Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN

ASUHAN KEPERAWATAN ACUTE LUNG


OEDEMA (ALO)
NOVEMBER 27, 2013 AMELIAJUNIOR LEAVE A COMMENT

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN

EDEMA PARU AKUT (ACUTE LUNG OEDEM)

EDEMA PARU AKUT


A. PENGERTIAN

Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi


ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar
pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan
pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam
pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran
darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak
megandung segala sel-sel darah) (Horrison, 1995).

Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di


paru-paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada
paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang
disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah
yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam
alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding
yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan
biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan
integritasnya.

Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat


peningkatan tekanan intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena adanya
aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli
paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.

Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di


paru-paru. cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru
banyak, sehingga sulit untuk bernapas. Dalam kebanyakan kasus, masalah
jantung menyebabkan edema paru. Tapi cairan dapat menumpuk karena
alasan lain, termasuk pneumonia, paparan terhadap racun tertentu dan
obat-obatan, dan olahraga atau hidup pada ketinggian tinggi.

B. ETIOLOGI

1. Ketidak-seimbangan Starling Forces :


a) Peningkatan tekanan kapiler paru :

Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel


kiri (stenosis mitral).

Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi


ventrikel kiri.

Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan


tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).

b) Penurunan tekanan onkotik plasma.

Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-


losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.

c) Peningkatan tekanan negatif intersisial :

Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).

Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran


napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).

d) Peningkatan tekanan onkotik intersisial.

Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

1. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory


Distress Syndrome)
a) Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b) Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon, NO2,
dsb).

c) Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan,


alpha-naphthyl thiourea).

d) Aspirasi asam lambung.

e) Pneumonitis radiasi akut.

f) Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).

g) Disseminated Intravascular Coagulation.

h) Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,


leukoagglutinin.

i) Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.

j) Pankreatitis Perdarahan Akut.

1. Insufisiensi Limfatik :
a) Post Lung Transplant.

b) Lymphangitic Carcinomatosis.

c) Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

1. Tak diketahui/tak jelas


a) High Altitude Pulmonary Edema.

b) Neurogenic Pulmonary Edema.

c) Narcotic overdose.

d) Pulmonary embolism.

e) Eclampsia

f) Post Anesthesia.
g) Post Cardiopulmonary Bypass.

C. KLASIFIKASI

Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan


non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya
sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah
Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut
disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya
faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri
Khronik

Cardiogenic pulmonary edema

Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan
pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti
jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.

Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam


pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung
yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa
jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias
dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-
serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus
pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-
pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan
cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika
tekanan membesar.

Non-cardiogenic pulmonary edema

Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan


oleh hal berikut:

Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari
respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang
bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang
parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru,
merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.

Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh


dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah,
berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal
yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan
cairan tubuh.

High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh


kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.

Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-


seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada
akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.

Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-


expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika
paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan
sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang
cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi
yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).

Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada


pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi
yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum
tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.

Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary


edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah
berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi
atau transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi
virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.

D. PATOFISIOLOGI

Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang
merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai
gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan
pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan
bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat
dirujuk sebagai air dalam paru-paru ketika menggambarkan kondisi ini
pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-
faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut
cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain,
dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.

Pathway: (di lembar berikutnya)


E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini
mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya
berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang
tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain
mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas
daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas
yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.

Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada


pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-
paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru
yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek
yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam
alveoli selama bernapas).

Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:

Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya
sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan
kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena
terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.

Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula
terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini
merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial
diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan
saja.

Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan
batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun
dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya
menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams
digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988).

Edema Pam yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat
hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi
arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal,
yang dapat dicegah de-ngan pemberian indomethacin sebelumnya.
Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic
nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edema paru sekunder
akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada ma-nusia masih
memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang kadang penderita dengan Infark
Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini
mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi
meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada
beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru
sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada
cardiogenic shock lung.

F. DIAGNOSA PENUNJANG

Pemeriksaan Fisik

Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus


berbuih.

Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir


seluruh lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang
memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.

Takikardia dengan S3 gallop.

Murmur bila ada kelainan katup.

Elektrokardiografi. Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri


atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark,
hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.

Laboratorium

Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan


kemudian hiperkapnia.

Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.


Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG,
enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.

Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-
tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan
sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi
oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.

X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih
banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya.
Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan
opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi
yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili
pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia
mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang
mungkin mendasarinya.

Gambaran Radiologi yang ditemukan :

Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)

Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)

Kranialisasi vaskuler

Hilus suram (batas tidak jelas)

Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau


nodul milier)

Gambar hasil radiologi

Gambar 1 : Edema Intesrtitial

Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan


letak tinggi).
Gambar 2 : Kardiomegali dan edema paru

Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)

Edema butterfly atau Bats Wing (edema sentral)

Gambar 3 : Bats Wing

Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang
mempunyai kelainan sebelumnya, contoh : emfisema).

Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup,


hipertrofi ventrikel (hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit
Jantung Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium
kiri.

Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP)

Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang


mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type
natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein
(hormon) yang akan timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan
dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar
gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah
sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-
nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung
sebagai penyebabnya.

Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)

Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan


tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher
dan dimajukan melalui ruang ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan
kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang
yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini
mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam
pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge
pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan
cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge pressure yang kurang dari
18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary edema.
Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada
intensive care unit (ICU).

G. PENATALAKSANAAN

Posisi duduk.

Oksigen (90 100%) sampai 12 liter/menit bila perlu dengan masker


NRBM.

Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah,


PaO2 tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan
aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi
cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction,
dan ventilator.

Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila


ada.

Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 0,6


mg tiap 5 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 5 ug/kgBB.

Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan


Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon
dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau
sampai tekanan darah sistolik 85 90 mmHg pada pasien yang tadinya
mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi
yang adekuat ke organ-organ vital.

Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15


mg (sebaiknya dihindari).

Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis


ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai
produksi urine 1 ml/kgBB/jam.

Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 5


ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.

Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.


Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil
dengan oksigen.

Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD


dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Identitas :

Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan


remaja/dewasa muda

Riwayat Masuk

Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau
batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah
menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi
yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien

Riwayat Penyakit Dahulu

Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis,


pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta
penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien

Pemeriksaan fisik

1. Sistem Integumen
Subyektif :

Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi


sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan

1. Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan

Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk


(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan
meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,

1. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada

Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,


kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung
tambahan

1. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang

Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi

1. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah

Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan


penggunaan otot aksesoris pernafasan

1. Sistem genitourinaria
Subyektif :

Obyektif : produksi urine menurun,

1. Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah

Obyektif : konsistensi feses normal/diare

Pemeriksaan Penunjang :

1. Hb : menurun/normal
2. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen
darah, kadar karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal
Diagnosa yang mungkin muncul

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan dan


pemasangan alat bantu nafas
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler
pulmonar
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme
sekunder terhadap pemasangan selang endotrakeal
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas otot jantung
5. Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan terhadapprosedur medis
6. Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sekunder
terhadap pemasangan alat bantu nafas
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual
sekunder terhadap pemasangan alat bantu nafas
8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan
selang endotrakeal

Rencana Tindakan:

Intervensi

N
o Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional

1 Ketidakefektifa Pola nafas 1. Berik 1.Informasi


n pola nafas kembali efektif an HE yang adekuat
berhubungan setelah dilakukan pada dapat
dengan tindakan pasien membawa
keadaan tubuh keperawatan tentang pasien lebih
yang lemah selama 3 24 penyakit kooperatif
jam, dengan nya dalam
kriteria hasil: memberikan
1.Tidak terjadi terapi
hipoksia atau 2.Jalan nafas
1. Atur
hipoksemia yang longgar
posisi
dan tidak ada
semi
sumbatan
2.Tidak sesak fowler
proses respirasi
dapat berjalan
3.RR normal (16- dengan lancar.
20 / menit) 3.Sianosis
merupakan
salah satu
4.Tidak terdapat
tanda
kontraksi otot
manifestasi
bantu nafas
3.Observasi ketidakadekuata
tanda dan n suply O2 pada
5.Tidak terdapat gejala jaringan tubuh
sianosis sianosis perifer .

4.Pemberian
oksigen secara
adequat dapat
mensuplai dan
memberikan
cadangan
oksigen,
4.Berikan sehingga
terapi mencegah
oksigenasi terjadinya
hipoksia.

5.Dyspneu,
sianosis
merupakan
tanda terjadinya
gangguan nafas
disertai dengan
kerja jantung
yang menurun
timbul
5.Observasi takikardia dan
tanda- capilary refill
tanda vital time yang
memanjang/lam
a.

6.Ketidakmamp
uan tubuh
dalam proses
respirasi
diperlukan
intervensi yang
kritis dengan
menggunakan
alat bantu
pernafasan
(mekanical
6.Observasi
timbulnya
gagal
nafas.

ventilation).

7.Pengobatan
yang diberikan
berdasar
indikasi sangat
7.Kolaboras
membantu
i dengan
dalam proses
tim medis
terapi
dalam
keperawatan
memberika
n
pengobatan

2 Gangguan Fungsi 1. Berik 1.Informasi


pertukaran Gas pertukaran gas an HE yang adekuat
berhubungan dapat maksimal pada dapat
dengan distensi setelah dilakukan pasien membawa
kapiler tindakan tentang pasien lebih
pulmonar keperawatan penyakit kooperatif
selama 3 24 nya dalam
jam dengan memberikan
kriteria hasil: terapi
8.Tidak terjadi 2.Jalan nafas
1. Atur
sianosis yang longgar
posisi
dan tidak ada
pasien
sumbatan
9.Tidak sesak semi
proses respirasi
fowler
dapat berjalan
1. RR normal dengan lancer
(16-20 /
menit)
3.Posisi yang
2. BGA
berbeda
normal:
1. Bant menurunkan
1. part
u pasien resiko perlukaan
ial pressure
untuk akibat
of oxygen
melakuk imobilisasi
(PaO2): 75-
an
100 mm Hg
reposisi
2. part 4.Pemberian
secara
sering
2. Berik
an terapi
oksigena
si

oksigen secara
adequat dapat
mensuplai dan
memberikan
cadangan
oksigen,
sehingga
mencegah
terjadinya
1. Obse hipoksia
rvasi
tanda 5.Dyspneu,
ial pressure tanda sianosis
of carbon vital merupakan
dioxide
tanda terjadinya
(PaCO2):
gangguan nafas
35-45 mm
disertai dengan
Hg
kerja jantung
3. oxy
yang menurun
gen content
timbul
(O2CT): 15-
takikardia dan
23%
capilary refill
4. oxy
time yang
gen
memanjang/lam
saturation
a.
(SaO2): 94-
100%
1. Kola
5. bic 6.Pengobatan
borasi
arbonate yang diberikan
dengan
(HCO3): 22- berdasar
tim
26 indikasi sangat
medis
mEq/liter membantu
dalam
6. pH: dalam proses
memberi
7.35-7.45 terapi
kan
keperawatan
pengoba
tan

3 Resiko tinggi Infeksi tidak 1.Berikan 1.Informasi


infeksi terjadi setelah HE pada yang adekuat
berhubungan dilakukan pasien dapat
dengan area tindakan tentang membawa
invasi keperawatan kondisi pasien lebih
mikroorganism selama 3 24 yang kooperatif
e sekunder jam, dengan dialaminya dalam
terhadap kriteria hasil: 2.Observasi memberikan
terapi
2.Meningkatnya
suhu tubuh dpat
dijadikan
tanda- sebagai
tanda vital. indicator
terjadinya
infeksi

3.Kebersihan
area
pemasangan
3.Observasi
selang menjadi
daerah
factor resiko
pemasanga
masuknya
n selang
mikroorganisme
endotrakhe
al
4.Meminimalkan
organisme yang
kontak dengan
pasien dapat
4.Lakukan menurunkan
tehnik resiko
perawatan terjadinya
secara infeksi
aseptik
5.Pengobatan
yang diberikan
7.Pasien mampu
berdasar
mengurangi
indikasi sangat
kontak dengan 5.Kolaboras
membantu
area i dengan
dalam proses
pemasangan tim medis
terapi
selang dalam
keperawatan
endotrakeal memberika
n
pemasangan
pengobatan
selang 8.Suhu normal
endotrakeal (36,5oC)

1. Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau
potensial. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai
berdasarkan NCP.

1. Evaluasi:
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria
hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan,
dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Simon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter


Umum. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga

Harrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai