Anda di halaman 1dari 266

UNIVERSITAS INDONESIA

APLIKASI TEORI KONSERVASI LEVINE


DALAM ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
ANAK
YANG MENGALAMI PENINGKATAN SUHU TUBUH
DI RUANG PERAWATAN PENYAKIT INFEKSI GEDUNG A
RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

BUDIYATI
0906620083

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN
ANAK
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
DEPOK
JUNI
2012

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

APLIKASI TEORI KONSERVASI LEVINE


DALAM ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
ANAK
YANG MENGALAMI PENINGKATAN SUHU TUBUH
DI RUANG PERAWATAN PENYAKIT INFEKSI GEDUNG A
RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR


Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ners Spesialis Keperawatan Anak

BUDIYATI
0906620083

PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
DEPOK, JUNI 2012
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan limpahan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir yang
berjudul: Aplikasi Teori Konservasi Levine Dalam Asuhan Keperawatan
Klien Anak Yang Mengalami Peningkatan Suhu Tubuh di Ruang
Perawatan Penyakit Infeksi Gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta. Karya Ilmiah Akhir ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Program Studi Ners Spesialis Ilmu
Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Pada proses penyusunan karya ilmiah akhir ini, penulis menyadari banyak
mendapat hambatan, namun berkat bantuan dan bimbingan dari semua pihak
maka karya ilmiah akhir ini akhirnya dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang
terhormat :
1. Nani Nurhaeni, S.Kp., MN., sebagai Supervisor Utama yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan karya ilmiah akhir
ini.
2. Dessie Wanda, S.Kp., MN., sebagai Supervisor yang dengan penuh
kesabaran telah memberikan bimbingan berupa masukan dan arahan selama
penyusunan karya ilmiah akhir ini.
3. Dewi Irawaty, M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
4. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., MN., selaku Ketua Program Pasca Sarjana
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
5. Almarhum Ibunda dan Ayah tercinta, slalu teriring doa untuk beliau,
terimakasih atas pengorbanannya selama ini, juga kakak dan adikku yang
selalu mendukung dan mendoakan.
6. Keluargaku tercinta, suamiku Mugi Hartoyo, MN., dan ketiga buah hatiku
Ananda Rifda Fairuz Mumtaz, Shafa Naziiha Mumtaz, dan Faris Syafiq
Falahuddin Mumtaz, terimakasih atas doa, cinta, dukungan dan
pengorbanannya.

vi
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
7. Teman-teman seangkatan tahun 2009, khususnya Program Ners Spesialis
Keperawatan Anak special thanks for Linda, Ikeu, Ririn, Indah, Sulisna,
Santun, Hartini dan Herni yang selalu memotivasi selama penyusunan karya
ilmiah ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah membantu
penulis dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala kebaikan yang telah
diberikan. Semoga karya ilmiah akhir ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu keperawata

Depok, 11 Jun

Budiya
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
PROGRAM NERS SPESIALIS ILMU KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA

Karya Ilmiah Akhir, Juni 2012


Budiyati

Aplikasi Teori Konservasi Levine Dalam Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak Yang Mengalami
Peningkatan Suhu Tubuh Di Ruang Perawatan Penyakit Infeksi Gedung A RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta

ABSTRAK

Karya Ilmiah Akhir ini merupakan gambaran pelaksanaan kegiatan praktik keperawatan ners spesialis
anak selama satu tahun yang dimulai dari tanggal 3 Oktober 2011 sampai dengan 20 April 2012 yang
menerapkan peran dan fungsi dari ners spesialis keperawatan anak. Karya Ilmiah Akhir ini memfokuskan
pada aplikasi Teori Konservasi Levine dalam asuhan keperawatan klien anak yang mengalami
peningkatan suhu tubuh di ruang perawatan penyakit infeksi. Pengkajian yang dilakukan meliputi
konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal dan konservasi integritas
sosial. Tropikognosis dan justifikasi yang dirumuskan meliputi dari keempat konservasi tersebut.
Hipotesa, planning dan implementasi disesuaikan dengan konservasi energi, konservasi integritas
struktur, konservasi integritas personal dan konservasi integritas sosial. Dari hasil evaluasi didapatkan
bahwa kelima kasus klien terpilih yang mengalami peningkatan suhu tubuh setelah diberikan asuhan
keperawatan, didapatkan hasil 5 klien semuanya terbebas dari demam dan semuanya pulang dengan
kondisi bebas demam. Selanjutnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien anak, residen
merekomendasikan untuk menerapkan prinsip caring, atraumatic care, family centered care dan upaya
pencegahan infeksi nosokomial dengan cara bekerja sesuai dengan standar operasional prosedur dan
standar asuhan keperawatan serta memperhatikan prinsip sterilitas dan teknik aseptik yang dapat
dilakukan dengan tindakan cuci tangan dengan handrub. Sebagai inovator residen melakukan modifikasi
ruang tindakan menjadi ruangan yang bernuansa anak untuk meminimalkan atraumatic care dan residen
juga melakukan discharge planning dimulai dari pasien baru sampai pasien pulang dan membuat media
penkes sebagai media untuk melakukan pendidikan kesehatan pada orang tua dan keluarga pasien.

Kata kunci: Peningkatan Suhu Tubuh, Penyakit Infeksi, Teori Konservasi Levine

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


viii

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


SPECIALIZED NURSE PROGRAM OF NURSING SCIENCE
PEDIATRICS NURSING STREAM-NURSING SCIENCE FACULTY
UNIVERSITY of INDONESIA

Final Scientific Paper, June 2012


Budiyati

Application of Levines Conservation theory into nursing care of children


suffering from increased body temperature (hyperthermia) in infection ward
building A RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

ABSTRACK

This final scientific paper is a clinical nursing practice report of pediatrics nurse
rd th
specialist practice that is conducted for one year from 3 October 2011 until 20 April
2012 by applying the role and function of pediatrics nurse specialist. The paper is
focusing on the application of Levines conservation theory into nursing care of
children suffering from hyperthermia in infection ward. The assessment that is
performed including conservation of energy, the structure of conservation integrity,
personal integrity conservation, and social integrity conservation. Tropicognoses and
justification, which are formulated including the fourth areas of conservation.
Hipotesa, plan, and implementation are customized with conservation of energy, the
structure of conservation integrity, personal integrity conservation, and social integrity
conservation. Based on the conducted evaluation, it was resulted that from five chosen
clients who suffering from hypothermia, after receiving nursing care they were recover
from hyperthermia and discharged home with normal body temperature. Moreover, in
providing nursing care to children, resident recommends to apply the principal of
caring, atraumatic care, family centered care and effort preventing nosocomial
infection by working based on standard operating procedure and nursing care standard,
and also applying sterile principal and aseptic technique by washing hand with
handrub. As an innovator, resident modified the intervention room as a child room
with some decorations in order to minimize atraumatic care. The resident was also
made a discharge planning with starting from obtaining new patient until discharging
home, and provided health education for parents and family of clients.

Key words: Increased body temperature, infection disease, Levines conservation


theory.
ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN .. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.. .. iii
HALAMAN PENGESAHAN . iv
KATA PENGANTAR .................... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................... vii
ABSTRAK BAHASA INDONESIA .. viii
ABSTRAK BAHASA INGGRIS ... ix
DAFTAR ISI .. x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR SKEMA .. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang 1
1.2.Tujuan . 9
1.3.Sistematika penulisan... 10
BAB 2 APLIKASI TEORI KEPERAWATAN
2.1.Gambaran kasus... 11
2.2. Tinjauan Teoritis ............................................................................ 17
2.2.1. Meningitis .............................................................................. 17
2.2.2. Demam ................................................................................... 24
2.2.3. Family Centered Care ............................................................ 34
2.3.Integrasi teori dan konsep keperawatan dalam proses keperawatan 35
2.3.1.Konsep Teori Konservasi Levine ........................................... 35
2.3.2.Proses Keperawatan Dalam Teori Levine .............................. 40
2.3.3.Paradigma Teori Konservasi Levine ...................................... 43
2.4.Aplikasi teori keperawatan pada kasus terpilih................................ 47
2.4.1.Pengkajian .............................................................................. 47
2.4.2. Tropikognosis dan Justifikasi ................................................ 50
2.4.3. Hipotesis Keperawatan .......................................................... 51
2.4.4. Intervensi Keperawatan ......................................................... 53
2.4.5. Evaluasi Keperawatan ........................................................... 59
BAB 3 PENCAPAIAN KOMPETENSI
3.1.Peran Ners Spesialis Keperawatan .................................................. 64
3.1.1.Pelaksana asuhan Keperawatan .............................................. 64
3.1 2. Hubungan terapeutik ............................................................. 66
3.1.3.Advokator .............................................................................. 67
3.1.4.Pencegahan Penyakit dan Promosi Kesehatan ....................... 67
3.1.5.Pendidikan Kesehatan ............................................................ 67
3.1.6.Dukungan dan Konseling ....................................................... 68
3.1.7.Kolaborator ............................................................................. 68
3.1.8.Pembuat Keputusan Etis ......................................................... 69
3.1.9.Peneliti .................................................................................... 69
3.1.10.Inovator ................................................................................ 69

xi

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


BAB 4 PEMBAHASAN
4.1.Penerapan Teori Konservasi Levine dalam asuhan 71
keperawatan klien anak yang mengalami peningkatan suhu
tubuh ...........................................................................................
4.1.1.Pengkajian ......................................................................... 71
4.1.2.Tropikognosis dan Justifikasi ............................................ 80
4.1.3.Hipotesis Keperawatan ...................................................... 81
4.1.4.Intervensi dan Implementasi Keperawatan ....................... 82
4.1.5. Evaluasi Keperawatan ...................................................... 87
4.2.Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam pencapaian target . 91
4.2.1. Dukungan ............................................................................ 91
4.2.2. Hambatan ............................................................................ 92
4.2.3. Analisa Kelebihan dan Kekurangan Teori Konservasi Levin
................................................................................................ 94
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan ........................................................................................ 96
5.2. Saran .............................................................................................. 97
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 99
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Meningitis.............................................................18

xii

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 WOC Demam........................................................................33

Skema 2.2 Integrasi Teori Konservasi Levine Pada Proses Keperawatan 46


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kasus kelolaan 1

Lampiran 2 Kasus kelolaan 2

Lampiran 3 Kasus kelolaan 3

Lampiran 4 Kasus kelolaan 4


Lampiran
Laporan
5 Proyek Inovasi di Ruang Peristi RSPAD Gatot
Soebroto Jakarta
Laporan Proyek Inovasi di Ruang Anggrek RSAB Harapan Kita Jakarta
Lampiran 6

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


xiv

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


1

BAB 1
PENDAHULUAN

Bab satu menguraikan tentang latar belakang, tujuan umum dan tujuan khusus
serta sistematika penulisan.
1.1. Latar Belakang

Tahap usia anak merupakan masa hidup seseorang mulai dari konsepsi
sampai awal memasuki usia dewasa. Anak memiliki karakteristik tertentu
dan unik yang berbeda dengan orang dewasa. Tahap usia anak merupakan
periode yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Proses
pertumbuhan dan perkembangan menyebabkan anak akan mengalami
berbagai perubahan fisik yang ditandai dengan bertambahnya ukuran tubuh
dan proses perkembangan kemampuan mental intelegensi dan perilaku sosial
anakanak dimana terjadi peningkatan kapasitas untuk berfungsi pada
tingkat yang lebih tinggi (Muscari, 2005).

Seiring dengan proses pertumbuhan dan perkembangannya anak mengalami


suatu rentang sehat dan sakit yang membutuhkan layanan kesehatan dan
keperawatan. Pelayanan keperawatan mulai dari peningkatan status
kesehatan, mempertahankan kesehatan anak dan mengembalikan fungsi
kesehatan yang optimal adalah merupakan lingkup dalam keperawatan anak.
Sakit dan dirawat di rumah sakit (hospitalisasi) merupakan krisis utama yang
tampak pada anak. Hospitalisasi dan penyakit merupakan pengalaman yang
penuh tekanan pada anak-anak, utamanya karena perpisahan dengan
lingkungan normal dimana orang lain berarti, seleksi perilaku koping
terbatas, dan perubahan status kesehatan (Potter & Perry, 2006).

Perbedaan karakteristik menyebabkan masalah kesehatan yang terjadi pada


anak berbeda dengan masalah kesehatan yang terjadi pada orang dewasa.
Respon anak terhadap penyakit juga berbeda dengan orang dewasa. Anak
yang mengalami suatu penyakit akan menyebabkan gangguan pada
perubahan fisiologis yang seharusnya dialami oleh anak. Kemampuan
anak untuk
Universitas Indonesia
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
melewati kondisi sakit dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi dan
pertahanan fisiologis tubuh serta ketahanan psikologis dan lingkungan sosial
anak. Dengan demikian pendekatan intervensi untuk mengatasi penyakit
yang dialami oleh anak membutuhkan pendekatan yang komperehensif
dengan memperhatikan aspek perkembangan fisik dan psikososial anak
(Muscari, 2005)

Sehat dan sakit yang dialami anak adalah akibat dinamika kompleks dan
faktor lingkungan, sosial, budaya, politik dan ekonomi, sehingga tidak ada
intervensi tunggal yang secara sukses memotong siklus morbiditas dan
mortalitas anak. Kualitas hidup anak akan tercapai apabila kesejahteraan
anak terjamin. Kesejahteraan anak dipengaruhi oleh pola asuh, gaya hidup
pola penyakit, lingkungan dan pelayanan kesehatan (Behrman, & Arvin,
2006). Pelayanan keperawatan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan
klien melalui tindakan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sehingga
klien dapat hidup sehat, produktif dan memiliki kualitas hidup yang optimal.
Hal ini menjadi tanggung jawab perawat untuk menjalankan tugasnya secara
profesional.

Penyakit infeksi merupakan penyebab utama angka kesakitan dan kematian


bayi dan anak terutama di negara berkembang termasuk di Indonesia. Data
World Health Organization (WHO) tahun 2010 menunjukkan bahwa lebih
dari 70% kematian balita disebabkan oleh penyakit infeksi seperti diare,
pneumonia, campak, malaria dan malnutrisi. Menurut UNICEF penyakit
infeksi merupakan penyebab kematian utama, dari 9 juta kematian pada
balita pertahun di dunia, lebih dari 2 juta diantaranya meninggal akibat
penyakit penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). WHO
melaporkan lebih dari 50% kasus penyakit infeksi berada di Asia Tenggara
dan Afrika. Dilaporkan, tiga perempat kasus penyakit infeksi pada balita
berada di 15 negara berkembang, Indonesia termasuk dalam himpunan 15
negara itu, dan menduduki peringkat ke-6 dengan jumlah 6 juta kasus
(Ditjen P2M Depkes, 2010). Berdasarkan buku register di ruang infeksi
gedung A rumah sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta selama 3 bulan terakhir dari bulan Januari - Maret
2012, sepuluh penyakit terbanyak yang diderita oleh anak adalah
pneumonia, gizi buruk, atresia bilier, demam berdarah dengue, diare,
encephalitis, meningitis, striktur esofagus, kejang demam dan thypoid.

Penyakit infeksi sering didahului dengan proses peradangan atau inflamasi.


Pada proses peradangan biasanya terjadi gejala peningkatan suhu tubuh atau
demam. Demam dapat terjadi karena mekanisme pengeluaran panas tidak
mampu untuk mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi
panas, yang mengakibatkan peningkatan suhu tubuh abnormal. Demam
biasanya tidak berbahaya jika berada pada suhu di bawah 39C. Davis dan
Lentz (1989) merekomendasikan untuk menentukan demam berdasarkan
beberapa pembacaan suhu dalam waktu yang berbeda pada satu hari
dibandingkan dengan suhu normal orang tersebut pada waktu yang sama, di
samping terhadap tanda vital dan gejala infeksi (Potter & Perry, 2006).

Demam pada anak merupakan gejala atau keluhan yang umumnya


menyebabkan orang tua berusaha melakukan pertolongan dengan upaya
sendiri dirumah atau membawa berobat ke unit layanan kesehatan. Survey
Kesehatan Nasional (2010) melaporkan bahwa prevalensi panas pada balita
adalah 33%, dengan angka tertinggi pada bayi umur 6-11 bulan yaitu 43%,
pada anak umur 12-23 bulan adalah 39%. Panas menempati urutan pertama
dari 4 gejala terbanyak pada anak masing-masing yaitu panas (33,4%), batuk
(28,7%), batuk dan nafas cepat (17,0%), dan diare (11,4%). Berdasarkan
survei tersebut, panas pada anak terutama disebabkan oleh infeksi saluran
pernafasan, campak, demam tifoid dan infeksi saluran pencernaan. Data dari
Unit Gawat Darurat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 2011
menunjukkan bahwa kasus dengan keluhan utama demam adalah sebanyak
20-25% dari kasus anak, dan demam sebagai keluhan tambahan adalah
sebanyak 10-15% (Widagdo, 2012).
Demam terutama biasa terjadi pada pada infeksi sebagai reaksi fase akut.
Pada keadaan ini, zat yang menimbulkan demam (pirogen) seperti bakteri dan
virus
menyebabkan peningkatan suhu tubuh (perubahan pada set poin). Saat
bakteri dan virus tersebut masuk ke dalam tubuh, pirogen bekerja sebagai
antigen akan mempengaruhi system imun. Oleh karena itu, sel darah putih
diproduksi lebih banyak lagi untuk meningkatkan pertahanan tubuh melawan
infeksi. Selain itu, substansi sejenis hormon dilepaskan untuk melawan
infeksi. Substansi ini juga mencetuskan hipotalamus untuk mencapai set
point. Untuk mencapai set point baru yang lebih tinggi tubuh memproduksi
dan menghemat panas. Dibutuhkan beberapa jam untuk mencapai set point
baru dari suhu tubuh. Selama periode ini, orang tersebut menggigil, gemetar
dan merasa kedinginan, meskipun suhu tubuh meningkat. Fase menggigil
berakhir ketika set point baru yaitu suhu yang lebih tinggi tercapai. Selama
fase berikutnya, masa stabil, menggigil hilang dan pasien meras hangat dan
kering. Jika set point baru telah melampaui batas, atau pirogen telah
dihilangkan, terjadi fase ketiga episode febris. Set point hipotalamus turun,
menimbulkan respons pengeluaran-panas. Kulit menjadi hangat dan
kemerahan karena vasodilatasi. Diaforesis membantu evaporasi pengeluaran
panas. Ketika demam berhenti suhu tubuh klien akan turun, dan klien
menjadi tidak demam atau afebril (Potter & Perry, 2006).

Demam merupakan mekanisme pertahanan yang penting. Peningkatan ringan


suhu sampai 39C meningkatkan system imun tubuh. Selama episode febris,
produksi sel darah putih distimulasi. Suhu yang meningkat menurunkan
konsentrasi zat besi dalam plasma darah, menekan pertumbuhan bakteri.
Demam juga melawan infeksi karena virus menstimulasi interferon (substansi
yang bersifat melawan virus). Pola demam berbeda bergantung pada pirogen.
Peningkatan dan penurunan jumlah pirogen berakibat puncak demam dan
turun dalam waktu yang berbeda. Durasi dan derajat demam bergantung pada
kekuatan pirogen dan kemampuan individu untuk berespons (Potter & Perry,
2006).

Selama demam, metabolisme meningkat dan konsumsi oksigen bertambah.


Metabolisme tubuh meningkat 7% untuk setiap derajat kenaikan suhu.
Fekuensi jantung dan pernapasan meningkat untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh terhadap nutrisi. Metabolisme yang meningkat
menyebabkan peningkatan penggunaan energi dan akan memproduksi panas
tambahan. Demam yang lama dapat melelahkan klien dengan menghabiskan
simpanan energi. Peningkatan metabolisme membutuhkan tambahan oksigen,
jika kebutuhan oksigen tidak terpenuhi, terjadi hipoksia seluler (oksigen tidak
adekuat). Hipoksiamiokard mengakibatkan angina (nyeri dada). Hipoksia
serebal menyebabkan konvulsi (Potter & Perry, 2006; Widagdo, 2012).

Peningkatan suhu tubuh atau demam juga akan meningkatkan resiko


kekurangan volume cairan akibat peningkatan insesible water loss (IWL)
melalui pernafasan dan pengeluaran keringat (diaporessis) seiring dengan
peningkatan metabolisme tubuh. Kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi
dapat menyebabkan kerusakan jaringan karena adanya penurunan proses
perfusi jaringan (Potter & Perry, 2006). Mekanisme regulasi digunakan untuk
mengatasi demam yang membuat klien beresiko kekurangan volume cairan.
Kehilangan air melalui peningkatan pernapasan dan diaforesis dapat menjadi
berlebihan. Dehidrasi dapat menjadi masalah serius pada lansia dan anak-
anak yang berat badannya rendah. Mempertahankan keadaan volume cairan
yang optimal merupakan tindakan keperawatan yang penting. Kelelahan
akibat panas terjadi bila diaforesis yang banyak mengakibatkan kehilangan
cairan dan elektrolit secara berlebihan. Tanda dan gejala kurang volume
cairan adalah hal yang umum selama kelelahan akibat panas. Tindakan
pertama yaitu memindahkan klien ke lingkungan yang lebih dingin serta
memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit (Potter & Perry, 2006).

Peningkatan metabolisme akan menghabiskan cadangan energi tubuh,


akibatnya anak akan mengalami kelemahan umum (Potter & Perry, 2006).
Kelemahan umum akan mengganggu kemampuan anak untuk melakukan
aktivitas sebagaimana yang dilakukan oleh anak-anak lainnya yang sedang
giat untuk beraktivitas mengeksplorasi kemampuan mereka.
Ketidakmampuan yang
dimiliki oleh anak dapat menyebabkan gangguan integritas personal diri anak
(Hockenberry & Wilson, 2007).

Peningkatan suhu tubuh pada anak sangat berpengaruh terhadap fisiologis


organ tubuhnya karena luas permukaan tubuhnya lebih kecil dibandingkan
dengan orang dewasa, menyebabkan ketidakseimbangan pada organ
tubuhnya. Peningkatan suhu tubuh yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
dehidrasi, letargi, penurunan nafsu makan sehingga asupan gizinya
berkurang, juga dapat menyebabkan kejang yang mengancam kelangsungan
hidupnya, lebih lanjut dapat mengakibatkan terganggunya proses tumbuh
kembang anak (Widagdo, 2012).

Pada beberapa kondisi, peningkatan suhu tubuh juga menimbulkan


ketidaknyamanan pada anak, oleh karena itu implikasi demam bagi asuhan
keperawatan adalah upaya intervensi untuk memberikan kenyamanan bagi
anak pada saat suhu tubuhnya meningkat (Hockenberry & Wilson, 2009;
Soedarmo, Garna, Hadinegoro & Satari, 2012; Widagdo, 2012). Namun
peningkatan suhu tubuh pada anak juga sering membuat orang tua merasa
ketakutan yang berlebihan (fever phobia) dan menyebabkan kecemasan.
Orang tua menganggap peningkatan suhu tubuh sebagai penyakit serius,
terlebih lagi bila panas badan yang terlalu tinggi disertai kejang-kejang.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh pemahaman yang kurang tentang manfaat
demam bagi tubuh. Oleh karena itu seringkali tenaga kesehatan terpaksa
melakukan prosedur yang berlebihan untuk mengatasi peningkatan suhu
tubuh pada klien anak yang terkadang tidak sesuai dengan pembuktian ilmiah
(evidence based practice) (Zomorrodi & Attia, 2008). Prinsip intervensi
keperawatan yang dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh dan
meminimalkan efek samping pemberian antibiotik dan antipiretik bagi anak
dikemudian hari dengan menggunakan metode yang efektif dan efisien
adalah dengan mengenakan pakaian yang tipis, memberi banyak minum,
banyak istirahat, memberikan kompres hangat dan kolaborasi pemberian obat
penurun panas ( Joana Brigde Institute, 2001; Widagdo, 2012).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa anak dengan penyakit
infeksi yang mengalami peningkatan suhu tubuh atau demam beresiko
mengalami kehilangan energi. Sementara itu suplai energi sangat dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh agar dapat mempertahankan
fungsi tubuh. Untuk itu perlu dikembangkan asuhan keperawatan yang
berfokus pada konservasi, diperlukan suatu model teori yang dapat
mengarahkan perawat untuk mengatasi masalah utama klien sekaligus
melibatkan keluarga dalam mengatasi masalah keperawatan yang muncul.

Sesuai dengan peran perawat ners spesialis, dalam hal ini residen berusaha
untuk mengembangkan profesionalisme dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien, khususnya untuk mengatasi masalah peningkatan
suhu tubuh pada anak dengan penyakit infeksi. Untuk meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan yang diberikan, residen berusaha mengembangkan
asuhan keperawatan yang efektif melalui pendekatan dengan teori
keperawatan. Untuk mengatasi peningkatan suhu tubuh pada pasien dengan
penyakit infeksi dapat dilakukan intervensi dengan komperehensif dengan
mempertimbangkan penyebab dan akibat dari peningkatan suhu tubuh
tersebut. Pendekatan teori konservasi yang dipelopori oleh Myra Estrin
Levine sesuai untuk mengatasi masalah peningkatan suhu tubuh pada anak
dengan penyakit infeksi.

Penerapan model Konservasi Levine dalam penanganan klien dengan


peningkatan suhu tubuh, sesuai dengan tujuan teori ini yaitu untuk
mengkonservasi energi, mengkonservasi integritas struktur, personal dan
sosial klien. Konservasi terhadap salah satu aspek tersebut diharapkan dapat
ikut mengkonservasi ketiga aspek lainnya secara langsung maupun tidak
langsung. Dengan pemberian kenyamanan secara fisik, maka akan terjadi
konservasi integritas struktur. Kondisi ini secara tidak langsung akan
mengkonservasi energi dan mengkonservasi integritas personal dan sosial
klien, maka selanjutnya tubuh akan berfokus pada upaya penyembuhan
(Alligood, 2010).
Konsep utama teori Levine terdiri dari wholism (menyeluruh/integritas),
adaptasi dan konservasi. Sehat yang wholism (menyeluruh) adalah sesuatu
yang bersifat organik, mengalami perubahan/kemajuan, saling
menguntungkan antara perbedaan fungsi dan bagian yang ada didalam tubuh,
bersifat terbuka dan saling mempengaruhi dengan lingkungan sekitar. Secara
umum, individu akan melakukan adaptasi dalam menghadapi perubahan
lingkungan. Adaptasi adalah proses perubahan agar individu dapat
mempertahankan integritas dalam lingkungannya baik internal maupun
eksternal. Kondisi demam membutuhkan adaptasi lingkungan internal tubuh
maupun eksternal agar mampu mempertahankan dan mengembalikan kondisi
homeostasis tubuh (Tomey & Alligood, 2006; Alligood, 2010).

Konservasi dalam teori Levine merupakan suatu gambaran sistem yang


kompleks agar manusia mampu melanjutkan fungsi ketika terdapat beberapa
ancaman. Dengan konservasi, manusia mampu melawan rintangan dan
beradaptasi yang sesuai dengan pertahanan mereka yang unik. Menurut
Levine, prinsip konservasi terdiri dari konservasi energi, integritas struktur,
integritas personal dan integritas sosial. Dalam kondisi demam anak perlu
mempertahankan konservasi energi untuk keseimbangan energi dan
menghasilkan energi yang konstan untuk mempertahankan kehidupan. Energi
diperlukan untuk proses penyembuhan dan pertumbuhan. Pada kondisi
demam, agar klien dapat mempertahankan integritas struktur, perawat harus
berusaha meningkatkan jumlah perbaikan jaringan yang mengalami penyakit
dan dengan cepat mengidentifikasi perubahan fungsi yang terjadi dengan
intervensi keperawatan (Tomey & Alligood, 2006; Alligood, 2010).

Sebagai perawat yang profesional, perawat berperan dalam memberikan


asuhan keperawatan, memberi konseling dan pendidikan kesehatan,
advokator bagi klien dan keluarga, kolaborasi dengan disiplin ilmu lain yang
terkait, sebagai peneliti dan inovator untuk perkembangan dalam bidang ilmu
keperawatan (Wong, Eaton, Wilson, Winkelstein & Schwartz, 2009). Dalam
melaksanakan peran sebagai inovator residen berusaha untuk melakukan
pengembangan dalam pemberian asuhan keperawatan melalui peningkatan
family centered care dengan meningkatkan peran serta keluarga dalam
asuhan keperawatan. Residen memfasilitasi keluarga untuk ikut terlibat
dalam merawat anak sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi
penyakit pada anak.

Aplikasi teori keperawatan, salah satunya teori konservasi Levine dapat


dijadikan pedoman dalam melakukan pengkajian, penegakan diagnosa dan
perumusan intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah yang terjadi
pada anak. Melalui pendekatan teori konservasi Levine diharapkan klien
dapat mencapai tingkat kesehatan yang menyeluruh (wholism) dengan
memperhatikan aspek fisik, psikologis dan sosial anak sehingga masalah
yang terjadi pada anak dengan penyakit infeksi dapat diatasi secara
komprehensif. Hal ini menjadi latar belakang residen menerapkan teori
konservasi yang dipelopori oleh Myra Estrin Levine untuk mengatasi
masalah peningkatan suhu tubuh atau demam pada anak dengan penyakit
infeksi di ruang perawatan penyakit infeksi Gedung A Rumah Sakit Umum
Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum


Diperolehnya gambaran aplikasi teori konservasi Levine dalam asuhan
keperawatan klien anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh di
ruang perawatan penyakit infeksi Gedung A RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta.

1.2.2. Tujuan Khusus


a. Diperolehnya gambaran penerapan teori konservasi energi Levine
pada anak penderita penyakit infeksi yang mengalami peningkatan
suhu tubuh dengan pendekatan proses keperawatan.
b. Diperolehnya gambaran peran ners spesialis anak sebagai praktisi
keperawatan baik sebagai pemberi asuhan, advokat, konselor,
1
0

edukator, kolaborator dan inovator dalam memberikan asuhan


keperawatan pada anak dengan peningkatan suhu tubuh di ruang
perawatan penyakit infeksi.
c. Diperolehnya gambaran analisa penerapan teori konservasi Levine
dan pencapaian kompetensi terkait peran ners spesialis anak dalam
praktek spesialis keperawatan anak.

1.3. Sistematika Penulisan


Karya ilmiah akhir ini terdiri dari lima bab dengan sistematika sebagai
berikut: Bab satu pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, tujuan dan
sistematika penulisan. Bab dua aplikasi teori keperawatan dalam praktik
residensi yang meliputi gambaran kasus, tinjauan teoritis, integrasi teori dan
konsep keperawatan dalam proses keperawatan, aplikasi teori keperawatan
pada kasus terpilih. Bab tiga mencakup pencapaian kompetensi praktek
residensi keperawatan anak dan peran ners spesialis keperawatan. Bab empat
adalah pembahasan yang terdiri dari analisis penerapan teori konservasi
Levin dalam asuhan keperawatan pada anak yang mengalami peningkatan
suhu tubuh dengan penyakit infeksi dan pembahasan tentang pencapaian
kompetensi ners spesialis keperawatan anak selama praktik residensi.
Terakhir bab lima berisi tentang simpulan dan saran.
11

BAB II
APLIKASI TEORI KEPERAWATAN
PADA PRAKTIK RESIDENSI

Pada bab 2 ini akan membahas tentang gambaran kasus yang dikelola selama
praktek residensi yang berhubungan dengan masalah keperawatan yang diambil
sebagai penerapan teori keperawatan, tinjauan teoritis yang terkait dengan kasus
yang dipilih, integrasi teori dan konsep keperawatan dalam proses keperawatan,
dan aplikasi teori keperawatan pada kasus terpilih.

2.1. Gambaran Kasus


Kasus yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini ada 5 kasus klien dengan
peningkatan suhu tubuh. Adapun gambaran dari kasus-kasus tersebut adalah
sebagai berikut:

Kasus 1
Anak F ( 4 bulan, 10 hari), laki-laki, masuk ruang infeksi pada tanggal 10 April
2012 dengan diagnosis meningitis bakterialis. Pada saat dilakukan pengkajian
tanggal 10 April 2012, jam 10.00 didapatkan data sebagai berikut keadaan
umum anak lemah, kesadaran compos mentis, anak masih demam naik turun
dengan riwayat kejang sebelumnya. Terpasang infus Kaen IB 8 tetes per menit
pada tangan kiri, terpasang NGT pada lubang hidung kiri. Tanda-tanda vital :
Suhu 39,5< C, nadi 120 x/menit, pernafasan 40 x/menit. Berat badan 6,7
kilogram, Panjang badan 58 centimeter, lingkar kepala 44 centimeter. Ibu
merasa cemas dengan kondisi dan penyakit anaknya.

Masalah Keperawatan yang muncul pada An. F adalah Demam atau peningkatan
suhu tubuh, risiko kejang berulang, risiko gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, risiko kekurangan cairan tubuh, risiko cedera dan cemas pada
orang tua. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada An F adalah:
pertahankan suhu lingkungan tetap sejuk, memonitor tanda-tanda vital anak
terutama suhu tubuh, menganjurkan ibu untuk memakaikan pakaian yang tipis
12
dan menyerap keringat, memberikan kompres hangat, kolaborasi pemberian
antipiretik (paracetamol
syrup), mengobservasi tanda-tanda terjadinya kejang, kolaborasi pemberian
antibiotik dan anti kejang, menganjurkan ibu untuk memberikan banyak minum,
memonitor pemberian cairan dan tanda-tanda dehidrasi, memonitor balance
cairan, memberikan diet susu formula melalui NGT, memasang pengaman pada
tempat tidur klien, dan menjelaskan pada ibu tentang penyakit anaknya.

Hasil evaluasi setelah dilakukan intervensi selama satu minggu adalah: Keadaan
umum An. F masih lemah, kesadaran compos mentis, klien mampu mencapai
suhu tubuh normal kembali pada saat terjadi peningkatan suhu tubuh, walaupun
masih sering turun naik, risiko gangguan kebutuhan nutrisi tidak terjadi, risiko
kekurangan cairan tubuh tidak terjadi, balance cairan selalu positif, terjadi
kejang pada hari kelima dirawat di ruang infeksi, risiko cedera tidak terjadi, ibu
sudah tahu tentang penyakit anaknya, intervensi dilanjutkan untuk pemeriksaan
lebih lanjut dengan pemeriksaan CT-scan kepala dan direncanakan untuk
dilakukan operasi.

Kasus 2
Anak V (2 tahun, 2 bulan), perempuan, masuk ruang Infeksi pada tanggal 06
Maret 2012 dengan diagnosis sepsis dan cerebral palsy spastik. Saat dilakukan
pengkajian pada tanggal 11 Maret 2012 pukul 12.00 An. V terlihat berbaring
ditempat tidur, tampak lemah, wajah meringis dan ekstremitas spastik. An. V
menangis setiap didekati oleh perawat yang berseragam. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik, didapatkan data BB An.M A adalah : 11 kg, TB: 94 cm, LK:
42cm, LD: 40cm, LP: 41cm (BB standar berdasarkan Usia=12 kg, klasifikasi
BB/U adalah 80% BB standar dengan kriteria gizi kurang), TTV (Nadi:
110x/mnt, Nafas:32x/mnt, suhu: 39,6C. An. V terlihat lemah dan pucat,
menangis dan meronta ketika dilakukan pemeriksaan fisik. Frekuensi BAB 2-3
kali sehari, BAK 5-6 kali perhari. Menurut Ibu suhu tubuh An.V cenderung naik
dan hanya turun sedikit dengan minum obat penurun panas. Ibu S mengaku
bingung dengan sakit yang diderita An.V dan tidak tahu kenapa An.V bisa
menderita penyakit seperti ini.
Masalah keperawatan yang muncul pada An. V adalah Demam atau peningkatan
suhu tubuh, risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, risiko kekurangan cairan, risiko cedera, kecemasan anak dan
orang tua, kurang pengetahuan pada orang tua tentang penyakit dan perawatan
anaknya. Intervensi keperawtan yang dilakukan pada An. V adalah pertahankan
suhu lingkungan tetap sejuk, memonitor tanda-tanda vital anak terutama suhu
tubuh, menganjurkan ibu untuk memakaikan pakaian yang tipis dan menyerap
keringat, memberikan kompres hangat, kolaborasi pemberian antipiretik
(paracetamol syrup), kolaborasi pemberian antibiotik, menganjurkan ibu untuk
memberikan banyak minum, memonitor pemberian cairan dan tanda-tanda
dehidrasi, memonitor balance cairan, memberikan diet susu formula melalui
NGT, memasang pengaman pada tempat tidur klien, dan menjelaskan pada ibu
tentang penyakit anaknya.

Hasil evaluasi setelah dilakukan intervensi selama dua minggu adalah: Keadaan
umum An. V masih lemah, kesadaran compos mentis, klien mampu mencapai
suhu tubuh normal kembali pada saat terjadi peningkatan suhu tubuh, walaupun
masih sering turun naik, risiko gangguan kebutuhan nutrisi tidak terjadi, risiko
kekurangan cairan tubuh tidak terjadi, balance cairan selalu positif, risiko cedera
tidak terjadi, ibu sudah tahu tentang penyakit anaknya, intervensi dilanjutkan
untuk melatih anak mobilisasi, mengajak anak komunikasi setiap melakukan
tindakan keperawatan, mengajarkan pada orang tua tentang perawatan anak
dirumah. Klien pulang pada tanggal 27 Maret 2012 dengan keadaan umum
sudah stabil, suhu tubuh sudah kembali normal selama 3 hari sebelum pulang.

Kasus 3
Anak R (14 tahun) laki-laki, masuk ruang infeksi tanggal 27 maret 2012 dengan
diagnosi Demam Dengue Grade II. Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 28
Maret 2012 pukul 09.00 WIB didapatkan data sebagai berikut: An. R terlihat
lemah, sering mengeluhkan sakit pada perut, wajah meringis dan pucat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, didapatkan data BB An. R adalah : 50 kg,
TB: 168 cm (BB standar berdasarkan Usia=50 kg, klasifikasi BB/U adalah 83%
BB standar dengan kriteria status gizi normal), TTV (Nadi: 82x/mnt,
Nafas:24x/mnt, suhu: 38,9C.

Masalah keperawatan yang muncul pada An. R adalah Demam atau peningkatan
suhu tubuh, gangguan rasa nyaman nyeri, risiko kurang cairan tubuh, resiko
gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kurang
pengetahuan pada orang tua tentang perawatan anaknya. Intervensi keperawatan
yang dilakukan pada An. R adalah pertahankan suhu lingkungan tetap sejuk,
memonitor tanda-tanda vital anak terutama suhu tubuh, menganjurkan untuk
memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat, memberikan kompres
hangat, kolaborasi pemberian antipiretik (paracetamol tablet), menganjurkan
untuk banyak minum, mengkaji skala nyeri, membantu anak memberikan posisi
yang nyaman, mengalihkan perhatian anak untuk mengurangi nyeri, kolaborasi
pemberian analgetik, memonitor pemberian cairan dan tanda-tanda dehidrasi,
memonitor balance cairan, memberikan diet nasi 3x sehari ditambah snack 2x
sehari dan minum susu, dan menjelaskan pada ayah tentang penyakit dan
perawatan anaknya.

Hasil evaluasi setelah dilakukan intervensi selama 5 hari adalah: Keadaan umum
An. R cukup baik, kesadaran compos mentis, klien mampu mencapai suhu tubuh
normal kembali pada saat terjadi peningkatan suhu tubuh, risiko gangguan
kebutuhan nutrisi tidak terjadi, risiko kekurangan cairan tubuh tidak terjadi,
balance cairan selalu positif, ayah sudah tahu tentang penyakit anaknya,
intervensi dilanjutkan dengan pemeriksaan trombosit tiap 8 jam. Klien pulang
pada tanggal 31 Maret 2012 dengan keadaan umum sudah stabil, suhu tubuh
sudah kembali normal selama 2 hari sebelum pulang.

Kasus 4
Anak S (13 tahun), laki-laki, masuk ruang infeksi tanggal 31 maret 2012 dengan
diagnosis Encephalitis Herpes Simpleks. Saat dilakukan pengkajian pada
tanggal 1 April 2012 pukul 09.00 An. S terlihat berbaring ditempat tidur, tampak
gelisah, gerakan tidak terkoordinasi dan bicara meracau. An S tidak
kooperatif dan
cenderung menolak tindakan perawat atau dokter. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik, didapatkan data BB An.S adalah : 60 kg, TB: 160 cm, (BB
standar berdasarkan TB=50 kg, klasifikasi BB/TB adalah 110% BB standar
dengan kriteria gizi lebih/obesitas), TTV (Nadi: 120x/mnt, Nafas:24x/mnt, suhu:
39,4C.

Masalah keperawatan yang muncul pada An. S adalah demam atau peningkatan
suhu tubuh, gangguan persepsi sensori, risiko cedera, risiko gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi, cemas pada anak dan orang tua, kurang
pengetahuan orang tua tentang penyakit dan perawatan anaknya. Intervensi yang
dilakukan pada An S adalah pertahankan suhu lingkungan tetap sejuk,
memonitor tanda-tanda vital anak terutama suhu tubuh, menganjurkan orang tua
untuk memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat, memberikan kompres
hangat, kolaborasi pemberian antipiretik (paracetamol tablet), memasang
pengaman pada tempat tidur pasien, menganjurkan orang tuan untuk tetap
menunggui anaknya, selalu mengajak komunikasi untuk mengetahui apakah
klien masih bicara kacau, memberikan diet nasi 3x sehari ditambah snack 2x
sehari dan minum susu, dan menjelaskan pada ayah tentang penyakit dan
perawatan anaknya.

Hasil evaluasi setelah dilakukan intervensi selama 14 hari adalah: Keadaan


umum An. S baik, kesadaran compos mentis, klien mampu mencapai suhu
tubuh normal kembali pada saat terjadi peningkatan suhu tubuh, risiko gangguan
kebutuhan nutrisi tidak terjadi, klien sudah stabil dan bisa berkomunikasi
dengan baik, ayah sudah tahu tentang penyakit anaknya, intervensi dilanjutkan
dengan pemberian antibiotik sampai hari ke-14. Klien pulang pada tanggal 14
April 2012 dengan keadaan umum sudah stabil, suhu tubuh sudah kembali
normal selama 7 hari sebelum pulang.

Kasus 5
Anak I (1 tahun) laki-laki, masuk ruang infeksi dengan diagnosis Diare Acut
Dehidrasi Sedang. Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 14 April 2012 pukul
16.00 didapatkan data sebagai berikut: Hasil pemeriksaan tanda vital An. I
adalah nadi 154 x/menit, nafas 28 x/menit dan suhu 38,6 C. Pemeriksaan fisik
pada An.I
didapatkan data mulut kering dan pecah-pecah, air mata (+), suara nafas ronchi
(-) bising usus (+/) dan adanya kembung. An.I menangis apabila didekati oleh
perawat dan selalu memanggil ibunya untuk selalu dekat dengannya. Hasil
6 3
pemeriksaan laboratotium (Hb:13gr%, HT:39%, Eritrosit: 4,5x10 /mm ,
3 3 3
Leukosit: 8040/mm , trombosit: 316x10 /mm ).

Berdasarkan hasil pengkajian maka masalah keperawatan yang muncul pada An.
I adalah: demam atau peningkatan suhu tubuh, kekurangan volume cairan: diare,
resiko bersihan jalan nafas tidak efektif, resiko nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh dan kecemasan anak. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada An I
adalah pertahankan suhu lingkungan tetap sejuk, memonitor tanda-tanda vital
anak terutama suhu tubuh, menganjurkan orang tua untuk memakai pakaian
yang tipis dan menyerap keringat, memberikan kompres hangat, kolaborasi
pemberian antipiretik (paracetamol tablet), menganjurkan pada orang tua untuk
memberikan banyak minum kepadsa anaknya, memonitor pemberian cairan dan
tanda-tanda dehidrasi, memonitor balance cairan, memberikan renalit 35 ml/
tiap kali muntah, 75 ml/ tiap kali mencret, probi (1xsach), zinkid (1x20mg p.o),
melakukan inhalasi 2x/hari (berotec 5 tts + atroven 5 tts + NaCl 3 cc),
memberikan minum hangat, memasang pengaman pada tempat tidur pasien,
menganjurkan orang tua untuk tetap menunggui anaknya, memberikan diet nasi
tim 3x sehari ditambah snack 2x sehari dan minum susu, dan menjelaskan pada
orang tua, tentang penyakit dan perawatan anaknya.

Hasil evaluasi setelah dilakukan intervensi selama 3 hari adalah: Keadaan umum
An. I baik, kesadaran compos mentis, klien mampu mencapai suhu tubuh
normal kembali pada saat terjadi peningkatan suhu tubuh, risiko gangguan
kebutuhan nutrisi tidak terjadi, risiko kekurangan cairan tubuh tidak terjadi,
balance cairan selalu positif, bersihan jalan nafas kembali efektif, anak I sudah
tidak rewel dan tidak takut dengan perawat, orang sudah tahu tentang penyakit
anaknya, intervensi dilanjutkan dengan mengajarkan pada orang tua tentang
perawatan anaknya dirumah. Klien pulang pada tanggal 17 April 2012 dengan
keadaan umum sudah stabil, suhu tubuh sudah kembali normal dan sudah tidak
diare.
2.2. Tinjauan Teoritis
Pada tinjauan teoritis akan dipaparkan tentang teori dan konsep yang terkait
dengan demam atau peningkatan suhu tubuh pada anak dengan penyakit
infeksi dan konsep penyakit meningitis sesuai dengan kasus yang penulis
angkat sebagai kasus utama. Meningitis adalah salah satu jenis penyakit
infeksi pada sistem persarafan.

Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Penyakit timbul jika patogen
berkembang biak dan menyebabkan perubahan pada jaringan yang normal.
Penyakit infeksi merupakan kumpulan jenis-jenis penyakit yang mudah
menyerang pada anak-anak khususnya di Indonesia yang disebabkan kuman
atau organisme baik bakteri, virus maupun parasit kedalam tubuh (Widagdo,
2012). Jika penyakit infeksi dapat ditularkan langsung dari satu orang ke
orang lain. Penyakit ini merupakan penyakit menular atau contagious.
Penyakit infeksi yang sering diderita oleh anak adalah pneumonia, gizi
buruk, atresia bilier, demam berdarah dengue, meningitis, encephalitis,
striktur esofagus, kejang demam dan thypoid.

2.2.1. Meningitis
Meningitis adalah suatu reaksi peradangan yang mengenai satu atau
semua lapisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum
tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa,
disebabkan oleh bakteri spesifik/non spesifik atau virus (Saharso,
2006; Speer, 2008; Widagdo, 2012). Meningitis sering didahului oleh
infeksi pernafasan, tenggorok atau tanda dan gejala flulike. Sejumlah
kuman Neisseria meningitidis merupakan penyebab meningitis yang
paling sering. Meningitis bakterial merupakan infeksi susunan saraf
pusat (SSP) terutama menyerang anak usia kurang dari 2 tahun
dengan puncak angka kejadian pada usia 6-18 bulan (Novariani,
Herini & Patria, 2008; Alam, 2011). Meningitis bakteri adalah infeksi
akut yang mengenai selaput meningeal yang dapat disebabkan
oleh berbagai
mikroorganisme dengan ditandai oleh adanya gejala spesifik dari
susunan saraf pusat (SSP) yaitu gangguan kesadaran, gejala rangsang
meningeal, gejala peningkatan tekanan intrakranial (TIK), dan gejala
defisit neurologi (Widagdo, 2012). Penyakit ini mempunyai insidens
tertinggi pada anak usia dibawah 5 tahun, dengan puncak insidensi
pada usia 3-5 bulan. Bentuk meningitis yang berat, yaitu
meningokoksemia yang memiliki serangan cepat dan menyebabkan
kematian. Tanda dan gejala meliputi demam tinggi, letargi, menggigil
dan timbul ruam pada kulit (Speer, 2008). Gejala klinis pada neonatus
adalah gejala tidak khas, panas , Anak tampak malas, lemah, tidak
mau minum, muntah, dan kesadaran menurun, ubun-ubun besar
kadang-kadang cembung, pernafasan tidak teratur. Pada anak umur 2
bulan 2 tahun: gambaran klasik (-), hanya panas, muntah, gelisah,
kejang berulang, hadang- kadang high pitched cry. Pada anak umur
> 2 tahun: panas, menggigil, muntah, nyeri kepala, kejang, gangguan
kesadaran, tanda- tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, tanda
Brudzinski dan Kernig (+) (Saharso, 2006; Kim, 2010; Widagdo,
2012).

