Value (PPV / PVP) dan Negatif Prediktif Value (NPV / PVN) dari EIA
dalam populasi 1.000.000 pendonor darah. Menggunakan tabel 2x2
yang terpisah, hitung PVP dan PVN pada populasi 1.000 pengguna
narkoba. Asumsikan bahwa prevalensi antibodi HIV sebenarnya pada
pendonor darah adalah 0,04% (0,0004) dan pengguna narkoba suntik
10,0% (0.10).
2. Menurut anda apakah EIA adalah tes skrining yang baik bagi bank
darah? Apa yang akan Anda rekomendasikan untuk direktur bank
darah mengenai hasil EIA-positif pada donor?
Untuk klien program ini, orang-orang dengan tes positif akan memiliki
peluang 84,1% untuk benar-benar memiliki antibodi (PPV / PVP),
sedangkan mereka dengan tes negatif hanya akan memiliki
kesempatan 0,6% untuk memiliki antibodi (1 - PVN). Walaupun EIA jauh
lebih berguna dalam memisahkan antara mereka dengan dan tanpa
antibodi di program ini daripada di bank darah, 16% (1 - PVT) dari klien
dalam program ini yang hasil tes positif tidak akan benar-benar memiliki
antibodi (false positive).
Dalam masalah ini, semua orang dengan hasil EIA positif akan
dikonfirmasi dengan pengujian Western blot. Dari populasi pendonor
darah 1.000.000 orang dalam. Pertanyaan sebelumnya, 20.372 orang
memiliki hasil tes positif. Dari jumlah 20.372 orang tersebut, 380 (1,9%)
benar-benar akan memiliki antibodi.
Orang dianggap hasil tesnya-positif hanya jika hasil baik dari EIA awal
dan EIA ulangan positif. Karena hanya mereka yang memiliki EIA awal
positif yang disertakan pada tabel di atas, 761 orang hasilnya positif
pada kedua tes. Namun, dari 761 orang, hanya 361 benar-benar
memiliki antibodi. Oleh karena itu, nilai prediksi positif 47,4% (361/761)
Orang dianggap hasil tesnya-positif hanya jika hasil baik dari EIA awal
dan Western blot positif. Karena hanya mereka yang memiliki EIA awal
positif yang disertakan pada tabel di atas, 306 orang hasilnya positif
pada kedua tes. Dari 306 orang, hanya 304 benar-benar memiliki
antibodi. Oleh karena itu, nilai prediksi positif 99,3% (304/306).
7. Mengapa nilai-prediksi positif meningkat secara dramatis dengan
dilakukannya tes kedua? Mengapa nilai prediktif positif yang lebih
tinggi untuk urutan EIA-WB dibandingkan urutan EIA-EIA?
Dari kedua contoh, kita bisa melihat bahwa dua faktor yang paling
penting dalam menentukan predictive value positif adalah prevalensi
penyakit dan spesifisitas tes. Pada contoh EIA-EIA, nilai-prediksi positif
meningkat dari 1,9% menjadi 47,4% setelah IEA kedua, meskipun
sensitivitas dan spesifisitas-nya sama untuk kedua tes awal dan yang
kedua. Peningkatan ini berasal dari prevalensi yang lebih tinggi pada
populasi yang diuji ulang. Untuk populasi diskrining (tes awal),
prevalensi itu 0,04%, sedangkan untuk populasi yang diuji ulang,
prevalensi-nya 1,9%.