Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya setiap perusahaan dalam melakukan kegiatan selalu akan
menghasilkan produk akhir (barang/jasa). Dalam proses menghasilkan produk/jasa
tentunya tidak terlepas dari rencana strategis yang harus dikomunikasikan dan
dilaknsanakan oleh orang-orang yang harus melaksanakan rencana strategis tersebut.
Namun persiapan rencana strategis yang banyak menggunakan sumber daya baik waktu,
uang dan energi hanya terbuang sia-sia karena tidak adanya alat komunikasi antara
manajemen dan karyawan yang akan melaksanakan rencana bisnis strategis itu. Model
baju rencana bisnis yang indah, desain tas sekolah yang memikat menunjukkan
persiapan rencana bisnis yang profesional, tetapi kebanyakan rencana bisnis tersebut
tidak berdampak bagi orang-orang yang harus melaksankan rencana-rencana bisnis
tersebut. Pertanyaan yang timbul dalam fenomena tersebut adalah mengapa rencana
bisnis strategis banyak yang gagal? Menurut Evans (2002) dalam Balanced Scorecard
Collaborative bahwa terdapat faktor penghambat dalam implementasi rencana strategis
yaitu:
1. Hambatan visi (vision barrier) tidak banyak orang dalam organisasi yang
memahami strategi organisasi mereka hanya sekitar 5% yang memahami
(berdasarkan survei).
2. Hambatan orang (people barrier) banyak orang dalam organisasi memiliki tujuan
yang tidak terkait dengan strategi organisasi, hanya 25% dari manajer yang memiliki
insentif terkait dengan strategi perusahaan.
3. Hambatan sumber daya (resources barrier) yaitu tidak mengalokasikan pada hal-
hal yang penting dalam organisasi, sekitar 60% organisasi tidak mengkaitkan
anggarannya dengan strategi perusahaan.
4. Hambatan manajemen (management barrier) manajemen menghabiskan terlalu
sedikit waktu untuk stategi organisasi dan terlalu banyak waktu untuk pembuatan
keputusan taktis jangka pendek.
Berdasarkan kenyataan diatas maka dibutuhkan suatu cara baru untuk
mengkomunikasikan rencana strategis perusahaan kepada setiap orang yang terlibat
dalam pelaksanaan rencana strategis perusahaan. Dengan menggunakan Balanced
Scorecard, rencana-rencana strategis akan mencapai setiap orang dalam perusahaan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian Penilaian Kinerja
2. Tujuan Pengukuran Kinerja
1
3. Manfaat Pengukuran Kinerja
4. Prinsip Pengukuran Kinerja
5. Sistem Pengukuran Kinerja
6. Pengertian Balanced Scorecard
7. Sejarah Balanced Scorecard
8. Manfaat Balanced Scorecard
9. Keunggulan Balanced Scorecard
10. Perspektif Balanced Scorecard
11. Implementasi Balanced Scorecard di PT. Putra Dwimitra Lestarindo

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan salah satu faktor kunci guna
mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien. Karena adanya kebijakan
atau program penilaian kinerja, berarti organisasi telah memanfaatkan secara baik

2
sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat
bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan. Melalui
penilaian tersebut, maka dapat diketahui bagaimana kondisi riil pegawai dilihat dari
kinerja. Dengan demikian data-data ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan suatu organisasi.

Mulyadi dan Setiawan (2001) mengungkapkan bahwa penilaian bagaimana


aktivitas dan proses diselenggarakan merupakan dasar yang melandasi usaha untuk
meningkatkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Dengan demikian
kinerja merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh setiap perusahaan di
manapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam
mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya.

Menurut Sofyandi (2008), Pengertian Penilaian kinerja (performance appraisal)


adalah proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan. Mondy and
Noe (2005) menyatakan bahwa, Performance appraisal is a formal system of review
and evaluation of individual or team task performance. (Penilaian Kinerja adalah satu
sistem formal dari review dan evaluasi individu atau kinerja tugas tim).

Menurut Werther and Davis (1996), Performance appraisal is the process by


which organization evaluate individual job performance. (Penilaian Kinerja adalah
proses di mana organisasi mengevaluasi kinerja pekerjaan individual).

Mathis dan Jackson (2006) menyatakan bahwa, Penilaian kinerja adalah proses
mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan
dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut
kepada karyawan.

Berdasarkan pengertian penilaian kinerja dapat ditarik kesimpulan yang


menerangkan bahwa penilaian kinerja di dalam sebuah organisasi modern, penilaian
kinerja merupakan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam
menjelaskan tujuan dan standar kinerja dan memotivasi kinerja individudi waktu
berikutnya.penilaian kinerja menjadi basis bagi keputusan-keputusan yang
mempengaruhi gaji, promosi, pemberhentian, pelatihan,transfer, dan kondisi
kepegawaian lainnya.

2.2 Tujuan Pengukuran Kinerja

3
Batasan tentang pengukuran kinerja adalah sebagai usaha formal yang dilakukan
oleh organisasi untuk mengevaluasi hasil kegiatan yang telah dilaksanakan secara
periodik berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tujuan pokok dari pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam
mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan
sebelumnya agar menghasilkan tindakan yang diinginkan (Mulyadi & Setyawan 1999:
227).

Secara umum tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah untuk (Gordon, 1993 : 36) :

1. Meningkatkan motivasi karyawan dalam memberikan kontribusi kepada organisasi.


2. Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing karyawan.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan sebagai dasar
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan dan
pengembangan karyawan.
4. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan karyawan, seperti
produksi, transfer dan pemberhentian.

Pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap
pengukuran. Tahap persiapan atas penentuan bagian yang akan diukur, penetapan
kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja, dan pengukuran kinerja yang
sesungguhnya. Sedangkan tahap pengukuran terdiri atas pembanding kinerja
sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya dan kinerja yang
diinginkan (Mulyadi, 2001: 251).

Pengukuran kinerja memerlukan alat ukur yang tepat. Dasar filosofi yang dapat
dipakai dalam merencanakan sistem pengukuran prestasi harus disesuaikan dengan
strategi perusahaan, tujuan dan struktur organisasi perusahaan. Sistem pengukuran
kinerja yang efektif adalah sistem pengukuran yang dapat memudahkan manajemen
untuk melaksanakan proses pengendalian dan memberikan motivasi kepada manajemen
untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya.

2.3 Manfaat Pengukuran Kinerja

Manfaat sistem pengukuran kinerja adalah (Mulyadi & Setyawan, 1999: 212-225):

1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggannya dan membuat seluruh personil


terlibat dalam upaya pemberi kepuasan kepada pelanggan.

4
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai
pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut.
4. Membuat suatu tujuan strategi yang masanya masih kabur menjadi lebih kongkrit
sehingga mempercepat proses pembelajaran perusahaan.

2.4 Prinsip Pengukuran Kinerja


Dalam pengukuran kinerja terdapat beberapa prinsip-prinsip yaitu:
1. Seluruh aktivitas kerja yang signifikan harus diukur.
2. Pekerjaan yang tidak diukur atau dinilai tidak dapat dikelola karena darinya tidak
ada informasi yang bersifat obyektif untuk menentukan nilainya.
3. Kerja yang tak diukur selayaknya diminimalisir atau bahkan ditiadakan.
4. Keluaran kinerja yang diharapkan harus ditetapkan untuk seluruh kerja yang
diukur.
5. Hasil keluaran menyediakan dasar untuk menetapkan akuntabilitas hasil alih-alih
sekedar mengetahui tingkat usaha.
6. Mendefinisikan kinerja dalam artian hasil kerja semacam apa yang diinginkan
adalah cara manajer dan pengawas untuk membuat penugasan kerja dari mereka
menjadi operasional.
7. Pelaporan kinerja dan analisis variansi harus dilakukan secara kerap.
8. Pelaporan yang kerap memungkinkan adanya tindakan korektif yang segera dan
tepat waktu.
9. Tindakan korektif yang tepat waktu begitu dibutuhkan untuk manajemen kendali
yang efektif.

2.5 Sistem Pengukuran Kinerja


Untuk mengukur kinerja, dapat digunakan beberapa ukuran kinerja. Beberapa
ukuran kinerja yang meliputi; kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang
pekerjaan, kemampuan mengemukakan pendapat, pengambilan keputusan, perencanaan
kerja dan daerah organisasi kerja. Ukuran prestasi yang lebih disederhana terdapat tiga
kreteria untuk mengukur kinerja, pertama; kuantitas kerja, yaitu jumlah yang harus
dikerjakan, kedua, kualitas kerja, yaitu mutu yang dihasilkan, dan ketiga, ketepatan
waktu, yaitu kesesuaiannya dengan waktu yang telah ditetapkan.
Menurut Cascio (2003: 336-337), kriteria sistem pengukuran kinerja adalah
sebagai berikut:
1. Relevan (relevance). Relevan mempunyai makna (1) terdapat kaitan yang erat
antara standar untuk pelerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan (2) terdapat
keterkaitan yang jelas antara elemen-elemen kritis suatu pekerjaan yang telah

5
diidentifikasi melalui analisis jabatan dengan dimensi-dimensi yang akan dinilai
dalam form penilaian.
2. Sensitivitas (sensitivity). Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem penilaian
kinerja dalam membedakan pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif.
3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi
penilaian. Dengan kata lain sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh dua orang
yang berbeda dalam menilai seorang pegawai, hasil penilaiannya akan cenderung
sama.
4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja
yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya.
5. Praktis (practicality). Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang disepakati
mudah dimenegerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses penilaian tersebut.

Pendapat senada dikemukakan oleh Noe et al (2003: 332-335), bahwa kriteria


sistem pengukuran kinerja yang efektif terdiri dari beberapa aspek sebagai berikut:
1. Mempunyai Keterkaitan yang Strategis (strategic congruence). Suatu pengukuran
kinerja dikatakan mempunyai keterkaitan yang strategis jika sistem pengukuran
kinerjanya menggambarkan atau berkaitan dengan tujuan-tujuan organisasi.
Sebagai contoh, jika organisasi tersebut menekankan pada pentingnya pelayanan
pada pelanggan, maka pengukuran kinerja yang digunakan harus mampu menilai
seberapa jauh pegawai melakukan pelayanan terhadap pelanggannya.
2. Validitas (validity). Suatu pengukuran kinerja dikatakan valid apabila hanya
mengukur dan menilai aspek-aspek yang relevan dengan kinerja yang diharapkan.
3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi pengukuran
kinerja yang digunakan. Salah satu cara untuk menilai reliabilitas suatu pengukuran
kinerja adalah dengan membandingkan dua penilai yang menilai kinerja seorang
pegawai. Jika nilai dari kedua penilai tersebut relatif sama, maka dapat dikatakan
bahwa instrumen tersebut reliabel.
4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja
yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya. Hal ini
menjadi suatu perhatian serius mengingat sekalipun suatu pengukuran kinerja valid
dan reliabel, akan tetapi cukup banyak menghabiskan waktu si penilai, sehingga si
penilai tidak nyaman menggunakannya.
5. Spesifisitas (specificity). Spesifisitas adalah batasan-batasan dimana pengukuran
kinerja yang diharapkan disampaikan kepada para pegawai sehingga para pegawai
memahami apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana cara untuk mencapai
kinerja tersebut. Spesifisitas berkaitan erat dengan tujuan strategis dan tujuan
pengembangan manajemen kinerja.
6
Dari pendapat Casio dan Noe et al, ternyata suatu instrumen penilaian kinerja harus
didesain sedemikian rupa. Instrumen penilaian kinerja, berdasarkan konsep Casio dan
Noe et al, terutama harus berkaitan dengan apa yang dikerjakan oleh pegawai.
Mengingat jenis dan fungsi pegawai dalam suatu organisasi tidak sama, maka
nampaknya, tidak ada instrumen yang sama untuk menilai seluruh pegawai dengan
berbagai pekerjaan yang berbeda.

2.6 Pengertian Balanced Scorecard


Menurut Kaplan dan Norton (1996), Balance Scorecard merupakan alat pengukur
kinerja eksekutif yang memerlukan ukuran komprehensif dengan empat perspektif,
yaitu persfektif keuangan,perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, dan
perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Sementara itu Anthony, Banker, Kaplan, dan
Young (1997) mendefinisikan Balanced Scorecard sebagai: a measurement and
management system that views a business units performance from four perspectives:
financial, customer, internal business process, and learning and growth.
Dengan demikian, Balanced Scorecard merupakan suatu alat pengukur kinerja
perusahaan yang mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan, baik secara
keuangan maupun nonkeuangan dengan menggunakan empat perspektif yaitu,
perspektif keuangan,perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, dan perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran.
Selain itu, Balanced Scorecard juga memberikan kerangka berpikir untuk
menjabarkan strategi perusahaan ke dalam segi operasional. Kaplan dan Norton (1996)
mengatakan bahwa perusahaan menggunakan focus pengukuran scorecard untuk
menghasilkan berbagai proses manajemen, meliputi:
1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi
2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis
3. Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis
4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis

Dengan Balanced Scorecard, tujuan suatu perusahaan tidak hanya dinyatakan


dalam ukuran keuangan saja, melainkan dinyatakan dalam ukuran dimana perusahaan
tersebut menciptakan nilai terhadap pelanggan yang ada pada saat ini dan akan datang,
dan bagaimana perusahaan tersebut harus meningkatkan kemampuan internalnya
termasuk investasi pada manusia, sistem, dan prosedur yang dibutuhkan untuk
memperoleh kinerja yang lebih baik di masa mendatang.
Melalui Balanced Scorecard diharapkan bahwa pengukuran kinerja keuangan dan
nonkeuangan dapat menjadi bagian dari sistem informasi bagi seluruh pegawai dan

7
tingkatan dalam organisasi. Saat ini Balance Scorecard tidak lagi dianggap sebagai
pengukur kinerja, namun telah menjadi sebuah rerangka berpikir dalam pengembangan
strategi.
Balanced Scorecard menerjemahkan visi dan strategi perusahaan kedalam tujuan
konkrit terorganisasi disepanjang jalur 4 perspektif yang berbeda: finansial, pelanggan,
proses internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Prinsip dasar Balanced Scorecard
adalah memfokuskan pada pelanggan, proses internal, dan pembelajaran dan
pertumbuhan sekarang, perusahaan akan mengamankan posisi finansial masa depannya.
Mengenali keseimbangan antara pengukuran jangka pendek dan menengah ini penting
bagi perusahaan yang ingin cenderung menginginkan kesuksesan finansial jangka
pendek yang seringkali juga diinginkan oleh para pemegang saham. Dibandingkan
dengan konsep manajemen strategis umum, Balanced Scorecard memiliki beberapa
konsep penting:
1. Menambahkan 3 perspektif tambahan pada perspektif finansial yang telah ada.
2. Konsep penting kedua adalah penggunaan indikator leading dan lagging. Indikator
lagging adalah pengukuran yang menjelaskan sesuatu telah terjadi, karena itu jika
perusahaan bereaksi pada pengukuran itu akan menjadi terlambat. Contohnya
adalah ukuran finansial itu sendiri. Indikatorleading sebaliknya menceritakan
sesuatu mengenai masa depan. Contohnya jika perusahaan memperbaiki indeks
kepuasan pelanggannya, maka perusahaan akan dalam jalur yang benar
mendapatkan penjualan tahunan yang lebih baik.
3. Hubungan sebab-akibat. Jika kita memiliki sejumlah indikator yang terkait dalam
cara dimana kinerja sekarang satu indikator menjadi indikasi kinerja yang baik di
masa depan dari indikator yang lain, maka kita telah membangun peta hubungan
sebab-akibat.
4. Penerapan Balanced Scorecard secara berjenjang diseluruh organisasi. Umumnya
perusahaan multinasional dengan beberapa unit bisnis pertama-tama akan
menciptakan Balanced Scorecard bagi tingkat perusahaan kemudian membangun
kartu nilai tingkat unit bisnis di tingkat anak perusahaan. SBU akan mengambil
sasaran (dan bahkan indikator) scorecard perusahaan sebagai awal pertimbangan
dan mengerti bagaimana mereka memberi sumbangan pada target perusahaan.

Jadi Balanced Scorecardmerupakan suata framework untuk mengkomunikasikan


misi dan strategi kemudian menginformasikan kepada seluruh anggota organisasi
tentang faktor-faktor yang menjadi penentu sukses organisasi saat ini dan dimasa yang
akan datang.

8
2.7 Sejarah Balanced Scorecard
Awal 1992, Robert Kaplan dan David Norton mempublikasikan dalam Harvard
Business Review metode pengukuran mereka: The Balanced Scorecard Measures
That Drive Performance. Balanced Scorecardyang diperkenalkan oleh Robert S
Kaplan dan David P Norton meliputi tolak ukur keuangan yang menerangkan akibat
dari aktivitas yang telah dilakukan suatu organisasi dan dilengkapi tolak ukur
operasional terhadap kepuasan pelanggan, proses internal, serta aktivitas inivasi dan
perbaikan organisasi.
Balanced Scorecard adalah alat yang menyediakan pada para manajer pengukuran
komprehensif bagaimana organisasi mencapai kemajuan lewat sasaran-sasaran
strategisnya. Metode ini menjelaskan bagaimana aset intangible dimobilisasi dan
dikombinasikan dengan aset intangible dan tangible untuk menciptakan proposisi nilai
pelanggan yang berbeda dan hasil finansial yang lebih unggul (Kaplan dan Norton,
2001). Norton dan Kaplan menempatkan Balanced Scorecardsebagai alat bagi
organisasi (termasuk yang berasal dari sektor publik dan non-profit) untuk mengelola
kebutuhan pemegang saham relevannya. Lebih jauh mereka menyarankan Balanced
Scorecardsebagai alat untuk memperbaiki aliran informasi dan komunikasi antara top
eksekutif dan manajemen menengah dalam perusahaan.
Balanced Scorecardingin memperbaiki sistem konvensional pengontrolan dan
akuntansi dengan memperkenalkan fakta lebih kualitatif dan non-finansial.
Pertimbangan sasaran finansial serupa dengan sistem tradisional manajemen dan
akuntansi. Satu perbaikan penting dari Balanced Scorecardterletak pada fokusnya
mendorong nilai bagi profitabilitas masa depan perusahaan. Perspektif pasar bertujuan
mengidentifikasi segmen pelanggan dan pasar relevan yang berkontribusi pada sasaran
finansial. Dalam istilah manajemen barbasis pasar dari perusahaan, dimensi ini
membuat mampu mencapai proses-proses dan produk internal yang sejalur dengan
keperluan pasar. Dalam dimensi internal processes, perusahaan harus mengidentifikasi
dan menstrukturkan secara efisien proses-proses pendorong nilai internal yang vital
terkait dengan sasaran pelanggan dan pemegang Balance Sorecard Dalam
PengelolaanSDA LH Andie Tri Purwanto. Perspektif organizationaldevelopment
akhirnya mencoba menggambarkan semua aspek terkait dengan staf dan organisasional
yang vital pada proses reengineering organisasi.
Norton dan Kaplan (1997) merekomendasikan integrasi sistematis Balanced
Scorecardkedalam sistem manajemen perusahaan yang telah ada. Untuk hal ini mereka
mendiskusikan terutama fase-fase penataan (set-up) dan implementasi strategi.

9
Balanced Scorecardmenjadi alat mentransformasikan strategi kedalam aksi
pelaksanaan, Norton dan Kaplan menekankan pentingnya pelatihan teratur dan
tambahan dan komunikasi strategi internal (seperti dengan leaflet, majalah, intranet,
dst) dan pengukuran-pengukuran sasaran-sasaran terdefinisi di seluruh perusahaan.
Melalui penataan sasaran lebih ambisius, menetapkan definisi pengukuran-pengukuran
strategis, dan integrasi strategi terkait jangka panjang kedalam proses penganggaran
tahunan, Balanced Scorecardakan memperbaiki sistem manajemen perusahaan yang
ada saat ini.
Asumsi dasar dalam penerapan Balanced Scorecardadalah pada dasarnya
organisasi adalah institusi pencipta kekayaan, karena itu semua kegiatannya harus dapat
menghasilkan tambahan kekayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.8 Manfaat Balanced Scorecard


Manfaat Balanced Scorecard bagi perusahaan menurut Kaplan dan Norton (2000:
122) adalah sebagai berikut :
1. Balanced Scorecard mengintegrasikan strategi dan visi perusahaan untuk mencapai
tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
2. Balanced Scorecard memungkinkan manajer untuk melihat bisnis dalam perspektif
keuangan dan non keuangan (pelanggan, proses bisnis internal, dan belajar dan
bertumbuh)
3. Balanced Scorecard memungkinkan manajer menilai apa yang telah mereka
investasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur
demi perbaikan kinerja perusahaan dimasa mendatang.

2.9 Keunggulan Balanced Scorecard


Balanced Scorecard memiliki keunggulan dalam hal cakupan pengukuran yang
lengkap dengan mempertimbangkan kinerja keuangan dan nonkeuangaan, kuantitatif,
kualitatif obyektif dan subjektif. Dan yang menarik Balanced Scorecard tidak hanya
mengukur hasil akhir tapi juga aktivitas-aktivitas penentu hasil akhir.
Dalam perkembangannya Balanced Scorecardtelah banyak membantu perusahaan
untuk sukses mencapai tujuannya. Balanced Scorecardmemiliki beberapa keunggulan
yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen tradisional. Strategi manajemen
tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih menitik
beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan bisnis
menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan dalam
kemajuan organisasi. Balanced Scorecardmenjawab kebutuhan tersebut melalui sistem
manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif yaitu: keuangan,
pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
10
Balanced Scorecard memiliki keunggulan yang menjadikan sistem manajemen
strategik saat ini berbeda secara signifikan dengan sistem manajemen strategik dalam
manajemen tradisional (Mulyadi,2001). Manajemen strategik tradisional hanya
berfokus ke sasaran-sasaran yang bersifat keuangan, sedangkan sistem manajemen
strategik kontemporer mencakup perspektif yang luas yaitu keuangan, pelanggan,
proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Selain itu berbagai sasaran
strategik yang dirumuskan dalam sistem manajemen strategik tradisional tidak koheren
satu dengan lainnya, sedangkan berbagai sasaran strategik dalam sistem manajemen
strategik kontemporer dirumuskan secara koheren. Di samping itu, Balanced Scorecard
menjadikan sistem manajemen strategik kontemporer memiliki karakteristik yang tidak
dimiliki oleh sistem manajemen strategik tradisional, yaitu dalam karakteristik
keterukuran dan keseimbangan.
Menurut Mulyadi (2001), keunggulan pendekatan Balanced Scorecard dalam
system perencanaan strategic adalah mampu menghasilkan rencana strategic yang
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Komprehensif
Balanced Scorecard menambahkan perspektif yang ada dalam perencanaan
strategik, dari yang sebelumnya hanya pada perspektif keuangan, meluas ke tiga
perspektif yang lain, yaitu: pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran
dan pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana strategik ke perspektif
nonkeuangan tersebut menghasilkan manfaat sebagai berikut:
a. Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang,
b. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.
2. Koheren
Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab
akibat di antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan
strategik. Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam perspektif nonkeuangan
harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Dengan demikian, kekoherenan sasaran strategik yang dihasilkan dalam sistem
perencanaan strategik memotivasi personel untuk bertanggung jawab dalam
mencari inisiatif strategik yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan.
Sistem perencanaan strategik yang menghasilkan sasaran strategik yang koheren
akan menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan berjangka panjang, karena
personel dimotivasi untuk mencari inisiatif strategik yang mempunyai manfaat bagi
perwujudan sasaran strategik di perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis
internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Kekoherenan sasaran strategik yang
11
menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan sangat dibutuhkan oleh perusahaan
untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif.
3. Seimbang
Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan
strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berjangka panjang. Jadi
perlu diperlihatkan garis keseimbangan yang harus diusahakan dalam menetapkan
sasaran-sasaran strategic di keempat perspektif.
4. Terukur
Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan
strategik menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh
sistem tersebut. Semua sasaran strategik ditentukan oleh ukurannya, baik untuk
sasaran strategik di perspektif keuangan maupun sasaran strategik di perspektif
nonkeuangan.
Dengan Balanced Scorecard, sasaran-sasaran strategik yang sulit diukur,
seperti sasaran-sasaran strategik di perspektif nonkeuangan, ditentukan ukurannya
agar dapat dikelola, sehingga dapat diwujudkan. Dengan demikian keterukuran
sasaran-sasaran strategik di perspektif nonkeuangan tersebut menjanjikan
perwujudan berbagai sasaran strategik nonkeuangan, sehingga kinerja keuangan
dapat berlipat ganda dan berjangka panjang.

2.10 Perspektif Balanced Scorecard


Balanced Scorecard adalah konsep yang mengukur kinerja suatu organisasi dari
empat perspektif yaitu perspektif finansial, perspektif customer, perspektif proses bisnis
internal, perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Konsep Balanced Scorecard ini
pada dasarnya merupakan penerjemahan strategi dan tujuan yang ingin dicapai oleh
suatu perusahaan dalam jangka panjang, yang kemudian diukur dan dimonitor secara
berkelanjutan.
Menurut Kaplan dan Norton (1996), Balanced Scorecard memiliki empat
perspektif, antara lain :
1. Perspektif Keuangan (financial perspective)
Balanced Scorecard menggunakan tolok ukur kinerja keuangan, seperti laba
bersih dan ROI (Return on Investment), karena tolok ukur tersebut secara umum
digunakan dalam organisasi yang mencari keuntungan/provit. Maka hal pertama
yang harus dilakukan adalah mendeteksi keberadaan industry yang dimilikinya,
yaitu digolongkan dalam tiga tahap perkembangan industry yaitu:
a. Growth
b. Sustain
c. Harvest.

12
Tolak ukur keuangan memberikan bahasa umum untuk menganalisis
perusahaan. Orang-orang yang menyediakan dana untuk perusahaan, seperti
lembaga keuangan dan pemegang saham, sangat mengandalkan tolok ukur kinerja
keuangan dalam memutuskan hal yang berhubungan dengan dana.
Tolak ukur keuangan yang didesign dengan baik dapat memberikan gambaran
yang akurat untuk keberhasilan suatu organisasi. Tolok ukur keuangan adalah
penting, akan tetapi tidak cukup untuk mengarahkan kinerja dalam menciptakan
nilai (value). Tolok ukur nonkeuangan juga tidak memadai untuk menyatakan
angka paling bawah (bottom line). Balanced scorecard mencari suatu
keseimbangan dari tolok ukur kinerja yang multiple-baik keuangan maupun
nonkeuangan untuk mengarahkan kinerja organisasional terhadap keberhasilan.

