Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di

pedesaan. Konsumsi makanan jajanan di masyarakat diperkirakan terus

meningkat karena terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah

makanan sendiri. Keunggulan makanan jajanan adalah murah dan mudah

didapat, serta cita rasa yang enak dan cocok dengan selera kebanyakan

masyarakat (Cahanar dan Suhanda, 2006).

Data Susenas modul konsumsi 2002 menyebutkan gorengan dipilih

oleh hampir separuh rumah tangga di Indonesia (49%). Jajanan lain yang

disukai di Indonesia adalah mie (bakso/rebus/goreng) (45%) serta

makanan ringan anak (39%). Makanan jajanan yang sehat, aman, dan

bergizi adalah makanan yang halal, mengandung zat gizi yang dibutuhkan

oleh tubuh, disajikan dalam wadah atau kemasan tertutup, tidak

mengandung bahan tambahan makanan yang berbahaya dan atau dalam

jumlah yang berlebihan serta tidak basi, atau rusak secara fisik (Sari,

2003).

Pada dasarnya, konsumen berkecenderungan untuk mendapatkan

jumlah makanan sebanyak-banyaknya dengan harga serendah mungkin

1
(murah meriah). Agar supaya dapat menjual makanan jajanan yang mereka

buat, para pengusaha harus dapat memenuhi kebutuhan para pembeli atau

konsumen. Sebaliknya, penjual harus mendapat keuntungan yang cukup,

bila mereka ingin berjualan dan menghidupi keluarganya (Winarno, 2004).

Salah satu kebutuhan penting yang diperlukan oleh masyarakat

Indonesia adalah minyak goreng. Minyak goreng adalah minyak nabati

yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan.

Minyak selain memberikan nilai kalori paling besar diantara zat gizi

lainnya juga dapat memberikan rasa gurih, tekstur dan penampakan bahan

pangan menjadi lebih menarik, serta permukaan yang kering (Dewi dan

Hidajati, 2012).

Minyak merupakan medium penggoreng bahan pangan yang

banyak dikonsumsi masyarakat luas. Kurang lebih 290 juta ton minyak

dikonsumsi tiap tahun. Banyaknya permintaan akan bahan pangan

digoreng merupakan suatu bukti yang nyata mengenai betapa besarnya

jumlah bahan pangan digoreng yang dikonsumsi manusia oleh lapisan

masyarakat dari segala tingkat usia. Minyak goreng juga membuat

makanan menjadi renyah, kering, dan berwarna keemasan/kecoklatan,

akan tetapi jika minyak goreng digunakan secara berulang kali akan

membahayakan kesehatan (Widayat dkk., 2006).

Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, serta

penambah rasa gurih dan penambah nilai kalori pada bahan pangan yang

2
digoreng. Minyak goreng dapat diproduksi dari berbagai macam bahan

mentah, misalnya kelapa, kopra, kelapa sawit, kacang kedelai, biji jagung

(lembaganya), biji bunga matahari, biji zaitun (olive), dan lain-lain

(Widayat dan Haryani, 2006).

Umumnya, minyak goreng (nabati) mengandung asam lemak jenuh

yang bervariasi. Asam lemak jenuh berpotensi meningkatkan kolestrol

darah, sedangkan asam lemak tak jenuh dapat menurunkan kolestrol darah.

Dalam penurunan kolestrol darah tersebut dapat dikatakan bahwa asam

lemak tak jenuh tunggal lebih efektif (Khomsan, 2010).

Kerusakan minyak atau lemak akibat pemanasan pada suhu tinggi

(200-250C) akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai

macam penyakit, misalnya diarhea, pengendapan lemak dalam pembuluh

darah, kanker dan menurunkan nilai cerna lemak. Namun, kerusakan

minyak juga bisa terjadi selama penyimpanan. Penyimpanan yang salah

dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan pecahnya ikatan

trigliserida pada minyak lalu membentuk gliserol dan asam lemak bebas.

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

kadar asam lemak bebas dalam minyak bekas penggorengan berulang

makanan jajanan dan minyak hasil ekstraksi pisang goreng.

3
1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang menjadi pusat penelitian ini, yaitu sebagai

berikut :

1. Bagaimana pengaruh penggunaan minyak goreng berulang

terhadap persentase kadar asam lemak bebas?


2. Berapa besar kadar asam lemak bebas dalam minyak bekas

penggorengan berulang dan minyak hasil ekstraksi pisang goreng yang

dijual disekitar lingkungan Workshop UNHAS Makassar?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis rumuskan diatas, maka

ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh penggunaan minyak goreng berulang

terhadap persentase kadar asam lemak bebas.


2. Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar asam lemak bebas dalam

minyak bekas penggorengan berulang dan minyak hasil ekstraksi pisang

goreng yang dijual disekitar lingkungan Workshop UNHAS Makassar

1.4 MANFAAT PENELITIAN

4
Adapun manfaat penyusunan karya ilmiah ini yaitu:

1. Manfaat Ilmiah
Memberikan informasi ilmiah mengenai kadar asam lemak bebas dalam

minyak bekas penggorengan berulang dan pengaruh komposisi bahan

makanan terhadap peningkatan kadar asam lemak bebas.


2. Manfaat Praktis
Memberikan informasi bahwa penggunaan minyak goreng berulang

berpengaruh terhadap persentase kadar asam lemak bebas. Kerusakan

minyak atau lemak akibat pemanasan pada suhu tinggi (200-250C)

akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam

penyakit bagi tubuh dan merekomendasikan masyarakat untuk lebih

selektif memilih minyak goreng

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Sawit

5
Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan

dari minyak kelapa sawit maupun minyak inti sawit yang melalui proses

fraksinasi, rafinasi, hidrogenasi. Produksi CPO (Crude Palm Oil)

diindonesia sebagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein

cair dan fraksi stearin padat. Fraksi olein tersebut digunakan untuk

memenuhi kebutuhan domestik sebagai bahan baku untuk minyak makan.

Minyak kelapa sawit biasanya digunakan dalam bentuk minyak goreng,

margarin, butter, vanaspati. Sebagai bahan pangan, minyak kelapa sawit

mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan minyak goreng

lainnya, antara lain mengandung karoten yang diketahui berfungsi sebagai

anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Disamping itu,

kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehingga minyak goreng

yang terbuat dari minyak kelapa sawit sebagai minyak goreng yang

bersifat awet dan makanan yang digoreng dengan minyak sawit tidak cepat

tengik (Fauzi, 2002).

Ada dua dasar hidrolisis katalis didalam minyak sawit. Pertama,

hidrolisis enzimatik yakni pada saat lemak aktif memecahkan enzim,

sebagian besar lipoid yang ada didalam buah sawit. Aktifitasnya

menghasilkan formasi FFA dipercepat bila mesocarp buah sawit pecah

atau memar. Kedua adalah hidrolisis katalis secara spontan yang

dipengaruhi oleh kandungan FFA yang ada didalam buah sawit dan telah

berkembang yang berhubungan dengan suhu dan waktu. Free fatty acid

(asam lemak bebas) dalam minyak produksi adalah untuk menilai kadar

6
asam lemak bebas dalam minyak dengan melarutkan lemak tersebut dalam

pelarut organik yang sesuai dan menetralisasi larutan tersebut dengan

alkali dengan menggunakan indikator phenolpthalein (Angga, 2012).

Minyak sawit mempunyai komposisi asam lemak jenuh dan tidak

jenuh dengan proporsi yang seimbang. Komposisi asam lemak minyak

sawit terdiri dari sekitar 40% asam oleat (asam lemak tidak jenuh tunggal),

10% asam linoleat (asam lemak tidak jenuh ganda), 44% asam palmitat

(asam lemak jenuh) dan 4,5% asam stearat (asam lemak jenuh). Jadi secara

umum, minyak sawit mempunyai komposisi asam lemak jenuh dan tidak

jenuh dengan proporsi yang seimbang. Karena kondisi inilah (Tabel 15)

maka minyak sawit tidak menempati posisi yang spesial (khusus) dan

tidak bisa dikaregorisasikan sebanyak minyak jenuh atau pun minyak tidak

jenuh. Secara fisik, minyak sawit bersifat semi-solid, dan bisa difraksinasi

untuk mendapatkan berbagai jenis minyak; baik minyak yang lebih jenuh

maupun minyak yang lebih tidak jenuh, yang secara ideal bisa

diaplikasikan untuk keperluan tertentu (Hariyadi, 2014).

Tabel komposisi asam lemak pada minyak sawit menurut Hariyadi

(2014) adalah sebagai berikut:

Tabel 16. Komposisi asam lemak pada minyak sawit*)

% terhadap asam lemak total


Asam lemak
Kisaran Rata-rata
Asam laurat (C12:0) 0.1 1.0 0.2
Asam miristat (C14:0) 0.9 0 1.5 1.1

7
Asam palmitat (C16:0) 41.8 45.8 44.0
Asam palmitoleat C16:1 0.1 0.3 0.1
Asam stearate (C18:0) 4.2 5.1 4.5
Asam oleat (C18:1) 37.3 40.8 39.2
Asam linoleiat (C18:2) 9.1 11.0 10.1
Asam linolenat (C18:3) 0.0 0.6 0.4
Asam arakidonat (C20:0) 0.2 0.7 0.4

*) asam lemak dinyatakan dengan notasi Cm:n, dimana m adalah panjang

rantai karbon dan n adalah jumlah ikatan rangkap.

Sumber: Hariyadi, 2014

Standar mutu minyak goreng kelapa sawit telah dirumuskan dan

ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) yaitu SNI 7709:2012.

SNI menetapkan bahwa standar mutu minyak goreng sawit adalah sebagai

berikut:

Tabel 17. SNI 7709:2012 tentang Standar Mutu Minyak Goreng Sawit

KRITERIA UJI SATUAN SYARAT


Keadaan
Bau
Warna Merah/kuning Maks. 5,0/50
Rasa Normal
Kadar air dan bahan menguap % b/b Maks 0.1
Asam lemak bebas (dihitung
% b/b Maks 0.30
sebagai asam palmitat)
Bahan Makanan Tambahan Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes No.

8
722/Menkes/Per/IX/88
Cemaran Logam :
- besi (Fe) Mg/kg Maks 1.5
- tembaga (Cu) Mg/kg Maks 0.1
- raksa (Hg) Mg/kg Maks 0.1
- timbal (Pb) Mg/kg Maks 0,1
- timah (Sn) Mg/kg Maks 40.0/250.0)*
Arsen (As) % b/b Maks 0.1
Angka Peroksida % mg 02/gr Maks 1
*pengambilan contoh di pabrik
Sumber : Badan Standar Nasional Indonesia, 2012.

2.2 Minyak Curah

Minyak curah berasal dari bahan baku CPO (Crude Palm Oil) yang

bermutu rendah, sehingga untuk diproduksi menjadi minyak goreng yang

berkualitas tinggi akan membutuhkan biaya produksi yang mahal,

sehingga minyak ini diproduksi menjadi minyak goreng curah. Minyak

goreng ini biasanya ditujukan untuk konsumsi rakyat biasa dengan harga

yang terjangkau oleh pendapatan penduduk yang miskin. Minyak goreng

ini biasanya dari pabrik dijual dengan ukuran tangki dengan kapasitas 10

dan 20 ton. Minyak goreng ini di pasar tradisional biasanya dapat

diperoleh dalam bentuk drum dan kemudian ditimbang dalam plastik

dengan berat sesuai permintaan konsumen (Anonim, 2014).

Minyak goreng curah bermutu rendah karena mengalami

penyaringan sederhana sehingga warnanya tidak jernih. Selain itu, minyak

goreng curah umumnya mengandung asam lemak jenuh yang lebih tinggi.

