lanjut terutama terjadi di hati.3

PERISTIWA METABOLISME DI BAGI MENJADI 3 PROSES.

22
Ambilan bilirubin oleh sel parenkim hati. Konjugasi bilirubin dalam retikulum
endoplasma halus. Sekresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu.\

1) HATI MENGAMBIL BILIRUBIN.

Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan air, tetapi kelarutan bilirubin di dalam
plasma di tingkatkan oleh pengikatan nonkovalen dengan albumin. Setiap molekul albumin
tampaknya mempunyai satu tapak dengan afinitas tinggi dan satu tapak dengan afinitas rendah
untuk pengikatan bilirubin. Dalam 100 ml plasma, kurang lebih 25 mg bilirubin dapat di ikat erat
oleh albumin pada tapak dengan afinitas tinggi. Bilirubin jumlahnya berlebihan hanya terikat
secara longgar dan karenanya mudah terlepas serta berdisfusi kedalam jaringan. Sejumlah
senyawa seperti antibiotik dan beberapa obat lainnya bersaing dengan bilirubin untuk dapat
berikatan pada tapak p engikatan dengan afinitas tinggi pada albumin. Jadi senyawa senyawa
ini dapat menggeser bilirubin dan memberikan efek klinis yang bermakna. Di hati bilirubin
dilepaskan dari bilirubindari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid hepatosit qleh sistem
dapat jenuh (saturable) yang diperantarai oleh zat pembawa.Sistem pangangkutan yang
difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar sehingga sekalipun pada keadaan
patologik,sistem tersebut tampaknya tidak membatasi kecepatannya dalam metabolisme
bilirubin. Mengingat sistem pengangkutan yang difasilitasi tersebut memungkan adanya
ekuibilibrium bilirubin lewat membran sinusoid hepatosit,ambilan neto bilirubin akan
bergantung pada pengeluaran bilirubin oleh lintasan metabolik berikutnya.1,2

2) KONJUGASI BILIRUBIN DENGAN ASAM GLUKURONAT TERJADI DIHATI

Bilirubin bersifat non polar dan akan bertahan didalam sel (misal,terikat dengan lipid)
jika tidak dibuat dapat larut didalam air.Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi bentuk polar
yang dapat diekskresikan dengan mudah kedalam empedu dengan penambahan molekul asam
glukoronat pada bilirubin pada bilirubin tersebut.Proses ini dinamkan konjugasi dan dapat
memakai molekul polar yang bukan asam glikironat(misal,sulpat).Banyak hormon steroiddan
obat yang juga dikonversikan lewat proses konjugasi menjadi derifat yang dapat larut dalam air
untuk mempersipkan ekskresi hormon dan obat tersebut. Hati sedikitnya mengambil dua buah

23
isoform enzim glukuronosiltrasferase yang keduanyabekerja pada bilirubin.Enzim ini terutama
terdapat dalam retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-asam glukuronat sebagai
donor glukorunosil.Bilirubin monoglukuronida merupakan intermediat danselanjutnya akan
dikonfersikan menjadi bentuk diglukoronida.Meskipun demikian,kalau konjugat bilirubin
terdapat secara abnormal didalam plasma manusia (misa,pada ikterus obtruktif) ,bentuk
bilirubinbilirubin yang dominan adalah monoglukuronida. Aktifitas UDP glukuronosiltransferase
dapat diinduksi oleh sejumlahobat yang berkasiat dalam klinik,termasuk preparat fenobarbital. 1

3) BILIRUBIN DISEKRESIKAN KE DALAM GETAH EMPEDU.

Sekresi bilirubin terkonjugasi kedalam empedu terjadi melalui mekanisme pengangkutan


