Anda di halaman 1dari 12

EVIDANCE BASED PRACTICE

PENGARUH PEMBERIAN GUIDED IMAGERY, RELAKSASI, DAN


TERAPI MUSIK KLASIK
PADA KLIEN DENGAN INTENSITAS NYERI POST OPERASI
FRAKTUR
DI RUANG MARJAN ATAS RSUD Dr. SLAMET GARUT

Disusun oleh :
Ekalaya yusuf
Rika rahmat
Syarif hidayatulloh
Ucu suparyanti

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN VI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT
2016-2017
EVIDANCE BASED PRACTICE
PENGARUH PEMBERIAN GUIDED IMAGERY, RELAKSASI, DAN TERAPI
MUSIK KLASIK
PADA KLIEN DENGAN INTENSITAS NYERI POST OPERASI FRAKTUR
DI RUANG MARJAN ATAS RSUD Dr. SLAMET GARUT

A. PENDAHULUAN
Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan. Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh cedera, trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan
pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamjuhidajat & Jong, 2005).
Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup
tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari
insiden kecelekaan yang terjadi. Penyebab yang berbeda, dari hasil survey
tim Depkes RI didapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami
kematian, 45% mengalami cacat fisik, 20% mengalami stress psikologis
dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik. (Lukman, 2009).
Pembedahan atau operasi adalah tindakan pengobatan yang menggunakan
cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan
ditangani (Sjamjuhidajat & Jong, 2005).
Sasaran pembedahan yang dilakukan untuk memperbaiki fungsi
dengan mengembalikan gerakan, stabilitas, mengurangi nyeri. Tingkat dan
keparahan nyeri pasca operasi tergantung pada fisiologis dan psikologis
individu dan toleransi yang ditimbulkan nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
Pasien pasca operasi fraktur seringkali mengeluh rasa nyeri, keluhan ini
sebenarnya wajar karena tubuh mengalami luka dan poses
penyembuhannya tidak sempurna. Nyeri yang dirasakan pasien bedah
meningkat seiring dengan berkurangnya pengaruh anastesi. Secara
signifikan nyeri dapat memperlambat pemulihan (Potter & Perry, 2006).
Nyeri adalah suatu sensasi subjektif dan pengalaman emosional yang tidak
menenangkan berkaitan dengan keruasakan jaringan, aktual atau yang
dirasakan dalam kejadian dimana terjadi kerusakan (Potter & Perry, 2006).
Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang mengalami
nyeri yang sama dan tidak ada dua kejadian nyeri yang sama menghasilkan
respon atau perasaan yang identik pada individu. (Potter & Perry, 2006).
Nyeri bisa timbul hampir pada setiap area fraktur. Bila tidak diatasi dapat
menimbulkan efek yang membahayakan yang akan mengganggu proses
penyembuhan dan dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas,
untuk itu perlu penanganan yang lebih efektif untuk meminimalkan nyeri
yang dialami oleh pasien. Secara garis besar ada dua manajemen untuk
mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan manajemen non
farmakologi.
Manajemen farmakologis yang biasa digunakan adalah analgetik
golongan opioid, tujuan pemberian opioid adalah untuk meredakan nyeri.
(Smeltzer & Bare, 2002). Manajemen non farmakologis untuk mengatasi
nyeri terdiri dari berbagai tindakan penanganan fisik meliputi stimulus
kulit, stimulus elektrik saraf kulit, akupuntur. Intervensi prilaku kognitif
meliputi tindakan distraksi, teknik relaksasi, hypnosis dan sentuhan
terapeutik (Tamsuri, 2006). Metode penatalaksanaan nyeri
nonfarmakologis mempunyai resiko yang sangat rendah.
Dalam hal ini kelompok kami ingin meneliti tentang pengaruh
terapi guided imagery, relaksasi dan musik klasik pada klien dengan
intensitas nyeri post operasi fraktur.

B. ANALISIS JURNAL

1. Penelitian Dewi dkk (2009) , metode penelitian menggunakan quasi


eksperimen dengan Sampel yang digunakan peneliti adalah 60 sampel
dengan 30 orang sebagai kelompok control dan 30 orang sebagai
kelompok eksperimen sampel diambil dengan tehnik kuota sampling,
Hasil penelitian ini membuktikan ada pengaruh yang signifikan
pemberian guided imagery terhadap nyeri pada pasien post operasi fraktur
di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Hasil penelitian menyimpulkan
bahwa guided imagery efektif digunakan untuk menurunkan tingkat nyeri
pada pasien post operasi fraktur. Hal ini berimplikasi bahwa guided
imagery dapat dijadikan sebagai alternatif terapi yang dapat digunakan
oleh perawat untuk penanganan nyeri pada pasien.

2. Penelitian suharti dkk (2013), Desain yang digunakan dalam


penelitian ini adalah pra eksperimen (one group pra dan post design)
dimana sampel di observasi terlebih dahulu sebelum di beri perlakuan (pra
test) setelah diberikan perlakuan (post test) sampel tersebut di observasi
kembali dengan sampel 20 responden.
Pada penelitian ini, sesudah dilakukan teknik relaksasi terjadi
perubahan intensitas nyeri. Hal ini dapat diketahui dari 11 orang (55,0 %)
dengan intensitas nyeri hebat terkontrol berkurang menjadi 10 orang
dengan intensitas nyeri sedang dan 1 orang dengan intensitas tidak nyeri.
Hal yang sama juga terjadi pada 8 orang (40,0 %) dengan intensitas nyeri
sedang berkurang menjadi intensitas nyeri ringan. Intensitas nyeri ringan 1
orang (5,0 %) berkurang menjadi tidak nyeri.

3. Penelitian alan yanuar (2015), Penelitian ini merupakan jenis


penelitian eksperimental kuantitatif dengan menggunakan rancangan quasi
eksperimen dengan Non Equivalent Control Group Design. sampel pada
penelitian ini 20 pasien terdiri dari 10 pasien kelompok eksperimen dan 10
pasien kelompok kontrol. Hasil dari penelitian dapat diketahui bahwa
semua pasien mengalami tingkat intensitas nyeri yang bervariasi dengan
skala nyeri antara 3-7. kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sama-
sama mendapatkan obat analgesik intravena, dan ditambahkan dengan
mendengarkan musik klasik pada kelompok eksperimen, pada kelompok
eksperimen sebelum (pretest) diberikan terapi musik skala maksimal
adalah 7 minimal 5. Setelah diberikan terapi musik (posttest) didapatkan
nyeri maksimal 4 dan minimal 3. Rata-rata penurunan nyeri antara pre-test
dan post-test adalah 2-3 interval. alat ukur yang digunakan adalah
Numerical Rating Scale (NRS).

Dari beberapa penelitian diatas diketahui bahwa penanganan intensitas


nyeri pada post operasi fraktur dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
terapi guide imagery, terapi relaksasi, dan terapi musik klasik. Akan tetapi
hasil analisis penulis pada penelitian-penelitian diatas tidak menunjukan
lamanya pemberian terapi pada klien dengan post operasi fraktur tersebut.
Berdasarkan hal tersebut kelompok merasa perlu untuk melakukan
eksperimen sederhana dengan metode perbandingan antara terapi guided
imagery, terapi relaksasi dan terapi musik klasik terhadap intensitas nyeri
post operasi fraktur pada klien diruang Marjan atas RSUD Dr. Slamet
Garut.

C. IMPLEMENTASI
Eksperimen pemberian terapi guided imagery, terapi relaksasi dan
terapi musik klasik ini dilakukan kepada klien An. Agus Dan Akmal

Pada An. Agus diberikan terapi guided imagery dan relaksasi


N HARI/ TERAPI RESPON
O TGL
1 Rabu, Guided imagery Sebelum
30-11-16 S : klien sering meringis kesakitan
karena nyeri yang dirasakan, tidur
Jam :
15.00 tidak nyenyak karena merasakan
nyeri

O : Klien tampak lemas, meringis


kesakitan karena nyeri. Dari skala
nyeri 1-5 , klien mengatakan nyeri
nya skala 4

Sesudah terapi
S : klien mengatakan tidak bisa
fokus karena banyak orang
disekitarnya, tapi setelah
memejamkan mata jadi merasa
rileks dan ingin tersenyum

O : Klien tampak tenang,tidak


terlalu merasakan nyeri, namun
kondisi tersebut hanya beberapa
saat, ketika merasakan nyeri klien
meringis kesakitan dan tidak bisa
tidur, dari skala 1-5 klien
mengatakan nyeri nya berada
pada posisi 3
2 kamis, relaksasi Sebelum
01-12-16 S : klien sering meringis kesakitan
karena nyeri yang dirasakan, tidur
Jam: tidak nyenyak karena merasakan
19.15
nyeri
O : Klien tampak lemas, meringis
kesakitan karena nyeri.

Sesudah relaksasi
S : Klien mengatakan tiap sesudah
tarik nafas ,nyeri nya sedikit
berkurang tetapi tetap tidak bisa
tidur karena tiap merasakan nyeri
harus tarik nafas lagi

O : Klien tampak tenang, tidak


sering melihat meringis kesakitan,
terlihat lemas karena kurang tidur

Dan pada klien An. Akmal diberikan terapi musik klasik


NO HARI/ TERAPI RESPON
TGL
1 kamis, Terapi musik klasik Sebelum
01-12- S : klien mengatakan meringis kesakitan
(instrumental winter
16 karena nyeri yang dirasakan, menurut
sonata- my memory)
penuturan ibu nya klien suka gelisah dan tidak
Jam :
20.10 bisa tidur

O : Klien tampak lemas karena kurang tidur,


meringis kesakitan karena nyeri.

Sesudah terapi
S : klien mengatakan lagu nya bikin ngantuk,

O : Klien tampak tenang,tidak terlalu


merasakan nyeri, menurut penuturan ibu nya
klien jadi bisa tidur dan tampak tidak begitu
gelisah

D. PEMBAHASAN
Dari hasil evaluasi pada klien dengan intensitas nyeri pada post op
yang dilakukan perawatan dengan menggunakan terapi nonfarmakologis yaitu
dengan menggunakan tehnik terapi guided imagery, terapi relaksasi dan terapi
musik klasik, menunjukan bahwa klien dengan intensitas nyeri post op
dengan menggunakan tehnik musik klasik penanganan nya lebih efektif
dibandingkan dengan terapi guided imagery ataupun terapi relaksasi.
Guided imagery merupakan kegiatan klien membuat suatu bayangan
yang menyenangkan, dan mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta
berangsur-angsur membebaskan diri dari perhatian terhadap nyeri (Tamsuri,
2006). Terapi ini dapat menurunkan nyeri karena didalamnya terdapat unsur
terapi yang berfungsi untuk relaksasi atau untuk tujuan proses penyembuhan.
Melalui guided imagery pasien akan terbantu untuk mengalihkan perhatian
dari nyeri yang dirasakan dengan membayangkan hal-hal yang
menyenangkan. Hal ini sehingga secara bertahap dapat menurunkan persepsi
klien terhadap nyeri yang dirasakan tetapi dalam penerapan nya terapi ini
harus dalam suasana yang nyaman dan tidak terlalu banyak suara yang dapat
mengganggu konsentrasi nya.
Erat kaitan nya terapi musik terhadap nyeri Seperti diketahui bahwa
endorphin memiliki efek relaksasi dalam tubuh (Potter & Perry, 2006).
Endorphin tersebut dapat menimbulkan efek analgesia yang mengeliminasi
neurotransmitter rasa nyeri pada pusa persepsi dan interpretasi sensori dalam
otak. Sehingga efek yang bisa muncul adalah nyeri berkurang (Guyton & Hall,
2008). Menurut Mc Caffrey musik dapat menciptakan suasana nyaman pada
situasi yang tidak nyaman seperti nyeri post operasi. Mc Caffrey telah
melakukan penelitian tentang terapi musik untuk penurunan nyeri pada
osteoartritis, dia mendapatkan hasil bahwa pasien yang diberi terapi musik
selama 20 menit merasakan nyerinya berkurang sebanyak 33% (Jerrad, 2004).
Nilson, dkk (2003) menemukan bahwa terapi musik pada intra operasi dan
post operasi dapat menurunkan nyeri. Mereka menyimpulkan bahwa musik
mempunyai efek langsung jangka pendek dalam menurunkan nyeri.
Musik sebagai gelombang suara diterima dan dikumpulkan oleh
daun telinga masuk ke dalam meatus akustikus eksternus hingga membrana
timpani. Oleh membrana timpani bersama rantai osikule dengan aksi hidrolik
dan mengungkit, energi bunyi diperbesar menjadi 2530 kali (rata-rata 27
kali) untuk menggerakkan medium cair perilimf dan endolimf. Setelah itu
getaran diteruskan hingga organ korti dalam kokhlea dimana getaran akan
diubah dari sistem konduksi ke sistim saraf melalui nervus auditorius (N. VIII)
sebagai impuls elektris. Impuls elektris musik masuk melalui serabut saraf
