Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bronkiolitis adalah inflamasi di bronkiolus terminalis, yang terjadi pada
bayi terutama pada usia 2-24 bulan, dengan karakteristik nafas yang cepat, dada
tertarik, dan wheezing. Angka insiden tertinggi adalah pada anak usia di bawah 2
tahun terutama pada usia 2 sampai dengan 6 bulan. Kejadian bronkiolitis ini
meningkat terutama pada musim dingin atau hujan.
Penyebab terbanyak disebabkan oleh virus RSV (Respiratory Syncytial
Virus), penyebab lain pada kasus-kasus yang lebih jarang disebabkan oleh virus
parainfluenza tipe 1 dan 3, Influenza B, Parainfluenza tipe 2, Adenovirus. Secara
umum, bronkiolitis terjadi pada bayi berumur lebih dari 1 bulan. 75% kasus
bronkiolitis terjadi pada umur dibawah 1 tahun, mencapai 95% sampai dengan
anak di bawah 2 tahun dengan puncak insiden terjadi pada usia 2-3 bulan. Faktor
resiko penyakit ini diantaranya: berat bayi lahir rendah, bayi berumur kurang 6
bulan, bayi prematur, sosioekonomi rendah, lingkungan pemukiman yang padat,
terpapar dengan rokok, dan ketiadaan pemberian ASI.
Invasi virus pada epitel bronkiolus akan menyebabkan respon inflamasi
berupa nekrosis epitel, oklusi bronkial dan penumpukan limfosit peribronkial.
Bronkiolus menjadi edema dan mengalami obstruksi oleh mukus dan selular
debris sehingga dapat menyebabkan kolaps saluran napas bagian distal baik
parsial maupun total. Pada keadaan ini juga dapat terjadi hipereaktivitas dari
saluran napas. Produksi mukus, edema saluran napas dan hipereaktivitas saluran
napas dapat menyebabkan peningkatan resistensi aliran udara.2
Bronkiolitis awalnya ditandai dengan infeksi saluran napas atas dengan
gejala batuk pilek dengan sekret encer, bersin, demam subfebril dan nafsu makan
menurun. Setelah RSV sampai di bronkioli maka dapat menyebabkan bronkiolitis
dengan gejala yang ditimbulkan akibat obstruksi yang makin meningkat dalam 2
sampai 3 hari. Batuk bersifat iritatif, repetitif dan paroksismal. Pada auskultasi
dapat ditemukan ronki basah halus difus pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi.
Terdengar suara napas wheezing dan ekspirasi yang memanjang.
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah lengkap dan hitung
jenis umumnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan
hiperinflasi paru, sela iga melebar, penekanan diafragma dan sudut costoprenikus
menyempit.
Diagnosis dari bronkiolitis tidak begitu sulit. Adapun diagnosa banding
daripada bronkiolitis adalah asma bronkiale, pneumonia, bronkitis akut, gagal
jantung, dan aspirasi benda asing. Terapi yang diberikan biasanya bersifat suportif
berupa oksigen, bronkodilator, kortikosteroid, antibiotika dan juga terapi cairan
karena penyebab utamanya adalah infeksi virus.
Prognosis pasien dengan bronkiolitis biasanya baik bila tanpa disertai
penyakit yang lain. Karena bayi lahir prematur mudah sekali terserang
bronkiolitis, pemberian antibodi protektif dianjurkan sebagai pencegahan.

1.2. Batasan Masalah


Case ini akan membahas tentang definisi, etiologi, patofisiologi, gejala
klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, prognosis dari bronkiolitis.

1.3. Tujuan Penulisan


Penulisan case ini bertujuan untuk memahami dan menambah pengetahuan
tentang bronkiolitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Bronkiolitis


Bronkiolitis adalah inflamasi di bronkiolus terminalis, yang menyerang
anak-anak usia di bawah 2 tahun, dengan karakteristik nafas yang cepat, dada
tertarik, dan wheezing.1 Bronkiolitis adalah suatu proses keradangan atau
inflamasi pada saluran napas yang berukuran kecil (bronkiolus) yang ditandai
dengan respiratory distress dan overdistensi pada paru. 1,2

2.2. Epidemiologi Bronkiolitis


Angka insiden tertinggi adalah pada anak usia di bawah 2 tahun terutama
pada usia 2 sampai dengan 6 bulan. Kurang lebih 60 % mengenai laki-laki (laki-
laki : perempuan = 1,5 : 1). Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa tidak ada
perbedaan angka insiden berdasarkan jenis kelamin. Kejadian bronkiolitis ini
meningkat terutama pada musim dingin atau hujan. Bronkiolitis merupakan
penyebab perawatan terbanyak diantara penyakit saluran napas lainnya pada anak.
Hal ini sesuai dengan kondisi penderita yang berusia 1 tahun 6 bulan. 1,2

2.3. Etiologi dan Faktor Risiko Bronkiolitis


Bronkiolitis sebagian besar disebabkan oleh Respiratory syncytial virus
(50%). Penyebab lainnya adalah parainfulenza virus, eaton agent (Mycoplasma
pneumoniae), adenovirus, enterovirus dan beberapa virus lain (20%). Bronkiolitis
banyak ditemukan pada anak yang sedikit atau tidak mendapat ASI, tinggal di
daerah pemukiman yang padat, pada anak yang lahir prematur, berat badan lahir
rendah, terpapar rokok, dan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Penderita
memiliki beberapa faktor resiko, antara lain terpapar rokok.2

2.4. Patofisiologi Bronkiolitis


Respiratory Syncytial Virus (RSV) adalah single stranded RNA virus yang
berukuran sedang (80-350 nm), termasuk paramyxovirus. Terdapat 2 glikoprotein
permukaan yang merupakan bagian penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu
protein G (attachment protein) yang mengikat sel dan protein F (fusion protein)
yang menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua
protein ini merangsang antibodi neutralusasi protektif pada host. Terdapat 2
macam strain antigen RSV yaitu A dan B.RSV strain A menyebabkan gejala yang
pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5
hari. 2,3
Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran
nafas atas ke saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel
saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem
saluran napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan
bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia.
Nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan
pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus.2,3
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkus menyebabkan respon inflamasi
akut, ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mucus, timbunan
debris selular/sel-sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi
limfosit peribronkial dan edema submukosa3. Karena tahanan aliran udara
berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran pernafasan, maka sedikit
saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran udara yang
besar3,4,6,terutama pada bayi yang memiliki penampang saluran pernafasan yang
kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi,
tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan
menyebabkan air traping dan hiperinflasi. Ateletaksis dapat terjadi pada saat
terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak diabsorbsi total.2,3

Agent (RSV)
Invasi epitel bronkiolus

Respon Imun (invasi sel darah putih)


(limfosit)

Respon inflamasi
(nekrosis epitel & penumpukan limfosit peribronkial)

Bronkiolus edema produksi mukus meningkat

Obtruksi bronkiolus

hipereaktivitas saluran nafas

Resistensi aliran udara meningkat


sampai 6x normal

Hipoventilasi alveoli

Penurunan Rasio ventilasi - perfusi

Capai Hipoksemia

Gagal nafas

Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier,


mukus tertimbun di dalam bronkiolus . Kerusakan sel epitel saluran napas juga
mengakibatkan saraf aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga
dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin, substance P) yang menyebabkan
kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya kerusakan epitel saluran napas
juga meningkatkan ekspresi Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan
produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi,
bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran
nafas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran
napas.Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu,
menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta
meningkatkan shunt.2,3

2.5. Gambaran Klinis Bronkiolitis


Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer
dan bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam
dan nafsu makan berkurang. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit
makan dan minum. Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang
dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas atas yang ringan.
Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan bahkan ada
yang mengalami hipotermi.2
Terjadi distres nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit,
kadang-kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas
cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya
tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru).
Terdapat ekspirasi yang memanjang. Hepar dan lien teraba akibat pendorongan
diafragma karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Ronkhi nyaring halus
kadang-kadang terdengar pada akhir inspirasi atau pada permulaan ekspirasi. Pada
keadaan yang berat sekali suara pernafasan hampir tidak terdengar karena
kemungkinan obstruksi hamper total.2
Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan skala klinis. Digunakan
berbagai skala klinis, misalnya Respiratory Distress Assessment Instrument
(RDAI) atau modifikasinya yang mengukur laju pernafasan/respiratory rate (RR),
usaha nafas, beratnya wheezing dan oksigenasi.3
Atas dasar frekuensi nafas dan keadaan umum bronkiolitis dibagi menjadi
bronkiolitis ringan dan bronkiolitis berat (R 60 x/ menit). Berdasarkan gejala
klinis, bronkiolitis juga dibagi menjadi bronkiolitis ringan, sedang, berat dengan
tanda sebagai berikut :

BRONKIOLITIS
RINGAN SEDANG BERAT
Kemampuan untuk Gangguan pernafasan Tidak dapat untuk
makan normal sedang dengan makan
Sedikit atau tidak ada Gangguan pernafasan
beberapa kontraksi
gangguan pernafasan berat, dengan retraksi
dinding dada dan
Tidak kebutuhan akan
dinding dada yang
nafas cuping hidung
oksigen tambahan Hipoksemia ringan jelas, nafas cuping
(saturasi O2 > 95 % dan dapat dikoreksi hidung dan
dengan oksigen dengkuran.
Mungkin Hipoksemia yang
menampakkan tidak terkoreksi
pernafasan yang dengan oksigen
pendek ketika makan tambahan
Mungkin memiliki Mungkin terdapat
episode apnoe yang peningkatan frekuensi
singkat atau episode apnoe
yang panjang.
Mungkin
menampakkan
peningkatan
kelelahan.

2.6. Diagnosis Bronkiolitis


Diagnosis ditegakkan atas dasar gambaran klinis yang khas. Keadaan ini
harus dibedakan dengan asma yang kadang-kadang juga timbul pada usia muda.
Anak dengan asma akan memberikan respons terhadap pengobatan dengan
bronkodilator, sedangkan anak dengan bronkilitis tidak. Bronkiolitis juga harus
dibedakan dengan bronkopneumonia.1,2,3
Berdasarkan anamnesis, gejala awal bronkiolitis berupa gejala ISPA akibat
virus, seperti pilek ringan, batuk, dan demam. Satu hingga dua hari kemudian
timbul batuk yang disertai dengan sesak nafas. Selanjutnya dapat ditemukan
wheezing, sianosis, merintih, nafas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel, dan
penurunan nafsu makan. Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan takipneu,
takikardi, dan peningkatan suhu > 38,5oC. obstruksi saluran respiratori bawah
akibat respon inflamasi akut akan menimbulkan gejala ekspirasi memanjang
hingga wheezing. Usaha nafas yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi
akan menimbulkan nafas cuping hidung dan retraksi interkostal.selain itu dapat
juga ditemukan ronkhi pada pemeriksaan auskultasi paru.2
2.7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
1. Pemeriksaan laboratorium yaitu :
- Pemeriksaan darah lengkap kurang berguna karena hitung WBC masih
dijumpai dalam batas normal.
- Pemeriksaan gas darah mungkin diperlukan pada pasien-pasien berat
khususnya yang membutuhkan ventilasi mekanik untuk menentukan berat
ringannya penyakit.
- Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai normal kecuali bila terdapat adanya
dehidrasi berat.
2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologis foto thoraks : didapatkan hiperinflasi paru, sela
iga melebar, penekanan diafragma dan sudut costoprenikus menyempit, fokal
atelektasis, air trapping, serta diafragma mendatar. Diameter AP meningkat
pada fotolateral. Kadang-kadang terdapat bercak-bercak perpadatan akibat
atelektasis sekunder akibat obstruksi atau inflamasi bronkus, infiltrasi alveoli
dan gambaran garis-garis linear karena bronkioli yang menebal bersama-sama
yang seringkali tampak sebagai daerah konsolidasi.1 Foto thorak juga berfungsi
mengeksklusi diagnosa banding seperti pneumonia lobaris, dan gagal jantung
kongestif.
3. Pemeriksaan lain :
- Tes antigen pada cucian nasal memberikan hasil yang cepat (biasanya dalam
waktu 30 menit) dan akurat (sensitivitas 87-91%, spesifisitas 96-100%).
- Hasil kultur yang positif atau hasil floresensi antibodi direk dapat
mengkonfirmasi diagnosis infeksi RSV. Kultur RSV kurang sensitif (60%)
tapi spesifik (100%).

2.8. Penatalaksanaan Bronkiolitis


Penatalaksanaan pasien bronkiolitis bersifat suportif dan medikamentosa,
antara lain : 2
a. Tempatkan anak dalam ruangan dengan kelembaban udara yang tinggi,
sebaiknya dengan uap dingin (mist-tent), keadaan ini dapat mencairkan sekret
bronkus yang liat.
b. Beri oksigen walaupun anak belum dalam keadaan sianosis
c. Beri cairan intravena dengan elektrolit yang diperlukan, diberikan untuk
mengoreksi asidosis respiratorik dan metabolik yang mungkin timbul dan juga
utnuk mengoreksi kemungkinan dehidrasi.
d. Antibiotik diberikan apabila curiga infeksi bakterial dan sebaiknya dipilih yang
mempunyai spektrum luas. Bila dicurigai Mycoplasma pneumoniae sebagai
penyebabnya, obat yang dipilih adalah eritromisin.
e. Pemberian steroid masih pro-kontra
f. Pemberian sedativa tidak diperkenankan, karena dapat menimbulkan depresi
pernapasan. Bila dianggap perlu, berikan kloralhidrat.
g. Bronkodilator tidak dianjurkan dan merupakan kontraindikasi, karena dapat
memperberat keadaan anak, penderita dapat menjadi lebih gelisah dan
keperluan oksigen akan meningkat.

2.9. Prognosis
Prognsosis dari bronkiolitis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya
penanganan, dan penyakit latar belakang (penyakit jantung, defisiensi imun, dan
prematuritas). Beberapa studi kohort menghubungkan infeksi bronkiolitis akut
berat pada bayi akan berkembang menjadi asma. Pada usia 3 tahun. Tidak dapat
dibuktikan secara jelas bahwa bronkiolitis terjadi pada anak dengan
kecenderungan asma, tetapi jika bayi yang terkena bronkiolitis dihubungkan
dengan asma, keberhasilan pengobatan dengan kortikosteroid mungkin dapat
mengurangi prevalensi asma pada anak dari kelompok pengobatan.2,3
BAB III
LAPORAN KASUS

Seorang anak laki-laki umur 7 bulan dibawa ke RSUD Mukomuko pada tanggal
07 April 2016 dengan :

ANAMNESIS (alloanamnesis dari ibu kandung)


Keluhan Utama : sesak nafas semakin bertambah berat sejak 5 jam sebelum
masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :


- Sesak nafas dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak semakin
bertambah berat sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit, sesak dengan bunyi
menciut tidak ada, sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas, makanan, dan cuaca.
Sesak hingga mengganggu tidur pasien.
- Batuk sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk berdahak sepanjang hari
berwarna bening, batuk darah tidak ada, batuk tidak disertai pilek.
- Demam ada sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, hilang timbul, tidak
terlalu tinggi, tidak menggigil, tidak berkeringat dan tidak disertai kejang.
- Muntah tidak ada.
- Nafsu makan menurun
- Riwayat kebiruan di sekitar mulut tidak ada.
- Riwayat tersedak tidak ada.
- Riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk lama tidak ada.
- Buang air kecil warna dan jumlah biasa.
- Buang air besar warna dan konsistensi biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Pasien belum pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya
- Riwayat bersin-bersin pada pagi hari dan hidung berair tidak ada, mata berair
dan terasa gatal tidak ada, biduran tidak ada, riwayat biring susu tidak ada,
riwayat suara nafas berbunyi menciut sebelumnya tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita batuk-batuk lama dan
menderita sesak nafas seperti ini.

Riwayat Kelahiran :
Pasien anak pertama, lahir spontan, ditolong oleh bidan, cukup bulan, berat badan
lahir 3000 gram, panjang badan lupa, langsung menangis.

Riwayat Makanan dan Minuman :


- ASI : 0 bulan sekarang
- Makanan padat/biskuit : 6 bulan sekarang
Kesan makanan dan minuman : kualitas dan kuantitas cukup.

Riwayat Imunisasi :
- BCG : umur 1 bulan
- DPT : umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
- Polio : umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
- Hepatitis B : saat lahir, 1 bulan
- Campak : belum dilakukan
Kesan : imunisasi dasar lengkap menurut umur

Riwayat Sosial Ekonomi :


- Ayah pendidikan : tamat SMP, pekerjaan : Wiraswasta
- Ibu pendidikan : tamat SMP, pekerjaan : Ibu rumah tangga
- Penghasilan Rp 1.500.000/bulan.

Riwayat Tumbuh Kembang :


- Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
- Tengkurap : 6 bulan
- Duduk : 7 bulan
Kesan : perkembangan fisik dan mental normal

Riwayat Lingkungan dan Perumahan :


Tinggal di rumah semi permanen, pekarangan tidak luas, sumber air minum dari
sumur bor, buang air besar di WC dalam rumah, sampah dibakar.
Kesan : higiene dan sanitasi cukup baik.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : GCS 15, composmentis
Nadi : 110 x/menit, teraba kuat angkat, teratur, pengisian cukup.
Nafas : 68 x/menit, cepat dan teratur Berat badan : 8 kg
Suhu : 38,4C Tinggi badan : 68 cm
Sianosis : tidak ada BB/U : 8/8,4 = 95%
Edema : tidak ada TB/U : 68/69 = 98%
Anemis : tidak ada BB/TB : 8/8,2 = 97%
Ikterus : tidak ada Status gizi : baik

Kulit : teraba hangat, turgor baik


Kelenjar getah bening : tidak ditemukan pembesaran KGB
Kepala : normocephal, UUB belum menutup, UUB datar.
Rambut : hitam, tidak mudah rontok
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : nafas cuping hidung ada
Tenggorokan : tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Gigi dan mulut : mukosa mulut basah
Leher : JVP 5-2 cmH2O, kaku kuduk tidak ada
Dada :
Paru : I : simetris kanan dan kiri, retraksi epigastrium ada
Pa : fremitus sulit dinilai
Pe : sonor
Au : ekspirasi memanjang, ronkhi basah halus nyaring +/+,
wheezing +/+
Jantung : I : iktus kordis tidak terlihat
Pa : iktus kordis teraba pada LMCS RIC V
Pe : batas jantung dalam batas normal
Au : irama regular, bising tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen : I : distensi tidak ada
Pa : hepar teraba tepi tajam permukaan rata, lien
tidak teraba
Pe : timpani
Au : bising usus (+) normal
Punggung : tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin : status pubertas A1P1G1
Anus : colok dubur tidak dilakukan
Anggot gerak : akral hangat, perfusi baik, CRT < 2 detik

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah Rutin : Hb : 9,5 mg/dl
Leukosit : 16.200/mm3
Trombosit : 532.000/ mm3
Hematokrit : 28%
PEMERIKSAAN ANJURAN
Foto rontgen thoraks

DIAGNOSIS
Susp. Bronkiolitis

DIAGNOSIS BANDING
- Bronkopneumonia
- Asma bronchial serangan pertama

TERAPI
- O2 1-2 liter/menit
- Puasa sementara
- IVFD KaEN 1B 33 tetes/menit mikro
- Sefotaxime 2x400 mg/IV
- Dexametason loading dose 4 mg/IV, dilanjutkan dexamethason 3 x 1,3 mg I.V
- Nebulisasi ventolin 1/3 respul/8 jam
- Parasetamol drop 3x0,8 cc

FOLLOW UP
08 April 2016
S/ sesak nafas ada, batuk ada, demam ada
O/ Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : GCS 15
Nadi : 152 x/menit
Nafas : 58 x/menit
Suhu : 37,6 oC
BB : 8 kg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Cor : irama regular, bising tidak ada
Pulmo : bronkovesikuler, rhonki basah halus nyaring +/+, wheezing +/+
Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Bronkiolitis
Th/
- O2 1-2 liter/menit
- ASI 8x10 cc
- IVFD KaEN 1B 30 tetes/menit mikro
- Sefotaxime 2 x 400 mg/IV (H1)
- Dexametason 3 x 1,3 mg I.V (H1)
- Nebulisasi ventolin 1/3 respul/8 jam
- Parasetamol drop 3x0,8 cc

09 April 2016
S/ batuk ada,sesak nafas ada berkurang, demam tidak ada
O/ Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : GCS 15
Nadi : 118 x/menit
Nafas : 55 x/menit
Suhu : 36,6oC
BB : 8 kg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Cor : irama regular, bising tidak ada
Pulmo : ekspirasi memanjang, rhonki basah halus nyaring +/+, wheezing +/+
Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Bronkiolitis

P/ foto roentgen thoraks ekpertise : infiltrat parakardial kanan dan kiri

Th/
- O2 1-2 liter/menit
- ASI 8x20 cc
- IVFD KaEN 1B 30 tetes/menit mikro
- Sefotaxime 2 x 400 mg/IV (H2)
- Dexametason 3 x 1,3 mg I.V (H2)
- Nebulisasi ventolin 1/3 respul/12 jam
- Parasetamol drop 3x0,8 cc (k.p)

10 April 2016
S/ batuk ada, sesak nafas berkurang, demam tidak ada
O/ Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : GCS 15
Nadi : 110 x/menit
Nafas : 49 x/menit
Suhu : 36,7oC
BB : 8 kg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Cor : irama regular, bising tidak ada
Pulmo : bronkovesikuler, rhonki basah halus nyaring +/+, wheezing -/-
Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Bronkiolitis
Th/
- O2 1-2 liter/menit
- ASI 8x30 cc
- IVFD KaEN 1B 23 tetes/menit mikro
- Sefotaxime 2 x 400 mg/IV (H3)
- Dexametason 3 x 1,3 mg I.V (H3)
- Parasetamol drop 3x0,8 cc (k.p)
- Ambroxol syr 3 x 1/3 cth

11 April 2016
S/ batuk ada, sesak nafas tidak ada, demam tidak ada
O/ Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : GCS 15
Nadi : 110 x/menit
Nafas : 36 x/menit
Suhu : 36,7oC
BB : 8 kg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Cor : irama regular, bising tidak ada
Pulmo : bronkovesikuler, rhonki +/+ berkurang, wheezing -/-
Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Bronkiolitis
Th/
- ASI OD
- Inject Pump
- Sefotaxime 2 x 400 mg/IV (H4)
- Dexametason 3 x 1,3 mg I.V (H4)
- Parasetamol drop 3x0,8 cc (k.p)
- Ambroxol syr 3 x 1/3 cth

12 April 2016
S/ batuk ada berkurang, sesak nafas tidak ada, demam tidak ada
O/ Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : GCS 15
Nadi : 110 x/menit
Nafas : 36 x/menit
Suhu : 36,7oC
BB : 8 kg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Cor : irama regular, bising tidak ada
Pulmo : bronkovesikuler, rhonki +/+ berkurang, wheezing -/-
Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Bronkiolitis
Th/
- ASI OD
- Sefotaxime 2 x 400 mg/IV (H5)
- Dexametason 3 x 1,3 mg I.V (H5)
- Parasetamol drop 3x0,8 cc (k.p)
- Ambroxol syr 3 x 1/3 cth

13 April 2016
S/ batuk ada berkurang, sesak nafas tidak ada, demam tidak ada
O/ Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : GCS 15
Nadi : 110 x/menit
Nafas : 36 x/menit
Suhu : 36,7oC
BB : 8 kg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Cor : irama regular, bising tidak ada
Pulmo : bronkovesikuler, rhonki+/+ minimal, wheezing -/-
Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Bronkiolitis
Th/
- Cefixime syr 2x cth
- Ambroxol 3 x 1/3 cth

BAB IV
DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 9 bulan dirawat di


bangsal anak RSAM Bukittinggi pada tanggal 11 Oktober 2014 dengan diagnosis
bronkiolitis. Diagnosis pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Anamnesis pada pasien ini didapatkan batuk sejak 1 hari yang
lalu, batuk berdahak sepanjang hari berwarna bening. Sesak nafas dirasakan sejak
1 hari sebelum masuk rumah sakit dan semakin bertambah berat sejak 4 jam
sebelum masuk rumah sakit, sesak dengan bunyi menciut ada. Demam sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit, hilang timbul. Riwayat kontak dengan saudara
pasien yang menderita batuk ada. Hal ini sesuai dengan gejala pada bronkiolitis
yaitu gejala awal berupa gejala ISPA akibat virus, seperti pilek ringan, batuk, dan
demam. 1 2 hari kemudian timbul batuk yang disertai dengan sesak nafas.
Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar
yang menderita infeksi saluran nafas atas yang ringan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nafas 68 x/menit, suhu
38,1oC, nafas cuping hidung ada, pemeriksaan thoraks inspeksi simetris kanan dan
kiri, retraksi epigastrium ada, perkusi sonor, auskultasi ekspirasi memanjang,
ronkhi basah halus nyaring +/+, wheezing +/+ di lapangan atas paru. Hal ini
sesuai dengan pemeriksaan fisik pada bronkiolitis yaitu ditemukan takipneu, dan
peningkatan suhu tubuh. Ditemukan juga adanya retraksi epigastrium dan ronkhi
serta wheezing pada auskultasi paru.
Diagnosis banding pada pasien ini adalah asma bronkhial dan
bronkopneumoni. Pada kasus ini penatalaksanaan yang berikan O2 1 liter/menit,
IVFD KaEN 1B 105 cc/kgBB/hari = 10 tetes/menit, amoksisilin 3 x 100 mg
I.V.,gentamicin 2 x 20 mg I.V, dexametason 3 x 0,25 mg I.V, ambroksol 3 x 4 mg
I.V.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusepno H, Husein A, dkk. 2007. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan


Anak.Jakarta:Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia ; Jakarta
2. Magdalena Sidharta Zain, 2008. Bronkhiolitis dalam Buku Ajar Respirology
Anak, Edisi Pertama, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Badan Penerbit IDAI ;
Jakarta
3. Mary Ellen B, Wohl, MD. Bronchiolitis in Kendigs Disorder of The
Respiratory Tract in Children. Seventh Edition, Elsevier Inc, 2006 page : 423
431.

Anda mungkin juga menyukai