yang aktif,yang mungkin bersifat membatasi kecepatan bagi keseluruh proses metabolisme
bilirubin hepatik.Pengangkutan hepatik bilirubin terkonjugasi kedalam empedu bisa diinduksi
oleh obat yang sama yang mampu menginduksi konjugasi bilirubin.Jadi sistem konjugasi dan
ekskresi bagi bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang terkoordinasi. Dalam keadaan
fisiologis,pada hakekatnyaseluruh bilirubin yang diekskresikan kedalam empedu berda dalam
bentuk terkonjugasi.Hanya setelah fototerapi dapat ditemuakan bilirubin tak terkonjugasi dengan
jumlah bermakna didalam empedu.Dihati terdapat lebih dari satu sistem untuk menyekresikan
kedalam empedu senyawa yang ada secara alami dan senyawa farmasisetelah proses senyawa
terjadi.Beberapa dari sistem sekresi ini dipakai bersama bilirubin diglukuronida,tetapi sebagian
lainnya bekerja secara bebas.1,2
Bilirubin terkonjugasi direduksi menjadi urobilinogen oleh bakteri usus. Setelah bilirubin
terkonjugasi mencapai ileum terminalis dan usus besar,glukuronida dilepaskan oleh enzim
bakteri yang spesifik (enzim gukuronidase), dan pigmen tersebut selanjutnya direduksioleh flora
feses menjadi sekelompok senyawa tetrapirol tidak berwarna yang dinamakan
urobilinogen.Diileum terminalis dan usus besar. Diserap kembali dan diekskresikan kembali
lewat hati untuk menjalani siklus urobilinogen enterohepatik. Pada keadaan abnormal, khususnya
kalau terbentuk pigmen empedu yang berlebihan atau kalau ada penyakit yang mengganggu
siklus enterohepatik ini, urobilinogen dapat pula diekskresikan kedalam urine. Normalnya,

24
sebagaian besar urobilinogen tidak berwarna yang terbentuk di dalam kolon oleh flora feses akan
teroksidasi disana menjadi urobilin ( senyawa berwarna ) dan diekskresikan ke dalam feses.
Warna feses berubah menjadi lebih gelap ketika dibiarkan terpajan udara disebabkan oleh
oksidasi urobilinogen yang tersisa menjadi urobilin.2

DIAGNOSIS

Diagnosis ditujukan terutama untuk mencari faktor penyebab5 :

Lakukan anamnesa sedini dan secermat mungkin mengenai riwayat kehamilan dan
persalinan

Ikterus timbul pada hari 1 : periksa kadar bilirubin, darah tepi lengkap , golongan
darah ibu dan bayi, Coombs test

Ikterus timbul pada hari ke 2 dan ke 3 : periksa kadar bilirubin, periksa golongan
darah ibu dan anak, Coombs test (bila peningkatan bilirubin > 5 mg% dalam 24
jam, karena masih ada kemungkinan penyebabnya inkompatibilitas ABO atau Rh),
pemeriksaan enzim G6PD.

Ikterus timbul pada hari ke 4 atau lebih : periksa bilirubin direk dan indirek, periksa
darah tepi, pemeriksaan enzim G6PD

Bila ikterus berlangsung lebih dari 2 minggu, hepatomegali atau feses berwarna
dempul lakukan USG hati, test fungsi hati dan biopsi hepar.

Derajat ikterus menurut Kramer 4,5


Derajat Perkiraan
ikterus Daerah ikterus kadar
bilirubin
I Kepala dan leher 5,0 mg%
Sampai badan atas (di atas
II 9,0 mg%
umbilikus)
Sampai badan bawah (di
III bawah umbilikus) hingga11,4 mg/dl
tungkai atas (di atas lutut)
Sampai lengan, tungkai bawah
IV 12,4 mg/dl 25
lutut
Sampai telapak tangan dan
V 16,0 mg/dl
kaki
PENATALAKSAAN

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk mengendalikan


agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kern-
ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi. Pengendalian
kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat
berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase
dengan pemberian obat-obatan (luminal). Pemberian substrat yang dapat menghambat
metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian
kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat
mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra
Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat
hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.4

Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif,
minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterus
sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara
berikut:3

Minum ASI dini dan sering

Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO

Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol lebih
cepat (terutama bila tampak kuning).

Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan,
tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan
memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin
serum untuk memulai terapi sinar . 1

Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir sebelum
usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis 2

26
Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan
golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:3

Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan
terapi sinar.

Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi
sinar, lakukan terapi sinar

Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab
hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring
G6PD bila memungkinkan.

Tentukan diagnosis banding

Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau golongan darah ABO
antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini
berlaku untuk semua ikterus hemolitik, apapun penyebabnya.

Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya terapi sinar, lakukan terapi
sinar .

Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan: bila bilirubin serum mendekati
nilai dibutuhkannya transfusi tukar, kadar hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes
Coombs positif, segera rujuk bayi.

Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes
Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL
(hematokrit < 40%).

Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar:

Persiapkan transfer

Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas transfusi tukar

27
Kirim contoh darah ibu dan bayi

Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu dirujuk dan
terapi apa yang akan diterima bayi.

Nasihati ibu :

- Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan


informasi yang cukup mengenai hal ini karena berhubungan dengan kehamilan
berikutnya.

- Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk menghindari zat-
zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi (contoh: obat antimalaria,
obat-obatan golongan sulfa, aspirin, kamfer/mothballs, favabeans).

Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah.

Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup bulan atau 3 minggu lebih
lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu), terapi
sebagai ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice).

Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu selama 4 minggu.
Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit < 24%), berikan transfusi darah.

Ikterus Berkepanjangan (Prolonged Jaundice)

Diagnosis ditegakkan apabila ikterus menetap hingga 2 minggu pada neonatus cukup
bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang bulan.

Terapi sinar dihentikan, dan lakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab.

Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan kepindahan bayi dan
rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk evaluasi lebih lanjut, bila
memungkinkan.

Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sesuai dengan sifilis kongenital.

28
Terapi Sinar

Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958. Banyak
teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan bahwa
terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang
berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan
bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh
hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan
bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat
dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus.4,5

Pada terapi sinar, panjang gelombang lampu yang digunakan 425-475 nm dengan
intensitas cahaya 6-12 watt/cm2 per nm. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi.
Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya
biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes. Faktor-faktor yang mempengaruhi
efektivitas terapi adalah intensitas radiasi, kurva spektrum emisi, luas tubuh bayi yang terpapar,
usia bayi, umur gestasi, berat badan dan etiologi ikterus. Terapi sinar paling efektif untuk bayi
prematur yang sangat kecil dan paling tidak efektif untuk bayi matur yang sangat kecil
(gangguan pertumbuhan yang sangat berat) dengan peningkatan hematokrit. Selain itu, makin
tinggi kadar bilirubin pada saat memulai fototerapi, makin efektif.3

Tujuan utama penatalaksanaan ikterus neonatarum adalah untuk mengendalikan agar


kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati
biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus tersebut. Pengendalian bilirubin juga dapat
dilakukan dengan mengusahakan agar kunjugasi bilirubin dapat dilakukan dengan megusahakan
mempercepat proses konjugasi. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya
glukoronil transferase dengan pemberian obat seperti luminal atau fenobarbital. Pemberian
substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi
sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan
tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. 4

29
Fototerapi. Ikterus klinis dan hiperbilirubin indirek akan berkurang kalau bayi dipaparkan pada
sinar dalam spektrum cahaya yang mempunyai intensitas tinggi. Bilirubin akan menyerap cahaya
secara maksimal dalam batas wilayah warna biru (mulai dari 420 470 nm). Bilirubin dalam
kulit akan menyerap energi cahaya, yang melalui fotoisomerasi mengubah bilirubin tak
terkonjugasi yang bersifat toksik menjadi isomer-isomer terkonjugasi yang dikeluarkan ke
empedu dan melalui otosensitisasi yang melibatkan oksigen dan mengakibatkan reaksi oksidasi
yang menghasilkan produk-produk pemecahan yang akan diekskresikan oleh hati dan ginjal
tanpa memerlukan konjugat. Indikasi fototerapi hanya setelah dipastikan adanya hiperbilirubin
patologik. Komplikasi fototerapi meliputi tinja yang cair, ruam kulit, bayi mendapat panas yang
berlebihan dan dehidrasi akibat cahaya, menggigil karena pemaparan pada bayi, dan sindrom
bayi perunggu, yaitu warna kulit menjadi gelap, cokelat dan keabuan.3

Fenobarbital. Meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin. Pemberian obat ini akan
mengurangi timbulnya ikterus fisiologik pada bayi neonatus, kalau diberikan pada ibu dengan
dosis 90 mg/24 jam beberapa hari sebelum kelahiran atau bayi pada saat lahir dengan dosis 5
mg/kgBb/24 jam. Pada suatu penelitian menunjukan pemberian fenobarbital pada ibu untuk
beberapa hari sebelum kelahiran baik pada kehamilan cukup bulan atau kurang bulan dapat
mengkontrol terjadinya hiperbilirubinemia. Namun karena efeknya pada metabolisme bilirubin
biasanya belum terwujud sampai beberapa hari setelah pemberian obat dan oleh karena
keefektifannya lebih kecil dibandingkan fototerapi, dan mempunyai efek sedatif yang tidak
diinginkan dan tidak menambah respon terhadap fototerapi, maka fenobarbital tidak dianjurkan
untuk pengobatan ikterus pada bayi neonatus.2

Transfusi tukar. Dilakukan untuk mempertahankan kadar bilirubin indirek dalam serum bayi
aterem kurang dari 20 mg/dl atau 15 mg/dl pada bayi kurang bulan . Dapat diulangi sebanyak
yang diperlukan, atau keadaan bayi yang dipandang kritis dapat menjadi petunjuk melakukan
transfusi tukar selama hari pertama atau kedua kehidupan, kalau peningkatan yang lebih diduga
akan terjadi, tetapi tidak dilakukan pada hari ke empat pada bayi aterm atau hari ke tujuh pada
bayi prematur, kalau diharapkan akan segera terjadi penurunan kadar bilirubin serum atau akibat
mekanisme konjugasi yang bekerja lebih efektif. Transfusi tukar mungkin merupakan metode
yang paling efektif untuk mengkontrol terjadinya hiperbilirubinemia.1

30
KOMPLIKASI

Ensefalopati hiperbilirubinemia (bisa terjadi kejang, malas minum, letargi dan dapat
berakibat pada gangguan pendengaran, palsi serebralis).

PENCEGAHAN

Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :5

1. Pengawasan antenatal yang baik


2. Menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan ikterus bayi pada masa kehamilan
dan kelahiran.

3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.

4. Penggunaan Fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.

5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir

6. Pemberian makanan yang dini

7. Pencegahan infeksi

PROGNOSIS

Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui
sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati
biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak
setelah beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya
memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin kejang,
spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atetosis

31
disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan
hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan
berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan mental serta
ketajaman pendengarannya.4,5

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sclera mata ( normal berwarna putih) menjadi
kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat
merupakan suatu hal yang fisiologis ( normal), terdapat pada 25-50% bayi yang lahir cukup
bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis ( tidak normal) misalnya berlawanannya
Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis ( infeksi berat), penyumbatan saluran empedu dll. Ikterus
Neonatorum dibagi menjadi: 1
a. Ikterus Fisiologis - warna kuning akan timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3. - Tidak
mempunyai dasar patologis. 2
Kadarnya tidak melampuai kadar yang membahayakan.
Tidak mempunyai potensi menjadi kern-ikterus.
Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
b. Ikterus Patologis3
Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan; serum bilirubin total lebih
dari 12 mg/dl.
Peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.

32
Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR)
dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-
PD dan sepsis). - Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin
serum 1 mg/dl/jam atau lebih 5 mg/dl/hari.
Ikterus menetap sesudah bayi umur 10 hari ( bayi cukup bulan) dan lebih dari
14 hari pada BBLR. Penanganan pada bayi Ikterus:
Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi
Beri minum sesuai dengan kebutuhan. Makanan yang paling utama dan
sesuai untuk bayi baru lahir adalah ASI. Oleh sebab itu, berilah ASI pada
bayi sesering mungkin.
Jika bayi dapat menyusui, berilah ASI eksklusif lebih sering.
Jika bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI melalui piapa nasogastrik atau
dengan gelas dan sendok.
Perhatikan juga frekuensi BAB dan BAK bayi untuk menghindari terjadinya
dehidrasi.
Beri theraphy sinar untuk bayi yang dirawat di Rumah Sakit, dan jemur bayi
dibawah sinar matahari pagi sekitar jam 7-jam8 pagi setiap hari selama 15
menit bayi telungkup dan 15 menit bayi telentang.
Jika kondisi tubuh keluarga atau tamu sedang sakit, jangan dekat bayi
dahulu, sebab bayi sangat rentan terhadap penyakit.
Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan.
Cegah infeksi seminimal mungkin. Langkah Promotif dan perventif yang
dapat kita lakukan agar ikterus ini tidak terjadi yaitu: 1
Menghindari penggunaan obat pada ibu hamil yang dapat
mengakibatkan ikterus (sulfa, anti malaria, nitro furantio, aspirin).
Penanganan keadaan yang dapat mengakibatkan BBLR.
Penanganan infeksi maternal, ketuban pecah dini secara tepat dan
cepat. Penanganan asfiksia adan trauma persalinan dengan tepat.

33
Pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi baru lahir dengan ASI dini dan
eksklusif.

DAFTAR PUSTAKA

1) Behrman., Kliegman. & Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak( edisi: 15, vol 2).
Jakarta : EGC. 1397.

2) Sukadi A. 2010. Hiperbilirubinemia. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : IDAI. 147-169.

3) Ikterus. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/60438609/Case-Bilirubin-by-Indah,


Jakarta : 2004

4) Ikterus. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/59049020/Ikterus-Neonatorum, Jakarta


2007

5) Ikterus, diunduh dari http://www.scribd.com/doc/64790137/KASUS-ANAK-SS, Jakarta


2008

34

Anda mungkin juga menyukai