dari ganglion spiralis Corti menuju ke nukleus koklearis dorsalis dan ventralis
yang terletak pada bagian atas medulla. Pada titik ini semua sinap serabut dan
neuron tingkat dua diteruskan terutama ke sisi yang berlawanan dari batang
otak dan berakhir di nukleus olivarius superior.
Setelah melalui nukleus olivarius superior, penjalaran impuls
pendengaran berlanjut ke atas melalui lemniskus lateralis kemudian berlanjut
ke kolikulus inferior, tempat semua atau hampir semua serabut ini berakhir.
Setelah itu impuls berjalan ke nukleus genikulata medial, tempat semua
serabut bersinap, dan akhirnya berlanjut melalui radiasio auditorius ke korteks
auditorius, yang terutama terletak pada girus superior lobus temporalis. Dari
korteks auditorius yang terdapat pada korteks serebri area, jaras berlanjut ke
sistem limbik, melalui cincin korteks serebral yang disebut korteks limbik.
Korteks yang mengelilingi struktur subkortikal limbik ini berfungsi sebagai
zona transisional yang dilewati sinyal yang dijalarkan dari sisi korteks ke
dalam sistem limbik dan juga ke arah yang berlawanan.
Dari korteks limbik, jaras pendengaran dilanjutkan ke hipokampus,
tempat salah satu ujung hipokampus berbatasan dengan nuklei amigdaloid.
Amigdala yang merupakan area perilaku kesadaran yang bekerja pada tingkat
bawah sadar, menerima sinyal dari korteks limbik lalu menjalarkannya ke
hipotalamus. Di hipotalamus yang merupakan pengaturan sebagian fungsi
vegetatif dan fungsi endokrin tubuh seperti halnya banyak aspek perilaku
emosional, jaras pendengaran diteruskan ke formatio retikularis sebagai
penyalur impuls menuju serat saraf otonom. Serat saraf tersebut mempunyai
dua sistem saraf yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis.
Kedua sistem saraf ini mempengaruhi kontraksi dan relaksasi organ-organ.
Relaksasi dapat merangsang pusat rasa ganjaran sehingga timbul
ketenangan. Sebagai ejektor dari rasa rileks dan ketenangan yang timbul,
midbrain akan mengeluarkan gamma amino butyric acid (GABA), enkephalin,
beta endorphin. Zat tersebut dapat menimbulkan efek analgesia yang akan
mengeliminasi neurotransmitter rasa nyeri pada pusat persepsi dan interpretasi
sensorik somatik otak.
Terapi musik merupakan jenis terapi psikofisika. Artinya, berdampak
langsung pada psikis maupun fisik, dua aspek yang tak terpisahkan satu sama
lain. Sebab, badan dan jiwa merupakan satu kesatuan. Dan, musik sudah sejak
lama dianggap sebagai perangkat misterius yang dapat menyeimbangkan
kerjasama antara tubuh dan jiwa.

E. SIMPULAN
Dari hasil eksperimen terhadap penelitian yang sudah dilakukan, ternyata
terapi musik klasik lebih efektif terhadap intensitas nyeri post op
dibandingkan dengan terapi guided imagery dan relaksasi.

F. SARAN
Tehnik terapi musik klasik dapat diterapkan pada pasien dengan intensitas
nyeri post op fraktur.

DAFTAR PUSTAKA

Ratnasari Dewi , dkk. (2009). Pengaruh pemberian guided


imagery terhadap nyeri pada pasien post operasi fraktur di RSUD
PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Suhartini Nurdin, dkk. (2013). Pengaruh Tehnik Relaksasi


terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi Fraktur di
RUANG IRNINA A BLU RSUP PROF Dr. R.D KANDOU
MANADO

Alan Yanuar, Wantonoro, (2015). Pengaruh Terapi Musik


Klasik Terhadap Intensitas nyeri pada Pasien POST Operasi
Fraktur di RSU PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Hidayati, Sri Nur. 2005. Terapi Alternatif dan Gaya Hidup Sehat. Pradipta
Publishing: Yogyakarta
lampiran

Anda mungkin juga menyukai