Anda di halaman 1dari 10

BAB I

1. Pendahuluan

Manusia dengan manusia lain ada yang mempunyai tujuan yang sama dan membentuk
sesuatu yang disebut organisasi. Di dalam organisasi tentunya terdapat melibatkan lebih
dari satu orang, karena organisasi mempunyai pengertian suatu kerjasama sekelompok
orang untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan dan mau terlibat dengan peraturan
yang ada.Adanya sekelompok orang didalam organisasi tersebut pasti juga terdapat
beberapa pemikiran dan pendirian yang berbeda-beda.

Perbedaan yang terdapat dalam organisasi seringkali menyebabkan terjadinya


ketidakcocokan yang akhirnya menimbulkan konflik.Hal ini disebabkan karena pada
dasarnya ketika terjadi suatu organisasi, maka sesungguhnya terdapat banyak kemungkinan
timbulnya konflik.Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi,
tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitias organisasi tersebut, jika konflik
tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian.Karena itu keahlian untuk mengelola
konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi.

Konflik merupakan fenomena dinamika yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan
organisasi, bahkan konflik selalu hadir dalam setiap hubungan kerja antara individu dan
kelompok. Tujuan organisasi pada dasarnya adalah memberikan tugas yang terpisah dan
berbeda kepada masing-rnasing orang dan menjamin tugas -tugas tersebut terkoordinir
menurut suatu cara yang dapat mencapai tujuan organisasi. Organisasi itu sendiri bukanlah
suatu tujuan tetapi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Hal ini terjadi karena di satu sisi
orang-orang yang terlibat dalam organisasi mempunyai karakter, tujuan, visi, maupun gaya
yang berbeda-beda.

Di sisi lain adanya saling ketergantungan antara satu dengan yang lain yang menjadi
karakter setiap organisasi. Tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata
dan dikendalikan dengan baik dapat menguntungkan organisasi sebagai suatu kesatuan,
karena perbedaan pada individu merupakan potensi manusia yang dapat menjadi potensi
positif maupun negatif. Upaya menumbuhkan/mengembangkan potensi positif dan
meminimalkan potensi negatif adalah upaya penanganan konflik. Dalam menata konflik
dalam organisasi diperlukan keterbukaan, kesabaran serta kesadaran semua fihak yang
terlibat maupun yang berkepentingan dengan konflik yang terjadi dalam organisasi.
2. Pembahasan

A. Definisi konflik

Konflik merupakan segala macam bentuk hubungan antara manusia yang ditandai oleh
sifat saling berlawanan. Konflik berasal dari kata kerja configere yang artinya saling
memukul. Dilihat dari sisi sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara
dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dapat diartikan sebagai ketidak setujuan antara dua atau lebih anggota organisasi
atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus
menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama atau menjalankan kegiatan
bersama-sama dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi
yang berbeda. Anggota-anggota organisasi yang mengalami ketidaksepakatan tersebut
biasanya mencoba menjelaskan duduk persoalannya dari pandangan mereka.

B. Teori-Teori yang Melandasi Konflik

Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.

1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan
kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada
berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak
atau lebih pihak secara berterusan.

2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama,


hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing
masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri sendiri dan tidak
bekerja sama satu sama lain.

3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh


persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam
organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada.Sebaliknya, jika mereka
mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah
menjadi kenyataan.

4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada
tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas,
1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya
dengan stres.

5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau
lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan
oleh perbedaan tujuan.

6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang
sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan
adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).

7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain,


kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian
menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat,
dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).

8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku


komunikasi (Folger & Poole: 1984).

9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin
dicapai, alokasi sumber sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun
perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart,
1993:341).

10. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak
dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda beda (Devito,
1995:381)

11. Nardjana (1994), konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang
berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya
saling terganggu.

12. Killman dan Thomas (1978), konflik adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antar
nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun
dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat
mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi
efisiensi dan produktivitas kerja.
13. Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998), yang dimaksud
dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) yaitu : Conflict is a situation which two or
more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some
emotional antagonism with one another. Yang artinya, konflik adalah suatu situasi dimana
dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut
kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang
lainnya.

14. Stoner, konflik organisasi ialah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi


sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau
kepribadian.

C. Bentuk-Bentuk dan Jenis-Jenis Konflik

Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu
konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik
antar kelompok dan konflik antar organisasi.

1. Konflik Intrapersonal

Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila
pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi
sekaligus.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai
berikut:

a. Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing

b. Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-
kebutuhan itu terlahirkan.

c. Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.

d. Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuantujuan

yang diinginkan.
Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali
menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang
tidak menyenangkan.

Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :

a. Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan


yang sama-sama menarik.

b. Konflik pendekatan penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan
yang sama menyulitkan.

c. Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal


yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.

2. Konflik Iterpersonal

Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena
pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang
berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.

Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku
organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa
anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan
organisasi tersebut.

3. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok

Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk
mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka.
Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok
kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia
berada.

4. Konflik Antara Kelompok Dalam Organisasi Yang Sama

Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi organisasi.
Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja manajemen merupakan dua macam
bidang konflik antar kelompok.
5. Konflik Antara Organisasi

Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain
dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.
Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan
produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan
sumber daya secara lebih efisien.

Lasey (2003 :46) menyajikan beberapa gejala awal munculnya konflik, seperti :
komunikasi berubah bentuk menjadi penulisan memo dan e-mail, lebih banyak orang
bekerja di balik pintu tertutup, rapat-rapat tidak memperoleh hasil apa-apa, bahasa "mereka
"dan "kita', friksi dan permusuhan antar pribadi, nada suara menjadi tinggi dan ada air
mata, terbentuknya gang-gang, rehat makan siang berkepanjangan dan jadwal tidak terjaga,
aksi bolos dan tidak masuk kerja dengan alasan sakit, semangat kerja rendah atau
ketegangan, orang-orang tampak tertekan dan muram, serta output/kualitas kerja yang
terpengaruh.

Konflik tidak muncul seketika dan langsung menjadi besar.Konflik itu berkembang secara
bertahap.Jika pemimpin tidak peka mengidentifikasi konflik sehingga intensitas konflik
sudah mencapai tahap yang tinggi, maka penyelesaian konflik bisa sangat sukar, dan
berpotensi menghancurkan semua pihak. Louis R. Pondy (dalam George & Jones,
1999:660) merumuskan lima episode konflik yang disebut "Pondys Model of
Organizational Conflict". Menurutnya, konflik berkembang melalui lima fase secara
beruntun, yaitu : latent conflict, perceived conflict, felt conflict, manifest conflict and
conflict aftermath.

1. Konflik terpendam. Konflik ini merupakan bibit konflik yang bisa terjadi dalam interaksi
individu ataupun kelompok dalam organisasi, oleh karena set up organisasi dan perbedaan
konsepsi, namun masih dibawah permukaan. Konflik ini berpotensi untuk sewaktu-waktu
muncul kepermukaan.

2. Konflik yang terpersepsi. Fase ini dimulai ketika para actor yg terlibat mulai
mengkonsepsi situasi-situasi konflik termasuk cara mereka memandang, menentukan
pentingnya isu-isu, membuat asumsi-asumsi terhadap motif-motif dan posisi kelompok
lawan.
3. Konflik yang terasa. Fase ini dimulai ketika para individu atau kelompok yang terlibat
menyadari konflik dan merasakan penglaman-pengalaman yang bersifat emosi, seperti
kemarahan, frustasi, ketakutan, dan kegelisahan yang melukai perasaan.

4. Konflik yang termanifestasi. Pada fase ini salah satu pihak memutuskan bereaksi
menghadapi kelompok dan sama-sama mencoba saling menyakiti dan menggagalkan
tujuan lawan.Misalnya agresi terbuka, demonstrasi, sabotase, pemecatan, pemogokan dan
sebagainya.

5. Konflik sesudah penyelesaian. Fase ini adalah fase sesudah konflik diolah.Bila konflik
dapat diselesaikan dengan baik hasilnya berpengaruh baik pada organisasi (fungsional)
atau sebaliknya (disfungsional). Pickering (2006:22,23) membagi tahap-tahap
perkembangan konflik, yaitu : tahap pertama, dimana terjadi perselisihan-perselisihan kecil
sehari-hari. Biasanya dalam kelompok terdapat perbedaan nilai kehidupan, budaya,
kebutuhan, dan tujuan hidup.Perbedaan-perbedaan ini, mulai bersinggungan dan
menimbulkan rasa jengkel, dan sebagainya.Kemudian, tahap kedua, dimana tantangan
menjadi lebih besar.Unsur persaingan mulai menonjol. Bahkan sudah menyangkut urusan
pribadi, dan mulai mencari kesalahan orang lain. Terakhir, adalah tahap ketiga, dimana
terjadi pertarungan terbuka, mengakibatkan tujuan bergeser dari ingin menang menjadi
ingin menyakiti.

D. Faktor Terjadinya Konflik

1. Saling ketergantungan kerja

Saling ketergantungan kerja terjadi bila dua atau lebih kelompok organisasi tergantung satu
dengan yang lainnya untuk menyelesaikan tugas tugas mereka. Terdapat tiga jenis
ketergantungan diantara kelompok, diantaranya :

2. Saling ketergantungan yang dikelompokkan

Saling ketergantungan tidak memerlukan adanya interaksi diantara kelompok sebab setiap
kelompok bertindak secara terpisah kecuali melalui organisasi.

3. Saling ketergantungan yang berurutan


Saling ketergantungan yang memerlukan kelompok untuk menyelesaikan tugasnya
sebelum kelompok lain dapat menyelesaikan tugasnya ditampilkan dalam bentuk
berurutan, karena itu kemungkinan konflik bertambah.

4. Saling ketergantungan timbal balik

Saling ketergantungan yang memerlukan hasil kelompok untuk dijadikan masukan


kelompok lain dalam organisasi, karena dapat memberi dasar timbulnya potensi konflik
yang besar.

5. Perbedaan tujuan

Perbedaan tujuan mengarah kepada perbedaan harapan dimana dalam kondisi tertentu (
seperti sumber yang tersedia dan struktur / imbalan ) membantu timbulnya konflik antar
kelompok.

6. Perbedaan persepsi

Perbedaan persepsi merupakan realitas, ketidaksetujuan atas apa yang sebenarnya dari
realitas yang dapat menyebabkan konflik. Beberapa faktor yang menyebabkan kelompok
kelompok dalam organisasi untuk membentuk perbedaan persepsi mengenai realitas,
meliputi :

a. Perbedaan tujuan

b. Perbedaan cakrawala waktu

c. Perbedaan status

d. Persepsi yang tidak akurat

e. Meningkatnya permintaan untuk spesialis

Orang orang manajer lini dan staf saling menyatakan pandangannya dan peranannya
dalam organisasi dari perspektif yang berbeda. Dengan berkembangnya keahlian teknis
disegala bidang organisasi, peranan staf dapat diharapkan berkembang, dan konflik
manajemen lini dan staf dapat diharapkan meningkat. Disamping faktor tersebut, konflik
juga dapat berkembang karena berbagai sebab, antara lain sebagai berikut:

a. Batasan pekerjaan yang tidak jelas


b. Hambatan komunikasi
c. Tekanan waktu
d. Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
e. Pertikaian antar pribadi
f. Perbedaan status
g. Harapan yang tidak terwujud

E. Dampak Konflik

Secara Common sense konflik itu berkonotasi negatif dan berakibat buruk bagi organisasi,
karenanya konflik perlu dihindari, dileyapkan dan dilawan. Secara spesifik, konflik
memliki efek fungsional dan efek disfungsional. Konflik yang fungsional yang berdampak
positif dan menguntungkan bagi efektifitas organisasi. Di lain pihak yang disfungsional
adalah konflik yang berdampak destruktif dan merusak efektifitas organisasi. Adapun hasil
dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :

1. meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami


konflik dengan kelompok lain.
2. keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
3. perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling
curiga dll.
4. kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
5. dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Jadi disinilah pentingnya peranan para manajer atau pemimpin organisasi, yaitu pandai
mengidentifikasi konflik dan menetapkan langkah yang tepat, pakah memelihara konflik
atau menghilangkannya.

F. Strategi Penyelesaian Konflik

1. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan
yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan
keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya
sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromi antara dominasi kelompok dan kelompok lain
untuk berdamai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok
berpikiran positif, dengan alasan yang tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah
pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi
dari kedua pihak.
5. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan
penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.

Terdapat juga cara bersikap untuk penyelesaian konflik:


1. Bersikap proaktif, Setiap anggota tim harus turut aktif dalam menyelesaian konflik
secara proaktif.
2. Komunikasi, komunikasi yang lancar dapat menghindari diri dari kesalahpahaman
sehingga lebih mudah dalam menyelesaikan konflik yang timbul.
3. Keterbukaan, setiap anggota harus terbuka supaya konflik tidak berlarut-larut dan
dapat diselesaikan dengan baik. Dengan keterbukaan konflik yang terjadi dapat
ditangani sehingga menjadi konflik yang fungsional.

3. Penutup

Anda mungkin juga menyukai