Pemeriksaan dan diagnosis meningitis ditegakkan dengan


Pemeriksaan cairan serebrospinal: diagnosis pasti meningitis dibuat
berdasarkan gejala klinis dan hasil analisa cairan serebrospinal dari
pungsi lumbal (Saharso, 2006; Kim, 2010; Alam, 2011).

Tabel 2.1 Interpretasi Analisa Cairan Serebrospinal


Tes Meningitis Bakterial Meningitis Virus Meningitis TBC
Tekanan LP Meningkat Biasanya normal Bervariasi
Warna Keruh Jernih Xanthochromia
Jumlah sel > 1000/ml < 100/ml Bervariasi
Jenis sel Predominan PMN Predominan MN Predominan MN
Protein Sedikit meningkat Normal/meningkat Meningkat
Glukosa Normal/menurun Biasanya normal Rendah

Sumber: Saharso, (2006); Kim, (2010); Widagdo, (2012).


Kontraindikasi pungsi lumbal adalah infeksi kulit di sekitar daerah
tempat pungsi oleh karena kontaminasi dari infeksi ini dapat
menyebabkan meningitis, dicurigai adanya tumor atau tekanan
intrakranial meningkat. oleh karena pungsi lumbal dapat menyebabkan
herniasi serebral atau sereberal, kelainan pembekuan darah, penyakit
degeneratif pada join vertebra, karena akan menyulitkan memasukan
jarum pada ruang interspinal. Pada penderita meningitis juga dilakuka
pemeriksaan radiologi: X-foto dada: untuk mencari kausa meningitis ,
CT Scan kepala dilakukan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan tekanan
intrakranial dan lateralisasi. Pemeriksan penunjang lain adalah: darah
meliputi LED, lekosit, hitung jenis, biakan, urine biakan, uji tuberkulin
dan biakan cairan lambung. Diagnosis Banding dari penyakit meningitis
adalah meningismus, abses otak dan tumor otak (Saharso, 2006; Kim,
2010; Alam, 2011; Widagdo, 2012).

Penatalaksanaan dan penanganan penderita meningitis meliputi:


Farmakologis: pemberian obat anti infeksi: Meningitis tuberkulosa:
Isoniazid 10-20 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2 dosis (maksimal 500
mg/hari) selama 1 tahun. Rifampicin 10-15 mg/KgBB/hari PO dosis
tunggal selama 1 tahun. Streptomycin sulphate 20-40 mg/KgBB/hari IM
dosis tunggal atau dibagi dalam 2 dosis selama 3 bulan. Meningitis
bakterial, umur <2 bulan : Cephalosporin Generasi ke 3, atau kombinasi
Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam 4-6 kali
dosis sehari dan Chloramphenicol 50 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4
dosis. Meningitis bakterial, umur >2 bulan: kombinasi Ampicilin 150-
200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam 4-6 kali dosis sehari dan
Chloramphenicol 50 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau
Sefalosporin Generasi ke 3. Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV
dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,5 mg/KgBB IV dibagi dalam 3 dosis,
selama 3 hari. Diberikan 30 menit sebelum pemberian antibiotika
(Saharso, 2006; Kim, 2010; Alam 2011; Widagdo, 2012).
2
0

Pengobatan simptomatis diberikan untuk menghentikan kejang:


Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis rektal
suppositoria, kemudian dilanjutkan dengan: Phenytoin 5 mg/KgBB/hari
IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO
dibagi dalam 3 dosis. Menurunkan panas: antipiretika: Paracetamol 10
mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10 mg/KgBB/dosis PO diberikan
3-4 kali sehari dan kompres air hangat/biasa. Pengobatan suportif dengan
pemberian cairan intravena, dan pemberian oksigen. Usahakan agar
konsentrasi O2 berkisar antara 30-50% (Saharso, 2006; Kim, 2010;
Widagdo, 2012).

Perawatan penderita meningitis meliputi: pada waktu kejang: longgarkan


pakaian, bila perlu dibuka, hisap lendir, kosongkan lambung untuk
menghindari muntah dan aspirasi, hindarkan penderita dari rudapaksa
(misalnya jatuh), bila penderita tidak sadar lama: beri makanan melalui
sonde, cegah dekubitus dan pnemonia ortostatik dengan merubah posisi
penderita sesering mungkin, minimal ke kiri dan ke kanan setiap 6 jam,
cegah kekeringan kornea dengan boorwater/salep antibiotika, bila
mengalami inkontinensia urin lakukan pemasangan kateter, bila
mengalami inkontinensia alvi lakukan lavement, Pemantauan ketat:
tekanan darah, pernafasan, nadi, produksi air kemih, faal hemostasis
untuk mengetahui secara dini ada DIC, fisioterapi dan rehabilitasi
(Saharso, 2006).

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita meningitis adalah cairan


subdural, hidrosefalus, edema otak, abses otak, renjatan septik, pnemonia
(karena aspirasi), koagulasi intravaskular menyeluruh (DIC). Prognosis
penderita meningitis dapat sembuh, sembuh dengan cacat motorik/mental
atau meninggal, hal tergantung dari: umur penderita, jenis kuman
penyebab, berat ringan infeksi, lama sakit sebelum mendapat
pengobatan, kepekaan kuman terhadap antibiotika yang diberikan,
adanya dan
21

penanganan penyulit (Saharso, 2006; Kim, 2010; Alam, 2011; Widagdo,

2012).

a. Pengkajian
Pengkajian dilakukan meliputi fungsi neurologis yaitu kejang-
kejang, peningkatan tekanan intra kranial (TIK), mata terbenam
(setting-sun- sign), kekakuan kuduk, tanda kernig positif, tanda
brudzinski positif, reaktifitas pupil menurun, iritabilitas, opistotonus,
sakit kepala, tangisan dengan nada tinggi (melengking). Pada sistem
respirasi dikaji apakah baru saja mengalami riwayat infeksi, sakit
tenggorok, atau tanda dan gejala flulike. Sistem gastrointestinal
ditanyakan apakah anak muntah. Pada sistem integumen perlu dikaji
apakah ubun-ubun menonjol, adanya petekie, ekstremitas dingin,
adanya ruam, sianosis dan demam (Speer, 2008).

b. Diagnosis Keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan serebrum yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan intra kranial.
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan gangguan
perfusi jaringan akan berkurang atau hilang.
Hasil yang diharapkan: Anak tidak menunjukkan tanda
peningkatan tekanan intra kranial.
Intervensi:
a) Kaji status neurologis anak setiap 2-4 jam, catat tanda letargi,
penonjolan ubun-ubun (pada bayi), perubahan pupil dan
kejang-kejang.
b) Pantau asupan dan haluaran cairan setiap pergantian dinas.
c) Pantau tanda vital setiap 2-4 jam.
d) Catat kualitas dan nada tangisan anak.
Rasional:
a) Pengkajian status neurologis yang sering digunakan sebagai
dasar mengidentifikasi tanda-tanda dini peningkatan TIK.
b) Peningkatan volume cairan akan meningkatkan TIK.
c) Perubahan tanda-tanda vital yang disertai dengan peningkatan
TIK
d) Tangisan bernada tinggi menunjukkan peningkatan TIK.

2) Hipertermia yang berhubungan dengan infeksi


Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan suhu tubuh
akan turun atau kembali normal.
Hasil yang diharapkan : Suhu badan anak dalam batas normal
antara 36 C sampai 37,5 C.
Intervensi :
a) Pantau suhu tubuh anak setiap 2-4 jam
b) Beri obat antipiretik sesuai program
c) Beri obat antimikroba sesuai program
d) Pertahankan lingkungan yang sejuk
e) Beri kompres hangat
Rasional:
a) Pemantauan dapat mendeteksi kenaikan suhu.
b) Antipiretik mengurangi demam dangan cara mengurangi set
point ke nilai normal.
c) Antimikroba mengobati infeksi yang menjadi penyebab
penyakit.
d) Lingkungan yang sejuk mengurangi demam, melalui
kehilangan panas secara radiasi.
e) Kompres hangat mendinginkan permukaan tubuh melalui
proses konduksi.

3) Risiko cedera sekunder akibat kejang


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
cedera akibat kejang.
Hasil yang diharapkan: Anak tidak akan mengalami cedera akibat
kejang.
Intervensi:
a) Lakukan kewaspadaan kejang, menggunakan jalan nafas
buatan, dan peralatan penghisapan lendir, dan pasang
penghalang atau pengaman pada tempat tidur.
b) Beri pengobatan antikonvulsan sesuai program.
c) Selama kejang, lakukan tindakan berikut: bantu anak
berbaring miring ditempat tidur atau dilantai, singkirkan
barang-barang yang ada diarea tempat tidur, jangan mengikat
anak, tetapi tetap menemani disampingnya, jangan
meletakkan sesuatu dimulut anak, kaji status pernafasan anak,
catat berbagai gerakan tubuh anak dan lamanya kejang.
Rasional:
a) Kewaspadaan ini mencegah anak jatuh, cedera kepala,
anoksia, tersedak, dan mati serta mengurangi risiko
komplikasi lebih jauh.
b) Pengobatan antikonvulsan dapat mengendalikan kejang.
c) Tindakan ini membantu melindungi anak dan membantu
tindak lanjut medis. Langkah ini mencegah cedera akibat
jatuh dan sentakan selama kejang, pengikatan atau
memindahkan anak dengan paksa dapat menyebabkan cedera,
mencoba memasukkan benda kedalam mulut dapat anak
dapat merusak gigi dan gusinya, anak memerlukan resusitasi
pernafasan, jika mengalami apnea selama atau setelah kejang,
jenis gerakan dan lamanya kejang membantu memastikan
jenis kejang apakah yang dialami oleh anak.

4) Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan dirumah


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan orang tua tahu dan
mampu melakukan perawatan dirumah.
Hasil yang diharapkan: Orang tua akan mengekspresikan
pemahamannya tentang instruksi perawatan dirumah.
Intervensi:
a) Ajarkan orang tua bagaimana dan kapan memberi obat, termasuk
uraian tentang dosis dan efek samping.
b) Ajarkan orang tua pentingnya memberi istirahat yang adekuat
pada anak.
Rasional:
a) Pemahaman pentingnya pengobatan yang konsisten dapat
meningkatkan kepatuhan. Mengetahui efek samping potensial
dapat mengarahkan orang tua untuk meminta bantuan medis bila
diperlukan.
b) Setelah infeksi, istirahat yang sering akan meningkatkan
pemulihan.

2.2.2. Demam
a. Pengertian
Demam adalah peningkatan set point sehingga pengaturan suhu
tubuh lebih tinggi dan dapat didefinisikan secara mutlak sebagai
suhu tubuh diatas 38C (Hockenbery & Wilson, 2009). Demam
meupakan indikator klinis yang merupakan bagian dari respon
tubuh (host response) terhadap infeksi. Selain itu demam
merupakan respon umum dari sepsis pada klien dengan kondisi
kritis (Ryan &Levy, 2003). Demam (pireksia) adalah keadaan
suhu tubuh diatas normal sebagai akibat peningkatan pusat
pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh Interleukin-
1 (IL-1) (Soedarmo, Garna, Hadinegoro & Satari, 2012).
Demam merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh
dalam menghadapi berbagai mikroorganisme patogen termasuk
virus dan bakteri dengan cara menghambat replikasi
mikroorganisme dan membantu proses fagositosis/aktifitas
bakterisida (Tatro, 2000; Widagdo, 2012).
b. Etiologi Demam
Demam disebabkan oleh pirogen seperti bakteri, virus, dan
jamur (Soedarmo, Gama, Hadinegoro & Satari, 2012).
Kebanyakan demam pada anak-anak disebabkan oleh virus,
terjadi relatif singkat dan memiliki konsekuensi yang terbatas
(Hockenberry & Wilson, 2009). Pirogen adalah suatu zat yang
menyebabkan demam, terdapat dua jenis pirogen yaitu: (1)
pirogen eksogen berasal dari luar tubuh dan berkemampuan
untuk merangsang IL- 1, misalnya pathogen, endotoksin dari
bakteri baik gram negatif maupun gram positif, kompleks
antigen/antibody; dan (2) pirogen endogen berasal dari dalam
tubuh dan mempunyai kemampuan untuk merangsang demam
dengan mempengaruhi pusat pengatur suhu di hipotalamus,
misalnya interleukin-1, tumor nekrosis factor (TNF), dan
interferon (Soedarmo, Gama, hadinegoro & Satari, 2012;
Widagdo, 2012).

c. Fisiologi demam
Substansi yang dapat menyebabkan demam adalah pirogen yang
bisa berasal dari luar seperti pirogen, bakteri, komplek antigen
antibody atau dari dalam seperti interaksi interleukin dan
interferon. Masuknya pirogen menyebabkan kerusakan pada
jaringan dan merangsang aktivitas monosit. Monosit
memproduksi endogenous: interleukin dan interferon yang
menstimulasi produksi prostaglandin E 2 sehingga dibawa ke
hipotalamus dengan akibat peningkatan pada set poin
temperature tubuh (Broom, 2007; Soedarmo, 2012).

d. Klasifikasi dan pola demam


Pireksia atau demam merupakan salah satu tanda peningkatan
suhu dan diindikasikan sebagai adanya infeksi (Potter & Perry
2006; Widagdo, 2012). Ada beberapa klasifikasi dari demam: 1)
Demam ringan jika suhu tubuh 36,7 38C, 2) Demam sedang
sampai tinggi jika suhu 38 - 40C, 3) Hiperpireksia jika suhu
mencapai 40 atau lebih (Potter & Perry, 2006; Kozier, Erb,
Berman & Synder, 2010).

Pola demam dapat membantu menegakkan diagnosis suatu


penyakit (Soedarmo, Garna, Hadinegoro & Satari, 2012).
Beberapa pola demam dapat oleh satu penyakit tergantung dari
fase penyakit, pada awal penyakit demam tifoid, pola demam
berupa demam remiten dan selanjutnya bisa berupa demam
kontinu. Namun tidak selalu suatu penyakit mempunyai pola
demam yang spesifik. Beberapa pola demam diantaranya :
1) Demam kontinu
Demam dengan variasi diurnal di antara 0,55-0,82 C. Dalam
kelompok ini demam meliputi penyakit pneumonia tipe
lobar, infeksi kuman gram negatif, riketsia, demam tifoid,
gangguan sisitem saraf pusat, tularemia, dan malaria
falciparum.
2) Demam Intermitten
Demam dengan variasi diurnal >1 C, suhu terendah
mencapai suhu normal, misal: endokarditis bakterialis,
malaria, bruselosis.
3) Demam remitten
Demam dengan variasi normal lebar >1 C, tetapi suhu
terendah tidak mencapai suhu normal, ditemukan pada
demam tifoid fase awal dan berbagai penyakit yang
disebabkan oleh virus.
4) Pola demam tersiana dan kuartana merupakan demam
intermitten yang ditandai dengan periode demam yang
diselingi dengan periode normal. Pada demam tersiana,
demam terjadi pada hari ke-1 dan ke-3 (malaria oleh
plasmodium vivax), sedangkan kuartana pada hari ke-1 dan
ke-4 (malaria oleh plasmodium malariae).
5) Demam saddleback/pelana (bifasik), penderita mengalami
beberapa hari demam tinggi disusul oleh penurunan suhu,
lebih kurang satu hari, dan kemudian timbul demam tinggi
kembali. Tipe ini didapatkan pada beberapa penyakit seperti
demam dengue, yellow fever, colorado tick fever, Rit valley
fever, dan infeksi virus misalnya influenza, poliomielitis, dan
koriomeningitis limfisitik.
6) Demam intermitten hepatik (demam Charcot), dengan
episode demam yang sporadis, terdapat penurunan
temperatur yang jelas dan kekambuhan demam. Hal ini
adalah pola yang sering terjadi dan dapat dipercayai pada
kolangitis, biasanya terkait dengan kolelitiasis, ikterik,
leukositosis, dan adanya tanda- tanda toksik.
7) Demam Pel-Ebstein, ditandai oleh periode demam setiap
minggu atau lebih lama dan periode afebril yang sama
durasinya disertai dengan berulangnya siklus. Keadaan ini
terjadi pada penyakit Hodgkin, bruselosis dari tipe Brucella
melitensis.
8) Kebalikan dari pola demam diurnal (typhus inversus),
dengan kenaikan temperatur tertinggi pada pagi hari bukan
selama senja atau diawal malam. Kadang-kadang ditemukan
pada tuberkulosis milier, salmonelosis, abses hepatik, dan
endokarditis bakterial.
9) Reaksi Jarisch-Herxheimer, dengan peningkatan temperatur
yang sangat tajam dan eksaserbasi manifestasi klinis, terjadi
beberapa jam sesudah pemberian terapi penisilin pada sifilis
primer atau sekunder, keadaan ini dapat terjadi pula pada
leptospirosis, dan relapsing fever, juga sesudah terapi
tetrasiklin dan kloramfenikol pada bruselosis akut.
10) Relapsing fever
Seperti demam Pel-Epstein namun serangan demam
berlangsung setiap 5-7 hari.
11) Factitious fever atau self induced fever, mungkin
merupakan manipulasi yang disengaja untuk memberi kesan
adanya demam.

e. Efek dari demam


Selama demam, metabolisme meningkat dan konsumsi oksigen
bertambah. Metabolisme tubuh meningkat 7% untuk setiap
derajat kenaikan suhu. Frekuensi jantung dan pernafasan
meningkat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh
terhadap nutrient. Metabolisme meningkat menggunakan energi
yang memproduksi panas tambahan. Demam yang lama dapat
melelahkan klien dan menghabiskan simpanan energi dan
beresiko terjadinya dehidrasi. (Potter & Perry, 2006; Widagdo,
2012). Hal ini dapat menjadi sumber ketidaknyamanan bagi
anak.

Selain itu demam juga dapat memicu timbulnya bangkitan


kejang pada anak penyandang gangguan kejang demam (Alam,
2011; Widagdo, 2012). Kejang demam (febril convulsion
seizure), adalah perubahan aktifitas motorik dan / atau behavior
yang bersifat paroksismal dan dalam waktu yang terbatas akibat
dari adanya aktifitas listrik abnormal di otak yang terjadi karena
kenaikan suhu tubuh (Widagdo, 2012). Kejang pada anak
diprovokasi oleh kelainan somatik berasal dari luar otak yaitu
demam tinggi, infeksi, sinkop, trauma kepala, hipoksia,
keracunan, atau aritmia jantung.

Kejang demam sering terjadi pada 10% dari anak umur antara 9
bulan-5 tahun dengan onset reratanya adalah usia14-18 bulan,
dengan angka kejadian sekitar 3-4 %, serta prognosisnya baik.
Setiap anak dengan kejang demam perlu diperiksa secara
seksama untuk mencari bila terjadi sepsis, meningitis bakteri
atau penyakit serius lainnya. Selain terkait dengan umur, kejang
demam terjadi
dalam beberapa anggota keluarga, dan terdapat peta kromosom
19p dab 8q 13-21 dan diwariskan dengan pola dominan
autosom. Sampai umur 5 tahun anak yang mengalami kejang
demam adalah sebanyak 0,5%-10%, dominan pada anak laki-
laki, umurnya terutama adalah 3 bulan 5 tahun (Widagdo,
2012).

Kejang demam sering dijumpai pada anak, sering membuat


panik orang tua sehingga anaknya di bawa ke rumah sakit,
namun jarang sekali berakibat fatal. Insidensi kejang demam
bervariasi, yaitu 2-5% di Amerika Serikat dan Eropa Barat, 5-
10% di India, 8,8% di Jepang dan 14% di Guam. Sedangkan
data dari negra berkembang lainnya sangat terbatas. Kejang
demam umumnya muncul di sekitar usia 6 bulan sampai 3
tahun, dan insiden tertinggi pada usia 18 bulan (Alam, 2011).

f. Penanganan demam
Penanganan demam tergantung pada respon anak terhadap
demam bukan pada suhu. Beberapa diantaranya adalah
memaksimalkan manfaat dari demam, meningkatkan
kenyamanan, mencegah dehidrasi, meningkatkan energi,
membantu penyembuhan, menjaga anak jika terjadi demam, dan
informasi pada orangtua tentang penanganan demam (Purssell
2000; Joana Bridge Institute 2001; Soedarmo, Garna,
Hadinegoro & Satari, 2012).

Antipiretik bertujuan untuk menurunkan suhu dan mencegah


terjadinya kejang demam. Antipiretik bekerja secara sentral
menurunkan pusat pengatur suhu dihipotalamus secara difusi
dari plasma ke susunan saraf pusat. Keadaan ini tercapai dengan
menghambat siklooksigenase, enzim yang berperan pada sintesis
prostalglandin. Meskipun beberapa jenis prostalglandin dapat
menginduksi demam. PGE2 merupakan mediator demam
3
0

terpenting. Penurunan pusat pengatur suhu akan diikuti respon


fisiologis termasuk penurunan produksi panas, peningkatan
aliran darah ke kulit, serta peningkatan pelepasan panas melalui
kulit dengan radiasi, konveksi dan evaporasi (Soedarmo, Garna,
Hadinegoro & Satari, 2012).

Sebagian besar antipiretik dan obat antiinflamasi non steroid


menghambat efek PGE2 pada resptor nyeri, permeabilitas
kapiler dan sirkulasi, migrasi leukosit, sehingga mengurangi
tanda klasik inflamasi. Prostalglandin juga mengakibatkan
bronkodilatasi dan mempunyai efek penting pada saluran cerna
dan medula adrenal. Oleh karena itu, efek samping biasanya
berupa spasme bronkus, perdarahan saluran cerna, dan
penurunan fungsi ginjal. Antipiretik tidak mengurangi suhu
tubuh sampai normal, tidak mengurangi lama episode demam,
atau mempengaruhi suhu tubuh normal. Efektifitas dalam
menurunkan demam tergantung pada derajat demam (makin
tinggi suhunya, makin besar penurunanya), daya absorbsi, dan
dosis antipiretik. Pembentukan pirogen atau mekanisme
pelepasan panas seperti berkeringat tidak dipengaruhi secara
langsung (Soedarma, Garna, Hadinegoro & Satari, 2012).

Pada umumnya obat antipiretik digunakan bila suhu anak lebih


dari 38,5C ( Joana Brigde Institute, 2001; Soedarmo, Garna,
Hadinegoro & Satari, 2012), karena dosis yang tidak tepat dapat
menyebabkan dan memberikan efek samping toksin pada hati
(Hepatotoxicity), oleh karena itu tenaga kesehatan harus
meminimalkan penggunaan antipiretik parasetamol pada anak
yang mengalami demam. Pemberian antipiretik harus
berdasarkan kenyamanan pada anak, bukan dari suhu yang
tertera pada termometer. Rasa tidak nyaman ringan dan mialgia
sebenarnya lebih bermanfaat dengan meminimalkan aktifitas
sehingga energi yang tersedia dialihkan, digunakan untuk reaksi
biokimia selama
31

demam. Latihan, bila berlebihan juga dapat menaikkan suhu


tubuh. Pendidikan bagi orang tua diperlukan untuk
kerjasamanya mengatasi rasa takut mereka terhadap demam
(misalnya demam dapat meningkat bila tidak diperiksa) dan
biasanya tidak ada informasi bahwa demam bermanfaat dalam
perjalanan penyakit (Soedarmo, Garna, Hadinegoro & Satari,
2012).

Adapun indikasi pemberian antipiretik pada anak antara lain: 1)


Demam lebih dari 39C yang berhubungan dengan gejala nyeri
atau tidak nyaman, biasa timbul pada keadaan otitis media atau
mialgia; 2) Demam lebih dari 40,5C; 3) Demam berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan metabolisme. Keadaan
undernutrition, penyakit jantung, luka bakar, atau pasca operasi
memerlukan antipiretik; 4) Anak dengan riwayat kejang atau
delirium yang disebabkan oleh demam (Soedarmo, Garna,
Hadinegoro & Satari, 2012).

Insiden kejang demam pada anak hanya sekitar 3%, sehingga


sulit menyokong pendapat untuk pemberian antipiretik bagi 97%
anak yang tidak mempunyai risiko kejang. Beberapa penelitian
mendapatkan hasil bahwa tidak tampak penurunan kasus kejang
demam dengan pemberian antipiretik. Kenaikan suhu seringkali
terlalu cepat untuk diatasi antipiretik dalam mencegah terjadinya
kejang demam, atau tidak jarang seorang anak mengalami
kejang sebelum orang tuanya sadar bahwa anaknya mengalami
demam. Meskipun demikian, sebagian besar orang tua dengan
anak mempunyai riwayat kejang demam sangat mengahrapkan
pemberian antipiretik. Para ahli berpendapat bahwa demam yang
moderat merupakan respons yang bermanfaat terhadap infeksi
(Soedarmo, Gama, Hadinegoro & Satari, 2012).
Obat-obat antipiretika yang digunakan untuk anak adalah: 1)
Acetaminophen (paracetamol), menurunkan demam dengan
bekerja langsung pada pusat pengatur suhu dihipotalamus yang
meningkatkan pengeluaran panas melalui vasodilatasi dan
banyak berkeringat. Dosis 10-15 mg/kg BB/dosis, dapat diulang
4-6 jam kemudian dengan dosis maksimal 2,6 gram/hari; 2)
Ibuprofen, termasuk golongan obat antiinflamasi non steroid,
menurunkan demam dengan cara menghambat pembentukan
prostalglandin. Dosis 5-10 mg/kg BB/dosis per oral, dapat
diulang 6-8 jam, dengan maksimum dosis 40 mg/kg BB/hari
atau 2,4 gram/hari (Widagdo, 2012; Soedarmo, Gama,
Hadinegoro & satari, 2012).

Selain dengan pemberian antipiretik, tindakan keperawatan yang


perlu dilakukan pada anak dengan demam adalah: 1) Anak
sebaiknya istirahat dan tidur, walaupun masih boleh bermain
ditempat tidur; 2) Anak sebaiknya memakai pakaian tipis/
selimut tidak terlalu tebal agar aliran panas tidak tertahan
sehingga menjadi lebih mudah untuk menurunkan suhu yang
tinggi; 3) Ruangan dilengkapi dengan ventilasi yang cukup serta
suhu ruangan yang memadai dan tidak pengap; 4) Anak demam
memerlukan asupan cairan lebih banyak karena anak akan
kehilangan cairan lebih banyak dari keadaan normal yaitu
melalui evaporasi dan keringat yang lebih banyak; 5) Bila
memungkinkan anak boleh dikompres dengan mengguanakan
air biasa atau sedikit hangat dan bukan air dingin/ air es atau
alkohol (Widagdo, 2012).
WEB OF CAUSATION PENINGKATAN SUHU TUBUH

Skema 2.1. Proses Peningkatan Suhu

Tubuh DEMAM

Endotoksin, mikroorganisme, produk


mikrobial & toksin, fagositosis, kompleks imun, perlukaan jaringan

Aktivasi

Fagosit Mononuklear

Sintesis mRNA dan protein

Terbentuk sitokin pirogen: Interleukin 1 (IL-1), IL-6, Tumor Nekrosis Factor (TNF), Gamma

Pirogen dibawa melalui Sirkulasi

Pirogen berikatan dengan reseptor di nukleus pre optik pada hipothalamus anterior: kadar prostalglandin meningkat, Set p

Aktivasi Saraf Somatis dan Autonom

Tonus otot, Keringat, Vasokontriksi kutaneus


Suhu Tubuh meningkat (demam, pireksia)

Sumber: Hockenbery & Wilson, 2009 ; Simon, 2006 ; Soedarmo, 2012 ;


Widagdo, 2012
2.2.3. Family Centered Care
a. Definisi Family Centered Care
Family-Centered Care didefinisikan oleh Association for the Care of
Children's Health (ACCH) 2002 sebagai filosofi dimana pemberi
perawatan mementingkan dan melibatkan peran penting dari keluarga,
dukungan keluarga akan membangun kekuatan, membantu untuk
membuat suatu pilihan yang terbaik, dan meningkatkan pola normal
yang ada dalam kesehariannya selama anak sakit dan menjalani
penyembuhan (Potts & Mandleco, 2007).

b. Konsep dari Family Centered Care


1) Martabat dan kehormatan
Praktisi keperawatan mendengarkan dan menghormati pandangan
dan pilihan pasien. Pengetahuan, nilai, kepercayaan dan latar
belakang budaya pasien dan keluarga bergabung dalam rencana
dan intervensi keperawatan
2) Berbagi informasi
Praktisi keperawatan berkomunikasi dan memberitahukan
informasi yang berguna bagi pasien dan keluarga denganbenar
dan tidak memihak kepada pasien dan keluarga. Pasien dan
keluarga menerima informasi setiap waktu, lengkap, akurat agar
dapat berpartisipasi dalam perawatan dan pengambilan keputusan
3) Pemberdayaan/ partisipasi
Pasien dan keluarga termotivasi berpartisipasi dalam perawatan
dan pengambilan keputusan sesuai dengan kesepakatan yang telah
mereka buat.
4) Kolaborasi
Pasien dan keluarga juga termasuk ke dalam komponen dasar
kolaborasi. Perawat berkolaborasi dengan pasien dan keluarga
dalam pengambilan kebijakan dan pengembangan program,
implementasi dan evaluasi, desain fasilitas kesehatan dan
pendidikan profesional terutama dalam pemberian perawatan.
5) Kekuatan keluarga
Kekuatan keluarga adalah suatu konstanta dalam kehidupan anak,
perawat mendukung dan memberdayakan anggota keluarga
sebagai partner/mitra dalam pengambilan keputusan dalam
perawatan anaknya dan membantu mereka dalam koping anaknya
secara lebih percaya diri.
6) Pilihan
Perawat memberikan informasi kepada keluarga tentang tindakan-
tindakan yang mereka pilih, ketika keluarga mengerti tentang
pilihan maka mereka akan merasa lebih mengerti tentang hal-hal
yang akan dialami oleh anaknya.
7) Dukungan
Perawat memberi dukungan pada keluarga dengan menghargai
keputusannya. Menawarkan kenyamanan sebagai koping terhadap
penyakit anaknya, kebutuhan perkembangan dan emosi anak,
mendorong anggota keluarga untuk percaya terhadap
kemampuannya untuk merawat anaknya.
8) Fleksibel
Keluarga membawa kepribadian, pengalaman hidup, nilai,
kepercayaan, pendidikan, agama dan latar belakang budaya yang
berbeda ke dalam seting rumah sakit. FCC menekankan pemberi
layanan harus fleksibel sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan
kepentingan seluruh keluarga.

2.3. Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan Dalam Proses Keperawatan


2.3.1. Konsep Teori Konservasi Levine
Model teori Levine difokuskan untuk meningkatkan kemampuan
adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan mempertahankan
keutuhan individu baik fisik, personal dan sosial dengan
menggunakan prinsip- prinsip konservasi. Model ini membimbing
perawat untuk berfokus pada pengaruh dan respon pada tingkat
individu. Meskipun konservasi adalah fundamental bagi hasil yang
diharapkan bila model digunakan,
Levine juga membahas konsep penting lainnya untuk penggunaan
model adaptasi dan integritas (Tomey & Alligood, 2006; Alligood,
2010).

Konsep utama Teori Levine terdiri dari wholism


(menyeluruh/holistik), adaptasi dan konservasi.

a. Wholism
Definisi sehat yang wholism (menyeluruh) adalah yang
bersumber dari yang dikemukakan oleh Anglo-Saxon dan
sebagian dari teori Erikson yang mengatakan bahwa sehat adalah
sesuatu yang bersifat organik, mengalami perubahan/kemajuan,
saling menguntungkan antara perbedaan fungsi bagian yang ada
didalam tubuh, bersifat terbuka dan saling mempengaruhi dengan
lingkungan sekitar. Integritas diartikan sebagai keutuhan individu,
integritas menekankan bahwa respon terhadap tantangan
lingkungan merupakan satu kesatuan yang ditunjukkan dalam
satu respon. Demam merupakan salah satu mekanisme tubuh
untuk melindungi bagian tubuh yang lain terhadap sistem
pertahanan tubuh, sehingga tubuh terlindung dari bahaya akibat
adanya antigen yang masuk kedalam tubuh. Hal ini timbul karena
tubuh merupakan satu kesatuan, sehingga gangguan pada suatu
begian tubuh mempengaruhi fungsi alat tubuh yang lain (Tomey
& Alligood, 2006; Alligood, 2010).

b. Adaptasi
Adaptasi adalah proses perubahan agar individu dapat
mempertahankan integritas dalam lingkungannya. Lingkungan
terdiri dari lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal
merupakan aspek fisiologi dan patofisiologi. Pada kondisi
demam, lingkungan internal yang mempengaruhi suhu tubuh
adalah perubahan pada sistem sensory di hipotalamus.
Sedangkan
lingkungan eksternal terdiri dari tiga bagian yaitu: perseptual,
operasional dan konseptual. Perseptual merupakan aspek yang
dapat dirasakan dan diinterpretasikan oleh organ sensori,
misalnya suhu ruangan yang terasa panas. Operasional terdiri dari
sesuatu yang mempengaruhi fisik individu tetapi tidak dapat
dilihat secara langsung, misalnya terinfeksi oleh mikroorganisme.
Konseptual berarti bahwa lingkungan terbentuk dari aspek
kultural, spiritual, budaya dan sejarah. Lingkungan akan
mempengaruhi derajat demam karena perpindahan panas akan
terjadi dari tubuh ke lingkungan atau dari lingkungan ke tubuh
(Tomey & Alligood, 2006; Alligood, 2010).

Levine mengatakan bahwa ada tiga karakteristik adaptasi, yaitu


historikal, spesifik dan redundancy. Setiap individu memiliki
bentuk respon yang unik untuk mempertahankan kehidupan,
begitu juga dengan demam, respon tubuh terhadap perubahan
suhu berbeda-beda untuk masing-masing individu. Redundansi
menggambarkan pilihan gagal atau aman untuk terjadinya
adaptasi. Ketidakmampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap
perubahan lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan
terjadinya demam (Tomey & Alligood, 2006; Alligood, 2010).

Kemampuan individu untuk beradaptasi dengan kondisi


lingkungan disebut dengan respon organismik. Respon
organismik dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu respon
melawan, inflamasi, stress dan kesadaran persepsi. Pengobatan
difokuskan pada manajemen dari respon ini terhadap penyakit.
Respon melawan merupakan primitif terhadap penyakit. Tubuh
akan berusaha melawan penyakit, walaupun diikuti dengan
pengobatan maupun tidak dibantu dengan pengobatan (Tomey &
Alligood, 2006).
Respon inflamasi tergantung dari mekanisme perlindungan tubuh
terhadap ancaman lingkungan. Respon yang digunakan sesuai
dengan ketersediaan energi untuk melawan zat patogen atau yang
mengganggu fungsi tubuh. Pada kondisi demam, tubuh berusaha
untuk meningkatkan pengeluaran panas melalui peningkatan
produksi keringat sehingga meningkatkan evaporasi panas. Hal
ini sangat terbatas, karena akan menghabiskan cadangan energi
tubuh. Kontrol lingkungan dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan energi (Tomey & Alligood, 2006; Alligood, 2010).

Respon stres merupakan kumpulan respon yang tidak dapat


diprediksi, tidak spesifik yang dipicu oleh perubahan organismik.
Kerusakan jaringan dan perubahan respon hormonal akan
menyebabkan perubahan struktur. Demam memicu peningkatan
metabolisme dan menyebabkan kerusakan jaringan. Individu akan
menggunakan responnya untuk mempertahankan keamanan
kesehatannya (Tomey & Alligood, 2006; Alligood, 2010).

Kesadaran persepsi adalah respon yang terjadi berdasarkan


pengalaman individu ketika berinteraksi dengan lingkungan
sekitar. Individu menggunakan respon untuk mencari dan
mempertahankan keamanan. Ketika individu mengalami demam,
maka individu tersebut akan berusaha mencari informasi untuk
dapat mengatasi demam yang dialaminya (Tomey & Alligood,
2006; Alligood, 2010).

c. Konservasi
Konservasi berasal dari bahasa latin conservation yang berarti
menjaga bersama-sama. Konservasi adalah menggambarkan
suatu sistem yang kompleks agar mampu melanjutkan fungsi
ketika terdapat beberapa ancaman. Dengan konservasi, manusia
mampu melawan rintangan dan beradaptasi yang sesuai dengan
pertahanan
mereka yang unik. Tujuan dari konservasi adalah sehat dan kuat
melawan ketidakmampuan. Peran perawat adalah untuk
mempertahankan konservasi dan integritas pada smua situasi.
Model interaksi danintervensi keperawatan ditujukan untuk
peningkatan kemampuan adaptasi dan mempertahankan
kesehatan secara keseluruhan (wholism) (Tomey & Alligood,
2006; Alligood, 2010).

Konservasi terdiri dari empat prinsip konservasi yaitu: konservasi


energi, konservasi integritas struktur, konservasi integritas
personal dan konservasi integritas sosial. Intervensi ditujukan
agar klien mencapai keempat prinsip konservasi ini (Tomey &
Alligood, 2006; Alligood, 2010).

1) Konservasi energi
Individu membutuhkan keseimbangan energi agar dapat
mempertahankan aktivitas kehidupan. Sakit dan penuaan
menyebabkan perubahan energi. Kemampuan individu
tergantung pada ketersediaan perawatan yang dapat
membantu menurunkan tingkat kebutuhan energi. Disinilah
peran dari intervensi keperawatan. Pada kondisi demam,
terjadi peningkatan kebutuhan energi seiring dengan
peningkatan metabolisme (Alligood, 2010).

2) Konservasi integritas struktur


Penyembuhan adalah proses perbaikan struktur dan fungsi
integritas melalui konservasi untuk mempertahankan
kesehatan secara menyeluruh. Ketidakmampuan merupakan
pertanda perlunya peningkatan adaptasi yang baru.
Peningkatan suhu didalam darah, dapat menimbulkan
kerusakan sel atau jaringan tubuh, misalnya sel otak. Defisit
cairan yang berisiko terjadi pada penderita demam dapat
menyebabkan mukosa mulut
4
0

kering sehingga menyebabkan risiko rusaknya sel atau


jaringan mukosa. Peran perawat adalah membatasi kerusakan
jaringan akibat penyakit (Alligood, 2010).

3) Konservasi integritas personal


Harga diri dan identitas personal merupakan hal yang penting
bagi manusia. Menjadi klien akan menyebabkan perubahan
pada nilai diri. Hal ini diawali dengan kehilangan privasi dan
perasaan cemas. Perawat dapat memperlihatkan penghargaan
terhadap diri klien dengan memanggil namanya, peduli
terhadap harapan dan keinginan klien, memperhatikan nilai
personal, menyediakan privasi selama prosedur tindakan,
mendukung pertahanan diri individu dan mengajarkan
mereka tentang mekanisme koping. Peran perawat adalah
meningkatkan kekuatan individu untuk dapat hidup mandiri,
tidak lama menjadi pasien dan tidak membutuhkan waktu
yang lama untuk tergantung dengan orang lain (Alligood,
2010).

4) Konservasi integritas sosial


Hidup menjadi lebih berarti jika dapat diterima dalam
komunitas sosial dan kesehatan akan dipengaruhi oleh
lingkungan sosial. Perawat memiliki peran untuk
menghadirkan anggota keluarga, membantu kebutuhan
religius, dan menggunakan hubungan interpersonal untuk
konservasi integritas sosial (Alligood. 2010).

2.3.2. Proses Keperawatan


a. Pengkajian
Pada model teori konservasi Levine, pengkajian meliputi empat
konservasi yaitu konservasi energi, konservasi integritas struktur,
integritas personal dan integritas sosial (Tomey & Alligood, 2006;
Alligood, 2010).
41

b. Tropikognosis dan Justifikasi


Penegakan diagnosa keperawatan dalam konsep teori konservasi
Levine dirumuskan dalam rumusan pernyataan atau justifikasi yang
disebut tropikognosis (Tomey & Alligood, 2006 ; Alligood, 2010).
Tropikognosis merupakan rumusan masalah keperawatan yang
dibuat berdasarkan kemampuan klien beradaptasi mempertahankan
integritas dan konservasi.

c. Hipotesis
Hipotesis keperawatan didasarkan pada rumusan masalah yang
sudah ditentukan sebelumnya, perawat berusaha mencari validasi
pada klien tentang masalah yang diasuh. Perawat melakukan
hipotesis terhadap masalah dan solusi untuk mengatasi masalah
tersebut (Alligood, 2010). Hipotesis merupakan inti dari rencana
keperawatan

Hipotesis yang dapat ditegakkan secara lengkap pada masing-masing


kasus dapat dilihat lebih rinci pada bagian lampiran. Berikut ini
adalah beberapa hipotesis yang ditegakkan pada kasus peningkatan
suhu tubuh karena demam atau penyakit infeksi yaitu:
1) Pemberian antipiretik dapat menurunkan set point pada
hipotalamus.
2) Tindakan cooling therapy dapat dilakukan 1 jam setelah
pemberian antipiretik, teknik yang digunakan disesuaikan dengan
kebutuhan klien dan fasilitas diruangan.
3) Melakukan kolaborasi untuk pemberian antibiotik yang tepat
dapat mengatasi proses infeksi pada tubuh anak.
4) Memberikan hidrasi dengan akses yang memungkinkan dapat
membantu penurunan suhu tubuh dengan cara konduksi dan
mencegah kehilangan cairan lebih lanjut.
5) Melakukan kolaborasi dengan bagian nutrisi tentang diet klien
akan membantu pemenuhan kebutuhan nutrisi untuk menunjang
proses penyembuhan klien.

Perbedaan hipotesis pada anak dengan kasus demam dengan pada


anak dengan kasus hipertermia adalah tindakan cooling therapy
sebagai pilihan utama untuk menurunkan panas tubuh. Selanjutnya
untuk mengatasi masalah keperawatan yang lain, dapat disesuaikan
dengan kondisi klien tersebut.

d. Intervensi dan Implementasi Keperawatan


Dalam teori Konservasi Levine rancangan intervensi dibuat
berdasarkan pada prinsip konservasi yaitu konservasi energi,
integritas struktur, integritas personal dan integritas sosial. Tujuan
dari intervensi adalah untuk mempertahankan wholeness dan
membantu memfasilitasi adaptasi (Alligood, 2010). Rencana
tindakan kemudian diimplementasikan berdasarkan konsep
konservasi energi, integritas struktur, integritas personal dan
integritas sosial tersebut.

Istilah implementasi keperawatan tidak diungkapkan dengan jelas


pada teori Konservasi Levine. Implementasi keperawatan sekaligus
dibicarakan dalm konsep intervensi. Garis besar rencana tindakan
keperawatan tergambar dalam pernyataan hipotesis keperawatan.
Secara teknis hipotesis digunakan untuk memandu perawat dalam
membuat rincian rencana tindakan keperawatan yang akan
dilakukan. Implementasi keperawatan yang dilakukan pada dasarnya
bertujuan untuk menguji hipotesis yang sudah dibuat oleh perawat
(hypothesis testing) (Alligood, 2010) apakag dapat mengatasi
masalah pada klien tersebut atau tidak.
e. Evaluasi
Evaluasi berdasarkan teori Konservasi Levine adalah observasi pada
respon organismik klien terhadap intervensi dan implementasi
keperawatan yang telah dilakukan. Tes hipotesa dievaluasi dengan
mengkaji respon organismik yang dapat mendukung atau tidak
mendukung hipotesis keperawatan. Tindakan keperawatan yang
dilakukan dapat bersifat terapeutik maupun suportif. Tindakan yang
sifatnya terapeutik meningkatkan derajat kesehatan klien, sedangkan
yang bersifat suportif dapat menimbulkan kenyamanan bagi klien.
Jika hipotesis yang dibuat tidak dapat mendukung penyembuhan dan
perbaikan kondisi klien maka rencana dapat direvisi dengan
membuat hipotesis yang baru (Alligood, 2010).

2.3.3. Paradigma Teori Konservasi Levine


a. Keperawatan
Praktik keperawatan didasarkan pada keilmuan yang unik dan
keilmuan yang berdasarkan pada pendekatan ilmiah dari disiplin
ilmu lain sebagai tambahan keilmuan dalam bidang keperawatan.
Levine mengungkapkan bahwa tugas perawat adalah mengupayakan
agar dapat mengambil keputusan pada situasi yang tepat dalam
menghadapi klien berdasarkan ilmu dan pendekatan ilmiah, bersifat
selektif dalam mengobservasi dan menseleksi data yang relevan
yang didapatkan dari hasil pengkajian. Perawat berpartisipasi secara
aktif pada setiap lingkungan klien dan memberikan dukungan dalam
penyesuaian diri klien terhadap kondisi yang sulit akibat penyakit.
Intervensi keperawatan adalah mendorong adaptasi yang baik dari
klien atau menjadi lebih baik secara sosial, kemudian perawat
beraksi melakukan tindakan terapeutik ketika respon klien kurang
baik, perawat menyediakan dukungan bagi klien (Tomey &
Alligood, 2006).
Dengan menggunakan model konservasi Levine, perawat melakukan
pengkajian yang komperehensif pada klien dengan demam, dalam
persiapan untuk mengembangkan rencana keperawatan. Asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan prinsip
konservasi dengan tujuan bagaimana individu dapat beradaptasi pada
lingkungan internal dan eksternal. Pengkajian dan intervensi tentang
konservasi energi berfokus pada keseimbangan energi yang masuk
dan keluar untuk mencegah kelelahan. Konservasi integritas struktur
terdiri dari pengkajian tentang kemampuan mempertahankan struktur
dan meningkatkan kesehatan. Konservasi integritas personal terdiri
dari pengkajian tentang harga diri, intervensi ditujukan untuk
mempertahankan rasa personalitas dan harga diri. Konservasi
integritas sosial dikaji berdasarkan keterlibatan klien pada
lingkungan sosial.

Rencana keperawatan secara umum termasuk memvalidasi tentang


pengalaman penyakit yang dialami oleh klien, membantu klien untuk
merasa lebih baik dan mampu mengatasi gejala, apa yang dapat
membantu klien untuk dapat istirahat dan mendiskusikan terapi
pengobatan. Hasil yang akan dievaluasi dari tindakan keperawatan
didasarkan pada respon organismik (Tomey & Alligood, 2006).

