Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas merupakan masalah kesehatan


yang penting, bila tidak ditanggulangi akan menyebabkan angka kematian ibu
yang tinggi.Kematian seorang ibu dalam proses reproduksi merupakan tragedi
yang mencemaskan. World Health organization (2008) melaporkan pada tahun
2005 terdapat 536.000wanita meninggal akibat dari komplikasi kehamilan dan
persalinan, dan 400 ibu meninggal per 100.000 kelahiran hidup (Maternal
Mortality Ratio). Angka Kematian Ibu (AKI) di negara maju diperkirakan 9 per
100.000 kelahiran hidup dan 450 per 100.000 kelahiran hidup di negara yang
berkembang, hal ini berarti 99% dari kematian ibu oleh karena kehamilan dan
persalinan berasal dari negara berkembang.

Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetrik terbanyak pada tahun
2006 adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lainnya
dengan proporsi 47,3 %, diikuti dengan kehamilan yang berakhir abortus dengan
proporsi 31,5%. Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang
berakhir abortus, dan sekitar 16 % kematian oleh sebab perdarahan dalam
kehamilan dilaporkan disebabkan oleh kehamilan ektopik yang pecah.

Kehamilan ektopik terjadi apabila hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh dan


berkembang di luar endometrium normal. Kehamilan ektopik ini merupakan
kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan
besarnya kemungkinan terjadi keadaan gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi
apabila Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) dimana terjadi abortus maupun
ruptur tuba. Abortus dan ruptur tuba menimbulkan perdarahan ke dalam kavum
abdominalis yang bila cukup banyak dapat menyebabkan hipotensi berat atau
syok. Bila tidak atau terlambat mendapat penanganan yang tepat penderita akan
meninggal akibat kehilangan darah yang sangat banyak.

1.2 Batasan Masalah

Case report session ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,


patofisiologi, klasifikasi, pengobatan dan komplikasi dari kehamilan ektopik.

1
1.3 Tujuan Penulisan

Case report session ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca


pada umumnya dan penulis khususnya mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, klasifikasi, pengobatan dan komplikasi dari kehamilan ektopik.

1.4 Metode Penulisan

Case report session ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan


pustaka yang merujuk dari berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penulisan

Case report session ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan


informasi dan pengetahuan tentang definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
klasifikasi, pengobatan dan komplikasi dari kehamilan ektopik.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi


berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Kehamilan ektopik
dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi
dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dalam
cervik, pars intertistialis atau dalam tanduk rudimeter rahim. Kehamilan ektopik
terganggu (KET) adalah keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan
tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan
keadaan umum pasien.1

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat.


Di Amerika Serikat pada tahun 1983 angka kejadiannya ialah 1,4 untuk setiap
kehamilan. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan
ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4.007 persalinan, atau 1 diantara 26
persalinan.2,3,4 Demografi, sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan
ektopik berumur antara 25 dan 35 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan
1 diantara 300 kehamilan, akan tetapi mungkin angka ini terlampau rendah.
Mungkin pemberian antibiotik pada infeksi pelviks khususnya gonorea,
memperbesar kehamilan ektopik, oleh karena dengan pengobatan tersebut
kemungkinan hamil masih terbuka, namun perubahan pada endosalfing
menghambat perjalanan ovum yang dibuahi menuju ke uterus.1,5

Kematian karena KET cenderung menurun dengan diagnosis dini dan


persediaan darah yang cukup, tetapi bila pertolongan terlambat angka kematian
dapat tinggi. Syahid dan Martahoesodo mendapatkan angka kematian 2 dari 120
kasus, sedangkan Tajamin dkk menemukan 4 dai 138 kasus, Taufiqurrahman dkk
menemukan 1 dari 67 kasus. Sesuai dengan kemajuan teknologi dalam
mendeteksi adanya kehamilan ektopik semakin tahun angka mortalitas menurun
terutama dinegara-negara maju, walaupun angka kejadian kehamilan ektopik
cenderung meningkat.1,3,5,6,7,8

2.3 Faktor Risiko KET

Pada keadaan-keadaan tertentu wanita cenderung untuk menderita kehamian


ektopik. Faktor risiko kehamilan ektopik tersebut dapat dilihat pada tabel 1
dibawah ini.

3
Table 1. Faktor resiko kehamilan ektopik

Definite

PID
Previous EP
Any tubal surgery or sterilization procedure
Endometriosis
Infertility

Probable

Any pelvic surgery


Use of reproductive techniques:
In vitro fertilization
Gamete intrafallopian transfer (GIFT)
Embryo transfer

Uncertain Association with EP

IUD
Superovulating agents
Pergonal
Clomiphene citrate

2.4 Klasifikasi Kehamilan Ektopik

Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi dari


kehamilan ektopik, dapat dibedakan menjadi :2,3,4,5,6

a. Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba
fallopi. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba (95%).
Konseptus dapat berimplantasi pada ampulla (55%), isthmus (25%),
fimbrial (17%), ataupun pada interstisial (2%) dari.Tuba fallopi
mempunyai kemampuan untuk berkembang yang terbatas, sehingga
sebagian besar akan pecah (ruptur) pada umur kehamilan 35-40 hari.

b. Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh


kehamilan ektopik dimana sel telur yang dibuahi bernidasi di ovarium
(Manuaba, 1999). Meskipun daya akomodasi ovarium terhadap kehamilan

4
lebih besar daripada daya akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya
mengalami ruptur pada tahap awal.

c. Kehamilan servikal adalah bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang


sekali terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan
tumbuhnya telur, serviks mengembang. Kehamilan serviks jarang
melewati usia gestasi 20 minggu sehingga umumnya hasil konsepsi masih
kecil dan dievakuasi dengan kuretase.

d. Kehamilan Abdominal merupakan kehamilan yang terjadi satu dalam


15.000 kehamilan, atau kurang dari 0,1% dariseluruh kehamilan ektopik.
Kehamilan Abdominal ada 2 macam:

1. Primer, dimana ovum sejak awal implantasi dalam rongga perut.

2. Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang lain


misalnya didalam saluran telur atau ovarium yang selanjutnya
berpindah ke dalam rongga abdomen oleh karena terlepas dari tempat
asalnya. Hampir semua kasus kehamilan abdominal merupakan
kehamilan ektopik sekunder akibat rupturatau aborsi kehamilan tuba
atau ovarium ke dalam rongga abdomen.

e. Kehamilan Heterotopik adalah kehamilan ektopik yang dapat terjadi


bersamadengan kehamilan intrauterin. Kehamilan heterotipik ini sangat
langka, terjadisatu dalam 17.000-30.000 kehamilan ektopik.

f. Kehamilan interstisial yaitu implantasi telur terjadi dalam pars interstitialis


tuba. Kehamilan ini juga disebut sebagai kehamilan kornual (kahamilan
intrauteri, tetapi implantasi plasentanya di daerah kornu, yang kaya akan
pembuluh darah).

g. Kehamilan intraligamenter

Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang


pecah. Konseptus yang terjatuh ke dalam ruangan ekstra peritoneal ini
apabila lapisan korionnya melekat dengan baik dan memperoleh
vaskularisasi di situ fetusnya dapat hidup dan berkembang dan tumbuh
membesar.

h. Kehamilan tubouteina merupakan kehamilan yang semula mengadakan


implantasi pada tuba pars interstitialis, kemudian mengadakan ekstensi
secara perlahan-lahan ke dalam kavum uteri.

i. Kehamilan tuboabdominal berasal dari tuba, dimana zigot yang semula


mengadakan implantasi di sekitar bagian fimbriae tuba, secara berangsur
mengadakan ekstensi ke kavum peritoneal.

5
j. Kehamilan tuboovarial digunakan bila kantung janin sebagian melekat
pada tuba dan sebagian pada jaringan ovarium.

Gambar 1. Lokasi kehamilan ektopik

2.5 Patofisiologi

Beberapa hal dibawah ini ada hubungannya dengan terjadinya kehamilan


ektopik:

a. Pengaruh faktor mekanik

Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan kehamilan ektopik antara lain:


riwayat operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat operasi non-
ginekologis seperti apendektomi, pajanan terhadap diethylstilbestrol, salpingitis
isthmica nodosum (penonjolan-penonjolan kecil ke dalam lumen tuba yang
menyerupai divertikula), dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), pernah
menderita kehamilan ektopik, pernah mengalami operasi pada salurantelur
seperti rekanalisasi atau tubektomi parsial, induksi abortus berulang,
tumoryang mengganggu keutuhan saluran telur.

b. Pengaruh faktor fungsional

Faktor fungsional yaitu perubahan motilitas tuba yang berhubungan dengan


faktor hormonal gerakan peristaltik tuba menjadi lamban, sehingga implantasi
zigot terjadi sebelum zigot mencapai kavum uteri. Gangguan motilitas tuba
dapat disebabkan oleh perobahan keseimbangan kadar estrogen dan
progesteron serum.

c. Kegagalan kontrasepsi

6
Insiden kehamilan ektopik berkurang karena kontrasepsi mengurangi insidensi
kehamilan. Akan tetapi dikalangan para akseptor bisa terjadi kenaikan insiden
kehamilan ektopik apabila terjadi kegagalan pada teknik sterilisasi.

d. Peningkatan afinitas mukosa tuba

Dalam hal ini terdapat elemen endometrium ektopik yang berdaya


meningkatkan implantasi pada tuba.

e. Pengaruh proses bayi tabung

Beberapa kejadian kehamilan ektopik dilaporkan terjadi pada proses kehamilan


yang terjadi dengan bantuan teknik-teknik reproduksi (assisted reproduction).
Kehamilan tuba dilaporkan terjadi pada GIFT (gamete intrafallopian transfer),
IVF (in vitro fertilization), ovum transfer, dan induksi ovulasi. Induksi ovulasi
dengan human pituitary hormone dan hCG dapat menyebabkan kehamilan
ektopik bila pada waktu ovulasi terjadi peningkatan pengeluaran estrogen urin
melebihi 200 mg sehari.

2.6 Diagnosis

A. Anamnesis

Kehamilan ektopik yang belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya


penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Amenorea atau gangguan
haid dilaporkan oleh 75-95% penderita. Tanda-tanda kehamilan muda seperti
nausea hanya dilaporkan oleh 10-25% kasus. Keluhan yang paling sering
disampaikan ialah nyeri diperut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan
ektopik belum mengalami ruptur. Kadang terapa massa tumor disamping
uterus dengan batas yang sulit ditentukan. Keadaan ini harus dipastikan
dengan USG dan laparoskopi. Setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan
abortus atau ruptur, maka jika ditemukan kasus ini harus ditatalaksanai dengan
cepat dan tepat.

Tilden dkk, mengelompokkan keluhan yang sering dijumpai pada


penderita kehamilan ektopik terlihat pada tabel 2.

Table 2. Symptoms of Ectopic Pregnancy

7
Symptom Patients with Symptom

Abdominal pain 90-100%

Amenorrhea 75-95%

Vaginal bleeding 50-80%

Dizziness, fainting 20-35%

Pregnancy symptoms 10-25%

Urge to defecate 5-15%

Passage of tissue 5-10%

Pada kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak (akut) tidak sulit.
Keluhan yang sering disampaikan ialah haid yang terlambat atau ganggua
siklus haid disertai nyeri perut bagian bawah dan tenesmus, disertai
perdarahan pervaginam. Yang menonjol penderita tampak kesakitan, pucat,
ditemukan tanda-tanda syok dan adanya darah dalam rongga perut. Pada
pemeriksaan ginekologi ditemukan serviks nyeri goyang dan kavum Douglas
yang menonjol dan nyeri raba. Pada KET jenis atipik gejala tidak khas.

B. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum penderita tergantung apakah kehamilan ektopik sudah


ruptur atau belum dan banyaknya perdarahan. Pada KET biasanya
menunjukan gejala syok berat dan anemis. Disertai peningkatan suhu sedikit
dan leukositosis. Pemeriksaan Hb serial dapat membantu untuk penderita KET
yang perdarahannya sedikit-sedikit tapi berlangsung terus. Pada KE keadaan
umum penderita umumnya masih baik.

Pada pemeriksaan luar atau pemeriksaan bimanual KE ditemukannya


tumor yang tidak begitu padat, nyeri tekan dengan batas yang tidak rata
disamping uterus. Pada KET perut menegang dan nyeri tekan, dapat
ditemukan cairan bebas dalam rongga peritoneum. Kavum Dauglas menonjol
dan nyeri tekan, karena adanya darah yang terkumpul di tempat tersebut. Baik
KE maupun KET gerakan pada serviks uteri menimbulkan rasa nyeri sekali.
Uterus juga membesar, walaupun tidak sesuai dengan masa gestasi.

C. Pemeriksaan penunjang

8
1. Laboratorium

Tes kehamilan (reaksi imunologik). Untuk mengetahui ada atau


tidaknya hormon hCG dalam air kemih. Tes hCG yang mempunyai nilai
sensitifitas 25 iu/L, maka 90-100% kehamilan ektopik akan memberi
hasil yang positif. Bila nilai sensitifitas 50 iu/L, maka 90-96%
kehamilan ektopik akan memberi hasil yang positif. Faktor sensitifitas
tergantung BJ urin. Tes ini tidak dapat membedakan kehamilan intra
uterin atau ektra uterin. Pada kehamilan ektopik umumnya hCG lebih
rendah, dibawah 1800 mIU/ml. Dengan pemeriksaan radioimmunoassay
dapat menentukan secara akurat kadar hCG dalam serum. Juga dapat
mendeteksi sampai kadar 5 mIU/ml, ini penting untuk evaluasi kadar
hCG. Dengan metode RIA peningkatan hCG dapat dideteksi pada hari
ke 9-10 setelah ovulasi. Pada kehamilan intrauterin yang normal
konsentrrasi hCG cenderung meningkat 2 kali lipat setiap 2,3 hari
selama inteval waktu antara konsepsi sampai kehamilan 7 minggu. Lain
halnya dengan kehamilan ektopik dan kehamilan yang akan terjadi
abortus, menunjukkan konsentrasi hCG yang menurun, mendatar atau
sedikit meningkat. Jadi pemeriksaan ini dilakukan sebaiknya jika
dicurigai adanya kehamilan abnormal.

Hormonal. Walaupun ini tidak menjadi prosedur utama, tapi dapat


membantu menegakkan diagnosis. Pada penderita kehamilan ektopik
kadar hormon progesteron kurang dari 15 ng/ml, sedangkan pada
kehamilan normal kadar hormon progesteron lebih dari 20 ng/ml

2. Kuldosintesis

Suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah kavum Dauglas ada


darah atau cairan lain. Cara ini tidak digunakan pada kehamilan ektopik
belum berganggu. Hasil positif bila dikeluarkan darah tua berwarna
coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang berupa bekuan
kecil-kecil. Darah ini menunjukan adanya hematokel retrouterin.
Negatif, apabila cairan yang diisap bersifat ; cairan jernih (normal atau
kiste ovarium yang pecah), nanah (mungkin berasal dari penyakit
radang panggul) atau appendiks yang pecah, darah segar berwarna
merah yang dalam beberapa menit akan membeku darah ini berasal dari
arteri atau vena yang tertusuk. Nondiagnostik, jika pengisapan tidak
berhasil dikeluarkan darah atau cairan lain.

Hasil positif palsu dijumpai pada 5-10% kasus yang disebabkan


oleh karena korpus luteum yang ruptur, abortus inkomplit, menstruasi
retrograt atau endometriosis. Hasil negatif palsu dijumpai pada 11-14%

9
kasus. Komplikasi yang dapat terjadi adalah perforasi usus yang
sebelumnya telah membentuk perlengketan dengan kavum Dauglas.
Pada uterus letak retrofleksi dapat tertusuk jarum, dan menimbulkan
hematoperitoneum, jika di USG dapat memberikan gambaran KET.

3. Ultrasonografi

Aspek terpenting kehamilan ektopik adalah evaluasi uterus. Diagnosis


ditegakkan bila ditemukan kantung gestasi diluar uterus yang
didalamnya tampak denyut jantung janin. Harus diyakini lagi bahwa ini
merupakan bukan berasal dari kehamilan intrauterin pada kasus uterus
bikornus. Apabila suatu masa dalam rongga pelvis diluar kavum
Dauglas dicurigai sebagai kehamilan ektopik harus dibedakan dengan
korpus luteum, kista endometriosis, dan hidrosalping. Korpus luteum
berdinding tipis, berdiameter 2-3 cm, dan jarang melebihi 6-8 cm. Kista
endometriosis berdinding tipis, didalamnya terdapat ekhointernal.
Hidrosalping akan membentuk tubulus. Jika didapatkan keraguan harus
dilakukan laparoskopi. Dengan tranduser transvaginal akan memberikan
gambaran yang lebih jelas terutama pada kehamilan kurang dari 6
minggu. Penggunaan doppler berwarna akan memberikan gambaran
hipervaskularisasi sekitar trofoblas dengan arus darah yang menunjukan
impedans yang rendah. Pada KET sering tidak ditemukan kantung
gestasi ektopik. Gambaran tampak cairan bebas dalam rongga
peritoneum terutama di kavum Dauglas. Tidak jarang ditemukan
hematokel pelvik yang memberikan gambaran masa ekhogenik di
adneksa yang dikelilingi daerah kistik (sonolusen) dengan batas tepi
yang tidak jelas.

Hubungan hCG dengan pemeriksaan USG. Menurut Kadar dkk,


identifikasi kantong kehamilan intrauterin pada pemeriksaan USG
abdomen dengan konsentrasi serum hCG yang lebih besar dari 6500
mIU/ml, menunjukan keakurasian sekitar 95%. USG abdomen kurang
efektif membedakan antara kehamilan intrauterin dan ektrauterin jika
konsentrasi hCG serum kurang dari 6500 mIU/ml. Gambaran USG
akan memberikan gambaran positif palsu dari kantong kehamilan
intrauterin sebanyak 20%. Dengan USG transvaginal kantong
kehamilan dapat dideteksi pada konsentrasi hCG sekitar 1000
mIU/ml.

4. Kuret endometrium

10
Kerokan tidak mempunyai tempat untuk diagnosis kehamilan ektopik.
Biasanya kerokan dilakukan, apabila sesudah amenorea terjadi
perdarahan yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata disamping
uterus, sehingga dipikirkan abortus inkompletus, perdarahan
disfungsional. Tapi ditemukan perubahan yang dapat terjadi pada
endometrium yaitu reaksi Arias-Stella perlu dipikirkan adanya
kehamilan ektopik. Pada reaksi Arias-Stella, endometrium menunjukkan
adanya sel-sel kelenjar membesar dan hiperkromatik, dengan mitosis,
sitoplasma menunjukan vakuolisasi, dan batas antara sel-sel menjadi
kurang jelas. Perubahan ini disebabkan oleh stimulasi dengan hormon
yang berlebihan dan ditemukan dalam endometrium yang berubah
menjadi desidua, harus menimbulkan kewaspadaan kearah adanya
kehamilan dan khususnya kehamilan ektopik.

5. Laparoskopi

Hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk


kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur yang lain
meragukan. Adanya darah dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi
alat kandungan, tapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi

2.7 Diagnosis Banding


a. Appendisitis akut

Penyakit ini umumnya ditandai dengan nyeri perut bagian bawah kanan
(tergantung letak appendiks), leukositosis, demam sesuai keadaan infeksi
(biasanya > 38 0C) dapat disertai mual muntah yang sebelumnya tidak ada. Pada
appendisitis infiltrat (kronik) eksaserbasi akut kadang-kadang dijumpai massa
nyeri tekan, terfiksir. Demikian pula pada appendisitis abses dapat dijumpai pula
massa karena timbunan pus, konsistensi lunak, sering disertai demam yang cukup
lama ( 7hari), dan leukositosis yang bermakna.

b. Penyakit radang panggul

Penyakit radang panggul adalah suatu istilah untuk suatu peradangan akut,
subakut, residif dan kronis dari tuba, ovarium dan jaringan sekitarnya. Pada
salfingitis akut, melalui anamnesis penderita mengeluh adanya nyeri perut bagian
bawah dan daerah pelvik, kadang-kadang juga mengeluh mengeluarkan cairan
pervagina. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya demam, nyeri tekan perut
bagian bawah, nyeri tekan dan goyang genitalia interna, daerah adneksa kadang-
kadang teraba kaku. Sedangkan pada pemeriksaan sel darah putih adanya
peningkatan dengan kecenderungan bergeser ke kiri, dalam sediaan pus serviks
dapat ditemukan adanya kuman diplokokus atau lekosit polimorponuklear. Tidak

11
semua terjadi peningkatan lekosit, 70% salfingitis yang disebabkan oleh C.
Trachomatis dengan lekosit normal.

c. Diferensial diagnosis lainnya adalah : perdarahan pada korpus luteum,


torsi ovarium, torsi mioma subserosa dan abortus.

2.8 Tatalaksana
Terapi medikamentosa dan penatalaksanaan bedah

Penanganan kehamilan ektopik yang belum terganggu dapat dilakukan secara


medis ataupun bedah. Secara medis dengan melakukan injeksi lokal methotrexate
(MTX), kalium klorida, glukosa hiperosmosis, prostaglandin, aktimiosin D dan
secara bedah dilaksanakan melalui :

a. Pembedahan konservatif4

Dimana integritas tuba dipertahankan. Pembedahan konservatif mencakup 2


teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Salpingostomi
adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang berdiameter
kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur
ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil
konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera
terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi
umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi
kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per
sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun
laparoskopi. Pada dasarnya prosedur salpingotomi sama dengan salpingostomi,
kecuali bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur
menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis,
patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan
salpingotomi.

b.Pembedahan radikal5,7,8

Dimana salpingektomi dilakukan, salpingektomi diindikasikan pada keadaan-


keadaan berikut ini:

1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu)

2) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif

3) terjadi kegagalan sterilisasi

4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya

12
5) pasien meminta dilakukan sterilisasi

6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi

7) kehamilan tuba berulang

8) kehamilan heterotopik

9) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.

Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat


menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang
sebenarnya sudah sempit.

BAB III

13
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.S

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 28 tahun

No. MR : 14.14.16

Alamat : Bandar Jaya

Anamnesis

Keluhan Utama :

Seorang pasien perempuan usia 28 tahun datang ke IGD RSUD


Mukomuko pada tanggal 20 Desember 2016 pukul 11.00 WIB, kiriman dari Poli
Kebidanan dengan diagnosa KET

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan mengaku sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit
(SMRS) tidak menstruasi lagi. Pasien mengecek kehamilan dengan alat tes
kehamilan dan hasilnya positif. Pasien mengeluh nyeri perut sebelah kanan
nyeri dirasakan tiba-tiba saat pasien sedang tidur, nyeri disertai keluar
darah dari kemaluan berwarna kecoklatan. Kemudian pasien pergi ke
bidan namun oleh bidan pasien dinyatakan hanya gangguan pencernaan.
Sejak 9 jam SMRS, pasien mengeluh nyeri perut bertambah hebat, nyeri
perut dirasakan seperti diremas-remas. Nyeri dirasakan menjalar sampai
ke bawah. Setelah itu pasien memutuskan pergi ke poliklinik kebidanan
RSUD Mukomuko, dilakukan USG dan kemudian langsung dikirim ke
IGD RSUD Mukomuko

Keluar lendir bercampur darah dari kemaluan tidak ada

Riwayat terjatuh disangkal. Demam tidak ada, riwayat keluar jaringan


seperti telur ikan tidak ada, riwayat keluar jaringan seperti daging tidak
ada, mual tidak ada, muntah tiak ada, pusing ada, riwayat keputihan tidak
ada

Keluar air-air yang banyak dari kemaluan tidak ada

14
HPHT : 11 Oktober 2016, TP : 18 Juli 2017

Menstruasi : menarche usia 13 tahun, siklus 3 bulan terakhir teratur 1 x


sebulan, lama 3-4 hari, banyaknya 2-3 x ganti duh / hari.

Riwayat Obstetri : Pasien hamil anak ke-2, G2P1A0, anak pertama lahir
normal di Bidan, BL 3100 gram. Saat ini anak pasien berusia 2 tahun.

Riwayat KB : Pasien menggunakan KB suntik/3 bulan sejak melahirkan


anak pertama hingga saat ini.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, dan
hipertensi, Riwayat alergi obat tidak ada

belum pernah sakit seperti ini sebelumnya, riwayat menderita radang


panggul disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

PEMERIKSAAN FISIK

Vital sign :

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : GCS15 ( E4M6V5)

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Frekuensi nadi : 92 x/menit

Frekuensi nafas : 20 x /menit

Suhu : 36,8 C

Antropometri : BB : 69kg

: TB : 158cm

Kulit : Tidak ada kelainan

15
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut.

Mata : Konjungtiva : anemis

Sklera : tidak ikterik

Telinga : tidak ada kelainan

Hidung : tidak ada kelainan

Mulut dan gigi : Caries dentis tidak ada

Leher : JVP 5 2 cmH2O, Bruit (-)

Kelenjar getah bening : tidak teraba

Thorak :

Paru :

Inspeksi : normochest,simetris kiri=kanan statis dan dinamis

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor kiri = kanan

Auskultasi : vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : ictus tidak terlihat

Palpasi : ictus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal.

Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada.

Abdomen

Inspeksi : perut tidak membuncit, distensi tidak ada, Nyeri tekan


perut bagian bawah (+), nyeri lepas (+)

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Punggung : Tidak ada kelainan

16
Status Ginekologis

Inspeksi : vulva dan vagina tidak nampak kelainan, perdarahan dari


jalan lahir (+)

Periksa dalam : Mukosa vagina licin, portio lunak, OUE tertutup, nyeri
goyang portio (+), Cavum Douglas menonjol

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 9.2 mg/dl 11,2-15,5 g/dl

RBC 2.91x106 mm3 4,2-4,87x106 mm3

WBC 12.9x103 mm3 4,5-11x103mm3

Ht 28 % 38-44 %

Trombosit 248x103 L 150-450 L

Glukosa sewaktu 138 mg/dl <200 mg/dl

Bleeding Time

Clothing Time

Golongan Darah A(+)

HbSag -

antiHIV -

Urin lengkap

Warna Kuning Kuning

Kejernihan Jernih Jernih

Berat jenis 1020 1002-1030

pH 7,0

Protein Negatif Negatif

Glukosa Negatif Negatif

Keton Negatif Negatif

Darah Negatif Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

17
Urobilinogen 1 0,1-1

Nitrit Negative Negatif

Leukosit ekstrase Negative Negatif

Sedimen urin

Epitel Positif Negatif

Leukosit 0-2/LPB 0-5/LPB

Eritrosit 0-1/LPB 0-1/LPB

Silinder Negatif Negatif

Kristal Negatif Negatif

Bakteri Negatif Negatif

Mukus Negatif Negatif

Jamur Negatif Negatif

Hasil USG : kesan KET

Working Diagnosis

G2P1A0 gravid 10-11 minggu + Colic Abdomen ec KET

Tatalaksana

- R/ Laparatomi cito
- Observasi TVI, perdarahan
- IVFD RL 20 gtt/i
- Injeksi cefotaxime 2x1 gr IV
- Persiapan operasi (alat, izin, obat, darah)

BAB IV

RESUME

Ny S, 28 tahun, masuk rumah sakit pada tanggal 20 Desember 2016,


datang dengan keluhan nyeri perut sebelah kiri yang dirasakan tiba-tiba, disertai
keluar darah dari kemaluan berwarna kecoklatan. Semkain lama nyeri perut kanan

18
dirasakan bertambah hebat, nyeri perut dirasakan seperti diremas-remas dan
menjalar sampai ke bawah.

Berdasarkan anamnesis, perlu dicurigai penyebab nyeri perut pada


kehamilan trimester pertama. Adapun diagnosis banding nyeri perut pada saat
kehamilan adalah kehamilan ektopik, aborsi, appendisitis akut, dan kista ovarium
terpuntir. Akan tetapi, tidak ditemukan riwayat mual dan muntah sehingga
appendisitis dapat disingkirkan dari penyebab kasus ini. Kemudian dilakukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan obstetri. Pada pemeriksaan luar, didapatkan
abdomen perut tidak membuncit, distensi tidak ada, Nyeri tekan perut bagian
bawah (+), nyeri lepas (+). Pemeriksaan vaginal toucher menunjukan hasil
mukosa vagina licin, portio lunak, OUE tertutup, nyeri goyang portio (+),
adneksa/parametrium kanan kiri lemas, kavum douglass menonjol.

Dari pemeriksaan fisik tersebut dapat disingkirkan beberapa diagnosis.


Massa tidak ditemukan pada pemeriksaan sehingga diagnosis kista ovarium
terpuntir dapat disingkirkan. Pada abortus, tidak dapat diraba tahanan di samping
atau di belakang uterus dan tidak ada nyeri goyang portio sehingga abortus juga
disingkirkan. Kemungkinan penyebab nyeri Ny. S adalah kehamilan ektopik
karena nyeri goyang portio merupakan salah satu temuan khas pada pemeriksaan
fisik kehamilan ektopik. Kavum dauglass menonjol akibat adanya penumpukan
darah.

Pada kasus ini, os mengarah ke kehamilan ektopik terganggu karena sesuai


dengan trias KET, yaitu nyeri perut bagian bawah, keluar perdarahan atau bercak,
dan amenorea. Nyeri perut disebabkan karena darah yang keluar ke dalam kavum
peritoneum yang menyebabkan iritasi peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri.
Perdarahan per vaginam menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum
uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak
banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan dikemukan dari 51 hingga
93 %. Perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic gonadotropin.
Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya. Amenorrhea merupakan
juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya amenorea tergantung
pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak
mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.

Faktor risiko terjadinya kehamilan ektopik pada kasus ini adalah


penggunaan kontrasepsi suntik. Komponen kontrasepsi salah satunya adalah
progesteron yang dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba
yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.

Penatalaksanaan kasus secara umum adalah dengan restorasi cairan tubuh


dengan Ringer Laktat (RL) 20 gtt/menit, pemberian antibiotic cefotaxime 2x1 gr
untuk mencegah infeksi. Karena kasus ini sudah memasuki kehamilan ektopik

19
terganggu, maka perlu dilakukan tindakan bedah secepat mungkin. Tindakan
pembedahan berupa pembedahan radikal berupa salpingektomi dengan
laparotomi. Salpingektomi dilakukan pada keadaan-keadaan berikut: 1) kehamilan
ektopik mengalami rupture atau terganggu, 2) pasien tidak menginginkan fertilitas
pasca operatif, 3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4) telah dilakukan rekonstruksi atau
manipulasi tuba sebelumnya, 5) pasien meminta sterilisasi, 6) perdarahan
berlanjut pascasalpingotomi, 7) kehamilan tuba berulang, 8) kehamilan
heterotopik, dan 9) massa gestasi lebih dari 5 cm.

Prognosis ibu quo ad vitam and functionam dubia. Sebagian wanita setelah
mengalami kehamilan ektopik pada satu tuba, dapat mengalami kehamilan
ektopik lagi pada tuba yang lain. Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat
mempengaruhi fertilitas wanita. Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu
terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril. Angka kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan antara 0-14,6%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, H., 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.
2. Pritchard, Donald, Gant., 1991.Obstetri Williams Edisi 17. Airlangga
University Press, Surabaya.

20
3. Lindarnakis, NM., 1998. Obstetrics & Gynecology. Digging up the Bones,
Singapore.
4. Manuaba, IBG., 1999. Operasi Kebidanan, Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Dokter Umum. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
5. Setiawan, Y., 2008. Kehamilan Ektopik. http://www.Siaksoft.com/
kehamilan/Ektopik. Diakses pada tanggal 04 Januari 2017.
6. Marpaung, C., 2007. Karakteristik Ibu Penderita Kehamilan Ektopik
Terganggu di RS St. Elisabeth Medan tahun 1999-2006. Skripsi FKM-
USU.
7. Arnolu, RI., 2005. Risk Factors for Ectopic Pregnancy in Logos, Nigeria,
1999. Jurnal Obtetricia et Gynecologica Scandinavica, Vol 84, No 2, hal
184-188.
8. Guyton A, Hall J. Circulatory Shock and Physiology of Its Treatment
(Chapter 24). Textbook of Medical Physiology. 12th ed. Philadelphia,
Pensylvania: Saunders; 2010. p. 273-84

21

Anda mungkin juga menyukai