Lapsus Tonsilitis
Lapsus Tonsilitis
PENDAHULUAN
2.2. ANAMNESIS
Autoanamnesis tanghgal 29desember 2016 pukul 06.00 di bangsal bedah.
2.2.1. Keluhan utama
Nyeri menelan.
2.2.2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poli THT RSUD waled dengan keluhan
nyeri menelan sejak kurang lebih 1 tahunyang lalu. Keluhan nyeri
dirasakan hilang timbul, nyeri menelan biasanya dirasakanterutama
saat menelan makanan, sehingga pasien susah makan.Pasien juga
mengeluh perasaan tidak enak di tenggorokan sejak 2
bulan.Sebelumnya pasien juga mengeluh nyeri menelan disertai
dengan sering demam, batuk, pilek yang kumat-kumatan dan hidung
tersumbat, Keluhan nyeri menelan jika mengkonsumsi makanan
padat seperti nasi, tetapi tidak ada keluhan jika mengkonsumsi
cairan.Keluhan dirasa semakin hebat bila pasien mengkonsumsi
makanan pedas dan gorengan.Pasien tidak mengeluh nyeri pada
kedua telinga, tidak ada kurang pendengaran, dan tidak ada sakit
kepala.
1 bulan SMRS, pasien pergi berobat ke dokter spesialis THT.
Setelah diperiksa, pasien diberitahukan bahwa amandelnya
membesar dan disarankan untuk dilakukan operasi pengangkatan
amandel.Namun pasien belum mau dioperasi dan lebih memilih
untuk diberi pengobatan mengurangi gejala.
1 minggu SMRS, pasien masih sering nyeri menelan dirasakan
terutama saat menelan makanan. Pasien juga mengeluh perasaan
tidak enak di tenggorokan.Tidak ada keluhan nyeri hebat yang
menyebabkan sulit membuka mulut ataupun suara yang serak.Tidak
ada keluhan telinga berdenging, terasa penuh, nyeri telinga, ataupun
pendengaran berkurang.Tidak ada keluhan pada mata, seperti
pandangan ganda dan visus turun.Pasien memutuskan untuk
diangkat amendelnya namun pasien sedang batuk pilek sehingga
dokter menyarankan pengobatan simtomatik dahulu.
1 hari SMRS, pasien memutuskan untuk dilakukan operasi
pengangkatan amandel.Karena pasien masih nyeri menelan dan
batuk pileknya juga sudah sembuh.
Kepala
Bentuk lonjong, simetris, warna rambut hitam, rambut mudah rontok (-),
deformitas (-)
Mata
Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Thoraks :
Inspeksi :
Pernapasansimetris kanan dan kiri, tidak ada yang tertinggal, retraksi IC
(-), iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi :
Nyeri tekan (-), fremitus taktil simetris kanan = kiri, iktus cordis teraba
di ICS V linea midlavicularis sinistra, ekspansi pernapasan normal.
Perkusi :
Sonor pada kedua lapangan paru
Batas jantung : batas atas : linea parasternalis sinistra ICS II, batas
kanan : linea parasternalis dextra ICS IV, batas kiri: linea midclavicula
sinistra ICS V
Auskultasi :
Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
S1 = S2 reguler murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, luka/bekas luka (-), sikatrik (-)
Auskultasi : bising usus (+) 7 kali / menit normal
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-), soepel, Hepar dan Lien tak teraba, ginjal
tidak teraba, vesika urinaria tidak teraba penuh
Ketok ginjal : -/-
Ekstremitas :
Ekstremitas atas:
Akral hangat
Edema (-/-),pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-), sianosis (-),
clubbing finger (-), nyeri tekan (-)
Ekstremitas bawah:
Edema (-/-),pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-), sianosis(-),
clubbing finger (-), nyeri tekan (-)
Membran tympani :
Dextra Sinistra
Perforasi (-), MT Intak (-), MT Intak
Reflex cahaya (+) (+)
Warna Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan
Bentuk Normal, bulging(-) Normal, bulging(-)
b Sinus Paranasal
Dextra Sinistra
Infraorbita :
Supraorbita :
Glabella : Tidak dilakukan pemeriksaan
Diafanoskopi :
Lain-lain :
2.3.3.3 Tenggorok
1. Orofaring
Mukosa bucal Warna merah muda, sama dengan daerah
sekitar
Ginggiva Warna merah muda, sama dengan daerah
sekitar
Gigi geligi Warna kuning gading, caries
(-), gangren (-)
Lidah 2/3 anterior Dalam batas normal
Arkus faring Simetris (+), hiperemis (-)
Palatum Warna merah muda
Dinding posterior Hiperemis (-), granulasi (-)
orofaring
2. Tonsil :
Dextra Sinistra
Ukuran T3 T3
Kripte Melebar Melebar
Permukaan Tidak rata Tidak rata
Warna Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Detritus (+) (+)
Fixative (-) (-)
Peritonsil Abses (-) Abses (-)
Pilar anterior Kemerahan Kemerahan
3. Nasofaring
Discharge : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Adenoid : Tidak hipertrofi
Massa : (-)
4. Laringofaring
Mukosa :
Massa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Lain-lain
5. Laring
Epiglotis :
Plica vocalis :
Gerakan :
Posisi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tumor :
Massa :
Kanan Kiri
Bentuk Simetris, tidak tampak facies adenoid
Edema (-) (-)
Massa (-) (-)
Parese N Kranialis VII (-) (-)
Nyeri tekan (-) (-)
Krepitasi (-) (-)
Rontgen Torax
2.7. ANJURAN
Tonsilektomi
2.8. PROGNOSIS
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Vitam : Dubia ad bonam
2.9. PENATALAKSANAAN
Medika Mentosa pre operatif:
- cefixim 2 x 250 mg
- Metil prednisolon 3 x 2 tablet (1 tab = 8mg)
- Asam mefenamat 3 x 500 mg.
Non Medika Mentosa post operatif :
- Diet lunak
- Tirah baring
TINJAUAN PUSTAKA
A. EMBRIOLOGI TONSIL
Tonsila Palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi
kantong faringeal kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua
diserap dan bagian dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsilla
palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus branchial kedua dan ketiga. Kripta
tonsillar pertama terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan kapsul
terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu. Pada sekitar bulan ketiga,
tonsil secara gradual akan diinfiltrasi oleh sel-sel limfatik.
Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan
ikat atau trabekula (sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan
limfa), folikel germinativum (sebagai pusat pembentukan sel limfoid
muda) serta jaringan interfolikel (jaringan limfoid dari berbagai
stadium).7
B. ANATOMI TONSIL
Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla
tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas
dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer.
Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara
dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi
fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil
pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.
Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian
terpenting dari cincin waldeyer.
Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan
kelenjar-kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler,
dibawah mukosa dinding faring posterior faring dan dekat orificium tuba
eustachius (tonsil Gerlachs).8,9
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk
ovoid yang terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris.
Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya yang
bebas menonjol kedalam faring.Permukaannya tampak berlubang-lubang
kecil yang berjalan ke dalam Cryptae Tonsillares yang berjumlah 6-20
kripta.Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah
intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan
fibrosa yang disebut Capsula tonsilla palatina, terletak berdekatan
dengantonsilla lingualis.
Gambar 4. Tonsil Palatina
Gambar 6. Adenoid
Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu
batas anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya
adalah otot konstriktor faring superior. Pada bagian atas fossa tonsil
terdapat ruangan yang disebut fossa supratonsil. Ruangan ini terjadi karena
tonsil tidak mengisi penuh fossa tonsil.9
Pada bagian permukaan lateral dari tonsil tertutup oleh suatu
membran jaringan ikat, yang disebut kapsul. Kapsul tonsil terbentuk dari
fasia faringobasilar yang kemudian membentuk septa. 9
Plika anterior dan plika posterior bersatu di atas pada palatum
mole. Ke arah bawah berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan
dinding lateral faring. Plika triangularis atau plika retrotonsilaris atau plika
transversalis terletak diantara pangkal lidah dengan bagian anterior kutub
bawah tonsil dan merupakan serabut yang berasal dari otot
palatofaringeus. Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat
pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi adalah
terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.9
Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang A. karotis eksterna
yaitu A. maksilaris eksterna (A. fasialis) yang mempunyai cabang yaitu A.
tonsilaris dan A. palatina asenden, A. maksilaris interna dengan cabang A.
palatina desenden, serta A. lingualis dengan cabang A. lingualis dorsal,
dan A. faringeal asenden.
Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor
superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri
palatina asenden, mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor
posterior menuju tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan
cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m. konstriktor superior. Arteri
lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil,
plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina
posterior atau "lesser palatine artery" memberi vaskularisasi tonsil dan
palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina
asenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung
dengan pleksus dari faring. 8,9
Gambar 7. Pendarahan Tonsil
C. TONSILITIS
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan
bagian daricincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar
limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal
( adenoid ), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual ( tosil pangkal
lidah ), tonsil tuba Eustachius ( lateral band dinding faring / Gerlachs
tonsil ). Tonsilitis disebabkan peradangan pada tonsil yang diakibatkan
oleh bakteri, virus, dan jamur. 8
D. ETIOLOGI TONSILITIS
Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui
kriptanya secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap
oleh hidung kemudian nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara
foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama makanan.
Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari
Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau
kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna.Pada pendera
Tonsilitis Kronis jenis kuman yang sering adalah Streptokokus beta
hemolitikus grup A (SBHGA). Selain itu terdapat Streptokokus pyogenes,
Streptokokus grup B, C, Adenovirus, Epstein Barr, bahkan virus Herpes.9
Penelitian Abdulrahman AS, Kholeif LA, dan Beltagy di mesir
tahun 2008 mendapatkan kuman patogen terbanyak di tonsil adalah
Staphilokokus aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A, E.coli dan
Klebsiela.
Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) kultur apusan
tenggorok didapatkan bakteri gram positif sebagai penyebab tersering
Tonsilofaringitis Kronis yaitu Streptokokus alfa kemudian diikuti
Stafilokokus aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A, Stafilokokus
epidermidis dan kuman gram negatif berupa Enterobakter, Pseudomonas
aeruginosa, Klebsiella dan E. coli .
E. KLASIFIKASI TONSILITIS
1. Tonsilitis Akut
a. Tonsilis viral
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang
disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah
virus Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakan penyebab
tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka
pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada
palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.7
b. Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus,
hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus,
Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada
lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang
berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk
detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut
tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu,
membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.7
2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis difteri
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman
Coryne bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan
pada anak-anak berusia kurang dari 10 tahunan frekuensi tertinggi
pada usia 2-5 tahun.7
b. Tonsilitis septik
Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus
yang terdapat dalam susu sapi.7
c. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau
triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut
yang kurang dan defisiensi vitamin C.7
d. Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan
infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup
membran semu. Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan
di mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak
bercak kebiruan.7
3. Tonsilis Kronik
Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau
inflamasi pada tonsila palatina yang menetap.Tonsilitis Kronis
disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang
mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil.
Pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang
yang menyebabkan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis.
Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti
jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara
kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus.
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun
dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang
tidak adekuat.7
F. PATOFISIOLOGI TONSILITIS
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut.
Tonsil berperan sebagai filter yang menyelimuti bakteri ataupun virus yang
masuk dan membentuk antibody terhadap infeksi. Kuman menginfiltrasi
lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial
mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus
tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut
dengan detritus disebut tonsillitis falikularis. Pada tonsilitis akut dimulai
dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien
hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga sakit menelan dan
demam tinggi (39C-40C). Sekresi yang berlebih membuat pasien
mengeluh sakit menelan, tenggorokan akan terasa mengental. 8
Tetapi bila penjamu memiliki kadar imunitas antivirus atau
antibakteri yang tinggi terhadap infeksi virus atau bakteri tersebut, maka
tidak akan terjadi kerusakan tubuh ataupun penyakit. Sebaliknya jika
belum ada imunitas maka akan terjadi penyakit. 1
Sistem imun selain melawan mikroba dan sel mutan, sel imun juga
membersihkan debris sel dan mempersiapkan perbaikan jaringan. 8
Pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang yang
menyebabkan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada
proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini
akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang
akan diisi oleh detritus. 8
Infiltrasi bakteri pada epitel jaringan tonsil akan menimbulkan
radang berupa keluarnya leukosit polymorphnuklear serta terbentuk
detritus yang terdiri dari kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel
yang lepas. 8
Patofisiologi tonsilitis kronis Menurut Farokah,2003 bahwa adanya
infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat
membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian menginfeksi tonsil.
Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi
tempat infeksi (fokal infeksi). Dan satu saat kuman dan toksin dapat
menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh
menurun. Proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa
juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan
jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami
pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi
oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan
akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa
tonsilaris. roses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa
submandibula.
H.
I.
H. DIAGNOSIS
Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir
50% diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering
datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus,
sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi,
kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.
2. Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan
parut. Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen)
dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus,
kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat
banyak terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering
adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan, tepinya
hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada
kripta.
3. Pemeriksaan Penunjang
Rapid Antigen Display Test (RADT) dikembangkan untuk
identifikasi streptokokus Grup A dengan melakukan apusan
tenggorokan. Meskipun tes ini lebih mahal daripada kultur agar darah,
tesnya memberikan hasil yang lebih cepat. RADT memiliki akurasi
93% dan spesifisitas > 95% dibandingkan dengan kultur darah. Hasil
tes false positive jarang berlaku. Identifikasi yang cepat dan
pengobatan pasien dapat mengurangi resiko penyebaran tonsilitis yang
disebabkan oleh streptokokus grup A dan terapi yang tepat dapat
diperkenalkan.
I. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Pengobatan tonsilitis akut sebagian besar mendukung dan
berfokus pada mempertahankan hidrasi yang memadai dan asupan
kalori dan mengendalikan rasa sakit dan demam. Ketidakmampuan
untuk mempertahankan kalori lisan yang memadai dan asupan cairan
mungkin memerlukan hidrasi IV , antibiotik , dan kontrol nyeri.
Berikan antibiotik jika kondisi mendukung etiologi bakteri ,
seperti adanya eksudat tonsil , kehadiran demam , leukositosis ,
kontak yang sakit , atau kontak dengan orang yang memiliki
sekelompok didokumentasikan infeksi A beta - hemolitik
Streptococcus pyogenes ( GABHS ). Dalam banyak kasus , faringitis
bakteri dan virus yang dapat dibedakan secara klinis . Menunggu 1-2
hari untuk hasil kultur tenggorokan belum terbukti mengurangi
kegunaan terapi antibiotik dalam mencegah demam rematik.
Infeksi GABHS mewajibkan cakupan antibiotik. Bisno et al
menyatakan, dalam pedoman praktek untuk diagnosis dan pengelolaan
GABHS, bahwa hasil yang diinginkan dari terapi untuk GABHS
faringitis adalah pencegahan demam rematik akut; pencegahan
komplikasi supuratif; pengurangan gejala klinis dan tanda-tanda;
penurunan transmisi GABHS untuk menutup kontak; dan
meminimalkan potensi efek samping terapi antimikroba yang tidak
pantas.
Penisilin oral untuk 10 hari adalah pengobatan terbaik dari
faringitis GABHS akut. Penisilin intramuskular (yaitu, Benzathine
penisilin G) diperlukan untuk orang-orang yang mungkin tidak sesuai
dengan kursus 10 hari terapi oral. Penisilin adalah optimal untuk
sebagian besar pasien (pembatas reaksi alergi) karena keamanan
terbukti, khasiat, spektrum sempit, dan biaya rendah.
Antibiotik lainnya terbukti efektif untuk GABHS faringitis
adalah congener penisilin, banyak sefalosporin, makrolida, dan
klindamisin. Klindamisin mungkin nilai tertentu karena penetrasi
jaringan yang dianggap setara untuk kedua pemberian oral dan IV.
Klindamisin efektif bahkan untuk organisme yang tidak cepat
membagi (efek elang), yang menjelaskan khasiat yang besar untuk
infeksi GABHS. Vankomisin dan rifampisin juga telah berguna. dosis
pengurangan frekuensi dianjurkan untuk meningkatkan kepatuhan
dengan regimen obat. Sebuah konsensus tentang kemanjuran dosis
tersebut belum dirumuskan.
Sebagian besar kasus faringitis akut adalah self-limited, dengan
perbaikan klinis yang diamati dalam 3-4 hari. pedoman praktek klinis
menyatakan bahwa menghindari terapi antibiotik untuk jangka waktu
ini aman dan bahwa penundaan hingga 9 hari dari onset gejala untuk
pengobatan antimikroba masih harus mencegah komplikasi utama dari
GABHS (yaitu, akut demam rematik).
Tonsilitis berulang dapat dikelola dengan antibiotik yang sama
seperti faringitis GABHS akut. Jika infeksi berulang sesaat setelah
kursus dari agen penisilin lisan, kemudian mempertimbangkan IM
penisilin benzatin G. Klindamisin dan amoksisilin / klavulanat telah
terbukti efektif dalam memberantas GABHS dari faring pada orang
yang mengalami serangan berulang dari tonsilitis. Pemberian 3 sampai
6 minggu antibiotik terhadap organisme beta-laktamase (misalnya,
amoksisilin / klavulanat) memungkinkan tonsilektomi harus dihindari.
2. Operatif Tonsilektomi
Operatif Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang
atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma (Soepardi et
al., 2007). 7
Indikasi Menurut The American Academy of Otolaryngology
Head and Neck Surgery Clinical Indicators Copendium tahun
1995 :
Serangan tonsillitis lebih dari 3 kali per tahun walaupun telah mendapatkan
terapiyang adekuat.
Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofacial.
Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertropi tonsil dengan sumbatan jalan
nafas,sleep apnea, gangguan menelan, gangguan bicara, dan cor pulmonal.
Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasilhilang dengan pengobatan.
Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus -
haemoliticus.
Hipertropi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
Otitis media efusa atau otitis media supuratif.
Kontraindikasi tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai kontraindikasi,
namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan
dengan tetap memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan
tersebut yakni: gangguan perdarahan, risiko anestesi yang besar atau
penyakit berat, anemia, dan infeksi akut yang berat. 9,18
J. KOMPLIKASI
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara
perkontinuitatum ke daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen
ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap
ditemui adalah sebagai berikut : 7
1. Komplikasi sekitar tonsila
- Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya
trismus dan abses.
- Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber
infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami
supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
- Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah
bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil,
faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os
mastoid dan os petrosus.
- Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya
terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang
retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
- Kista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh
jaringan fibrosa dan ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada
tonsil berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan
multipel.
- Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam
jaringan tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur.
K. PROGNOSIS
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat
dan pengobatan suportif.Menangani gejala-gejala yang timbul dapat
membuat penderita Tonsilitis lebih nyaman.Bila antibiotika diberikan
untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai
arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah
mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat.Gejala yang tetap ada
dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas
lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan
sinus.Pada kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi
serius seperti demam rematik atau pneumonia.
DAFTAR PUSTAKA