Levine melihat tujuan dari intervensi keperawatan adalah untuk


memfasilitasi integritas kesehatan dan pengembalian struktur dan
fungsi secara optimal sebagai respon terhadap penyakit,
menyediakan dukungan pada kondisi gagalnya sistem autoregulasi.
Mengembalikan integritas individu, memberikan dukungan untuk
meningkatkan kenyamanan, keseimbangan untuk melawan ancaman
penyakit, memanipulasi diet dan aktivitas untuk mengkoreksi
ketidakseimbangan metabolik dan menstimulasi proses fisiologis
serta menguatkan respon untuk menciptakan perubahan yang
terapeutik.
b. Manusia
Manusia digambarkan sebagai sesuatu yang holistik, wholism yang
terintegritas. Manusia yang terintegrasi berarti bebas dalam memilih
dan bergerak, memiliki rasa identitas diri dan memiliki harga diri.
Levine juga menggambarkan manusia sebagai sistem dari sistem
yang secara keseluruhan terorganisasi diantara semua bagian yang
berkontribusi. Pengalaman hidup manusia selalu berubah, kemudian
manusia berusaha untuk beradaptasi agar mampu konservasi. Sesuai
dengan ungkapan Levine bahwa proses hidup adalah proses berubah
(Tomey & Alligood).

c. Kesehatan
Sehat dipengaruhi secara sosial dengan kemampuan untuk berfungsi
secara normal dengan cara yang layak. Kelompok sosial adalah
faktor yang ikut menentukan (predeterminan) kesehatan manusia.
Sehat tidak hanya bebas dari kondisi patologis. Sehat berarti juga
kembali pada diri sendiri, individu bebas dan mampu untuk
mengejar hal yang diinginkan dalam konteks yang bersumber dari
diri sendiri. Menurut Levine, hal penting untuk diingat bahwa sehat
juga dipengaruhi oleh kultural. Secara individu, tingkat
kesehatannya akanberubah sepanjang waktu (Tomey & Alligood,
2006).

d. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai konteks diman individu hidup.
Individu akan berpartisipasi aktif dalam lingkungannya. Levine
menekankan pentingnya lingkungan internal dan eksternal
mempengaruhi intervensi keperawatan untuk mendukung proses
adaptasi. Adaptasi merupakan proses akomodasi antara lingkungan
internal dan eksternal, begitu juga halnya dengan masalah demam
(Tomey & Alligood, 2006).
Skema 2.2. Integrasi Teori Konservasi Levine dan Konsep Keperawatan
dalam Proses Keperawatan Klien Anak Dengan Peningkatan Suhu
Tubuh (Demam) Pada Penyakit Infeksi

Pengkajian Anak dengan peningkatan suhu tubuh

Justifikasi masalah;
Tropikognosis Demam, Pireksia

Pemberian antipiretik
Hipotesis Tindakan cooling therapy
Mengatur suhu lingkungan tetap sejuk
Kolaborasi pemberian antibiotik
Intervensi dan ImplementasiBerikan hidrasi
(Hipotesis atau cairan sesuai kebutuhan tubuh
Testing)
Kolaborasi pemberian nutrisi yang sesuai untuk menunjang proses penyembuhan

Proses Adaptasi

Evaluasi Keperawatan

Wholeness

Konservasi Integritas struktur


Konservasi Integritas Personal
Konservasi Konservasi
energi Integritas sosial

Respon Organismik

-Suhu tubuh kembali


-Penurunan pengeluaran -Cemas berkurang -Isolasi sosial
normal energi dan terjadi proses-Gambaran
penyembuhan
tubuh yang negatif berkurangmenurun
-Nafsu makan meningkat -Merasa dihargai
-Peningkatan fungsi kesadaran -Klien mulai mobilisasi
-Dapat tidur nyenyak
-Perbaikan proses inflamasi -Hari rawat berkurang
-Biaya perawatan berkurang
Sumber: Alligood, 2010; Hockenberry & Wilson, 2009; Leach, 2006.
2.4. Aplikasi Teori Keperawatan Pada Kasus Terpilih
Proses asuhan keperawatan berdasarkan teori konservasi Levine tetap
didasarkan pada lima tahapan asuhan keperawatan, yaitu pengkajian,
perumusan diagnosis keperawatan, menyusun intervensi, melakukan
implementasi dan evaluasi respon klien terhadap tindakan kepaerawatan
yang telah dilakukan.
2.4.1 Pengkajian
An. F (4 bulan, 10 hari), dibawa ke rumah sakit dengan keluhan utama
kejang, demam 2 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tinggi
mendadak, menurun dengan pemberian parasetamol, demam naik
turun. Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien kejang kurang
lebih selama 5 menit, kejang berulang dengan interval 8 jam dengan
pola yang sama. Kejang berupa badan kaku diikuti gerakan
ekstremitas kelojotan, mata mendelik keatas. Kejang berhenti dengan
pemberian obat anti kejang lewat bokong. Anak cenderung mengantuk
dan tidak bangun pasca kejang. Pada hari masuk rumah sakit pasien
masih demam naik turun, pilek (+), muntah setiap kali diberi minum
susu. Anak F dibawa ke RSCM tanggal 5 April 2012 dan dirawat di
IGD selama 5 hari, kemudian baru masuk ke ruang infeksi tanggal 10
April 2012. Ibu mengatakan bahwa sejak demam anak terlihat pucat,
lemah dan sulit minum susu. Diagnosa medis An. F pada waktu
pengkajian adalah Meningitis Bakterialis. Saat dilakukan pengkajian
pada tanggal 10 April 2012 pukul 10.00 An. F terlihat berbaring
ditempat tidur, tampak lemah. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik,
didapatkan data BB An. F adalah : 6,8 kg, TB: 66 cm, LK: 44 cm, LD:
42cm, (BB standar berdasarkan Usia= 6,8 kg, klasifikasi BB/U adalah
100% BB standar dengan kriteria gizi baik), TTV (Nadi: 120x/mnt,
Nafas:40x/mnt, suhu:39,5C.

Pengkajian lingkungan internal menggambarkan: berdasarkan hasil


pemeriksaan laboratorium tanggal 5 April 2012, diperoleh hasil
sebagi berikut: Darah lengkap (Hb: 9,44 gr%, Ht: 28,4%, Eritrosit:
6
4,5 x 10
3 3
ul, Leukosit: 8,13 x 10 ul, Trombosit: 207 x 10 ul, MCV : 68,3 fl,
MCH: 22,1, MCHC: 32,4 gr%). Kimia darah : GDS 106 mg/dl.
Analisis LCS: tidak berwarna, agak keruh, bekuan (-), hitung sel
35sel/Ml, PMN 7/Ml; MN 28/Ml; None (-); Pandy (-); Protein cairan
otak 180 mg/dl; Glukosa cairan otak 52 mg/dl; glukosa serum 150
mg/dl. Cl 108 mEq/l. Pemeriksaan Tinta India: tidak ditemukan
cryptococcus.

Pengkajian lingkungan eksternal perseptual: klien dirawat diruangan


memiliki air conditioner (AC). Pada pagi hari ruangan klien cukup
bising dan ramai karena visite dokter dan tenaga kesehatan lain ( 2
jam), pada siang hari kondisi ruangan tenang dan sejuk. Lingkungan
operasional: klien dirawat di ruang yang bergabung dengan 6 pasien
lainnya yang juga menderita penyakit infeksi atau penyakit akut
lainnya. Lingkungan konseptual klien berasal dari keluarga yang
tidak memiliki kepercayaan tertentu tentang penyakit sehingga klien
dan keluarga mempercayai pengobatan medis yang sedang
dijalankan.

Pengkajian yang berkaitan dengan kemampuan konservasi energi


pada anak F diperoleh data bahwa keadaan umum klien tampak
lemah, asupan nutrisi agak sulit karena klien sering muntah. Klien
mendapatkan makanan cair berupa susu formula 8 x 150 cc melalui
Naso Gastro Tube (NGT). Makanan cair tersebut diberikan setiap
tiga jam, klien bisa makan dan tidak muntah. Kadang-kadang klien
masih disusui oleh ibunya. Kebutuhan energi klien meningkat karena
klien mengalami demam turun naik. Status gizi berdasarkan BB/TB
tergolong baik (92,5%). Tanda-tanda vital: (Nadi: 120x/mnt,
Nafas:40x/mnt, suhu:38,6C).

Pengkajian konservasi integritas struktur didapatkan: Pemeriksaan


kepala (UUB, mata, hidung, leher dan mulut), kepala normocephal,
tidak ada pembengkakan dan simetris kiri dan kanan, UUB : belum
menutup, LK: 44 cm, pergerakan bola mata (+), tes daya lihat (+),
Pupil isokor, dan reaksi terhadap cahaya +/+, konjungtiva anemis,
sklera unikterik, kelopak mata normal. Hidung normal dan simetris
(tidak terdapat pernafasan cuping hidung), terpasang NGT pada
lubang hidung kiri. Mulut mukosa lembab, struktur asesoris: rambut
berdistribusi rata, normal berwarna hitam dan tidak mudah
dipatahkan, kuku normal, capillary refill < 3 detik. Bentuk leher
normal, kaku kuduk (+).

Pada pemeriksaan dada didapatkan: bentuk dada normal (diameter


anteroposterior transversal 1:2), pergerakan dada normal, dan tidak
ada keluhan pada pernafasan. Pola nafas teratur, fremitus kiri dan
kanan sama, kedalaman persafasan normal, auskultasi terdengar
ronkhi halus. Inspeksi jantung terlihat denyutan pada apeks, auskultas
jantung: normal dan tidak ada suara tambahan. Pemeriksaan
abdomen: abdomen datar lemas, BU: + 10 x/menit, hepar dan lien
tidak teraba, turgor cukup. Genitourinarius : genital normal dan anus
paten. Ekstremitas: tulang belakang normal, dan tidak ada masalah
pada ekstremitas. Refleks patologis babinsky (+). Pemeriksaan
integument: sirkulasi baik, turgor sedang, kelembaban: baik dan
berwarna merah muda.

Pengkajian konservasi integritas personal belum dapat dilakukan


karena An. F baru berusia 4 dimana tahap perkembangan kognitif
pada anak usia 4 bulan berada pada fase sensorimotor. Selama fase
ini bayi berkembang dari perilaku berdasarkan refleks ke tindakan
sederhana berulang untuk meniru aktifitas (Wong, Eaton, Wilson,
Winkelstein & Schwartz, 2009). Hasil pengkajian konservasi
integritas sosial menunjukkan An. F terlihat tenang berada didekat
orang tua dan orang yang dikenalnya (Ibu, ayah dan budenya).
5
0

2.4.2 Tropikognosis dan Justifikasi


Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan dirumuskan
tropikognosis dan justifikasi sebagai berikut:

a. Tropikognosis berdasarkan kemampuan mempertahankan


konservasi energi
1) Peningkatan suhu tubuh (demam) berhubungan dengan proses
infeksi dan peningkatan metabolisme.
2) Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual dan muntah.

b. Tropikognosis berdasarkan kemampuan mempertahankan


integritas struktur
1) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
peningkatan suhu tubuh
2) Risiko kejang berulang berhubungan dengan peningkatan suhu
tubuh
3) Risiko cedera berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran

c. Tropikognosis berdasarkan kemampuan mempertahankan


integritas personal
Cemas pada orang tua berhubungan dengan penurunan
keterbatasan pengetahuan tentang penyakit dan perawatan
anaknya.

d. Tropikognosis berdasarkan kemampuan mempertahankan


integritas sosial
Dari hasil pengkajian, walaupun klien mengalami masalah
kesehatan, tetapi tidak terlihat mengalami masalah integritas
sosial. Selama sakit klien masih mampu mempertahankan
integritas sosial dimana klien dapat berespon terhadap perawat
dan orang diluar keluarganya dengan tersenyum bila didekati atau
diajak bicara.
51

2.4.3. Hipotesis Keperawatan


a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dan
peningkatan metabolisme
Tujuan : Anak mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal

Hasil yang diharapkan : Suhu tubuh tetap berada dalam batas


normal (36C 37,5C).
Intervensi:
1) Modifikasi lingkungan, pertahankan suhu lingkungan tetap
sejuk
2) Tingkatkan sirkulasi udara ruangan
3) Gunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
4) Berikan kompres hangat pada dahi, aksila dan lipatan paha
5) Jika panas belum turun lakukan tepid sponge dengan air
hangat
6) Cegah terjadinya menggigil dengan cara menghindari
melepas pakaian atau mengguanakan ice pack untuk
menurunkan panas. Jika klien mengalami diaphoresis, segera
ganti pakaian yang basah, jika klien menggigil, bungkus
ekstremitas dengan handuk.
7) Anjurkan klien untuk tirah baring dan istirahat yang cukup.
Bantu klien dalam melakukan aktivitas.
8) Kolaborasi pemberian antipiretik
9) Ukur suhu setiap jam
10) Identifikasi penyebab demam ( faktor infeksi: kolaborasi
pemeriksaan nilai leukosit dan kultur darah),
11) Pantau status hidrasi (keseimbangan intake dan output cairan,
kondisi membran mukosa dan turgor kulit).
12) Kolaborasi pemberian antipiretik jika suhu diatas 38C dan
antibiotik sesuai indikasi.
b. Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan: Anak akan mempertahankan asupan nutrisi yang
adekuat
Hasil yang diharapkan: Status nutrisi baik dan tingkat nutrien
tersedia untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Mual
dan muntah berkurang atau hilang.
Intervensi:
1) Kaji penyebab mual dan muntah
2) Identifikasi kebutuhan nutrisi klien
3) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam perencanaan pemenuhan
kebutuhan nutrisi klien.
4) Motivasi ibu klien untuk memberikan makan (susu formula)
sesuai dengan jam dan waktu yang ditentukan.
5) Timbang berat badan setiap hari.
6) Bantu klien dalam melakukan aktivitas untuk menurunkan
kebutuhan metabolisme tubuh
7) Kolaborasi dalam mengatasi proses penyakit.

c. Cemas pada anak dan orang tua berhubungan dengan hospitalisasi


Tujuan: Anak tidak cemas dan dapat berinteraksi dengan
perawat dan tenaga kesehatan lain.
Hasil yang diharapkan: Kecemasan pada anak dan orang tua
akan berkurang yang ditandai dengan kemampuan anak
dan orang tua berinteraksi dan bekerjasama dengan
perawat dan tim kesehatan lain
Intervensi:
1) Kaji penyebab kecemasan anak dan orang tua
2) Jelaskan tentang prosedur yang akan dilakukan dan aturan di
ruang rawat.
3) Berikan dukungan dan penguatan terhadap perilaku anak dan
orang tua yang positif, seperti berbicara dan memberi
sentuhan pada anak.
4) Berikan dukungan secara emosional pada anak dan orang tua
selama menjalani rawat inap dirumah sakit.

d. Kurang pengetahuan orang tua tentang penyakit dan perawatan


anaknya.
Tujuan: Orang tua mengetahui tentang penyakit dan perawatan
anaknya.
Hasil yang diharapkan: Orang tua akan mengekspresikan
pemahamannya tentang penyakit dan perawatan
anaknya.
Intervensi:
1) Kaji tingkat pengetahuan orang tua tentang penyakit dan
perawatan anaknya.
2) Jelaskan penyakit dan kondisi anaknya serta cara
perawatannya.
3) Jelaskan setiap prosedur tindakan perawatan yang akan
dilakukan.
4) Ajarkan pada orang tua tentang cara memasukkan obat per
oral.
5) Ajarkan pada orang tua cara memberikan kompres hangat
pada anak.
6) Jelaskan pada orang tua tentang pentingnya memberikan
minum pada anak.

2.4.4. Intervensi Keperawatan


Hari/ tanggal : Rabu, 11 April 2012
Tanggal/ No Implementasi Paraf
Jam DP
11-04-2012 1 Konservasi energi:
09.00 1. Mengkaji suhu tubuh (suhu:39,5C)
2. Menilai dan mengkaji status hidrasi anak
terutama turgor kulit
(tidak ada tanda-tanda hidrasi, turgor baik).
09.30 3. Memberikan informasi tentang kondisi
suhu tubuh anak
4. Memberikan obat parasetamol syrup (62,5
mg peroral) atau 2,5 cc.
10.00 5. Menganjurkan ibu untuk memberikan
kompres hangat pada ketiak, lipatan paha
dan dahi
11.00 6. Menganjurkan ibu untuk meningkatkan
asupan cairan (banyak minum)

2 Konservasi energi:
10.30 1. Mengkaji kebutuhan nutrisi anak
2. Mengkaji asupan nurisi anak
3. Mengkaji adanya mual dan muntah
4. Menganjurkan ibu untuk tetap
11.30 memberikan diet Susu Formula 8 x 120 cc
sesuai program
5. Menimbang berat badan anak

3 Integritas Personal:
10.00 1. Mengkaji penyebab kecemasan anak dan
orang tua
2. Menjelaskan tentang prosedur yang akan
dilakukan pada anak dan aturan di ruang
rawat
10.30 3. Memberikan dukungan dan penguatan
terhadap perilaku anak dan orang tua yang
positif, seperti berbicara dan menyentuh
anak.
4. Memberikan dukungan secara emosional
pada anak dan orang tua selama menjalani
rawat inap di rumah sakit
11.00 5. Mengkaji tingkat pengetahuan orang tua
tentang penyakit dan perawatan anaknya
6. Menjelaskan kondisi penyakit dan
perawatan anaknya

Hari/ tanggal : Kamis, 12 April 2012

Tanggal/ No Implementasi Paraf


Jam DP
12-04-2012 1 Konservasi energi:
09.00 1. Mengkaji suhu tubuh (39,7C)
2. Memberikan obat parasetamol suppositoria.
3. Menilai dan mengkaji status hidrasi anak
terutama turgor kulit
(tidak ada tanda-tanda hidrasi dan turgor
10.00 baik)
4. Menjelaskan tentang demam dan
kemungkinan penyebabnya pada anak.
5. Mengatur suhu lingkungan
6. Mengajarkan ibu cara memantau suhu
tubuh anak
11.00 7. Menganjurkan ibu untuk mengenakan
pakaian yang tipis dan menyerap keringat
pada anak.
12.00 8. Memberikan obat parasetamol syrup (62,5
mg peroral).
9. Mencek hasil pemeriksaan laboratorium
13.00 untuk mengidentifikasi kemungkina
3
penyebab demam (Leukosit: 11,85 x 10
ul: normal).

2 Konservasi energi:
09.00 1. Mendengarkan bising usus (bising usus
normal: 3x/menit).
10.00 2. Menimbang berat badan (BB=6,8kg)
3. Mencatat kalori yang
masuk (susu formula
habis,).
4. Menganjurkan ibu untuk membujuk anak
makan sesuai dengan diet yang
13.00 diprogramkan
5. Menilai hasil laborat (HB;11,9gr%).
3 Integritas personal:
09.30 1. Mengkaji tingkat kecemasan anak,
keluarga dan penyebabnya
(cemas ringan, sehubungan dengan
hospitalisasi dan ketidakpastian tentang
penyakit).
10.00 2. Menempatkan anak pada ruangan yang
tenang
3. Memberikan stimulasi sensorik dan
pengalihan yaitu mengajak anak bermain
10.30 4. Menganjurkan dan memotivasi orang tua
untuk terlibat dalam perawatan anak di
rumah sakit
5. Menganjurkan orang tua untuk menemani
anak sesering mungkin.

4 Integritas personal:
10.00 1. Mengkaji tingkat pengetahuan ibu tentang
penyakit anak dan perawatannya
(Ibu menyatakan bingung dengan penyakit
anaknya).
10.30 2. Mendiskusikan bersama ibu tentang
demam, penyebab dan cara perawatannya
serta cara memeriksa suhu pada anak.
3. Memberikan kesempatan kepada Ibu untuk
bertanya
11.00 4. Menjelaskan tentang kemungkinan
penyakit anak, dan kemungkinan tindakan
apa saja yang akan dilakukan pada anak
11.30 5. Menjelaskan kondisi penyakit dan
perawatan anaknya
12.00 6. Mengajarkan pada orang tua cara
memberikan obat per oral pada anak
7. Mengajarkan pada orang tua cara
memberikan kompres hangat pada anak
8. Menjelaskan pada orang tua tentang
pentingnya memberikan minum pada anak
13.00 9. Mengajarkan keluarga cara mencuci
tangan untuk menghindari kontaminasi
10. Melibatkan orang tua dalam perawatan
anaknya dan memberikan reinforcement
positif ketika orang tua berhasil
melakukannya.

Hari/ tanggal : Jumat, 13 April 2012

Tanggal/ No Implementasi Paraf


Jam DP
13-04-2012 1 Konservasi energi:
09.00 1. Mengkaji suhu tubuh (38,8C)
2. Memberikan obat parasetamol syrup
09.30 (62,5mg peroral) atau 2,5 cc
3. Mengatur suhu lingkungan
12.00 4. Mencek hasil pemeriksaan laboratorium
dan menjelaskan tentang penyebab demam
pada anak (dalam batas normal, hasil
pemeriksaan leukosit pada hari
sebelumnya, tidak ada hasil laboratorium
yang baru).

3 Integritas personal
09.00 1. Mengajak anak bermain
Mengkomunikasikan tindakan kepada
anak walaupun anak belum memahaminya.
09.30 2. Menyentuh dan menggendong anak.
Hari/tanggal: Senin, 16 April 2012
Tanggal/ No Implementasi Paraf
Jam DP
16-04-2012 1 Konservasi energi:
09.00 1. Mengkaji suhu tubuh (38,2C)
2. Menilai dan mengkaji status hidrasi anak
terutama turgor kulit
(tidak ada tanda-tanda hidrasi dan turgor
baik)
10.00 3. Menjelaskan tentang demam dan
kemungkinan penyebabnya pada anak.
4. Mengatur suhu lingkungan
5. Mengajarkan ibu cara memantau suhu
12.00 tubuh anak
6. Menganjurkan ibu untuk mengenakan
pakaian yang tipis dan menyerap keringat
pada anak.
13.30 7. Mencek hasil pemeriksaan laboratorium
untuk mengidentifikasi kemungkina
3
penyebab demam (Leukosit: 11,85 x 10 ul:
normal).

2 Konservasi energi:
09.30 1. Mendengarkan bising usus (bising usus
normal: 3x/menit).
2. Menimbang berat badan (BB=6,8kg)
10.00 3. Mencatat kalori yang
masuk (susu formula
13.00 habis,).
4. Menganjurkan ibu untuk memberikan anak
minum susu formula sesuai dengan diet
13.30 yang diprogramkan
3 5. Menilaipersonal:
Integritas hasil laborat (HB;11,9gr%).
09.30 1. Menempatkan anak pada ruangan yang
tenang
10.00 2. Memberikan stimulasi sensorik dan
pengalihan yaitu mengajak anak bermain
10.30 3. Menganjurkan dan memotivasi orang tua
untuk terlibat dalam perawatan anak di
rumah sakit
11.00 4. Menganjurkan orang tua untuk menemani
anak sesering mungkin
.
4 Integritas personal:
09.30 1. Mendiskusikan bersama ibu tentang
demam, penyebab dan cara perawatannya
serta cara memeriksa suhu pada anak.
10.00 2. Memberikan kesempatan kepada Ibu untuk
bertanya
3. Menjelaskan tentang kemungkinan
penyakit anak, dan kemungkinan tindakan
apa saja yang akan dilakukan pada anak
10.30 4. Mengajarkan keluarga cara mencuci
tangan untuk menghindari kontaminasi
5. Melibatkan orang tua dalam perawatan
11.00 anaknya dan memberikan reinforcement
positif ketika orang tua berhasil
melakukannya.

Hari/tanggal: Rabu, 18 April 2012

Tanggal/ No Implementasi Paraf


Jam DP
18-04-2012 1 Konservasi energi:
09.00 1. Mengkaji suhu tubuh (37,8C)
2. Menilai dan mengkaji status hidrasi anak
terutama turgor kulit
(tidak ada tanda-tanda hidrasi dan turgor
baik)
10.00 3. Menjelaskan tentang demam dan
kemungkinan penyebabnya pada anak.
4. Mengatur suhu lingkungan
5. Mengajarkan ibu cara memantau suhu
12.00 tubuh anak
6. Menganjurkan ibu untuk mengenakan
pakaian yang tipis dan menyerap keringat
pada anak.
13.30 7. Mencek hasil pemeriksaan laboratorium
untuk mengidentifikasi kemungkina
3
penyebab demam (Leukosit: 11,85 x 10 ul:
normal).
2 Konservasi energi:
09.30 1. Mendengarkan bising usus (bising usus
normal: 3x/menit).
2. Menimbang berat badan (BB=6,8kg)
10.00 3. Mencatat kalori yang
masuk (susu formula
13.00 habis,).
4. Menganjurkan ibu untuk memberikan anak
minum susu formula sesuai dengan diet
13.30 yang diprogramkan
3 5. Menilaipersonal:
Integritas hasil laborat (HB;11,9gr%).
09.00 1. Menempatkan anak pada ruangan yang
tenang
2. Memberikan stimulasi sensorik dan
pengalihan yaitu mengajak anak bermain
10.00 3. Menganjurkan dan memotivasi orang tua
untuk terlibat dalam perawatan anak di
rumah sakit
10.30 4. Menganjurkan orang tua untuk menemani
anak sesering mungkin.

2.4.5. Evaluasi Keperawatan


Hari/tanggal : Rabu, 11 April 2012

Tanggal/ No Evaluasi Paraf


Jam DP
11-04-2012 1 Subyektif:
10.00 Ibu mengatakan bahwa badan anaknya
masih panas
Objektif:
Suhu: 39,2C
Kulit teraba hangat
Anak masih terlihat lemah
Analisis:
Peningkatan suhu tubuh (demam) belum
teratasi
Perencanaan:
1. Monitor suhu setiap 1 jam
2. Monitor intake nutrisi dan cairan
3. Atur suhu lingkungan
4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

2 Subjektif:
10.30 Ibu mengatakan bahwa anak sudah bisa
minum susu yang disediakan rumah sakit
Objektif:
Minum susu habis
Tidak muntah
Analisis:
Nutrisi terpenuhi sebagian
Perencanaan:
1. Auskultasi bising usus
2. Timbang berat badan
3. Monitor/catat kalori yang masuk
6
0

Hari/ tanggal : Kamis, 12 April 2012


Tanggal/ No Evaluasi Paraf
Jam DP
12-04-2012 1 Subjektif:
10.00 Ibu mengatakan anak masih panas
Objektif:
Suhu: 39,3C
Frekuensi nafas: 36x/menit
Kulit teraba hangat
Anak masih terlihat lemah
Analisis:
Peningkatan suhu tubuh (demam) belum
teratasi
Perencanaan:
Monitor hasil laborat /cek kultur untuk
menentukan penyebab demam: infeksi
12.30 2 Subjektif:
Ibu mengatakan bahwa nafsu makan anak
baik dan menurut ibu susu dari rumah sakit
selalu habis, anak tidak muntah.
Objektif:
Cairan yang
masuk: PASI :
450cc
Infus : 200cc
Lainnya: 30cc
Kebutuhan cairan/hari: 1500cc
BB:6,8 kg
Hb: 11,9 gr%
Analisis:
Nutrisi terpenuhi
Perencanaan:
13.00 3 Intervensi
Subjektif:dipertahankan
Ibu mengatakan
An. F masih menangis jika dilakukan
pemeriksaan dan tindakan.
Objektif:
Anak menangis ketika dilakukan tindakan
keperawatan
Analisis:
Rasa cemas pada orang tua teratasi sebagian.
Perencanaan:
Intervensi dilanjutkan:
berikan tindakan pengalihan ketika
melakukan pemeriksaan dan tindakan
keperawatan pada anak.
Jelaskan pada orang tua tentang kondisi
anaknya.
61

13.30 4 Subjektif:
Ibu mengatakan bahwa informasi yang
diberikan sangat bermanfaat dan menjadi
lebih mengetahui tentang penyakit
anaknya serta sudah mulai bisa merawat
anak sehubungan dengan penyakitnya.
Objektif:
Ibu dapat menyebutkan kembali tentang
penyebab demam
Ibu dapat memeriksa suhu anak dan
memberikan tindakan kenyamanan pada
anak ketika anak demam.
Ibu mengajak anak bermain di luar
ruangan dan memeluk anak.
Analisis:
Pengetahuan orang tua tentang penyakit anak
meningkat.
Perencanaan:
Evaluasi kesiapan orang tua dalam perawatan
anak dirumah (discharge planning) pada saat
klien akan dipulangkan.

Hari/ tanggal : Jumat, 13 April 2012

Tanggal/ No Evaluasi Paraf


Jam DP
11.00 1 Subjektif:
Ibu mengatakan suhu tubuh anak belum
stabil.
Objektif:
Suhu: 38,8C
Frekuensi nafas: 28x/menit
Kulit teraba hangat
Analisis:
Peningkatan suhu tubuh (demam) belum
teratasi
Perencanaan:
Intervensi dipertahankan
12.00 3 Subjektif:
Ibu mengatakan An. F sudah tidak
menangis lagi bila dilakukan pemeriksaan.
Objektif:
Anak sudah mulai mau dilakukan
pemeriksaan dan bermain dengan perawat.
Analisis:
Rasa cemas teratasi.
Perencanaan:
Intervensi dipertahankan.
Hari/ tanggal : Senin, 16 April 2012
Tanggal/ No Evaluasi Paraf
Jam DP
11.00 1 Subjektif:
Ibu mengatakan suhu tubuh anak belum
stabil.
Objektif:
Suhu: 38,0C
Frekuensi nafas: 32x/menit
Kulit teraba hangat
Analisis:
Peningkatan suhu tubuh (demam) teratasi
sebagian
Perencanaan:
Intervensi dipertahankan

12.00 3 Subjektif:
Ibu mengatakan An. F sudah tidak
menangis lagi bila dilakukan pemeriksaan.
Objektif:
Anak sudah mulai mau dilakukan
pemeriksaan dan bermain dengan perawat.
Analisis:
Rasa cemas teratasi.
Perencanaan:
Intervensi dipertahankan.

Hari/ tanggal : Rabu, 18 April 2012

Tanggal/ No Evaluasi Paraf


Jam DP
11.00 1 Subjektif:
Ibu mengatakan suhu tubuh anak sudah
mulai stabil.
Objektif:
Suhu: 37,6C
Frekuensi nafas: 30x/menit
Kulit teraba hangat
Analisis:
Peningkatan suhu tubuh (demam) teratasi
sebagian
Perencanaan:
Intervensi dipertahankan
6
3
BAB III
PENCAPAIAN KOMPETENSI
NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK

Peran ners spesialis keperawatan anak menurut Potts dan Mandleco (2007),
dibagi dalam peran primer, peran sekunder, peran praktisioner dan peran
keahlian. Peran primer meliputi pelaksana asuhan keperawatan, advokat,
pendidik, peneliti dan manajer atau leader. Peran sekunder juga sebagai
koordinator, kolaborator, komunikator dan konsultan. Peran praktisioner sebagai
koordinator perawatan klinik, manager perawatan dan perawat klinik. Peran
terakhir merupakan peran keahlian sebagai perawat praktisioner, perawat
spesialis klinik dan manajer kasus. Kompetensi Ners Spesialis Keperawatan
Anak akan dijelaskan berdasarkan peran ners spesialis keperawatan anak secara
mandiri yang meliputi membina hubungan terapeutik, advokasi atau caring
keluarga, pencegahan penyakit atau promosi kesehatan, pendidikan kesehatan,
dukungan atau konseling, peran restoratif, koordinasi atau kolaborasi,
pengambilan keputusan etis, riset dan perencanaan pelayanan kesehatan (Wong,
Eaton, Wilson, Winkelstein & Schwartz, 2009).

Standar kompetensi yang dimiliki oleh seorang ners spesialis telah ditentukan
oleh organisasi keperawatan. Standar kompetensi perawat adalah ukuran atau
patokan yang disepakati tentang kemampuan seseorang yang dapat diobservasi
mencakup atas pengetahuan, ketrampilan, dan sikap dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan atau tugas dengan standar kinerja yang ditetapkan. Standar dari
kompetensi ners spesialis keperawatan merefleksikan kompetensi yang
diharapkan dimiliki oleh seorang ners spesialis keperawatan. Ranah dan unit
kompetensi perawat meliputi praktik profesional yang bertanggung jawab dan
bertanggung gugat secara aspek etik dan legal, memberikan asuhan dan
manajemen asuhan keperawatan serta mengembangkan profesionalisme dalam
rangka peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan (PP
PPNI, 2010).
64

3.1. Kompetensi Ners Spesialis Keperawatan Anak


Selama melaksanakan praktik residensi, residen telah melaksanakan peran
sebagai seorang ners spesialis keperawatan anak, yaitu:

3.1.1. Pelaksana asuhan keperawatan


Praktik residensi merupakan salah satu pelaksanaan peran perawat
dalam rangka meningkatkan strata pendidikan untuk
mengembangkan profesionalisme sehingga dapat meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan yang diberikan. Praktik residensi
dilaksanakan oleh residen mulai tanggal 3 Oktober 2011 sampai
dengan 20 April 2012. Sebelum melaksanakan praktik residensi,
residen terlebih dahulu menyusun kontrak belajar sesuai dengan
kompetensi yang akan dicapai.

Praktik residensi terdiri dari dua tahapan , yaitu residensi I dan


residensi II. Residensi I dilaksanakan selama 16 minggu yang
dimulai tanggal 3 oktober 2011 sampai dengan 3 Februari 2012.
Ruang yang dipakai untuk praktik residensi I meliputi ruang
perawatan bayi risiko tinggi (peristi) RSPAD Gatot Soebroto selama
4 minggu, ruang perawatan anak infeksi RSPAD Gatot Soebroto
selama 6 minggu dan ruang perawatan anak non infeksi RSPAD
Gatot Soebroto selama 6 minggu. Residensi II dilaksanakan selama 9
minggu, 3 minggu di RSAB Harapan Kita Jakarta mulai tanggal 19
Februari 2012 sampai dengan tanggal 9 Maret 2012 di ruang anggrek
perawatan anak kelas II infeksi. Dilanjutkan 6 minggu di ruang
perawatan infeksi gedung A lantai 1 RSUPN Cipto Mangunkusumo
Jakarta dari tanggal 11 Maret 2012 sampai dengan tanggal 20 April
2012. Selama melaksanakan praktik residensi, residen juga
melakukan suatu program proyek inovasi yang terkait dengan
pelaksanaan family centered care (FCC).
Dalam melaksanakan praktik selalu menerapkan prinsip etik dalam
keperawatan, menerapkan sikap menghormati hak privasi dan
martabat klien, menerapkan sikap menghormati hak klien untuk
memperoleh informasi, memilih dan menentukan sendiri asuhan
keperawatan dan kesehatan yang diberikan, menjaga kerahasiaan dan
keamanan informasi yang diperoleh dari klien serta melaksanakan
tanggung jawab kepada mereka yang membutuhkan asuhan
keperawatan untuk meningkatkan derajat kesehatan, mencegah
terjadinya penyakit atau komplikasi penyakit, mengurangi dan
menghilangkan penderitaan yang dialami oleh klien dan keluarga.

Praktik di ruang perinatologi berlangsung dari tanggal 3 oktober


2011 sampai dengan tanggal 28 Oktober 2011 selama 4 minggu.
Kompetensi yang telah dicapai selam praktik di ruang perinatologi
adalah merawat neonatus dengan masalah respirasi, merawat
neonatus dengan gangguan metabolisme (hiperbilirubinemia,
hipoglikemi) dan merawat neonatus dengan penyakit infeksi (SNAD.
Sepsis Neonatus Awitan Dini).

Praktik residensi di ruang non infeksi IKA 2 di RSPAD Gatot


Soebroto Jakarta berlangsung selama 6 minggu dari tanggal 14
Nopember 2011 sampai dengan 23 Desember 2011. Kompetensi
yang telah dicapai oleh residen selama melaksanakan praktik
residensi di ruang non infeksi adalah melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien anak dengan penyakit keganasan, meliputi:
retinoblastoma, leukemia limfositik akut, tumor william dan tumor
nasofaring. Asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem
hematologi, meliputi anemia aplastik dan thalasemia. Asuhan
keperawatan pada anak dengan gangguan kardiovaskuler meliputi:
penyakit jantung bawaan, Tetralogi of Fallot (TOF). Asuhan
keperawatan pada anak dengan gangguan sistem urinarius yaitu
sindroma nefrotik.
Penyakit infeksi merupakan bidang peminatan yang dipilih oleh
residen. Praktik residensi yang dijalani oleh residen di ruang
penyakit infeksi terdiri dari dua periode, yaitu tahap pertama dimulai
tanggal 26 Desember 2011 sampai dengan tanggal 9 Februari 2012
di ruang perawatan penyakit infeksi IKA 2 RSPAD Gatot Soebroto
Jakarta selama 6 minggu. Tahap kedua selama 9 minggu dimulai
tanggal 19 Februari 2012 sampai dengan tanggal 9 Maret 2012
selama 3 minggu di ruang rawat infeksi kelas II di ruang Anggrek
RSAB Harapan Kita Jakarta, dilanjutkan tanggal 11 Maret 2012
sampai dengan 20 April 2012 di ruang perawatan infeksi gedung A
RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta selama 6 minggu.

Kompetensi yang telah dicapai residen selama melaksanakan


praktrik residensi di ruang infeksi meliputi melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien dengan masalah sistem respirasi meliputi:
bronchopneumonia, bronchiolitis dan tuberculosa paru, merawat
anak dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi:
diare atau gastroenteritis dan demam berdarah dengue. Residen juga
merawat anak dengan HIV/AIDS, merawat anak dengan infeksi
saluran kemih, seperti sindroma nefrotik, ISK dan gagal ginjal
kronik. Residen juga merawat anak dengan infeksi saluran cerna
meliputi Thypoid, hepatitis virus, atresia bilier, atresia esofagus,
kolestasis, malnutrisi dan lain-lain. Selain itu residen juga merawat
anak dengan infeksi sistem persarafan meliputi: meningitis dan
encephalitis.

3.1.2. Hubungan terapeutik


Dalam berinteraksi dengan klien, residen selalu berusaha untuk
membina hubungan yang bermakna dengan anak dan keluarga dan
memisahkan kepentingan dan perasaan pribadi saat berinteraksi.
Komunikasi terbuka tetap dipertahankan selama berinteraksi dengan
anak dan keluarga.
3.1.3. Advokator
Sebagai seorang advokator, residen membantu anak dan keluarga
menentukan pilihan dan melakukan yang terbaik bagi anak. Residen,
klien dan keluarga mengidentifikasi tujuan dan harapan klien dan
keluarga serta membantu klien dan keluarga untuk menentukan
pilihan yang terbaik bagi klien. Residen membimbing keluarga agar
dapat melakukan sesuatau yang terbaik bagi kesehatan klien,
mendapatkan informasi yang adekuat tentang prosedur dan tindakan
keperawatan. Sebagai contoh pada saat klien akan dilakukan
pemeriksaan CT-scan, klien sudah dipuasakan sejak pagi. Namun
karena alasan lembar konsultasi baru diterima oleh residen anestesi
sehingga pemeriksaan akan ditunda. Residen sebagai advokat bagi
klien segera memberikan pembelaan terhadap klien, sehingga dokter
anestesi bersedia datang melihat dan memeriksa kondisi klien,
akhirnya jadi dilakukan pemeriksaan CT-scan kepala walaupun
ditunda satu jam.

3.1.4. Pencegahan penyakit dan promosi kesehatan


Residen berusaha mengidentifikasi masalah dan menyusun rencana
perawatan pada setiap aspek pertumbuhan dan perkembangan.
Proses pengkajian masalah yang berhubungan dengan nutrisi,
imunisasi, keamanan bagi anak dan anticipatory guidance.
Penerapan secara langsung yang dilakukan residen pada klien yang
mengalami peningkatan suhu tubuh dengan menganjurkan orang tua
untuk memberikan banyak minum pada anak, memakaikan pakaian
yang tipis dan menyerap keringat, melakukan kompres hangat.

3.1.5. Pendidikan kesehatan


Memberikan pendidikan kesehatan merupakan bagian dari peran
perawat. Selama menjalankan praktek, residen telah memberikan
pendidikan kesehatan kepada anak dan keluarga agar anak dan
keluarga mengerti tentang penyakit yang dialami dan tindakan
pengobatannya, mendorong anak untuk bertanya tentang masalah
kesehatannya. Selain memberikan pendidikan kepada anak dan
keluarga residen juga memberikan pendidikan kesehatan kepada
teman sejawat dan mahasiswa keperawatan dari jenjang pendidikan
dibawah residen. Penerapan secara langsung residen sering
memberikan pendidikan kesehatan kepada orang tua klien tentang
cara pencegahan diare, demam berdarah dengue, tuberculosa paru,
thypoid dan cara pencegahan infeksi dengan selalu cuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan tindakan pada klien.

3.1.6. Dukungan dan konseling


Ketika merawat anak, residen memperhatikan kebutuhan dukungan
emosi bagi anak dan keluarga. Memberikan konseling dan saling
berdiskusi, bertukar ide dan pendapat sebagai dasar dalam
pemecahan masalah. Dalam hal ini termasuk memberikan motivasi,
dukungan, informasi, pengungkapan perasaan dan pikiran, dan
melakukan pendekatan untuk membantu keluarga dalam berespon
terhadap stres. Konseling diberikan tidak hanya membantu keluar
dari permasalahan yang krisis, tetapi juga membantu anak dan
keluarga agar dapat mempertahankan fungsinya dan lebih percaya
diri. Residen selalu memberikan dukungan pada orang tua klien
untuk merawat anaknya dengan baik dan optimis untuk kesembuhan
anaknya.

3.1.7. Kolabolator
Residen dalam memberikan perawatan kepada klien selalu
bekerjasama didalam tim, berkolaborasi dan berkoordinasi dengan
tim kesehatan yang lain, yaitu dengan dokter, ahli gizi, bagian
farmasi, bagian laboratorium dan radiologi serta penunjang yang
lain. Dalam memberikan asuhan keperawatan residen selalu
bekerjasama dengan anak dan keluarga, berkolaborasi dalam
mengkaji kebutuhan dan masalah, dan menyusun rencana intervensi
sehingga dapat menemukan dengan benar kebutuhan dan masalah
yang muncul pada
anak. Residen sering melakukan kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat pada klien dan ahli gizi terkait dengan diet yang
diberikan kepada klien.

3.1.8. Pembuat keputusan etis


Dilema etik kadang-kadang muncul ketika secara moral dihadapkan
pada beberapa alternatif. Nilai moral termasuk autonomy, non
malfiecence, beneficience dan justice. Residen berusaha untuk
meminimalkan hal-hal yang berpotensi merusak dan bertentangan
dengan dengan nilai moral sosial, standar praktik profesional,
hukum, peraturan institusi dan sistem nilai yang dianut oleh
keluarga, tradisi agama dan nilai personal diri perawat. Residen
berusaha untuk menciptakan lingkungan yang peduli dan pengertian
terhadap klien dan keluarga. Residen mempersiapkan diri untuk
berkolaborasi dalam membuat keputusan etik, misalnya dengan cara
mempelajari literatur dan mengetahui tentang kode etik profesional
sebagai pedoman dan kontrol diri agar tetap bersikap profesional.
Residen kadang-kadang juga berhadapan dengan masalah etik ketika
klien menghadapi penyakit terminal dan menolak untuk dilakukan
tindakan medis.

3.1.9. Peneliti
Selama melaksanakan praktik residensi, residen juga melakukan
proses penelitian dalam melakukan inovasi di ruang perawatan.
Dimulai dari mengkaji, menemukan masalah, menyusun rencana
intervensi, implementasi dan evaluasi serta tindak lanjut. Selain itu
residen juga menerapkan evidence based practice (EBP) dan
mengaplikasikan hasil-hasil penelitian terbaru dalam mengatasi
masalah pada klien.

3.1.10. Inovator
Sebagai inovator residen melaksanakan fungsi membuat suatu
perubahan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Pada
7
0

praktik residensi 1 di ruang perinatologi residen membuat format


discharge planning dan media pendidikan kesehatan yang akan
diterapkan oleh perawat ruang perinatologi kepada pasien dan
keluarga, dengan didahului oleh residen bersama teman-teman
melaksanakan discharge planning tersebut kepada pasien baru dan
melakukan pendidikan kesehatan kepada keluarga pasien. Pada
Praktik residensi 2 di ruang Anggrek penyakit infeksi kelas II RSAB
Harapan Kita Jakarta residen juga melakukan inovasi dengan
melakukan modifikasi pada ruang tindakan menjadi ruang tindakan
yang bernuansa anak untuk mencegah atraumatik care dan
mengurangi dampak hospitalisasi pada anak-anak yang dirawat di
ruang perawatan anak.

Selain kegiatan proyek inovasi, residen juga melakukan presentasi


dan diseminasi tentang Evidence Based Practice (EBP) di ruangan.
Diruang non infeksi RSPAD Gatot Soebroto residen melakukan
presentasi EBP dengan judul Pain, Sleep, Disturbance, and Fatigue
in Children With Leukemia and Their Parent: A Pilot Study.
Sedangkan di ruang infeksi residen juga melakukan presentasi dan
diseminasi EBP dengan judul Supplementing Iron and Zinc: Double
blind, randomized evaluation of separate or combined delivery.
Dalam pelaksanaan desiminasi EBP tersebut dihadiri oleh kepala
ruangan, clinical instruktur (CI), perawat pelaksana dan juga kepala
unit dan kepala urusan keperawatan. Perawat sangat antusias dan
banyak bertanya tentang hasil-hasil penelitian dari EBP tersebut. Hal
tersebut menunjukkan bahwa perawat masih ingin belajar dan
meningkatkan pengetahuan untuk meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien.
71

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas tentang penerapan teori Konservasi Levine dalam
asuhan keperawatan pada klien anak dengan peningkatan suhu tubuh dan
Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam pencapaian target kompetensi pada
penanganan kasus peningkatan suhu tubuh pada klien anak di ruang penyakit
infeksi.

4.1 Penerapan Teori Konservasi Levine dalam Asuhan Keperawatan Klien


Anak Yang Mengalami Peningkatan Suhu Tubuh
Asuhan keperawatan dilakukan pada 5 kasus yang dipilih semuanya dengan
diagnosa medis yang berbeda. Lima kasus tersebut adalah An.V, perempuan
(2 tahun, 2 bulan) dengan sepsis dan cerebral palsy spastik, An. R, laki-laki
(14 tahun) dengan demam berdarah dengue, An. S, laki-laki (13 tahun)
dengan encephalitis, An. F, laki-laki (4 bulan, 10 hari) dengan meningitis
bakterialis dan An. I, laki-laki (1 tahun) dengan diare akut dehidrasi ringan-
sedang. Dari 5 orang klien tersebut terdiri dari 1 orang klien berjenis
kelamin perempuan dan 4 lainnya berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan
umur, terdapat satu anak umur kurang dari satu tahun (bayi), dua anak usia
toddler dan dua anak usia remaja. Hal ini sesuai dengan pendapat Ball dan
Blinder (2003) yang mengatakan bahwa penyakit infeksi banyak diderita
oleh anak- anak dari bayi sampai remaja. Anak F (4 bulan) adalah penderita
meningitis dengan klasifikasi meningitis bakterialis, hal ini sesuai dengan
pendapat Speers (2008) dan Ball dan Blinder (2003) yang menyatakan
bahwa meningitis bakterialis lebih sering terjadi pada bayi usia kurang dari
6 bulan.

4.1.1 Pengkajian
Pengkajian komprehensif dilakukan berdasarkan prinsip konservasi dalam
teori konservasi Levine. Pengkajian tersebut meliputi respon adaptasi anak
dan keluarga terhadap perubahan lingkungan internal dan eksternal.
Masalah internal yang terjadi pada kasus anak dengan peningkatan suhu
tubuh adalah adanya proses inflamasi. Pengkajian keperawatan dilakukan
secara menyeluruh, namun difokuskan pada masalah utama, yaitu
peningkatan suhu tubuh dan masalah lain yang kemungkinan terkait
dengan masalah utama. Masalah yang mungkin terkait dapat merupakan
penyebab terjadinya peningkatan suhu tubuh maupun yang timbul sebagai
akibat peningkatan suhu tubuh.

Observasi suhu tubuh perlu dilakukan pada semua klien dengan


peningkatan suhu tubuh. Peningkatan suhu tubuh pada kenyataannya
merupakan masalah klinis yang paling sering diobservasi oleh perawat
baik dibangsal perawatan anak maupun pada unit perawatan kritis
(Kiekkas, et al, 2008). Observasi dilakukan untuk menilai apakah
peningkatan suhu tubuh yang terjadi masih berada pada batas normal atau
merupakan masalah aktual yang membutuhkan penanganan segera. Selain
itu perawat juga perlu mengobservasi suhu tubuh sebelum dan sesuadah
diberikan terapi, baik setelah diberikan terapi farmakologis maupun terapi
non farmakologis.

Pengukuran suhu tubuh idealnya dilakukan dengan teknik yang benar pada
lokasi yang tepat sehingga dapat menggambarkan suhu inti tubuh, Selain
itu temometer yang digunakan sebagai alat untuk mengukur suhu tubuh
hendaknya diperhatikan keakuratannya. Berdasarkan penelitian, area
pengukuran suhu tubuh yang hampir mendekati gambaran suhu inti tubuh
adalah area rektal (Hockenberry & Wilson, 2009). Suhu anal lebih
mendekati gambaran suhu inti tubuh dibandingkan suhu aksila, namun
perlu dipertimbangkan jika pada saat pengukuran klien mengalami
konstipasi atau diare atau gangguan pada area tersebut, rektum yang penuh
dengan massa feses juga akan mempengaruhi hasil pengukuran suhu pada
area ini.

Pengukuran pada area perifer kurang dapat diandalkan untuk


menggambarkan suhu inti tubuh, namun pengukuran suhu tubuh pada area
perifer memiliki beberapa keuntungan terutama mudah digunakan pada
anak dengan kasus akut dan kurang kooperatif (Simon, 2006). Beberapa
hal
dapat mempengaruhi hasil pengukuran suhu tubuh pada area perifer,
diantaranya adalah suhu ruangan. Karena area perifer, terutama kulit
adalah adalah bagian yang pertama kali langsung terpapar dengan suhu
lingkungan. Selain itu pemasangan alat-alat tertentu atau kondisi yang
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke area perifer akan
mengakibatkan hasil pengukuran pada area tersebut menjadi tidak valid.
Namun pada kenyatannya dilapangan pada beberapa rumah sakit yang
dipakai untuk praktek residen, area pengukuran yang biasa digunakan
adalah area perifer yaitu di area aksila dengan menggunakan termometer
digital ataupun air raksa, kondisi ini disebabkan oleh keterbatasan fasilitas
dan sarana di ruangan.

Selain pengkajian dan observasi suhu tubuh, perawat juga perlu


memperhatikan pola peningkatan suhu tubuh, durasi dan manifestasi klinis
lainnya yang menyertai demam. Menggigil dan kaku pada otot dapat
terjadi menyertai demam. Kedua mekanisme ini merupakan upaya tubuh
untuk mempercepat produksi panas tubuh. Pada demam, produksi panas
dengan menggigil dan peningkatan tonus otot terjadi sampai suhu tubuh
mencapai set point. Pada saat menggigil klien dapat merasa dingin, dan
setelah suhu tubuh mencapai set point, klien dapat mengalami fatique, dan
myalgia akibat dari pembakaran energi dan peningkatan metabolisme pada
saat menggigil. Kondisi tersebut akan menimbulkan rasa tidak nyaman
bagi klien, namun tidak semua klien dengan peningkatan suhu tubuh akan
mengalami menggigil dan peningkatan tonus otot (Potter & Perry, 2006).

Pengkajian yang terkait dengan riwayat kesehatan, riwayat penyakit


maupun dari pemeriksaan penunjang lainnya juga tidak boleh diabaikan.
Dari pengkajian terhadap riwayat kesehatan dan riwayat penyakit, perawat
dapat mengkaji kemungkinan anak terpapar kuman, virus atau bakteri
yang dapat menyebabkan demam. Pengkajian selanjutnya akan dilakukan
sesuai dengan teori konservasi Levine meliputi pengkajian konservasi
energi, konservasi integritas struktur, integritas personal dan integritas
sosial.
4.1.1.1 Konservasi energi
Pada pengkajian konservasi energi, lima klien yang dipilih residen
semuanya mengalami peningkatan suhu tubuh. Penyebab demam pada
kelima kasus tersebut sama karena terjadi proses infeksi didalam tubuh
klien. Lamanya demam juga tergantung jenis infeksi yang dialami oleh
klien. Pada kasus An. F dengan diagnosa medis meningitis bakterialis
mengalami demam hampir 10 hari, demam naik turun dengan rentang
38C- 40C. An. F juga mengalami kejang 3 kali yaitu sehari sebelum
masuk rumah sakit, pada saat masuk rumah sakit dan pada hari kelima
dirawat diruang infeksi. Pada An. V dengan sepsis, demam berlangsung
cukup lama. Selama dirawat diruang infeksi dari tanggal l6 Maret 2012 -
27 Maret 2012, demam cukup tinggi selalu diatas 39C dan suhu tubuh
baru kembali normal tanggal 24 Maret 2012 (3 hari sebelum pulang). Hal
ini disebabkan karena infeksi yang dialami oleh An.V bersifat sistemik.
Pada An. R dengan diagnosa medis demam berdarah dengue demam
berlangsung selama 5 hari, suhu tubuh berkisar antara 38C 38,7C.
Demam pada An. R tidak berlangsung lama karena sesuai dengan masa
inkubasi dari virus dengue 2-7 hari. An. S dengan diagnosa medis
encephalitis herpes simplek, mengalami demam hanya 5 hari, namun An.
S harus menjalani perawatan selama 14 hari karena pemberian terapi
antibiotik untuk virus herpes simplek minimal selama 14 hari. Walaupun
An. S sudah bebas demam dan keadaan umum cukup stabil tetap harus
menunggu program terapi selesai. Sedangkan An. I dengan diare akut
dehidrasi ringan-sedang juga mengalami demam kemungkinan karena
kehilangan volume cairan akibat diare, demam hanya 2 hari dan suhu
tubuh 38C.

Berdasarkan pengkajian dari konservasi energi dari kelima kasus diatas


dapat disimpulkan bahwa manifestasi klinis yang dialami oleh semua
anak yang mengalami infeksi adalah gejala demam atau peningkatan
suhu tubuh. Berdasarkan gejala dan perjalanan penyakit demam dapat
terjadi sebagai reaksi tubuh karena adanya pirogen yang masuk kedalam
tubuh,
sehingga tubuh melakukan mekanisme pertahanan diri (Potter & Perry,
2006).

Pada Teori Konservasi Levine juga meyakini bahwa tubuh memiliki


integritas yang menekankan bahwa respon terhadap tantangan
lingkungan merupakan satu kesatuan (Tomey & Alligood, 2006). Secara
fisiologis tubuh akan berespon dengan cepat apabila ada antigen masuk
ke dalam tubuh bila dalam keadaan sehat. Menurut Teori Konservasi
Levine, tubuh akan berusaha beradaptasi menghadapi perubahan
lingkungan ini untuk dapat tetap mempertahankan integritasnya.

Berdasarkan Teori Konservasi Levine, pengkajian perubahan pada


lingkungan internal dan eksternal pelu dilakukan untuk menentukan
intervensi yang akan diberikan. Pada kasus-kasus penyakit infeksi
perubahan yang sering terjadi pada lingkungan internal adalah terjadinya
mekanisme pertahanan tubuh melawan pirogen penyebab demam.
Berdasarkan lima kasus pada anak yang menderita penyakit infeksi
tersebut semuanya mengalami demam. Sehingga semuanya melakukan
mekanisme pertahanan tubuh untuk melawan pirogen yang masuk ke
dalam tubuh sehingga tubuh menimbulkan respon demam (Widagdo,
2012).

Meskipun semuanya anak mengalami infeksi, namun pada pemeriksaan


laboratorium tidak semua anak mengalami lekositosis. Hal ini mungkin
disebabkan dari tingkat infeksi yang dialami oleh masing-masing anak.
Mungkin karena pengaruh faktor lingkungan eksternal. Menurut Levine,
lingkungan eksternal dapat akan mempengaruhi kesehatan individu.
Lingkungan eksternal terdiri dari perceptual, operasional dan konseptual,
dalam hal ini yang mempengaruhi adalah faktor operasional. Lingkungan
operasional adalah sesuatu yang mempengaruhi fisik individu tetapi tidak
dapat dilihat secara langsung, misalnya terinfeksi mikroorganisme
(Tomey & Alligood, 2006).
Kemampuan individu untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan
disebut dengan respon organismik. Pada kasus ini penyakit infeksi
menyebabkan tubuh rentan atau respon imun tubuh menurun sehingga
tubuh mudah terinfeksi penyakit lain. Didalam tubuh, antigen infeksi
akan memproduksi endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin atau
eksotoksin akan menginduksi leukosit untuk memproduksi pirogen
endogen diantaranya adalah interleukin (IL) dan interferon (IFN).
Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf pusat ditingkat
organum laminae terminalis (OVLT), nukleus preoptik, hipotalamus
anterior dan septum palusolum. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut
maka pada OVLT akan terjadi sintesis prostalglandin- E2 melalui
metabolisme asam arakidonat melalui jalur sitooksigenase 2.
Prostalglandin-E2 bekerja secara langsung pada nukleus preoptik di
hipotalamus dengan hasil akhir adalah peningkatan suhu tubuh
(Tumbelaka, Trihono, Kurniati & Widodo, 2005; Soedarmo, Garna,
Hadinegoro & Satari, 2012).

Peningkatan suhu tubuh diatas suhu basal berpengaruh terhadap respon


imun spesifik dan nonspesifik. Pengaruh pada respon imun nonspesifik
terlihat pada kemampuan rekruitmen fagosit serta kemampuan
fagositosis dan membunuh mikroba patogen. Pengaruh pada respon imun
spesifik terlihat pada proliferasi sel T, fungsi sitotoksik, dan sekresi
antibodi (Tumbelaka dkk, 2005). Maka dengan demikian hal itulah yang
mungkin menyebabkan terjadinya leukositosis pada An V, An S dan An
F. Jadi demam merupakan mekanisme tubuh untuk melindungi diri dari
ancaman lingkungan lingkungan yang membahayakan. Hal ini juga
membuktikan bahwa merupakan satu kesatuan yang saling melindungi
antara satu dengan yang lain sebagaimana yang dikemukakan oleh levin
bahwa tubuh manusia merupakan suatu yang menyeluruh dan memiliki
integritas dimana masing-masing bagian tubuh bersifat saling
menguntungkan (Tomey & Alligood, 2006).
4.1.1.2 Konservasi Integritas struktur
Pada kelima kasus diatas terdapat dua anak yang mengalami kejang
akibat peningkatan suhu tubuh. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor
usia. Pada kelima kasus diatas ada tiga anak yang usianya dibawah 3
tahun. Menurut Alam (2011) anak usia 6 bulan sampai 3 tahun berisiko
mengalami kejang demam akibat peningkatan suhu tubuh, insiden
tertinggi pada anak usia 18 bulan. Sedangkan menurut Widagdo (2012),
anak yang berusia dibawah 5 tahun berisiko mengalami kejang demam
akibat peningkatan suhu tubuh.

Integritas struktur pada proses penyakit merupakan proses penyembuhan


melalui perbaikan struktur dan fungsi. Tindakan keperawatan ditujukan
untuk mempertahankan fungsi dan struktur yang ada dan memperbaiki
fungsi dan struktur yang rusak. Pada kasus peningkatan suhu tubuh
(demam) berisiko akan menyebabkan kerusakan pada sel, jaringan dan
organ. Intervensi dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan
tersebut. Menurut Tumbelaka, Trihono, Kurniati dan Widodo (2005),
suhu tubuh yang terlalu tinggi dapat menimbulkan efek merusak
parenkim organ. Pada sisitem saraf pusat dapat menyebabkan kejang,
koma dan edema otak. Pengaruh demam pada sistem traktus urinarius
dapat menurunkan perfusi ginjal atau penumpukan mioglobin sehingga
dapat menyebabkan kerusakan jaringan ginjal, penurunan diuresis
bersamaan dengan peningkatan katabolisme protein meningkatkan
asidosis metabolik.

Keadaan hipermetabolik dan kerusakan jaringan akibat peningkatan suhu


tubuh dapat mempengaruhi sistem organ tubuh. Sistem kardiovaskular
bekerja lebih berat, curah jantung ditingkatkan dengan meningkatkan
frekuensi denyut jantung dan volume sekuncup (Tumbelaka, Trihono,
Kurniati & Widodo, 2005). Hal yang dapat ditemukan dari kelima kasus
yang dibahas, peningkatan denyut nadi dapat ditemukan akibat dari
peningkatan suhu tubuh pada kelima kasus diatas.
Sistem respirasi juga bekerja lebih berat, meningkatkan ventilasi dengan
meningkatkan frekuensi nafas dan volume tidal. Tetapi pada kelima
kasus tersebut tidak ditemukan perubahan pada frekuensi nafas akibat
peningkatan suhu tubuh. Hal ini mungkin disebabkan karena anak berada
pada kondisi istirahat dan berbaring ditempat tidur dengan aktivitas yang
minimal, sehingga kebutuhan oksigenasi tidak terlalu tinggi.

Kelainan pada darah pada kondisi demam atau peningkatan suhu tubuh
dapat meninmbulkan hemokonsentrasi, hemolisis, DIC dan kelainan
pembentukan darah. Pada saluran gastrointestinal, peningkatan suhu
tubuh dapat mengurangi sekresi getah pencernaan, gangguan enzimatik
di hati yang terjadi setelah hari ketiga dan peningkatan bilirubin serum
(Tumbelaka, Trihono, Kurniati & Widodo, 2005). Hemokonsentrasi
ditemukan pada satu kasus yaitu pada An. R dengan demam berdarah
dengue. Hal ini disebabkan pada anak dengan demam berdarah dengue
terjadi hemokonsentarasi dalam plasma darah.

Tindakan keperawatan dilakukan berupa pemantauan keseimbangan


cairan dan fungsi diuresis, pemantauan tanda-tanda vital terutama
monitor suhu tubuh, dan pengawasan fungsi neurologis. Perbaikan
struktur yang rusak dilakukan dengan kolaborasi pengobatan dengan
antibiotik untuk infeksi dan pemberian antipiretik, anti inflamasi dan anti
kejang.

4.1.1.3 Konservasi Integritas Personal


Menurut teori Levine pengkajian integritas personal juga perlu dilakukan
agar klien bisa mencapai sehat yang menyeluruh (wholism). Konservasi
integritas personal perlu diperhatikan karena menurut teori Levine untuk
mencapai sehat yang menyeluruh berarti memiliki juga rasa identitas dan
harga diri. Harga diri dan identitas personal merupakan hal yang penting
bagi manusia.
Penyakit akan menyebabkan perubahan pada nilai diri (Potter & Perry,
2006; Hockenberry & Wilson, 2009). Pada kasus yang dibahas, ada dua
anak mengalami perubahan pada identitas dan harga diri. Kelemahan dan
keterbatasan fisik yang dialami oleh anak menyebabkan anak merasa
kehilangan kemampuan identitas diri. Anak sering merasa kehilangan
harapan dan pertahanan diri secara emosional. Dalam hal ini peran
perawat adalah untuk meningkatkan kekuatan individu untuk dapat hidup
mandiri serta tidak membutuhkan waktu yang lama untuk selalu
tergantung dengan orang lain (Tomey & Alligood, 2006). Pada satu
orang anak belum bisa dikaji tentang perubahan identitas diri, nilai diri
dan harga diri karena usia klien baru 4 bulan, dimana tahap
perkembangan kognitif klien baru berada pada fase sensorimotor. Selama
fase ini bayi berkembang dari perilaku berdasarkan refleks ke tindakan
sederhana berulang untuk meniru aktifitas (Wong, Eaton, Wilson,
Winkelstein & Schwartz, 2009).

Dalam mengaplikasikan teori konservasi Levine residen agak merasa


kesulitan dalam mengkaji integritas personal anak. Hal ini karena dua
orang klien yang masih bayi berusia 4 bulan dan usia 1 tahun. Sedangkan
seorang klien usia 2 tahun 2 bulan mengalami gangguan perkembangan
yaitu cerebral palsy sehingga klien mengalami keterlambatan tumbuh
kembang termasuk keterlambatan bicara. Pada anak masih berada dalam
tahap tumbuh kembang, sehingga kemampuan bahasa dan kognitif belum
bisa memahami dan mengungkapkan secara verbal tentang identitas
personal diri anak. Untuk mengatasi hal tersebut residen berusaha
menggali identitas personal melalui perilaku yang ditunjukkan oleh anak,
baik melaui observasi sendiri maupun hasil wawancara dengan orang tua
dan keluarga.

4.1.1.4 Konservasi Integritas Sosial


Konservasi integritas sosial diperlukan karena hidup manusia akan
menjadi lebih berarti jika dapat diterima dalam komunitas sosial dan
kesehatan akan dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Anak yang
menderita
8
0

penyakit infeksi sering mengalami gangguan perubahan identitas dan


nilai diri karena keterbatasan fisik dan kelemahan yang dialami. Hal ini
terjadi pada An. R dan An. S. Penyakit menyebabkan anak kehilangan
kesempatan untuk memenuhi kebutuhan sosialisasi, anak merasa
kehilangan teman dan komunitas sosialnya.

Dalam melakukan intervensi residen juga melibatkan keluarga untuk


memberikan dukungan kepada klien dalam mencapai kesehatan yang
menyeluruh. Konsep family-centered-care menekankan bahwa
pembuatan kebijakan, perencanaan program perawatan, perancangan
fasilitas kesehatan dan interaksi harian antara pasien dengan tenaga
kesehatan harus melibatkan keluarga. Keluarga diberikan kewenangan
untuk terlibat dalam perawatan pasien, hal ini berarti keluarga dengan
latar belakang pengalaman, keahlian dan kompetensi keluarga
memberikan manfaat positif daqlam perawatan anak. Memberikan
kewenangan kepada keluarga berarti memberi kesempatan bagi keluarga
untuk mengetahui kekuatan dan kemampuan keluarga dalam merawat
anak.

4.1.2 Tropikognosis dan Justifikasi


Penegakan diagnosa keperawatan dalam konsep teori konservasi Levine
dirumuskan dalam rumusan pernyataan atau justifikasi yang disebut
tropikognosis (Tomey & Alligood, 2006). Tropikognosis merupakan
rumusan masalah keperawatan yang dibuat berdasarkan kemampuan klien
beradaptasi mempertahankan integritas dan konservasi. Tropikognosis
diangkat berdasarkan kebutuhan klien yang memerlukan tindakan
perawatan berdasarkan manifestasi klinis yang ditemukan pada klien.

Rumusan masalah keperawatan utama pada anak dengan peningkatan suhu


tubuh adalah demam. Namun terdapat juga permasalahan keperawatan lain
selain masalah utama tersebut. Permasalahan keperawatan lain yang
muncul dapat diklasifikasikan pada gangguan terhadap konservasi energi,
gangguan pada integritas struktur, gangguan pada integritas personal dan
gangguan
81

pada integritas sosial. Permasalahan lain tersebut dapat muncul sebagai


penyebab maupun dampak dari terjadinya peningkatan suhu tubuh pada
anak.

Tropikognosis pada An. F adalah peningkatan suhu tubuh (demam), risiko


kejang berulang, risiko penurunan kesadaran, risiko cedera, risiko
kekurangan volume cairan dan risiko gangguan kebutuhan
nutrisi.Tropikognosis yang muncul pada An. V adalah peningkatan suhu
tubuh (demam), gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, hambatan
mobilitas fisik, risiko kekurangan volume cairan dan risiko cedera.
Tropikognosis pada An. R adalah peningkatan suhu tubuh (demam),
gangguan rasa nyaman nyeri pada perut, risiko kekurangan volume cairan
dan risiko terjadinya perdarahan. Tropikognosis pada An. S adalah
peningkatan suhu tubuh (demam), gangguan persepsi sensori, risiko
kekurangan volume cairan dan risiko cedera. Sedangkan tropikognosis
pada An. I adalah peningkatan suhu tubuh (demam), risiko kekurangan
volume cairan, risiko gangguan kebutuhan nutrisi dan risiko cedera.

4.1.3 Hipotesis
Hipotesis keperawatan didasarkan pada rumusan masalah yang sudah
ditentukan sebelumnya, perawat berusaha mencari validasi pada klien
tentang masalah yang diasuh. Perawat melakukan hipotesis terhadap
masalah dan solusi untuk mengatasi masalah tersebut (Alligood, 2010).
Hipotesis merupakan inti dari rencana keperawatan

Hipotesis yang dapat ditegakkan secara lengkap pada masing-masing


kasus dapat dilihat lebih rinci pada bagian lampiran. Berikut ini adalah
beberapa hipotesis yang ditegakkan pada kasus utama (An. F) pada kasus
peningkatan suhu tubuh karena demam atau penyakit infeksi yaitu:
a. Pemberian antipiretik dapat menurunkan set point pada hipotalamus.
b. Tindakan cooling therapy dapat dilakukan 1 jam setelah pemberian
antipiretik, teknik yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan klien
dan fasilitas diruangan.
c. Melakukan kolaborasi untuk pemberian antibiotik yang tepat dapat
mengatasi proses infeksi pada tubuh anak.
d. Memberikan hidrasi dengan akses yang memungkinkan dapat
membantu penurunan suhu tubuh dengan cara konduksi dan mencegah
kehilangan cairan lebih lanjut.
e. Melakukan kolaborasi dengan bagian nutrisi tentang diet klien akan
membantu pemenuhan kebutuhan nutrisi untuk menunjang proses
penyembuhan klien.

Perbedaan hipotesis pada anak dengan kasus demam dengan pada anak
dengan kasus hipertermia adalah tindakan cooling therapy sebagai pilihan
utama untuk menurunkan panas tubuh. Selanjutnya untuk mengatasi
masalah keperawatan yang lain, dapat disesuaikan dengan kondisi klien
tersebut.

4.1.4 Intervensi dan Implementasi Keperawatan


Dalam teori Konservasi Levine rancangan intervensi dibuat berdasarkan
pada prinsip konservasi yaitu konservasi energi, integritas struktur,
integritas personal dan integritas sosial. Tujuan dari intervensi adalah
untuk mempertahankan wholeness dan membantu memfasilitasi adaptasi
(Alligood, 2010). Rencana tindakan kemudian diimplementasikan
berdasarkan konsep konservasi energi, integritas struktur, integritas
personal dan integritas sosial tersebut.

Istilah implementasi keperawatan tidak diungkapkan dengan jelas pada


teori Konservasi Levine. Implementasi keperawatan sekaligus dibicarakan
dalm konsep intervensi. Garis besar rencana tindakan keperawatan
tergambar dalam pernyataan hipotesis keperawatan. Secara teknis
hipotesis digunakan untuk memandu perawat dalam membuat
rincian rencana tindakan
keperawatan yang akan dilakukan. Implementasi keperawatan yang
dilakukan pada dasarnya bertujuan untuk menguji hipotesis yang sudah
dibuat oleh perawat (hypothesis testing) (Alligood, 2010) apakag dapat
mengatasi masalah pada klien tersebut atau tidak.

a. Intervensi Keperawatan
Kondisi demam dan hipertermia sangat berbeda secara fisiologis,
sehingga membutuhkan intervensi keperawatan yang berbeda (Simon,
2006; Hockenberry & Wilson, 2009). Namun residen harus tetap
berfokus pada tujuan intervensi keperawatan pada klien dengan
peningkatan suhu tubuh yaitu untuk memberikan kenyamanan bagi
klien.

Mengatasi demam adalah upaya untuk memperbaiki integritas struktur


klien. Dengan perbaikan terhadap integritas struktur diharapkan klien
dapat mengkonservasi energinya untuk proses penyembuhan.
Demikian juga intervensi untuk mengatasi gangguan integritas
personal dan sosial, secara tidak langsung akan mempengaruhi klien
untuk mengkonservasi energinya.

Pada kasus utama (An. F) peningkatan suhu tubuh disebabkan oleh


demam. Manajemen demam merupakan aspek integral dari
keperawatan anak (Walsh, et al, 2005). Tindakan utama berdasarkan
evidence based nursing yang harus dilakukan adalah dengan
pemberian antipiretik (Simon, 2006). Pemberian antipiretik bertujuan
untuk menurunkan set point di hipotalamus terlebih dahulu.

Setelah 1 jam pemberian antipiretik, jika belum terjadi penurunan suhu


tubuh perawat dapat melakukan cooling therapy dengan menggunakan
teknik yang disesuaikan dengan kondisi klien dan dan fasilitas yang
ada di rumah sakit. Tindakan ini merupakan tindakan mandiri perawat,
dengan menggunakan prinsip pengeluaran panas tubuh yaitu dengan
konduksi, konveksi, evaporasi, dan radiasi. Namun teknik yang paling
sering digunakan adalah dengan menggunakan prinsip konveksi,
konduksi dan evaporasi.

Teknik tepid water sponge (kompres hangat), water sponge bath


(rendam dengan air hangat), cold water immertion (rendam dengan air
dingin) dan penggunaan cooling blanket pada dasarnya menggunakan
prinsip konduksi untuk menurunkan suhu tubuh. Aplikasi penurunan
panas dengan prinsip evaporasi dapat dilakukan dengan menyemprot
permukaan tubuh klien dengan air dingin, kemudian permukaan tubuh
dikipas dengan udara yang hangat (Simon, 2006). Selain itu cooling
therapy juga dapat dilakukan dengan manifestasi lingkungan, misalnya
dengan memakaikan pakaian yang tipis dan ringan, mendinginkan
suhu air conditioner diruangan dan memperhatikan sirkulasi udara di
ruangan (Hockenberry & Wilson, 2009).

Peningkatan suhu tubuh pada anak dapqat menimbulkan


ketidaknyamanan. Berdasarkan beberapa penelitian, cooling therapy
pada klien dengan demam dapat menyebabkan ketidaknyamanan.
Kemungkinan penyebabnya adalah karena cooling therapy yang
dilakukan tidak didahului dengan pemberian antipiretik terlebih
dahulu, sehingga set point tubuh belum mengalami penurunan.
Akibatnya tubuh akan terus berupaya untuk memproduksi panas sesuai
dengan set point yang sudah ditentukan yakni dengan mekanisme
menggigil dan peningkatan tonus otot rangka.

Ketidaknyamanan pada tindakan cooling therapy juga dapat terjadi


apabila komunikasi oleh perawat sebelum melakukan tindakan tidak
efektif. Kondisi ini menuntut residen keperawatan anak untuk dapat
berkomunikasi dengan anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Pada An. S dan An. R yang sudah berada pada usia remaja, perawat
dapat menjelaskan alasan pemberian therapy untuk kepentingan
penyembuhannya dengan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh
anak. Setelah anak memahami, anak akan kooperatif pada saat
dilakukan tindakan. Pada kasus An. S dan An. R perawat melakukan
tindakan cooling therapy dengan menggunakan kompres air hangat
(tepid sponge). Perawat memberikan pilihan pada anak untuk
menentukan area yang menurut anak nyaman untuk dilakukan
kompres. Anak meminta untuk dikompres di dahi, ketiak, lipat paha
dan perut karena anak mengatakan bahwa area tersebut terasa sangat
panas.

Orang tua dengan anak yang mengalami demam sering mengalami


kecemasan yang berlebihan (fever phobia) (Crocetti, Moghbeli &
Serwint, 2001). Anak sebenarnya dapat merasakan kecemasan orang
tuanya, rasa cemas tersebut juga menulari anak. Sebaliknya anak juga
merasa nyaman apabila orang tuanya tetap menunjukkan respon tenang
meskipun berada pada kondisi yang sulit (Clinch & Dale, 2007).
Tindakan untuk mengatasi kecemasan pada orang tua dapat membantu
perbaikan pada integritas sosial klien. Oleh karena itu perawat juga
dituntut untuk memiliki kemampuan komunikasi yang efektif dengan
keluarga klien, terutama pada orang tua yang merasa cemas.
Penjelasan tentang kondisi anaknya dan rencana intervensi
keperawatan yang akan dilakukan sesuai dengan tingkat pemahaman
orang tua dengan bahasa yang sederhana akan dapat membantu
mengurangi kecemasan pada orang tua.

Selain pemberian antipiretik dan cooling therapy, residen juga


memastikan anak sudah mendapatkan rehidrasi yang adekuat.
Pemberian hidrasi dapat dilakukan per oral, parenteral maupun naso
gastro tube (NGT) disesuaikan dengan kondisi klinis klien. Pemberian
hidrasi pada klien dengan penurunan kesadaran pada An. F dengan
meningitis bakterialis diberikan melalui parenteral dan pemberian
nutrisi berupa susu formula melalui NGT.
Intervensi untuk mempertahankan konservasi energi ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan individu untuk mempertahankan
keseimbangan energi antara kebutuhan dengan ketersediaan yang ada
yang berguna untuk mempertahankan kehidupan. Pada anak yang
menderita penyakit infeksi yang mengalami peningkatan suhu tubuh
menyebabkan peningkatan kebutuhan energi. Intervensi yang
dilakukan difokuskan untuk meningkatkan kemampuan tubuh untuk
menghasilkan energi yang cukup dan menghemat pembakaran energi
oleh tubuh. Peningkatan produksi energi dilakukan melalui
pemenuhan kebutuhan nutrisi yang cukup bagi anak. Pada anak
dengan penyakit infeksi sering mengalami masalah nutrisi karena
adanya mual dan muntah akibat proses penyakit dan efek samping
dari pengobatan. Terjadinya peningkatan kebutuhan energi tubuh
terjadi karena peningkatan suhu tubuh menyebabkan peningkatan
metabolisme didalam tubuh (Potter & Perry, 2006). Usaha untuk
mengurangi pembakaran energi dilakukan dengan mengurangi
aktivitas dan meningkatkan istirahat, sehingga mengurangi
pembakaran energi untuk aktivitas otot (Soedarmo, Garna,
Hadinegoro & Satari, 2012).

Menurut Levine, tugas perawat berpartisipasi secara aktif pada setiap


lingkungan klien dan memberikan dukungan dalam penyesuaian diri
klien terhadap kondisi yang sulit akibat penyakit. Model interaksi dan
intervensi keperawatan ditujukan untuk peningkatan kemampuan
adaptasi dan mempertahankan kesehatan secara keseluruhan.
Intervensi keperawatan adalah mendorong adaptasi yang baik dari
klien atau menjadi lebih baik secara sosial, kemudian perawat
melakukan tindakan terapeutik ketika respon klien kurang baik,
perawat menyediakan dukungan bagi klien. Pengobatan difokuskan
pada manajemen dari respon ini terhadap penyakit (Tomey &
Alligood, 2006).
b. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan rencana intervensi
asuhan keperawatan. Secara keseluruhan asuhan keperawatan yang
dilakukan pada 5 kasus yang dikelola disesuaikan dengan kondisi
klinis klien. Penatalaksanaan pada klien dengan demam dilakukan
dengan pemberian terapi antipiretik. Setelah 1 jam kemudian jika
belum terjadi penurunan suhu tubuh, maka dilakukan cooling therapy.
Sedangkan pada kasus An. V cooling therapy adalah pilihan yang
utama, pemberian antipiretik pada yang dilakukan pada pasien ini
terbukti tidak efektif (Joana Brigde Institute, 2001).

Fasilitas diruangan juga menentukan pemilihan teknik cooling therapy


yang akan digunakan. Di ruang penyakit infeksi teknik yang mungkin
dapat dilakukan adalah dengan menggunakan prinsip konduksi, yakni
tepid water sponge (kompres dengan air hangat).

4.1.5 Evaluasi Keperawatan


Observasi pada klien berdasarkan teori Konservasi Levine adalah
observasi pada respon organismik klien terhadap intervensi dan
implementasi keperawatan yang telah dilakukan. Tes hipotesa dievaluasi
dengan mengkaji respon organismik yang dapat mendukung atau tidak
mendukung hipotesis keperawatan. Tindakan keperawatan yang dilakukan
dapat bersifat terapeutik maupun suportif. Tindakan yang sifatnya
terapeutik meningkatkan derajat kesehatan klien, sedangkan yang bersifat
suportif dapat menimbulkan kenyamanan bagi klien. Jika hipotesis yang
dibuat tidak dapat mendukung penyembuhan dan perbaikan kondisi klien
maka rencana dapat direvisi dengan membuat hipotesis yang baru
(Alligood, 2010).

Observasi suhu tubuh dilakukan secara berkala setelah dilakukan


implementasi keperawatan. Waktu nyang paling ideal untuk pengukuran
suhu tubuh setelah pemberian terapi farmakologis seperti antipiretik
adalah setelah 1 jam pemberian obat karena obat-obatan antipiretik akan
bekerja
menurunkan set point tubuh setelah 1 jam pemberian terapi (Hockenberry
& Wilson, 2009).

Selain evaluasi suhu tubuh, evaluasi lain terkait masalah yang ditemukan
juga dilakukan. Untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi residen melakukan
penilaian terhadap toleransi makan, nafsu makan dan juga berat badan.
Evaluasi terhadap resiko infeksi dilakukan dengan melihat respon
organismik klien berupa penyembuhan luka dan penurunan suhu tubuh.
Mengkaji tingkat nyeri dan kemampuan klien dalam beraktifitas,
sedangkan evaluasi hasil dapat dilakukan terkait dengan kesiapan klien
untuk pulang. Hasil valuasi tidak sama untuk masing-masing klien. Pada
kasus demam ringan, penurunan suhu tubuh setelah pemberian intervensi
dapat terjadi setelah 1 jam pemberian terapi. Akan tetapi pada kasus yang
lain misal pada demam yang disebabkan oleh sepsis penurunan suhu tubuh
sulit dicapai karena masalah organik dan infeksi sistemik ikut
mempengaruhi peningkatan suhu tubuh. Pengembangan teori ini juga
penting dan sesuai dengan konsep pelibatan orang tua (Family Centered
Care) dalam proses perawatan.

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi


yang dilakukan pada masing-masing kasus yang dipilih dilakukan pada
waktu yang berbeda. Adapun evaluasi yang telah dilakukan pada kelima
kasus tersebut akan dijelaskan satu per satu.

Hasil evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada anak
F selama 8 hari didapatkan kesimpulan bahwa masalah demam atau
peningkatan suhu tubuh pada anak F dapat diatasi dengan terjadinya
penurunan suhu tubuh pada saat terjadi demam, akan tetapi suhu tubuh
tidak dapat dipertahankan untuk selalu stabil, suhu msih sering naik turun
lagi pada hari berikutnya. Hal ini mungkin disebabkan karena proses
infeksi yang masih belum teratasi. Dengan pemberian antibiotik, anti
inflamasi dan antipiretik diharapkan masalah peningkatan suhu tubuh
dapat teratasi.
Masalah kebutuhan nutrisi teratasi dengan pemberian makanan cair yaitu
susu formula memalui NGT. Risiko kekurangan volume cairan tidak
terjadi yang dibuktikan dengan balance cairan yang selalu positif. Risiko
kejang berulang terjadi pada saat klien mengalami demam, hal ini dapat
diatasi dengan memberikan obat anti kejang. Risiko cedera tidak terjadi
karena klien masih bayi sehingga mobilitas fisik masih terbatas dan tempat
tidur selalu terpasang pengaman atau restrain. Masalah integritas personal
dan sosial tidak terjadi karena klien masih bayi berusia 4 bulan.

Hasil evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada anak
V selama 15 hari, didapatkan kesimpulan bahwa masalah demam atau
peningkatan suhu tubuh dapat teratasi yang dibuktikan dengan terjadinya
penurunan suhu pada saat demam, akan tetapi suhu tubuh tidak dapat
dipertahankan untuk tetap stabil, suhu masih sering naik turun dan selalu
diatas 39C. Hal ini mungkin terjadi karena infeksi sudah terjadi infeksi
sistemik karena klien mengalami sepsis. Masalah risiko kekurangan cairan
tidak terjadi, hal ini dapat dilihat dari balance ciran yang selau positif.
Risiko kekurangan nutrisi dapat diatasi dengan pemberian makanan cair
melalui NGT.

Hasil evaluasi pada An. R setelah dilakukan tindakan keperawatan selama


10 hari, didapatkan kesimpulan bahwa masalah demam dapat diatasi yang
dibuktikan dengan terjadinya penurunan suhu tubuh pada saat demam.
Namun suhu tubuh masih naik turun, hal ini mungkin disebabkan karena
proses perjalanan penyakit demam berdarah dengue antara 2-7 hari.
Masalah nyeri dapat teratasi denga dibuktikan klien mengatakan sudah
tidak nyeri dan dapat beraktivitas sendiri. Masalah risiko perdarahan tidak
terjadi, masalah risiko kekurangan volume cairan juga tidak terjadi, hal ini
dapat dilihat dri balance cairan yang selalu positif. Masalah risiko
kebutuhan nutrisi dapat teratasi, hal ini dapat dilihat bahwa klien sudah
mau makan dan porsi yang disediakan dari rumah sakit sering habis.
9
0

Hasil evaluasi yang dilakukan pada An. S setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 14 hari didapatkan kesimpulan bahwa demam pada
klien sudah dapat diatasi yang dibuktikan dengan terjadinya penurunan
suhu tubuh pada saat terjadi demam. Masalah risiko cedera tidak tejadi
karena tempat tidur klien selalu terpasang pengaman dan perawat juga
sering memonitor klien. Gangguan persepsi sensori dapat teratasi dengan
dibuktikan bahwa klien sudah dapat diajak berkomunikasi dan berinterkasi
dengan perawat dan keluarga pada hari ketiga dirawat dirumah sakit.
Masalah risiko kekurangan volume cairan tidak terjadi dpat dilihat dari
balance cairan yang selalu positif.

Hasil evaluasi pada An. I setelah dilakukan tindakan keperawatan selama


4 hari dapat disimpulkan bahwa masalah demam dapat diatasi, hal ini
dapat dibuktikan bahwa terjadi penurunan suhu tubuh pada saat terjadi
demam. Asupan nutrisi dapat ditingkatkan, masalah risiko kekurangan
volume cairan tidak, hal ini dapat dibuktikan bahwa balance cairan selalu
positif. Masalah risiko cedera tidak terjadi karena klien selau ditunggui
oleh kelurga secara bergantian, baik ibu, ayah, kakaek maupun nenek.

Menurut teori Levine proses keperawatan ditujukan untuk


mempertahankan konservasi dan integritas tubuh pada semua situasi.
Konservasi adalah menggambarkan suatu sistem yang kompleks agar
mampu melanjutkan fungsi ketika terdapat beberapa ancaman. Dengan
konservasi, manusia mampu melawan rintangan dan beradaptasi yang
sesuai dengan pertahanan mereka yang unik. Tujuan dari konservasi
adalah sehat dan kuat melawan ketidakmampuan (Tomey & Alligood,
2006). Aplikasi teori yang telah dilakukan pada lima kasus yang telah
dipilih, diagnosa dan intervensi keperawatan difokuskan untuk membantu
klien mempertahankan konservasi dan integritas yang tidak mampu
dilkukan oleh klien. Menurut teori Levine konservasi terdiri dari
konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi integritas
personal dan konservasi integritas sosial (Tomey & Alligood, 2006).
91

4.2. Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian Target


Seorang perawat spesialis dituntut untuk memiliki kreatifitas dalam
memanfaatkan fasilitas yang tersedia di ruangan untuk dapat mengatasi
masalah yang dihadapi oleh anak dan keluarga. Pada pelaksanaan praktik
spesialisasi, residen berusaha untuk melaksanakan praktik sesuai dengan
target kompetensi yang telah ditetapkan. Dari aspek kompetensi, residen
telah melaksanakan peran sebagai perawat spesialis anak, baik dalam
memberikan asuhan keperawatan maupun pelaksanaan peran lainnya,
seperti sebagai advokator, kolaborator, pembina hubungan terapeutik,
pemberi promosi kesehatan, konselor, pendidik, pembuat keputusan etik dan
sebagai inovator.

Peran sebagai pembina hubungan terapeutik dapat diterima oleh klien dan
keluarga. Karena untuk klien dan keluarga yang mengalami sakit dan
dirawat dirumah sakit, sangat membutuhkan pengetahuan tentang apa yang
harus dilakukan selama mengalami penyakit tersebut serta penerimaan dan
dukungan dri tenaga kesehatan selama menjalani proses perawatan dan
pengobatan.

Dalam menjalankan peran sebagai advokator, konselor, kolaborator dapat


dilaksanakan. Hal ini bisa diterapkan karena cukup ada dukungan dan
penerimaan dari sesama profesi keperawatan dan tenaga kesehatan lain
terhadap kehadiran residen perawat. Residen dapat saling memberikan
masukan, saran dan nasehat untuk pencapaian tujuan yang sama, yaitu
peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan kepada klien.

Selama menjalani praktik residensi, residen banyak mendapat dukungan dan


hambatan.

4.2.1 Dukungan
Dukungan yang diperoleh residen selama praktik residensi berupa
terbukanya kesempatan yang seluas-luasnya untuk mempelajari dan
mengetahui aspek-aspek klinis dan ketrampilan dalam melakukan asuhan
keperawatan. Lahan praktik juga memberikan kesempatan dan dukungan
bagi residen untuk menerapkan secara langsung keilmuan yang diperoleh
selama perkuliahan. Tempat lahan praktik merupakan rumah sakit pusat
rujukan nasional dari berbagai rumah sakit di jakarta maupun didaerah
atau propinsi, memungkinkan residen untuk banyak belajar tentang
penanganan kasus-kasus yang jarang dan tidak ditemukan pada lahan
praktik lain.

Selama pelaksanaan proyek inovasi sebagai salah satu kompetensi yang


harus dipenuhi, residen juga mendapat dukungan positif dari kepala
ruangan, clinical instruktur, perawat ruangan dan tim kesehatan lainnya.
Dalam sosialisasi dan penerapan evidence base practice (EBP) diruangan
juga mendapat dukungan dan antusias dari kepala ruangan dan perawat
pelaksana. Sehingga kompetensi yang harus dicapai oleh residen selama
menjalani praktik residensi sebagian besar dapat dicapai sesuai dengan
target kompetensi ners spesialis keperawatan anak.

4.2.2 Hambatan
Disisi lain dalam menjalankan proyek inovasi diruangan, residen juga
menemukan beberapa kendala, yaitu tidak semua individu mempunyai
keterbukaan untuk menerima perubahan, kesibukan kepala ruangan,
clinical instuktur dan perawat pelaksana juga menjadi hambatan dalam
pelaksanaan proyek inovasi diruangan. Hal ini merupakan tantangan bagi
residen untuk lebih mengembangkan pola berfikir kritis dalam proses
pencapaian tujuan. Keberhasilan dan kegagalan dalam proses pencapaian
yang telah ditargetkan merupakan pelajaran dapat dijadikan sebagai
pengalaman untuk diterapkan dimasa yang akan datang.

Keterbatasan fasilitas yang ada diruang rawat juga menjadi hambatan bagi
residen dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien selama
praktik residensi, seperti terbatasnya alat-alat kesehatan untuk melakukan
tindakan keperawatan. Tidak adanya ruangan untuk diskusi mahasiswa
membuat
residen dan teman-teman harus mencari tempat lain apabila melakukan
diskusi dan juga pada saat dilakukan bimbingan dari pembimbing institusi.

Terkait dengan penanganan terhadap masalah peningkatan suhu tubuh


pada anak, asuhan keperawatan mulai dari pengkajian hingga evaluasi
sebenarnya merupakan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh perawat
generalis. Namun hingga saat ini di rumah sakit masih didapatkan
keyakinan yang salah (negatif beliefs) tentang peningkatan suhu tubuh
oleh perawat generalis. Kondisi ini dapat disebabkan oleh pemahaman
yang kurang terkait penyebab, proses dan dampak demam pada anak. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian Walsh, et al, (2005) dimana sebagian
besar perawat anak yang menjadi responden tidak menguasai manajemen
keperawatan untuk mengatasi demam karena kurangnya pengetahuan dan
perilaku yang negatif terkait penatalaksanaan demam pada anak.

Kesalahan dalam penanganan untuk mengatasi masalah peningkatan suhu


tubuh pada anak juga terlihat pada masyarakat. Kondisi ini dapat
dipengaruhi oleh pemahaman yang kurang tepat tentang penyebab
terjadinya peningkatan suhu tubuh. (Al-Nouri & Basheer, 2006). Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lauren, et al (2010),
yang dilakukan pada beberapa etnis di Amerika, kebanyakan orang tua
berespon terlalu berlebihan pada kondisi demam. Orang tua cenderung
menggunakan acetaminofen terlalu sering, bahkan pada suhu normal
sekalipun.

Pemahaman orang tua terkait penanganan demam dipengaruhi oleh tingkat


pendidikan dan sttus sosial ekonomi keluarga (Walsh & Edwards, 2006)
serta pengalaman sebelumnya (Walsh, Edwards & Fraser, 2007).
Pemahaman yang benar pada orang tua akan mengurangi rasa takut dan
cemas sehingga dapat membantu orang tua untuk untuk menghadapi
keluhan anak dengan cara yang tepat (Al-Naori & Basheer, 2006). Dengan
demikian akan menguntungkan bagi anak secara fisik, karena anak akan
mendapatkan kenyamanan dan terhindar dari kemungkinan dampak
negatif pemberian terapi farmakologis yang tidak tepat (Clinch & Dale,
2007; Walsh & Edwards, 2006). Kondisi ini tentu saja merupakan
tantangan bagi perawat untuk memberikan edukasi yang benar pada
keluarga dan masyarakat tentang menajemen peningkatan suhu tubuh pada
anak berdasrkan evidence based nursing (Considine & Brennan, 2007;
Crocetti, Moghbeli & Serwint, 2001). Edukasi yang dilakukan hendaknya
juga memperhatikan budaya dan nilai-nilai yang dianut oleh keluarga
(Walsh, Edwards & Fraser, 2008).

4.3. Analisa Kelebihan dan Kekurangan Teori Konservasi Levine


Dalam hal pemberian asuhan keperawatan, banyak pelajaran yang dapat
residen ambil dari penerapan konsep dan teori keperawatan. Berdasarkan
hasil evaluasi diatas dapat memberikan gambaran penerapan teori
konservasi Levine dapat diterapkan dalam dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan peningkatan suhu tubuh dengan penyakit
infeksi. Kelebihan yang dapat diperoleh dengan mengintegrasikan teori
konservasi Levine dalam asuhan keperawatan pada klien dengan
peningkatan suhu tubuh dengan penyakit infeksi adalah perawat dalam
mengidentifikasi permasalahan utama yang dialami oleh anak yang
mengalami peningkatan suhu tubuh, dimana faktor yang paling dipengaruhi
oleh gejala peningkatan suhu tubuh (demam) adalah masalah keseimbangan
kalori atau energi dalam tubuh, dimana terjadi peningkatan pembakaran
kalori tubuh.

Teori konservasi Levine sangat memfokuskan pada keseimbangan panas


atau energi tubuh sebagai bentuk konservasi energi untuk mempertahankan
fungsi integritas struktur tubuh sehingga proses perbaikan jaringan dan
pencegahan kerusakan jaringan dapat diprioritaskan. Selain itu Levine juga
memperhatikan faktor personal dan sosial individu dalam berespon terhadap
perubahan pada status kesehatan. Dengan demikian konsep dari badan ilmu
(body of knowledge) dibidang keperawatan yang memperhatikan aspek bio-
psiko-sosial individu dapat diterapkan dalam asuhan keperawatan.
Sedangkan kelemahan dari penerapan teori konservasi Levine berdasarkan
hasil evaluasi yang diperoleh, untuk pengkajian pada konservasi integritas
personal dan sosial sulit untuk dilakukan pada klien anak berusia dibawah
satu tahun (bayi), karena pada bayi masih sulit dinilai untuk integritas
personal. Untuk integritas sosial bisa dilihat dari respon dan perilaku bayi
terhadap orang lain disekitarnya. Selain itu juga ditemukan bahwa dalam
teori konservasi Levine kurang memfokuskan aspek promosi kesehatan.
Dalam teori konservasi Levine lebih memprioritaskan permasalahan yang
sedang terjadi, sedangkan untuk promosi kesehatan tidak menjadi prioritas
utama.

Solusi untuk dapat menerapkan teori konservasi Levine didalam asuhan


keperawatan pada anak usia pra sekolah, usia sekolah dan usia remaja. Pada
ketiga kelompok usia tersebut pengkajian dari semua konservasi energi,
konservasi integritas struktur, integritas personal dan integritas sosial dapat
dilakukan. Sedangkan pada bayi dan anak usia toddler, untuk melakukan
pengkajian integritas personal masih sulit dilakukan karena tahap
perkembangan kognitif masih berada pada fase sensorimotor dan pre
operasional (Wong, Eaton, Wilson, Winkelstein & Schwartz, 2009).
96

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan rangkuman dari apa yang sudah dipaparkan
pada bab sebelumnya. Rangkuman tersebut dipaparkan dalam bentuk simpulan dan saran
untuk memajukan praktik keperawatan anak pada masa yang akan datang

5.1. Simpulan
1. Aplikasi teori konservasi Levine dalam asuhan keperawatan klien anak yang
mengalami peningkatan suhu tubuh di ruang perawatan penyakit infeksi Gedung A
RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dapat diterapkan oleh residen mulai dari
pengkajian meliputi konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi
integritas personal dan konservasi integritas sosial. Dilanjutkan dengan perumusan
masalah keperawatan yang disebut dengan tripokognosis dan justifikasi, kemudian
residen membuat hipotesa dan planning untuk membantu menyelesaikan masalah
klien, langkah terakhir adalah melakukan evaluasi dari pelaksanaan asuhan
keperawatan yang diberikan pada klien anak yang mengalami peningkatan suhu
tubuh.

2. Berdasarkan hasil evaluasi asuhan keperawatan dengan mengaplikasikan integrasi


teori konservasi Levine dalam proses asuhan keperawatan pada anak yang
mengalami peningkatan suhu tubuh atau demam dengan penyakit infeksi dapat
memberikan dukungan bagi anak dan membantu anak untuk mempercepat proses
adaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh dan lingkungan, sehingga
individu dapat mempertahankan fungsinya dan menghindari terjadinya kerusakan
fungsi akibat perubahan yang terjadi pada tubuh dan lingkungan tersebut dengan
cara mengoptimalkan konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi
integritas personal dan konservasi integritas sosial.

3. Pencapaian kompetensi dan peran ners spesialis keperawatan anak telah dilakukan
selama menjalani praktik residensi. Ada dukungan dan hambatan yang dialami oleh
residen selama menjalani praktik dan usaha untuk pencapaian kompetensi yang
ditargetkan. Hal tersebut merupakan tantangan dan pengalaman bagi residen untuk
dapat mencari pemecahan masalah.
4. Analisa dari aplikasi teori konservasi Levine dalam asuhan keperawatan klien anak
yang mengalami peningkatan suhu tubuh bahwa teori konservasi Levine
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya hampir semua aspek dari
pengkajian sampai dengan evaluasi dengan menggunakan teori konservasi Levine
dapat diterapkan pada kasus klien terpilih. Kelemahannya adalah dalam mengkaji
konservasi integritas personal anak usia dibawah satu tahun (bayi) residen
mengalami kesulitan, karena pada bayi masih sulit dinilai integritas personalnya.

5.2. Saran
1. Integrasi model teori konservasi Levine dapat dikembangkan dan diterapkan
selanjutnya untuk asuhan keperawatan, baik pada anak dengan penyakit infeksi
maupun dengan kasus penyakit yang lain.

2. Perawat spesialis diharapkan perlu mengembangkan beberapa metode baru dan


mengintegrasikan teori keperawatan lainnya pada proses asuhan keperawatan untuk
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada klien.

3. Ners spesialis keperawatan anak diharapkan selalu meningkatkan kompetensinya


baik dari aspek pengetahuan (knowledge), ketrampilan klinik (skill) dan sikap
(attitude) sehingga mampu menjalankan perannya sebagai praktisi asuhan
keperawatan pada area keperawatan anak yang membutuhkan pelayanan
keperawatan anak lanjut, pendidik dan konsultan dibidang keperawatan anak,
advokat bagi klien dalam area keperawatan anak, pengelola asuhan keperawatan
anak pada tingkat menengah dan tinggi pada berbagai institusi pelayanan kesehatan
dan sebagai peneliti terkait keperawatan anak.

4. Rumah sakit diharapkan meningkatkan penerapan konsep family centered care


dalam proses perawatan dengan mensosialisasikan dan meningkatkan pengetahuan
keluarga tentang pentingnya kerjasama dan keterlibatan keluarga bagi kesembuhan
dan kesehatan anak.
5. Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak dapat menerapkan teori
konservasi Levine terutama untuk anak usia pra sekolah, sekolah dan remaja.
Untuk bayi dan anak usia toddler penerapan teori konservasi Levine dapat
diterapkan, dengan keterbatasan pada pengkajian integritas personal belum dapat
dilakukan karena perkembangan kognitif bayi dan usia toddler masih berada pada
fase sensorimotor dan pre operasional.
DAFTAR PUSTAKA

Alam, A. (2011). Kejadian Meningitis Bakterial Pada Anak Usia 6-18 Bulan
yang Menderita Kejang Demam pertama. Sari Pediatri: Vol 13 (4), 293-
298.

Alligood, M.R. (2010). Nursing Theory: Utilization & Application. Fourth


edition, St. Louis, Missoury: Mosby Elsevier.

Alligood & Tomay, M. (2006). Nursing Theory: Utilization & Application.


Third edition, St. Louis, Missouri: Mosby Elseiver.

Ball, J.W., & Bindler. R.C. (2003). Pediatric nursing: Caring for children (3rd
ed) New Jersey: Pearson Education Inc.

Behrman, E.R., Kliegman, R., & Arvin, A.M. (2000). Ilmu kesehatan anak. Vol.
1. Edisi 15. (Penerjemah: Wahab, S., dkk). Jakarta: EGC.

Broom, M. (2007). Physiology of fever, Pediatric Nursing, 19, (6), 40-44.

Clinch, J. & Dale, S. (2007). Managing Childhood Fever and Pain: The
Comfort Loop Child Adollesence Phychiatric Mental Health, 1 (1), 1-7.

Crocetti, M., Moghbeli, N., serwint, J. (2001) Fever phobia revisited: Have
parental misconceptions about fever changed in 20 years. Pediatrics.
107(6), 1241-1246.

Considine, J. & Brennan, D. (2007). Effect of an evidence-based education


programme on ED discharge advice for febrile children. Journal of
Clinical Nursing, Sep, 16 (9), 1687-1694.

Edwards, H., Walsh, A., Courtney, M., Monaghan, S., Wilson, J., Young, J.
(2007) Improving paediatric nurses knowledge and attitudes in childhood
fever management. Journal of Advance Nursing, Feb, 57(3), 257-269.

Hasanah, O., Rustina, Y., & Waluyanti, F.T., (2011). Aplikasi Teori Konservasi
Levine Pada Asuhan Keperawatan Klien Anak Dengan Peningkatan suhu
Tubuh Di Pelayanan Keperawatan Anak. Universitas Indonesia.

Hockenberry, J.M. & Wilson, D. (2007). Nursing care of infants and children.
(8th Edition) St. Louis: Mosby Elsevier.

Hockenberry, J.M. & Wilson, D. (2009). Wongs essentials of pediatric nursing.


(8th Edition) St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier.

99
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
Joana Briggs Institute for Evidence Base Nursing and Midwifery [JBIEBNM]. (2001).
Management of child with fever. The Joana Briggs Institute for Evidence Base
Nursing and Midwifery, 5(5), 1-6.

Kiekkas, P., Sakkellaropoulos, G.C., Brokalaki, H., Manolis, E., Samios, A.,
Skartsani, C. & Baltopoulos, G.I. (2008). Nursing workload associated
with fever in the general intensive care unit. American Journal of Critical
Care, 17(6), 523-533.

Kim, K.S. (2010). Acute bacterial meningitis in infant and children. Journal of
Lancet Infection Disease (10): 32-42

Kliegman R.M., Jenson H.B., Marcdante, K.J., & Behrman, R.E. (2006).
Essentials of pediatrics. (5th Edition) Philadelphia: Elsevier Saunder.

Kozier, Erb, Berman & Snyder, (2011), Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses dan Praktik. Volume 1, Jakarta: EGC. Penerbit Buku
Kedokteran.

Lauren, M.S., Cohee, L.M.S., Crocetti, M.T., Serwint, J.R., Sabath, B., Kapoor,
S. (2010). Ethnic differences in parental perceptions and management of
childhood fever. Clinical Pediatric, 49(3), 221-227.

Leach, M.J. (2006), Wound Management: Using Levine Conservation Model to


Guide Practice: Ostomy and Wound Management, 52 (8), 74-80

Meadow, S.R., & Newell S.J. (2003). Pediatrika. Edisi ketujuh. Alih bahasa:
Hartini K & Rachmawati AD. Jakarta: Erlangga.

Muscari, M.E. (2005). Panduan belajar: Keperawatan pediatric. Edisi 3.


Jakarta: EGC.

Nanda-International, (2009). Nursing Diagnoses: Definition & Classification.


First Edition, United Kingdom.

Nelson, W.E., Behrman, R.E., Kliegman, R.M., & Arvin, A.M. (2006) Early
school years. Textbook of pediatrics. Tokyo: WB sanders.

Potter & Perry, (2006), Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses
dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.

Potts, N.L & Mandleco, B.L (2007), Pediatric Nursing: Caring for Children and
Their Families. Second edition, New York: Thompson Delmar Learning.

Purssell, E. (2007). Physical treatment of fever. Archieve of Disease in Childhood.


82: pp 238-39.
100
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
Prewitt, E.M. (2005), Fever: Fact, Fiction, Physiology, Critical Care Nurse,
February: 8-10.

Ryan, M & Levy, M.M. (2003), Clinical Review: Fever in Intensive Care Unit
Patient. Critical Care, 7 (3), 221-225

Rubenstein, D., Wayne, D., & Bradley, J. (2007). Kedokteran klinis. Alih
bahasa: Rahmalia A., Jakarta: Erlangga.

Rudolph, A.M. (2006). Buku ajar pediatri. Alih bahasa Wahab, S., Trastotenojo,
M., Pendit, B.U., dkk. Jakarta : EGC.

Saharso, D. (2006). Meningitis. Divisi Neuropediatri, Bagian/SMF Ilmu


Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. RSU Dr.
Soetomo, Surabaya.

Sawka, M.N., Mountain, S.J., (2000). Fluid and electrolyte supplementation for
exercise heat stress. American Journal of Clinical Nutrition, 72(2), 564S-
572S.

Simon, H.B.S (2006), Hypertermia, Fever and fever of Undetermined Origin


Infection Disease. ACP, Medicine XXVI, 1-13.

Silbernagl, S., & Lang, F. (2007), Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Cetakan
1. Jakarta: EGC. Penerbit Buku Kedokteran.

Soedarmo, S.S.P., Garna, H., Hadinegoro, S.R.S., & Satari, H.I. (2012), Buku
Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Kedua, Cetakan Ketiga, Jakarta:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Speer, K.M. (2008), Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik: Dengan Clinical


Pathways. Cetakan 1. Jakarta: EGC. Penerbit Buku Kedokteran.

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Sumadibrata,M. & Setiati, S. (2006),
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, FKUI.

Suryati, (2010) Riset kesehatan dasar 2010: Angka Kematian Anak dengan
Penyakit Infeksi. Diperoleh dari http://Kompas.com. Tanggal 20 Februari
2012.

Tatro, J.B. (2000). Endogenous antipyretics. Clinical Infection Disease, 31(15),


190-201.

Tomey, A.M. & Alligood, M.R (2006), Nursing Theory: Utilization &
Application : Fourth edition, St. Louis, Missoury: Mosby Elsevier.

101
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
Tumbelaka, A.R, Trihono, P.P, Kurniati, N & Widodo, D.P (2005), Penanganan
Demam Pada Anak Secara Profesional. Jakarta. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI.

Walsh, A. & Edwards, H. (2006). Management of childhood fever by parents:


Literatur review. Journal of Advance Nursing, 54(2), 217-227.

Walsh, A.M., Edwards, H.E., Courtney, M.D., Wilson, J.E., Monaghan, S.J.
(2005). Fever Management: Pediatric nurses knowledge, attitudes and
influencing factors. Journal of Advance Nursing. 49(5), 453-464.

Walsh, A.M., Edwards, H.E., Courtney, M.D., Wilson, J.E., Monaghan, S.J.
(2006). Pediatric fever management: Continuing education for clinical
nurses. Nurse Education Today, 26(1), 71-77.

Walsh, A., Edwards, H., Fraser, J. (2007). Influences on parents fever


management: Beliefs, experiences and information sources. Journal of
Clinical Nursing. 16(12), 2331-2340.

Walsh, A., Edwards, H., Fraser, J. (2008). Parents childhood fever


management: community survey and instrument development. Journal of
Advance Nursing. 63(4), 376-88.

Widagdo, (2012). Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam.


Jakarta. Sagung Seto

Wilkinson, J.M., (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Dengan intervensi


NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

WHO (2010). Fever: preventing and managing the global epidemic: report of a
WHO Consultation. World Health Organization Technical Report Series i-
xii:1-253. Diunduh dari http://www.euro.who.int/document/E88086.pdf.
diperoleh tanggal 2 Februari 2012.

Wong, D.L., Hockenberry, E.M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P.
(2009). Buku ajar: Keperawatan pediatrik. Edisi 2. (Alih bahasa: Hartono.
A., Kurnianingsih. S., & Setiawan). Jakarta: EGC.

Zommoroddi, A., & Attia, M.W. (2008). Fever: Parental concern. Clinical
Pediatric Emergency Medicine, 9(4), 238-243.

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


102

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Budiyati

Tempat/Tanggal Lahir : Grobogan, 9 September 1973


Agama : Islam
Alamat Rumah : Jl. Bergota Husada No. 08
Semarang Institusi : Poltekkes Kemenkes Semarang
Alamat Institusi : Jl. Tirto Agung, Pedalangan, Banyumanik- Semarang.

Riwayat Pendidikan:

NO PENDIDIKAN KOTA TAHUN LULUS

1. SD Negeri Pulutan 1 Purwodadi 1985


2. SMP Negeri 1 Penawangan Purwodadi 1988
3. SMA Negeri 1 Purwodadi Purwodadi 1991
4. AKPER Karya Husada Semarang 1994
5. Program Studi Ilmu Keperawatan Semarang 2001
FK UNDIP
6. Program Ners PSIK FK Undip Semarang 2003
7. Program Magister Ilmu Depok 2011
Keperawatan FIK-UI
8. Program Ners Spesialis Depok 2012
Keperawatan Anak FIK-UI

Riwayat Pekerjaan:

NO INSTITUSI KOTA TAHUN

1. RSI Sultan Agung Semarang 1995-1998


2. SPK Depkes/AKBID Depkes Klaten 1998-2001
3. Poltekkes Depkes Surakarta Klaten 2001-2006
Jurusan Kebidanan
4. Poltekkes Kemenkes Semarang Semarang 2006-sekarang
Jurusan Keperawatan
Prodi Keperawatan semarang

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
Lampiran
1

LAPORAN KASUS

APLIKASI TEORI KONSERVASI ENERGI


LEVINE PADA ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN MENINGITIS BAKTERIALIS

I. RIWAYAT SINGKAT KLIEN


An. F.S (4 bulan, 10 hari), dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan utama kejang,
demam 2 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tinggi mendadak, menurun
dengan pemberian parasetamol, demam naik turun. Satu hari sebelum masuk rumah
sakit pasien kejang kurang lebih selama 5 menit, kejang berulang dengan interval 8
jam dengan pola yang sama. Kejang berupa badan kaku diikuti gerakan ekstremitas
kelojotan, mata mendelik keatas. Kejang berhenti dengan pemberian obat anti
kejang lewat bokong. Anak cenderung mengantuk dan tidak bangun pasca kejang.
Pada hari masuk rumah sakit pasien masih demam naik turun, pilek (+), muntah
setiap kali diberi minum susu. Anak F.S dibawa ke RSCM tanggal 5 April 2012 dan
dirawat di IGD selama 5 hari, kemudian baru masuk ke ruang infeksi tanggal 10
April 2012. Ibu mengatakan bahwa sejak demam anak terlihat pucat, lemah dan sulit
minum susu. Diagnosa medis An. F.S pada waktu pengkajian adalah Meningitis
Bakterialis. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 10 April 2012 pukul 10.00 An.
F.S terlihat berbaring ditempat tidur, tampak lemah. Berdasarkan hasil pemeriksaan
fisik, didapatkan data BB An. F.S adalah : 6,8 kg, TB: 66 cm, LK: 44 cm, LD:
42cm, (BB standar berdasarkan Usia= 6,8 kg, klasifikasi BB/U adalah 100% BB
standar dengan kriteria gizi baik), TTV (Nadi: 120x/mnt, Nafas:40x/mnt,
suhu:38,6C. Fokus pengkajian berdasarkan pendekatan teori Levine didapatkan
data berikut ini:

A. KONSERVASI ENERGI
1. Status nutrisi dan cairan
An.F.S. belum diberikan makanan tambahan karena usianya baru 4 bulan. Anak

F.S hanya minum ASI, sejak dirawat di rumah sakit anak F.S mendapatkan diet
susu formula 8 x 120 ml. Frekuensi BAB 2-3 kali sehari, BAK 5-6 kali perhari.
Menurut Ibu suhu tubuh An.F.S cenderung naik turun, suhu turun dengan

Laporan Kasus 1
Residensi II
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
Lampiran
minum obat penurun panas. Ibu I mengaku bingung dengan sakit yang
1 diderita
An.F.S dan tidak tahu kenapa An.F.S bisa menderita penyakit seperti ini.

Laporan Kasus 2
Residensi II
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
2. Aktivitas dan istirahat
Aktivitas An.F.S semua dilakukan oleh Ibu I. An. F.S berbaring ditempat tidur
terus dengan kondisi lemah, demam naik turun. Anak F.S minum melalui NGT,
untuk BAK dan BAB Ibu I mengenakan pampers pada An.F.S.

3. Hygiene dan kenyamanan


Selama dirumah sakit, Ibu I hanya memandikan An.F.S dengan di lap
menggunakan air hangat. Kulit terlihat bersih dan terawat. An.F.S terlihat
senang dan merasa nyaman ketika berada didekat orang yang dikenalnya seperti
ibu, ayah, dan budenya.

B. INTEGRITAS STRUKTUR (pemeriksaan fisik)


1. Pemeriksaan kepala (UUB, mata, hidung, leher dan mulut)
Kepala normocephal, tidak ada pembengkakan dan simetris kiri dan kanan
UUB : belum menutup
LK: 44 cm
Pergerakan bola mata (+), tes daya lihat (+), Pupil isokor, dan reaksi
terhadap cahaya +/+, konjungtiva anemis, sklera unikterik, kelopak mata
normal.
Hidung normal dan simetris (tidak terdapat pernafasan cuping hidung),
terpasang NGT pada lubang hidung kiri.
Mulut mukosa lembab
Struktur asesoris: rambut berdistribusi rata, normal berwarna hitam dan tidak
mudah dipatahkan, kuku normal, capillary refill < 3 detik.
bentuk leher normal, kaku kuduk (+)
2. Pemeriksaan dada: bentuk dada normal (diameter anteroposterior transversal
1:2), pergerakan dada normal, dan tidak ada keluhan pada pernafasan.
Pola nafas teratur, fremitus kiri dan kanan sama, kedalaman persafasan
normal, auskultasi terdengar ronkhi halus.
Inspeksi jantung terlihat denyutan pada apeks, auskultas jantung: normal dan
tidak ada suara tambahan.
3. Pemeriksaan abdomen: abdomen datar lemas, BU: + 10 x/menit, hepar dan lien
tidak teraba, turgor cukup.
4. Genitourinarius : genital normal dan anus paten.
5. Ekstremitas: tulang belakang normal, dan tidak ada masalah pada ekstremitas.
Refleks patologis babinsky (+).
6. Pemeriksaan integument: sirkulasi baik, turgor sedang, kelembaban: baik dan
berwarna merah muda.

C. INTEGRITAS PERSONAL
An.F.S terlihat gelisah apabila didekati oleh perawat dan tenaga kesehatan yang
akan melakukan pemeriksaan dan tindakan keperawatan.

D. INTEGRITAS SOSIAL
An.F.S terlihat tenang berada didekat orang tua dan orang yang dikenalnya (Ibu,
ayah dan budenya).

E. DATA PENUNJANG
1. Pemeriksaan perkembangan:
An.F.S sebelum sakit sudah bisa tengkurap dengan kepala terangkat keatas, bisa
membalikkan badannya dan kembali terlentang, senyum sosial dengan orang yang
mengajaknya bicara atau tersenyum.

2. Riwayat kelahiran dan persalinan:


An.F.S merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, lahir gemeli, secara spontan
dengan bantuan bidan, anak langsung menangis. Berat badan waktu lahir adalah
3000 gram dan panjang badan lahir 50 cm.

3. Riwayat Imunisasi
Imunisasi BCG (+), Hepatitis B 3x, Polio 3x, DPT 2x.

4. Riwayat alergi dan penyakit sebelumnya: tidak ada

5. Terapi pada An. F.S adalah:


1) Pengobatan:
IVFD Kaen IB 8 tpm
Cefriaxon : 2 x 350 mg
IV Fenobarbital : 2 x 20 mg IV
Fenitoin : 2 x 20 mg IV

Ranitidin : 2 x 7 mg IV
Paracetamol : 4 x 120 mg po

2) Diet : SF = 8 x 120 cc sehari

6. Pemeriksaan laboratorium: Tanggal 5 April 2012


6
Darah lengkap (Hb: 9,44 gr%, Ht: 28,4%, Eritrosit: 4,5 x 10 ul, Leukosit: 8,13 x
3 3
10 ul, Trombosit: 207 x 10 ul, MCV : 68,3 fl, MCH: 22,1, MCHC: 32,4 gr%).
Kimia darah : GDS 106 mg/dl
Analisis LCS: tidak berwarna, agak keruh, bekuan (-), hitung sel 35sel/Ml, PMN
7/Ml; MN 28/Ml; None (-); Pandy (-); Protein cairan otak 180 mg/dl; Glukosa
cairan otak 52 mg/dl; glukosa serum 150 mg/dl. Cl 108 mEq/l.
Pemeriksaan Tinta India: tidak ditemukan cryptococcus.

7. Diagnosa keperawatan (Triphicognosis) hipotesis dan planing


No Hipotesis Planing
1. Konservasi Tujuan : Mandiri:
energi: Setelah dilakukan 1. Monitor tanda vital tiap 4
Gangguan intervensi diharapkan jam terutama suhu tubuh
keseimbangan Keseimbangan suhu 2. Kaji dan monitor hidrasi
suhu tubuh tubuh tercapai (turgor, kelembaban, membran
mukosa, warna kulit)
Kriteria hasil: 3. Kaji dan observasi tanda
Orang tua hipertermi (perubahan warna kulit,
mengatakan suhu menggigil, lemah, lesu dan
tubuh anak kelelahan)
menurun 4. Anjurkan klien/orang tua
Tanda vital dalam pentingnya masukan cairan yang
batas normal adekuat
(suhu:36-37,5C, 5. Berikan lingkungan yang nyaman
nadi: 80- 6. Berikan kompres hangat pada
120x/menit, kulit (dahi, ketiak, dada, perut dan
nafas:30-40x/menit) lipat paha)
Hasil laboratorium
7. Atur suhu ruangan, tingkatkan
dalam batas
normal sirkulasi udara seperti kipas
(leukosit:4000- angin
10.000/m ).
2 8. Ganti pakaian anak dengan
pakaian yang tipis dan menyerap
keringat.
9. Berikan selimut jika anak menggigil
10.Berikan banyak minum sesuai
kebutuhan anak terutama air hangat
11.Monitor cairan dan nutrisi sesuai
1. Obat antipiretik:.....
2. Monitor hasil pemeriksaan darah
dan laboratorium

2. Konservasi Tujuan: Mandiri:


energi: resiko Setelah dilakukan 1. Kaji kebutuhan nutrisi
pemenuhan intervensi keperawatan dan kemampuan makan
nutrisi kurang diharapkan kebutuhan klien
dari kebutuhan nutrisi tubuh anak 2. Kaji adanya mual, muntah
tubuh tercapai (masalah penyebab kurang nutrisi)
Kriteria hasil: 3. Auskultasi bising usus
4. Sajikan makanan sedikit tapi sering
Orang tua
5. Berikan diet sesuai jadwal
mengatakan 6. Berikan makanan sesuai dengan
anak mau usia dan kemampuan anak
minum susu 7. Timbang berat badan setiap hari
BB dapat 8. Anjurkan untuk menghindari
dipertahankan atau makanan yang mengiritasi
menunjukkan dan makanan padat
kenaikan 0,5-10 9. Jelaskan fungsi makanan dan
kg/minggu diet pada keluarga
Nilai Laboratorium 10. Libatkan dan dorong orang tua
untuk menyuapi anak pada saat
DBN (Hb:9,6-
waktu makan
13,5gr%, Kolaborasi:
protein:5,07-7,8 gr 1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
%, Albumin: pemberian diet sesuai kebutuhan dan
3,9-4,5gr%). kondisi
3. Integritas Tujuan: Mandiri:
personal: Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat
Gangguan rasa intervensi diharapkan: kecemasan/ketakutan anak dan
aman: rasa cemas pada atau keluarga serta penyebab
Cemas/takut 2. Tempatkan anak diruangan
takut pada anak dan
pada anak dan yang tenang
keluarga keluarga dapat teratasi 3. sentuh, gendong dan bicara
Kriteria hasil: pada anak sebanyak mungkin
Orang tua 4. Berikan stimulasi sensorik
mengekspresikan pengalihan yang sesuai
perasaaanya dengan tingkat perkembangan
Anak tampak rileks anak
Tidak takut 5. Berikan dukungan pada keluarga
berinteraksi 6. Libatkan anak dan keluarga dalam
dengan program pengobatan dan
perawat/orang lain perawatan
Anak tidur 7. Anjurkan orang tua untuk
4. Integritas dengan tenang
Tujuan: Mandiri:
personal: Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat pengetahuan
Kurang intervensi diharapkan keluarga terhadap penyakit dan
pengetahuan pengetahuan keluarga perawatan anaknya
orang tua 2. Diskusikan bersama keluarga
tentang penyakit dan
tentang penyakit dan perawatan
perawatan anak penyakit anak
meningkat. 3. Berikan kesempatan kepada
kriteria hasil: keluarga untuk menanyakan
Orang tua informasi yang belum jelas
mengatakan dapat 4. Jelaskan tentang penyakit,
memahami perawatan, pengobatan, mobilisasi
penyakit anaknya dan pencegahan
Orang tua 5. Jelaskan tentang
pentingnya kebersihan diri
dapat
6. Libatkan dan ajarkan keluarga
menjelaskan dalam perawatan anaknya
kembali
tentang Kolaborasi:
informasi yang 1. Rujuk pada dokter apabila orang tua
diberikan membutuhkan informasi lengkap
Orang tua tentang penyakit anaknya.
berpartisipasi aktif
dalam perawatan
anak di rumah

8. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Hari/ tanggal : Rabu, 11 April 2012
No DP Implementasi Evaluasi Paraf

1 Konservasi energi: Pukul 10.00


1. Mengkaji suhu tubuh Data subjektif:
(suhu:39,5C) Ibu mengatakan
2. Menilai dan mengkaji status bahwa badan anaknya
hidrasi anak terutama turgor masih panas
kulit Data objektif:
(tidak ada tanda-tanda hidrasi, Suhu: 37,8C
turgor baik). Kulit teraba hangat
3. Memberikan informasi Anak masih terlihat
tentang kondisi suhu tubuh lemah
anak Analisis:
4. Menganjurkan ibu untuk Gangguan keseimbangan
memberikan kompres hangat suhu tubuh: hipertermi
pada ketiak, lipatan paha dan belum teratasi
dahi Perencanaan:
5. Menganjurkan ibu untuk 1. Monitor intake nutrisi
meningkatkan asupan cairan dan cairan
(banyak minum) 2. Atur suhu lingkungan
6. Memberikan obat 3. Monitor hasil
parasetamol (120mg peroral) pemeriksaan
laboratorium
2 Konservasi energi: Pukul 10.30:
1. Mengkaji kebutuhan nutrisi Data subjektif:
anak Ibu mengatakan
2. Mengkaji adanya mual dan bahwa anak sudah bisa
muntah minum susu yang
3. Menganjurkan ibu untuk tetap disediakan rumah sakit
memberikan diet sesuai Data objektif:
program Minum susu habis
4. Menganjurkan ibu untuk Tidak muntah
membujuk anak makan sesuai Analisis:
dengan diet yang Nutrisi terpenuhi sebagian
diprogramkan Perencanaan:
1. Auskultasi bising usus
2. Timbang berat badan
3. Monitor/catat kalori
yang masuk

Hari/ tanggal : Kamis, 12 April 2012


No DP Implementasi Evaluasi Paraf

1 Konservasi energi: Pukul 17.30


1. Mengkaji suhu tubuh (38,5C) Data subjektif:
2. Menilai dan mengkaji status Ibu mengatakan anak
hidrasi anak terutama turgor masih panas
kulit Data objektif:
(tidak ada tanda-tanda hidrasi Suhu: 38,5C
dan turgor baik) Frekuensi nafas:
3. Menjelaskan tentang demam 30x/menit
dan kemungkinan Kulit teraba hangat
penyebabnya pada anak. Anak masih terlihat
4. Mengatur suhu lingkungan lemah
5. Mengajarkan ibu cara Analisis:
memantau suhu tubuh anak Gangguan keseimbangan
6. Menganjurkan ibu untuk suhu tubuh: hipertermi
mengenakan pakaian yang belum teratasi
tipis dan menyerap keringat Perencanaan:
pada anak. 1. Monitor hasil laborat
7. Memberikan obat /cek kultur untuk
parasetamol (120mg peroral) menentukan penyebab
8. Mencek hasil pemeriksaan demam: infeksi
laboratorium untuk
mengidentifikasi kemungkina
penyebab demam (Leukosit:
3
11,85 x 10 ul: normal).
2 Konservasi energi: Pukul 18.30:
1. Mendengarkan bising usus Data subjektif:
(bising usus normal: Ibu mengatakan
3x/menit). bahwa nafsu makan
2. Menimbang berat badan anak baik dan menurut
(BB=6,8kg) ibu anak
3. Mencatat kalori yang menghabiskan 1 porsi
masuk (porsi habis,). yang disediakan
4. Menganjurkan ibu untuk rumah sakit
membujuk anak makan sesuai Data objektif:
dengan diet yang Porsi makan habis
Cairan yang masuk:
diprogramkan PASI : 420cc
5. Menilai hasil labor Minum: 200cc
(HB;11,9gr%). Lainnya: 100cc
Kebutuhan
cairan/hari: 800cc
Minum susu habis
BB:6,8 kg
Hb: 11,9 gr%

Analisis:
Nutrisi terpenuhi
Perencanaan:
Intervensi dipertahankan
3 Integritas personal: Pukul 16.00:
1. Mengkaji tingkat kecemasan Data subjektif:
anak, keluarga dan Ibu mengatakan
penyebabnya An. F. sudah tidak
(cemas ringan, sehubungan takut melihat perawat
dengan hospitalisasi dan atau tenaga kesehatan
ketidakpastian tentang lainnya, tetapi masih
penyakit). menangis jika
2. Menempatkan anak pada dilakukan
ruangan yang tenang pemeriksaan dan
3. Memberikan stimulasi tindakan.
sensorik dan pengalihan yaitu Data objektif:
mengajak anak bermain dan Anak terlihat memeluk
memberi kesempatan pada ibu dan menangis
anak untuk memegang alat ketika mau dilakukan
pemeriksaan. pemeriksaan suhu.
4. Menganjurkan dan Analisis:
memotivasi orang tua untuk Rasa cemas/ketakutan
terlibat dalam perawatan anak pada anak teratasi
di rumah sakit sebagian.
5. Menganjurkan orang tua Perencanaan:
untuk menemani anak Intervensi dilanjutkan:
sesering mungkin. berikan tindakan
pengalihan ketika
melakukan
pemeriksaan dan
tindakan keberawatan
4. Integritas personal: pada
Pukul anak
17.00:
1. Mengkaji tingkat Data subjektif:
pengetahuan ibu tentang Ibu mengatakan
penyakit anak dan bahwa informasi yang
perawatannya diberikan sangat
(Ibu menyatakan bingung bermanfaat dan
dengan penyakit anaknya). menjadi lebih
2. Mendiskusikan bersama ibu mengetahui tentang
dan nenek tentang demam, penyakit anaknya serta
penyebab dan cara sudah mulai bisa
perawatannya serta cara
memeriksa suhu pada anak. merawat anak
3. Memberikan kesempatan sehubungan dengan
kepada Ibu untuk bertanya penyakitnya.
4. Menjelaskan tentang Data objektif:
kemungkinan penyakit anak, Ibu dapat
dan kemungkinan tindakan menyebutkan kembali
apa saja yang akan dilakukan tentang penyebab
pada anak demam
5. Mengajarkan keluarga cara Ibu dapat memeriksa
mencuci tangan untuk suhu anak dan
menghindari kontaminasi memberikan tindakan
6. Melibatkan orang tua dalam kenyamanan pada
perawatan anaknya dan anak ketika anak
memberikan reinforcement demam.
positif ketika orang tua Ibu mengajak anak
berhasil melakukannya. bermain di luar
ruangan dan memeluk
anak.
Analisis:
Pengetahuan orang tua
tentang penyakit anak
meningkat.
Perencanaan:
Evaluasi kesiapan orang
tua dalam perawatan anak
diruman (discharge
planning) pada saat klien

Hari/ tanggal : Jumat, 13 April 2012


No DP Implementasi Evaluasi Paraf

1 Konservasi energi: Pukul 11.00


1. Mengkaji suhu tubuh (38,2C) Data subjektif:
2. Mengatur suhu lingkungan Ibu mengatakan suhu
3. Memberikan obat tubuh anak sudah
parasetamol (120mg peroral). mulai stabil.
4. Mencek hasil pemeriksaan Data objektif:
laboratorium dan menjelaskan Suhu: 37,2C
tentang penyebab demam Frekuensi nafas:
pada anak (dalam batas 28x/menit
normal, hasil pemeriksaan Kulit teraba hangat
leukosit pada hari Analisis:
sebelumnya, tidak ada hasil Gangguan keseimbangan
laboratorium yang baru). suhu tubuh teratasi
Perencanaan:
Intervensi dipertahankan
3 Integritas personal Pukul 16.00:
1. Mengajak anak bermain dan Data subjektif:
memberikan kesempatan anak Ibu mengatakan
menyentuh alat pemeriksaan. An.F.S sudah tidak
2. Mengkomunikasikan menangis lagi bila
tindakan kepada anak. dilakukanpemeriksaan.
3. Menyentuh dan Data objektif:
menggendong anak. Anak sudah mulai
mau dilakukan
pemeriksaan dan
bermain dengan
perawat.
Analisis:
Rasa cemas teratasi.
Intervensi dipertahankan.
Rabu, 18 April 2012

An.F.S masih demam naik turun, direncanakan untuk dilakukan tindakan operasi
evakuasi cairan subdural, masih menunggu jawaban dari bagian bedah saraf.
Lampiran
2

LAPORAN KASUS

APLIKASI TEORI KONSERVASI ENERGI


LEVINE PADA ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN SEPSIS

I. RIWAYAT SINGKAT KLIEN


An V.G. (2 tahun, 2 bulan), dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan utama
kejang, demam 4 hari sebelum masuk rumah sakit, demam naik turun dan
kadang-kadang timbul mendadak. Anak V.G dibawa ke RS. Mitra Keluarga
dan dirawat di ICU selama 3 hari, kemudian keluarga minta pindah ke RSCM
dengan alasan biaya. Di RSCM juga dirawat di PICU dari tanggal 29 Februari
2012 sampai dengan tanggal 6 Maret 2012, kemudian dipindah di ruang
perawatan infeksi. Ibu mengatakan bahwa sejak demam anak terlihat pucat,
lemah dan kurang nafsu makan. Diagnosa medis An V.G pada waktu
pengkajian adalah sepsis dan cerebral palsy spastik. Saat dilakukan pengkajian
pada tanggal 11 Maret 2012 pukul 12.00 An. V.G terlihat berbaring ditempat
tidur, tampak lemah, wajah meringis dan ekstremitas spastik. An V.G menangis
setiap didekati oleh perawat yang berseragam. Berdasarkan hasil pemeriksaan
fisik, didapatkan data BB An.M A adalah : 11 kg, TB: 94 cm, LK: 42cm, LD:
40cm, LP: 41cm (BB standar berdasarkan Usia=12 kg, klasifikasi BB/U adalah
80% BB standar dengan kriteria gizi kurang), TTV (Nadi: 110x/mnt,
Nafas:32x/mnt, suhu:38,6C. An. V.G. terlihat lemah dan pucat, menangis dan
meronta ketika dilakukan pemeriksaan fisik. Fokus pengkajian berdasarkan
pendekatan teori Levine didapatkan data berikut ini:

A. KONSERVASI ENERGI
1. Status nutrisi dan cairan
An.V.G. makan 3 kali sehari, ditambah dengan susu formula 3 kali dalam
sehari ( 600cc perhari). Ibu mengatakan semenjak demam dan dirawat di
rumah sakit nafsu makan An.V.G berkurang. Frekuensi BAB 2-3 kali
sehari, BAK 5-6 kali perhari. Menurut Ibu suhu tubuh An.V.G cenderung

Laporan Kasus 1
Residensi II
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
Lampiran
naik dan hanya turun sedikit dengan minum obat penurun panas.
2 Ibu S
mengaku

Laporan Kasus 2
Residensi II
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
bingung dengan sakit yang diderita An.V.G dan tidak tahu kenapa An.V.G
bisa menderita penyakit seperti ini.

2. Aktivitas dan istirahat


Aktivitas An.V.G semua dilakukan oleh Ibu S atau nenek. An. V.G
berbaring ditempat tidur terus dengan kondisi lemah, demam terus-
menerus dan spastik. Anak V.G makan minum melalui NGT, untuk BAK
dan BAB Ibu S mengenakan pampers pada An.V.G.

3. Hygiene dan kenyamanan


Selama dirumah sakit, Ibu S hanya memandikan An.V.G dengan di lap
menggunakan air hangat. Kulit terlihat bersih dan terawat. An.V.G terlihat
senang dan merasa nyaman ketika berada didekat orang yang dikenalnya
seperti ibu, ayah, neneknya. Reaksi kecemasan An.V.G terlihat pada waktu
dilakukan pemeriksaan fisik dan tindakan keperawatan.

B. INTEGRITAS STRUKTUR (pemeriksaan fisik)


1. Pemeriksaan kepala (UUB, mata, hidung, leher dan mulut)
Kepala normocephal, tidak ada pembengkakan dan simetris kiri dan
kanan
UUB : belum menutup
LK: 42 cm
Pergerakan bola mata (+), tes daya lihat (+), Pupil isokor, dan reaksi
terhadap cahaya +/+, konjungtiva anemis, sklera unikterik, kelopak
mata normal.
Hidung normal dan simetris (tidak terdapat pernafasan cuping hidung)
Mulut lembab dan sudah mulai tampak dua gisi susu atas dan bawah
Struktur asesoris: rambut berdistribusi rata, normal berwarna hitam dan
tidak mudah dipatahkan, kuku normal, capillary refill < 3 detik. Pada
palpasi leher teraba pembesaran kelenjer 1 x 1 cm (teraba dibagian
leher kiri dan kanan), bentuk leher normal.
2. Pemeriksaan dada: bentuk dada normal (diameter anteroposterior
transversal 1:2), pergerakan dada normal, dan tidak ada keluhan pada
pernafasan.
Pola nafas teratur, fremitus kiri dan kanan sama, kedalaman persafasan
normal, auskultasi terdengar ronkhi halus.
Inspeksi jantung terlihat denyutan pada apeks, auskultas jantung:
normal dan tidak ada suara tambahan.
3. Pemeriksaan abdomen: abdomen lemas, BU: + 10 x/menit, hepar dan lien
tidak teraba.
4. Genitourinarius : genital normal dan anus paten.
5. Estremitas: tulang belakang normal, dan tidak ada masalah pada ekstremitas.
6. Pemeriksaan integument: sirkulasi baik, turgor sedang, kelembaban: baik
dan berwarna merah muda.

C. INTEGRITAS PERSONAL
An.V.G terlihat menangis dan gelisah apabila didekati oleh perawat dan tenaga
kesehatan yang akan melakukan pemeriksaan dan tindakan keperawatan.

D. INTEGRITAS SOSIAL
An.V.G terlihat tenang berada didekat orang tua dan orang yang dikenalnya
(Ibu, ayah dan neneknya serta teman yang ada diruang rawat).

E. DATA PENUNJANG
1. Pemeriksaan perkembangan:
An.V.G sebelum sakit sudah bisa duduk, berdiri dengan pegangan, mengambil
benda dengan tangan, berceloteh dan mampu mengucapkan dua kata (ma-ma,
pa-pa, ma-mam), Kemampuan sosialisasi baik, dan tersenyum dengan orang
yang dikenal (terdekat)

2. Riwayat kelahiran dan persalinan:


An.V.G dilahirkan secara spontan dengan bantuan bidan, anak langsung
menangis. Berat badan waktu lahir adalah 3200 gram dan panjang badan lahir
49 cm. Ibu mengatkan waktu hamil sering mengalami kelemahan karena
kurang
darah (anemia) dan diberikan obat Fe dan Vit B12. Ibu mempunyai riwayat
penyakit epilepsi.

3. Riwayat
Imunisasi
Imunisasi lengkap

4. Riwayat alergi dan penyakit sebelumnya: tidak ada

5. Terapi pada An. V.G adalah:


1) Pengobatan:
IVFD Kaen IB 10 tpm
Vancomycin : 3 x 175 mg IV
Paracetamol : 4 x 120 mg
po Piracetam : 3 x 150 mg
p.o
Zink : 1 x 20 mg p.o

Diazepam : 3 x 1,5 mg p.o

Fisioterapi : 1 x sehari
Inhalasi Nacl 0,9 % 5cc + berotex 5 tts 2 x sehari

2) Diet : MC = 8 x 150 cc sehari

6. Pemeriksaan laboratorium: Tanggal 12 Maret 2012


6
Darah lengkap (Hb: 11,9 gr%, Ht: 34,3%, Eritrosit: 4,5 x 10 ul, Leukosit:
3 3
13,2 x 10 ul, Trombosit: 379 x 10 ul, MCV : 68,3 fl, MCH: 22,1, MCHC:
32,4 gr%).
Kimia darah : SGOT/SGPT 147/139, ureum 12, creatinin 0,2, Albumin
3,86, procalcitonin 0,06.
Kultur darah : Stapylococcus Epidedirmis (MRSE).
Urine : warna kuning keruh, Leuko 1-3, Erytrosit 20-25, Bakteri (-), BJ
1020, PH 7,5, Protein +1, nitrit (-),
Kultur swab kuman (-), leko 0-1, epi 0-1.
Kultur feeding : kuman Aerobacter aerogenes
Kultur NGT : kuman pneumonia dan Acinetobacter sp.
Kultur kulit: Acinetobacter sp, dan Stapylococcus Saprophyticus.
Hasil MRI : ada atropi pada sesebri dan serebili.

7. Diagnosa keperawatan (Triphicognosis) hipotesis dan planing


No Hipotesis Planing
1. Konservasi Tujuan : Mandiri:
energi: Setelah dilakukan 1. Monitor tanda vital tiap 4
Gangguan intervensi diharapkan jam terutama suhu tubuh
keseimbangan Keseimbangan suhu 2. Kaji dan monitor hidrasi
suhu tubuh tubuh tercapai (turgor, kelembaban, membran
mukosa, warna kulit)
Kriteria hasil: 3. Kaji dan observasi tanda
Orang tua hipertermi (perubahan warna kulit,
mengatakan suhu menggigil, lemah, lesu dan
tubuh anak menurun kelelahan)
Tanda vital dalam 4. Anjurkan klien/orang tua
batas normal pentingnya masukan cairan yang
(suhu:36-37,5C, adekuat
nadi: 80- 5. Berikan lingkungan yang nyaman
120x/menit, 6. Berikan kompres hangat pada
nafas:30-40x/menit) kulit (dahi, ketiak, dada, perut dan
Hasil laboratorium lipat paha)
dalam batas
normal 7. Atur suhu ruangan, tingkatkan
(leukosit:4000- sirkulasi udara seperti kipas
2 angin
10.000/m ).
8. Ganti pakaian anak dengan
pakaian yang tipis dan menyerap
keringat.
9. Berikan selimut jika anak menggigil
10.Berikan banyak minum sesuai
kebutuhan anak terutama air hangat
11.Monitor cairan dan nutrisi sesuai
program

Kolaborasi:
2. Konservasi Tujuan: 1. Obat antipiretik:.....
Mandiri:
energi: resiko Setelah dilakukan 1. Kaji kebutuhan nutrisi
pemenuhan intervensi keperawatan dan kemampuan makan
nutrisi kurang diharapkan klien
dari kebutuhan Keseimbangan suhu 2. Kaji adanya mual, muntah
tubuh tubuh anak tercapai (masalah penyebab kurang nutrisi)
Kriteria hasil: 3. Auskultasi bising usus
Orang tua 4. Sajikan makanan sedikit tapi sering
5. Berikan diet sesuai jadwal
mengatakan nafsu
6. Berikan makanan sesuai dengan
makan anak
usia dan kemampuan anak
meningkat 7. Timbang berat badan setiap hari
Makan habis 1 porsi 8. Anjurkan untuk menghindari
makanan yang mengiritasi
BB dapat makanan padat
dipertahankan atau 9. Jelaskan fungsi makanan dan
menunjukkan diet pada keluarga
kenaikan 0,5-10 10. Libatkan dan dorong orang tua
untuk menyuapi anak pada saat
kg/minggu
waktu makan
Nilai Kolaborasi:
Laboratorium 1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
DBN (Hb:9,6- pemberian diet sesuai kebutuhan dan
13,5gr%, kondisi
protein:5,07-7,8 gr
%, Albumin: 3,9-
3. Integritas 4,5gr%).
Tujuan: Mandiri:
personal: Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat
Gangguan rasa intervensi diharapkan: kecemasan/ketakutan anak dan
aman: rasa cemas pada atau keluarga serta penyebab
Cemas/takut 2. Tempatkan anak diruangan
takut pada anak dan
pada anak dan yang tenang
keluarga keluarga dapat teratasi 3. sentuh, gendong dan bicara
Kriteria hasil: pada anak sebanyak mungkin
Orang tua 4. Berikan stimulasi sensorik
mengekspresikan pengalihan yang sesuai
perasaaanya dengan tingkat perkembangan
Anak tampak rileks anak
Tidak takut 5. Berikan dukungan pada keluarga
berinteraksi 6. Libatkan anak dan keluarga dalam
dengan program pengobatan dan
perawat/orang lain perawatan
Anak tidur 7. Anjurkan orang tua untuk
4. Integritas dengan tenang
Tujuan: Mandiri:
personal: Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat pengetahuan
Kurang intervensi diharapkan keluarga terhadap penyakit dan
pengetahuan pengetahuan keluarga perawatan anaknya
orang tua 2. Diskusikan bersama keluarga
tentang penyakit dan
tentang penyakit dan perawatan
perawatan anak penyakit anak
meningkat. 3. Berikan kesempatan kepada
kriteria hasil: keluarga untuk menanyakan
Orang tua informasi yang belum jelas
mengatakan dapat 4. Jelaskan tentang penyakit,
memahami penyakit perawatan, pengobatan, mobilisasi
anaknya dan pencegahan
Orang tua 5. Jelaskan tentang
dapat pentingnya kebersihan diri
6. Libatkan dan ajarkan keluarga
menjelaskan
dalam perawatan anaknya
kembali
tentang Kolaborasi:
informasi yang 1. Rujuk pada dokter apabila orang tua
diberikan membutuhkan informasi lengkap
Orang tua tentang penyakit anaknya.
berpartisipasi aktif
dalam perawatan
8. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Hari/ tanggal : Rabu, 14 Maret 2012
No DP Implementasi Evaluasi Paraf

1 Konservasi energi: Pukul 10.00


1. Mengkaji suhu tubuh Data subjektif:
(suhu:39,5C) Ibu mengatakan
2. Menilai dan mengkaji status bahwa badan anaknya
hidrasi anak terutama turgor masih panas
kulit Data objektif:
(tidak ada tanda-tanda hidrasi, Suhu: 37,8C
turgor baik). Kulit teraba hangat
3. Memberikan informasi Anak masih terlihat
tentang kondisi suhu tubuh lemah
anak Analisis:
4. Menganjurkan ibu untuk Gangguan keseimbangan
memberikan kompres hangat suhu tubuh: hipertermi
pada ketiak, lipatan paha dan belum teratasi
dahi Perencanaan:
5. Menganjurkan ibu untuk 1. Monitor intake nutrisi
meningkatkan asupan cairan dan cairan
(banyak minum) 2. Atur suhu lingkungan
6. Memberikan obat 3. Monitor hasil
parasetamol (120mg peroral) pemeriksaan
laboratorium

2 Konservasi energi: Pukul 10.30:


1. Mengkaji kebutuhan nutrisi Data subjektif:
anak Ibu mengatakan
kebutuhankalori: minimal: bahwa nafsu makan
80x11=880kkal/hari, anak sudah mulai baik
maksimal 90x11= dan menurut ibu anak
990kkal/hari. menghabiskan porsi
Kebutuhan cairan: yang disediakan
120x11= 1400 cc/hari. rumah sakit
2. Mengkaji adanya mual dan Data objektif:
muntah Porsi makan habis
3. Menganjurkan ibu untuk tetap Minum susu habis
memberikan diet sesuai Analisis:
program Nutrisi terpenuhi sebagian
4. Menganjurkan ibu untuk Perencanaan:
membujuk anak makan sesuai 1. Auskultasi bising usus
dengan diet yang 2. Timbang berat badan
diprogramkan 3. Monitor/catat kalori
yang masuk
Hari/ tanggal : Kamis, 15 Maret 2012
No DP Implementasi Evaluasi Paraf

1 Konservasi energi: Pukul 17.30


1. Mengkaji suhu tubuh (38,5C) Data subjektif:
2. Menilai dan mengkaji status Ibu mengatakan anak
hidrasi anak terutama turgor masih panas
kulit Data objektif:
(tidak ada tanda-tanda hidrasi Suhu: 38,5C
dan turgor baik) Frekuensi nafas:
3. Menjelaskan tentang demam 30x/menit
dan kemungkinan Kulit teraba hangat
penyebabnya pada anak. Anak masih terlihat
4. Mengatur suhu lingkungan lemah
5. Mengajarkan ibu cara Analisis:
memantau suhu tubuh anak Gangguan keseimbangan
6. Menganjurkan ibu untuk suhu tubuh: hipertermi
mengenakan pakaian yang belum teratasi
tipis dan menyerap keringat Perencanaan:
pada anak. 1. Monitor hasil laborat
7. Memberikan obat /cek kultur untuk
parasetamol (120mg peroral) menentukan penyebab
8. Mencek hasil pemeriksaan demam: infeksi
laboratorium untuk
mengidentifikasi kemungkina
penyebab demam (Leukosit:
3
11,85 x 10 ul: normal).

2 Konservasi energi: Pukul 18.30:


1. Mendengarkan bising usus Data subjektif:
(bising usus normal: Ibu mengatakan
3x/menit). bahwa nafsu makan
2. Menimbang berat badan anak baik dan menurut
(BB=11, 05kg) ibu anak
3. Mencatat kalori yang menghabiskan 1 porsi
masuk (porsi habis,). yang disediakan
4. Menganjurkan ibu untuk rumah sakit
membujuk anak makan sesuai Data objektif:
dengan diet yang Porsi makan habis
diprogramkan Cairan yang
5. Menilai hasil labor masuk: PASI :
(HB;11,9gr%). 420cc Minum:
200cc Lainnya:
100cc Kebutuhan
cairan/hari: 800cc
Minum susu habis
BB:11,05 kg
Hb: 11,9 gr%
Analisis:
Nutrisi terpenuhi
Perencanaan:
Intervensi dipertahankan
3 Integritas personal: Pukul 16.00:
1. Mengkaji tingkat kecemasan Data subjektif:
anak, keluarga dan Ibu mengatakan
penyebabnya An.V.G. sudah tidak
(cemas ringan, sehubungan takut melihat perawat
dengan hospitalisasi dan atau tenaga kesehatan
ketidakpastian tentang lainnya, tetapi masih
penyakit). menangis jika
2. Menempatkan anak pada dilakukan
ruangan yang tenang pemeriksaan dan
3. Memberikan stimulasi tindakan.
sensorik dan pengalihan yaitu Data objektif:
mengajak anak bermain dan Anak terlihat memeluk
memberi kesempatan pada ibu dan menangis
anak untuk memegang alat ketika mau dilakukan
pemeriksaan. pemeriksaan suhu.
4. Menganjurkan dan Analisis:
memotivasi orang tua untuk Rasa cemas/ketakutan
terlibat dalam perawatan anak pada anak teratasi
di rumah sakit sebagian.
5. Menganjurkan orang tua Perencanaan:
untuk menemani anak Intervensi dilanjutkan:
sesering mungkin. berikan tindakan
pengalihan ketika
melakukan
pemeriksaan dan
tindakan keberawatan
4. Integritas personal: pada
Pukul anak
17.00:
1. Mengkaji tingkat Data subjektif:
pengetahuan ibu tentang Ibu mengatakan
penyakit anak dan bahwa informasi yang
perawatannya diberikan sangat
(Ibu menyatakan bingung bermanfaat dan
dengan penyakit anaknya). menjadi lebih
2. Mendiskusikan bersama ibu mengetahui tentang
dan nenek tentang demam, penyakit anaknya serta
penyebab dan cara sudah mulai bisa
perawatannya serta cara merawat anak
memeriksa suhu pada anak. sehubungan dengan
3. Memberikan kesempatan penyakitnya.
kepada Ibu untuk bertanya Data objektif:
4. Menjelaskan tentang Ibu dapat
kemungkinan penyakit anak, menyebutkan kembali
dan kemungkinan tindakan tentang penyebab
apa saja yang akan dilakukan demam
pada anak Ibu dapat memeriksa
5. Mengajarkan keluarga cara suhu anak dan
mencuci tangan untuk memberikan tindakan
menghindari kontaminasi kenyamanan pada
6. Melibatkan orang tua dalam anak ketika anak
perawatan anaknya dan demam.
memberikan reinforcement Ibu mengajak anak
positif ketika orang tua bermain di luar
berhasil melakukannya. ruangan dan memeluk
anak.
Analisis:
Pengetahuan orang tua
tentang penyakit anak
meningkat.
Perencanaan:
Evaluasi kesiapan orang
tua dalam perawatan anak
diruman (discharge
planning) pada saat klien
akan dipulangkan.

Hari/ tanggal : Jumat, 16 Maret 2012


No DP Implementasi Evaluasi Paraf

1 Konservasi energi: Pukul 11.00


1. Mengkaji suhu tubuh (38,2C) Data subjektif:
2. Mengatur suhu lingkungan Ibu mengatakan suhu
3. Memberikan obat tubuh anak sudah
parasetamol (120mg peroral). mulai stabil.
4. Mencek hasil pemeriksaan Data objektif:
laboratorium dan menjelaskan Suhu: 37,2C
tentang penyebab demam Frekuensi nafas:
pada anak (dalam batas 28x/menit
normal, hasil pemeriksaan Kulit teraba hangat
leukosit pada hariAnalisis:
sebelumnya, tidak ada hasil Gangguan keseimbangan
laboratorium yang baru). suhu tubuh teratasi
Perencanaan:
Intervensi dipertahankan
3 Integritas personal Pukul 16.00:
1. Mengajak anak bermain dan Data subjektif:
memberikan kesempatan anak Ibu mengatakan An.
menyentuh alat pemeriksaan. V.G sudah tidak
2. Mengkomunikasikan menangis lagi apabila
tindakan kepada anak. dilakukan
3. Menyentuh dan pemeriksaan.
menggendong anak. Data objektif:
Anak sudah mulai mau

Laporan Kasus 10
Residensi II
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
dilakukan
pemeriksaan dan
bermain dengan
perawat.
Analisis:
Rasa cemas teratasi.
Intervensi dipertahankan.

Selasa, 27 Maret 2012

An.V.G sudah menunjukan perbaikan, bebas demam selama 3 hari, kebutuhan


nutrisi terpenuhi, anak tampak tidak cemas lagi, orang tua dan keluarga sudah
tahu tentang penyakit anaknya sehingga dinyatakan pulang oleh dokter dengan
catatan kunjungan ulang atau rawat jalan ke Poliklinik Anak bagian neurologi
RSCM. Tanggal 03 April 2012.
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
Laporan Kasus Residensi II 12

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


Lampiran
3

LAPORAN KASUS
APLIKASI TEORI KONSERVASI ENERGI LEVINE
PADA ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN ANAK
DENGAN
DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER GRADE II

I. RIWAYAT SINGKAT KLIEN

An. R (14 tahun), dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan utama demam sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit, demam naik turun dan tertinggi pada malam
hari. Kejang (-), batuk (-), pilek (-), sakit kepala (+), mual dan muntah. Bak dan
BAB normal, riwayat imunisasi lengkap. Pasien periksa ke RS PMI Bogor, diberi
obat namun tidak turun-turun. Diagnosa medis An. R pada waktu pengkajian
adalah Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) grade II. Saat dilakukan pengkajian
pada tanggal 28 Maret 2012 pukul 09.00 WIB, An. R terlihat lemah, sering
mengeluhkan sakit pada perut, wajah meringis dan pucat. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik, didapatkan data BB An. R adalah : 50 kg, TB: 168 cm (BB
standar berdasarkan Usia=50 kg, klasifikasi BB/U adalah 83% BB standar dengan
kriteria status gizi normal), TTV (Nadi: 82x/mnt, Nafas:24x/mnt, suhu:38,9C.
Fokus pengkajian berdasarkan pendekatan teori Levine didapatkan data berikut
ini:

A. KONSERVASI ENERGI
1. Status nutrisi dan cairan
Ayah mengatakan semenjak sakit nafsu makan anak R mulai berkurang.
Anak sering mengeluhkan mual dan kadang-kadang muntah (pada waktu
dirumah). Frekuensi BAB 1 kali sehari, BAK 5-6 kali perhari. Menurut
Ayah suhu tubuh An. R naik turun dan hanya turun bila minum obat
penurun panas.
2. Aktivitas dan istirahat
An. R terlihat lemah, sehingga semua aktivitas An. R dibantu oleh Ayah.
Karena mengeluh sakit pada perut, An. R kurang kooperatif dan hanya mau
berkomunikasi dengan Ayahnya. Ayah mengatakan An. R tidak bisa tidur

Laporan Kasus Page


Residensi II 1
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
Lampiran
dan beristirahat karena nyeri. Anak R juga mengeluhkan pegel-pegel
3 pada
kaki. Ayah bingung dan meminta pendapat apa yang harus dilakukannya

Laporan Kasus Page


Residensi II 2
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
lagi, dan meminta agar anaknya diberi obat penghilang rasa sakit agar bisa
beristirahat.

3. Hygiene dan kenyamanan


Kulit An. R terlihat kering, karena sudah beberapa hari tidak mandi. Ayah
mengatakan semenjak demam, An. R hanya di lap menggunakan air
hangat. Anak terlihat kesakitan, sambil memegang perutnya, dengan wajah
meringis. An. R terlihat berusaha untuk tidur miring sambil memeluk kaki
tungkai dan paha kearah perutnya.

B. INTEGRITAS STRUKTUR (pemeriksaan fisik)


1. Pemeriksaan kepala (mata, hidung, leher dan mulut)
Kepala normocephal, tidak ada pembengkakan dan simetris kiri dan
kanan
Pergerakan bola mata (+), tes daya lihat (+), pupil isokor, dan reaksi
terhadap cahaya +/+, conjunctiva anemis, sklera unikterik, kelopak
mata normal.
Hidung normal dan simeteris (tidak terdapat pernafasan cuping hidung)
Mulut kering dan pecah-pecah, gigi kurang terawat dan ada caries
dentis pada gigi
Struktur asesoris: rambut berdistribusi rata, normal berwarna hitam dan
tidak mudah dipatahkan, kuku normal, capillary refill < 3 detik, bentuk
leher normal.
2. Pemeriksaan dada: bentuk dada normal (diameter anteroposterior
transversal 1:2), pergerakan dada normal, dan tidak ada keluhan pada
pernafasan.
Pola nafas teratur, fremitus kiri dan kanan sama, kedalaman pernafasan
normal, auskultasi terdengar vesikuler.
Inspeksi jantung terlihat denyutan pada apeks, auskultas jantung:
normal dan tidak ada suara tambahan.
3. Pemeriksaan abdomen: abdomen lemas, nyeri tekan (+), nyeri lepas (+),
BU (+) 10 x/menit, hepar dan lien tidak teraba.
4. Genitourinarius : genital normal dan anus paten.
5. Estremitas: tulang belakang normal, dan tidak ada masalah pada ekstremitas.
6. Pemeriksaan integument: kulit teraba hangat, sirkulasi baik, turgor kulit
cukup, kelembaban: kulit kering, berwarna gelap dan klien berkeringat
banyak.

C. INTEGRITAS PERSONAL
An. R terlihat meringis dan mengeluhkan nyeri. An. R agak pendiam,
kooperatif, hanya mengeluhkan keluhan kepada Ayah dan berkomunikasi
dengan orang yang dikenalnya saja. Namun, An. R terlihat pasrah ketika
perawat melakukan tindakan dan pemeriksaan fisik.

D. INTEGRITAS SOSIAL
An. R hanya ditemani oleh ayahnya karena ibunya merawat adiknya yang
masih kecil. An. R hanya berbicara kepada Ayahnya.

DATA PENUNJANG

1. Riwayat kelahiran dan persalinan:


An. R adalah anak pertama dari 2 bersaudara. An. R lahir spontan dengan
bantuan bidan, dan langsung menangis. Berat badan waktu lahir adalah 2900
gram dan panjang badan lahir 50 cm. Ibu tidak mengalami masalah selama
hamil.

2. Riwayat
Imunisasi
Imunisasi lengkap.

3. Riwayat alergi dan penyakit sebelumnya: tidak ada

4. Terapi pada An. IVFD: RL 25 tpm


1) Pengobatan:
Propanolol : 1 x 20 mg p.o
Paracetamol : 3 x 500 mg
p.o
2) Diet : MB = 2500 kal + ES 2x sehari
5. Pemeriksaan laboratorium: (29 Maret 2012)
6
Darah lengkap (Hb: 8,2 gr%, Ht: 24%, Eritrosit: 4,8 x 10 ul, Leukosit: 540
3 3
x 10 ul, Trombosit: 21 x 10 ul, MCV : 79 fl, MCH: 26,1 MCHC: 33,1 gr
%).
Kesan : pansitopenia
Imunologi:
Salmonela Typhi O (-), S.typhi H: -
IGM Dengue : (+)

6. Diagnosa keperawatan (Triphicognosis) hipotesis dan planning


No Hipotesis Intervensi

1. Konservasi Tujuan : Mandiri:


energi: Setelah dilakukan 1. Monitor tanda vital tiap 4
Gangguan intervensi diharapkan jam terutama suhu tubuh
keseimbangan Keseimbangan suhu 2. Kaji dan monitor hidrasi
suhu tubuh tubuh tercapai (turgor, kelembaban, membran
mukosa, warna kulit)
Kriteria hasil: 3. Kaji dan observasi tanda
Orang tua hipotermi (perubahan warna kulit,
mengatakan suhu menggigil, lemah, lesu dan
tubuh anak kelelahan)
menurun 4. Anjurkan klien/orang tua
Tanda vital dalam pentingnya masukan cairan yang
batas normal adekuat
(suhu:36-37,5C,
5. Berikan lingkungan yang nyaman
nadi: 80-
100x/menit, 6. Berikan kompres hangat pada
nafas:16-24x/menit) kulit (dahi, ketiak, tengkuk, leher
Hasil laboratorium dan selakangan)
dalam batas 7. Atur suhu ruangan, tingkatkan
normal sirkulasi udara seperti kipas
(leukosit:4000- angin
2
10.000/m ). 8. Ganti pakaian anak dengan
pakaian yang lebih tipis
9. Berikan selimut jika anak menggigil
10.Berikan banyak minum sesuai
kebutuhan anak terutama air hangat
11.Monitor cairan dan nutrisi sesuai
program

Kolaborasi:
1. Obat antipiretik: parasetamol 3x
250 mg p.o
2. Konservasi Tujuan: Mandiri:
Energi: Anak terlihat nyaman, 1. Kaji skala nyeri.
Gangguan rasa nyeri 2. Kaji dan observasi tanda-tanda vital.
nyaman, nyeri berkurang/hilang 3. Kaji karakteristik, lokasi dan
Kriteria hasil:
sedang Orang tua frekuensi nyeri.
mengatakan 4. Lakukan strategi nonfarmakologi
anak dapat untuk membantu anak mengatasi
beristirahat nyeri (teknik-teknik relaksasi,
tenang pernafasan berirama dan
Ekspresi distraksi).
wajah rileks 5. Libatkan orang tua dalam
Tanda-tanda vital tindakan non farmakologis yang
normal akan dilakukan
6. Bantu anak memilih posisi
yang nyaman
7. Hindari atau kurangi
stimulus eksternal
Kolaborasi:
1. Kolaborasikan dengan dokter
3. Konservasi Tujuan: pemberian terapi analgetik.
Mandiri:
energy: Keseimbangan cairan 1. Monitor intak dan output
Resiko dan elektrolit adekuat (hitung balance cairan dalam 24
kekurangan Kriteria hasil: jam).
volume cairan Tingkat 2. Kaji TTV, turgor kulit,
kesadaran pengisian kapiler dan membran
meningkat mukosa, edema.
TTV dalam 3. Monitor frekuensi, warna
batas normal dan konsistensi BAB.
Masukan dan 4. Monitor tanda-tanda syok
keluaran (keringat dingin, pucat).
seimbang 5. Observasi adanya perdarahan yang
Turgor kuit elastis, berlebihan, warna dan bau
membran mukosa urin/feses.
lembab, nadi 6. Dorong anak untuk banyak
perifer teraba, minum dengan melibatkan orang
pengisian kapiler 3 tua.
detik 7. Monitor abdomen terhadap
Tidak ada muntah, ketidaknyamanan seperti
tidak ada kembung.
perdarahan, akral Kolaborasi:
hangat dan BB 1. Pemeriksaan laboratorium...
tidak turun. 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
4. Konservasi Hasil
Tujuan: 3. Pemberian IVFD sesuai indikasi
Mandiri:
energi: resiko Setelah dilakukan 1. Kaji kebutuhan nutrisi
pemenuhan intervensi keperawatan dan kemampuan makan
nutrisi kurang diharapkan klien
dari kebutuhan Keseimbangan suhu 2. Kaji adanya mual, muntah
tubuh tubuh anak tercapai (masalah penyebab kurang nutrisi)
Kriteria hasil: 3. Auskultasi bising usus
Orang tua 4. Sajikan makanan sedikit tapi sering
mengatakan 5. Berikan makanan sesuai dengan
nafsu makan usia dan kemampuan anak
anak meningkat 6. Timbang berat badan setiap hari
Makan habis 1 porsi 7. Anjurkan untuk menghindari
BB dapat makanan yang mengiritasi
dipertahankan dan makanan padat
atau 8. Jelaskan fungsi makanan dan diet
menunjukkan pada keluarga
kenaikan 0,5-10 9. Libatkan dan dorong orang tua untuk
kg/minggu menyuapi anak pada saat waktu
Nilai makan
Laboratorium Kolaborasi:
DBN (Hb:9,6- 1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
13,5gr%, pemberian diet sesuai kebutuhan dan
protein:5,07-7,8 gr kondisi
%, Albumin: 3,9-
4,5gr%).
5. Integritas sosial: Tujuan: Mandiri:
Kurang Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat pengetahuan
pengetahuan intervensi diharapkan keluarga terhadap penyakit dan
orang tua pengetahuan keluarga perawatan anaknya
tentang penyakit dan 2. Diskusikan bersama keluarga
perawatan anak tentang penyakit dan perawatan
meningkat. penyakit anak
kriteria hasil: 3. Berikan kesempatan kepada
Orang tua keluarga untuk menanyakan
mengatakan dapat informasi yang belum jelas
memahami 4. Jelaskan tentang penyakit,
penyakit anaknya perawatan, pengobatan, mobilisasi
Orang tua dapat dan pencegahan
menjelaskan 5. Jelaskan tentang
kembali tentang pentingnya kebersihan diri
informasi yang 6. Libatkan dan ajarkan keluarga
diberikan dalam perawatan anaknya
Orang tua
berpartisipasi aktif Kolaborasi:
dalam perawatan 1. Rujuk pada dokter apabila orang tua
anak di rumah membutuhkan informasi lengkap
sakit tentang penyakit anaknya.

7. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Hari/tanggal : Kamis, 29 Maret 2012
No DP Implementasi Evaluasi Paraf

1 Konservasi energi: Pukul 12.30


1. Mengkaji suhu tubuh Data subjektif:
(suhu:38,5C) Ibu mengatakan bahwa
2. Menilai dan mengkaji status badan anaknya masih
hidrasi anak terutama turgor panas
kulit (kulit kering, turgor cukup, Data objektif:
kulit tidak elastis). Suhu: 38C
3. Memberikan informasi tentang Kulit teraba hangat
kondisi suhu tubuh anak Anak masih terlihat
4. Menganjurkan ayah untuk lemah
memberikan kompres hangat Analisis:
pada ketiak, lipatan paha dan Gangguan keseimbangan
dahi suhu tubuh: hipertermi
belum
5. Menganjurkan ayah untuk teratasi
meningkatkan asupan cairan Perencanaan:
(banyak minum) 1. Monitor intake nutrisi
6. Memberikan obat parasetamol dan cairan
(500 mg per oral) 2. Atur suhu lingkungan
3. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
2. Konservasi energi: Pukul 12.35:
1. Mengkaji skala nyeri dengan Subjektif:
menggunakan skala Wong & Ayah mengatakan anak
Backer, 2000skala 5: nyeri masih sering menangis
sedang karena mengeluhkan
2. Mengkaji karakteristik nyeri, nyeri.
lokasi, durasi dan frekuensi nyeri Objektif:
nyeri pada perut, nyeri An. R masih terlihat
terus menerus, timbul kesakitan, wajah
mendadak. meringis sambil
3. Melakukan tindakan memegangi perutnya.
kenyamanan dengan strategi Analisis:
nonfarmakologis: teknik nafas Rasa aman dan nyaman
dalam dan terapi panas (heat belum terpenuhi: nyeri berat.
therapy)*. Perencanaan:
4. Memberikan lingkungan yang Kaji skala nyeri kembali
sejuk dan tenang bagi anak dan dengan menggunakan
keluarga (kebetulan diruang FLACC
tersebut hanya An A yang Kolaborasikan
dirawat). pemberian obat analgetik
(3x190mg IV/drip).
3. Konservasi energi: Pukul 12.00:
1. Mengkaji TTV, turgor kulit, Subjektif:
pengisian kapiler dan Ibu mengatakan anak
membran mukosa, edema masih terlihat lemah dan
(nadi: 120x/menit, mengeluhkan mual.
nafas:32x/menit, suhu 38C, Objektif:
turgor kulit cukup baik, An. R masih terlihat
membran mukosa oral kering, lemah, turogor kulit
dan tidak ada edema). cukup baik, membran
2. Mengevaluasi frekuensi , warna mukosa kering, keringat
dan konsistensi BAB (informasi banyak dan demam.
dari orang tua, BAB lunak Analisis:
warna coklat kuning). Keseimbangan cairan belum
3. Mengobservasi tanda-tanda syok terpenuhi.
tidak ada tanda-tadan syok. Perencanaan:
4. Mengobservasi adanya Intervensi dilanjutkan
perdarahan yang berlebihan,
warna dan bau urin/feses
tidak ada tanda perdarahan.
5. Mendorong orang tua untuk
membujuk anak agar minum
lebih banyak: bisa diberikan
jus, kuah sayur dan cairan
lainnya yang disukai anak).
6. Memeriksa abdomen terhadap
ketidaknyamanan Nyeri
tekan dan lepas, tidak ada
kembung.
7. Kolaborasi: mencek
4. pemberian
Konservasi cairan IVFD RL 20
energi: Pukul 13.00:
1. Mengkaji kebutuhan nutrisi anak Data subjektif:
2. kebutuhankalori: minimal: Ibu mengatakan bahwa
50x50=2500kkal/hari, anak belum makan
3. Mengkaji adanya mual dan karena tertidur setelah
muntah mual (+) diberikan obat.
4. Menganjurkan ayah untuk Data objektif:
membujuk anak makan sesuai Porsi makan yang
dengan diet yang diprogramkan diberikan belum
5. Memberikan obat antimual : dihabiskan.
propanolol (1x20mg) Analisis:
Nutrisi belum terpenuhi
Perencanaan:
1. Auskultasi bising usus
2. Timbang berat badan
3. Monitor/catat kalori
yang masuk

Hari/ tanggal : Jumat, 30 Maret 2012


No DP Implementasi Evaluasi Paraf

1 Konservasi energi: Pukul 17.30


1. Mengkaji suhu tubuh (38,3C) Data subjektif:
2. Menilai dan mengkaji status Ibu mengatakan anak
hidrasi anak terutama turgor masih panas
kulit (tidak ada tanda-tanda Data objektif:
hidrasi dan turgor baik) Suhu: 38C
3. Menjelaskan tentang demam dan Frekuensi nafas:
kemungkinan penyebab demam 32x/menit
pada anak. Kulit teraba hangat
4. Mengatur suhu lingkungan Anak masih terlihat
5. Mengajarkan ibu cara memantau lemah
suhu tubuh anak. Analisis:
6. Menganjurkan ayah untuk Gangguan keseimbangan
mengenakan pakaian yang tipis suhu tubuh: hipertermi
dan meneyrap keringat pada belum teratasi
anak. Perencanaan:
7. Memberikan obat parasetamol Monitor tanda-tanda
(500 mg peroral) dehidrasi.
8. Mencek hasil pemeriksaan
laboratorium untuk
mengidentifikasi kemungkinan
penyebab demam (Leukosit:
3
x14,9 10 ul: normal).
2 Konservasi energi: Pukul 17.35:
1. Mengkaji skala nyeri dengan Subjektif:
menggunakan skala Wong & Ayah mengatakan anak
Backer, 2000skala 3: nyeri sudah mulai bisa
sedang, skala FLACC: 4). beristirahat, walaupun
2. Mengajarkan ayah untuk kadang-kadang masih
melakukan tindakan terlihat nyeri.
kenyamanan dengan strategi Objektif:
nonfarmakologis: seperti An. R sudah mulai
massase, teknik nafas dalam dan terlihat tenang, dapat
terapi panas. beristirahat, kadang-
3. Mempertahankan lingkungan kadang mengeluh sakit
yang sejuk dan tenang bagi anak dan memanggil ayah.
dan keluarga (kebetulan diruang Analisis:
tersebut hanya An. R yang Rasa aman dan nyaman
dirawat). terpenuhi: nyeri berkurang.
4. Memberikan obat parasetamol Perencanaan:
per oral 500 mg Intervensi dilanjutkan
3. Konservasi energi: Pukul 18.00:
1. Mengkaji TTV, turgor kulit, Subjektif:
pengisian kapiler dan Ayah mengatakan anak
membran mukosa, edema masih terlihat lemah dan
(nadi: 100x/menit, mengeluhkan mual.
nafas:28x/menit, suhu 38,3C, Objektif:
turgor kulit cukup baik, An. R masih terlihat
membran mukosa oral kering, lemah, turogor kulit
dan tidak ada edema). cukup baik, membran
2. Mengevaluasi frekuensi , warna mukosa kering, keringat
dan konsistensi BAB (informasi banyak dan demam.
dari orang tua, BAB lunak Analisis:
warna coklat kuning). Keseimbangan cairan belum
3. Mengobservasi tanda-tanda syok terpenuhi.
tidak ada tanda-tadan syok. Perencanaan:
4. Mengobservasi adanya Intervensi dilanjutkan
perdarahan yang berlebihan,
warna dan bau urin/feses
tidak ada tanda perdarahan.
5. Mendorong orang tua untuk
membujuk anak agar minum
lebih banyak: bisa diberikan
jus, kuah sayur dan cairan
lainnya yang disukai anak).
6. Memeriksa abdomen terhadap
ketidaknyamanan Nyeri
tekan dan lepas, tidak ada
kembung.
7. Kolaborasi: mencek
4. pemberian
Konservasi cairan IVFD RL
energi: Pukul 18.00:
1. Mengkaji adanya mual dan Data subjektif:
muntah mual (+). Ayah mengatakan bahwa
2. Menimbang berat badan 50kg anak sudah mulai mau
3. Memonitor jumlah kalori yang makan, tapi sedikit
hanya
masuk makan: habis porsi. porsi.
4. Menganjurkan ayah untuk Data objektif:
menyuapi anak sedikit-sedikit Porsi makan yang
tapi sering. diberikan habis porsi.
Analisis:
Nutrisi belum terpenuhi
Perencanaan:
Intervensi dilanjutkan
5. Integritas sosial: Pukul 17.00:
1. Mengkaji tingkat pengetahuan Data subjektif:
ayah tentang penyakit anak dan Ayah mengatakan bahwa
perawatannya informasi yang diberikan
(ayah menyatakan bingung sangat bermanfaat dan
dengan penyakit anaknya). menjadi lebih
2. Mendiskusikan bersama ayah mengetahui tentang
tentang demam, penyebab dan penyakit anaknya serta
cara perawatannya serta cara sudah mulai bisa
memeriksa suhu pada anak. merawat anak
3. Memberikan kesempatan kepada sehubungan dengan
ayah untuk bertanya penyakitnya.
4. Menjelaskan tentang Data objektif:
kemungkinan penyakit anak, dan Ayah dapat menyebutkan
kemungkinan tindakan apa saja kembali tentang
yang akan dilakukan pada anak penyebab demam
5. Mengajarkan keluarga cara Ayah dapat memeriksa
mencuci tangan untuk suhu anak dan
menghindari kontaminasi memberikan tindakan
6. Melibatkan orang tua dalam kenyamanan pada anak
perawatan anaknya dan ketika anak demam.
memberikan reinforcement Analisis:
positif ketika orang tua berhasil Pengetahuan orang tua
melakukannya. tentang penyakit anak
meningkat.
Perencanaan:
Evaluasi kesiapan orang tua
dalam perawatan anak
diruman (discharge
planning) pada saat klien
akan dipulangkan.

Hari/ tanggal : Sabtu, 31 Maret 2012


Kondisi An. R telah mengalami perbaikan, sudah tidak demam, nyeri perut
berkurang, nafsu makan mulai membaik sehingga anak R rencana boleh
pulang dan rawat jalan.

Laporan Kasus Page


Residensi II 10
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
Laporan Kasus Residensi II Page 11

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


Lampiran
4

LAPORAN KASUS
APLIKASI TEORI KONSERVASI LEVINE
PADA ASUHAN KEPERAWATANANAK
DENGAN ENCEPHALITIS

I. RIWAYAT SINGKAT KLIEN


An. S.H (13 tahun), dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan utama diajak bicara
tidak nyambung. Sehari sebelum masuk rumah sakit, pasien demam, suhu tidak
diukur, menggigil, dan sakit kepala. Pasien minum obat decolgen dari warung,
demam turun (perbaikan), Pada saat masuk rumah sakit pasien merasa lemas, tidak
nafsu makan, pasien demam, mencret 2x, hanya dapat berbaring lemah, 6 jam
SMRS pasien mulai bicara tidak nyambung, meracau. Ayah mengatakan bahwa
sejak demam anak terlihat pucat, lemah dan kurang nafsu makan. Diagnosa medis
An. S.H pada waktu pengkajian adalah Enchepalitis Herpes Simplek. Saat dilakukan
pengkajian pada tanggal 1 April 2012 pukul 09.00 An. S.H terlihat berbaring
ditempat tidur, tampak gelisah, gerakan tidak terkoordinasi dan bicara meracau. An
S.H tidak kooperatif dan cenderung menolak tindakan perawat atau dokter.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, didapatkan data BB An.S.H adalah : 60 kg,
TB: 160 cm, (BB standar berdasarkan TB=50 kg, klasifikasi BB/TB adalah 110%
BB standar dengan kriteria gizi lebih/obesitas), TTV (Nadi: 120x/mnt,
Nafas:24x/mnt, suhu:39,4C. Fokus pengkajian berdasarkan pendekatan teori
Levine didapatkan data berikut ini:

A. KONSERVASI ENERGI
1. Status nutrisi dan cairan
An.S.H makan 3 kali sehari, ayah mengatakan semenjak demam dan dirawat di
rumah sakit nafsu makan An.S.H berkurang. Frekuensi BAB 1 kali sehari, BAK
5-6 kali perhari. Menurut ayah suhu tubuh An.S.H cenderung naik dan hanya
turun sedikit dengan minum obat penurun panas. Ayah H mengaku bingung
dengan sakit yang diderita An.S.H dan tidak tahu kenapa An.S.H bisa menderita
penyakit seperti ini.
2. Aktivitas dan istirahat

Laporan Kasus Residensi II 1


Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
Lampiran
Aktivitas An.S.H dibantu oleh ayahnya. An. S.H berbaring ditempat 4tidur terus
dengan kondisi lemah, gelisah, bicara meracau, demam terus-menerus. Anak
S.H

Laporan Kasus Residensi II 2


Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
makan minum dibantu ayahnya, untuk BAK dan BAB dengan menggunakan
pispot dan urinal.

3. Hygiene dan kenyamanan


Selama dirumah sakit, Anak S. H hanya dilap menggunakan air hangat. Kulit
terlihat tampak kotor dan berminyak. An.S.H merasa nyaman ketika berada
didekat orang yang dikenalnya seperti ayah. Kakak, nenek dan pamannya.
Reaksi kecemasan An. S.H terlihat pada waktu dilakukan pemeriksaan fisik dan
tindakan keperawatan.

B. INTEGRITAS STRUKTUR (pemeriksaan fisik)


1. Pemeriksaan kepala (UUB, mata, hidung, leher dan mulut)
Kepala normocephal, tidak ada pembengkakan dan simetris kiri dan kanan
Pergerakan bola mata (+), tes daya lihat (+), Pupil isokor, dan reaksi
terhadap cahaya +/+, konjungtiva anemis, sklera unikterik, kelopak mata
normal.
Hidung normal dan simetris (tidak terdapat pernafasan cuping hidung)
Mulut lembab dan sudah mulai tampak dua gisi susu atas dan bawah
Struktur asesoris: rambut berdistribusi rata, normal berwarna hitam dan tidak
mudah dipatahkan, kuku normal, capillary refill < 3 detik. Pada palpasi leher
teraba pembesaran kelenjer 1 x 1 cm (teraba dibagian leher kiri dan kanan),
bentuk leher normal.

2. Pemeriksaan dada: bentuk dada normal (diameter anteroposterior transversal


1:2), pergerakan dada normal, dan tidak ada keluhan pada pernafasan.
Pola nafas teratur, fremitus kiri dan kanan sama, kedalaman persafasan
normal, auskultasi terdengar ronkhi halus.
Inspeksi jantung terlihat denyutan pada apeks, auskultas jantung: normal dan
tidak ada suara tambahan.
3. Pemeriksaan abdomen: abdomen lemas, BU: + 10 x/menit, hepar dan lien tidak
teraba.
4. Genitourinarius : genital normal dan anus paten.
5. Ekstremitas: tulang belakang normal, dan tidak ada masalah pada ekstremitas.
6. Pemeriksaan integument: sirkulasi baik, turgor sedang, kelembaban: baik dan
berwarna merah muda.
C. INTEGRITAS PERSONAL
An. S.H terlihat gelisah dan tidak kooperatif apabila didekati oleh perawat dan
tenaga kesehatan yang akan melakukan pemeriksaan dan tindakan keperawatan.

D. INTEGRITAS SOSIAL
An.S.H terlihat tenang berada didekat orang tua dan orang yang dikenalnya ( ayah,
kakak, nenek dan pamannya).

E. DATA PENUNJANG
1. Pemeriksaan perkembangan:
An. S.H sebelum sakit sudah sekolah kelas 2 SMP. Kemampuan sosialisasi baik,
dan tersenyum dengan orang yang dikenal (terdekat)

2. Riwayat kelahiran dan persalinan:


An. S.H dilahirkan secara spontan dengan bantuan bidan, anak langsung menangis.
Berat badan waktu lahir adalah 3200 gram dan panjang badan lahir 49 cm. Ibu
mengatkan waktu hamil sering mengalami kelemahan karena kurang darah (anemia)
dan diberikan obat Fe dan Vit B12.

3. Riwayat Imunisasi
Imunisasi lengkap

4. Riwayat alergi dan penyakit sebelumnya: tidak ada

5. Terapi pada An. S.H adalah:


1) Pengobatan:
IVFD
Stopper
Acyclovir : 3 x 500 mg IV
Manitol : 3 x 125 ml IV
Midazolam : 5 mg bolus IV jika gelisah
hebat Paracetamol : 4 x 500 mg po jika
demam
2) Diet : MC = 8 x 250 cc sehari
6. Pemeriksaan laboratorium: Tanggal 31 Maret 2012
6
Darah lengkap (Hb: 12,3 gr%, Ht: 35,8%, Eritrosit: 4,5 x 10 ul, Leukosit: 9,63 x
3 3
10 ul, Trombosit: 178 x 10 ul, MCV : 71,1 fl, MCH: 24,5, MCHC: 34,4 gr%).
Kimia darah : SGOT/SGPT 52/31, ureum 47, creatinin 1,0, GDS 115,
AGD : PH 7, 490, PCO2 18,7; PO2 104,8; O2 sat 98,3; BE -5,9; Std BE -9,2; Std

HCO3 19,6; HCO3 14,4; total CO2 14,9.

Test Drug: Amphetamin (-), Morphine (-), THC (-)


Analisis LCS: warna kekuningan, agak keruh, bekuan (-), hitung sel 9
ditemukan eritrofagositosis
Hitung jenis PMN 2/ML; MN 7/ML
None (-), Pandi (+) ,
PemeriksaanTinta india (tidak ditemukan cryptococcus)
Protein cairan otak 60mg/dl
Glukosa cairan otak 62mg/dl
Glukosa serum 97,2 mg/dl
CL 113 Meq/L
Kesan : Infeksi.
Hasil EEG : Gambaran hipofungsi umum sedang, tak tampak gelombang
epileptiform.

7. Diagnosa keperawatan (Triphicognosis) hipotesis dan planing


No Hipotesis Planing
1. Konservasi Tujuan : Mandiri:
energi: Setelah dilakukan 1. Monitor tanda vital tiap 4
Gangguan intervensi diharapkan jam terutama suhu tubuh
keseimbangan Keseimbangan suhu 2. Kaji dan monitor hidrasi
suhu tubuh tubuh tercapai (turgor, kelembaban, membran
mukosa, warna kulit)
Kriteria hasil: 3. Kaji dan observasi tanda
Orang tua hipertermi (perubahan warna kulit,
mengatakan suhu menggigil, lemah, lesu dan
tubuh anak kelelahan)
menurun 4. Anjurkan klien/orang tua
Tanda vital dalam pentingnya masukan cairan yang
batas normal adekuat
(suhu:36-37,5C, 5. Berikan lingkungan yang nyaman
nadi: 80- 6. Berikan kompres hangat pada
120x/menit, kulit (dahi, ketiak, dada, perut dan
nafas:30-40x/menit) lipat paha)
Hasil laboratorium
7. Atur suhu ruangan, tingkatkan
dalam batas
2
10.000/m ). 8. Ganti pakaian anak dengan
pakaian yang tipis dan menyerap
keringat.
9. Berikan selimut jika anak menggigil
10.Berikan banyak minum sesuai
kebutuhan anak terutama air hangat
11.Monitor cairan dan nutrisi sesuai
program

Kolaborasi:
1. Obat antipiretik paracetamol
2. Monitor hasil pemeriksaan darah
2. Konservasi Tujuan: dan laboratorium
Mandiri:
energi: resiko Setelah dilakukan 1. Kaji kebutuhan nutrisi
pemenuhan intervensi keperawatan dan kemampuan makan
nutrisi kurang diharapkan Kebutuhan klien
dari kebutuhan nutrisi anak tercapai 2. Kaji adanya mual, muntah
tubuh Kriteria hasil: (masalah penyebab kurang nutrisi)
Orang tua 3. Auskultasi bising usus
4. Sajikan makanan sedikit tapi sering
mengatakan
5. Berikan diet sesuai jadwal
nafsu makan 6. Berikan makanan sesuai dengan
anak meningkat usia dan kemampuan anak
Makan habis 7. Timbang berat badan setiap hari
1 porsi 8. Anjurkan untuk menghindari
BB dapat makanan yang mengiritasi
dipertahankan atau dan makanan padat
menunjukkan 9. Jelaskan fungsi makanan dan
kenaikan 0,5-10 diet pada keluarga
kg/minggu 10. Libatkan dan dorong orang tua
Nilai Laboratorium untuk menyuapi anak pada saat
waktu makan
DBN (Hb:9,6- Kolaborasi:
13,5gr%, 1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
protein:5,07-7,8 gr pemberian diet sesuai kebutuhan dan
%, Albumin: kondisi
3,9-4,5gr%).
3. Integritas Tujuan: Mandiri:
personal: Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat
Gangguan rasa intervensi diharapkan: kecemasan/ketakutan anak dan
aman: rasa cemas pada atau keluarga serta penyebab
Cemas/takut 2. Tempatkan anak diruangan
takut pada anak dan
pada anak dan yang tenang
keluarga keluarga dapat teratasi 3. sentuh, gendong dan bicara
Kriteria hasil: pada anak sebanyak mungkin
Orang tua 4. Berikan stimulasi sensorik
mengekspresikan pengalihan yang sesuai
perasaaanya dengan tingkat perkembangan
Anak tampak rileks anak
Tidak takut 5. Berikan dukungan pada keluarga
berinteraksi 6. Libatkan anak dan keluarga dalam
dengan program pengobatan dan
perawat/orang lain perawatan
Anak tidur 7. Anjurkan orang tua untuk
dengan tenang
4. Integritas Tujuan: Mandiri:
personal: Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat pengetahuan
Kurang intervensi diharapkan keluarga terhadap penyakit dan
pengetahuan pengetahuan keluarga perawatan anaknya
orang tua 2. Diskusikan bersama keluarga
tentang penyakit dan
tentang penyakit dan perawatan
perawatan anak penyakit anak
meningkat. 3. Berikan kesempatan kepada
kriteria hasil: keluarga untuk menanyakan
Orang tua informasi yang belum jelas
mengatakan 4. Jelaskan tentang penyakit,
dapat memahami perawatan, pengobatan, mobilisasi
penyakit anaknya dan pencegahan
Orang tua 5. Jelaskan tentang
dapat pentingnya kebersihan diri
6. Libatkan dan ajarkan keluarga
menjelaskan
dalam perawatan anaknya
kembali
tentang Kolaborasi:
informasi yang 1. Rujuk pada dokter apabila orang tua
diberikan membutuhkan informasi lengkap
Orang tua tentang penyakit anaknya.
berpartisipasi aktif
dalam perawatan
anak di rumah

8. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Hari/ tanggal : Senin, 02 April 2012
No DP Implementasi Evaluasi Paraf

1 Konservasi energi: Pukul 10.00


1. Mengkaji suhu tubuh Data subjektif:
(suhu:39,5C) Ayah mengatakan
2. Menilai dan mengkaji status bahwa badan anaknya
hidrasi anak terutama turgor masih panas
kulit Data objektif:
(tidak ada tanda-tanda hidrasi, Suhu: 37,8C
turgor baik). Kulit teraba hangat
3. Memberikan informasi Anak masih terlihat
tentang kondisi suhu tubuh lemah
anak Analisis:
4. Menganjurkan ibu untuk Gangguan keseimbangan
memberikan kompres hangat suhu tubuh: hipertermi
pada ketiak, lipatan paha dan belum teratasi
dahi Perencanaan:
5. Menganjurkan ibu untuk 1. Monitor intake nutrisi
meningkatkan asupan cairan dan cairan
(banyak minum) 2. Atur suhu lingkungan
6. Memberikan obat 3. Monitor hasil
parasetamol (500mg peroral) pemeriksaan
laboratorium
2 Konservasi energi: Pukul 10.30:
1. Mengkaji kebutuhan nutrisi Data subjektif:
anak Ayah mengatakan
2. Mengkaji adanya mual dan bahwa nafsu makan
muntah anak sudah mulai baik
3. Menganjurkan ayah untuk dan menurut ayah
tetap memberikan diet sesuai anak menghabiskan
program porsi yang disediakan
4. Menganjurkan ayah untuk rumah sakit
membujuk anak makan sesuai Data objektif:
dengan diet yang Porsi makan habis
diprogramkan Minum susu habis
Analisis:
Nutrisi terpenuhi sebagian
Perencanaan:
1. Auskultasi bising usus
2. Timbang berat badan
3. Monitor/catat kalori
yang masuk

Hari/ tanggal : Selasa, 03 April 2012


No DP Implementasi Evaluasi Paraf

1 Konservasi energi: Pukul 17.30


1. Mengkaji suhu tubuh (38,5C) Data subjektif:
2. Menilai dan mengkaji status Ayah mengatakan
hidrasi anak terutama turgor anak masih panas
kulit Data objektif:
(tidak ada tanda-tanda hidrasi Suhu: 38,5C
dan turgor baik) Frekuensi nafas:
3. Menjelaskan tentang demam 30x/menit
dan kemungkinan Kulit teraba hangat
penyebabnya pada anak. Anak masih terlihat
4. Mengatur suhu lingkungan lemah
5. Mengajarkan Ayah cara Analisis:
memantau suhu tubuh anak Gangguan keseimbangan
6. Menganjurkan Ayah untuk suhu tubuh: hipertermi
mengenakan pakaian yang belum teratasi
tipis dan menyerap keringat Perencanaan:
pada anak. 1. Monitor hasil laborat
7. Memberikan obat /cek kultur untuk
parasetamol (500mg peroral) menentukan penyebab
8. Mencek hasil pemeriksaan demam: infeksi
laboratorium untuk
mengidentifikasi kemungkina
penyebab demam (Leukosit:
3
11,85 x 10 ul: normal).
2 Konservasi energi: Pukul 18.30:
1. Mendengarkan bising usus Data subjektif:
(bising usus normal: Ayah mengatakan
3x/menit). bahwa nafsu makan
2. Menimbang berat badan anak baik dan menurut
(BB=60kg) ayah anak
3. Mencatat kalori yang menghabiskan 1 porsi
masuk (porsi habis,). yang disediakan
4. Menganjurkan ibu untuk rumah sakit
membujuk anak makan sesuai Data objektif:
dengan diet yang Porsi makan habis 3/4
diprogramkan Cairan yang masuk:
5. Menilai hasil labor Minum susu habis
(HB;11,9gr%). BB:11,05 kg
Hb: 11,9 gr%

Analisis:
Nutrisi terpenuhi
Perencanaan:
Intervensi dipertahankan
3 Integritas personal: Pukul 16.00:
1. Mengkaji tingkat kecemasan Data subjektif:
anak, keluarga dan Ayah mengatakan
penyebabnya An.S.H. sudah
(cemas ringan, sehubungan kooperatif jika
dengan hospitalisasi dan dilakukan
ketidakpastian tentang pemeriksaan dan
penyakit). tindakan.
2. Menempatkan anak pada Data objektif:
ruangan yang tenang .
3. Memberikan stimulasi Analisis:
sensorik dan pengalihan yaitu Rasa cemas/ketakutan
mengajak anak bermain dan pada anak teratasi
memberi kesempatan pada sebagian.
anak untuk memegang alat Perencanaan:
pemeriksaan. Intervensi dilanjutkan:
4. Menganjurkan dan berikan tindakan
memotivasi orang tua untuk pengalihan ketika
terlibat dalam perawatan anak melakukan
di rumah sakit pemeriksaan dan
5. Menganjurkan orang tua tindakan keberawatan
untuk menemani anak pada anak
sesering mungkin.
4. Integritas personal: Pukul 17.00:
1. Mengkaji tingkat Data subjektif:
pengetahuan ayah tentang Ayah mengatakan
penyakit anak dan bahwa informasi yang
perawatannya diberikan sangat
(Ayah menyatakan bingung bermanfaat dan
dengan penyakit anaknya). menjadi lebih
2. Mendiskusikan bersama Ayah mengetahui tentang
dan paman tentang demam, penyakit anaknya serta
penyebab dan cara
perawatannya serta cara sudah mulai bisa
memeriksa suhu pada anak. merawat anak
3. Memberikan kesempatan sehubungan dengan
kepada Ayah dan paman penyakitnya.
untuk bertanya Data objektif:
4. Menjelaskan tentang Ayah dapat
kemungkinan penyakit anak, menyebutkan kembali
dan kemungkinan tindakan tentang penyebab
apa saja yang akan dilakukan demam
pada anak Ayah dapat memeriksa
5. Mengajarkan keluarga cara suhu anak dan
mencuci tangan untuk memberikan tindakan
menghindari kontaminasi kenyamanan pada
6. Melibatkan orang tua dalam anak ketika anak
perawatan anaknya dan demam.
memberikan reinforcement Analisis:
positif ketika orang tua Pengetahuan orang tua
berhasil melakukannya. tentang penyakit anak
meningkat.
Perencanaan:
Evaluasi kesiapan orang
tua dalam perawatan anak
diruman (discharge
planning) pada saat klien
akan dipulangkan.

Hari/ tanggal : Rabu, 04 April 2012


No DP Implementasi Evaluasi Paraf
1 Konservasi energi: Pukul 11.00
1. Mengkaji suhu tubuh (38,2C) Data subjektif:
2. Mengatur suhu lingkungan Ibu mengatakan suhu
3. Memberikan obat tubuh anak sudah
parasetamol (500mg peroral). mulai stabil.
4. Mencek hasil pemeriksaan Data objektif:
laboratorium dan menjelaskan Suhu: 37,2C
tentang penyebab demam Frekuensi nafas:
pada anak (dalam batas 28x/menit
normal, hasil pemeriksaan Kulit teraba hangat
leukosit pada hari Analisis:
sebelumnya, tidak ada hasil Gangguan keseimbangan
laboratorium yang baru). suhu tubuh teratasi
Perencanaan:
Intervensi dipertahankan
3 Integritas personal Pukul 16.00:
1. Mengajak anak Data subjektif:
berkomunikasi dan Ayah mengatakan An.
memberikan kesempatan anak S.H sudah tidak
menyentuh alat pemeriksaan. menangis lagi apabila
2. Mengkomunikasikan tindakan dilakukan
kepada anak. pemeriksaan.
Data objektif:
Anak sudah mulai
mau dilakukan
pemeriksaan dan
bicara dengan
perawat.
Analisis:
Rasa cemas teratasi.
Intervensi dipertahankan.

Jumat, 13 April 2012

An.S.H sudah menunjukan perbaikan, bebas demam selama 7 hari, kebutuhan


nutrisi terpenuhi, anak tampak tidak cemas lagi, orang tua dan keluarga sudah tahu
tentang penyakit anaknya sehingga dinyatakan pulang oleh dokter dengan catatan
kunjungan ulang atau rawat jalan ke Poliklinik Anak bagian neurologi RSCM.
Tanggal 20 April 2012.

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


Laporan Kasus Residensi II 10

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


DI

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN KEGIATAN PROYEK INOVASI

DISCHARGE PLANNING SEBAGAI MEDIA DALAM


PENERAPAN PENDIDIKAN KESEHATAN KEPADA
KELUARGA
DI RUANG PERISTI RSPAD GATOT SOEBROTO
JAKARTA

Disusun sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Residensi


Keperawatan Anak Lanjut I, II, III

Pembimbing:
Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp., MN
Ibu Ns. Fajar Tri Waluyanti, M.Kep., Sp. Kep.
An Ibu Ns.Elfi Syahreni. M.Kep., Sp. Kep. An
Ibu Ns. Dessi Purnamasari, S.Kep.

OLEH:

Budiyati
Indra Tri Astuti
Nunung Nurjanah
Sri Hartini Mardi Asih

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM


NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
DEPOK, OKTOBER 2011
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada periode segera setelah lahir, seorang anak akan melakukan berbagai
penyesuaian terhadap lingkungan di luar rahim. Namun ternyata, ada
kalanya penyesuaian ini menjadi lebih sulit karena dalam prosesnya dapat
disertai dengan penyakit, kecacatan, infeksi, penyulit saat persalinan, dan
bahkan kelahiran dengan berat lahir rendah (Bobak, Lowdermilk, & Jensen,
2005). Adanya beberapa masalah tersebut menyebabkan bayi terpaksa harus
dirawat di rumah sakit. Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis
utama yang tampak pada bayi dan keluarga karena disfungsi salah satu
anggota keluarga akan mempengaruhi yang lainnya (Friedman, 1998).

Kelahiran bayi dengan beberapa masalah tersebut merupakan kejadian yang


tidak diharapkan dan membuat stress bila keluarga tidak siap secara emosi.
Mereka harus secara bersamaan menghadapi kebutuhan mereka sendiri,
kebutuhan bayinya dan kebutuhan keluarganya yang lain. Selain itu,
keadaan berbahaya pada kondisi bayi mereka menimbulkan kecemasan dan
ketidakpastian. Mereka dihadapkan pada krisis ganda dan perasaan bingung
mengenai tanggung jawab, ketidakberdayaan dan frustasi.

Masalah tersebut merupakan petunjuk bagi perawat untuk membantu orang


tua mengekpresikan perasaan bersalah, kecemasan, ketidakberdayaan,
ketidakbergunaan, kemarahan dan ambivalensi. Perawat dapat membantu
orang tua menerima perasaan distres ini dan mengingatkan mereka bahwa itu
adalah respons normal yang pernah dialami orang tua lain. Hal penting yang
dapat dilakukan perawat adalah menunjukkan dan memperkuat aspek positif
tingkah laku orang tua dan interaksi dengan bayi mereka. Perawat yang
sadar tentang kebutuhan bayi dan keluarganya ini harus menggabungkan
aktivitas yang memfasilitasi interaksi keluarga ke dalam rencana asuhan
keperawatan atau yang disebut family centered care.

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


Family centered care atau perawatan yang berpusat pada keluarga
didefinisikan sebagai filosofi perawatan berpusat pada keluarga, mengakui
keluarga sebagai bagian terpenting dalam kehidupan anak. Family centered
care meyakini pentingnya dukungan individu, menghormati, mendorong dan
meningkatkan kekuatan dan kompetensi keluarga (Johnson, Mcgonigel &
Kaufmann, 1989 dalam Wong dan Pery, 1998).

Esensi utama dari family centered care adalah perawat harus memberikan
perhatian kepada kebutuhan keluarga dan anak untuk mendapatkan hasil
yang maksimal dari perawatan anak. Perawat dapat berbagi informasi secara
jujur dengan keluarga sebagai cara untuk memperkuat dan mendayagunakan
keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan. Tenaga kesehatan
memberikan informasi yang berguna bagi pasien dan keluarga secara benar
dan tidak memihak. Informasi yang diberikan ini harus jujur, lengkap, benar
dan akurat. Berdasarkan hal tersebut perawat perlu merencanakan suatu
tindakan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat bayinya
baik selama dalam perawatan maupun untuk perawatan berkelanjutan atau
ketika sudah di rumah. Perencanaan tersebut dikenal dengan discharge
planning.

Discharge Planning adalah suatu proses dimana mulainya pasien


mendapatkan pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan
perawatan baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan
derajat kesehatannya sampai pasien merasa siap untuk kembali ke
lingkungannya. Tujuannya adalah meningkatkan kontinuitas perawatan,
meningkatkan kualitas perawatan dan memaksimalkan manfaat sumber
pelayanan kesehatan. Discharge Planning dapat mengurangi hari rawat
pasien, mencegah kekambuhan, meningkatkan perkembangan kondisi
kesehatan pasien dan menurunkan beban perawatan pada keluarga dapat
dilakukan melalui discharge planning (Naylor, 1990). Dan menurut Mamon,
et al (1992), pemberian discharge planning dapat meningkatkan kemajuan
pasien, membantu pasien untuk mencapai kualitas hidup optimum disebelum

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


dipulangkan, beberapa penelitian bahkan menyatakan bahwa discharge
planning memberikan efek yang penting dalam menurunkan komplikasi
penyakit, pencegahan kekambuhan dan menurunkan angka mortalitas dan
morbiditas (Leimnetzer et al,1993: Hester, 1996)

Sejalan dengan visi Unit Perinatal RSPAD Gatot Soebroto dimana pelayanan
perinatal resiko tinggi merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan di
RSPAD Gatot Soebroto Diskesad yang menjadi rumah sakit kebanggaan
prajurit TNI-AD atau warga kesatuan TNI-AD dan masyarakat, maka ruang
rawat peristi dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas asuhan yang dapat
dibanggakan oleh warga kesatuan TNI-AD dan masyarakat. Berdasarkan hal
tersebut kelompok tertarik untuk melakukan proyek inovasi terkait dengan
discharge planning yang bertujuan dapat membantu meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan di ruang rawat.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran pelaksanaan proyek inovasi keperawatan di
ruang perawatan bayi resiko tinggi RSPAD Gatot Soebroto untuk
mencapai mutu pelayanan asuhan keperawatan yang holistik, terdepan
dan terpercaya.

2. Tujuan Khusus
a. Teridentifikasinya kebutuhan inovasi keperawatan yang diperlukan
b. Teridentifikasinya perencanaan kegiatan inovasi keperawatan
c. Teridentifikasinya implementasi aktivitas inovasi keperawatan
d. Teridentifikasinya evaluasi aktivitas inovasi keperawatan yang telah
dilakukan

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DISCHARGE PLANNING


Discharge Planning adalah suatu proses dimana mulainya pasien
mendapatkan pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan
perawatan baik dalam proses penyembuhan maupun dalam
mempertahankan derajat kesehatannya sampai pasien merasa siap untuk
kembali ke lingkungannya. Discharge Planning menunjukkan beberapa
proses formal yang melibatkan team atau memiliki tanggung jawab untuk
mengatur perpindahan sekelompok orang ke kelompok lainnya (RCP,2001).

Perawat adalah salah satu anggota team Discharge Planner, dan sebagai
discharge planner perawat mengkaji setiap pasien dengan mengumpulkan
dan menggunakan data yang berhubungan untuk mengidentifikasi masalah
actual dan potensial, menentukan tujuan dengan atau bersama pasien dan
keluarga, memberikan tindakan khusus untuk mengajarkan dan mengkaji
secara individu dalam mempertahankan atau memulihkan kembali kondisi
pasien secara optimal dan mengevaluasi kesinambungan asuhan
keperawatan. Merupakan usaha keras perawat demi kepentingan pasien
untuk mencegah dan meningkatkan kondisi kesehatan pasien, dan sebagai
anggota tim kesehatan, perawat berkolaborasi dengan tim lain untuk
merencanakan, melakukan tindakan, berkoordinasi dan memfasilitasi total
care dan juga membantu pasien memperoleh tujuan utamanya dalam
meningkatkan derajat kesehatannya.

B. TUJUAN DISCHARGE PLANNING


Meningkatkan kontinuitas perawatan, meningkatkan kualitas perawatan dan
memaksimalkan manfaat sumber pelayanan kesehatan. Discharge Planning
dapat mengurangi hari rawatan pasien, mencegah kekambuhan,
meningkatkan perkembangan kondisi kesehatan pasien dan menurunkan
beban perawatan pada keluarga dapat dilakukan melalui Discharge
Planning

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


( Naylor, 1990 ). Dan menurut Mamon et al (1992), pemberian discharge
planning dapat meningkatkan kemajuan pasien, membantu pasien untuk
mencapai kualitas hidup optimum sebelum dipulangkan, beberapa
penelitian bahkan menyatakan bahwa discharge planning memberikan efek
yang penting dalam menurunkan komplikasi penyakit, pencegahan
kekambuhan dan menurunkan angka mortalitas dan morbiditas (Leimnetzer
et al,1993: Hester, 1996)

Seorang Discharge Planners bertugas membuat rencana,


mengkoordinasikan dan memonitor dan memberikan tindakan dan proses
kelanjutan perawatan (Powell,1996). Discharge planning ini menempatkan
perawat pada posisi yang penting dalam proses pengobatan pasien dan
dalam team discharge planner rumah sakit, pengetahuan dan kemampuan
perawat dalam proses keperawatan dapat memberikan kontinuitas
perawatan melalui proses discharge planning (Naylor,1990). Perawat
dianggap sebagai seseorang yang memiliki kompetensi lebih dan punya
keahlian dalam melakukan pengkajian secara akurat, mengelola dan
memiliki komunikasi yang baik dan menyadari setiap kondisi dalam
masyarakat. (Harper, 1998 ).

C. KEUNTUNGAN DISCHARGE PLANNING


1. Bagi Keluarga Pasien :
a. Dapat memenuhi kebutuhan pasien
b. Merasakan bahwa dirinya adalah bagian dari proses perawatan
sebagai bagian yang aktif dan bukan objek yang tidak berdaya.
c. Menyadari haknya untuk dipenuhi segala kebutuhannya
d. Merasa nyaman untuk kelanjutan perawatannya dan memperoleh
support sebelum timbulnya masalah.
e. Dapat memilih prosedur perawatannya
f. Mengerti apa yang terjadi pada anaknya dan mengetahui siapa
yang dapat dihubunginya.

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


2. Bagi Perawat :
a. Merasakan bahwa keahliannya di terima dan dapat di gunakan
b. Menerima informasi kunci setiap waktu
c. Memahami perannya dalam system
d. Dapat mengembangkan ketrampilan dalam prosedur baru
e. Memiliki kesempatan untuk bekerja dalam setting yang berbeda
dan cara yang berbeda.
f. Bekerja dalam suatu system dengan efektif.

D. JUSTIFIKASI METODE DISCHARGE PLANNING


Di Indonesia semua pelayanan keperawatan di Rumah Sakit , telah
merancang berbagai bentuk format Discharge Planning, namun discharge
planning kebanyakan dipakai hanya dalam bentuk pendokumentasian
resume pasien pulang, berupa informasi yang harus di sampaikan pada yang
anaknya akan pulang seperti intervensi medis dan non medis yang sudah
diberikan, jadwal kontrol, gizi yang harus dipenuhi setelah dirumah. Cara
ini merupakan pemberian informasi yang sasarannya ke pasien dan keluarga
hanya untuk sekedar tahu dan mengingatkan, namun tidak ada yang bisa
menjamin apakah pasien dan keluarga mengetahui faktor resiko apa yang
dapat membuat penyakitnya kambuh, penanganan apa yang dilakukan bisa
terjadi kegawatdaruratan terhadap kondisi penyakitnya, untuk itu
pelaksanaan discharge planning di rumah sakit apalagi dengan penyakit
infeksi, BBLR, Sepsis neonaturum, RDS, Hiperbilirubin, dan lain-lain yang
memiliki resiko tinggi untuk terjadi kematian dan berulangnya kondisi
kegawatan dimana akan memberikan proses deep-learning pada pasien
hingga terjadinya perubahan perilaku pasien dan keluarganya dalam
memaknai kondisi kesehatannya.

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


BAB III
PENGKAJIAN, IDENTIFIKASI MASALAH DAN PERENCANAAN
TINDAKAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan mulai tanggal 3 13 Oktober 2011 dengan 3 cara,
yaitu: observasi, kuesioner dan wawancara. Adapun responden dalam
pengkajian tersebut adalah kepala ruang, seluruh perawat dan keluarga
pasien. Adapun hasil pengkajian selengkapnya adalah sebagai berikut:

1. Gambaran ruangan secara umum


Ruangan Peristi (Perinatal Resiko Tinggi) merupakan tempat perawatan
perinatal dengan resiko tinggi di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
Gatot Soebroto. Jumlah tempat tidur di ruangan tersebut sebanyak 19
tempat tidur dengan BOR > 70%, yang terbagi dalam beberapa ruang/
kamar.

Adapun ruang tersebut terdiri dari dua ruang infeksi, satu ruang tindakan,
satu ruang transisi, satu ruang BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), satu
ruang untuk perawatan dengan CPAP (Continous Positive Airway
Pressure), satu pojok laktasi, satu dapur susu sekaligus merupakan dapur
umum, satu ruang ganti perawat, satu gudang yang berfungsi sekaligus
ruang sholat, diantara pojok laktasi dan gudang ada meja yang digunakan
untuk istirahat perawat maupun dokter, satu sekertariat peristi yang
berfungsi juga sebagai ruang pertemuan, satu ruang kepala ruang yang
berbagi dengan ruang dokter konsulen.

2. Struktur Organisasi
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruang diperoleh data bahwa
struktur organisasi di ruang peristi RSPAD Gatot Soebroto terdiri dari
Kepala Instalasi Rawat Inap (IRNA) Ibu Kolonel Ckm (K) Yoeliasna
Butu, Kepala Sub Instalasi IRNA C Bapak Letkol Ckm dr. Gunawan
Dwi, Sp.OG, K.FER, Kepala Bagian Perawatan (Ka. Bag. Wat) Bapak
Letkol.

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


Ckm Didin Syaefudin, S.Kp., MARS, dengan kepala ruangan (Ka. UR)
Ibu Ns. Dessi Purnamasari, S.Kep. Kepala ruang membawahi tiga Ka
Tim dan masing-masing Ka Tim membawahi 6-9 perawat.

3. Tenaga Keperawatan
a. Tenaga keperawatan yang dimiliki sebanyak 24 orang (sudah
termasuk Ka. UR), dengan klasifikasi pendidikan: SPK 2 orang, D3
19 orang, dan S1 Keperawatan 2 orang dan SKM 1 orang. Beberapa
orang perawat sedang melakukan studi lanjut, antara lain yang
berpendidikan SPK melanjukan ke D3 Kebidanan, dan yang
berpendidikan D3 keperawatan melanjutkan pendidikan ke S1
Keperawatan.

b. Berdasarkan hasil penghitungan jumlah ketenagaan menggunakan


rumus Gillies didapatkan hasil bahwa jumlah perawat yang sebaiknya
dimiliki dengan memperhatikan BOR ruangan serta tingkat
ketergantungan pasien sebanyak 42 perawat. Jadi jumlah perawat
yang ada diruangan jumlahnya masih kurang sekitar 18 perawat.

c. Masa kerja perawat diruang anak periode 1 5 tahun sebanyak


37,5%, periode 6-10 tahun sebanyak 31,25%, dan periode lebih dari
10 tahun sebanyak 31,25%.

4. Pelayanan keperawatan
a. Metode pelayanan keperawatan di ruang Peristi adalah metode tim.
Tim tersebut terbagi menjadi 3 yaitu tim ruang infeksi, tim ruang
transisi, dan tim ruang BBLR dengan masing-masing tim
bertanggung jawab terhadap ruangannya masing-masing.

b. Berdasarkan hasil kuesioner diperoleh data bahwa perawat merasa


puas dengan metode asuhan keperawatan yang dilaksanakan di
ruangan sebanyak 50% dan tidak merasa puas sebanyak 50%.

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


c. Tersedia standar operasional prosedur (SOP) dan standar asuhan
keperawatan (SAK). SOP dan SAK ini sudah tersosialiasi kepada
perawat ruangan, adapun penerapannya masih belum optimal
tergantung individu perawat dan sarana prasarana yang tersedia.

d. Berdasarkan hasil observasi didapatkan data: pengkajian keperawatan


sampai evaluasi dilakukan dengan form yang telah disediakan di
rumah sakit dan didokumentasikan dengan baik kecuali untuk
dokumentasi diagnosa keperawatan belum digunakan secara optimal.
Form discharge planning yang terdapat di ruangan berupa form
resume pasien pulang.

5. Kasus terbanyak di ruang peristi


Ragam masalah kesehatan/ penyakit pada bayi yang dirawat diruangan
adalah BBLR, hiperbilirubin, infeksi neonatorum, hialin membran
disease (HMD), distres nafas, asfiksia, atresia ani, hipospadia,
gastroshizis, labio/palato shizis, dan lain-lain. Tiga besar dari masalah
kesehatan tersebut adalah hiperbilirubin, BBLR, dan infeksi. Sedangkan
Length of Stay (LOS) untuk bayi yang dirawat di Ruang Peristi adalah 5
hari rawat.

6. Penerapan atraumatic care/ perawatan dengan meminimalkan


trauma Fokus dari atraumatic care adalah meminimalkan perpisahan,
nyeri/ perlukaan dan modifikasi lingkungan. Berdasarkan hasil observasi
diketahui penerapan atraumatic care di ruang peristi dilakukan dengan
cara mengijinkan orang tua terutama ibu untuk mengunjungi,
menyentuh, menggendong dan menyusui bayinya, pada jam berkunjung
ataupun jam menyusui. Hal tersebut bertujuan untuk meminimalkan
dampak perpisahan antara bayi dan orang tua.

Modifikasi lingkungan yang dilakukan dengan warna pakaian perawat


yang berwarna menarik dan berbeda setiap harinya. Tindakan untuk
meminimalkan nyeri yang sudah dilakukan perawat adalah dengan
memberikan ASI atau PASI dalam botol, tetapi belum semua tindakan

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


yang menimbulkan nyeri dilakukan metode tersebut. Beberapa hal yang
belum dilakukan di ruangan tersebut adalah modifikasi lingkungan ruang
perawatan itu sendiri (misalnya dengan meminimalkan cahaya,
meminimalkan suara dan lain-lain), dan meminimalkan nyeri dalam
tindakan invasive (misalnya dengan pemberian sukrosa oral, EMLA dan
lain-lain).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Ruangan, Kepala Tim, dan


CI diketahui bahwa Pelaksanaan atraumatic care belum dilakukan secara
optimal. Sarana dan prasarana yang tersedia diruangan adalah untuk
terapi musik tetapi penggunaannya belum optimal. Adapun tindakan
yang sudah dilakukan perawat adalah dengan memberikan sentuhan,
mengajak berbicara pada bayi dan menggendong bayi.

Berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepada perawat didapatkan


data Perawat mengetahui konsep atraumatic care sebanyak 75%,
perawat berpendapat bahwa pelaksanaan atraumatic care di ruang Peristi
mudah dan sudah dilaksanakan sebanyak 68,75% , dan perawat
menyatakan kendala dalam melakukan atraumatic care adalah sibuk
sebanyak 43,75%, tidak ada fasilitas sebanyak 43,75%, dan lupa
sebanyak 12,5%.

7. Family centered care (FCC)/ Perawatan yang berfokus pada


keluarga Berdasarkan hasil pengkajian implementasi FCC yang
dilakukan di ruangan antara lain dengan melibatkan keluarga dalam
perawatan (seperti memberikan kesempatan ibu untuk menyusui
bayinya), memberikan informasi terkait kesehatan anak serta
memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan kemampuan
keluarga dalam merawat anak .

Pemberian informasi terkait dengan kesehatan pasien dilakukan oleh


dokter dan perawat khusus yang terkait patofisiologi penyakit dilakukan
oleh dokter yang bertanggung jawab adapun informasi terkait dengan
perawatan pasien dilakukan oleh perawat. Pemberian informasi terkait

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


kesiapan pasca rawat dilakukan oleh perawat pada saat pasien akan
pulang dan didokumentasikan. Kendala yang dihadapi untuk pelaksanaan
FCC tersebut antara lain pojok laktasi yang ada belum memenuhi
kebutuhan kenyamanan untuk ibu saat menyusui karena ruangan tidak
ber-AC, bergabung dengan dapur susu/ dapur umum dan tempat
penyimpanan susu sehingga privasi ibu menjadi berkurang. Belum
mempunyai ruangan untuk konseling orang tua, belum ada petugas
khusus sebagai konselor karena keterbatasan SDM (Sumber Daya
Manusia).

Berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepada perawat, bahwa


perawat mengetahui konsep FCC sebanyak 43,75%, perawat berpendapat
bahwa pelaksanaan FCC di ruang Peristi mudah dan sudah dilaksanakan
sebanyak 62,5% dan berpendapat mudah tapi tidak dilaksanakan
sebanyak 37,5%. Sedangkan tindakan FCC yang sering dilakukan adalah
memberikan informasi, menghormati keluarga, dan memberikan
dukungan kepada keluarga. Hal ini sejalan dengan hasil kesioner yang
diperoleh dari keluarga.

8. Developmental Care/ Perawatan yang memperhatikan pertumbuhan


dan perkembangan dan PMK (Perawatan Metode Kanguru)
Implementasi developmental care belum dilakukan secara optimal
seperti belum meminimalkan cahaya, belum meminimalkan suara,
penggunaan nesting yang belum optimal, masih dibedong, dan lain-lain.
Tindakan- tindakan tersebut juga merupakan tindakan atraumatic care.
Sarana prasarana yang tersedia antara lain nesting, tutup inkubator dan
selimut dan belum digunakan secara optimal.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Ruangan, Kepala Tim, dan


CI diketahui bahwa pelaksanaan developmental care belum dapat
dilaksanakan secara optimal karena beban kerja perawat yang tinggi
(jumlah tenaga yang kurang), kesadaran dari individu perawat.
Pelaksanaan PMK dilakukan pada saat pasien akan pulang dengan syarat

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


bayi transportable dan baik. PMK tidak dilakukan ketika bayi masih
masih dalam perawatan karena ditakutkan akan infeksi atau mengalami
masalah komplikasi lain. Sarana prasarana yang tersedia adalah
gendongan PMK
4. Adapun selama pelaksanaan tidak ditemukan hambatan.

Berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepada perawat diperoleh


data perawat mengetahui konsep developmental care sebanyak 50%,
perawat berpendapat bahwa pelaksanaan developmental care di ruang
Peristi mudah dan sudah dilaksanakan sebanyak 62,5% dan berpendapat
mudah tapi tidak dilaksanakan sebanyak 37,5%. Tindakan developmental
care yang sering dilakukan adalah memberikan kain penutup pada
inkubator dan memasang nesting pada bayi. Perawat menyatakan
kendala dalam melakukan developmental care adalah sibuk sebanyak
50%, tidak ada fasilitas sebanyak 37,5%, dan lupa sebanyak 12,5%.

9. Pencegahan Infeksi Nosokomial


Fasilitas yang terdapat diruangan cukup mendukung untuk tindakan
pencegahan infeksi baik dari perawat ke pasien, pasien ke perawat serta
keluarga ke pasien. Fasilitas yang ada misalnya penyediaan handrub di
tiap ruangan, tempat cuci tangan dan poster cara mencuci tangan, baju
khusus untuk pengunjung maupun perawat. Adapun masker, handscoon
jumlah kurang memenuhi kebutuhan sehingga penggunaannya belum
optimal. Pada umumnya perawat ataupun tenaga medis melakukan
tindakan pencegahan infeksi dengan cara mencuci tangan dan
menggunakan baju pelindung khusus demikian pula dengan pengunjung
pasien.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Ruangan, Kepala Tim, dan


CI diketahui angka kejadian infeksi nosokomial sedikit atau hampir tidak
ada. Beberapa indikator yang digunakan adalah hasil kultur darah,
plebitis, OGT (Oral Gastric Tube), infeksi di pembuluh darah karena
pemasangan infus maupun umbilical kateter. Pemeriksaan kadar air juga

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


dilakukan secara rutin oleh tim INOS (Infeksi Nosokomial). Tindakan
lain yang

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


dilakukan untuk mencegah infeksi selain tindakan diatas adalah
observasi pasien terhadap tanda-tanda infeksi.

Berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepada perawat diperoleh


data bahwa perawat mengetahui konsep patient safety sebanyak 62,5%
dan tidak mengetahui sebanyak 37,5%. Perawat berpendapat bahwa
pelaksanaan patient safety di ruang Peristi mudah dan sudah
dilaksanakan sebanyak 87,5% dan berpendapat mudah tapi tidak
dilaksanakan sebanyak 12,5%. Perawat menyatakan intensitas dalam
melakukan patient safety adalah sering sebanyak 50% dan kadang-
kadang melakukan sebanyak 50%. Tindakan patient safety yang sering
dilakukan selain tindakan di atas adalah: menerapkan prinsip aseptik dan
antiseptik dalam melakukan tindakan, membuang jarum pada tempat
pembuangan khusus.

10. Pelaksanaan Discharge Planning dan Pendidikan kesehatan


Berdasarkan hasil pengkajian diketahui bahwa discharge planning belum
dilakukan secara optimal, sedangkan pendidikan kesehatan yang
diberikan antara lain pemberian ASI, perawatan metode kanguru untuk
BBLR, perawatan tali pusat, cara memandikan, dan lain-lain. Pendidikan
kesehatan yang dilakukan di ruangan ini diberikan kepada orang tua
ketika pasien akan pulang, sehingga evaluasi keberhasilan tindakan
tersebut belum optimal. Pendidikan kesehatan yang diberikan
didokumentasikan dalam buku pendidikan kesehatan. Media yang
tersedia diruangan berupa poster, leaf let dan buku saku, tetapi buku saku
maupun leaf let yang ada bukan merupakan leaf let atau buku saku
khusus ruang peristi. Media leaf let dan buku saku jumlahnya kurang
mencukupi kebutuhan sehingga keluarga pasien tidak dapat membawa
pulang untuk bekal pengetahuan ketika di rumah.

Berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepada perawat diperoleh


data bahwa perawat mengetahui konsep discharge planning sebanyak
62,5% dan tidak mengetahui sebanyak 37,5%. Perawat berpendapat
bahwa

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


pelaksanaan discharge planning di ruang Peristi mudah dan sudah
dilaksanakan sebanyak 81,25% dan berpendapat mudah tapi tidak
dilaksanakan sebanyak 18,75%.

Perawat menyatakan kendala dalam melakukan discharge planning


adalah sibuk sebanyak 75%, tidak ada media sebanyak 25%, dan lupa
sebanyak 12,5%. Perawat menyatakan intensitas dalam melakukan
discharge planning adalah sering sebanyak 81,25% dan kadang-kadang
melakukan sebanyak 18,75%.

11. Kegiatan Ilmiah diruangan


Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa Ruang Peristi belum
melakukan kegiatan ilmiah yang bertujuan untuk mensosialisasikan
informasi-informasi terbaru terkait dengan tindakan keperawatan tetapi
pelaksanaanya tidak secara rutin terjadwal. Dilain pihak kegiatan ronde
keperawatan yang dilakukan oleh profesi medis dilakukan setiap hari.
Perawat sebagai orang yang merawat pasien 24 jam semestinya juga
memerlukan penyegaran terkait dengan informasi-informasi yang baru.

Berdasarkan wawancara diketahui bahwa pertemuan ilmiah dilakukan


setiap rabu bergabung dengan ruang perawatan yang lain. Di ruang
peristi dilakukan bila ada audit sectio caesaria (SC) dilakukan pada hari
kamis dan yang hadir beberapa perawat yang mewakili 3-4 orang.
Menurut kepala ruang program untuk pertemuan ilmiah sudah ada dan
pernah dicobakan tetapi sulit untuk terealisasi karena ketidaksiapan dari
perawat dan beban kerja yang tinggi.

B. ANALISIS SWOT
1. Strength (Kekuatan)
a. Memiliki tenaga keperawatan yang professional dengan kualifikasi
pendidikan S1 Keperawatan sebanyak 2 orang, SKM 1 orang, dan
DIII 19 orang.

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


b. Jumlah SDM yang ada diruang peristi sebanyak 24 orang. Kepala
ruangan membawahi 3 orang perawat primer, masing-masing
perawat primer bertanggung jawab terhadap 6 sampai 9 orang
perawat dalam pelayanan harian.
c. Masa kerja perawat sebagian besar (62,50%) lebih dari lima tahun
d. Pelaksanaan asuhan keperawatan menggunakan metode tim
e. Telah tersedia format asuhan keperawatan mulai dari pengkajian
sampai dengan tahap evaluasi.
f. Pembagian kerja telah dilakukan dengan jelas
g. Pendidikan kesehatan dilakukan dan didokumentasikan

2. Weakness (Kelemahan)
a. Tingkat ketergantungan pasien tinggi, yaitu tingkat intensive care.
b. Ketidaksesuaian jumlah perawat dengan kebutuhan ketenagaan
(berdasarkan rumus Gillies jumlah perawat seharusnya 42 perawat
jadi kurang 18 perawat) menyebabkan beban kerja perawat menjadi
tinggi.
c. Ketidaksesuaian antara beban kerja perawat menjadi kendala dalam
melakukan discharge planning, developmental care, FCC,
atraumatic care dann PMK
d. Setting ruangan yang belum mendukung untuk pelaksanaan
pendidikan kesehatan, FCC, dan PMK
e. Sarana dan prasarana yang masih terbatas untuk pelaksanaan
discharge planning, developmental care, FCC, atraumatic care,
patient safety dan PMK

3. Opportunity (Peluang)
a. Adanya visi RSPAD Gatot Soebroto menjadi rumah sakit kebanggan
prajurit dan warga TNI
b. Adanya perhatian dari pihak manajemen ruangan (kepala ruangan
dan penanggung jawab asuhan keperawatan) untuk melaksanakan
discharge planning.

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


c. RSPAD Gatot Soebroto merupakan salah satu rumah sakit yang
digunakan untuk menunjang proses pendidikan dan terbuka untuk
proses berubah.
d. Kebijakan rumah sakit dalam melakukan tindakan pencegahan
infeksi nosokomial

4. Threat (Ancaman)
a. Masyakarat semakin kritis menyebabkan tuntutan terhadap kualitas
pelayanan keperawatan semakin meningkat
b. Undang-undang perlindungan konsumen menuntut adanya
peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.
c. Kurangnya kegiatan monitoring dan evaluasi lanjut terhadap
keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan discharge planing

C. IDENTIFIKASI ISSUE STRATEGIS PADA PELAYANAN


KEPERAWATAN DI RUANG PERISTI
1. Form perencanaan pemulangan (discharge planning) yang tersedia
diruangan berupa resume perawatan secara umum sehingga
pelaksanaannya dilakukan ketika pasien akan pulang. Hal ini belum
sejalan dengan konsep discharge planning bahwa pelaksanaan tindakan
tersebut dimulai ketika pasien datang sampai pemulangan pasien yang
meliputi pengkajian sampai evaluasi.

2. Media pendidikan kesehatan (leaf let/ book let) yang tersedia bukan
merupakan leaf let/ book let khusus ruang peristi dan jumlahnya kurang
mencukupi sehingga tidak dapat diberikan kepada keluarga sebagai bekal
pengetahuan ketika dirumah.

3. Belum optimalnya pelaksanaan pelayanan kesehatan yang memfasilitasi


pertumbuhan dan perkembangan anak (developmental care), melibatkan
keluarga dalam perawatan (FCC/ family centered care) serta pasien
safety.

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


4. Belum optimalnya tindakan untuk meminimalkan trauma (atraumatic
care) pada bayi terutama di ruangan tindakan misalnya: terapi musik,
penggunaan EMLA topical dan memberikan sukrosa oral/ ASI/ PASI,
PMK pada saat tindakan.

D. ALTERNATIF IMPLEMENTASI MANAJEMEN TERKAIT ISSUE


STRATEGIK PADA PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUANG
PERISTI
1. Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan yang akan dilakukan mahasiswa residensi
keperawatan anak berdasarkan alternatif implementasi manajemen dari
issue strategik pada pelayanan keperawatan di ruang peristi adalah :
a. Pembuatan form discharge planning untuk ruangan peristi dan
sosialisasi mengenai discharge planning.
b. Membuat media (book let/ leaf let) yang dapat digunakan untuk
pendidikan kesehatan sehingga dapat menunjang pelaksanaan
discharge planning.
Lebih lengkap akan dijabarkan dalam tabel berikut ini:

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


TABEL RENCANA TINDAKAN
No Masalah Kegiatan Sasaran Waktu
Pelaksanaan
1 Pembuatan form Aplikasi discharge Perawat Minggu
discharge planning planning di ruangan, dan orang ketiga dan
untuk ruangan dengan tahapan sebagai tua keempat
peristi dan berikut:
sosialisasi 1) Identifikasi
mengenai kebutuhan
discharge planning. 2) Penyusunan form
Pembuatan form
discharge
planning
3) Konsultasi
4) Sosialisasi
5) Uji coba
6) Evaluasi
2 Media pendidikan Memfasilitasi Perawat Minggu
kesehatan (leaf let/ penyediaan media dan orang ketiga dan
book let) yang pendidikan kesehatan tua keempat
tersedia bukan untuk ruangan dengan
merupakan leaf let/ tahapan yang dapat
book let khusus dilakukan adalah:
ruang peristi dan 1) Identifikasi kasus
jumlahnya kurang terbanyak di
mencukupi ruang peristi
sehingga tidak 2) Pembuatan media
dapat diberikan berdasarkan tinjauan
kepada keluarga kepustakaan yang
sebagai bekal sesuai
pengetahuan ketika 3) Konsultasi
dirumah. 4) Sosialisasi
5) Penggandaan media
6) Uji coba
7) Evaluasi

2. Jadwal Kegiatan
Adapun untuk jadwal kegiatan proyek inovasi di ruang peristi RSPAD Gatot
Soebroto adalah sebagai berikut:
JADWAL KEGIATAN
OKTOBER 2011
NO KEGIATAN MINGGU MINGGU MINGGU MINGGU
1 2 3 4
1 Penyusunan instrumen
V
pengkajian
2 Konsultasi Pembimbing V
3 Pengkajian ruangan untuk
V V
proyek inovasi
4 Tabulasi data V
5 Penyusunan proposal V
6 Presentasi hasil pengkajian V
7 Implementasi proyek
V V
inovasi
8 Evaluasi dan presentasi
V
hasil

3. Susunan Penanggung Jawab Kegiatan


Penanggung Jawab : Ibu Ns. Dessi Purnamasari,
S.Kep Penasihat : Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp., MN
Ibu Ns. Fajar Tri Waluyanti, M.Kep., Sp.Kep. An
Ibu Ns. Elfi Syahreni, M.Kep., Sp. Kep. An
Ketua : Sri Hartini M. A.
Sekretaris : Indra Tri Astuti

Bendahara : Nunung
Nurjanah Koordinator Pelaksana: Budiyati
BAB IV
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEGIATAN

Implementasi yang dilakukan oleh kelompok adalah membuat formulir


discharge planning dan booklet panduan perawatan bayi. Dilanjutkan dengan uji
coba penerapan form discharge planning pada pasien baru dan pasien yang akan
pulang.

A. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan kegiatan mengacu pada rencana kegiatan yang telah disusun
pada bab sebelumnya, setelah mengidentifikasi kebutuhan ruangan dan
issue strategi yang dibutuhkan adalah discharge planning, maka kelompok
membuat formulir discharge planning dan media pendidikan kesehatan
berupa booklet panduan perawatan bayi. Adapun tahapan kegiatan yang
dilakukan adalah:

1. Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi formulir discharge planning dan booklet dilakukan
bersamaan dengan kegiatan presentasi proposal yang dilaksanakan pada
hari kamis tanggal 20 Oktober 2011 di ruang Paviliun Imam Sujudi.
Kegiatan dilaksanakan mulai jam 09.00 sampai dengan jam 11.30 yang
dihadiri oleh 47 peserta yang terdiri dari supervisor utama, Kepala
Bagian Keperawatan dan staf, seluruh Kepala Ruangan dan Clinical
Instructur RSPAD Gatot Soebroto, serta perawat ruang Peristi.

Kegiatan berjalan dengan lancar, diawali dengan sambutan dari Kepala


Bagian Keperawatan dan Pembimbing Akademik, dilanjutkan dengan
paparan hasil pengkajian serta paparan dan sosialisasi discharge
planning dan booklet. Setelah pemaparan dilakukan diskusi dan tanya
jawab yang berlangsung baik dan disambut dengan sangat antusias oleh
semua peserta yang hadir. Berdasarkan hasil diskusi dan tanya jawab
serta arahan dari pembimbing akademik maka diputuskan bahwa
formulir discharge
planning dapat langsung digunakan untuk diuji coba di ruangan
sedangkan booklet masih memerlukan revisi untuk perbaikan.

2. Pelaksanaan Uji Coba Discharge Planning


Persiapan yang dilakukan sebelum menerapkan pengisian formulir
discharge planning di ruangan adalah melakukan diskusi dan konsultasi
dengan supervisor dan kepala ruangan untuk menentukan strategi uji
coba penerapan pengisian formulir discharge planning. Berdasarkan
arahan dari supervisor, untuk melakukan uji coba, langkah pertama yang
harus dilakukan adalah mahasiswa residensi melakukan discharge
planning dan disaksikan oleh perawat ruangan, selanjutnya perawat
ruangan melakukan sendiri dan didampingi oleh mahasiswa residensi.

Berdasarkan hal tersebut maka Kepala Ruangan Peristi menunjuk 8


perawat yang akan diajak bekerja sama dalam melaksanakan discharge
planning di ruangan. Pengisian formulir discharge planning
direncanakan akan dilakukan selama 4 hari mulai tanggal 24 sampai
dengan 27 Oktober 2011. Setelah formulir discharge planning disetujui
oleh supervisor dan kepala ruangan, maka dilakukan penggandaan
formulir discharge planning untuk dibagikan kepada perawat.

Pada hari pertama mahasiswa menjelaskan kepada 2 orang perawat yang


terpilih mengenai discharge planning dan cara mengaplikasikasikannya
kedalam asuhan keperawatan serta melihatcara perawat menuliskan
dalam catatan rencana dan implementasi keperawatan.

Pada hari kedua mahasiswa menjelaskan kembali formulir discharge


planning 3 perawat dan mendampingi 2 orang perawat melakukan
discharge planning pada 2 orang keluarga pasien dalam hal ini ibu bayi
Ny. A dan Ny. E. Dalam hal ini perawat tertarik dan bersedia untuk
melakukan discharge planning dan mampu melakukannya dengan baik.
Pada hari ketiga mahasiswa menjelaskan kembali formulir discharge
planning dan mendampingi 1 orang perawat untuk melakukan discharge
planning pada Ny. Y, akan tetapi perawat menolak melakukan sendiri
akhirnya mahasiswa residensi melakukan sendiri pengisian formulir
discharge planning.

Pada hari keempat melakukan evaluasi (tingkat pemahaman dan


kepuasan) pada orang tua pasien terkait metode pendidikan kesehatan
yang dilakukan secara bertahap melalui wawancara.

3. Evaluasi Discharge Planning


Kegiatan evaluasi pelaksanaan discharge planning dilakukan melalui dua
metode yaitu observasi selama pelaksanaan dan penyebaran kuesioner
pada hari kelima yang dibagikan kepada perawat yang terlibat dalam uji
coba discharge planning yang terdiri dari 7 perawat. Kuesioner yang
diberikan merupakan bentuk evaluasi penerapan discharge planning di
ruangan yang meliputi aspek pengetahuan perawat dan kemampuan
untuk melakukan discharge planning.

B. EVALUASI
1. Evaluasi Proses
a. Perizinan
Kegiatan paparan hasil pengkajian issue strategi diruangan dan
sosialisasi discharge planning serta booklet didukung penuh dan
difasilitasi oleh Kepala Ruangan Peristi dan Bagian Keperawatan
sehingga memudahkan dalam perizinan kegiatan baik dalam
menentukan waktu dan tempat.

b. Pembuatan Instrumen
Instrumen yang dibuat untuk pengkajian meliputi wawancara dengan
kepala ruangan dan ketua tim, kuesioner untuk perawat dan pasien

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


yang berisi untuk mengkaji pengetahuan mengenai family centered
care, atraumatic care, developmental care, dan patient safety.
Sedangkan instrumen untuk mengevaluasi penerapan discharge
planning dilakukan dengan cara observasi dan kuesioner mengenai
pengetahuan yang terdiri dari 7 item pernyataan dengan alternatif
jawaban ya dan tidak. Aspek pelaksanaan discharge planning terdiri
dari 8 item dengan alternatif jawaban ya dan tidak. Tingkat
pengetahuan diukur berdasarkan penilaian dari Arikunto (2008)
dengan skor penilaian 76%-100% (baik) dan 56%-75% (cukup),
40%-
55% (kurang) dan <40% (tidak baik).

c. Pembuatan Formulir Discharge Planning dan Booklet


Formulir discharge planning dibuat berdasarkan beberapa referensi
dalam bentuk formulir isian yang terdiri dari 2 halaman dan booklet
berupa buku saku terdiri dari 38 halaman yang berisi materi
mengenai panduan perawatan bayi yang diambil dari beberapa
referensi.

