Kereta Api
Ciganea Sukatani
KM 110+100 hingga KM 111+220
Purwakarta
Disusun oleh :
FAKULTAS TEKNIK
SARI
Pada tanggal 30 Januari 2002 terjadi longsor di jalur kereta api
Ciganea-Sukatani di KM 111+0/2 yang menyebabkan terputusnya jalur
kereta Jakarta-Bandung. Alternatif solusi pengalihan jalur rel kereta (Re-
aligment track) merupakan alternatif jangka panjang satu-satunya yang
harus dilakukan.
Jalur rel kereta berada diatas endapan volkanik Kuarter yang
berada tidak selaras diatas satuan batulempung Formasi Subang dan
satuan breksi volkanik Formasi Citalang yang berumur Tersier. Pada
satuan batulempung dan breksi volkanik menunjukkan adanya struktur
sesar yang tertimbun oleh satuan pasir tufaan.
Penelitian geologi teknik menunjukkan kelongsoran tersebut
disebabkan oleh kenaikan muka air tanah yang sebanding dengan
kenaikan curah hujan yang terjadi, satuan pasir tufaan yang bersifat
lepas-lepas belum terkompaksi, perubahan geometri lereng akibat
aktifitas manusia maupun proses eksogen, dan adanya gempa yang
menggerakkan kembali sesar-sesar yang telah ada.
Dengan menggunakan metode Simplifikasi Janbu yang dihitung
menggunakan software under DOS Stabl (Wisconsin University, 1991),
analisis stabilitas lereng pada daerah galian pada lereng dibawah
rencana jalur rel kereta baru menunjukkan angka faktor keamanan 1.73 ,
sedang lereng diatas jalur rel kereta menunjukkan angka faktor keamanan
adalah 0.55 dengan bidang gelincir pada garis kontak antara
satuan pasir tufaan dan satuan batulempung. Hal ini menunjukkan
pada lereng diatas jalur rel kereta harus mempergunakan perkuatan
buatan untuk dapat mencapai faktor keamanan 1.5 yang
dipersyaratkan.
Daerah timbunan berdasarkan melewati daerah yang terjadi
longsor. Beradasarkan data CPT kedalaman bidang gelincir adalah berada
dikedalaman 4.5m. Stabilitas lereng daerah timbunan menunjukkan
angka faktor keamanan sebesar
1.33 sehingga diperlukan perkuatan tambahan untuk mencapai
faktor keamanan 1.5.
Kata kunci : geologi, geologi teknik, stabilisasi, lereng.
1. Peneliti, Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jalan Sangkuriang,
Bandung. E-mail:mudr001@geotek.lipi.go.id
2. Dosen Pengajar, Laboratorium Geologi Teknik ITB, Jalan Ganesha 10,
Bandung.
3. Pimpinan Projek, Projek Effisiensi Perkeretaapian Koridor Jakarta-
Bandung, Jalan Ir. H. Juanda 250, Bandung
PENDAHULUAN
Soil (Tanah)
Tipe tanah pada daerah penelitian adalah tipe residual soil, yang
merupakan tanah hasil pelapukan dari batuan induknya dan belum
mengalami transportasi. Residual soil dicirikan dengan tekstur dan
material/fragmen yang sama dengan batuan induknya. Hal ini yang
menyebabkan penulis menjelaskan bab material berdasarkan satuan
batuan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Pengamatan lapangan pada lokasi 73 memperlihatkan singkapan
tanah lapukan satuan pasir tufaan, seperti pada foto 4.1. Lapukan
dominan berwarna kemerahan menunjukkan kandungan besi oksida
yang merupakan hasil lapukan material volkanik.
Struktur Geologi
Penyelidikan geologi menunjukkan bahwa pada batuan dasar
terdapat struktur sesar yang tertutupi oleh batuan Kuarter yaitu satuan
pasir tufaan dengan adanya struktur mikrofold, struktur hancuran pada
satuan Batulempung dan juga adanya sesar-sesar di satuan Pasir Tufaan
(gambar 6a dan 6b). Pola struktur ini mengalami aktivasi kembali
oleh gempa bumi dangkal yang menyebabkan pasir tufaan tersesarkan
karena bersifat getas.
(a) (b)
Gambar 6a. Struktur mikrofold disatuan Batulempung ,b. Sesar
yang terdapat disatuan Pasir Tufaan.
Hidrogeologi
Data permukaan air tanah didapat dari data sondir, data bor dan
mata air yang digunakan untuk membuat peta isophreatik pada gambar 7.
Air tanah daerah penelitian adalah air tanah bebas dengan akifer pada
satuan batupasir tufaan dan konglomerat; dan lapisan permeabel adalah
satuan batulempung formasi Subang dan satuan breksi. Data bor BH355
menunjukkan tipe air tanah influen.
Air tanah tersebut memiliki sistem antar butir yang menjenuhi
satuan batupasir tufaan dan konglomerat. Debit air tanah berubah sesuai
dengan jumlah curah hujan.
Arah pergerakan air tanah relatif bergerak kearah N hingga NNE,
ditunjukkan dalam peta isophreatik gambar 7, dimana daerah tersebut
merupakan batas antara satuan batulempung dan breksi. Hal ini penulis
menduga bahwa gerakan air tanah bergerak kesatuan batuan breksi
vulkanik karena sifat porositas dan permeabilitasnya lebih
memungkinkan dibandingkan dengan satuan batulempung. Hal-hal lebih
detil mengenai kondisi hidrogeologi daerah penelitian perlu dilakukan
penelitian lebuh lanjut.
Gambat 7. Peta Isophreatik yang menunjukkan pola gerakan air
tanah.
DAERAH GALIAN
DAERAH TIMBUNAN
Gambar 8. Peta Geologi Teknik Detail daerah pengalihan jalur
rel kereta api KM 110 lintas Ciganea-Sukatani, Kab. Purwakarta.
Tanah Lapukan
Lapisan 1
16 KN/m3
Lapisan 2
Satuan Pasir Tufaan 16 KN/m3
Lapisan 3 17.5 KN/m3
Berat Isi Tanah Lapisan 4 18.6 KN/m3
18.6 KN/m3
Lapisan 5 Satuan Batulempung
(a) (b)
Gb. IV.12a&b Stabilitas lereng daerah galian.
Lapisan 1 45 Kpa
Lapisan 2 30 Kpa
Kohesi Tanah Lapisan 3 70 Kpa
Lapisan 4 185 Kpa
16 KN/m3
Lapisan 1
Lapisan 2 1 o
Pembahasan
Berdasarkan peta geologi lembar Cianjur 1:100000 (Sudjatmiko,
1972) daerah penelitian tersusun oleh lapisan Kuarter (Qos) yang
tersusun atas Batupasir Tufaan dan Konglomerat yang berada tidak
selaras diatas lapisan Batulempung Formasi Subang dan Formasi
Jatiluhur. Hasil
pemetaan lapangan skala 1:12500 menunjukkan adanya
sebaran satuan Pasir Tufaan yang melampar menutupi satuan batuan
Tersier, yaitu satuan Batulempung dan satuan Breksi Volkanik yang
memiliki kesamaan ciri batuan dengan satuan Breksi Formasi
Citalang. Daerah ini merupakan daerah longsoran (Peta Geologi Tata
Lingkungan).
Penyelidikan detail kondisi geologi skala 1:1000
memperlihatkan bahwa lokasi ini merupakan daerah longsoran dengan
bentuk morfologi crown longsoran. Batuan penyusun di lokasi ini adalah
satuan Pasir Tufaan yang berada diatas satuan Batulempung Formasi
Subang dan satuan Breksi Volkanik Formasi Citalang. Karakter satuan
Pasir Tufaan menunjukkan satuan ini merupakan satuan yang baik
sebagai akuifer dibandingkan dengan satuan dibawahnya. Peta
isophreatik menunjukkan arah aliran tanah yang terpusat pada lokasi-
lokasi longsoran. Hasil pemetaan ini juga memperlihatkan adanya
struktur sesar yang tertutupi oleh satuan Kuarter Pasir Tufaan. Sesar ini
diindikasikan merupakan sesar aktif karena sesar ini memotong satuan
Kuarter. Hal ini perlu penelitian lebih mendalam mengenai kepastian
adanya sesar aktif.
Longsoran-longsoran didaerah pengalihan jalur rel kereta api ini
disebabkan oleh adanya airtanah, satuan batuan dan paleomorfologi
satuan Tersier.
Berdasarkan analisis numerik menunjukkan lokasi galian
faktor keamanan lereng dibawah rel kereta adalah 1.73 sedangkan
faktor keamanan lereng diatas rel kereta adalah 0.55 (ketentuan PT.KAI
PD.10 FK1.5). Dengan data sondir yang ada bidang longsoran
dengan kedalaman 4.5m faktor keamanan daerah timbunan adalah 1.33
dengan bidang gelincir memotong tanah timbunan dan tanah asli.
Masih dibawahnya nilai keamanan yang ditentukan,
menunjukkan bahwa lokasi penglihan jalur rel kereta api ini harus lebih
memperhatikan kondisi air tanah, adanya lonsoran lama yang telah ada
sebelumnya dan kemungkinan adanya sesar aktif.
Kesimpulan
Lokasi pekerjaan jalur baru ini berada diatas satuan batuan
Kuarter yaitu satuan Pasir
Tufaan yang melampar menutupi satuan batuan Tersier, yaitu
satuan Batulempung dan satuan Breksi. Kedua satuan batuan ini
memiliki karakter hidrologi yang berbeda yang menyebabkan kontak
antar satuan ini merupakan tempat airtanah tertampung.
Kondisi ini diperkuat lagi dengan adanya struktur sesar yang
tertutupi lapisan satuan batuan
Kuarter yang merupakan daerah paleomorfologi cekungan.
Hal ini menunjukkan lokasi pengalihan jalur rel kereta api ini
harus lebih memperhatikan kondisi air tanah, adanya lonsoran lama
yang telah ada sebelumnya dan kemungkinan adanya sesar aktif.
Daftar Pustaka
1. Abramson, L., Lee, T., Sharma, S., Boyce, G., 1996, Slope Stability
and Stabilization Methods, John Willey & Sons Inc.
2. van Bemmelen, R. W., 1949, The Geology of Indonesia, Martinus
Nijhof, The Hague, vol. IA&IB.
3. Davis, G.H., Reynolds, S.J., 1984, Structural Geology of Rocks and
Regions, John Wiley & Sons, New York, USA.
4. Dunn, I.S., Anderson, L.R., Kiefer, F.W., 1980, Fundamentals of
Geotechnical Analysis, John Wiley & Sons, New York, USA.
5. Hunt, Roy E., 1983, Geotechnical Engineering Investigation
Manual, McGraw-Hill Company.
6. Irsyam, M., Hoedajanto, D., Hendriyawan., Kiuchi, T., Wibianto, B ,
dan Susetyo, H.,2001, Analisis Mekanisme Kelongsoran dan
Penanggulangannya untuk Jalur Kereta Api Ciganea-Sukatani pada
KM 111+0/2, Prosiding Seminar PIT HATTI 2001, Bandung.
7. Sudjatmiko, 1972, Peta Geologi Lembar Cianjur, Direktorat Geologi,
Bandung.
8. Martodjojo, S., 1984, Evolusi Cekungan Bogor Jawa Barat, vol. I dan
II, Fakultas Pasca Sarjana ITB, Bandung.
9. Maryunani, K. A., 1999, Panduan Praktikum Foraminifera,
Laboratorium Mikropaleontologi Departemen Teknik Geologi ITB,
Bandung.
10. Peraturan Dinas No. 10; Perencanaan Konstruksi Jalan Rel ;
PJKA; 1986.
11. Powrie, William., 1997, Soil Mechanics: Concepts and
Applications, E & FN Spon, London, UK.
12. Pulunggono, A., Martodjojo, S., 1994, Perubahan
Tektonik Paleogen Neogen Merupakan Peristiwa Tektonik
Terpenting di Jawa, Kumpulan Makalah Seminar Geologi dan
Geotektonik Pulau Jawa Sejak Akhir Mesozoikum sampai
Kuarter, UGM, Yogyakarta, p. 1-15.
13. Siegel, Ronald, 1975, Stabl User Manual, School of
Civil Engineering-Perdue University.
14. William, H., Turner, J.F., Gilbert, C.M., 1955, Petrography an
Introduction to The Study of Rock In Thin Section, Freeman, New
York.