Anda di halaman 1dari 15

PAPER EMBRIOLOGI TUMBUHAN

PERKEMBANGAN GAMET JANTAN DAN GAMET BETINA SERTA PROSES


EMBRIOGENESIS PADA Vanda Sp

Oleh:
1. Asti Wulansari 14030244010
2. Firda Nurul Diah Ashshoffa 14030244015
3. Isnaini Amanah Firdaus 14030244030
4. Fitri Syamsiyah 14030244032

Biologi 2014

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
2017
PERKEMBANGAN GAMET JANTAN DAN GAMET BETINA SERTA PROSES
EMBRIOGENESIS PADA Vanda Sp

Orchidaceae adalah salah satu keluarga terbesar berbunga tanaman di dunia dengan
hampir 30.000 spesies (Brown, 2005 dalam Ray dan Vendrame, 2015). Satu sifat unik
yang telah berkembang di anggrek adalah perpaduan dari benang sari (semua reproduksi
jantan bagian anter dan filamen) dengan putik (semua reproduksi betina, stigma, style,
dan ovarium) di bunga. Penurunan ini Jumlah benang sari telah menyebabkan kelompok
anggrek dengan hanya tiga, dua, atau satu benang sari.
Setelah kapsul biji matang, biji dilepaskan dan disebarluaskan oleh angin sampai
mereka datang dalam kontak dengan substrat (permukaan di mana tanaman hidup) untuk
germinasi. Namun, biji anggrek kurang endosperma, yang merupakan jaringan nutrisi
yang menopang perkembangan embrio dan biji pengecambahan. Oleh karena itu, biji
anggrek perlu mengasosiasikan dengan jamur mychorrizal, yang membantu benih
menyerap air dan nutrisi dan mengkonversi selulosa dan kompleks lainnya molekul
dalam substrat menjadi gula sederhana yang dibutuhkan oleh anggrek. Akibatnya, semua
anggota Orchidaceae menghasilkan biji yang mengandalkan pada substrat dengan
mikoriza jamur untuk melengkapi siklus hidup mereka in situ (Rasmussen 1995 dalam
Ray dan Vendrame, 2015)

Perkembangan Gamet Jantan pada Vanda

Gambar 1(a). Bagian-bagian dari Bunga Vanda; (b) pollen dari alat reproduksi jantan
Vanda (Ray dan Vendrame, 2015)
Gamet jantan pada Vanda dibawa oleh polen. Pembentukan polen terjadi di dalam
anther (kepala sari). Anther biasanya mengandung empat buah kantung polen yang
berpasangan pada dua teka. Kedua teka tersebut dihubungkan oleh konektivum
(penghubung kepala sari), yakni jaringan steril yang dilalui oleh berkas pembuluh benang
sari (stamen) (Gambar 1.9). Jaringan sporogen dibentuk oleh lapisan sel hipodermis pada
empat bagian dari keempat sudut anther yang sedang berkembang. Sel yang dihasilkan ke
arah luar oleh sel hipodermis, dinamakan lapisan parietal yang berkembang menjadi
dinding kantung polen dan tapetum, yakni lapisan sel yang membatasi jaringan sporogen
di sebelah luar. Jaringan sporogen sendiri adalah hasil pembelahan lapisan sel hipodermis
ke arah dalam. Tapetum berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi polen yang sedang
berkembang. Pada tapetum akan terjadi pembelahan inti tanpa diikuti sitokinesis,
sehingga diperoleh sel-sel berinti banyak. Sel tapetum dalam melaksanakan peranannya
akan berdesintegrasi secara bertahap. Lapisan terluar dari sel-sel parietal berkembang
menjadi endotesium. Sel-sel endotesium membentuk penebalan berupa U yang berperan
dalam mekanisme pembentukan celah teka pada waktu membebaskan polen (Iriawati dan
Suradinata, tanpa tahun).

Sel sporogen membelah-belah menghasilkan sekelompok sel induk. Setiap sel


induk mikrospora tersebut memisahkan diri dari rekannya dan mengalami meiosis,
sehingga menghasilkan empat mikrospora, masing-masing dengan jumlah kromosom
yang tersusun dalam tetrad tetrahedral atau quadrilateral. Pada periode pematangan,
masing-masing butir mikrospora membentuk dinding sel berlapis dua yang terdiri atas
eksin di bagian luar dan intin sebelah dalam. Eksin biasanya memiliki pola dinding yang
amat khas bagi spesies yang bersangkutan. Pada saat dewasa, seluruh anther dipenuhi
oleh mikrospora/polen, sehingga kedua rongga pada setiap teka kemudian bersatu
menjadi kantung polen yang besar. Polen ke luar dari anther melewati celah atau pori
ujung anther atau dengan adanya celah pada dinding lateral anthera. Mekanisme
pembukaan tersebut melibatkan perubahan turgor pada sel endotesium yang memiliki
penebalan khusus (Iriawati dan Suradinata, tanpa tahun)
Gambar 2. Perkembangan polen dari mikrosporosit sampai menjadi butir polen. A,
stamen. B, penampang melintang anther. C, perkembangan tetrad sel-sel
dari mikrosporosit dengan cara pembelahan meiosis. D, empat mikrospora.
E, butir polen. F, perkecambahan butir polen (Iriawati dan Suradinata, tanpa
tahun)

Dalam polen, inti membelah secara mitosis menghasilkan dua buah anak inti.
Sebuah di antaranya, yang sedikit lebih besar, menjadi inti vegetatif (inti tabung) dan
yang lain menjadi sel generatif. Sel generatif biasanya berbentuk lonjong atau bentuk
kumparan serta bersitoplasma pekat. Pada stadium ini polen dapat meninggalkan anther
meskipun pada banyak tumbuhan ditemukan bahwa sebelumnya sel generatif membelah
sekali lagi menghasilkan dua gamet jantan (sel sperma). Pada tumbuhan lainnya sel
generatif membelah hanya setelah berada dalam tabung polen yang sedang berkembang
(Iriawati dan Suradinata, tanpa tahun).
Tabung polen dibentuk setelah polen menempel pada medium yang cocok seperti
misalnya pada permukaan stigma yang dipenuhi oleh secret, yang dihasilkan oleh sel-sel
papila stigma. Setelah kedua gamet jantan dibentuk, seluruh isi sel bergerak masuk ke
dalam tabung polen. Inti tabung dapat berada di muka atau di belakang kedua gamet
jantan (Iriawati dan Suradinata, tanpa tahun).
Perkembangan Gamet Betina pada Vanda
Perkembangan Kantung Embrio
Pada umumnya hanya ada sebuah sel induk megaspora yang terbentuk dalam setiap
nuselus meskipun ada juga beberapa tumbuhan lain yang membentuk lebih dari satu sel
induk megaspora. Di bagian apeks dari nuselus, sebuah sel hipodermis atau lebih,
berdiferensiasi menjadi sel induk megaspora. Sel induk megaspora mengalami meiosis
yang diikuti dengan pembentukan dinding di sekeliling masing-masing inti dari keempat
megaspora haploid yang terjadi. Umumnya keempat megaspore tersebut tersusun dalam
tetrad yang linier. Ketiga megaspora yang berdekatan dengan mikropil umumnya akan
berdegenerasi, sementara megaspora yang berdekatan dengan kalaza tetap bertahan dan
melanjutkan perkembangannya menjadi gametofit betina. Megagametofit akan
mengalami pendewasaan melalui tiga kali pembelahan mitosis tanpa diikuti sitokinesis
sehingga dihasilkan gametofit betina yang mengandung 8 inti bebas. Pada
masing-masing ujung sel gametofit (khalaza dan mikropil) akan terdapat empat buah inti.
Selanjutnya, terjadi pemindahan masing-masing satu inti dari kedua kelompok tersebut di
atas ke pusat gametofit dan dinamakan inti polar. Ketiga inti yang masih berada di kutub
kalaza, masing-masing akan membentuk selaput sel dan terjadi penambahan
sitoplasmanya, dinamakan sel antipoda. Pada kutub mikropil ketiga inti akan
membentuk aparatus telur, yang terdiri atas sel telur dan kedua inti di sebelahnya
masing-masing menjadi Sebelum pembuahan ganda berlangsung, maka kedua inti kutub
di tengah akan bersatu menjadi inti polar yang diploid (Iriawati dan Suradinata, tanpa
tahun).
Gambar 3. Perkembangan kantung embrio pada angiospermae. A, penampang
melintang kuncup bunga lengkap yang menunjukkan keempat bagian
bunga, di bagian tengah terdapat bakal buah (ovarium) dengan empat daun
buah (karpel). B, bakal buah diperbesar menunjukkan empat karpel dan
bakal biji (ovulum). C, satu bakal biji, sel induk mengaspora
(mengasporosit) pada stadium profase dari meiosis. D, telofase akhir dari
pembelahan meiosis kedua. E, empat megaspora, tiga berdegenerasi. F,
kantung embrio berinti dua. G, kantung embrio berinti empat. H, kantung
embrio berinti delapan. I, kantung embrio matang. J, fertilisasi, sinergid
berdegenerasi (Iriawati dan Suradinata, tanpa tahun).
Gambar 4(1). Penampang megasporangium; (2). Penampang dinding primer megaspore;
(3). Penampang diagonal dari kantung embrio dimana terdapat sel telur
dan sel sinergid; (4). Penampang longitudinal dari kantung embrio
dimana intens pada ujung chalaza dan sel sinergid di dalam sitoplasma
antara sel telur dan chalaza(Alvarez dan Sagawa, 1965)

Megaspora. Pembesaran megaspora dimulai segera sebelum mitosis yang


menimbulkan kantung embrio. Peningkatan Volume ini didahului oleh Pembentukan di
vakuola dalam sitoplasma perifer sel. Sitoplasma dengan demikian terbatas pada pusat
strip sekitar dua pertiga lebar kantung embrio. Setelah menyelesaikan pembesaran
megaspora, divisi mitosis nukleus dimulai. Hasil ini dalam pembentukan sel telur dengan
dua sel sinergid terdekat pada akhir micropylar dari kantung embrio. Dua inti polar
terbentuk pada awalnya dan ditangguhkan oleh strip tipis sitoplasma segera di atas telur.
Jumlah sel antipodal terbentuk di batas chalazal dari kantung embrio tidak pasti karena
struktur ini noda hanya sangat lemah. (Alvarez dan Sagawa, 1965)
Sel telur. sel telur piriformis telur sitoplasma muncul paling padat pada akhir
chalazal. Sitoplasma pada akhir micropylar muncul berfilamen (Alvarez dan Sagawa,
1965)
Sel Sinergid. Sel-sel ini terletak berdekatan dan berbatasan langsung dengan telur.
Sinergid dari Vanda tampaknya sesuai dengan bentuk ruang antara telur dan dinding
kantung embrio (Alvarez dan Sagawa, 1965)
Antipodal. Pada Vanda terdapat sel antipodal di dalam kantung embrio (Alvarez
dan Sagawa, 1965)
Embriogenesis pada Vanda
Protocorm Like Bodies (PLB) pada eksplan anggrek sangat baik digunakan untuk
perbanyakan klonal, pengembangan benih buatan dan rekayasa genetika anggrek
terorganisir dan mudah, embrio somatik anggrek regenerable yang merambat dengan
cepat (Gnasekaran, et al., 2016)
PLBs Vanda Kasem Delight (VKD) hybrid anggrek yang berasal dari kultur tunas
ujung diperiksa untuk memahami ultrastruktur fundamental PLB. Pemeriksaan
penampang dari PLB mengungkapkan bahwa PLB terbuat dari struktur bipolar diskrit
yang terdiri anterior dan posterior meristem. Aktif membagi sel meristem dan lapisan luar
dilapisi oleh beberapa baris sel kecil dan isodiametrik dengan sitoplasma padat dan inti
yang menonjol (Gnasekaran, et al., 2016)
Pengamatan dengan Scanning Electron Microscope menunjukkan bahwa
permukaan PLB ditempati oleh vertikal diposisikan trikoma berpasangan dan stomata
dengan dua sel penjaga (Gnasekaran, et al., 2016)
Pengamatan dengan Mikroskop Elektron Transmisi menunjukkan adanya organel
seperti mitokondria dari berbagai ukuran, bentuk dan kloroplas bikonveks dalam
sitoplasma. Sel sel dibagi berdasarkan unsur-unsur yang terkait dengan transpirasi,
fotosintesis dan energi sintesis power house membuat PLB suatu eksplan yang cocok
untuk studi budidaya dan rekayasa genetika (Gnasekaran, et al., 2016)
PLB adalah masa sel yang berdiferensiasi yang bertindak sebagai embrio dari
anggrek yang mana berkembang dengan struktur dua diskrit bipolar dimana bagian atas
menjadi tunas dan yang bagian bawah membentuk meristem akar. Zona meristematik
didapatkan sepertiga dari panjang PLB. PLB yang meristematik dapat diinduksiuntuk
regenerasi menjadi planlet seutuhnya dengan regulator pertumbuhan menggunakan
medium bebas. Tunas berkembang secara langsung dari Meristem PLB primer dan
sekunder tanpa campur tangan dari tahap organogenesis eksplan (Ng dan Saleh, 2011
dalam Gnasekaran, et al., 2016). Tidak adanya fitohormon dan tahap organogenesis
eksplan dapat mengurangi kesempatan variasi somaklonal.
PLB dari Vanda terbentuk dari sel yang secara aktif dalam proses pembelahan sel.
Sel dengan dua nukleus di bawah epidermis diamati pembuktian PLB aktif bermitosis
(Gambar 5c). Pada gambar 5c, terdapat perbedaan ukuran sel dalam PLB. Bagian luar
terdiri atas beberapa baris dari sel kecil dan isodiametrik dengan sitoplasma tebal dan
nukleus menonjol.. Sel meristematik juga dikarakteristikkan dengan kecenderungan dari
nukleus besar untuk menahan zat. Berbeda dengan lapisan dalam sel yang lebih
bervolume dari pada ujung apikalnya dimana lapisan dalam sel terbentuk dari sel besa
dengan nukleus kecil dan vakuola yang besar.

Gambar 5. Mikrograf dari analisis lintas bagian dari protocorm like bodies (PLBs)
Vanda Kasem Delight (VKD) (a) meristem apikal dari PLB bipolar (b) pandangan
penampang diperbesar dari meristem apikal bagian PLB pada perbesaran yang lebih
tinggi (c) Pembelahan sel dan pengembangan kubah meristematik (d) Plantlet ulang dari
PLB. Sel dengan dua inti (M), kubah meristematik (MD). (Penang, Universiti Sains
Malaysia, 2010 dalam Gnasekaran, et al., 2016)

Gambar 6. Scanning electron microscope (SEM) foto-foto PLB {(a, b) bagian apikal
dari protocorms menunjukkan perkembangan apex dan skala , A = apex (APICE), Sc =
skala, Pr = meristematik kubah (promeristem) (Penang, Universiti Sains Malaysia, 2010
dalam Gnasekaran, et al., 2016)
PLB dari Vanda dicirikan dengan sel luar yang kecil dan isodiametrik dan sel dalam
yang bervolume. Adanya stomata, trikom, raphid, mitokondria dan kloroplas
mengindikasikan bahwa terjadinya proses fisiologis pada PLB tersebut.

`
Gambar 7. SEM foto-foto stomata pada permukaan PLB (a) lapisan epidermis dari PLB
menunjukkan adanya stomata yang dikelilingi oleh sel penjaga (GC) (b) Panah
menunjukkan kepadatan lebih besar dari stomata yang didistribusikan secara acak pada
permukaan PLB. (Penang, Universiti Sains Malaysia, 2010 dalam Gnasekaran, et al.,
2016)

Gambar 8. SEM foto dari proyeksi memanjang dari sekelompok trikoma bercabang dari
permukaan PLB. Trikoma tertentu runtuh karena tidak tahan kekuatan ketegangan selama
persiapan sampel SEM. Panah merah menunjukkan trikoma utuh sementara panah biru
menunjukkan trikoma rusak . Trikoma Rusak menunjukkan bahwa mereka yang
berlubang di rongga dan menunjukkan bahwa mereka bisa menjadi cairan (Penang,
Universiti Sains Malaysia, 2010 dalam Gnasekaran, et al., 2016)
Gambar 9. Bagian Longitudinal dari PLB mengungkapkan adanya inklusi
non-sitoplasma, dikenal sebagai raphids (Penang, Universiti Sains Malaysia, 2010 dalam
Gnasekaran, et al., 2016)

Gambar 10. Transmisi elektron mikroskop (TEM) foto-foto berbagai bentuk


mitokondria yang melapisi dinding sel M = mitokondria (mitocondrios) (Penang,
Universiti Sains Malaysia, 2010 dalam Gnasekaran, et al., 2016)

Perkembangan Embrio pada Vanda


Pembelahan pertama zigot melintang dan tidak merata, menghasilkan suspensor
awal menuju mikropil dan embrio kecil awal menuju chalaza. Suspensor awal membagi
secara vertikal tiga kali untuk membentuk delapan sel apparatus suspensor, sementara
embrio awal terbagi dalam bentuk tidak teratur sehingga menimbulkan embrio globular.
Pertumbuhan suspensor selanjutnya menimbulkan embrio globular. Hasil pertumbuhan
suspensor selanjutnya seperti jari proyeksi yang mengelilingi embrio globular (Swamy,
1942 dalam Alvarez dan Sagawa, 1965).
Munculnya embrio dari biji memulai tahap protocorm. Hasil pertumbuhan
protocorm dari diferensiasi sel-sel meristematik ke parenkim. Dengan demikian,
protocorn terdiri dari meristematik dan parenkimatis jaringan di ujung-ujung, suspensor
yang setelah sebelumnya menjadi nekrotik. Tahap protocorm diakhiri oleh produksi dari
akar primer dari apex meristematik disertai dengan nekrosis dan hilangnya daerah
parenkimatis (Alvarez dan Sagawa, 1965)
Tahap Embrio - Pewarnaan embrio dua sel untuk DNA menunjukkan Reaksi
Feulgen intens yang sama dalam embrio dan inisial suspensor. Karena volume inti sel-sel
ini kira-kira sama, pengamatan ini juga menunjukkan bahwa konsentrasi DNA dalam dua
sel tersebut adalah kira-kira sama. Konsentrasi DNA antara inti dari embrio multiseluler
juga tampaknya kira-kira sama (Alvarez dan Sagawa, 1965)

Gambar 11(1). Penampang embrio bersel tiga. Vakuola besar di sel chalaza dan inti
berpindah menuju mikropil; (2). Penampang embrio globular; (3).
Penampang embrio bersel dua dengan dinding sel yang tebal antara
embrio dan suspensor (Alvarez dan Sagawa, 1965)
Gambar 12. Penampang protocorm yang besar (Alvarez dan Sagawa, 1965)

Pada awal tahap dua sel, awal munculnya embrio menunjukkan total konsentrasi
protein dan RNA lebih tinggi dari suspensor awal. Pada embrio tiga dan empat sel,
jumlah protein dan konsentrasi RNA dalam sel chalrizal muncul tertinggi pada ujung
mikropil. Inti sel ini juga pengungsi menuju mikropil (Gbr. 11 (1)). Jumlah protein dan
RNA sama-sama terkonsentrasi di semua sel dari embrio multiseluler (Gbr. 11(2))
(Alvarez dan Sagawa, 1965)
Tahap Protocorrn - Seperti embrio multiseluler, protocorm setelah munculnya dari
biji secara singkat menunjukkan DNA dan histon sama intens pewarnaan di semua inti.
perkembangan selanjutnya protocorm timbul pada jaringan parenkim yang histon dan
noda DNA lebih intens dari dalam inti sel meristematik. Namun, volume nuklir dari
parenkim adalah sekitar 15 kali lebih besar dari sel yang meristematik. (Alvarez dan
Sagawa, 1965)
Volume sel dari jaringan parenkim juga lebih besar dari meristem. Protein dan
konsentrasi RNA, muncul kira-kira sama di dalam daerah kedua sel (Gambar. 12). Pada
protocorm awal, butir pati ditemukan di kedua meristematik dan daerah parenkim.
Kemudian dalam perkembangan, ketika daun primordial muncul di meristem, butir pati
terlihat hanya pada sel parenkim. Dilanjutkan sebelum nekrosis wilayah parenkim, butir
pati yang hadir hanya di sel pusat dari protocorm berdekatan dengan jaringan provascular
(Alvarez dan Sagawa, 1965)
Pertumbuhan embrio V. tricolor dari buah yang berumur 7 bulan setelah polinasi
diikuti perkembangannya. Berdasarkan morfologi embrio dibuat pengelompokan
perkembangan embrio fase 1 sampai dengan 6 dengan kriteria tertentu dan didapatkan
morfologi yang sama untuk kedua forma (Gambar 13). Selanjutnya, berdasarkan
fase-fase ini dilakukan kuantifikasi terhadap pertumbuhan embrio berdasarkan
fase-fasenya (Dwiyani, et al, 2012).

Gambar 13. Perkembangan embrio anggrek V. tricolor dari buah berumur 7 bulan
setelah polinasi: Fase 1 = embrio anggrek sebelum ditanam; Fase 2 = embrio
membengkak, tampak bergaris-garis warna coklat menunjukkan testa yang pecah; Fase 3
= embrio tidak memiliki testa, bentuk bulat atau oval, warna putih, tampak testa masih
tersisa; Fase 4 = ukuran embrio membesar, bentuk bulat, warna kuning, testa masih
tersisa; Fase 5 = ukuran embrio membesar, bentuk bulat, warna hijau; Fase 6= Shoot
Apical Meristem (SAM) terdeteksi, warna hijau. Skala = 100m. (Dwiyani, et al, 2012).
Referensi:
Dwiyani, Rindang, Azis Purwantoro, Ari Indrianto dan Endang Semiarti. 2012.
Konservasi Anggrek Alam Indonesia Vanda tricolor Lindl. varietas suavis melalui
Kultur Embrio secara In-Vitro. Jurnal Bumi Lestari, Volume 12 No. 1, Februari
2012, hlm. 93 98
Gnasekaran, P; Mahmood, M; Subramaniam, S. 2016. Ultrastructure study of Vanda
Kasems Delight orchids protocorm-like body. Horticultura Brasileira 34:
333-339.
Iriawati dan Tatang Suradinata. Tanpa tahun. Praktikum Embriologi Tumbuhan. Diakses
melalui http://repository.ut.ac.id/4506/1/BIOL4448-M1.pdf pada tanggal 22 Maret
2017
Marvin R. Alvarez & Yoneo Sagawa (1965) A Histochemical Study of Embryo
Development in Vanda (Orchidaceae), Caryologia, 18:2, 251-261
Marvin R. Alvarez & Yoneo Sagawa (1965) A Histochemical Study of Embryo Sac
Development in Vanda (Orchidaceae), Caryologia, 18:2, 241-249
Ray, Haleigh dan Wagner Vendrame. 2015. Orchids Pollination Biology. ENH1260.
Environmental Horticulture Department, UF/IFAS Extension

Anda mungkin juga menyukai