Anda di halaman 1dari 7

Anestesi pada sectio cesarean (SC)

Teknik anestesi yang dapat digunakan adalah anestesi umum . general anesthesia (GA),
Spinal, atau anestesi kombinasi spinal-epidural / Combined Spinal-Epidural/CSE). Literatur
yang menyarankan GA lebih sedikit dibandingkan penggunaan anestesi regional, namun
beberapa literatur menunjukkan efek hipotensi pada anestesi spinal atau epidural.

Secara umum, beberapa alasan GA kurang disarankan adalah beberapa hasil penelitian yang
menunjukkan nilai APGAR bayi pada menit pertama dan kelima pada SC dengan teknik GA
yang lebih rendah jika dibandingkan dengan penggunaak teknik anestesi regional. Selain itu,
SC dengan GA juga menunjukkan lebih banyak komplikasi maternal dan janin.

Rekomendasi untuk pemilihan teknik anestesi pada SC adalah :

- Keputusan untuk pemilihan teknik anestesi pada SC harus bersifat individual, dan
didasari beberapa faktor. Termasuk risiko anestesi terhadap ibu dan janin.
- Teknik neuraksial lebih disarankan dibanding GA untuk sebagian besar SC.
- Untuk SC darurat, kateter epidural memberikan onset kerja yang kurang lebih sama
dibandingkan dengan inisiasi anestesi spinal.
- Jika anestesia spinal dipilih, jarum spinal pencil point lebih disarankan dibandingkan
jarum spinal cutting-bevel.
- GA dapat dipilih dalam kondisi tertentu, yaitu janin mengalami bradiakrdi, ruptur
uterus, perdarahan berat, abruptio plasenta berat.
- Memposisikan rahim agak ke kiri disarankan selama proses kelahiran.
- Preload cairan intravena pada anestesi spinal
o Preload cairan intravena pada anestesi spinal mengurangi frekuensi hipotensi
maternal pada SC. Meski preload cairan mengurangi frekuensi hipotensi
maternal, inisasi anestesi spinal tidak perlu diundur untuk menunggu
pemberian cairan intravena.
- Ephedrine atau phenylephrine
o Literatur mendukung pemberian ephedrine atau phenylephrine efektif
mengurangi hipotensi maternal selama anestesi neuraksial.
1. Anestesi regional
Anestesi regional merupakan salah satu teknik anestesi yang lebih banyak dipilih
karena dianggap lebih aman. Anestesi general telah jarang digunakan di Amerika
Serikat sejak tahun 1997 pada SC. Teknik anestesi regional memiliki beberapa
keuntungan, yaitu berkurangnya risiko gagal intubasi dan aspirasi dari isi lambung,
menghindari penggunaan agen depresan, dan menjaga ibu tetap terbangun dan
merasakan sensasi melahirkan. Meski epidural, spinal, spinal kontinu, atau kombinasi
spinal-epidural dapat digunakan, anestesi spinal sering dijadikan pilihan karena
dianggap lebih cepat, dengan sifat blok yang lebih baik, dan lebih ekonomis, jika
dibandingkan dengan anestesi epidural.

Evaluasi Preoperasi SC dengan Anestesi Regional

Penting untuk memeriksa pasien sebelum dilakukan anestesi regional dengan


mengetahui masalah medis dan riwayat obstetrik. Pemeriksaan fisik dan saluran napas
diperlukan. Pemeriksaan laboratorium juga wajib dilakukan.

Infus intravena sesuai kebutuhan cairan maternal. Kekurangan cairan perlu dicegah
untuk menghindari hipotensi maternal yang dapat menyebabkan terganggunya aliran
darah uterus dan intervili, hingga dapat terjadi hipoksia janin, asidosis, dan depresi
pada neonatus. Pencegahan hipotensi dapat dilakukan dengan memberikan
penggeseran uterus ke kiri, vasopresor profilaksis.

