Anda di halaman 1dari 11

UAS JURNAL PAB

Nur Annisa
1406605862
Teknologi Bioproses

1. Pendahuluan
Rekayasa biokimia sangat terkait dengan dilakukannya proses biologi pada skala
industri. Ruang lingkup ini terkait dengan ilmu biologi (genetik, mikrobiologi, kultur sel
hewan, biologi molecular, biokimia, embriologi, biologi sel, teknologi enzim) dan ilmu
merekayasa seperti rekayasa kimia dan reaksi. Peran dari rekayasa biokimia menjadi semakin
penting akhir- akhir ini karena adanya perkembangan bioteknologi yang pesat.
Bioteknologi dapat didefinisikan sebagai Teknik perjualan yang menggunakan
organisme hidup, atau bagian dari organisme tersebut, untuk membuat atau memodifikasi
produk, termasuk teknik yang digunakan untuk meningkatkan karakteristik dari tanaman dan
hewan yang secara ekonomi penting serta untuk mengembangkan mikroorganisme agar
merespon pada suatu lingkungan (Rajiv, 2008). Aplikasi yang sangat banyak dari
bioteknologi ini sebagian besar ialah obat- obatan (antibiotic, antigen, dll.), agrikultur
tanaman dan hewan (menghasilkan lebih tinggi hewan makanan, herbisida, insektisida, dll.),
bahan kimia khusus (asam amino, enzim, vitamin, dll.), aplikasi pada lingkungan (pencucian
mineral, degradasi limbah berbahaya, dll.), bahan kimia komoditas (asam asetat, etanol, asam
sitrat, dll.) dan bioelektronik (biosensor, biochip).
Proses biologi memiliki kentungan dan kerugian apabila dibandingkan dengan proses
kimia tradisional. Keuntungan utamanya ialah kondisi reaksi yang ringan (biasanya pada
suhu ruangan, tekanan atmosferik, medium pH yang cukup netral, dll.), kekhususan (enzim
sebagai katalis yang sangat spesifik), efektivitas (reaksi enzim mengkatalisis biasanya lebih
cepat daripada non-biologis katalis dan memproduksi produk yang diinginkan secara
spesifik), sumber yang terbarukan (biomassa menyediakan kerangka karbon serta energi yang
dibutuhkan untuk sintesis), teknologi DNA rekombinan (menjanjikan kemungkinan yang
sangat besar untuk meningkatkan proses biologis).
Pada sisi lainnya, kerugian yang dimiliki adalah campuran dari produk yang kompleks
(massa sel, produk metabolik), pemisahan produk sangat mahal, kontaminasi dan variabilitas
(sel cenderung untuk bermutasi karena adanya perubahan lingkungan dan dapat kehilangan
beberapa karakteristik penting untuk keberhasilan proses).
Fokus utama dari bioteknologi ialah proses pre-treatment (sebagai contoh, solubilisasi
dan hidrolisasi dari bahan baku, sterilisasi), bagian reaksi biologis (bioreaktor, alat utama
yang paling penting) dan bagian pemisahan (pemisahan yang tidak larut, isolasi produk,
purifikasi dan pemolesan). Inti dari solusi keberhasilan pada masing- masing proses kimia
ialah produksi dalam skala besar pada efisiensi ekonomi terbaik.
Pada makalah ini difokuskan pada perancangan dari fermentor batch berpengaduk
untuk produksi etanol dan dibagi menjadi beberapa bagian. Pertama, sifat- sifat etanol,
aplikasi, produksi, serta pemulihannya akan dibahas secara singkat. Kemudian desain
fermenter batch berpengaduk skala industry untuk produksi etanol dengan Saccharomyces
cerevisiae menjadi masalah perhatian kita. Hanya aspek rekayasa yang dihitung agar dapat
secara tepat merancang bioreaktor dan memungkinkan untuk scale-up (Nielsen, 2002). Aspek
rekayasanya ialah kombinasi dari proses metabolik yang menyangkut stoikiometri,
termodinamik, kinetika microbial dan proses fisika seperti pencampuran, konsumsi tenaga,
perpindahan kalor dan massa. Terakhir, kesimpulan dari perancangan bioreaktor untuk
produksi etanol.
2. Sifat, Aplikasi dan Produksi Mikrobial dari Etanol
2.1. Sifat Etanol
Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau CH3CH2OH dengan
titik didihnya 78,4 C. Etanol memiliki sifat tidak berwarna, volatil dan dapat bercampur
dengan air (Kartika dkk., 1997). Etanol terbakar tanpa asap dengan api berwarna kebiruan
yang terkadang tidak dapat terlihat pada cahaya biasa. Terdapat 2 jenis etanol menurut Rama
(2008), etanol sintetik sering disebut metanol atau metil alkohol atau alkohol kayu, terbuat
dari etilen, salah satu derivat minyak bumi atau batu bara. Bahan ini diperoleh dari sintesis
kimia yang disebut hidrasi, sedangkan bioetanol direkayasa dari biomassa (tanaman) melalui
proses biologi (enzimatik dan fermentasi).
Gambar. Ikatan Hidrogen Etanol
(Sumber: wikipedia.com)
Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil dan
pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat berpartisipasi ke dalam ikatan
hidrogen, sehingga membuatnya cair dan lebih sulit menguap daripada senyawa organik
lainnya dengan massa molekul yang sama.
Etanol ialah pelarut yang serbaguna, larut dalam air dan pelarut organik lainnya,
meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform, dietil eter, etilena
glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan toluene (Haynes, 2016). Ia juga larut dalam
hidrokarbon alifatik yang ringan, seperti pentana dan heksana, dan juga larut dalam senyawa
klorida alifatik seperti trikloroetana dan tetrakloroetilena (Windholz, 1976).
Campuran etanol-air memiliki volume yang lebih kecil daripada jumlah kedua cairan
tersebut secara terpisah. Campuran etanol dan air dengan volume yang sama akan
menghasilkan campuran yang volumenya hanya 1,92 kali jumlah volume awal (Longsdon,
2000). Pencampuran etanol dan air bersifat eksotermik dengan energi sekitar 777 J/mol
dibebaskan pada 298 K (Costigan dkk., 1980).
Ikatan hidrogen menyebabkan etanol murni sangat higroskopis, sehinga ia akan
menyerap air dari udara. Sifat gugus hidroksil yang polar menyebabkannya dapat larut dalam
banyak senyawa ion, utamanya natrium hidroksida, kalium hidroksida, magnesium klorida,
kalsium klorida, amonium klorida, amonium bromida, dan natrium bromide (Windholz,
1976). Natrium klorida dan kalium klorida sedikit larut dalam etanol (Windholz, 1976). Oleh
karena etanol juga memiliki rantai karbon nonpolar, ia juga larut dalam senyawa nonpolar,
meliput kebanyakan minyak atsiri (Merck, 1976) dan banyak perasa, pewarna, dan obat.
2.2. Proses Produksi Etanol
Produksi etanol atau etil alkohol dari pati atau bahan baku berbasis gula adalah salah
satu usaha awal manusia dalam pemrosesan nilai tambah. Henry Ford dan Alexander Graham
Bell ialah yang termasuk dalam pengenalan pertama kali bahwa banyak gula yang ditemukan
di tanaman bisa dengan mudah dan murah dikonversi menjadi pembakaran bersih atau bahan
bakar alkohol terbarukan. Saat ini, biorefineries canggih menggunakan teknologi mutakhir
untuk mengonversi biji-bijian, minuman dan makanan, biomassa selulosa dan bahan makanan
lainnya menjadi etanol beroktan tinggi.
Terdapat dua jenis dasar dari pabrik produksi etanol. Pertama ialah penggilingan
basah dan yang satunya lagi ialah penggilingan kering. Secara kasar, 90% gandum untuk
produksi etanol berasal dari proses penggilingan basah, sedangkan sisa 10%nya berasal dari
penggilingan basah. Perbedaan utama dari keduanya ialah ada pada perlakuan gandumnya.
Pada saat ini, produk etanol secara komersial diproduksi dengan fermentasi aerobik fed-batch
skala besar dari strain Saccharomyces cerevisiae yang terpilih (Hamendaani, 2005).
Dalam penggilingan kering, seluruh biji-bijian digiling menjadi "makanan", kemudian
dicairkan dengan air untuk membentuk "mash." Enzim ditambahkan ke mash untuk
mengubah pati menjadi gula. Mash dimasak, lalu didinginkan dan dipindahkan ke fermentor.
Setelah fermentasi, "bir" yang dihasilkan dipisahkan dari sisa "stillage". Etanol kemudian
didistilasi dan didehidrasi, kemudian dicampur dengan denaturant sekitar 2% (seperti bensin)
sehingga membuatnya tidak dapat diminum. Produk ini kemudian siap untuk dikirimkan.
Gambar: Proses Penggilingan Kering Etanol
(Sumber: ethanolrfa.org)
Pada penggilingan basah, gandum pertama-tama dipisahkan menjadi komponen
dasarnya melalui perendaman. Setelah disiram, slurry diproses melalui penggiling untuk
memisahkan kuman jagung. Sisanya serat, komponen gluten dan pati dipisahkan lebih lanjut.
Komponen gluten (protein) disaring dan dikeringkan untuk menghasilkan pakan ternak. Sisa
pati kemudian dapat difermentasi menjadi etanol, menggunakan proses yang mirip dengan
proses penggilingan kering.
Gambar. Proses Penggilingan Basah Etanol
(Sumber: ethanolrfa.org)
Produksi etanol dari biomaasa membutuhkan proses yang bahkan lebih luas untuk
menghasilkan gula polimerik dalam selulosa dan hemiselulosa yang dihitung masing- masing
untuk 23%-53% dan 20%-35% dari bahan produksi pabrik. Selulosa merupakan senyawa
organik dengan rumus (C6H10O5)n, sebuah polisakarida yang terdiri dari rantai linier dari
beberapa ratus hingga lebih dari sepuluh ribu ikatan (14) unit D-glukosa (Crawford,
1981). Sedangkan hemiselulosa ialah rantai dari xylosa dan arabinose yang sangat bercabang
yang juga mengandung glukosa, manosa dan galaktosa.

Gambar. Etanol dari Proses Biomassa


(Sumber: John D, 2004)
2.3. Scale-Up Bioreaktor
Scale-up adalah sebuah pekerjaan untuk mendapatkan hasil produksi yang identik (jika
memungkinkan) pada skala produksi yang lebih besar berdasarkan skala produksi yang telah
ditetapkan sebelumnya. Walaupun tidak disebutkan, definisi scale-up diatas mengasumsikan
bahwa peningkatan kapasitas produksi berhubungan dengan peralatan yang secara fisik lebih
besar dari peralatan produksi yang digunakan sebelumnya (Valentas et al., 1991).
Terdapat banyak masalah besar yang berhubungan dengan proses scale-up dimana
analisis dimensional tidak dapat diaplikasikan menyangkut analisis dari pengaruh variabel
proses pada kebanyakan kualitas produk. Sebuah proses scale-up yang tepat harus
mempertimbangkan proses berikut ini (Valentas et al., 1991):
a. Menentukan hasil proses produksi yang diinginkan
b. Menentukan kriteria scale-up awal, sebagai parameter yang membuat hasil proses
yang diinginkan sesuai dengan skala sebelumnya.
c. Menentukan kriteria kedua (secondary criteria) untuk proses scale-up, yaitu
perubahan secara mekanik dan fisik pada skala yang harus diketahui berdasarkan
kriteria utama scale up.
Scale-up erat hubungannya dengan pengembangan, manufaktur, dan kualitas,
khususnya untuk mendokumentasikan semua produk yang prosesnya spesifik dan
mentransfernya ke fasilitas manufaktur. Scale-up juga sangat mempengaruhi dalam
penerapan pilot plant.
Penggandaan skala (scale-up) merupakan tindakan menggunakan hasil penelitian yang
diperoleh dari laboratorium untuk mendesain prototipe produk dan proses dalam sebuah pilot
plant (Hulbert, 1998). Pengembangan produk (sumber dan formulasinya), pengujian unit
operasi, pengembangan kinerja dari alat, dan penentuan titik kritis proses diperlukan untuk
dapat melakukan penggandaan skala. Proses penggandaan skala membutuhkan ketahanan
analisis dalam menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan, diantaranya analisis
terhadap kondisi operasi, desain, dan proses optimum (Adisuko, 2001).
Berdasarkan proses dan tingkat produksi yang diinginkan, penggandaan skala
merupakan proses yang cukup sulit untuk diaplikasikan. Penggandaan skala merupakan
proses menantang yang membutuhkan suatu perencanaan matang, fleksibel, dan pendekatan
yang konsisten untuk meraih keberhasilan. Hal ini menyebabkan pergerakan produk dari
tahap ke tahap akan menjadi lebih kompleks jika dijalankan dalam skala besar ini. Oleh
karena itu, langkah yang harus diperhatikan dalam produksi skala besar diantaranya
menentukan produk dan acuan paket termasuk definisi produk, ukuran, serta laju produksi
(Scott, 2007)
Scale-up dari sebuah bioreaktor (langkah dari skala kecil menjadi skala produksi)
merupakan pekerjaan yang sangat sulit karena adanya banyak aspek teknis yang berbeda
(proses secara fisik dan metabolik) dan pertimbangan ekonomik perlu dimasukan dalam
perhitungan serta skala akhir tentu akan menjadi kompromi yang rumit antara karakteristik.
Skala akhir tentu akan menjadi kompromi yang rumit karena adanya karakteristik yang
diinginkan tetapi saling bertentangan. Tangki reaktor impeller berpengaduk multifasa
meningkatkan pencampuran antara spesi bereaksi yang digunakan dalam berbahai industry
kimia.
Strain produksi pada umumnya dipilih terlebih dahulu dalam laboratorium, kemudian
diuji dalam beberapa bioreaktor dari skala yang meningkat dan proses akhirnya dilakukan
dalam pilot plant. Sayangnya, hal tersebut secara fisik tidak mungkin untuk mempertahankan
kondisi proses bioreaktor yang sama untuk skala lab, skala pilot dan skala industri. Alasannya
ialah proses fisik secara langsung dan proses metabolik secara tidak langsung bergantung
pada skala. Proses metabolik (fenomena mikrobial) secara teoritis tidak bergantung pada
skala tetapi secara praktik sebagai hasil dari fenomena transport yang bergantung pada skala,
lingkungan lokal yang mengelilingi sel akan berbeda dalam skala besar daripada dalam skala
kecil reaktor berpengaduk dan dapat menyebabkan perubahan metabolik. Proses fisik
(fenomena perpindahan) bergantung pada skala, mereka berubah dengan skala reaktornya dan
dideskripsikan dengan mekanik klasik atau rekayasa kimia. Dari sini, dapat diketahui bahwa
tidak ada nilai parameter proses yang akan sama persis dalam skala reaktor yang berbeda.
Bahkan desain reaktor yang sangat berbeda mungkin lebih disukai. Model matematis dari
kompleksitas yang bervariasi terdiri dari kombinasi pengetahuan antara proses metabolik dan
fisik. Langkah-langkah dalam skala-up secara skematis ditunjukkan pada gambar dibawah
ini.
Gambar. Representasi Skematis dari Langkah Analisis dalam Scale-Up
(Sumber: Nielsen, 2002)
Diameter impeller biasanya sekitar 1:3 dari diameter reaktor untuk turbin Rushton.
Dasar yang bundar memfasilitasi pembersihan, sterilisasi dan menghindarkan zona tergenang
saat operasi. Secara umum terdapat 4 baffle dengan jarak yang sama, dilengkapi dekat dengan
bagian dalam dinding vessel, digunakan untuk memecahkan vorteks sehingga dapat
meningkatkan efisiensi pencampuran. Udara yang steril (atau mungkin oksigen) untuk
fermentasi aerobik dimasukan dengan menggunakan sparger gelembung yang berada
dibawah impeller terendah. Pendinginan atau pemanasan dapat diletakkan pada dinding
reaktor atau dengan menggunakan kumparan internal (Nielsen, 2002). pH optimal dalam
medium cairan reaktor umumnya dijaga dengan menambahkan asam atau basa dari wadah
yang terpisah dan produk gas seperti karbon dioksida dikeluarkan melalui celah atas reaktor
sebagai gas buang. Skema dari tangka fermentor batch berpengaduk tersebut digambarkan
dibawah ini.
Gambar. Kumparan Heliks pada Bioreaktor Batch
(Sumber: Benz G, 2011)
Pada basis dari potensi pasar yang diasumsikan dan volume dari skala industri besar,
fermentor batch dipilih. Data kinetis yang diambil dari literatur (Nielsen, 2002)
memungkinkan untuk menghitung produksi etanol dalam satu batch dan pertahun oleh
Saccharomyces cerevisiae dalam kondisi anaerobic dengan kesetimbangan material dari spesi
yang digunakan. Waktu operasi dari satu tahun yang memungkinkan ialah 330 hari. Potensi
dari pasar setara dengan 7,445,000 kg/tahun. Ukuran fermenter yang besar dan sesuai
diasumsikan sebesar 70 m3. Volume operasi (operasi dari fasa cairan) ialah 52.5 m3. Produksi
per batch (waktu satu siklus ialah 11.4 termasuk 4 jam dari perputaran balik) 3,623 kg dan
sebuah fermentor dapat melakukan 514 batch setahun.
Dari sini, kita mendapatkan produksi setahun kira- kira sama dengan 1,862,222 kg.
sehingga, dalam ukuran 70 m3 fermentor membutuhkan 4 buah bioreaktor dan karakteristik
geometris dari impeller serta aspek rasionya, mengikuti dari metorde scale-up (Vrabel, 1999)
ditampilkan dalam tabel dibawah ini

Tabel. Karakteristik Geometrik Bioreaktor


Volume VR [m3] 70
Volume tangki bekerja VL [m3] 52.5
Kecepatan agigator N [1/s] 2.5
Total tinggi vessel hR [m] 9.29
Lebar vessel dR [m] 3.10
Jenis impeller Turbin Rushtone
Diameter impeller dS [m] 0.97
Jumlah impeller nI [unit] 4
hR/dR 3/1
dS/dR 1/3.2

Anda mungkin juga menyukai