Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pengertian Kalibrasi Pengertian / arti kalibrasi adalah proses verifikasi bahwa suatu
akurasi alat ukur sesuai dengan rancangannya. Kalibrasi biasa dilakukan dengan
membandingkan suatu standar yang tertelusur dengan standar nasional maupun
internasional dan bahan-bahan acuan tersertifikasi.
Sedangkan pengertian / arti kalibrasi ISO/IEC Guide 17025 adalah serangkaian kegiatan
yang membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau
sistem pengukuran, atau nilai yang diwakili oleh bahan ukur, dengan nilai-nilai yang
sudah diketahui yang berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu.
Dengan kata lain, kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional
nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap
standar ukur yang mampu telusur (traceable) ke standar nasional untuk satuan ukuran
dan/atau internasional.
Sistem manajemen baik itu sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2008, sistem
manajemen lingkungan ISO 14001 : 2005, ataupun sistem manajemen kesehatan
keselamatan kerja OHSAS 18001 : 2008 juga mempersyaratkan dalam salah satu
klausulnya bahwa peralatan yang digunakan dalam suatu perusahaan yang berpengaruh
terhadap mutu, lingkungan, ataupun kesehatan harus dikalibrasi ataupun diverivikasi
secara berkala.
Arti Pentingnya Kalibrasi Kalibrasi alat ukur selain digunakan untuk memenuhi salah
satu persyaratan / klausul sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2008, sistem
manajemen lingkungan ISO 14001 : 2005, ataupun OHSAS 18001 : 2007 tetapi juga
mempunyai manfaat lainnya antara lain :
1 Jaminan mutu terhadap produk yang dihasilkan melalui sistem pengukuran yang valid
2 Menghindari cacat/penyimpangan hasil ukur
3 Menjamin kondisi alat ukur tetap terjaga sesuai spesifikasinya
Kalibrasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kebenaran
konvensional nilai penunjukan instrumen/alat ukur dan bahan ukur, dengan cara
membandingkan terhadap standar ukurnya yang tertelusur (traceable) ke standar
nasional dan/atau internasional. Kegiatan kalibrasi ini sangat penting dilakukan untuk
setiap alat kesehatan, terlebih bagi alat kesehatan yang rutin digunakan setiap hari di
sarana pelayanan kesehatan.
Sesuai dengan aturan dari pemerintah, setiap peralatan kesehatan terutama yang
terdapat dan digunakan di sarana pelayanan kesehatan harus diuji dan dikalibrasi secara
berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan, Institusi Pengujian Fasilitas Kesehatan
yang berwenang dan/atau perusahaan swasta terpercaya. Setelah institusi penguji
melakukan kalibrasi terhadap alat kesehatan, selanjutnya setiap alat kesehatan yang
memenuhi standar akan diberikan sertifikat dan tanda yang menyatakan bahwa alat
tersebut sudah layak pakai.
Pasal 17
Rumah Sakit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,
Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan
Pasal 16 tidak diberikan izin mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin
operasional Rumah Sakit.
Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan RS harus dilakukan oleh petugas yang
mempunyai kompetensi di bidangnya. Pemeliharaan peralatan tersebut harus
didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan. alat
kesehatan yang digunakan di sarana pelayanan kesehatan wajib untuk dilakukan
uji kalibrasi secara berkala, setidaknya satu kali setiap tahunnya.
Peraturan Menteri Kesehatan No 363/Menkes/PER/IV/1998 tentang Pengujian dan
Kalibrasi Alat Kesehatan pada sarana Pelayanan Kesehata, dilampirkan daftar alat
kesehatan yang wajib dikalibrasi
Peraturan Menteri Kesehatan No 54 Tahun 2015. Tentang Pengujian dan Kalibrasi alat
Kesehatan, dilampirkan daftar alat kesehatan yang wajib dikalibrasi
Mengapa hal ini diberlakukan? Tingkat teknologi, beban kerja alat, dan usia suatu alat
akan sangat mempengaruhi kinerja suatu alat kesehatan, baik untuk tingkat akurasi,
ketelitian, maupun keamanannya, sehingga kalibrasi akan sangat diperlukan untuk
menjaga agar alat kesehatan tetap dapat bekerja optimal.
Alat kesehatan yang wajib dikalibrasi adalah yang memiliki kriteria seperti berikut ini:
1 Belum memiliki sertifikat dan tanda lulus pengujian atau kalibrasi.
2 Masa berlaku sertifikat dan tanda lulus pengujian atau kalibrasi telah habis.
3 Diketahui penunjukannya atau hasil keluarannya atau kinerjanya (performance) atau
kemanannya (safety) tidak sesuai lagi, walaupun sertifikat dan tanda masih
berlaku.
4 Telah mengalami perbaikan, walaupun sertifikat dan tanda masih berlaku.
5 Telah dipindahkan bagi yang memerlukan instansi, walaupun sertifikat dan tanda
masih berlaku.
6 Atau jika tanda layak pakai pada alat kesehatan tersebut hilang ataupun rusak,
sehingga tidak dapat memberikan informasi yang sebenarnya.
Pelaksanaan Kalibrasi Alat Kesehatan
Selain kriteria wajib kalibrasi, terdapat pula kriteria alat kesehatan yang dinyatakan lulus
kalibrasi sehingga layak untuk digunakan. Kriteria tersebut adalah:
Penyimpangan hasil pengukuran dibandingkan dengan nilai yang diabadikan pada alat
kesehatan tersebut tidak melebihi penyimpangan yang diijinkan.
Nilai hasil pengukuran keselamatan kerja berada dalam nilai ambang batas yang
diinjinkan.
Dengan melakukan kalibrasi secara berkala, maka tingkat akurasi dan kinerja dari alat
kesehatan dapat terjaga dengan baik.
QUALITY CONTROL
Quality Control / QC adalah Pengendali Mutu Peralatan Kesehatan di lapangan, baik pra
maupun pasca kalibrasi. Quality control juga bertanggung jawab dalam menjalankan dan
memantau peralatan inspeksi, serta merekam dan menganalisis data kualitas suatu
pelayanan pemeliharaan alat kesehatan.
Karena kalibrasi umumnya dilakukan hanya setahun sekali. Apabila dalam rentang waktu
kalibrasi selanjutnya alat kesehatan tersebut terdapat pemeliharaan dan perbaikan
ataupun permintaan kalibrasi oleh user/ operator untuk "make sure" hasil dan
kualitasnya sesuai. Maka harus dilakukan re-kalibrasi. Tentunya teknisi elektromedik
harus dibekali dengan peralatan kalibrasi yang sudah terverifikasi dan tentunya teknisi
elektromedik mempunyai sertifikasi dan terlatih untuk melakukan kalibrasi guna
melakukan quality control berkala.
Contoh kasus :
Ruangan IGD (Instalasi Gawat Darurat) mengeluhkan hasil NIBP Bedside Monitornya
tidak valid dan berbeda dengan hasil pengukuran tensimeter aneroid mereka, dan hal
tersebut sudah diulang beberapa kali, hasil pemeriksaan pasien sangat jauh melenceng
dan tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik oleh dokter.
Solusi :
Harus dilakukan re-kalibrasi Bedside Monitor, jika hasil pengukuran kalibrasi tidak sesuai
maka harus dilakukan perbaikan alat kesehatan, setelah dilakukan perbaikan, maka
harus dikalibrasi kembali sesuai dengan standar pabrikan. Masalahnya jika teknisi
elektromedik tidak mempunyai alat ukur kalibrasi untuk melakukan Quality Control
maka akan menunda pelayanan dan safety pasien sangat diragukan, melihat hasil
pemeriksaan yang berbeda.
Tata cara kalibrasi mempunyai Standard Operasional (SOP) tersendiri oleh tenaga
elektromedik yang sudah terlatih dan tersertifikasi.
Kalibrasi yang digunakan mengacu pada referensi SNI (Standar Nasional Indonesia)
maupun Internasional, contoh: OIML (Organization International Metrology Legal), EA
(European co-operation for Accreditation), ECRI (Emergency Care Research Institute),
AAMI (Association for the Advancement of Medical Instrumentation), IEC (International
Electrotechnical Commision) dan KAN (Komite Akreditasi Nasional)
Banyak merk alat kalibrasi yang beredar di pasaran, kita harus memperhatikan
ketersediaan purna jual alat kalibrasi, service center, kalibrasi calibrator alat kalibrasi,
dan spesifikasi yang dibutuhkan pada alat kalibrasi tersebut.
Anak Timbangan
Electrical Safety Analyzer
ECG Phantom Simulator
IDA (Intelligent Drainage Analyzer) Infusion Analyzer
Temperature Tester
Audiometers Tester
Sound level meters
Defibrillator / pacemaker analyzers
Ultrasonography Imaging Phantom
NIBP simulators
Pressure meter
Sp02 simulators
X-Ray Mesurement Survey Meter
Diagnostic Imaging QA/ Diagnostic imaging x-ray test devices
Patient monitor testers (patient simulators)
Fetal / maternal simulators
CT / MRI / X-Ray phantoms
Electrosurgical unit testers
Ventilator / gas-flow analyzers
Incubator analyzers
Dll
Merk Kalibrator Alat Medis Di Pasaran :
Alaris Medical Systems
ERBE
IMT Medical
BioTek
Eschmann
Rigel Medical
Clinical Dynamics
Fluke Biomedical
TSI
Piranha -RTI
Admin banyak menemui tidak semua Rumah Sakit mempunyai alat kalibrasi internal
mandiri. Pertanyaannya, apakah acuan uji performa test, quality control dan kelaikan
alat bila tidak ada alat kalibrasi internal ? Apakah harus menunggu kalibrasi legal
dilakukan, yang waktunya setahun 1x ?
Oleh karena itu perlu menjadi pemikiran bagi manajemen rumah sakit untuk lebih
memikirkan tentang adanya alat kalibrasi internal. Jadi kalibrasi bisa dilakukan dengan
alat ukur dan alat kalibrasi, bukan hasil menerawang bebas :)))
Melalui kalibrasi legal dan kalibrasi internal secara berkala maka akurasi dan batas
kesalahan yang diperbolehkan bisa diketahui. Dimana alat kesehatan harus memiliki
performance yang ketat antara lain ketelitian (accuracy), kepekaan (sensitivity),
reproduksibilitas dan aspek keselamatan (safety aspec). Sehingga dalam penggunaannya
akan selalu siap pakai dan memenuhi standar teknis pemakaian peralatan kedokteran.
Metode kalibrasi yang digunakan mengacu pada referensi SNI (Standar Nasional
Indonesia) maupun Internasional, contoh: OIML (Organization International Metrology
Legal), EA (European co-operation for Accreditation), ECRI (Emergency Care Research
Institute), AAMI (Association for the Advancement of Medical
Instrumentation), IEC (International Electrotechnical Commision).
3.1.12 Pengertian Kalibrasi menurut ISO/IEC GUIDE 17025 : 2005 dan VIM
( Vocabulary Of International Metrology )
KALIBRASI adalah serangkainan kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang
ditujukan oleh instrument ukur/system pengukuran atau nilai diwakili oleh bahan ukur,
dengan nilai nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari besaran yang diukur dalam
kondisi tertentu. Dengan kata lain kalibrasi adalah untuk menentukan kebenaran,
konvensional nilai penunjukan alat ukur dengan cara membandingkan terhadap standar
ukur yang mampu tertelusur ( traceable ) ke standar Nasional untuk satuan
ukur/internasional.
3.1.13 Ketentuan Ketentuan Pokok Kalibrasi
- Sifat Umum Alat Ukur
Alat ukur merupakan alat yang dibuat manusia sehingga ketidaksempurnaan adalah ciri
utama. Ketidaksempurnaan dapat diketahui melalui istilah Rantai Kalibrasi. Istilah Rantai
Kalibrasi antara lain :
- Kepekaan ( Sensitivity )
Kemampuan Alat ukur menerima, mengubah dan meneruskan isyarat sensor ( dari
sensor menuju ke bagian penunjuk, pencatat, atau pengolah data pengukuran ).
Kepekaan alat ukur ditentukan terutama oleh bagian pengubah, sesuai denagn prinsip
kerja yang diterapkan.
- Histerisis ( Histerysis )
Perbedaan atau penyimpangan yang timbul sewaktu dilakukan pengukuran secara
berkesinambungan dari dua arah yang berlawanan ( mulai dari skala Nol sampai skala
maksimum kemudian diulangi dari skala maksimum sampai skala Nol ). Histerisis muncul
karena adanya gesekan pada bagian pengubah alat ukur.
- Keterbacaan ( Readability )
Keterbacaan skala dengan penunjuk digitallebuh tinggi dibandingkan dengan
keterbacaan skala dengan jarum penunjuk.
- Kestabilan Nol ( Zero Stability )
Suatu penyimpangan yang membesar tetapi dengan harga yang tetap atau berubah
ubah secara rambang tak stabil, dikarenakan ketidakkakuan system pemegang alat ukur
atau benda ukur, kelonggaran system pengencang atau keausan system pemosisi.
- Pengembangan ( Floating )
Kadang-kadang terjadi pula jarum penunjuk dari alat ukur yang digunakan posisinya
berubah-ubah. Atau kalau penunjuknya dengan sistem digital angka paling kanan atau
angka terakhir berubah-ubah. Kejadian seperti ini dinamakan pengambangan. Kepekaan
dari alat ukur akan membuat perubahan kecil dari sensor diperbesar oleh pengubah.
Makin peka alat ukur makin besar pula kemungkinan terjadinya pengambangan. Untuk
itu, bila menggunakan alat-alat ukur yang mempunyai jarum penunjuk pada skalanya
atau penunjuk digital harus dihindari adanya kotoran atau getaran, juga harus digunakan
metode pengukuran yang secermat mungkin.
2. Corrective Maintenance.
Disebut juga break down maintenance, yaitu kegiatan pemeliharaan dan
perawatan yang dilakukan setelah terjadi kerusakan, kegagalan, atau kelainan fasilitas
produksi sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.
Service merupakan satu hal yang sangat penting dalam dunia bisnis karena
service merupakan salah satu bentuk penghargaan kepada pelanggan. Service juga
menjadi salah satu pertimbangan seseorang untuk memutuskan membeli produk atau
menggunakan jasa dari sebua perusahaan. Service yang buruk bisa membuat pelanggan
lari dan beralih ke perusahaan pesaing. Mengingat begitu pentingnya service bagi
kelangsungan usaha kita, sudah selayaknya bila kita selalu menjaga service kita kepada
pelanggan.
BAB IV
PEMBAHASAN ALAT
A. Penjelasan Alat
Tensimeter adalah alat pengukuran tekanan darah sering juga disebut
sphygmomanometer
B. Bagian bagian Tensimeter
1) Manset
Berfungsi untuk menampung udara yang dipompa dari bulb dan untuk mendeteksi
tekanan darah pasien yang pada penggunaanya dipasang pada lengan pasien.
2) Bulb / Pemompa
Berfungsi untuk memompa udara ke dalam manset. Pada bulb terdapat :
a) Valve Inlet / klep masuk yang berfungsi untuk menghisap udara dari luar
b) Valve output / klep keluar yang berfungsi mengeluarkan udara dari dalam bulb (di
dalamnya terdapat filter)
c) Valve pembuangan yang berfungsi untuk uang udara dari manset pada saat
pengukuran
3) Tabung kaca pengukur
Berfungsi untuk mengukur air raksa yang dipompaoleh udara di dalam manset. Diatas
tabung kaca pengukur terdapat lubang pembuangan udara
4) Valve on / of
Berfungsi untuk membuka atau menutup jalannya air raksa
5) Tabung Air Raksa
Berfungsi untuk menampung air raksa. Diatas tabung air raksa ada filternya.
1) Persiapan peralatannya
a) Tang buaya atau tang kombnasi
b) Air raksa
c) Kasa / kain polos dengan ukuran minimal 20x20 cm
d) Kawat panjang 40cm dengan dia. 0.4 mm
e) Kapas
f) Wadah kecil / mankuk
g) Syiringe / suntikan
2) Pelaksanaannya
a) Buka tensimeter, perhatikan apakan dalam keadaan terbuka atau tertutup
tensimeternya, jika terbuka tutuplah pengaman air raksanya agar tidak tercecer saat
gelas kaca ukur dibuka.
b) Buka penutup atas dengan memutar berlawanan jarum jam
c) Ambil secara perlahan gelas ukur dan bersihkan dengan kawat dan kapas, hingga debu
E. Troubleshooting
1) Bulb bila dipompa tidak dapat menggelembung kembali dengan cepat.
Penyebabnya adalah valve inlet atau klep masuk kotor
Penanggulanganya :
a. Ambil kapas, alkohol dan kawat halus
b. Bersihkan valve inlet / klep masuk dengan cara kawat halus ujungnya diberi kapas
dan basahi dengan alkohol
6) Hasil pengukuran tidak sesuai bila dibanding dengan tensimeter yang lain
Penyebabnya :
a) Tabung kaca pengukur kotor. Penanggulangannya sama dengan cara diatas
b) Air raksa tidak menunjuk angka 0 (nol) pada saat awal pengukuran.
Penanggulangannya sama dengan cara menambah air raksa diatas.
F. Prosedur Kalibrasi
I. Persiapan
1. Gunakan perlengkapan keselamatan diri seperti masker dan sarung tangan karet
sebelum melakukan pendataan/pengukuran.
2. Lakukan pendataan administrasi meliputi :
0 Data pelanggan, yang terdiri dari : nama pelanggan dan nomor order. Khusus
no.order diisi untuk pekerjaan kalibrasi yang dilakukan di dalam
laboratorium.
1 Data alat pelanggan (UUT), terdiri dari : merk, type, nomor seri dan tempat
kalibrasi, ruangan alat dan jenis cuff (dewasa atau anak)
2 Data alat standart yang digunakan, terdiri dari : merk, dan type
3. Lakukan pengukuran kondisi lingkungan, meliputi kondisi suhu dan kelembaban.
Pencatatan kondisi lingkungan dilakukan pada saat awal serta akhir pengukuran.
4. Lakukan pemeriksaan fisik, meliputi badan/permukaan UUT, cuff & selang,
bulb/balon, serta meter/skala pembaca pada UUT.
5. Catat hasil pemeriksaan pada lembar kerja.
6. Rakit UUT dengan Standart seperti gambar di bawah ini.
II. Kalibrasi
1. Tes Kebocoran
a. Untuk cuff dewasa, berikan tekanan 200 mmHg pada UUT atau 160 mmHg untuk
cuff anak
b. Setelah 60 detik, kemudian baca penunjukan penurunan tekanan. Lakukan
pengukuran tes kebocoran sebanyak 3 (tiga) kali.
c. Nilai kebocoran maksimum tidak boleh melebihi 15 mmHg/60 detik (ECRI 424-
20010301).
d. Jika ditemukan tingkat tes kebocoran melebihi ambang batas (15 mmHg/60 detik),
maka lakukan pengecekan pada setiap sambungan antara UUT dan standart serta cuff
dan bulb.
e. Apabila tes kebocoran tetap melebihi ambang batas, gunakanlah alat bantu (cuff
dan bulb persediaan).
f. Catat hasil pengukurannya pada lembar kerja, berikut catatan rekomendasi
penggantian bulb dan atau cuff.
2. Pengukuran Tekanan.
a. Sebelum melakukan pengukuran lepas sambungan antara UUT dan standart,
pastikan nilai penunjukannya pada Sphygmomanometer di 0 mmHg.
b. Lakukan zeroing pada standart, kemudian sambung kembali UUT dengan standart.
b. Untuk cuff dewasa lakukan pengukuran pada titik (0, 60, 80, 100, 120, 140, 160
180, 200) mmHg dan cuff anak pada titik (0, 60, 80, 100, 120, 140) mmHg.
c. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali untuk setiap titik pada kondisi naik
dan turun.
d. Catat nilai yang terukur pada lembar kerja kalibrasi.
e. Setelah selesai, rapikan UUT, standart dan alat bantu.
G. Ambang batas.
H. Telaah Teknis
1. Nilai kebocoran tekanan
Dihitung berdasarkan nilai kebocoran maksimal dari 3 (tiga) data yang diambil.
Jika nilai maksimal dari 3 (tiga) data tersebut tidak melebihi ambang batas (15
mmHg/60detik), maka telaah teknis untuk parameter kebocoran tekanan dinyatakan
Laik.
Jika nilai maksimal dari 3 (tiga) data tersebut melebihi ambang batas (15 mmHg/60
detik), maka telaah teknis untuk parameter kebocoran tekanan dinyatakan Tidak Laik.
2. Akurasi Tekanan
Penentuan kriteria Laik/Tidak Laik akurasi tekanan di tiap titik Sphygmomanometer
berdasarkan nilai penjumlahan dari nilai koreksi ditambah nilai ketidakpastiannya.
Jika hasil penjumlahan nilai koreksi berikut nilai ketidakpastian di suatu titik pengukuran
kurang dari 3 mmHg, maka titik pengukuran tersebut dinyatakan Laik.
Jika hasil penjumlahan nilai koreksi berikut nilai ketidakpastian di suatu titik
pengukuran melebihi 3 mmHg, maka titik pengukuran tersebut dinyatakan Tidak Laik.