Pemberian cairan pada ibu hamil juga harus cukup. Acuan yang ada di antaranya
adalah:

a. Anestesi spinal

Anestesi spinal memiliki banyak keuntungan. Di antaranya adalah :

- Onset induksi yang lebih singkat dibandingkan epidural dan memberikan blok
yang lebih baik (gagalnya blok yaitu bersifat sebagian/tidak komplet, jarang
terjadi).
- Dibutuhkan dosis obat yang lebih minimal, sehingga berkurangnya risiko
toksisitas dari anestesi tersebut, termasuk berkurangnya paparan obat terhadap
janin
- Ibu tetap sadar
- Minimalisasi risiko aspirasi
Namun kerugian teknik anestesi spinal di antaranya adalah :

- Tingginya insiden hipotensi


- Nausea dan muntah pada masa intrapartum
- Kemungkinan nyeri kepala setelah penyuntikan dura
- Terbatasnya durasi kerja (kecuali pada teknik spinal kontinu)

Pada anestesi spinal dapat dilakukan pada pasien dengan posisi duduk atau lateral
dengan solusio hiperbarik atau polos.

Faktor teknis

Level sensoris antara dermatom T4-T6 diperlukan untuk anestesi yang adekuat.
Tingkat ini dicapai dengan dosis anestesi lokal yang lebih rendah dibandingkan
dengan pada wanita tidak hamil baik pada anestesi epidural maupun spinal. Solusio
hiperbarik lebih dipilih untuk SC karena kecenderungannya untuk menyebar ke area
kifosis toraks pada kurang lebih T5. Penelitian Norris menunjukkan tidak ada
hubungan antara tinggi atau bobot tubuh ibu dengan penyebaran anestesia spinal
menggunakan dosis tetap 12mg hyperbaric bupivacaine. 12mg dianggap cukup
adekuat untuk sebagian besar persalinan. Sprague menunjukkan bahwa untuk
menghindari penyebaran anestesi lokal lebih jauh dengan posisi supine, disarankan
untuk melakukan anestesi spinal dengan posisi lateral kanan. Penempatan pasien
dengan posisi semilateral ke kiri, menyebabkan uterin bergeser ke kiri dan
meningkatkan distribusi lokal anestesi hiperbarik melalui ruang subarachnoid.

Medikasi pada anestesi spinal

Tambahan 0,2 mg epinephrine meningkatkan kualitas analgesia. Kombinasi antara


anestesi lokal dengan narkotik menunjukkan peningkatan intensitas anestesia sensoris
dan nosiseptif sensoris menumpul.
Fentanyl (6.2512.5 g) dicampur dengan bupivacaine 0,75% memiliki analgesia
intraoperatif yang sempurna juga sebagai pain relief yang baik post operasi dalam
beberapa jam. Selain itu terdapat berbagai jenis kombinasi medikasi pada anestesi
spinal, yaitu :

- Morfin subaraknoid, 0.10.5 mg, dicampur dengan 0.75% hyperbaric


bupivacaine dengan pereda nyeri bertahan 17 jam hingga 27 jam post operasi.
Namun, perlu diwaspadai kemungkinan depresi napas yang tertunda dengan
penggunaan morfin subaraknoid.
- Fentanyl dan morfin ditambahkan dengan klonidin dosis rendah (3060 g)
meningkatkan daya pereda nyeri post operasi.
- Meperidine 10 mg ditambahkan pada bupivacaine intrathecal menunjukkan
analgesia postoperatsi yang lebih panjang namun menimbulkan mual dan
muntah intraoperatif yang lebih hebat.
- Studi yang membandingkan efek bupivacaine, levobupivacaine, dan
ropivacaine untuk anestesi . Disimpulkan bahwa campuran bupivacaine
dengan sufentanil menunjukan efek anestesi yang superior secara signifikan,
dan dianggap sebagain pilihan untuk melakukan SC.

Yang diperlukan dalam anestesi spinal pada SC :

- Akses intravena yang baik dan penggunaan Ringer Laktat (jika tidak ada
kontraindikasi).
- Pengawasan nadi, tekanan darah, EKG, dan saturasi oksigen.
- Hyperbaric bupivacaine, 0.75% (1213 mg), kecuali pada ketinggian anestesi
yang ekstrim, dicampurkan dengan 1020 g fentanyl dan 100200 g
morphine
- Menggunakan jarum 27-gauge Quincke atau 25-gauge Whitacre
- Posisi uterus agak ke kiri selama operasi.
- Terapi menurunnya tekanan darah maternal dengan 40 g phenylephrine,atau
ephedrine 510 mg.
- Tersedianya oksigen melalui nasal kanul atau face mask.
- Pengawasan postoperasi untuk mewaspadai depresi napas tertunda jika morfin
subaraknoid digunakan.
- Anestesi spinal kontinu dapat digunakan pada pasien dengan ukuran tubuh
pendek atau sangat obesitas. Karena dengan anestesi spinal kontinu dapat
didapatkan tingkat anestesi sensori yang diinginkan dengan dosis kecil yang
ditingkatkan secara gradual. Selain itu dapat menghindari risiko hipotensi dan
blok yang terlalu tinggi.

Pada pasien dengan keadaan hipotensi intraoperatif dan gangguan aliran darah
uterus setelah anestesi spinal, dapat dikoreksi dengan infus IV cepat dekstran 5%
atau dekstran 6%. Vasopresor seperti phenylephrine, levarterenol dan angiotensin
mengembalikan hanya tekanan darah maternal tanpa memperbaiki koreksi perfusi
uterus. Jika hipotensi terjadi sebelum dilakukan anestesi, waspada akan fenomena
kompresi aortocaval. Fenomena ini dapat diatasi dengan pemberian kristaloid 1L
bersamaan dengan pergeseran uterus ke kiri.

Pemberian profilaksi ephedrine IV bolus (0,25mg/kgBB) dapat mencegah


turunnya sistolik lebih dari 30% setelah anestesi spinal.

Kontraindikasi Anestesi Spinal pada SC

- Perdarahan maternal berat


- Hipotensi maternal berat
- Gangguan koagulasi
- Gangguan neurologis
- Penolakan dari pasien
- Masalah teknis
- Bentuk tubuh yang terlalu pendek dan terlalu obesitas (cenderung blok spinal
yang terlalu tinggi)
- Sepsis, infeksi di area tempat jarum dimasukkan atau pada tubuh pasien secara
keseluruhan.
b. Anestesi epidural
Ketika fleksibilitas diperlukan (misalkan SC diperkirakan akan lama), teknik
kateter dan epidural biasanya akan dipilih. Pada ibu dengan risiko tinggi, kateter
epidural dipasang lebih awal untuk berjaga-jaga akan adanya SC darurat.
Lokal anestesi yang ideal adalah yang memiliki onset kerja blok sensoris yang
cepat. Anestesi lokal yang umum digunakan adalah 2-chlorprocaine, lidoacine,
dan bupivacaine. Ketika dibandingkan dengan anestesi spinal, dibutuhkan dosis
besar lokal anestesi yang digunakan untuk mencapai level anestesi yang adekuat
untuk melaksanakan SC. Karena volume anestesi lokal yang besar diberikan
melalui kateter epidural untuk SC, beberapa ukuran dapat digunakan untuk
mecegah toksisitas anestesi lokal. Pertama, kateter perlu di aspirasi sebelum
digunakan, dan diperlukan uji dalam pemberian dosis. Kedua, anestesi harus
diberikan dalam dosis terbagi. Terakhir, obat-obatan yang lebih aman )seperti
chlorprocaine dan lidocaine) atau ropvacaine dan lovobupivacaine dapat dipilih.
Seperti pada spinal, beberapa hal dapat ditambahkan untuk meningkatkan kualitas
blokade. Karena semua lokal anestesi merupakan basa lemah dan dipasarkan
dalam larutan asam, lokal anestesi terionisasi dan tidak siap menembus membran
lemak. Dengan penambahan sejumlah kecil bikarbonat (1ml terhadap 9-10ml
anestesi lokal), akan terjadi peningkatan pH dan proporsi lokal anestesi yang tidak
terionisasi, hingga akan mempersingkatan onset kerja blokade.
Kondisi intraoperatif selama anestesi epidural dapat membaik dengan
penambahan fentanyl 50-100g.