2. Evaluasi Hasil
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama pelaksanaan proyek
inovasi dapat dijelaskan bahwa perawat yang bekerjasama dalam
implementasi dapat melakukan discharge planning dengan baik, tetapi
masih ada beberapa perawat yang belum bersedia untuk melakukan
implementasi tersebut. Kendala yang dihadapi selama pelaksanaan antara
lain, waktu yang terbatas (4 hari) sehingga implementasi belum optimal
karena perawat yang direkomendasikan ada yang berdinas malam dan
libur sehingga penkes belum dapat dilakukan secara optimal (karena
tidak mungkin dilakukan malam hari), format pengkajian yang tersedia
di rungan belum memuat mengenai pengkajian yang dibutuhkan untuk
perencanaan pemulangan pasien sehingga menyulitkan untuk menuliskan
hasil pengkajian tersebut, ada beberapa perawat yang menganggap ini
adalah tugas mahasiswa sehingga kurang serius dalam melakukan
discharge planning dan lain-lain

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


Berdasarkan hasil pengumpulan data pada tanggal 28 Oktober 2011 dari
kuesioner evaluasi implementasi discharge planning untuk 7 perawat
ruang Peristi diperoleh data sebagai berikut :

a. Pengetahuan Mengenai Discharge Planning


Pengetahuan perawat di ruang Peristi mengenai discharge planning
diperoleh hasil sebagian besar perawat yaitu 4 perawat (57 %)
memiliki tingkat pengetahuan yang baik dan sebagian perawat yaitu
sebanyak 3 perawat (43%) memiliki tingkat pengetahuan yang
cukup.

b. Pelaksanaan Discharge Planning


Berdasarkan hasil observasi pelaksanaan discharge planning dapat
dilakukan dengan baik oleh sebagian perawat akan tetapi sebagian
lagi belum dapat melakukan discharge planning dengan alasan
kesibukan kegiatan di ruangan.

Berdasarkan hasil kuesioner diperoleh data bahwa semua perawat


(100%) menganggap bahwa discharge planning mudah untuk
dilaksanakan. Selain itu menurut sebagian besar perawat (71%)
menganggap formulir discharge planning yang ada mudah untuk
digunakan. Semua perawat (100%) juga setuju bahwa pengkajian
discharge planning dilakukan bersamaan dengan pengkajian asuhan
keperawatan dan perencanaan discharge planning disesuaikan
dengan lama hari rawat pasien.

Adapun kendala yang menjadi hambatan perawat dalam melakukan


discharge planning diperoleh data bahwa menurut sebagian besar
perawat (57%) pengisian discharge planning membutuhkan waktu
yang lama. Selain itu menurut sebagian kecil perawat (29%)
menganggap bahwa kesibukan menjadi kendala atau hambatan
dalam melakukan dan mendokumentasikan discharge planning.

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


Sedangkan mengenai media diperoleh hasil semua perawat (100%)
menganggap bahwa media yang tersedia dapat membantu
pelaksanaan discharge planning.

3. Saran dari responden


a. Form discharge planning dibuat sederhana dan mudah dilakukan
b. Mudah untuk evaluasi
c. Dapat digunakan bersamaan dengan pengkajian
d. Mudah untuk pengisian dan penulisannya

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


BAB V
PENUTUP

A. SIMPULAN

Proyek inovasi yang dilakukan kelompok di ruang Peristi RSPAD Gatot


Soebroto, dimulai dengan pengkajian yang dilakukan 3 - 13 Oktober 2011.
Dari hasil pengkajian, disepakati bahwa proyek inovasi yang akan dilakukan
di ruangan adalah pembuatan form discharge planning dan booklet panduan
perawatan bayi sebagai media pendidikan keseahatan pada keluarga pasien.
Persiapan dan implementasi dilakukan pada tanggal 24 27 oktober 2011,
dengan bekerjasama dengan kepala ruangan, clinical instruktur maupun
dengan semua perawat dan pegawai di ruang Peristi RSPAD Gatot Soebroto.
Evaluasi dilakukan selama proses dan pada tanggal 28 Oktober 2011 dengan
memberikan kuesioner kepada perawat tentang penerapan form discharge
planning.

B. SARAN
1. Pengkajian untuk discharge planning sebaiknya dimasukan dalam form
pengkajian dari rumah sakit.
2. Perawat sebaiknya melakukan penerapan form discharge planning sejak
pasien baru masuk sampai dengan pasien pulang.
3. Perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga pasien
sebaiknya melalui beberapa tahapan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan keluarga dalam menyerap atau memahami informasi yang
diberikan.
4. Perawat perlu mendemonstrasikan dalam memberikan pendidikan
kesehatan kepada keluarga pasien.
5. Dalam memberikan pendidikan kesehatan perawat sebaiknya dengan
menggunakan media atau booklet sesuai dengan kebutuhan keluarga
pasien.
6. Media pendidikan kesehatan sebaiknya diberikan kepada keluarga
pasien untuk dibawa.

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


DAFTAR PUSTAKA

Ball, Jane, dkk. (2003). Pediatric nursing caring for children. Third edition.
New Jersey : Prentis hall, Chicago, IL.

Eichner, J. (2007). Family centered care and the pediatricians role. Journal of
American Academy of Pediatrics, Vol. 112 No.3. Diakses dari
www.aaponline.com pada tanggal 8 September 2009

Gray, L. 2000. Properties of sound. Journal of Perinatology, 20 (8,Pt2) Diakses


melalui www.ebsco.com pada tanggal 15 April 2010

Harper E.A. (1998). Discharge planning: An interdisciplinary method. Silverberg


Press

Muscari, Mary E (2005), Panduan belajar: keperawatan pediatrik/ Ed. 3,


Jakarta: EGC

New Brunswick Department of Health and Wellness (2002). Job definition of a


discharge planning coordinator. Author: Fredericton, NB.

Nursalam, Rekawati S dan Sri Utami,. (2005). Asuhan keperawatan bayi dan
anak, Jakarta: Salemba Medika

Perry dan Potter, 2006. Fundamental of nursing. Philadelphia: Mosby Inc.

Supartini, Yupi (2004), Buku ajar konsep dasar keperawatan anak, Jakarta: EGC

Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelsein, M.L. & Schwartrz, P.
(2009). Buku ajar keperawatan pediatric Wong (Andry Hartono, dkk,
penerjemah). Jakarta: EGC.

th
Wong. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatric, (4 Ed, Monica Ester,
penerjemah). Jakarta: EGC.

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


LAMPIRAN - LAMPIRAN

1. Kuesioner Pengkajian untuk perawat


2. Kuesioner Pengkajian untuk keluarga pasien
3. Lembar panduan wawancara untuk Karu dan Katim
4. Form discharge panning
5. Contoh alur discharge planning pada pasien BBLR
6. Booklet tentang panduan perawatabn bayi
7. Kuesioner hasil pelaksanaan dan evaluasi discharge planning

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


LEMBAR ANGKET EVALUASI
DISCHARGE PLANNING

PRAKTIK RESiDENSI KEPERAWATAN

ANAK I FIK UI DI RUANG PERISTI RSPAD

GATOT SOEBROTO JAKARTA

1. Karakteristik Responden

a. Nama (Inisial) : .........................................

b. Usia : .........................................
tahun

c.Tingkat pendidikan :

SPK / SPR D3 S1

d. Lama bekerja : .....tahun

e. Tugas :

Kepala Tim/CI Kepala Shift Pelaksana

II. Pengetahuan Discharge Planning

Alternatif
No Pernyat
Jawaban
Benar Salah
aan
1. Discharge planning adalah proses mempersiapkan
pasien dan keluarga untuk meninggalkan satu unit
pelayanan kepada unit yang lain di dalam atau di
2. luar pelayanan
Tujuan kesehatan.
discharge planning adalah menyediakan
informasi tertulis dan verbal kepada keluarga
untuk memenuhi kebutuhan dalam proses
3. pemulangan.
Proses discharge planning melibatkan
multidisiplin, mencakup semua pemberi layanan
kesehatan yang terlibat dalam memberi layanan
4. kesehatan kepada pasien.
Discharge planning harus dilakukan saat pasien
mulai dirawat.

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


5. Tindakan discharge palanning dapat dilakukan
dengan memberikan pendidikan kesehatan pada
keluarga dengan memberikan media.
6. Evaluasi discharge planning dapat dilakukan
dengan meminta

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


keluarga untuk menjelaskan atau
mendemonstrasikan kembali informasi dan
7. keterampilan yang telah
Discharge planning diberikan.
berbeda dengan resume pasien
pulang

II. Pelaksanaan Discharge Planning

Alternatif
No Pernyat
Jawaban
Y Tidak
aan
1. Discharge planning mudah untuk a
2. dilaksanakan.
Pengkajian discharge planning dilakukan
bersamaan dengan pengkajian asuhan
3. keperawatan.discharge planning disesuaikan
Perencanaan
dengan lama hari rawat pasien.
4. Pengisian formulir discharge planning tidak
memakan waktu lama.
5. Formulir discharge planning lebih mudah diisi
dengan menggunakan format daftar centang
6. (checkada
Tidak list)kendala atau hambatan dalam
melakukan dan mendokumentasikan
7. discharge
Media untuk planning.
memberikan pendidikan
kesehatan sangat membantu pelaksanaan
discharge planning.

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


LAPORAN PROYEK INOVASI

DISCHARGE PLANNING SEBAGAI MEDIA


DALAM PENERAPAN PENDIDIKAN KESEHATAN
KEPADA KELUARGA
DI RUANG PERISTI RSPAD GATOT SOEBROTO
JAKARTA

Disusun sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Residensi


Keperawatan Anak Lanjut I, II, III

Pembimbing:
Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp., MN
Ibu Ns. Fajar Tri Waluyanti, M.Kep., Sp. Kep. An
Ibu Ns.Elfi Syahreni. M.Kep., Sp. Kep. An
Ibu Ns. Dessi Purnamasari, S.Kep.

OLEH:

Budiyati
Indra Tri Astuti
Nunung Nurjanah
Sri Hartini Mardi Asih

PROGRAM NERS SPESIALIS


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2011

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, bahwa atas berkat, rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas laporan proyek inovasi,
dengan topik Discharge Planning sebagai media dalam penerapan pendidikan
kesehatan kepada keluarga dalam mencapai asuhan keperawatan yang holistik
dan berkesinambungan.

Dalam penyusunan tugas ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan


dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Yeni Rustina, S.Kp., MAppSc., PhD selaku Supervisor Utama Praktek
Klinik Residensi Keperawatan Anak Lanjut I Pada Program Magister Ilmu
Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
2. Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp., MN. selaku Supervisor Utama Praktek Klinik
Residensi Keperawatan Anak Lanjut I Pada Program Magister Ilmu
Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
3. Ibu Ns. Fajar Tri Waluyanti, M. Kep., Sp. Kep. An. selaku Supervisor pada
Praktek Klinik di Ruang Peristi Residensi Keperawatan Anak Lanjut I Pada
Program Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
4. Ibu Ns.Elfi Syahreni. M.Kep., Sp. Kep. An. selaku Supervisor pada Praktek
Klinik di Ruang Peristi Residensi Keperawatan Anak Lanjut I Pada Program
Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
5. Ibu Ns. Dessi Purnamasari, S.Kep., selaku Kepala Ruang Peristi dan
Pembimbing Klinik, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Jakarta.
6. Teman-teman seangkatan Residensi Keperawatan Anak angkatan tahun 2011,
terutama teman-teman dalam kelompok praktek yang banyak membantu dan
memberi motivasi selama melaksanakan praktek klinik residensi keperawatan
anak lanjut 1.

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan hasil proyek inovasi ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik, dan saran
yang membangun dari pembaca agar dapat menunjang pengembangan dan
perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga laporan hasil proyek inovasi ini
bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, Oktober 2011

Penulis

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................i

KATA PENGANTAR..................................................................................ii

DAFTAR ISI...............................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Tujuan.......................................................................................................3
C. Manfaat....................................................................................................3
D. Sasaran.....................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian atraumatic care.....................................................................5
B. Faktor yang dapat menimbulkan stres pada anak yang dirawat............5
C. Reaksi anak dan keluarga terhadap hospitalisasi...................................6
D. Prinsip utama asuhan terapeutik untuk mengurangi trauma..................7

BAB III PERENCANAAN

A. Profil Ruang Anggrek...........................................................................9


B. Analisa SWOT.....................................................................................10
C. Identifikasi Masalah.............................................................................11
D. Strategi Pemecahan Masalah................................................................11
E. Rencana Pelaksanaan...........................................................................12
F. Anggaran..............................................................................................12
G. Susunan Kepanitiaan............................................................................12

BAB IV PELAKSANAAN, EVALUASI DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan...........................................................................................13
B. Evaluasi.................................................................................................15
C. Pembahasan...........................................................................................16

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................................21
B. Saran 21

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................22

Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak mempunyai ciri yang khas yaitu tumbuh dan berkembang sejak saat konsepsi
sampai berakhirnya masa remaja. Tumbuh kembang anak adalah proses
pertumbuhan fisik yang ditandai dengan bertambahnya ukuran tubuh dan proses
perkembangan kemampuan mental intelegensi dan perilaku anakanak dimana
terjadi peningkatan kapasitas untuk berfungsi pada tingkat yang lebih tinggi
(Muscari, 2005). Seiring dengan proses pertumbuhan dan perkembangannya anak
mengalami suatu rentang sehat dan sakit yang membutuhkan layanan kesehatan
dan keperawatan. Pelayanan keperawatan mulai dari peningkatan status kesehatan,
mempertahankan kesehatan anak dan mengembalikan fungsi kesehatan yang
optimal merupakan lingkup dalam keperawatan anak.

Hospitalisasi merupakan suatu proses karena suatu alasan yang berencana atau
darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak
dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa
penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang traumatik dan penuh stress
(Supartini, 2004). Sakit dan dirawat di rumah sakit (hospitalisasi) merupakan krisis
utama yang terjadi pada anak. Hospitalisasi dan kondisi sakit merupakan
pengalaman yang penuh tekanan pada anak-anak, terutama karena terjadi
perpisahan dengan lingkungan normal, orang lain yang berarti, perilaku koping
yang terbatas, dan perubahan status kesehatan (Potter Perry, 2005).

Stres yang dialami oleh anak dan keluarga biasanya disebabkan oleh perubahan
lingkungan yang berbeda dengan lingkungan rumah, kehilangan kontrol tubuh,
ancaman dari penyakit serta adanya persepsi yang tidak menyenangkan tentang
rumah sakit baik dari pengalaman dirawat sebelumnya atau pengalaman orang lain.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit yang dapat
menimbulkan trauma pada anak adalah lingkungan fisik rumah sakit, tenaga

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
kesehatan baik sikap maupun pakaian putih, alat-alat yang digunakan dan
lingkungan

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
sosial antara sesama pasien (Supartini, 2004). Perawat mempunyai peran yang
penting dalam mencegah trauma pada anak terhadap tindakan perawatan yang
dilakukan (atraumatic care). Beberapa prinsip yang dapat dilakukan perawat untuk
mencegah trauma pada anak dan keluarga adalah dengan meningkatkan
kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak, mencegah atau
mengurangi cedera, dan memodifikasi lingkungan.

Ruang Anggrek merupakan ruang rawat inap anak kelas II untuk kasus-kasus infeksi
dan non infeksi. Berdasarkan pengamatan, data yang diperoleh secara lisan dari
beberapa sumber di ruang Anggrek , dan data dari hasil pengkajian yang telah
dilakukan mahasiswa aplikasi anak sebelumnya, ruangan ini membutuhkan
beberapa perubahan untuk dapat memberikan pelayanan paripurna dan
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada anak. Salah satu perubahan yang
dibutuhkan adalah modifikasi ruang tindakan agar mencerminkan karakteristik
ruang rawat anak.

Ruang tindakan yang ada diruang rawat anak Anggrek belum mencerminkan
karakteristik ruang rawat anak karena semuanya masih bernuansa putih. Tempat
tidur untuk melakukan tindakan beralaskan sprai putih, beberapa trolly untuk tempat
alat- alat juga beralaskan kain atau taplak putih, kotak-kotak tempat penyimpanan
obat pasien juga dialasi dengan potongan kertas putih dan tempat penyimpanan
cairan- cairan infus dialasi dengan koran bekas. Hanya ada satu mainan gantung
yang tidak menimbulkan bunyi diatas tempat tidur diruang tindakan dan cukup
tinggi untuk bisa dijangkau.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan beberapa keluarga pasien


didapatkan data bahwa anak selalu menangis setiap dibawa masuk ke ruang
tindakan dan tidak ada mainan yang dapat digunakan untuk mengalihkan perhatian
anak dari rasa takut dan sakit ketika akan dilakukan prosedur tindakan medis
maupun keperawatan. Hasil wawancara dengan orang tua juga mengatakan bahwa
ruangan untuk tindakan membutuhkan modifikasi seperti adanya mainan yang
digantung, gambar yang ditempel pada dinding ruangan untuk mengalihkan
perhatian anak saat dilakukan tindakan.

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
Berdasarkan latar belakang di atas, residen bermaksud melakukan inovasi yaitu
modifikasi ruang tindakan yang mencerminkan karakteristik ruang rawat anak
sehingga dapat meminimalkan trauma pada anak.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Terselenggaranya proyek inovasi keperawatan optimalisasi atraumatic care di
Ruang Anggrek RSAB Harapan Kita Jakarta dengan baik sehingga tercapainya
kualitas asuhan keperawatan yang optimal.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengidentifikasi kebutuhan inovasi keperawatan yang diperlukan
di ruang Anggrek.
b. Mampu menyusun rencana kegiatan inovasi keperawatan sesuai dengan
masalah dan kebutuhan ruangan.
c. Mampu melaksanakan kegiatan inovasi keperawatan optimalisasi
pelaksanaan atraumatic care dengan modifikasi ruang tindakan yang
mencerminkan ruang rawat anak untuk mengurangi trauma.
d. Mampu mengevaluasi kegiatan inovasi keperawatan yang telah dilakukan.
e. Mampu merencanakan dan melaksanakan strategi keberlanjutan program
proyek inovasi yang telah disepakati.

C. Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Pengembangan proyek inovasi ini dapat menjadi bahan evaluasi dan pembaharuan
untuk kemajuan pelaksanaan pelayanan Asuhan keperawatan Anak.
2. Bagi Perawat
Meningkatkan pengetahuan perawat terhadap pelaksanaan pemberian asuhan
keperawatan anak yang efektif.
3. Bagi Pasien
Meningkatkan kepuasan dalam penerimaan layanan asuhan keperawatan yang
diberikan pada anak.

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
D. Sasaran
Perawat ruangan, pasien dan keluarga pasien di Ruang Anggrek RSAB Harapan Kita
Jakarta.

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Atraumatic Care


Atraumatik care adalah perawatan yang tidak menimbulkan trauma pada anak maupun
keluarga. Perawatan tersebut difokuskan pada pencegahan trauma yang merupakan
bagian dari keperawatan anak. Atraumatik care sebagai bentuk perawatan terapeutik
dapat diberikan pada anak dan keluarga dengan mengurangi dampak psikologis dari
tindakan yang diberikan atau aspek lain yang berdampak pada adanya trauma (Hidayat,
2005).

Supartini (2004) menjelaskan bahwa atraumatic care adalah bentuk perawatan


terapeutik yang di berikan oleh tenaga kesehatan dalam tatanan pelayanan kesehatan
anak, melalui tindakan yang dapat mengurangi distress fisik maupun distress
psikologis yang dialami anak maupun orang tuanya. Atraumatic care bukan suatu
bentuk intervensi yang nyata terlihat, tetapi memberi perhatian pada apa, siapa,
dimana, mengapa dan bagaimana prosedur dilakukan pada anak dengan tujuan
mencegah dan mengurangi stress fisik dan psikologis.

Menurut Wong (2005) atraumatic care merupakan kepedulian dari tim kesehatan
melalui intervensi yang meminimalkan atau meniadakan stressor yang dialami oleh
anak dan keluarga di rumah sakit baik fisik maupun psikis. Wiggins (1994) dalam
Wong (2005), menjelaskan bahwa stressor lingkungan yang sering dialami oleh anak
adalah lingkungan rumah sakit yang tidak nyaman bagi anak sehingga menimbulkan
stress pada anak selama dirawat di rumah sakit.

B. Faktor yang dapat menimbulkan stres pada anak yang dirawat


Wong (2009) menjelaskan bahwa faktor yang dapat menimbulkan stres pada anak yang
dirawat adalah:
1. Cemas karena perpisahan
Pada umumnya terjadi pada masa bayi pertengahan sampai usia prasekolah (6
bulan 30 bulan), pada masa ini hubungan anak dan ibu sangat dekat akibatnya
perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan pada anak akan orang
yang terdekat dengannya dan juga lingkungan yang dikenalnya.

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
2. Kehilangan kendali
Salah satu faktor yang mempengaruhi stres pada anak yang dirawat adalah faktor
kemampuan mengendalikan diri. Kehilangan kendali akan meningkatkan
persepsi akan adanya ancaman dan dapat mempengaruhi kemampuan koping
anak. Penyebab utama dari kehilangan kendali adalah keterbatasan fisik,
perubahan dari aktivitas rutin dan tingkat ketergantungan anak.

3. Luka pada tubuh dan rasa nyeri


Ketakutan akan trauma fisik dan nyeri sering kali terjadi pada anak. Dalam
merawat anak perawat harus memberikan perhatian khusus terhadap respon nyeri
sesuai dengan tahap perkembangan anak. Reaksi balita terhadap rasa nyeri sama
seperti waktu masih bayi, namun jumlah variabel memperngaruhi responnya
lebih komplek dan bermacam-macam. Anak akan bereaksi terhadap rasa nyeri
dengan menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir,
membuka mata dengan lebar atau melakukan tindakan agresif seperti
menendang, menggigit, menendang, memukul dan berlari keluar. Pada akhir
periode balita anak sudah mampu mengkomunikasikan rasa nyeri yang mereka
alami dengan menunjukkan lokasi nyeri.

C. Reaksi anak dan keluarga terhadap hospitalisasi


Krisis dari penyakit dan hospitalisasi anak, mempengaruhi semua anggota keluarga inti
dan bervariasi tingkatnya (Wong, 2009; Supartini, 2004).
1. Anak
a. Pada masa todler (1-3) tahun
Pada masa ini anak sudah melibatkan diri pada aktivitas/ kebiasaan rutin di
keluarga, akibat pembatasan anak akan menjadi regresi sehingga anak akan
menunjukkan perilaku secara langsung seperti: memeluk orang tua dengan
erat dan memohon mereka untuk tinggal, dan menunjukkan sikap
tempertatum, tidak mau makan, dan lain-lain.

b. Pada masa prasekolah


Anak pra sekolah lebih membina hubungan interpersonal. Respon kecemasan
yang ditunjukan adalah menolak untuk makan, susah tidur, menangis perlahan
pada orang tuanya, sering bertanya kapan orang tuanya datang. Secara tidak

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
langsung Anak memperlihatkan rasa marah dengan membanting mainannya,
memukul anak lain serta tidak kooperatif dengan tindakan keperawatan.

c. Usia sekolah
Anak sering mengekspresikan rasa cemas dengan marah atau perasaan negatif
lainnya seperti mudah tersinggung, menarik diri tidak mau berteman dan
menolak kehadiran saudara kandung.

d. Remaja
Cemas akan perpisahan ditunjukkan dengan takut kehilangan kontak dengan
teman sepermainan dan sulit berpisah dengan orang tua dan suasana rumah

2. Reaksi orang tua


a. Rasa tidak percaya karena penyakit yang timbul secara tiba-tiba dan serius
b. Marah dan merasa bersalah dan mencari sebab kenapa anaknya sampai sakit
c. Takut, cemas dan frustasi sehubungan dengan keseriusan penyakit dan prosedur
medis yang dilakukan juga kurangnya informasi mengenai penyakit yang
dialami oleh anak
d. Takut fungsi peran diambil oleh orang lain
e. Merasa tidak mampu merawat anak
f. Perasaan cemas mempengaruhi orang tua dalam memberikan dukungan pada
anak dan anak juga akan mengalami kecemasan

3. Reaksi saudara kandung (sibling)


Reaksi saudara kandung diantaranya merasa kesepian, ketakutan, khawatir, marah,
cemburu, benci dan merasa bersalah.

4. Penurunan peran keluarga


Dampak dari perpisahan terhadap peran keluarga adalah kehilangan peran orang tua,
saudara dan anak cucu. Perhatian orang tua tertuju pada anak yang sakit sehingga
saudara-saudaranya yang lain menganggap hal; tersebut tidak adil.

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
D. Prinsip Utama asuhan terapeutik dalam mengurangi trauma
Menurut Supartini (2004) ada beberapa prinsip asuhan terapeutik yang dapat dilakukan
untuk mengurangi trauma pada anak, antara lain:
a. Mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan antara anak dengan orang tua
melalui pendekatan family centered care
a. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anaknya.
Pendidikan kesehatan merupakan strategi yang tepat untuk menyiapkan orang tua
agar terlibat dan mampu merawat anaknya.
b. Mencegah dan atau menurunkan cedera fisik maupun psikologis. Rasa nyeri karena
tindakan perlukaan (misalnya injeksi) tidak bisa dihilangkan, tetapi dapat dikurangi
dengan menggunakan teknik distraksi dan relaksasi.
c. Memodifikasi lingkungan fisik rumah sakit, ruang rawat dan ruang tindakan untuk
anak, denganm mendesain seperti rumah yaitu penataan dan dekorasi yang
bernuansa anak (misalnya menggunakan alat tenun dan tirai bergambar bunga,
binatang lucu, hiasan dinding bergambar dunia binatang, papan nama pasien
bergambar kartun, dinding berwarna dan penggunaan warna yang cerah diruangan).

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
BAB III
PERENCANAAN

Kegiatan pengkajian dilakukan dalam rangka mengidentifikasi masalah dan kebutuhan


ruangan dengan cara mengamati kondisi ruang rawat, melihat data sekunder dan
wawancara terhadap perawat dan keluarga. Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 20 22
Pebruari 2012. Adapun hasil pengkajian sebagai berikut :

A. Profil Ruangan Anggrek


Ruang rawat Anggrek merupakan ruang rawat anak dengan kasus-kasus infeksi dan
non infeksi untuk berbagai sistem tubuh (termasuk didalamnya kasus-kasus hematologi
dan nefrologi). Ruang anggrek merupakan ruang rawat inap kelas II dengan kapasitas
32 tempat tidur yang terdiri dari 32 tempat tidur utama ditambah 1 tempat tidur untuk
pasien isolasi.

Ruang rawat anak Anggrek sudah memiliki fasilitas yang cukup memadai,
pencahayaan yang cukup melalui jendela kaca yang luas pada setiap ruang rawat
pasien, sirkulasi udara yang cukup baik dengan menggunakan pendingin ruangan
disetiap ruang rawat. Kebersihan terjaga cukup baik, ruangan dibersihkan 3 kali sehari
oleh cleaning service. Pengelolaan sampah sudah dipisahkan antara sampah medis dan
non medis, untuk sampah medis dalam kantong plastik kuning, dan sampah non medis
dalam kantong plastik hitam. Tersedia sarana untuk mencuci tangan yaitu wastafel di
ruang perawat, ruang tindakan dan di setiap ruang rawat pasien, dimana setiap 2 kamar
mempunyai 1 wastafel. Perawatan pasien dengan kasus-kasus infeksi sudah
diupayakan dipisahkan sesuai dengan jenis penyakitnya (ruang untuk kasus diare,
kasus DHF, kasus demam typoid, kasus pernafasan dan kasus-kasus febris). Lokasi
Nurse station berada ditengah- tengah ruang rawat sehingga mudah dijangkau oleh
pasien dan keluarga.

Ruang Anggrek sudah berupaya untuk menerapkan asuhan atraumatic care pada anak.
Ruang tindakan terpisah dengan ruang rawat, yang digunakan untuk melakukan
tindakan-tindakan tertentu terutama yang bersifat invasif seperti pemasangan infus,
pemasangan NGT, mengambil sampel darah dan sebagainya. Namun ruang tindakan

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
yang ada belum mencerminkan ruang rawat anak karena semuanya masih bernuansa
putih-putih yang menyebabkan rasa takut pada anak yang dibawa masuk ke ruang

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
tindakan. Tempat tidur memakai alat tenun warna putih, demikian juga beberapa trolly
tempat alat-alat dialasi dengan alat tenun warna putih, kotak tempat obat pasien diberi
alas potongan kertas warna putih dan tempat menyimpan cairan infus dan alat-alat juga
diberi alas koran bekas. Hanya ada satu mainan gantung diatas tempat tidur diruang
tindakan namun cukup tinggi dan sulit dijangkau oleh tangan orang dewasa dan tidak
menimbulkan bunyi sehingga sulit untuk dipegang.

B. Analisa SWOT
1. Strength (Kekuatan)
b. Melalui visi dan misi yang jelas, rumah sakit berkomitmen menyelenggarakan
pelayanan kesehatan anak dan bunda yang bermutu.
c. Tersedianya ruangan yang mendukung penerapan atraumatic care.
d. Lingkungan perawatan ruang Anggrek sangat kondusif untuk mendukung
perawatan anak dan memungkinkan untuk dilakukan modifikasi.

2. Weakness (Kelemahan)
a. Ruangan pasien dan ruang tindakan belum disetting secara optimal sesuai dengan
karakteristik anak.
b. Ruang perawatan sudah diupayakan modifikasi namun masih ada beberapa
gambar yang sudah rusak atau robek.
c. Dinding ruangan, alat tenun, bed, korden berwarna polos (kurang cerah) dan tidak
ada motif yang bernuansa anak.

3. Opportunity (Peluang)
a. Direktur dan seluruh jajaran rumah sakit anak dan bunda Harapan Kita
berkomitmen untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi
masyarakat.
b. RSAB Harapan Kita merupakan rumah sakit yang terbuka untuk proses berubah.
c. Ada keinginan dari staf ruang Anggrek khususnya dan rumah sakit pada
umumnya untuk melaksanakan atraumatic care dalam memberikan asuhan
keperawatan pada anak.

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
4. Threath (Ancaman)
a. Lingkungan rumah sakit yang tidak bernuansa anak merupakan salah satu
stressor yang dapat meninmbulkan trauma pada anak.
b. Memerlukan penyediaan dana dan sarana dalam merealisasikan suatu program
modifikasi ruang tindakan yang mencerminkan karakteristik ruang rawat anak.

C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 20 sampai 22 Februari 2012
dan analisis SWOT diatas, masalah kebutuhan inovasi terkait atraumatic care di ruang
Anggrek yaitu belum optimalnya modifikasi ruang tindakan yang mencerminkan
karakteristik ruang rawat anak untuk meminimalkan trauma.

D. Strategi Penyelesaian Masalah


Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka ada beberapa strategi penyelesaian
masalah yang dapat dilakukan untuk penyelesaian masalah adalah sebagai berikut:
1. Mengganti alas tempat tidur berwarna putih dengan perlak bermotif kartun dan
berwarna cerah.
2. Mengganti alas trolly berwarna putih dengan perlak bermotif kartun dan berwarna
cerah.
3. Mengganti alas kotak obat dari kertas berwarna putih dengan potongan perlak
bermotif dan berwarna cerah.
4. Mengganti alas tempat menyimpan cairan infus dan alat-alat dari koran bekas
dengan perlak bermotif kartun dan berwarna cerah.
5. Menggantung mainan yang bisa beputar dan berbunyi diatas tempat tidur diruang
tindakan.
6. Menempelkan sticker-sticker bergambar kartun pada dinding kaca diruang tindakan.

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
E. Rencana Pelaksanan

N Tanggal dan Bulan Pelaksanaan


o Kegiatan
Februari Maret
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Persiapan
a. Pengkajian V V V
Identifikasi V V V
Masalah
Penyusunan V
Proposal
Konsultasi V V
Proposal
Presentasi V
Proposal
2 Pelaksanaan V V V V V V V

3 Evaluasi dan V V V V
pembuatan
laporan

F. Rencana Anggaran
NO NAMA KEGIATAN ANGGARAN
I Persiapan

1. Pembuatan proposal Rp 25.000


2. Konsumsi Rp 100.000
II Pelaksanaan Rp 150.000
Perlengkapan Inovasi
III Evaluasi

1. Penyusunan laporan Rp 25.000


TOTAL Rp 300.000

G. Susunan Kepanitiaan Proyek Inovasi


1. Pembimbing Institusi : Nani Nurhaeni, S.Kp., MN
Dessie Wanda, S.Kp., MN

2. Pembimbing Rumah Sakit : Yanti Riyantini, SKp., M.Kep. Sp.Kep. An.


Ns. Wastati, S.Kep
3. Penanggung Jawab : Budiyati

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
BAB IV
PELAKSANAAN, EVALUASI DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan
Pelaksanaan proyek inovasi modifikasi ruang tindakan di ruang rawat Anggrek
dilakukan melalui tahap-tahap :

1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan diawali dengan kegiatan presentasi proposal proyek inovasi
yang dilakukan pada hari Selasa tanggal 28 Februari 2012 pukul 11.00-13.00
WIB diruang bermain atau ruang makan keluarga pasien di ruang Anggrek
RSAB Harapan Kita Jakarta. Presentasi proposal ini dihadiri oleh pembimbing
dari pendidikan, Kepala ruang Anggrek, Clinical Instruktur ruang Anggrek,
perawat ruangan sebanyak 2 orang, staf dari bidang perawatan sebanyak 2
orang dan 7 orang mahasiswa residensi ners spesialis keperawatan anak
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Kegiatan presentasi berjalan
lancar, diawali dengan pembukaan dari pembawa acara, dilanjutkan dengan
paparan proposal hasil pengkajian terkait dengan proyek inovasi yang akan
dilakukan.

Setelah presentasi, dilakukan tanya jawab dan diskusi oleh peserta dan juga
mendapat masukan dari pembimbing pendidikan maupun staf bidang
perawatan. Kemudian disepakati dan disimpulkan bahwa ada 7 (tujuh)
kebutuhan inovasi di ruang Anggrek yang akan diselesaikan oleh 7 orang
mahasiswa residensi keperawatan anak. Masing-masing mahasiswa mempunyai
tanggungjawab untuk menyelesaikan satu kebutuhan inovasi. Penulis sebagai
salh satu mahasiswa residensi yang praktek klinik di ruang Anggrek mendapat
tanggung jawab untuk menyelesaikan kebutuhan inovasi terkait atraumatic care
yaitu modifikasi ruang tindakan yang mencerminkan karakteristik ruang rawat
anak untuk meminimalkan trauma. Strategi penyelesaian masalah yang
disepakati dan diijinkan oleh bagian infeksi nosokomial bidang perawatan
untuk modifikasi ruang tindakan adalah :

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
a. Mengganti alas tempat tidur dengan perlak bermotif kartun dan berwarna
cerah, bahan mudah untuk dibersihkan dan dapat dicuci dibagian loundry
rumah sakit.

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
b. Mengganti alas beberapa trolly, kotak tempat obat dan tempat menyimpan
cairan infus dengan perlak bermotif dan berwarna cerah.
c. Menggantung mainan yang dapat berputar dan berbunyi diatas tempat tidur
di ruang tindakan.
d. Menempel sticker-sticker bergambar kartun di dinding kaca di ruang
tindakan.

Pengadaan sarana untuk modifikasi ruang tindakan dilakukan mulai tanggal 28-
29 Februari 2012. Sarana yang dibutuhkan meliputi alas tempat tidur dan alas
trolly berupa perlak bermotif atau bergambar kartun yang mencerminkan
karakteristik anak, mainan gantung berwarna-warni yang bersuara dan berputar,
sticker-stiker bergambar kartun yang ditempel pada dinding kaca diruang
tindakan.

2. Pelaksanaan Inovasi Modifikasi ruang tindakan


Modifikasi ruang tindakan sesuai dengan strategi penyelesaian masalah yang
disepakati dilakukan pada minggu kedua dan awal minggu ketiga praktik di ruang
Anggrek RSAB Harapan Kita Jakarta. Memasang mainan gantung diatas tempat
tidur di ruang tindakan dilakukan pada hari rabu tanggal 29 Februari 2012.
Mengganti alas tempat tidur dan trolly dilakukan pada hari Kamis tanggal 1 Maret
2012. Mengganti alas kotak obat dan tempat penyimpanan cairan infus serta
menempel sticker-sticker bergambar kartun pada dinding kaca di ruang tindakan
dilakukan pada hari Selasa tanggal 6 Maret 2012.

3. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan inovasi


Modifikasi ruang tindakan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah disepakati
dengan pihak ruang Anggrek maupun staf bidang perawatan. Dalam
pelaksanaannya tidak ada kendala dan hambatan yang berarti, hanya dibutuhkan
ketelitian dalam mengukur tempat-tempat yang akan diberi alas perlak bermotif
supaya sesuai dengan ukuran dan kelihatan rapi. Pemasangan sticker juga harus
hati-hati supaya kelihatan rapi.

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
B. Evaluasi
1. Hasil wawancara dengan keluarga:
Lima keluarga pasien yang diwawancara setelah dilakukan modifikasi ruang
tindakan menyatakan bahwa modifikasi ruang tindakan bagus dan menarik, baik
alas tempat tidur, trolly, mainan yang digantung dan sticker-sticker bergambar
kartun yang ditempael pada dinding kaca ruang tindakan. Keluarga pasien
mengatakan bahwa ruang tindakan sudah tidak mengesankan seperti di rumah
sakit yang bernuansa putih semua yang menakutkan bagi anak-anak tetapi
tampak lebih cerah dengan alas yang berwarna dan bermotif kartun. Anak-anak
yang dirawat mengatakan senang dengan adanya modifikasi diruang tindakan
sehingga merasa tidak jenuh selama menjalani perawatan di rumah sakit. Orang
tua dari anak yang dirawat juga mengatakan senang dengan adanya modifikasi
diruang tindakan sehingga ketika anak rewel dan menangis bisa untuk
mengalihkan perhatian anak saat dilakukan tindakan.

2. Hasil pengamatan
Evaluasi dilakukan sebelum modifikasi dan setelah dilakukan modifikasi.
Sebelum dilakukan modifikasi ruang tindakan, pasien anak yang akan dilakukan
prosedur diruang tindakan selalu takut dan menangis keras, dan tidak ada mainan
yang dapat digunakan untuk mengalihkan perhatian anak dari prosedur tindakan
yang akan dilakukan sehingga anak-anak menjadi trauma ketika masuk di ruang
tindakan. Evaluasi setelah dilakukan modifikasi dimulai hari Senin tanggal 5
Maret 2012 sampai dengan hari kamis tanggal 8 Maret 2012, dengan
mengobservasi beberapa pasien anak yang dilakukan prosedur di ruang tindakan.
Pada awalnya anak-anak perhatiannya teralihkan pada mainan-mainan yang
digantung diatas tempat tidur, anak tampak diam dan tidak menangis dengan
melihat mainan yang berbunyi dan berputar diatas tempat tidur ruang tindakan.
Namun pada saat dilakukan tindakan anak tetap menangis walaupun tidak
sekeras sebelumnya. Setelah dilakukan tindakan anak juga langsung diam dan
kembali tertarik dengan mainan yang ada diruang tindakan.

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
C. Pembahasan
Menurut Hidayat (2005) dan Supartini (2004), melalui modifikasi lingkungan fisik
yang bernuansa anak dapat meningkatkan keceriaan, perasaan aman dan nyaman
diliingkungan yang baru. Modifikasi ruang tindakan dapat dilakukan dengan cara
membuat ruang tindakan seperti kamar dirumah. Ruangan tersebut memerlukan
dekorasi yang mencerminkan karakteristik anak, seperti tirai atau korden dan alas
tempat tidur dibuat bermotif kartun yang lucu, binatang atau bunga dan berwarna
cerah, cat dinding ruangan juga berwarna cerah, adanya gambar-gambar kartun yang
menarik dan disukai anak-anak, dan adanya mainan-mainan yang berbunyi yang
dapat menarik perhatian anak-anak.

Residen sudah berusaha untuk melakukan modifikasi ruang tindakan agar tampak
lebih bernuansa anak, walaupun belum semuanya yang ideal bisa dilakukan karena
membutuhkan sumber dana yang cukup besar. Korden ruang tindakan yang idealnya
bermotif dan berwarna cerah, belum dapat diganti mengingat keterbatasan dana.
Demikian juga cat dinding ruangan yang warnanya kurang cerah juga belum dapat
diganti. Residen sudah mengganti alas tempat tidur dan beberapa trolly dengan
perlak bermotif kartun dan berwarna cerah, mengganti alas kotak obat pasien dan
tempat penyimpanan cairan infus dan alat-alat dengan perlak bermotif kartun.
Residen juga telah memasang mainan yang berbunyi dan berputar digantung diatas
tempat tidur di ruang tindakan dan menempel sticker-sticker bergambar di dinding
kaca di ruang tindakan. Modifikasi ruang tindakan sangat diperlukan untuk
mengurangi rasa takut anak ketika masuk ke ruang tindakan dan dapat mengalihkan
perhatian anak ketika akan dilakukan prosedur tindakan.

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
Dokumentasi Ruang tindakan sebelum modifikasi
a. Tempat tidur

b. Trolly

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
c. Kotak Obat

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
Dokumentasi setelah Modifikasi
a. Tempat tidur

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
b. Trolly

c. Kotak obat

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Atraumatic care merupakan tindakan yang dapat mengurangi distress fisik pada anak
dan orang tua yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit. Rumah sakit
merupakan lingkungan yang baru bagi anak sehingga menimbulkan rasa takut, apalagi
hampir semua prosedur tindakan yang dilakukan di rumah sakit menimbulkan rasa
sakit untuk anak. Modifikasi ruang tindakan sangat diperlukan untuk meminimalkan
rasa takut anak ketika masuk diruang tindakan dan dilakukan prosedur tindakan yang
menyakitkan untuk anak. Ruang perawatan anak idealnya mencerminkan karakteristik
anak dalam masa tumbuh kembang sehingga memerlukan dekorasi yang penuh dengan
nuansa anak. Adanya modifikasi ruang tindakan yang bernuansa anak di ruang
Anggrek mendapatkan tanggapan yang positif dari perawat dan keluarga pasien.
Gambar-gambar kartun yang ditempel pada dinding kaca dan mainan yang dapat
berbunyi dan berputar yang digantung diatas tempat tidur diruang tindakan dapat
mengalihkan perhatian dan mengurangi rasa takut anak ketika akan dilakukan prosedur
tindakan.

B. Saran

Modifikasi ruang tindakan yang telah dilakukan residen adalah merupakan langkah
awal untuk meminimalkan atraumatik care pada anak-anak saat dilakukan tindakan
atau prosedur keperawatan di ruang tindakan. Selain itu, memodifikasi ruang tindakan
juga untuk meminimalkan dampak hospitalisasi pada anak-anak yang dirawat di rumah
sakit dan memfasilitasi tumbuh kembang anak. Langkah ini masih perlu ditindaklanjuti
dengan bekerja sama dengan petugas cleaning service untuk selalu membersihkan alas
perlak bermotif, mainan gantung, dan sticker-sticker bergambar kartun yang tersedia
secara periodik untuk menghindari infeksi nosokomial.

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
DAFTAR PUSTAKA

Hartini, dkk. (2010). Laporan proyek di Ruang Anggrek RSAB Harapan Kita Jakarta.
Tidak dipublikasikan.

Hidayat, A.A. (2005), Pengantar ilmu keperawatan anak, Ed I: Jakarta, Salemba


Medika

th
Hockenberry, Wilson. (2007). Wongs Essentials of Pediatric Nursing. (8 ed.). St.
Louis: Mosby Elseiver

Muscari, Mary E (2005), Panduan belajar: keperawatan pediatrik/ Ed. 3, Jakarta: EGC

Perry dan Potter, 2006. Fundamental of nursing. Philadelphia: Mosby Inc.

Supartini, Yupi (2004), Buku ajar konsep dasar keperawatan anak, Jakarta: EGC

Wong, D.L. (2005), Principle of atraumatic care. Diunduh tanggal 23 Februari 2012 dari
http://mosbydrugconsult.com.

Wong, D.L. (2009), Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Volume 1. Jakarta:EGC

iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN KEGIATAN PROYEK INOVASI

OPTIMALISASI PELAKSANAAN ATRAUMATIC CARE


DENGAN MEMODIFIKASI RUANG TINDAKAN
DI RUANG ANGGREK RSAB HARAPAN KITA
JAKARTA

Disusun sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah


Praktek Klinik Khusus Dalam Keperawatan Anak

Pembimbing:
Nani Nurhaeni, S.Kp., MN.
Dessie Wanda, S.Kp., MN.

OLEH:
Budiyati
0906620083

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM


NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
DEPOK, MARET 2012
iii
Aplikasi teori..., Budiyati, FIK UI, 2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, bahwa atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kegiatan proyek inovasi, dengan
topik Optimalisasi pelaksanaan atraumatic care dengan modifikasi ruang tindakan di
Ruang Anggrek RSAB Harapan Kita Jakarta. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah praktek klinik khusus dalam keperawatan anak pada residensi II ini.

Dalam penyusunan tugas ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp., MN., selaku Supervisor Praktek Klinik di Ruang anggrek
Residensi Praktek Klinik Khusus dalam Keperawatan Anak Pada Program Ners
Spesialis Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
2. Ibu Dessie Wanda, S.Kp., MN,. selaku Supervisor Praktek Klinik di Ruang Anggrek
Residensi Praktek Klinik Khusus dalam Keperawatan Anak Pada Program Ners
Spesialis Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
3. Ibu Yanti Riyantini, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep. An. selaku Pembimbing Klinik pada
Residensi Praktek Klinik Khusus dalam Keperawatan Anak Pada Program Ners
Spesialis Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
4. Ibu Ns. Wastati, S.Kep., selaku Kepala Ruang Anggrek dan Pembimbing Klinik, Rumah
Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
5. Teman-teman seangkatan Residensi Keperawatan Anak Angkatan Tahun 2011, terutama
teman-teman dalam kelompok praktek peminatan penyakit infeksi yang saling
membantu dan memberi motivasi selama melaksanakan Residensi Praktek Klinik
Khusus dalam Keperawatan Anak ini.

Semoga laporan hasil proyek inovasi ini dapat dijadikan acuan dan menjadi salah
pedoman dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada anak.

Jakarta, Maret 2012


Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Tujuan.........................................................................................................................3
C. Manfaat.......................................................................................................................3
D. Sasaran........................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian atraumatic care........................................................................................5


B. Faktor yang dapat menimbulkan stres pada anak yang dirawat...............................5
C. Reaksi anak dan keluarga terhadap hospitalisasi......................................................6
D. Prinsip utama asuhan terapeutik untuk mengurangi trauma.....................................8
BAB III PERENCANAAN
A. Profil Ruang Anggrek...............................................................................................9
B. Analisa SWOT........................................................................................................10
C. Identifikasi Masalah................................................................................................11
D. Strategi Pemecahan Masalah...................................................................................11
E. Rencana Pelaksanaan..............................................................................................12
F. Anggaran.................................................................................................................12
G. Susunan Kepanitiaan...............................................................................................12
BAB IV PELAKSANAAN, EVALUASI DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan.............................................................................................................13
B. Evaluasi...................................................................................................................15
C. Pembahasan.............................................................................................................16
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................................21
B. Saran........................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................22

Anda mungkin juga menyukai