2. Perspektif Pelanggan (customer perspective)


Perspektif pelanggan berfokus pada bagaimana organisasi memperhatikan
pelanggannya agar berhasil. Mengetahui pelanggan dan harapan mereka tidaklah
cukup, suatu organisasi juga harus memberikan insentif kepada manajer dan
karyawan yang dapat memenuhi harapan pelanggan. Bill Mariot mengatakan "Take
care of your employee and they take care of your customer. Perhatikan karyawan
anda dan mereka akan memperhatikan pelanggan anda. Perusahaan umumya
menggunakan tolok ukur kinerja berikut, pada waktu mempertimbangkan
perspektif pelanggan yaitu :
a. Kepuasan pelanggan (customer satisfaction)
b. Retensi pelanggan (customer retention)
c. Pangsa Pasar (market share)
d. Pelanggan yang profitable
e. Akuisisi pelanggan

3. Perspektif proses usaha internal (internal business process perspective)


Terdapat hubungan sebab akibat antara perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan dengan perspektif usaha internal dan proses produksi. Karyawan
yang melakukan pekerjaan merupakan sumber ide baru yang terbaik untuk proses
usaha yang lebih baik.
Hubungan pemasok adalah kritikal untuk keberhasilan, khususnya dalam
usaha eceran dan perakitan manufacturing. Perusahaan tergantung pemasok
mengirimkan barang dan jasa tepat pada waktunya, dengan harga yang rendah dan
dengan mutu yang tinggi. Perusahaan dapat berhenti berproduksi apabila terjadi
problema dengan pemasok.
Pelanggan menilai barang dan jasa yang diterima dapat diandalkan dan tepat
pada waktunya. Pemasok dapat memuaskan pelanggan apabila mereka memegang
13
jumlah persediaan yang banyak untuk meyakinkan pelanggan bahwa barang-
barang yang diminati tersedia ditangan. Akan tetapi biaya penanganan dan
penyimpanan persediaan menjadi tinggi, dan kemungkinan mengalami keusangan
persediaan. Untuk menghindari persediaan yang berlebihan, alternatif yang
mungkin adalah membuat pemasok mengurangi throughput time. Throughput time
adalah total waktu dari waktu pesanan diterima oleh perusahaan sampai dengan
pelanggan menerima produk. Memperpendek throughput time dapat berguna
apabila pelanggan menginginkan barang dari jasa segera mungkin.

4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learn and growth/ infrastructure


perspective)
Untuk tujuan insentif, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan berfokus
pada kemampuan manusia. Manajer bertanggung jawab untuk mengembangkan
kemampuan karyawan. Tolok ukur kunci untuk menilai kinerja manajer adalah
kepuasan karyawan, retensi karyawan, dan produktivitas karyawan. Kepuasaan
karyawan mengakui bahwa moral karyawan adalah penting untuk memperbaiki
produktivitas, mutu, kepuasan pelanggan, dan ketanggapan terhadap situasi.
Manajer dapat mengukur kepuasan karyawan dengan mengirim survei,
mewawancarain karyawan, mengamati karyawan pada saat bekerja.

2.11 Implementasi Balanced Scorecard di PT. Putra Dwimitra Lestarindo


Penerapan Balanced Scorecard sebagai alat ukur kinerja pada PT Putra Dwimitra

Lestarindo. Penerapannya adalah berfokus pada empat perspektif Balanced Scorecard.


1. Perspektif keuangan
Pada perspektif ini pengamat melakukan dengan cara membuat Analisis Rasio

sebagai berikut:

ANALISIS RASIO 2013 2014 2015 ANGKA

STANDAR
Current Ratio 1,12 1,20 1,18 1,17
Cash Ratio 0,27 0,43 0,47 0,46
Total Asset Turn Over 1,11x 2,17x 2,39x 1,91x
Working Capital Turnover 43,16x 60,53x 71,40x 62,08x
Total Debt to Equity Ratio 0,15 0,31 0,47 0,29
Total Debt to Capital Assets 0,10 0,19 0,30 0,21
Gross Profit Margin 0,101 0,106 0,108 0,107
Earning Power of Total 0,19 0,41 0,32 0,32

14
Investment

Jadi kinerja PT Putra Dwimitra Lestarindo dari perspektif financial dengan

menggunakan rasio liquiditas dan rasio leverage menunjukan kecenderungan yang

baik dan terus mengalami peningkatan selama tahun 2013-2015. Rasio Aktivitas

menunjukan nilai yang cukup baik karena perputaran aktiva dan modal kerja cukup

berpengaruh untuk menghasilkan penjualan bersih. Sedangkan pada rasio

profitabilitas menunjukan kecenderungan yang kurang baik karena nilai Earning

Power of Total Investment kecil dan semakin kecil dari tahun 2014 ke tahun 2015.

2. Perspektif Pelanggan

Pada perspektif pelanggan saya mengumpulkan data yang mencakup 3 aspek

yaitu:

a. Atribut jasa perusahaan,


b. Citra perusahaan
c. Hubungan dengan pelanggan.

Hasil dari data tersebut adalah sebesar 3,88 yang berarti respon pelanggan

terhadap atribut jasa perusahaan, citra perusahaan, dan hubungan dengan pelanggan

pada PT Putra Dwimitra Lestarindo di nilai baik. Hal ini dikarenakan kepuasan yang

di rasakan pelanggan atas pelayanan yang diberikan, ketepatan pengiriman barang ke

pelanggan (Rumah Sakit) dan tentu saja produk yang ditawarkan sangat berkualitas.

3. Perspektif Proses Bisnis Internal

Perspektif ini terdiri dari dua proses bisnis utama yaitu;

a. Proses Inovasi
b. Proses Operasi.

15
Pengukuran pada perspektif ini juga menggunakan kuesioner dimana

kuesioner tersebut dibagi kedalam dua proses bisnis utama. Hasil dari masing masing

kuesioner tersebut adalah sebagai berikut;

a. Proses inovasi sebesar 3,868


b. Proses operasi sebesar 4,083

Dari hasil kuesioner tersebut mencerminkan bahwa perusahaan tersebut dapat

memberikan yang terbaik dalam hal inovasi perusahaan, penyampaian yang baik

kepada pelanggan, dan pelayanan yang baik kepada pelanggannya.

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Perspektif ini diukur menggunakan kuesioner dimana yang diukur pada aspek

motivasi, pemberdayaan, serta kerasian karyawan.

Hasil dari kuesioner terhadap aspek motivasi, pemberdayaan, dan keserasian

karyawan sebesar 3,630.

Dapat ditarik kesimpulan dari hail kuesioner bahwa pada karyawan sangat

termotivasi untuk melakukan sesuatu yang dapat memajukan perusahaan dengan

segala kebijakan yang diberikan oleh perusahaan. Selain itu, para karyawan juga

merasakan kepuasaan dengan penempatan posisi dan pemberian tanggung jawab yang

ditetapkan oleh PT Astra International Tbk.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Liabilities (Kewajiban) adalah kemungkinan pengorbanan masa depan atas manfaat


ekonomi yang muncul dari kewajiban saat ini dari entitas tertentu untuk mentransfer aktiva atau
menyediakan jasa kepada entitas lainnya di masa depan sebagai hasil dari transaksi atau kejadian
masa lalu.

Kewajiban lancar adalah kewajiban yang likuidasinya diperkirakan secara layak


memerlukan penggunaan sumber daya yang ada yang diklasifikasikan sebagai aktiva lancar, atau
penciptaan kewajiban lancar lain.

Jenis Jenis Kewajiban Lancar

1) Hutang usaha
2) Wesel bayar
3) Jatuh tempo berjalan hutang jangka panjang
4) Kewajiban jangka pendek yang diharapkan akan didanai kembali
5) Hutang dividen
6) Uang muka pelanggan dan deposito yang dapat dikembalikan
7) Pendapatan diterima dimuka
8) Hutang pajak penjualan
9) Hutang pajak penghasilan
10) Kewajiban yang berhubungan dengan karyawan

Hutang jangka panjang adalah pengorbanan manfaat ekonomi yang sangat mungkin di
masa depan akibat kewajiban sekarang yang tidak dibayarkan dalam satu tahun atau siklus
operasi perusahaan. Hutang jangka panjang terdiri dari Hutang Obligasi, Wesel Bayar Jangka
Panjang, Hutang Hipotik, Kewajiban Pensiun dan Kewajiban Lease.

3.2 Kritik dan Saran

17
18

Anda mungkin juga menyukai