Lidocaine 2% dan epinephrine merupakan salah satu anestesi pilihan karena


anestesi sensori dan motor yang paling baik dan durasi kerjanya yang lama. 2-
chlorprocaine yang memiliki durasi anestesi yang singkat menguntungkan pada
kondisi ibu dengan gawat janin, karena paparan janin terhadap anestesi yang lebih
singkat.
Yang perlu diperhatikan pada anestesi epidural dalam SC:
- Infus Ringer laktat IV
- Monitor nadi dan tekanan darah, EKG, saturasi oksigen dan peningkatan
denyut jantung janin selama induksi dari anestesi.
- Diberikan 2% lidocaine dengan epinephrine, 0.5% bupivacaine, 0.5%
ropivacaine, 0.5% levobupivacaine, atau 3% 2-chloroprocaine. Dosis anestesi
lokal terbagi, diinjeksikan secara epidural hingga tingkat analgesia sensorik T4
tercapai. Kurang lebvih 20ml dibutuhkan untuk mencepai tingkat ini.
- Uterus digeser ke kiri
- Terapi pada penurunan tekana darah maternal dengan ephedrine (510 mg
setiap pemberian) dan volume expansion. Phenylephrine (40 g) dapat
diberikan dalam dosis-dosis kecil jika pasien memiliki kontraindikasi
terhadap.
- Diberikan oksigen dengan face mask (68 L/min) untuk mempertahankan
keseimbangan nilai asam basa ibu dan janin.
- Pengawasan postoperasi terhadap depresi napas harus dilakukan jika epidural
morfin digunakan.
c. Teknik Combined Spinal-Epidural (CSE)
Teknik ini menawarkan analgesia dengan onset cepat dan risiko toksisitas
minimal. Teknik ini juga dapat memperpanjang efek analgesik dengan
menggunakan kateter epidural.

Komplikasi Anestesi Regional

1. Hipotensi

Hipotensi terjadi saat sistolik kurang dari 100mmHg atau berkurang 20% dari
baseline sistol. Insidensi dan keparahan hipotensi dipengaruhi dari ketinggan dari
blok, posisi ibu, dan ada atau tidaknya profilaksis pencegah hipotensi. Meski
ephedrin 5-10mg masih menjadi terapi lini pertama, namun bukti terakhir lebih
mendukung pada penggunaan phenylephrine.

2. Punksi dura tanpa sengaja/ wet tap


Komplikasi ini dapat menyebabkan PDPH (Post Dural Puncture Headache).
Terapi yang dapat dilakukan adalah reposisi kateter epiduralke dalam ruang spinal
menjadi teknik spinal kontinu. Teknik ini meredakan nyeri dengan cepat.
3. Post-dural Puncture Headache
PDPH dapat dikurangi dengan 5 langkah, yaitu :
- Injeksi CSF dari spuit epidural kembali ke ruang subarachnoid melalui jaru9m
epidural.
- Insersi kateter epidural ke ruang subaraknoid
- Injeksi normal saline ke kateter intratekal
- Melakukan analgesia intratekal kontinu
- Membiarkan kateter intratekal in situ selama 12-20 jam

Dapat diterapi dengan kafein atau analgesik.

Anda mungkin juga menyukai