Asam lemak jenuh akan meningkatkan kolesterol dalam darah yang dapat

9
membahayakan kesehatan. Minyak goreng curah akan mengalami

penurunan kualitas jauh lebih cepat daripada minyak goreng berkualitas

bagus karena adanya proses oksidasi. Minyak bermutu tinggi mengalami

proses penyaringan dua bahkan sampai tiga kali, sehingga harganya jauh

lebih mahal dibandingkan dengan minyak goreng curah (Dewi, 2012).

Minyak goreng curah biasanya memiliki warna yang lebih keruh.

Minyak goreng curah ini tidak digunakan berulang-ulang kali, sampai

berwarna coklat pekat hingga kehitam-hitaman. Karena pemakaian

berulang-ulang pada minyak makan, sangat tidak baik bagi kesehatan.

Selain itu minyak goreng yang sering digunakan secara berkali-kali sampai

minyaknya berubah warna menjadi hitam, kondisi ini tidak

membahayakan kesehatan hanya membuat nilai gizi makanan yang

digoreng menjadi turun dan mempengaruhi rasa. Vitamin A dan D dalam

makanan itu sudah hancur (Bundakata, 2007).

Perbedaan mendasar dari minyak kelapa sawit kemasan dengan

minyak kelapa sawit curah adalah pada proses pemurnian, penyulingan,

penghilangan bau. Setelah kelapa sawit berubah menjadi CPO, maka

proses selanjutnya adalah mengolah CPO menjadi minyak goreng sawit

Secara garis besar proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng sawit,

terdiri dari dua tahap yaitu tahap pemurnian (refinery) dan pemisahan

(fractionation) untuk mendapatkan fraksi bahan padat (stearin) dan bahan

cair (olein) dari minyak sawit. Tahap pemurnian terdiri dari penghilangan

gum (degumming). Minyak lalu disaring dan dijernihkan (bleaching).

10
Setelah itu penghilangan bau. Sehingga sebagai produk akhirnya minyak

kelapa sawit kemasan memiliki warna yang lebih bening dari minyak

curah dan kandungan asam lemak bebasnya sedikiT (Qurrota, 2013)

2.3 Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam

bebas tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh

proses hidrolisis dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral.

Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan Asam Lemak

Bebas (ALB). Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor

panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini

berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk.

Penentuan tingkat kemurnian minyak sangat berhubungan erat

dengan kekuatan daya simpannya, sifat gorengnya, bau maupun rasanya.

Tolak ukur kualitasnya ini termasuk angka asam lemak bebas (Free Fatty

Acid atau FFA), bilangan peroksida, tingkat ketengikan, dan kadar air.

Penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut

fosfolipid, sterol, asam lemak bebas, karotenoid dan pigmen yang lain.

Karena itu hasil analisanya disebut lemak kasar (crude fat). (Whitaker,

M.C. 1915).

Bedasarkan tingkat kejenuhan, asam lemak dikelompokkan

menjadi tiga golongan, yakni asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh

tunggal, dan asam lemak tak jenuh ganda. Asam lemak dalam minyak

kelapa sebagan besar (92%) merupakan minyak jenuh. Dibandingkan

11
dengan minyak nabati lainnya, minyak kelapa memiliki kandungan asam

lemak jenuh yang paling tinggi. Tingginya asam lemak jenuh yang

dikandungnya menyebabkan minyak kelapa tahan terhadap ketengikan

akibat oksidasi. Oksidasi menyebabkan pembentukan radikal bebas yang

berbahaya bagi tubuh. (Sukartin,2005).

Randemen minyak dipengaruhi oleh tekanan pengepresan dan lama

pemansan (penyangraian) bahan kandungan asam lemak bebas minyak

dipengaruhi oleh lama pemanasan bahan. Rata-rata kandungan asam

lemak bebas dari perlakuan pengepresan dan pemanasan adalah 0,05%

dibanding dengan Standar Kualitas Balai Penelitian kimia Bogor. Bilangan

perosida yang terkecil diperoleh dari tekanan pengepresan.

Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu penguraian

lemak atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan gliserol dan

asam lemak bebas. Kerusakan minyak atau lemak dapat juga diakibatkan

oleh proses oksidasi, yaitu terjadinya kontak antara sejumlah oksigen

dengan minyak atau lemak, yang biasanya dimulai dengan pembentukan

peroksida dan hidroperoksida. Selanjutnya, terurainya asam-asam lemak

disertai dengan hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam

lemak bebas. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan

oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi

sampai 15%, belum menghasilkan rasa yang tidak disenangii. Lemak

dengan kadar asam lemak bebas lebih dari 1%, jika dicicipi akan terasa

membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun

12
intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak

bebas (Ketaren, 1986).

Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui

kualitas dari minyak atau lemak, hal ini dikarenakan bilangan asam

dapat dipergunakan untuk mengukur dan mengetahui jumlah asam

lemak bebas dalam suatu bahan atau sampel. Semakin besar angka asam

maka dapat diartikan kandungan asam lemak bebas dalam sampel

semakin tinggi, besarnya asam lemak bebas yang terkandung dalam

sampel dapat diakibatkan dari proses hidrolisis ataupun karena proses

pengolahan yang kurang baik. (Julisti, 2010)

Tim penulis (1997) memaparkan factor-faktor yang menyebabkan

peningkatan kadar ALB yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain:

1. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu


2. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah
3. Penumpukan buah yang terlalu lama
4. Proses hidrolisa selama pemprosesan di pabrik

Peningkatan kadar ALB juga dapat terjadi pada proses hidrolisa di

pabrik. Pada proses tersebut terjadi penguraian kimiawi yang dibantu oleh

air dan berlangsung pada kondisi suhu tertentu. Air panas dan uap air pada

suhu tertentu merupakan bahan membantu dalam proses pengolahan. Akan

tetapi, proses pengolahan yang kurang cermat mengakibatkan efek

samping yang tidak diinginkan, mutu minyak menurun sebab air pada

kondisi suhu tertentu bukan membantu proses pengolahan tetapi malah

menurunkan mutu minyak. Untuk itu, setelah akhir proses pengolahan

minyak sawit dilakukan pengeringan dengan suhu 90oC. Sebagai ukuran

13
standar mutu dalam perdagangan untuk ALB ditetapkan sebesar 5%

(Darnoko D. S, 2003)

Minyak goreng memiliki kandungan asam lemak bebas yang

berbeda beda. Hal ini dapat terjadi karena proses dari pembuatan masing-

masing minyak tidaklah sama. Sebagai indikator besar kecilnya

kandungan asam lemak bebas yang terdapat pada minyak

adalah berdasarkan jumlah NaOH yang diperlukan untuk titrasi. Sebelum

memasuki proses titrasi,minyak dicampur terlebih dahulu dengan etanol

netral. Tujuanya adalah agar asam lemak bebas dapat terikat pada etanol

sehingga lebih mudah terdeteksi oleh NaOH saat titrasi. Etanol bersifat

asam dan NaOH bersifat basa. Penambahan indikator PP adalah untuk

mengetahui tingkat equivalen larutan tersebut atau larutan menjadi netral

(Qurrota, 2013).

Penentuan asam lemak bebas dapat dilakukan dengan metode

titrasi asam basa. Prinsip dari titrasi asam basa yaitu Analisis jumlah asam

lemak bebas dalam suatu sampel ekuivalen dengan jumlah basa (NaOH)

yang ditambahkan dalam titrasi yang ditandai dengan berubahnya warna

sampel menjadi warna merah jambu (Maligan, 2014).

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi yang dilakukan menggunakan metoda sokletasi, yakni

sejenis ekstraksi dengan pelarut organik yang dilakukan secara berulang

ulang dan menjaga jumlah pelarut relatif konstan dengan menggunakan

alat soklet. Minyak nabati merupakan suatu senyawa trigliserida dengan

14
rantai karbon jenuh maupun tidak jenuh. Minyak nabati umumnya larut

dalam pelarut organik, seperti heksan dan benzen. Untuk mendapatkan

minyak nabati dari bahagian tumbuhannya, dapat dilakukan dengan

metoda sokletasi menggunakan pelarut yang sesuai.

Adapun prinsip sokletasi ini adalah penyaringan yang berulang

ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan

relatif sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya

diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersari. Metode sokletasi

menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan

senyawa organik yang terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak melarutkan

zat padat yang tidak diinginkan.

Metoda sokletasi seakan merupakan penggabungan antara metoda

maserasi dan perkolasi. Jika pada metoda pemisahan minyak astiri

( distilasi uap ), tidak dapat digunakan dengan baik karena persentase

senyawa yang akan digunakan atau yang akan diisolasi cukup kecil atau

tidak didapatkan pelarut yang diinginkan untuk maserasi ataupun perkolasi

ini, maka cara yang terbaik yang didapatkan untuk pemisahan ini adalah

sokletasi

Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara

pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontunyu akan

membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali

kedalam labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi

15
tersebut. Pelarut yang telah membawa senyawa kimia pada labu distilasi

yang diuapkan dengan rotary evaporator sehingga pelarut tersebut dapat

diangkat lagi bila suatu campuran organik berbentuk cair atau padat

ditemui pada suatu zat padat, maka dapat diekstrak dengan menggunakan

pelarut yang diinginkan.

Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan secara berurutan

pelarutpelarut organik dengan kepolaran yang semakin menigkat.

Dimulai dengan pelarut heksana, eter, petroleum eter, atau kloroform

untuk memisahkan senyawa senyawa trepenoid dan lipid lipid,

kemudian dilanjutkan dengan alkohol dan etil asetat untuk memisahkan

senyawa senyawa yang lebih polar. Walaupun demikian, cara ini

seringkali tidak menghasilkan pemisahan yang sempurna dari senyawa

senyawa yang diekstraksi.

2.5 Alkohol

Fungsi penambahan alkohol adalah untuk melarutkan lemak atau

minyak dalam sampel agar dapat bereaksi dengan basa alkali. Alkohol

digunakan untuk melarutkan minyak, sehingga konsentrasi alkohol

(etanol) yang digunakan berada di kisaran 95-96%. Etanol 95%

merupakan pelarut lemak yang baik. Fungsi pemanasan (refluks) saat

percobaan adalah agar reaksi antara alkohol dan minyak tersebut bereaksi

dengan cepat, sehingga pada saat titrasi diharapkan alkohol (etanol) larut

seutuhnya (Himka, 2011).

16
Alkohol netral panas digunakan sebagai pelarut netral supaya tidak

memengaruhi pH karena titrasi ini merupakan titrasi asam basa. Alkohol

dipanaskan untuk meningkatkan kelarutan asam lemak (Indah, 2013).

Pelarut alkohol digunakan dalam analisis kadar asam lemak bebas

karena alkohol merupakan pelarut asam lemak bebas dan dapat

memberhentikan kerja enzim lipase sebelum titrasi. Alkohol akan

melarutkan asam lemak yang bersifat asam agar dapat bereaksi dengan

larutan KOH yang bersifat basa sehingga terjadi reaksi sesuai dengan

prinsip titrasi asam-basa. Senyawa yang dapat terekstrak oleh alhohol

hanya asam lemak bebas yang dapat terlarut dalam pelarut atau dengan

kata lain asam lemak bebas yang terekstrak merupakan asam lemak bebas

yang mempunyai tingkat kepolaran yang sama dengan pelarut

(Firmansyah, 2014).

2.6 Indikator PP (phenolphtealin)

Fenolftalein adalah indikator titrasi yang lain yang sering

digunakan dan fenolftalein ini merupakan bentuk asam lemah yang lain.

Pada kasus ini, asam lemah tidak berwarna dan ion-nya berwarna merah

muda terang. Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi

kesetimbangan ke arah kiri dan mengubah indikator menjadi tak berwarna.

Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari

kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk menggantikannya.

Mengubah indikator menjadi merah muda. Setengah tingkat terjadi pada

pH 9,3. Karena pencampuran warna merah muda dan tak berwarna

17
menghasilkan warna merah muda yang pucat, hal ini sulit untuk

mendeteksinya dengan akurat. Indikator ini banyak digunakan karena

harganya murah. Indikator PP tidak berwarna dalam bentuk HIn (asam)

dan berwarna merah jambu dalam bentuk In (basa) (Cahyati, 2012).

2.7 NaOH (Natrium Hidroksida)

Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai alkali kaustik

soda. Natriom Hidroksida (NaOH) juga merupakan kaustik logam dasar.

Natrium hidroksida adalah basa yang umum di laboratorium kimia.

Natrium hidroksida (NaOH) banyak digunakan di banyak industri,

terutama sebagai basa kuat kimia dasar dalam pembuatan pulp dan kertas,

tekstil, air minum, sabun dan deterjen dan sebagai pembersih drain (Faiz,

2011).

Titrasi dilakukan menggunakan NaOH 0,1 N sampai terbentuk

warna merah jambu yang tidak hilang dalam 30 detik. Penggunaan

NaOH berfungsi untuk mengukur beberapa besar asam lemak yang

bebas dari minyak. Basa NaOH mampu menghidrolisis minyak menjadi

gliserol dan asam lemak (Hadi, 2012).

18
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah Experiment laboratory dengan desain

Post Test Only Control Design. Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap

penelitian yaitu tahap pendahuluan dilakukan berupa observasi untuk

untuk mengetahui seberapa banyak penjual gorengan serta untuk

mengetahui gorengan apa saja yang terdapat di lingkungan Unhas. Hasil

yang didapatkan dari penelitian pendahuluan ini akan dilanjutkan ke

penelitian utama untuk dianalisa kandungan asam lemak bebas pada

sampel. Variabel dalam penelitian ini adalah frekuensi pemakaian minyak

atau pemakaian minyak berulang sebagai variabel independen dan asam

19
lemak bebas sebagai variabel independen.

3.2 POPULASI DAN SAMPEL

Populasi dalam penelitian adalah semua penjual jajanan

gorengan yang tersebar di Workshop Unhas yaitu sebanyak 7 penjual

gorengan. Sampel dalam penelitian ini adalah minyak dan pisang goreng.

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan jumlah

sampel 1 penjual gorengan.

3.3 TEKNIK DAN METODE PENGUMPULAN DATA

Data yang dikumpulkan berupa data primer. Sedangkan data

mengenai kadar asam lemak bebas diperoleh melalui hasil analisis yang

dilakukan di laboratorium.

3.4 METODE ANALISIS DATA

Data hasil penelitian diolah menggunakan Microsoft Excel dan

dianalisis menggunakan analisis deskriptif.

3.5 ALAT DAN BAHAN

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Erlenmeyer 10. Kondensor leibig


2. Alumunium foil
3. Batang pengaduk (Pendingin Leibig)
4. Benang kasur 11. Labu dasar bulat
5. Buret 50 mL 12. Lumpang dan alu
6. Corong tangkai pendek 13. Oven
7. Dongkrak 14. Penangas air
8. Gelas kimia 15. Pipet tetes
9. Kertas saring

20
16. Seperangkat peralatan 18. Timbangan analitik
19. Rotavapor
ekstraksi soxhlet 20. Eksikator
17. Tabung reaksi

21
21. Adapun bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Sampel (Minyak goreng penggunaan berulang dan pisang goreng)
2. Alkohol 95 %
3. Aquadest
4. Asam klorida 0,1 N
5. Etil asetat
6. Indikator Phenolptalein
7. Kalium hidroksida 0,5 N
8. Natrium hidroksida 0,1 N

22. 3.6 PROSEDUR KERJA

A. Ekstraksi

1. Bahan baku (dalam keadaan kering) digerus terlebih dahulu lalu

ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam slongsong atau

dibungkus dengan kertas saring dan diikat dengan benang.

2. Ditimbang labu dasar bulat yang akan digunakan dengan neraca

analitik (A gram)

3. Dimasukkan pelarut yang tersedia ke dalam labu tersebut dengan

volume 3-4 kali volume tabung soxhlet.

4. Dirangkai labu dengan tabung soxhlet dan kondensor seperti pada

gambar, kemudian cek aliran airnya.

5. Dipanaskan penangas pada suhu yang sesuai dengan titik didih pelarut.

6. Pemanasan dilakukan terus menerus sampai terjadi sirkulasi campuran

minyak dan pelarut di dalam soxhlet extractor (sampai larutan yang


keluar dari tabung soxhlet bening, atau sirkulasi telah berjalan selama

12-15 kali / min 2 jam)

7. Diekstrak kemudian didestilasi untuk memisahkan pelarut dari minyak

atau dapat dipisahkan menggunakan rotavapor.

8. Minyak yang ada di dalam labu dasar bulat yang masih mengandung

sedikit air/pelarut dikeringkan di dalam oven pada suhu 120 o C selama

2 jam lalu dikeringkan di dalam eksikator dan ditimbang kembali (B

gram).

B. Penentapan Kadar Asam Lemak


1. Penentuan bilangan asam

23. Sebanyak 2,5 gram sampel dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer

100 ml, ditambahkan ke dalamnya 15 ml etanol 95 %, 3 tetes PP 1 %.

Lalu titrasi dengan larutan Natrium hidroksida 0,1 N sampai timbul

warna merah muda yang tetap. Ulangi penentuan ini sebanyak 2 kali.

2. Penentuan bilangan penyabunan

24. Sebanyak 2,0 gram sampel dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer

250 ml, dtambahkan 25 ml larutan KOH 0,5 N dalam alkohol.

Selanjutnya erlenmeyer tersebut dihubungkan dengan pendingin tegak

dan direfluks selama 1 jam. Setelah itu erlenmeyer diangkat,

ditambahkan 3 tetes PP dan larutan dititrasi dengan larutan HCl 0,5 N

sampai terjadi perubahan warna. Dikerjakan juga penetapan blanko.

Percobaan dilakukan dua kali.


25.

26. BAB IV
27. HASIL DAN PEMBAHASAN

28. 4.1 HASIL ANALISIS DATA

29. Tabel 1. Perbandingan Kadar Asam Lemak Bebas dalam minyak


hasil penggorengan berulang dan minyak hasil ekstraksi pisang goreng.
30.
32. 33. Asam Lemak 34.
31. Bebas
36. 0 37. 3 38. 5 39. 7
35. / 1x x x x 40. 9x
41. Minyak hasil penggorengan 42. 0 43. 1 44. 0 45. 1 46. 1,
berulang (A) ,69 ,20 ,90 ,00 29
47. Minyak hasil ekstraksi Pisang 48. 1 49. 2 50. 1 51. 1 52. 2,
Goreng (B) ,28 ,09 ,70 ,49 45
53.
54. Sumber : Data Primer, 2013
55.
56. Tabel 2. Kadar Asam Lemak Bebas dalam minyak bekas
penggorengan berulang
57.
59. Suh
u 60. Kandungan 61. SNI 01-3741-
0
58. Sampel ( C) ALB 2002 62.

65. (% w/w)
64. 66. 67.

68. 69. 71. 72.

73. Minyak A1 74. 130 75. 0,69 76. 77.

78. Minyak A2 79. 160 80. 1,20 81. 82.

83. Minyak A3 84. 160 85. 0,90 86. 0,30 % 87.

88. Minyak A4 89. 160 90. 1,00 91. 92.

93. Minyak A5 94. 160 95. 1,29 96. 97.

98. Sumber : Data Primer, 2013


99.
100. Tabel 3. Kadar Asam Lemak Bebas dalam minyak hasil
ekstraksi pisang goreng
101.
104.
Suhu
0
(C 105. Kandun 106. SNI 01-
102. S 103. ) gan ALB 3741-2002
ampel
107.

109.
110. 112. 113.

115.
114. 116. 111. (% w/w) 118. 119.

120. Pisang 121. 122.


goreng B1 130 123. 1,28 124. 125.

126. Pisang 127. 128.


goreng B2 160 129. 2,09 130. 131.

132. Pisang 133.


goreng B3 160 134. 1,70 135. 0,30 % 136.

137. Pisang 138. 139.


goreng B4 160 140. 1,49 141. 142.

143. Pisang 144. 145.


goreng B5 160 146. 2,45 147. 148.

149. Sumber : Data Primer, 2013

150. 4.2 PEMBAHASAN

151. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel yang paling

tinggi kandungan asam lemak bebasnya untuk minyak bekas hasil

penggorengan berulang (sampel A) dan minyak hasil ekstraksi pisang goreng

(sampel B) adalah pada penggorengan ke sembilan yaitu sebesar 1.29 % (A 5)

dan 2,49 (B5). Sedangkan sampel yang paling rendah kadar asam lemak

bebasnya untuk minyak sebelum penggorengan (sampel A1) yaitu sebesar

0,69 % dan minyak hasil ekstraksi pisang goreng pada penggorengan pertama

(B1) dengan persentase 1,28%. (Tabel 1)

152. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa sampel yang

paling tinggi kandungan asam lemak bebasnya adalah sampel A5 yaitu


sebesar 1.29%. Sedangkan sampel yang paling rendah kadar asam lemak

bebasnya adalah sampel A1 yaitu sebesar 0,69%. Hasil asam lemak bebas

pada sampel A tersebut mengalami kenaikan pada penggorengan ke tiga (A2)

yaitu 1,20%, ALB turun pada penggorengan ke lima (A 3) sebesar 0,90% dan

kembali naik pada penggorengan ke- tujuh (A4) 1,00% (Tabel 2). Begitu pula

Asam lemak bebas minyak hasil ekstraksi pisang goreng, diketahui bahwa

sampel yang paling tinggi asam lemak bebasnya tetap pada penggoreangan ke

sembilan (sampel B5) yaitu sebesar 2,49 % dan sampel yang paling rendah

asam lemak bebasnya pada penggorengan pertama (sampel B1) sebesar 1,28

%. Data yang diperoleh dari minyak hasil ekstraksi pisang goreng ini, juga

menunjukkan hasil yang kurang stabil. Pada penggorengan ke tiga (B 2) kadar

asam lemak bebas meningkat tinggi sebesar 2,09%, turun pada penggorengan

ke lima (B3) sebesar 1,70%, penggorengan ke tujuh (B4) sebesar 1,49% dan

kembali meningkat drastic pada penggorengan ke sembilan (B5) yaitu sebesar

2,45%. (Tabel 3)

153. Hasil analisa menunjukkan bahwa penggunaan minyak

goreng berulang berpengaruh terhadap persentase kadar asam lemak bebas.

Hasil analisis tersebut juga menunjukkan bahwa minyak dari makanan

gorengan berpengaruh nyata terhadap kadar asam lemak bebas dari makanan

yang digoreng. Kadar asam lemak bebas hasil ekstraksi dari pisang goreng

lebih tinggi dibandingkan dengan kadar asam lemak bebas dari minyak bekas
hasil penggorengan. Peningkatan persentase asam lemak bebas ini disebabkan

adanya pertukaran komponen air pada bahan pangan yang digoreng dengan

minyak yang dijadikan media penggorengan. Kerusakan yang terjadi pada

minyak goreng yang digunakan berulang kali dalam proses penggorengan

disebabkan adanya reaksi kompleks yang terjadi pada saat bahan pangan

digoreng (Ketaren, 2008).

154. Adanya kandungan air dan udara pada bahan pangan

semakin meningkatkan kerusakan yang terjadi pada minyak yang dapat

dianalisa dengan menghitung kadar asam lemak bebas dari minyak tersebut.

Semakin lama penggunan minyak untuk menggoreng semakin tinggi pula

kandungan asam lemak bebas yang terbentuk. Hal ini sesuai dengan hasil

studi tentang kerusakan minyak yang menyatakan bahwa komposisi bahan

pangan yang digoreng mempengaruhi kerusakan minyak. Kerusakan minyak

dapat dipercepat oleh adanya air, protein, karbohidrat dan bahan lain

(Dewandari, 2001).

155. Kandungan asam-asam lemak bebas yang timbul, menandai

penurunan mutu atau kerusakan pada minyak. Kerusakan minyak selama

proses menggoreng akan memengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan

yang digoreng. Minyak yang rusak akibat oksidasi dan polimerasi akan

menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang

tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang

terdapat dalam minyak. Menurut Gunawan (2003), frekuensi menggoreng

mengakibatkan perubahan sifat fisika minyak, minyak menjadi lebih kental,


terdapat bau dan rasa yang tidak diinginkan dan warna minyak menjadi lebih

keruh. Tabel 1 menunjukkan bahwa minyak yang dipakai untuk menggoreng

sudah tidak aman, dimana persentase minyak sebelum penggorengan pertama

(A1) adalah 0,69% yang berarti telah melebihi ambang batas persentase asam

lemak bebas yang ditetapkan oleh SNI 01-3741-2002 yang berisi syarat

kandungan asam lemak bebas maksimal adalah 0,30%.

156. Terjadinya kenaikan kadar asam lemak bebas juga

disebabkan oleh lamanya penyimpanan. Selama penyimpanan, minyak dan

lemak mengalami perubahan fisiko-kimia yang dapat disebabkan oleh proses

hidrolisis maupun oksidasi. Penyimpanan yang salah dalam jangka waktu

tertentu dapat menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida pada minyak 5lalu

membentuk gliserol dan asam lemak bebas (Sutiah dkk., 2008). Pada tabel 3,

dapat kita lihat persentase asam lemak bebas sampel A dan B mengalami

peningkatan dan penurunan. Hal tersebut dikarenakan perlakuan pada setiap

sampel berbeda. Konsistensi penambahan tepung yang dilumuri pada pisang

tidak sama banyak dan jumlah pisang yang digoreng pada setiap frekuensi

berbeda.

157. Asam lemak bebas sudah terdapat pada minyak sebelum

pemakaian pertama (A1), hal tersebut dikarenakan minyak yang dipakai oleh

pedagang tersebut merupakan minyak curah yang mungkin sebelumnya

sudah dipakai oleh orang lain. Minyak tersebut sering disebut dalam

masyarakat sebagai minyak jelantah. Minyak yang telah digunakan berulang

kali untuk menggoreng atau minyak jelantah akan mengalami perubahan


kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida. Ditinjau secara kimiawi,

minyak jelantah yang mengandung senyawa karsinogenik yaitu asam lemak

bebas, bilangan peroksida, bilangan iod, bilangan penyabunan dan kadar air

yang nilainya melebihi standar SNI. Kadar asam lemak bebas dalam minyak

jelantah akan semakin tinggi seiring dengan lamanya waktu penggorengan

begitu juga pada bilangan peroksida (Muchtadi, 2009). Hal tersebut

dibenarkan pula oleh Anwar (2012) yang menyatakan bahwa Jumlah asam

lemak bebas semakin meningkat dengan lama waktu proses penggorengan.

Asam lemak yang terkandung dalam minyak goreng digunakan sebagai salah

satu indikasi kualitas minyak goreng. Reaksi hidrolisis lebih mudah terjadi

pada minyak yang mengandung komponen asam lemak rantai pendek dan tak

jenuh dari pada asam lemak rantai panjang dan jenuh karena asam lemak

rantai pendek dan tak jenuh bersifat lebih larut dalam air. Penambahan

minyak baru pada proses penggorengan akan memperlambat terjadinya reaksi

hidrolisis.

158. Hidrolisa minyak dan lemak menghasilkan asam-asam

lemak bebas yang dapat mempengaruhi cita-rasa dan bau dari pada bahan itu.

Hidrolisa dapat disebabkan oleh adanya air dalam lemak atau minyak atau

karena kegiatan enzim (Buckle dkk., 2010). Kadar air terbentuk dalam

minyak merupakan salah satu parameter untuk menentukan tingkat

kemurnian minyak dan berhubungan dengan kekuatan daya simpannya, sifat

goreng, bau dan rasa. Kadar air sangat menentukan kualitas dari minyak yang

dihasilkan. Kadar air berperan dalam proses oksidasi maupun hidrolisis


minyak yang akhirnya dapat menyebabkan ketengikan. Semakin tinggi kadar

air, minyak semakin cepat tengik (Mualifah, 2009).

159. Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi

dan hidrolisis enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Kemudian asam

lemak bebas ini membentuk lagi asam lemak trans dan radikal bebas. Jika

kita mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar asam lemak bebas

yang cukup tinggi maka akan berakibat kepada menaikkan kadar LDL dan 6

menurunkan kadar HDL darah, mengurangi kemampuan tubuh

mengendalikan gula darah karena dapat mengurangi respons terhadap

hormon insulin. Konsumsi asam lemak trans 5gr/hr saja dapat menaikkan

resiko penyakit jantung hingga 25% hanya dalam beberapa tahun saja. Dan

akibat radikal bebas juga bisa menyebabkan penyakit lever, jantung koroner,

kolesterol, dan lain-lain (Hildayani, 2013).

160. Asam lemak bebas merupakan hasil perombakan yang

terjadi pada asam lemak yang disebabkan adanya reaksi kompleks pada

minyak. Semakin tinggi kandungan asam lemak bebas pada minyak

menandakan semakin menurunnya mutu dari minyak goreng tersebut. Reaksi

hidrolisa yang terjadi pada minyak akan mengakibatkan kerusakan minyak

karena terdapat sejumlah air dalam minyak tersebut dan menyebabkan

terbentuknya asam lemak bebas dan beberapa gliserol (Muchtadi, 2009).

161.

162.

163.
164.

165.

166.

167.

168.

169.

170. BAB V

171. PENUTUP

172. 5.1 KESIMPULAN

173. Asam lemak bebas pada pada minyak bekas penggorengan

berulang dan minyak hasil ekstraksi pisang goreng yang dijajakkan di

Workshop sudah mulai ada dan sudah melebihi syarat aman Asam Lemak

Bebas yang ditetapkan oleh SNI 01-3741-2002 bahkan sebelum

penggorengan pertama dilakukan yaitu sebesar 0,69%.

174. 5.2 SARAN

175. Disarankan kepada masyarakat untuk berhati-hati dalam

memilih minyak goreng yang akan digunakan untuk menggoreng,

terutama dalam memilih minyak goreng curah. Untuk lebih amannya,

disarankan untuk membeli minyak goreng baru, dan bukan minyak

jelantah.
176.

177.

178.

179.

180.

181.

182.

183. DAFTAR PUSTAKA

184. Anwar, R. W. 2012. Studi Pengaruh Suhu Dan Jenis Bahan Pangan
Terhadap Stabilitas Minyak Kelapa Selama Proses Penggorengan. Under
Graduate, Universitas Hasanuddin.
185.
186. Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H. & Wootton, M. 2010. Ilmu
Pangan, Jakarta, Universitas Indonesia (UI-Press).
187.
188. Cahanar, P. & Suhanda, I. 2006. Makan Sehat Hidup Sehat, Jakarta,
Kompas Media Utama.
189.
190. Dewandari, K. T. 2001. Studi Tingkat Kerusakan Minyak Goreng Belas
dari Perbedaan Jenis Bahan Pangan yang Digoreng. Undergraduate,
Universitas Brawijaya.
191.
192. Dewi, M. T. I. & Hidajati, N. 2012. Peningkatan Mutu Minyak Goreng
Curah Menggunakan Adsorben Bentonit Teraktivasi. UNESA Journal of
Chemistry, 1, 47-53.
193.
194. Gunawan, MA, M. T. & Rahayu, A. 2003. Analisis Pangan: Penentuan
Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Kedelai Dengan
Variasi Menggoreng. JSKA, VI.
195.
196. Hildayani, T. 2013. Kandungan Zat Gizi Makro Dan Pengaruh Bumbu
Terhadap Asam Lemak Bebas Per Porsi Coto Makassar. Undergraduate,
Universitas Hasanuddin.
197.
198. Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi; Minyak dan Lemak Pangan
Jakarta, UI-Press.
199.
200. Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan,
Jakarta, Universitas Indonesia (UI-Press).
201.
202. Khomsan, A. 2010. Pangan Dan Gizi Untuk Kesehatan, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada.
203.
204. Mualifah, S. 2009. Penentuan Angka Asam Thiobarbiturat Dan Angka
Peroksida Pada Minyak Goreng Bekas Hasil Pemurnian Dengan Karbon
Aktif Dari Biji Kelor (Moringa Oleifera, Lamk). Under Graduate,
Universitas Islam Negeri (Uin) Maulana Malik Ibrahim.
205.
206. Muchtadi, D. 2009. Pengantar Ilmu Gizi, Bandung, CV. Alfabeta.
207.
208. Sari, D. M. 2003. Studi Keamanan Dan Cemaran Logam Berat (Pb dan
Cu) Makanan Jajanan Di Bursa Kue Subuh Pasar Senen, Jakarta Pusat.
Under Graduate, Institut Pertanian Bogor.
209.
210. Suleeman, E. & Sulastri, E. 2006. Jajanan Favorit Separuh Rumah Tangga
Di Indonesia Mengandung Zat Berbahaya. Suara Pembaharuan.
211.
212. Sutiah, K., Sofjan firdausi & Budi, W. S. 2008. Studi Kualitas Minyak
Goreng Dengan Parameter Viskositas Dan Indeks Bias. Berkala Fisika,
11, 53-58.
213.
214. Widayat, Suherman & Haryani, K. 2006. Optimasi Proses Adsorbsi
Minyak Goreng Bekas Dengan Adsorbent Zeolit alam: Studi Pengurangan
Bilangan Asam. Jurnal Teknik Gelagar, 17, 77 82.
215.
216. Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi, Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama.
217.

218.
219.

220.

221.

222.

223.

224.

225.

226. DAFTAR RIWAYAT HIDUP

227.

228.

229.

I. IDENTITAS
230.Nama : Jumriani S.
231.Tempat/Tgl Lahir : Maros, 15 Agustus 1997
232.Agama : Islam
233. Alamat : Jl.Poros Maros-

Pangkep
II. KETERANGAN KELUARGA
234.Nama Ayah : Syarifuddin
235.Tempat/Tgl Lahir : Maros, 04 April 1978
236.Nama Ibu : Hj.Rabiah
237.Tempat/Tgl Lahir : Maros, 01 Januari 1975
238.Agama : Islam
239. Alamat : Jl.Poros Maros-

Pangkep
III. PENDIDIKAN
- Tahun 2008 lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri NO.1

Salenrang
- Tahun 2011 lulus Dari Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Negeri 2 Maros Utara


- Tahun 2015 lulu sekolah model Sekolah Menengah Atas (SMA)

Negeri 3 LAU MAROS


- Tahun 2015 terdaftar sebagai Mahasiswa di STIKes MEGA

REZKY MAKASSAR semester I (satu) dan mengambil

program study DIII Analis Kesehatan

240.

241.

242.

243.

244.

Anda mungkin juga menyukai