Anda di halaman 1dari 4

Seorang ibu berusia 30 tahun baru melahirkan anaknya yang ke-4.

Satu bulan
setelah bersalin, beliau merasa baik-baik saja, namun ibu muda tersebut mulai
memperlihatkan perilaku yang tidak biasa. Ia menjadi sensitif, pemarah,
mencemaskan hal-hal yang tidak penting, keceriaannya berganti dengan
kemurungan, dan mudah merasa lelah. Merawat bayi sambil membesarkan
ketiga kakaknya memang bukan hal yang mudah. Belum lagi menjalani malam-
malam yang melelahkan dan mengganggu kualitas tidurnya. Apa yang
sebenarnya dialami olehnya?

Kasus seperti yang dialami ibu tersebut banyak terjadi pada wanita yang baru
melahirkan. Kondisi ini dikenal dengan sebutan baby blues syndrome (BBS).
Statistik menyatakan angka kejadian BBS pada wanita pasca melahirkan tidak
kurang dari 80 persen. Sekalipun gangguan ini dikategorikan ringan dan
umumnya akan menghilang dengan sendirinya setelah beberapa minggu, kita
perlu waspada akan kemungkinan terjadinya post-partum depression (PPD) atau
depresi pasca kelahiran.

Gangguan tersebut pada awalnya menyerupai BBS, namun intensitas keluhan


jauh meningkat dan menimbulkan disabilitas yang bermakna pada kehidupan
sehari-hari. Gangguan mood (suasana perasaan) turut menyertainya, sehingga
dapat membuat seseorang mengalami kesedihan yang ekstrem. Wanita yang
mengalami PPD akan kehilangan kemampuannya untuk mengurus bayi yang
baru dilahirkannya, keluarganya bahkan dirinya sendiri. Karena beratnya
gangguan ini, wanita yang mengalaminya memerlukan pengobatan yang
adekuat.

Kasus PPD setidaknya mencapai angka 15 persen per tahunnya. Apabila angka
kelahiran di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik pada tahun 2015 adalah 4,8
juta, maka jumlah mereka yang berisiko mengalami PPD adalah sekitar 720.000
ibu per tahunnya. Gangguan ini dapat muncul segera setelah melahirkan atau
umumnya antara seminggu hingga satu bulan pasca melahirkan.

APA PENYEBABNYA?

PPD tidak disebabkan oleh penyebab tunggal, namun lebih merupakan hasil dari
berbagai kombinasi faktor-faktor fisik dan emosional. PPD juga tidak diakibatkan
oleh sesuatu hal yang tidak atau dilakukan oleh sang ibu.

Sesaat setelah melahirkan, kadar hormon-hormon (estrogen dan progesteron)


dalam tubuh seorang ibu akan mengalami perubahan yang dramatis. Hal
tersebut akan memberikan dampak pada perubahan biokimiawi di otak yang
akan mencetuskan mood swings (alam perasaan yang tidak menentu). Selain itu,
banyak ibu yang tidak dapat beristirahat dengan baik, sementara fisiknya
membutuhkan pemulihan setelah proses persalinan. Gangguan tidur tersebut
dapat mengakibatkan ketidaknyamanan dan kelelahan yang berlebihan, yang
tentunya dapat memberikan kontribusi pada gejala-gejala PPD.

APA SAJA GEJALANYA?

Beberapa gejala yang umum dialami oleh penderita PPD termasuk di bawah ini:

Senantiasa merasa sedih, putus asa, kosong dan hanyut dalam pikiran-pikiran
negatif
Menangis tanpa alasan dengan proporsi lebih sering dari biasanya
Khawatir dan cemas secara berlebihan
Alam perasaan yang berubah-ubah (moody), mudah tersinggung dan gelisah
Gangguan tidur, dapat berupa tidur yang berlebihan atau kesulitan untuk jatuh
tertidur sekalipun kelelahan
Kesulitan dalam berkonsentrasi dan membuat keputusan
Mudah marah
Kehilangan minat untuk aktivitas yang biasanya disukai
Timbulnya banyak keluhan nyeri, termasuk sakit kepala, masalah pada
pencernaan dan nyeri pada otot-otot
Perubahan pola makan, dapat berupa terlalu banyak makan ataupun kehilangan
selera makan
Mulai menjauhkan diri dari teman-teman dan keluarga, hingga menutup diri
Kesulitan dalam membina hubungan emosional dan kedekatan dengan bayinya
Selalu ragu akan kemampuan untuk merawat bayinya
Adanya pikiran-pikiran untuk melukai dirinya sendiri maupun bayinya
Apabila ditemukan setidaknya lima gejala di atas selama dua minggu atau lebih,
maka perlu mendapat pertolongan secepatnya. Karena gangguan ini dapat
berdampak sangat buruk pada kesehatan fisik dan mental sang ibu, bayinya, dan
bahkan dapat menjadi ancaman bagi hubungan rumah tangga.

SIAPA SAJA YANG BERISIKO MENGALAMI PPD?

Ada beberapa kelompok wanita yang memiliki risiko lebih besar untuk
mengalami PPD karena mereka memiliki hal-hal di bawah ini:
Adanya gejala depresi pada saat kehamilan sebelumnya
Adanya riwayat gangguan depresi atau bipolar
Adanya anggota keluarga kandung yang memiliki riwayat gangguan depresi atau
gangguan mental lainnya
Adanya riwayat kehidupan yang penuh tekanan (stres) selama kehamilan atau
sesaat setelah melahirkan, seperti kehilangan pekerjaan, kematian anggota
keluarga, kekerasan dalam rumah yang dialami ibu
Adanya komplikasi saat proses kelahiran, termasuk kelahiran prematur, atau bayi
yang mengalami masalah kesehatan
Adanya masalah psikososial yang berkaitan dengan kehamilan, seperti status
perkawinan, apakah kehamilan tersebut direncanakan atau tidak
Tidak adanya dukungan emosional dari suami, keluarga dan kawan-kawan
selama kehamilan
Adanya riwayat penyalahgunaan obat, seperti narkoba dan konsumsi alkohol
BAGAIMANA CARA MENANGANINYA?

Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk menangani kondisi tersebut, yakni:

Konseling

Suatu penanganan yang melibatkan profesional dalam bidang kesehatan mental


(konselor, psikolog, psikiater atau pekerja sosial). Terdapat dua tipe konseling
yang terbukti cukup efektif dalam menangani PPD:

Cognitive behavioral therapy (CBT) yang bertujuan membantu penderita PPD


untuk mengenali dan mengubah pikiran-pikiran dan perilaku negatif
Interpersonal therapy (IPT) yang bertujuan membantu penderita PPD untuk
memahami dan melakukan sesuatu dalam memperbaiki hubungan interpersonal
yang bermasalah
Mediaksi

Pengobatan dengan anti-depresi bekerja untuk mengembalikan keseimbangan


kimiawi bagian otak yang meregulasi suasana perasaan. Anti-depresi baru akan
memperlihatkan hasilnya setelah digunakan selama beberapa minggu dengan
teratur. Umumnya anti-depresi cukup aman bila digunakan saat menyusui,
namun penderita PPD perlu berkonsultasi dengan psikiaternya untuk memahami
risiko dan keuntungan anti-depresi.
dr. Leonardi A. Goenawan, Sp. KJ

Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa

- See more at: http://rspondokindah.co.id/id/health-articles/detail/124/baby-blues-


syndrome-dan-post-partum-depression-pahami-dan-tangani-
segera#sthash.brKb8W1e.dpuf

Anda mungkin juga menyukai