Sebagai Undang Undang Paten yang baru (UU No.13 tahun 2016), tentu saja di dalamnya
terdapat beberapa peraturan yang ditambahkan ataupun dihilangkan dari Undang Undang
Paten yang lama (UU No.14 tahun 2001). Berikut ini adalah pebandingan UU Paten No.14
tahun 2001 dengan UU Paten yang baru yaitu UU Paten No.13 tahun 2016.
Inventor
Di dalam UUP baru ini adanya penafsiran inventor secara meluas, inventor dalam UUP
sebelumnya pada Pasal 1 ayat 3 hanya menyebutkan bahwa inventor adalah seorang atau
beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam
kegiatan yang menghasilkan invensi. Sehingga penafsiran inventor hanya berlaku bagi
perorangan atau beberapa orang saja, sedangkan UUP baru dalam ketentuan umum, Pasal 1
angka 13 menegaskan bahwa orang adalah perseorangan atau badan hukum, sehingga dapat
ditafsirkan secara meluas bahwa inventor terdiri dari, a) perseorangan, b) beberapa orang-
perseorangan secara bersama, c) badan hukum, dan d) beberapa badan hukum secara
bersama.
Paten yang telah kadaluarsa (public domain) tidak diberi perlindungan Paten berupa
penggunaan kedua
Pasal 4 huruf f menegaskan bahwa, invensi tidak mencakup berupa temuan (discovery)
berupa, penggunaan baru untuk produk yang sudah ada dan/atau dikenal; dan/atau bentuk
baru dari senyawa yang sudah ada yang tidak menghasilkan peningkatan khasiat bermakna
dan terdapat perbedaan struktur kimia terkait yang sudah diketahui dari senyawa. Dengan
pelarangan penggunaan kedua terutama untuk medis pada Paten yang kadaluarsa akan sangat
menguntungkan masyarakat dengan harga obat menjadi relatif lebih murah sebab tidak perlu
membayar royalty karena telah menjadi public domain. Penggunaan Paten yang sudah
kadaluarsa bukan merupakan Invensi, hanya merupakan discovery, sebagaimana invensi pada
dasarnya adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah
spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan
pengembangan produk atau proses.
Publikasi di Perguruan Tinggi atau lembaga ilmiah nasional (new
invention dan inventive step)
Suatu invensi dapat diberikan perlindungan Paten adalah salah satunya mengandung unsur
kebaruan. Akan tetapi penyelenggaraan UUP sebelumnya selama ini untuk invensi yang
diumumkan oleh inventornya dalam sidang ilmiah dalam bentuk ujian dan/atau tahap-tahap
ujian skripsi, tesis, disertasi dan/atau forum ilmiah lain dalam rangka pembahasan hasil
penelitian di perguruan tinggi atau lembaga penelitian tidak dapat didaftarkan Paten karena
dianggap telah diumumkan sehingga tidak memenuhi unsur kebaruan. Tentu hal tersebut
sangat merugikan inventor terutama yang bekerja di perguruan tinggi. Sehingga dalam UUP
baru memberikan pengecualian pengumuman terhadap invensi dalam perguruan tinggi.
Sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf c, bahwa: dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), invensi tidak dianggap telah diumumkan jika dalam waktu
paling lama 6 (enam) bulan sebelum Tanggal Penerimaan, Invensi telah: c. diumumkan
oleh inventornya dalam: 1. Sidang ilmiah dalam bentuk ujian dan/atau tahap ujian skripsi,
tesis, disertasi, atau karya ilmiah lain; dan/atau 2. Forum ilmiah lain dalam rangka
pembahasan hasil penelitian di lembaga pendidikan atau lembaga penelitian.
Inventor dalam hubungan dinas tetap mempunyai hak moral dan tidak menghapuskan hak
inventor untuk tetap dicantumkan namanya dalam sertifikat Paten meskipun Paten yang
didaftarkan dimiliki oleh instansi pemerintahan yang besangkutan. Inventor telah
memperoleh invensi tersebut apabila invensinya telah didaftarkan Paten dan Paten tersebut
dikomersilkan oleh instansinya maka inventor layak diberi imbalan sebagai pemberian
apresiasi dari hasil karya melakukan penelitian serta invensi tersebut harus invensi yang
berfungsi dan bermanfaat.
Permohonan Paten
Mengenai pengajuan permohonan Paten di dalam UUP baru permohonan Paten dapat
diajukan secara manual atau elektronik, sesuai dengan Pasal 24 ayat (4) UUP baru yang
menyatakan Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan baik secara
elektronik maupun nonelektronik. Pasal ini bertujuan untuk memudahkan Pemohon yang
ingin mendaftarkan Invensinya untuk dapat dilindungi Paten mengingat kondisi geografis
Indonesia sebagai negara kepulauan jelas dengan adanya pasal ini akan lebih efisien.
Bila pada UU Paten yang lama Komisi Banding hanya bertugas memeriksa paten yang
ditolak (Pasal 60 UU No 14 Tahun 2001), namun dalam UU Paten yang baru Komisi Banding
diberi kewenangan untuk melakukan penghapusan paten (Pasal 130 UU No 13 Tahun 2016)
Penghapusan Paten
Dalam rezim UU No 13 Tahun 2016 ini, penghapusan paten merupakan bagian dari aspek
penegakan hukum. Pasal 137 UU Paten menyebutkan bahwa penghapusan paten
menghilangkan segala akibat hukum yang berkaitan dengan paten dan hak lain yang berasal
dari paten tersebut. Sedangkan, Pasal 141 menegaskan paten yang telah dihapus tidak dapat
dihidupkan kembali, kecuali berdasarkan putusan Pengadilan Niaga.
Sanksi Pidana
Di dalam UU Paten No 13 Tahun 2016 juga mengatur mengenai ketentuan pidana yang tidak
ada dalam UU Paten sebelumnya. Ketentuan pidana tersebut diatur dalam delik aduan, yakni
dalam Pasal 161, Pasal 162, dan Pasal 164 UU Paten.
Pasal 161
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 160 untuk Paten, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Pasal 162
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 160 untuk Paten sederhana, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 163
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 dan/atau
Pasal 162, yang mengakibatkan gangguan kesehatan dan/atau lingkungan hidup, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 dan/atau
Pasal 162, yang mengakibatkan kematian manusia, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima
ratus juta rupiah).
Pasal 164
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak membocorkan dokumen Permohonan yang
bersifat rahasia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun.