Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

CEREBRAL PALSY

DI SUSUN OLEH :
Cikal Septian (J210150096)
Dwitiya Ary N.H (J210150098)
Mey Pamungkasty (J210150106)

KEPERAWATAN S1
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017

CEREBRAL PALSY

A. DEFINISI
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu
kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan
saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada
jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Yang pertama kali
memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little (1843), yang menyebutnya
dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia
neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah
cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile
Cerebral Paralysis.
Menurut kamus Kedokteran (Dorlan, 2007) Cerebral palsy adalah setiap
kelompok gangguan motorik yang menetap, tidak progresif, yang terjadi pada
anak kecil yang disebabkan oleh kerusakan otak akibat trauma lahir atau
patologi intra uterine. Gangguan ini ditandai dengan perkembangan motorik
yang abnormal atau terlambat, seperti paraplegi spastik, hemiplegia atau
tetraplegia, yang sering disertai dengan retardasi mental, kejang atau ataksia.
The American Academy of Cerebral Palsy mendefinisikan yaitu berbagai
perubahan gerakan atau fungsi motor tidak normal dan timbul sebagai akibat
kecelakaan, luka atau penyakit pada susunan saraf yang terdapat pada rongga
tengkorak. Pengertian selengkapnya dapat dikutip dari the united cerebral palsy
association, cerebral palsy menyangkut gambaran klinis yang diakibatkan oleh luka
pada otak, terutama pada komponen yang menjadi penghalang dalam gerak sehingga
keadaan anak yang dikategorikan cerebral palsy (CP) dapat digambarkan sebagai
kondisi semenjak kanak-kanak dengan kondisi nyata, seperti lumpuh, lemah, tidak
adanya koordinasi atau penyimpangan fungsi gerak yang disebabkan oleh patologi
pusat kontrol gerak diotak
B. ETIOLOGI
Penyebab Cerebral palsy dapat dibagi menjadi dalam 3 bagian :
1. Pranatal
a. Infeksi intrauterin TORCH, sifilis, rubella, toksoplasmosis, dan
sitomegalovirus
b. Radiasi
c. Asfiksia intrauterin (abrupsio plasenta previa, anoksia maternal, kelainan
umbilicus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain-lain)
d. Toksemia grafidarum
2. Perinatal
a. Anoksia/hipoksia
b. Perdarahan otak
c. Prematuritas
d. Ikterus
e. Meningitis purulenta
3. Postnatal
a. Trauma kepala
b. Meningitis/ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan
c. Racun : logam berat
d. Luka Parut pada otak pasca bedah
C. Manifestasi Klinis
Anak dengan CP memiliki 3 tipe masalah motorik yaitu : impairment primer,
impairment sekunder dan impairment tersier. Impairment primer secara langsung
berhubungan dengan lesi yang terjadi pada SSP. Impairment primer antara lain:
tonus otot (spastisitas, distonia), keseimbangan, kekuatan, selektivitas dan sensoris.
Impairmen sekunder berkembang sejalan dengan waktu sebagai respon dari
impairment primer dan perkembangan otot. Impairment sekunder antara lain
kontraktur (equinus, adduction), deformitas (skoliosis). Impairment tersier adalah
bentuk adaptasi dari anak terhadap impairment primer dan sekunder.

Impairment pada CP

Salah satu contoh: impairment primer yaitu spastisitas gastrocnemius yang


kemudian mengarah pada fleksi plantar ankle dan hiperkekstensi lutut saat berdiri
sebagai mekanisme adaptasi. Selain itu, ada beberapa masalah yang dapat terjadi
terkait dengan CP, antara lain: kejang, intellectual impairment, visual impairment,
keterbatasan belajar, masalah pendengaran, masalah komunikasi dan disartria,
disfungsi oromotor, masalah gastrointestinal, masalah gigi, disfungsi sistem
respirasi, masalah BAK dan BAB, gangguan sosial emosional.
D. Klasifikasi

Gambar 3. Klasifikasi CP
Klasifikasi cerebralpalshy bermacam-macam, tergatung berdasarkan apa
klasifikasi tersebut dibuat. , cerebralpalshy dibagi menjadi 4 kelompok besar yaitu:
1. Spastik
Spastik berarti kekakuan pada otot. Hal ini terjadi ketika kerusakan

otak terjadi pada bagian korteks cerebral atau pada traktus piramidalis. Tipe ini
merupakan tipe CP yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 70 80 % dari
penderita. Pada penderita tipe spastik terjadi peningkatan tonus otot
(hipertonus), hiperefleks dan keterbatasan ROM sendi akibat adanya kekakuan.
Selain itu juga dapat mempengaruhi lidah, mulut dan faring sehingga
menyebabkan gangguan berbicara, makan, bernapas dan menelan. Jika terus
dibiarkan pederita CP dapat mengalami dislokasi hip, skoliosis dan deformitas
anggota badan. Tipe spastik dapat diklasifikasikan berdasarkan topografinya,
yaitu :
a. Monoplegia
Pada monoplegia, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami spastik.
Umumnya hal ini terjadi pada lengan / ekstremitas atas.
b. Diplegia
Spastik diplegia atau uncomplicated diplegia pada prematuritas. Hal ini
disebabkan oleh spastik yang menyerang traktus kortiko spinal bilateral
atau lengan pada kedua sisi tubuh saja. Sedangkan sistemsistem lain
normal.
c. Hemiplegia
Spastis yang melibatkan traktus kortikospinal unilateral yang biasanya
menyerang ekstremitas atas/lengan atau menyerang lengan pada salah satu
sisi tubuh.
d. Triplegia
Spastik pada triplegia menyerang tiga buah ekstremitas. Umumnya
menyerang lengan pada kedua sisi tubuh dan salah satu kaki pada salah salah
satu sisi tubuh.
e. Quadriplegia
Spastis yang tidak hanya menyerang ekstremitas atas, tetapi juga ekstremitas
bawah dan juga terjadi keterbatasan pada tungkai.
2. Diskinetik
Merupakan tipe CP dengan otot lengan, tungkai dan badan secara spontan
bergerak perlahan, menggeliat dan tak terkendali, tetapi bisa juga timbul
gerakan yang kasar dan mengejang. Luapan emosi menyebabkan keadaan
semakin memburuk, gerakan akan menghilang jika anak tidur. Tipe ini dapat
ditemukan pada 10 15 % kasus CP. Terdiri atas 2 tipe, yaitu :
a. Distonik
Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulangulang sehingga
menyebabkan gerakan melilit atau meliuk-liuk dan postur yang abnormal
b. Atetosis
Menghasilkan gerakan tambahan yang tidak dapat dikontrol, khususnya
pada lengan, tangan dan kaki serta disekitar mulut.
3. Ataksia
Pada tipe ini terjadi kerusakan pada cerebellum sehingga mempengaruhi
koordinasi gerakan, keseimbangan dan gangguan postur . Tipe ini merupakan
tipe CP yang paling sedikit ditemukan yaitu sekitar 5 10 % dari penderita.
Pada penderita tipe ataxia terjadi penurunan tonus otot (hipotonus), tremor, cara
berjalan yang lebar akibat gangguan keseimbangan serta kontrol gerak motorik
halus yang buruk karena lemahnya koordinasi.
4. Campuran
Merupakan tipe cerebralpalshy yang merupakan gabungan dari dua tipe
cerebralpalshy. Gabungan yang paling sering terjadi adalah antara spastic dan
athetoid.
Berdasarkan derajat keparahan fungsional, berat ringannya kecacatan penderita
cerebralpalshy dibagi menjadi :
1. Cerebralpalshy ringan (10%), masih bisa melakukan pekerjaan / aktifitas
sehari hari sehingga tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan
khusus.
2. Cerebralpalshy Sedang (30%), aktifitas sangat terbatas sekali sehingga
membutuhkan bermacam bentuk bantuan pendidikan, fisioterapi, alat brace
dan lain lain.
3. Cerebralpalshy Berat (60%), penderita sama sekali tidak bisa melkaukan
aktifitas fisik. Pada penderita ini sedikit sekali menunjukan kegunaan
fisioterapi ataupun pendidikan yang diberikan. Sebaiknya penderita seperti ini
ditampung dalam rumah perawatan khusus.
Berdasarkan faktor dapat tidaknya beraktifitas atau ambulation, Gross Motor
Functional Classification Systematau GMFCS secara luas digunakan untuk
menentukan derajat fungsional penderita cerebral palsy. Pembagian derajat
fungsional cerebral palsy menurut Motor Functional Classification System, dibagi
menjadi 5 level dan berdasarkan kategori umur dibagi menjadi 4 kelompok (Peter
Rosenbaum et al, 2008) yaitu:
1. Kelompok sebelum usia 2 tahun
a. Level 1: Bayi bergerak dari terlentang ke duduk di lantai dengan kedua
tangan bebas untuk memainkan objek. Bayi merangkak menggunakan
tangan dan lutut, menarik untuk berdiri dan mengambil langkah-langkah
berpegangan pada benda. Bayi berjalan antara 18 bulan dan 2 tahun
tanpa memerlukanalat bantu atau walker.
b. Level 2: Bayi mempertahankan posisi duduk di lantai namun perlu
menggunakan tangan menjaga keseimbangan. Bayi merayap pada perut
atau merangkak pada tangan dan lutut. Bayi mungkin menarik untuk
berdiri dan mengambil langkah berpegangan pada benda.
c. Level 3: Bayi duduk di lantai dengan tegak ketika trunk control baik.
Bayi merayap maju dengan perut.
d. Level 4: Bayi memiliki head control tetapi memerlukan trunk control
untuk duduk di lantai. Bayi dapat berguling untuk terlentang dan
mungkin berguling untuk telungkup.
e. Level 5: Gangguan fisik membatasi kontrol gerakan. Bayi tidak dapat
mempertahankan kepala dan trunk untuk melawan gravitasisaat
telungkup dan duduk. Bayi memerlukan bantuan orang dewasa untuk
berguling.
2. Kelompok 2 4 tahun
a. Level 1: Anak-anak duduk di lantai dengan kedua tangan bebas untuk
memainkan objek. Bergerak dari duduk ke berdiri dilakukan tanpa
bantuan orang dewasa. Anak-anak berjalan untuk berpindah tempattanpa
memerlukan alat bantu atau walker.
b. Level 2: Anak-anak duduk di lantai, tetapi mungkin memiliki kesulitan
dengan keseimbangan ketika kedua tangan bebas untuk memainkan
objek. Anak-anak menarik benda yang tidak bergerak untuk berdiri.
Anak-anak merangkak dengan tangan dan lutut bergerak bergantian,
berpindah tempat dengan berjalan berpegangan pada benda dan berjalan
menggunakan alat bantu atau walker.
c. Level 3: Anak-anak duduk di lantai dengan posisi duduk W dan mungkin
memerlukan bantuan orang dewasa untuk mengasumsikan duduk. Anak-
anak merayap atau merangkak dengan tangan dan lutut (sering dengan
gerakan tangan dan lutut yang tidak bergantian) untuk berpindah tempat.
Anak-anak mungkin menarik pada benda yang stabil untuk berdiri.
Anak-anak mungkin berjalan dalam ruangan dengan jarak dekat dengan
menggunakan alat bantu atau walkerdan memerlukan bantuan orang
dewasa untuk mengarahkan langkahnya.
d. Level 4: Anak-anak duduk di lantai ketika ditempatkan, tetapi tidak
dapat menjaga keseimbangan tanpa menggunakan tangan untuk
mendukung. Anak-anak sering membutuhkan alat bantu untuk duduk
dan berdiri. Mobilisasi diri untuk jarak pendek atau dalam ruangan
tercapai melalui berguling, merayap, atau merangkak pada tangan dan
lutut tanpa gerakan bergantian atau simultan.
e. Level 5: Gangguan fisik membatasi gerakan dan kemampuan untuk
menjaga kepala dan trunk dalam melawan gravitasi. Semua bidang
fungsi motorik terbatas. Beberapa anak mobilisasi menggunakan kursi
roda.
3. Kelompok 4 6 tahun
a. Level 1: Anak dapat duduk dan bangkit dari duduk pada kursi, tanpa
membutuhkan bantuan tangan. Anak bergerak dari lantai dan dari kursi
untuk berdiri tanpa bantuan obyek. Anak berjalan baik dalam ruangan
maupun diluar ruangan, dan dapat naik tangga. Terdapat kemampuan
untuk berlari atau melompat.
b. Level 2: Anak duduk di kursi dengan kedua tangan bebas memanipulasi
obyek. Anak dapat bergerak dari lantai untuk berdiri, tetapi seringkali
membutuhkan obyek yang stabil untuk menarik atau mendorong dengan
tangannya. Anak berjalan tanpa alat bantu didalam ruangan dan dengan
jarak pendek pada permukaan yang rata diluar ruangan. Anak dapat
berjalan naik tangga dengan berpegangan pada tepi tangga., tetapi tidak
dapat berlari atau melompat.
c. Level 3: Anak dapat duduk pada kursi, tetapi membutuhkan alat bantu
untuk pelvis atau badan untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak dapat
duduk dan bangkit dari duduk menggunakan permukaan yang stabil untuk
menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak seringkali dibantu
untuk mobilitas pada jarak yang jauh atau diluar ruangan dan untuk jalan
yang tak rata.
d. Level 4: Anak duduk di kursi tapi butuh alat bantu untuk kontrol badan
untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak duduk dan bangkit dari duduk
membutuhkan bantuan orang dewasa atau obyek yang stabil untuk dapat
menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak dapat berjalan pada
jarak pendek dengan bantuan walker dan dengan pengawasan orang
dewasa, tetapi kesulitan untuk jalan berputar dan menjaga keseimbangan
pada permukaan yang rata. Anak dibantu untuk mobilitas ditempat umum.
Anak bisa melakukan mobilitas dengan kursi roda bertenaga listrik.
e. Level 5: Kelainan fisik membatasi kemampuan kontrol gerakan, gerakan
kepala dan postur tubuh. Semua area fungsi motorik terbatas.
Keterbatasan untuk duduk dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi
dengan alat bantu, termasuk yang menggunakan teknologi. Anak tidak
dapat melakukan aktifitas mandiri dan dibantu untuk mobilisasi. Sebagian
anak dapat melakukan mobilitas sendiri menggunakan kursi roda
bertenaga listrik dengan sangat membutuhkan adaptasi.
4. Kelompok 6 12 Tahun
a. Level 1: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan, naik tangga tanpa
keterbatasan. Anak menunjukkan performa fungsi motorik kasar termasuk
lari dan lompat, tetapi kecepatan, keseimbangan dan koordinasi
berkurang.
b. Level 2: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan dan naik tangga
dengan berpegangan di tepi tangga, tetapi terdapat keterbatasan berjalan
pada permukaan yang rata dan mendaki, dan berjalan ditempat ramai atau
tempat yang sempit. Anak dapat melakukan kemampuan motorik kasar,
seperti berlari atau melompat yang minimal.
c. Level 3: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan pada permukaan yang
rata dengan bantuan alat bantu gerak. Anak masih mungkin dapat naik
tangga dengan pegangan pada tepi tangga. Tergantung fungsi dari tangan,
anak menggerakan kursi roda secara manual atau dibantu bila melakukan
aktifitas jarak jauh atau diluar ruangan pada jalan yang tidak rata.
d. Level 4: Anak bisa dengan level fungsi yang sudah menetap dicapai
sebelum usia 6 tahun atau lebih mengandalkan mobilitas menggunakan
kursi roda dirumah, disekolah dan ditempat umum. Anak dapat melakukan
mobilitas sendiri dengan kursi roda bertenaga listrik.
e. Level 5: Kelainan fisik membatasi kemampuan kontrol gerakan, gerakan
kepala dan postur tubuh. Semua area fungsi motorik terbatas.
Keterbatasan untuk duduk dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi
dengan alat bantu, termasuk yang menggunakan teknologi. Anak tidak
dapat melakukan aktifitas mandiri dan dibantu untuk mobilitas. Sebagian
anak dapat melakukan mobilitas sendiri menggunakan kursi roda
bertenaga listrik dengan sangat membutuhkan adaptasi.

E. PATOFISIOLOGI
Paralisis serebral (cerebral palsy,CP) adalah istilah spesifik yang digunakann
untuk memberi cirri khas padaketidaknormalan otot tonus ,postur dan koordinasi yang
diakibatkan oleh suatu lesi tidak progresif atau cedera yang mempengaruhi otak yang
tidak maturt.Cerebral palsy dapat diakibatkan dari ketidaknormalan otak prenatal.
Ketidaknormalan dapat muncul dariberbagai penyebab ,malformasi anatomi otak
,atrofi,oklusi vascular maupun kehilangan neuron. Faktor resiko yang terjadi menjadi
faktor predisposisi meliputi kelahiran kembar,infeksi ibu dankondisi trombofiik janin
dan ibu.
Penyebab dari CP konginetal sering tidak diketahui,diperkirakan terjadi pada
masa kehamilan atau setelah kehamilan dimana terjadi kerusakan motorik pada otak
yang sedang berkembang, Faktor penyebab dari CP dapat terjadi pada tahap
prenatal,perinatal maupun postnatal. Misalnya padafase perinatal bayi mengalami
asfiksia yang berkombinasi dengan iskemi yang bis amenyebabkan nekrosis
kernikterus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan
akanmenempati ganglia basalis,hipokampus,sel-sel nucleus batang otakbisa
menyebabkan cerebral palsy tipe atetoid yaitu gangguan pendengaran dan retardasi
mental.
F. KOMPLIKASI
Ada anak cerebral palsy yang menderita komplikasi seperti:
1. Kontraktur yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau ditekuk karena otot
memendek.
2. Skoliosis yaitu tulang belakang melengkung ke samping disebabkan karena
kelumpuhan hemiplegia.
3. Dekubitus yaitu adanya suatu luka yang menjadi borok akibat mengalami
kelumpuhan menyeluruh, sehingga ia harus selalu berbaring di tempat tidur.
4. Deformitas (perubahan bentuk) akibat adanya kontraktur.
5. Gangguan mental. Anak CP tidak semua tergangu kecerdasannya, mereka ada
yang memiliki kadar kecerdasan pada taraf rata-rata, bahkan ada yang berada
di atas rata-rata. Komplikasi mental dapat terjadi apabila yang bersangkutan
diperlakukan secara tidak wajar
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan klinis
2. Tes Laboraturium
3. EEG
4. Ultrasonografi cranial
5. CT-scan
6. Tomografi emisi positron dan tomografi terkomputerisasi emisi foton tunggal
7. MRI untuk meneteksi lesi-lesi kecil
8. Periksa mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis CP ditegakkan
9. Pungsi lumbal
10. Foto kepala X-ray dan CT-scan
11. Pemeriksaan elektro ensefalografi

F. PENGOBATAN / TERAPI
Tapi tidak dapat disembuhkan dan merupakan kelainan yang berlangsung seumur
hidup. Tetapi banyak hal yang dapat dilakukan agar anak bisa hidup semandiri
mungkin.
1. Fisioterapi
Rencakan terapi sesuai dengan mobilitas yang diperlukan untuk mobilias anak. Terapi
yang diberikan dapat berupa : latihan konvensional, metode Vojta, terapi
neurodevelopmental bobath.

Terapi
konvensional
Metode Vojta

2. Terapi Okupasi

Bertujuan untuk meningkatkan fungsi ekstremitas atas melalui kegiatan


bermain yang menyenangkan.

3. Bracing

Bertujuan untuk menahan ekstremitas pada posisi stabil, meningkatkan


fungsi, mencegah deformitas, mengurangi spastisitas, mengarahkan pada kontrol
motorik yang selektif, dan mencegah ekstremitas dari cidera.
4. Alat Bantu
Alat bantu digunakan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan seperti kesulitan berjalan
dan duduk.

Alat bantu jalan pada anak dengan CP

5. Pendidikan dan sekolah khusus


6. Obat pengendur otot (untuk mengurangi tremor dan kekakuan) : baclofen dan
diazepam
7. Bedah ortopedik / bedah saraf, untuk merekonstruksi terhadap deformitas
yang terjadi
8. Terapi wicara bisa memperjelas pembicaraan anak dan membantu mengatasi
masalah makan

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
Laki-laki lebih banyak dari pada wanita.
Sering terjadi pada anak pertama kesulitan pada waktu melahirkan.
Kejadin lebih tinggi pada bayi BBLR dan kembar.
Umur ibu lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.
b. Riwayat kesehatan.
Riwayat kesehaataan yang berhubungan dengan factor prenatal, natal dan post
natal serta keadaan sekitar kelaahiran yang mempredisposisikan anoksia janin.
c. Keluhan dan manifestasi klinik
Observasi adanya manivestasi cerebral palsy, khususnya yang berhubungan
dengan pencapaian perkembangan :
Perlambatan perkembangan motorik kasar
Manifestasi umum, pelambatan pada semua pencapaian motorik,
meningkat sejalan dengan pertumbuhan.
Tampilan motorik abnormal
Penggunaan tangan unilateral yang terlaalu dini, merangkaak asimetris
abnormal, berdiri atau berjinjit, gerakan involunter atau tidak
terkoordinasi, menghisap buruk, kesulitan makaan, sariawan lidah
menetap.
Perubahan tonus otot
Peningkatan ataau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur
opistotonik (lengkung punggung berlebihan), merasa kaku dalam
memegang atau berpakaian, kesulitan dalam menggunakan popok, kaku
atau tidak menekuk pada pinggul dan sendi lutut bila ditarik ke posisi
duduk (tanda awal).
Posture abnormal
Mempertahankan agar pinggul lebih tinggi dari tubuh pada posisi
telungkup, menyilangkan ataau mengekstensikan kaki dengan telapak kaki
plantar fleksi pada posisi telentang, postur tidur dan istirahat infantile
menetap, lengan abduksi pada bahu, siku fleksi, tangan mengepal.
Abnormalitas refleks
Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada usia
berapa pun, tidak menetap diatas usia 6 bulan), Refleks Moro, plantar, dan
menggenggam menetaap atau hiperaktif, Hiperefleksia, klonus
pergelangan kaki dan reflek meregang muncul pada banyak kelompok otot
pada gerakan pasif cepat.
Kelainan penyerta (bias ada, bisa juga tidak).
Pembelajaran dan penalaran subnormal (retardasi mental pada kira-kira
dua pertiga individu).
Gejala lain yang juga bisa ditemukan pada CP:
Kecerdasan di bawah normal
Keterbelakangan mental
Kejang/epilepsi (terutama pada tipe spastik)
Gangguan menghisap atau makan
Pernafasan yang tidak teratur
Gangguan perkembangan kemampuan motorik (misalnya menggapai
sesuatu, duduk, berguling, merangkak, berjalan)
Gangguan berbicara (disartria)
Gangguan penglihatan
Gangguan pendengaran
Kontraktur persendian
Gerakan menjadi terbatas.
2. Diagnosa yang Mungkin Muncul
a. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
kecacatan multifaset
b. Gangguan sensori persepsi visual berhubungan dengan strabismus
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan factor biologis.
d. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran
dalam artikulasi.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan
otot-otot.
3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan : Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
berhubungan dengan kecacatan multiphase.
Tujuan: Klien tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan
Kriteria Hasil : Pertumbuhan dan perkembangan klien tidak mengalami
keterlambatan dan sesuai dengan tahapan usia

No. Intervensi Rasional


1. Memberikan diet nutrisi Mempertahankan berat
untuk pertumbuhan badan agar tetap stabil
(Asuh)
2. Memberikan stimulasi Agar perkembangan klien
atau rangsangan untuk tetap optimal
perkembangan kepada
anak (Asah)
3. Memberikan kasih Memenuhi kebutuhan
sayang (Asih) psikososial
b. Diagnosa keperawatan : Gangguan sensori persepsi visual berhubungan
dengan strabismus
Tujuan :
- Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi
individu
- Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhdap
perubahan
- Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam
lingkungan
Kriteria Hasil :
- Peningkatan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu
- Klien memahami dengan gangguan sensori yang dialami dan
dapat beradaptasi
- Bahaya disekitar klien terminimalisir.
No. Intervensi Rasional
1. Tentukan ketajaman Kebutuhan individu dan
penglihatan, apakah satu pilihan intervensi
atau kedua mata terlibat bervariasi sebab
kehilangan penglihatan
lambat dan progresif
2. Orientasikan klien Memberikan peningkatan
terhadap lingkungan, kenyamanan dan
staff, dan orang lain kekeluargaan, menurunkan
disekitarnya cemas dan disorientasi
pasca operasi
3. Observasi tanda-tanda Mengurangi resiko
dan gejala disorientasi, bingung/jatuh karena
pertahankan pagar gangguan persepsi
tempat tidur sampai
benar-benar pulih
4. Letakkan barang yang Memungkinkan klien
dibutuhkan melihat objek lebih mudah
c. Diagnosa Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan factor biologis
Tujuan :
- Terpenuhinya Intake nutrisi
- Terpenuhinya energy
- Berat Badan naik
No. Intervensi Rasional
1. Monitor status Memantau nutrisi klien
nutrisiklien agar lebih baik
2. Monitor pemasukan Mengobservasi nutrisi dan
nutrisi dan kalori. kalori klien
3. Catat adanya anoreksia, Dengan mengobservasi
muntah dan terapkan adanya muntah dan
jika ada hubungan anoreksia dapat mencatat
dengan medikasi. keadaan klien
4. Kolaborasi dengan ahli Dengan menentukan
gizi untuk menentukan kebutuhan nutrisi dan
nutrisi dan kalori agar kalori yang diperlukan
BB naik. klien, diharapkan BB klien
dapat naik
d. Diagnosa Keperawatan : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
gangguan kesukaran dalam artikulasi
Tujuan : Anak akan mengespresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan,
Berat Badan dalam batas normal
No. Intervensi Rasional
1. Kaji respon dalam Respon dalam
berkomunikasi berkomunikasi
menunjukkan keadaan
klien dalam berinteraksi
2. Ajarkan dan kaji makna Bahasa non verbal dapat
non verbal membantu dalam
berkomunikasi klien
3. Latih dalam penggunaan Melatih pergerakkan bibir,
bibir, mulut dan lidah. mulut dan lidah agar
artikulasi klien jelas
4. Sering berikan pujian Pujian yang positif dapat
positif kepada anak yang membantu klien untuk
berusaha untuk lebih termotivasi
berkomunikasi
5. Gunakan kartu/gambar- Alat bantu sepeti
gambar/papan tulis untuk kartu/gambar-
memfasilitasi gambar/papan tulis agar
komunikasi komunikasi lebih terbantu
6. Berikan perawatan Dengan memberikan sikap
dalam sikap yang rileks, yang rileks dapat
tidak terburu-buru, dan membantu klien menjadi
menghakimi lebih nyaman dan tenang
e. Diagnosa Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
spasme dan kelemahan otot-otot
Tujuan : Anak akan memiliki kemampuan pergerakan yang maksimum dan
tidak mengalami kontraktur
No. Intervensi Rasional
1. Ajarkan cara Dengan mengajarkan anak
berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata
kata-kata yang pendek pendek meningkatkan
kemampuan anak dalam
berbicara
2. Ajak untuk latihan yang Latihan dapat
berbeda-beda pada meningkatkan
ekstremitas kemampuan otot-otot
3.. Kaji per Gerakan sendi-sendi dan Melatih gerakan sendi-
tonus otot sendi dan tonus otot
4.Lakukan Terapi fisik Untuk Terapi fisik dapat
menggerakkan anggota membantu kemampuan
tubuh anak
6. Berikan periode istirahat. Dengan memberikan
periode istirahat dapat
membuat kondisi klien
menjadi lebih baik
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A Newman. 2007. Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 28. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Peter L. Rosenbaum L P, Walter D S et al. Prognosis for Gross Motor Function in
Cerebral Palsy : Creation of Motor Development Curves. JAMA. 2008.
Supriadi Skp dkk, 2016. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Jakarta : Sagung Seto
Yulianto, 2007. Cerebral Palsy Pada Anak, Jakarta :http://www.pediatrik.com. 20 april
2008
Wong Donna L, 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4, Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai