Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer.Peradangan pada tonsila palatine biasanya meluas ke adenoid
dan tonsil lingual.Penyebaran infeksi terjadi melalui udara (air borne droplets),
tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.1,2
Peradangan pada tonsildapat disebabkanoleh bakteriatau virus,termasuk
strainbakteristreptokokus, adenovirus, virus influenza, virus Epstein-Barr,
enterovirus, dan virusherpes simplex.Salah satu penyebabpaling sering pada
tonsilitis adalah bakterigrup AStreptococcus betahemolitik(GABHS), 30% dari
tonsilitisanak dan10% kasus dewasa dan juga merupakanpenyebabradang
tenggorokan.3
Tonsilitis kronik merupakan peradangan pada tonsil yang persisten yang
berpotensi membentuk formasi batu tonsil.4 Terdapat referensi yang
menghubungkan antara nyeri tenggorokan yang memiliki durasi 3 bulan
dengan kejadian tonsilitis kronik.5Tonsilitiskronismerupakan salah satupenyakit
yang palingumum daridaerahoral danditemukanterutama dikelompok usia
muda. Kondisi inikarena peradangankronis padatonsil. Data
dalamliteraturmenggambarkan tonsilitiskronisklinisdidefinisikan oleh
kehadiraninfeksiberulang danobstruksisaluran napasbagian atas
karenapeningkatan volumetonsil. Kondisi inimungkin
memilikidampaksistemik, terutama ketikadenganadanya gejala seperti
demamberulang, odynophagia, sulit menelan, halitosisdan
limfadenopatiservikaldansubmandibula.6

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan laporan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
penulisan laporan kasus di SMF THT-KL
BAB II
LAPORAN KASUS

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WALED


SMF TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER
Jl. PrabuKiansantang No. 4, Waled Kota Babakan Cirebon

Nama Mahasiswa : Cantika Widia Astuti dan Wilda Iqrima


NIM : 112170013 dan 112170073
Dokter Pembimbing : dr. Ismi Cahyadi, Sp.THT-KL

2.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. E
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 26 tahun
Alamat : Playangan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 28 Desember 2016
Tanggal Pemeriksaan : 29 Desember 2016

2.2. ANAMNESIS
Autoanamnesis tanghgal 29desember 2016 pukul 06.00 di bangsal bedah.
2.2.1. Keluhan utama
Nyeri menelan.
2.2.2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poli THT RSUD waled dengan keluhan
nyeri menelan sejak kurang lebih 1 tahunyang lalu. Keluhan nyeri
dirasakan hilang timbul, nyeri menelan biasanya dirasakanterutama
saat menelan makanan, sehingga pasien susah makan.Pasien juga
mengeluh perasaan tidak enak di tenggorokan sejak 2
bulan.Sebelumnya pasien juga mengeluh nyeri menelan disertai
dengan sering demam, batuk, pilek yang kumat-kumatan dan hidung
tersumbat, Keluhan nyeri menelan jika mengkonsumsi makanan
padat seperti nasi, tetapi tidak ada keluhan jika mengkonsumsi
cairan.Keluhan dirasa semakin hebat bila pasien mengkonsumsi
makanan pedas dan gorengan.Pasien tidak mengeluh nyeri pada
kedua telinga, tidak ada kurang pendengaran, dan tidak ada sakit
kepala.
1 bulan SMRS, pasien pergi berobat ke dokter spesialis THT.
Setelah diperiksa, pasien diberitahukan bahwa amandelnya
membesar dan disarankan untuk dilakukan operasi pengangkatan
amandel.Namun pasien belum mau dioperasi dan lebih memilih
untuk diberi pengobatan mengurangi gejala.
1 minggu SMRS, pasien masih sering nyeri menelan dirasakan
terutama saat menelan makanan. Pasien juga mengeluh perasaan
tidak enak di tenggorokan.Tidak ada keluhan nyeri hebat yang
menyebabkan sulit membuka mulut ataupun suara yang serak.Tidak
ada keluhan telinga berdenging, terasa penuh, nyeri telinga, ataupun
pendengaran berkurang.Tidak ada keluhan pada mata, seperti
pandangan ganda dan visus turun.Pasien memutuskan untuk
diangkat amendelnya namun pasien sedang batuk pilek sehingga
dokter menyarankan pengobatan simtomatik dahulu.
1 hari SMRS, pasien memutuskan untuk dilakukan operasi
pengangkatan amandel.Karena pasien masih nyeri menelan dan
batuk pileknya juga sudah sembuh.

2.2.3. Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pengobatan


Tahun 2011 pasien menjalani medikal chekup karena akan
bekerja ke luar negeri, setelah diperiksa, pasien diberitahukan bahwa
amandelnya sedikit membesar. Namun tidak dilakukan pengobatan
karena amandel masih kecil dan pasien tidak merasakan ada keluhan.
Pasien tidak memliki riwayat alergi seperti alergi makanan, obat-
obatan, bersin pada pagi hari dan gatal-gatal pada kulit. Riwayat
asma dan pengobatan paru disangkal. Riwayat hipertensi dan
diabetes mellitus juga disangkal.

2.2.4. Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada riwayat alergi dalam keluarga seperti alergi
makanan, obat-obatan, bersin pada pagi hari dan gatal-gatal pada
kulit. Riwayat asma dan pengobatan paru dalam keluarga disangkal.
Riwayat penyakit yang sama pada kelurga disangkal. Riwayat
diabetes mellitus dan hipertensi pada keluarga disangkal.

2.2.5. Riwayat kebiasaan


Pasien sering makan goreng-gorengan dan suka makanan
pedas.

2.3. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukantanggal 29 desember 2017 pukul06.30 WIB di bangsal bedah.
2.3.1. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 50 kg
Tinggi Badan : 157 cm
Status Gizi : Cukup
2.3.2. Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmhg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36,5 c

Kepala
Bentuk lonjong, simetris, warna rambut hitam, rambut mudah rontok (-),
deformitas (-)
Mata
Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Thoraks :
Inspeksi :
Pernapasansimetris kanan dan kiri, tidak ada yang tertinggal, retraksi IC
(-), iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi :
Nyeri tekan (-), fremitus taktil simetris kanan = kiri, iktus cordis teraba
di ICS V linea midlavicularis sinistra, ekspansi pernapasan normal.
Perkusi :
Sonor pada kedua lapangan paru
Batas jantung : batas atas : linea parasternalis sinistra ICS II, batas
kanan : linea parasternalis dextra ICS IV, batas kiri: linea midclavicula
sinistra ICS V
Auskultasi :
Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
S1 = S2 reguler murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, luka/bekas luka (-), sikatrik (-)
Auskultasi : bising usus (+) 7 kali / menit normal
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-), soepel, Hepar dan Lien tak teraba, ginjal
tidak teraba, vesika urinaria tidak teraba penuh
Ketok ginjal : -/-
Ekstremitas :
Ekstremitas atas:
Akral hangat
Edema (-/-),pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-), sianosis (-),
clubbing finger (-), nyeri tekan (-)
Ekstremitas bawah:
Edema (-/-),pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-), sianosis(-),
clubbing finger (-), nyeri tekan (-)

2.3.3. Status Lokalis


2.3.3.1 Telinga
Dextra Sinistra
Auricula Bentuk (N), Nyeri tekan Bentuk (N), Nyeri tekan
(-) (-)
Preauricula Fistel (-), Abses (-), Fistel (-), Abses (-),
Hiperemis (-),Nyeri Hiperemis (-),Nyeri
tekan (-) Tragus pain (-) tekan (-), Tragus pain (-)
Retroauricula Hiperemis (-), udema (-), Hiperemis (-), udema (-),
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Mastoid Hiperemis (-), udema (-), Hiperemis (-), udema (-),
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
CAE Hiperemis (-), udema (-), Hiperemis (-), udema (-),
Corpus alineum (-) Corpus alineum (-)
Discharge (-) Discharge (-)

Membran tympani :
Dextra Sinistra
Perforasi (-), MT Intak (-), MT Intak
Reflex cahaya (+) (+)
Warna Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan
Bentuk Normal, bulging(-) Normal, bulging(-)

2.3.3.2 Hidung dan sinus paranasal


a Hidung
Dextra Sinistra
Hidung Bentuk normal Bentuk normal
Sekret Mukoserous Mukoserous
Mukosa konka media Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-)
Mukosa konka inferior Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-)
Meatus media Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-)
Meatus inferior Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-)
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
Massa (-) (-)

b Sinus Paranasal
Dextra Sinistra
Infraorbita :
Supraorbita :
Glabella : Tidak dilakukan pemeriksaan
Diafanoskopi :
Lain-lain :

2.3.3.3 Tenggorok
1. Orofaring
Mukosa bucal Warna merah muda, sama dengan daerah
sekitar
Ginggiva Warna merah muda, sama dengan daerah
sekitar
Gigi geligi Warna kuning gading, caries
(-), gangren (-)
Lidah 2/3 anterior Dalam batas normal
Arkus faring Simetris (+), hiperemis (-)
Palatum Warna merah muda
Dinding posterior Hiperemis (-), granulasi (-)
orofaring

2. Tonsil :
Dextra Sinistra
Ukuran T3 T3
Kripte Melebar Melebar
Permukaan Tidak rata Tidak rata
Warna Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Detritus (+) (+)
Fixative (-) (-)
Peritonsil Abses (-) Abses (-)
Pilar anterior Kemerahan Kemerahan

Gambar 1. Pemeriksaan fisik tonsil

3. Nasofaring
Discharge : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Adenoid : Tidak hipertrofi
Massa : (-)

4. Laringofaring
Mukosa :
Massa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Lain-lain

5. Laring
Epiglotis :
Plica vocalis :
Gerakan :
Posisi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tumor :
Massa :

2.3.3.4 Pemeriksaan Maksilofacial

Kanan Kiri
Bentuk Simetris, tidak tampak facies adenoid
Edema (-) (-)
Massa (-) (-)
Parese N Kranialis VII (-) (-)
Nyeri tekan (-) (-)
Krepitasi (-) (-)

2.3.3.5 Pemeriksaan Leher


Deviasi trakhea (-), Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-),
Pembesaran kelenjar parotis (-)

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium Darah lengkap
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hematologi
Hemoglobin 10,2 12,5-15,5 gr%
Leukosit 12,1 4.-10/mm3
Hematokrit 35 35- 48 %
Eritrosit 5,4 3,8-5,4 juta/uL
Trombosit 375 150-400 / mm3
MCV 55 82-98 mikro m3
MCH 19 >= 27pg
MCHC 29 32-36 g/dL
Hitung jenis:
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0 2-4 %
Neutrofil Batang 0 3-5 %
Neutrofil Segmen 79 50-80%
Limfosit 15 25-40%
Monosit 6 2-8%
Laju Endap Darah 42 9-15 mm/jam
Clotting Time 8 3-11 menit
Bleeding time 3 1-3 menit
Kimia Klinik
GDS 89 <150 mg/dl
Elektrolit
Na 153,9 136-145mg/dl
K 3,29 3,5-5,1 mg/dl

Rontgen Torax

Gambar 2. Rontgen torax

2.5. DIAGNOSA BANDING


- Tonsilitis kronis
- Tonsilofaringitis kronis

2.6. DIAGNOSA KERJA


Tonsilitis kronis

2.7. ANJURAN
Tonsilektomi

2.8. PROGNOSIS
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Vitam : Dubia ad bonam

2.9. PENATALAKSANAAN
Medika Mentosa pre operatif:
- cefixim 2 x 250 mg
- Metil prednisolon 3 x 2 tablet (1 tab = 8mg)
- Asam mefenamat 3 x 500 mg.
Non Medika Mentosa post operatif :
- Diet lunak
- Tirah baring

TINJAUAN PUSTAKA

A. EMBRIOLOGI TONSIL
Tonsila Palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi
kantong faringeal kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua
diserap dan bagian dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsilla
palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus branchial kedua dan ketiga. Kripta
tonsillar pertama terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan kapsul
terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu. Pada sekitar bulan ketiga,
tonsil secara gradual akan diinfiltrasi oleh sel-sel limfatik.
Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan
ikat atau trabekula (sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan
limfa), folikel germinativum (sebagai pusat pembentukan sel limfoid
muda) serta jaringan interfolikel (jaringan limfoid dari berbagai
stadium).7

B. ANATOMI TONSIL
Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla
tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas
dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer.
Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara
dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi
fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil
pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.
Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian
terpenting dari cincin waldeyer.

Gambar3. Cincin Waldeyer

Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan
kelenjar-kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler,
dibawah mukosa dinding faring posterior faring dan dekat orificium tuba
eustachius (tonsil Gerlachs).8,9
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk
ovoid yang terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris.
Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya yang
bebas menonjol kedalam faring.Permukaannya tampak berlubang-lubang
kecil yang berjalan ke dalam Cryptae Tonsillares yang berjumlah 6-20
kripta.Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah
intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan
fibrosa yang disebut Capsula tonsilla palatina, terletak berdekatan
dengantonsilla lingualis.
Gambar 4. Tonsil Palatina

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah :

1. Anterior : arcus palatoglossus

2. Posterior : arcus palatopharyngeus

3. Superior : palatum mole

4. Inferior : 1/3 posterior lidah

5. Medial : ruang orofaring

6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior.

A. carotis interna terletak 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsilla.


Gambar 5. Anatomi normal Tonsil Palatina

Adenoid atau tonsila faringeal adalah jaringan limfoepitelial


berbentuk triangular yang terletak pada aspek posterior.Adenoid
berbatasan dengan kavum nasi dan sinus paranasalis pada bagian anterior,
kompleks tuba eustachius- telinga tengah- kavum mastoid pada bagian
lateral.
Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis.
Adenoid akan terus bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun, setelah
itu akan mengalami regresi. Adenoid telah menjadi tempat kolonisasi
kuman sejak lahir. Ukuran adenoid beragam antara anak yang satu dengan
yang lain. Umumnya ukuran maximum adenoid tercapai pada usia antara
3-7 tahun. Pembesaran yang terjadi selama usia kanak-kanak muncul
sebagai respon multi antigen seperti virus, bakteri, alergen, makanan dan
iritasi lingkungan.

Gambar 6. Adenoid
Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu
batas anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya
adalah otot konstriktor faring superior. Pada bagian atas fossa tonsil
terdapat ruangan yang disebut fossa supratonsil. Ruangan ini terjadi karena
tonsil tidak mengisi penuh fossa tonsil.9
Pada bagian permukaan lateral dari tonsil tertutup oleh suatu
membran jaringan ikat, yang disebut kapsul. Kapsul tonsil terbentuk dari
fasia faringobasilar yang kemudian membentuk septa. 9
Plika anterior dan plika posterior bersatu di atas pada palatum
mole. Ke arah bawah berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan
dinding lateral faring. Plika triangularis atau plika retrotonsilaris atau plika
transversalis terletak diantara pangkal lidah dengan bagian anterior kutub
bawah tonsil dan merupakan serabut yang berasal dari otot
palatofaringeus. Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat
pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi adalah
terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.9
Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang A. karotis eksterna
yaitu A. maksilaris eksterna (A. fasialis) yang mempunyai cabang yaitu A.
tonsilaris dan A. palatina asenden, A. maksilaris interna dengan cabang A.
palatina desenden, serta A. lingualis dengan cabang A. lingualis dorsal,
dan A. faringeal asenden.
Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor
superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri
palatina asenden, mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor
posterior menuju tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan
cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m. konstriktor superior. Arteri
lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil,
plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina
posterior atau "lesser palatine artery" memberi vaskularisasi tonsil dan
palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina
asenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung
dengan pleksus dari faring. 8,9
Gambar 7. Pendarahan Tonsil

Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan


aliran getah bening. Aliran limfa dari daerah tonsil akan mengalir ke
rangkaian getah bening servikal profunda atau disebut juga deep jugular
node. Aliran getah bening selanjutnya menuju ke kelenjar toraks dan pada
akhirnya ke duktus torasikus.
Innervasi tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf
V melalui ganglion sphenopalatina dan bagian bawah tonsil berasal dari
saraf glossofaringeus (N. IX).

Gambar 8. Sistem Limfatik kepala dan leher

Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing


dan patogen, selanjutnya membawa mentranspor ke sel limfoid. Aktivitas
imunologi terbesar dari tonsil ditemukan pada usia 3 10 tahun. Pada usia
lebih dari 60 tahun Ig-positif sel B dan sel T berkurang banyak sekali pada
semua kompartemen tonsil.
Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3
kejadian yaitu respon imun tahap I, respon imun tahap II, dan migrasi
limfosit. Pada respon imun tahap I terjadi ketika antigen memasuki
orofaring mengenai epitel kripte yang merupakan kompartemen tonsil
pertama sebagai barier imunologis. Sel M tidak hanya berperan
mentranspor antigen melalui barier epitel tapi juga membentuk komparten
mikro intraepitel spesifik yang membawa bersamaan dalam konsentrasi
tinggi material asing, limfosit dan APC seperti makrofag dan sel dendritik
Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen
melalui epitel kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel
limfoid. Adapun respon imun berikutnya berupa migrasi limfosit.
Perjalanan limfosit dari penelitian didapat bahwa migrasi limfosit
berlangsung terus menerus dari darah ke tonsil melalui HEV( high
endothelial venules) dan kembali ke sirkulasi melalui limfe.

C. TONSILITIS
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan
bagian daricincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar
limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal
( adenoid ), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual ( tosil pangkal
lidah ), tonsil tuba Eustachius ( lateral band dinding faring / Gerlachs
tonsil ). Tonsilitis disebabkan peradangan pada tonsil yang diakibatkan
oleh bakteri, virus, dan jamur. 8

D. ETIOLOGI TONSILITIS
Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui
kriptanya secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap
oleh hidung kemudian nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara
foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama makanan.
Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari
Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau
kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna.Pada pendera
Tonsilitis Kronis jenis kuman yang sering adalah Streptokokus beta
hemolitikus grup A (SBHGA). Selain itu terdapat Streptokokus pyogenes,
Streptokokus grup B, C, Adenovirus, Epstein Barr, bahkan virus Herpes.9
Penelitian Abdulrahman AS, Kholeif LA, dan Beltagy di mesir
tahun 2008 mendapatkan kuman patogen terbanyak di tonsil adalah
Staphilokokus aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A, E.coli dan
Klebsiela.
Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) kultur apusan
tenggorok didapatkan bakteri gram positif sebagai penyebab tersering
Tonsilofaringitis Kronis yaitu Streptokokus alfa kemudian diikuti
Stafilokokus aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A, Stafilokokus
epidermidis dan kuman gram negatif berupa Enterobakter, Pseudomonas
aeruginosa, Klebsiella dan E. coli .

E. KLASIFIKASI TONSILITIS
1. Tonsilitis Akut
a. Tonsilis viral
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang
disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah
virus Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakan penyebab
tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka
pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada
palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.7
b. Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus,
hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus,
Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada
lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang
berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk
detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut
tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu,
membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.7

2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis difteri
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman
Coryne bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan
pada anak-anak berusia kurang dari 10 tahunan frekuensi tertinggi
pada usia 2-5 tahun.7
b. Tonsilitis septik
Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus
yang terdapat dalam susu sapi.7
c. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau
triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut
yang kurang dan defisiensi vitamin C.7
d. Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan
infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup
membran semu. Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan
di mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak
bercak kebiruan.7

3. Tonsilis Kronik
Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau
inflamasi pada tonsila palatina yang menetap.Tonsilitis Kronis
disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang
mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil.
Pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang
yang menyebabkan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis.
Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti
jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara
kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus.
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun
dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang
tidak adekuat.7
F. PATOFISIOLOGI TONSILITIS
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut.
Tonsil berperan sebagai filter yang menyelimuti bakteri ataupun virus yang
masuk dan membentuk antibody terhadap infeksi. Kuman menginfiltrasi
lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial
mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus
tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut
dengan detritus disebut tonsillitis falikularis. Pada tonsilitis akut dimulai
dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien
hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga sakit menelan dan
demam tinggi (39C-40C). Sekresi yang berlebih membuat pasien
mengeluh sakit menelan, tenggorokan akan terasa mengental. 8
Tetapi bila penjamu memiliki kadar imunitas antivirus atau
antibakteri yang tinggi terhadap infeksi virus atau bakteri tersebut, maka
tidak akan terjadi kerusakan tubuh ataupun penyakit. Sebaliknya jika
belum ada imunitas maka akan terjadi penyakit. 1
Sistem imun selain melawan mikroba dan sel mutan, sel imun juga
membersihkan debris sel dan mempersiapkan perbaikan jaringan. 8
Pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang yang
menyebabkan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada
proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini
akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang
akan diisi oleh detritus. 8
Infiltrasi bakteri pada epitel jaringan tonsil akan menimbulkan
radang berupa keluarnya leukosit polymorphnuklear serta terbentuk
detritus yang terdiri dari kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel
yang lepas. 8
Patofisiologi tonsilitis kronis Menurut Farokah,2003 bahwa adanya
infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat
membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian menginfeksi tonsil.
Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi
tempat infeksi (fokal infeksi). Dan satu saat kuman dan toksin dapat
menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh
menurun. Proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa
juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan
jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami
pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi
oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan
akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa
tonsilaris. roses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa
submandibula.

G. GEJALA KLINIS TONSILITIS


Manifestasi klinik sangat bervariasi.Tanda-tanda bermakna adalah
nyeri tenggorokan yang berulang atau menetap dan obstruksi pada saluran
cerna dan saluran napas.Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti
demam, namun tidak mencolok.10
Padapemeriksaantampak tonsil membesardenganpermukaan yang
tidak rata, kriptusmelebardanbeberapakriptiterisioleh detritus. Terasa ada
yang mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering dannapas
yang berbau.1 Pada tonsillitis kronik juga sering disertai halitosis dan
pembesaran nodul servikal.2 Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil
yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam kategori tonsillitis kronik
berupa :
a.
pembesaran tonsil karena hipertrofi disertai perlekatan kejaringan
sekitarnya, kripta melebar di atasnya tertutup oleh eksudat yang
purulent.
b.
tonsil tetap kecil, bisanya mengeriput, kadang-kadang seperti
terpendam dalam tonsil bed dengan bagian tepinya hiperemis, kripta
melebar dan diatasnya tampak eksudat yang purulent.7

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan


mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak
permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat
dibagi menjadi :
- T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
- T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
- T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
- T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
- T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

H.
I.

H. DIAGNOSIS
Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir
50% diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering
datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus,
sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi,
kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.
2. Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan
parut. Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen)
dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus,
kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat
banyak terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering
adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan, tepinya
hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada
kripta.
3. Pemeriksaan Penunjang
Rapid Antigen Display Test (RADT) dikembangkan untuk
identifikasi streptokokus Grup A dengan melakukan apusan
tenggorokan. Meskipun tes ini lebih mahal daripada kultur agar darah,
tesnya memberikan hasil yang lebih cepat. RADT memiliki akurasi
93% dan spesifisitas > 95% dibandingkan dengan kultur darah. Hasil
tes false positive jarang berlaku. Identifikasi yang cepat dan
pengobatan pasien dapat mengurangi resiko penyebaran tonsilitis yang
disebabkan oleh streptokokus grup A dan terapi yang tepat dapat
diperkenalkan.

I. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Pengobatan tonsilitis akut sebagian besar mendukung dan
berfokus pada mempertahankan hidrasi yang memadai dan asupan
kalori dan mengendalikan rasa sakit dan demam. Ketidakmampuan
untuk mempertahankan kalori lisan yang memadai dan asupan cairan
mungkin memerlukan hidrasi IV , antibiotik , dan kontrol nyeri.
Berikan antibiotik jika kondisi mendukung etiologi bakteri ,
seperti adanya eksudat tonsil , kehadiran demam , leukositosis ,
kontak yang sakit , atau kontak dengan orang yang memiliki
sekelompok didokumentasikan infeksi A beta - hemolitik
Streptococcus pyogenes ( GABHS ). Dalam banyak kasus , faringitis
bakteri dan virus yang dapat dibedakan secara klinis . Menunggu 1-2
hari untuk hasil kultur tenggorokan belum terbukti mengurangi
kegunaan terapi antibiotik dalam mencegah demam rematik.
Infeksi GABHS mewajibkan cakupan antibiotik. Bisno et al
menyatakan, dalam pedoman praktek untuk diagnosis dan pengelolaan
GABHS, bahwa hasil yang diinginkan dari terapi untuk GABHS
faringitis adalah pencegahan demam rematik akut; pencegahan
komplikasi supuratif; pengurangan gejala klinis dan tanda-tanda;
penurunan transmisi GABHS untuk menutup kontak; dan
meminimalkan potensi efek samping terapi antimikroba yang tidak
pantas.
Penisilin oral untuk 10 hari adalah pengobatan terbaik dari
faringitis GABHS akut. Penisilin intramuskular (yaitu, Benzathine
penisilin G) diperlukan untuk orang-orang yang mungkin tidak sesuai
dengan kursus 10 hari terapi oral. Penisilin adalah optimal untuk
sebagian besar pasien (pembatas reaksi alergi) karena keamanan
terbukti, khasiat, spektrum sempit, dan biaya rendah.
Antibiotik lainnya terbukti efektif untuk GABHS faringitis
adalah congener penisilin, banyak sefalosporin, makrolida, dan
klindamisin. Klindamisin mungkin nilai tertentu karena penetrasi
jaringan yang dianggap setara untuk kedua pemberian oral dan IV.
Klindamisin efektif bahkan untuk organisme yang tidak cepat
membagi (efek elang), yang menjelaskan khasiat yang besar untuk
infeksi GABHS. Vankomisin dan rifampisin juga telah berguna. dosis
pengurangan frekuensi dianjurkan untuk meningkatkan kepatuhan
dengan regimen obat. Sebuah konsensus tentang kemanjuran dosis
tersebut belum dirumuskan.
Sebagian besar kasus faringitis akut adalah self-limited, dengan
perbaikan klinis yang diamati dalam 3-4 hari. pedoman praktek klinis
menyatakan bahwa menghindari terapi antibiotik untuk jangka waktu
ini aman dan bahwa penundaan hingga 9 hari dari onset gejala untuk
pengobatan antimikroba masih harus mencegah komplikasi utama dari
GABHS (yaitu, akut demam rematik).
Tonsilitis berulang dapat dikelola dengan antibiotik yang sama
seperti faringitis GABHS akut. Jika infeksi berulang sesaat setelah
kursus dari agen penisilin lisan, kemudian mempertimbangkan IM
penisilin benzatin G. Klindamisin dan amoksisilin / klavulanat telah
terbukti efektif dalam memberantas GABHS dari faring pada orang
yang mengalami serangan berulang dari tonsilitis. Pemberian 3 sampai
6 minggu antibiotik terhadap organisme beta-laktamase (misalnya,
amoksisilin / klavulanat) memungkinkan tonsilektomi harus dihindari.
2. Operatif Tonsilektomi
Operatif Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang
atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma (Soepardi et
al., 2007). 7
Indikasi Menurut The American Academy of Otolaryngology
Head and Neck Surgery Clinical Indicators Copendium tahun
1995 :
Serangan tonsillitis lebih dari 3 kali per tahun walaupun telah mendapatkan
terapiyang adekuat.
Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofacial.
Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertropi tonsil dengan sumbatan jalan
nafas,sleep apnea, gangguan menelan, gangguan bicara, dan cor pulmonal.
Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasilhilang dengan pengobatan.
Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus -
haemoliticus.
Hipertropi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
Otitis media efusa atau otitis media supuratif.

Kontraindikasi tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai kontraindikasi,
namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan
dengan tetap memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan
tersebut yakni: gangguan perdarahan, risiko anestesi yang besar atau
penyakit berat, anemia, dan infeksi akut yang berat. 9,18

Indikasi tonsilektomi yang paling dapat diterima pada anak


adalah berikut ini :
Serangan tonsilitis berulang yang tercatat (walaupun telah
diberikan penatalaksanaan medis yang adekuat)
Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptococus menetap
dan patogenik (keadaan karier)
Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional (misalnya,
penelanan )
Hiperplasia dan obstruksi yang menetap 6 bulan setelah infeksi
mononukleusis (biasanya pada dewasa muda)
Riwayat demem rematik dengan kerusakan jntung yang
berhubungan dengan tonsilitis rekuren kronis dan pengendalian
antibiotik yang buruk
Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respon
terhadap penatalaksanaan medis (biasanya dewasa muda)
Hipertropi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan
abnormalitas orofasial dan gigi geligi yang menyempitkan jalan
napas bagian atas
Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati
servikal persisten

Teknik Operasi Tonsilektomi


Pengangkatan tonsil pertama sebagai tindakan medis telah
dilakukan pada abad 1 Masehi oleh Cornelius Celsus di Roma dengan
menggunakan jari tangan. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang
terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi.11,12
1. Guillotine
Tonsilektomi guillotine dipakai untuk mengangkat tonsil
secara cepat dan praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine
digunakan untuk melepas tonsil beserta kapsul tonsil dari fosa
tonsil. Sering terdapat sisa dari tonsil karena tidak seluruhnya
terangkat atau timbul perdarahan yang hebat.
2. Teknik Diseksi
Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode
diseksi.Metode pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel
dan dilakukan dalam anestesi.Tonsil digenggam dengan
menggunakan klem tonsil dan ditarik kearah medial, sehingga
menyebabkan tonsil menjadi tegang. Dengan menggunakan sickle
knife dilakukan pemotongan mukosa dari pilar tersebut.
3. Teknik elektrokauter
Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan
tonsil disertai kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah
listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik untuk
menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan
dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 Mhz.
Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya
gangguan konduksi saraf atau jantung.
4. Radio frekuensi
Pada teknik ini radiofrekuensi elektroda disisipkan
langsung kejaringan. Densitas baru disekitar ujung elektroda cukup
tinggi untuk membuka kerusakan bagian jaringan melalui
pembentukan panas.Selama periode 4- 6 minggu, daerah jaringan
yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang.
5. Skapel harmonik
Skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk
memotong dan mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringan
minimal.
6. Teknik Coblation
Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas
yang unuk karena dapat memanfaatkan plasma atau molekul
sodium yang terionisasi untuk mengikis jaringan. Mekanisme kerja
dari coblation ini adalah menggunakan energi dari radiofrekuensi
bipolar untuk mengubah sodium sebagai media perantara yang
akan membentuk kelompok plasma dan terkumpul disekitar
elektroda. Kelompok plasma tersebutakan mengandung suatu
partikel yang terionisasi dan kandungan plasma dengan partikel
yang terionisasi yang akan memecah ikatan molekul jaringan
tonsil. Selain memecah ikatan molekuler pada jaringan juga
menyebabkan disintegrasi molekul pada suhu rendah yaitu 40-70%,
sehingga dapat meminimalkan kerusakan jaringan sekitar.
7. Intracapsular partial tonsillectomy
Intracapsular tonsilektomi merupakan tonsilektomi parsial
yang dilakukan dengan menggunakan mikrodebrider endoskopi.
Mikrodebrider endoskopi bukan merupakan peralatan ideal untuk
tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat
menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan
jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya.
8. Laser tonsilektomi:
Diindikasikan pada penderita gangguan koagulasi. Laser
KTP-512 dan CO2 dapat digunakan namun laser CO2 lebih
disukai.tehnik yag dilakukan sama dengan yang dilakukan pada
tehik diseksi.

J. KOMPLIKASI
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara
perkontinuitatum ke daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen
ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap
ditemui adalah sebagai berikut : 7
1. Komplikasi sekitar tonsila
- Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya
trismus dan abses.
- Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber
infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami
supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
- Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah
bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil,
faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os
mastoid dan os petrosus.
- Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya
terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang
retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
- Kista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh
jaringan fibrosa dan ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada
tonsil berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan
multipel.
- Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam
jaringan tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur.

2. Komplikasi Organ jauh


- Demam rematik dan penyakit jantung rematik
- Glomerulonefritis
- Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
- Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
- Artritis dan fibrositis.

K. PROGNOSIS
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat
dan pengobatan suportif.Menangani gejala-gejala yang timbul dapat
membuat penderita Tonsilitis lebih nyaman.Bila antibiotika diberikan
untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai
arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah
mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat.Gejala yang tetap ada
dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas
lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan
sinus.Pada kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi
serius seperti demam rematik atau pneumonia.
DAFTAR PUSTAKA

1 Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan


Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher ed Keenam. FKUI Jakarta: 2007.
2 Udayan KS. Tonsillitis and peritonsillar Abscess. [online]. 2011 .[cited, 2016
Des 29 ). Available from URL:http://emedicine.medscape.com/
3 Medical Disbility Advisor. Tonsillitis and Adenoiditis. [online]. 2011 .[cited,
2016 des 29). Available from URL: http://www.mdguidelines.com/tonsillitis-
and-adenoiditis/
4 John PC, William CS. Tonsillitis and Adenoid Infection. [online].2011 .[cited,
2016 des 30). Available from: URL: http://www.medicinenet.com
5 Christopher MD, David HD, Peter JK. Infectious Indications for
Tonsillectomy. In: The Pediatric Clinics Of North America. 2003.
6 Adnan D, Ionita E. Contributions To The Clinical, Histological, Histochimical
and Microbiological Study Of Chronic Tonsillitis. Pdf.
7 Boies L. 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. EGC. Jakarta
8 Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2001
9 Moore Keith L. Anatomi berorientasi klinis.edisi kelima. jilid 3. 2013.EGC :
Jakarta.
10 Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Tonsil dan Adenoid. In:
Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volum 2. Jakarta: ECG,2000.
11 Amalia, Nina. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis D RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2009. 2011.pdf
12 Hatmansjah. Tonsilektomi. In: Cermin Dunia Kedokteran vol 89.
[online].1993.[cited, 2016 des 30]. Available from: URL: http://www.
cerminduniakedokteran .com

Anda mungkin juga menyukai