A. Definisi
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan perilaku yang paling banyak
didiagnosis pada anak-anak dan remaja. Gejala intinya meliputi tingkat aktivitas dan impulsivitas yang tidak
sesuai perkembangan serta kemampuan mengumpulkan perhatian yang terganggu. Anak dan remaja yang
menderita gangguan tersebut akan sukar menyesuaikan aktivitas mereka dengan norma yang ada sehingga
mereka sering dianggap sebagai anak yang tidak baik di mata orang dewasa maupun teman sebayanya.
Mereka sering gagal mencapai potensinya dan memiliki banyak kesulitan komorbid seperti gangguan
perkembangan, gangguan belajar spesifik dan gangguan perilaku serta emosional lainnya (Sign, 2009).
Definisi terbaru dari ADHD pada edisi keempat Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders
(DSM-IV; American Psychiatric Association, 1994) membedakan antara subtipe diagnostik ditandai dengan
tingkat maladaptif dari kedua kurangnya perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas (tipe gabungan), maladaptif
tingkat kurangnya perhatian saja (tipe terutama lalai), dan tingkat maladaptif dari hiperaktivitas-impulsivitas
sendirian (tipe hiperaktif-impulsif dominan).
B. Kriteria
ADHD adalahgangguanneurobehavioralpaling umumdarimasa kanak-kanak. ADHDmerupakansalah
satukondisiyang palingumum darikesehatankronisyang mempengaruhianakusia sekolah.
GejalaintiADHDyaitu :
1. Inatensi (gangguan pemusatan perhatian)
Inatensi adalah bahwa sebagai individu penyandang gangguan ini tampak mengalami kesulitan
dalam memusatkan perhatiannya. Mereka sangat mudah teralihkan oleh rangsangan yang tiba-tiba
diterima oleh alat inderanya atau oleh perasaan yang timbul pada saat itu. Dengan demikian mereka
hanya mampu mempertahankan suatu aktivitas atau tugas dalam jangka waktu yang pendek,
sehingga akan mempengaruhi proses penerimaan informasi dari lingkungannya.
2. Hiperaktif (gangguan dengan aktivitas yang berlebihan)
Hiperaktivitas adalah suatu gerakan yang berlebihan melebihi gerakan yang dilakukan secara umum
anak seusianya. Biasanya sejak bayi mereka banyak bergerak dan sulit untuk ditenangkan. Jika
dibandingkan dengan individu yang aktif tapi produktif, perilaku hiperaktif tampak tidak bertujuan.
Mereka tidak mampu mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak
dapat dibedakan gerakan yang penting dan tidak penting. Gerakannya dilakukan terus menerus tanpa
lelah, sehingga kesulitan untuk memusatkan perhatian.
3. Impulsivitas (gangguan pengendalian diri)
Impulsifitas adalah suatu gangguan perilaku berupa tindakan yang tidak disertai dengan
pemikiran. Mereka sangat dikuasai oleh perasaannya sehingga sangat cepat bereaksi. Mereka sulit
untuk memberi prioritas kegiatan, sulit untuk mempertimbangkan atau memikirkan terlebih dahulu
perilaku yang akan ditampilkannya. Perilaku ini biasanya menyulitkan yang bersangkutan maupun
lingkungannya.(Reiff et al., 1993; Barkley, 1996).
C. Epidemiologi
Prevalensi yang dilaporkan pada anak yang mengalami ADHD bervariasi dari 2 sampai 18 persen,
tergantung pada kriteria diagnostik dan populasi yang dipelajari (Barabaresi et al., 2004; Froechlich et al.,
2007).Prevalensi ADHD pada anak usia sekolah adalah 8 - 10 persen, hal tersebut menjadikan ADHD sebagai
salah satu gangguan yang paling umum pada masa kanak-kanak (Pliszka, 2007; Merikangas et al, 2007)
Rasio ADHD pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan yaitu 4:1 ( untuk ADHD yang
didominasi oleh hiperaktif) dan 2:1 (untuk ADHD yang didominasi oleh inatensi/kesulitan dalam memusatkan
perhatian) (Green et al, 1999). Hasil survey yang dilakukan oleh National Survey of Childrens Health
(NSCH) ada tahun 2007, prevalensi ADHD untuk anak laki-laki adalah 13,2 % dan pada anak perempuan 5,6
% (CDC, 2010).DiInggris, surveidari 10.438 anak-anak antara usia 5 dan 15 tahun menemukan bahwa 3,62%
dari anak laki-lakidan 0,85% anak perempuan telah ADHD (Ford dkk, 2003).
D. Etiologi
Menurut Philips et al (2007), etiologi ADHD melibatkansaling keterkaitan antara faktor genetik dan
lingkungan .
1. Pengaruh genetik
Gejala ADHD menunjukkan pengaruh genetik yang cukup kuat. Twin studi menunjukkan bahwa
sekitar 75% dari variasi gejala ADHD di dalam populasi adalahkarena faktor genetik (heritabilitas
1
perkiraan 0,7-0,8).Pengaruh genetik tampaknya mempengaruhi distribusi gejala ADHDdi seluruh
penduduk dan bukan hanya dalam kelompoksub klinis.
2. Pengaruh lingkungan
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan otak saat perinatal dan anak usia dini
berhubungan dengan peningkatan risiko ADHDtanpa gangguan hiperaktif. Faktor biologis yang
berpengaruh terhadap ADHD yaitu ibu yang merokok,mengkonsumsi alkohol, dan mengkonsumsi heroin
selama kehamilan; berat lahir sangat rendah dan hipoksia janin; cedera otak; dan terkena racun. Faktor
risiko tidak bertindak dalamisolasi, tapi berinteraksi satu sama lain. Sebagai contoh, risiko ADHDterkait
dengan konsumsi alkohol ibu pada kehamilan mungkin lebih kuatpada anak-anak dengan gen transporter
dopamin.
Hasil penelitian Faron dkk, 2000, Kuntsi dkk, 2000, Barkley, 2003 (dalam MIF Baihaqi
&Sugiarmin, 2006), yang mengatakan bahwa terdapat faktor yang berpengaruh terhadap munculnya
ADHD :
a. Faktor genetika
Bukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan faktor penting dalam
memunculkan tingkah laku ADHD. Satu pertiga dari anggota keluarga ADHD memiliki gangguan,
yaitu jika orang tua mengalami ADHD, maka anaknya beresiko ADHD sebesar 60 %. Pada anak
kembar, jika salah satu mengalami. ADHD, maka saudaranya 70-80 % juga beresiko mengalami
ADHD.
Pada studi gen khusus beberapa penemuan menunjukkan bahwa molekul genetika gen-gen
tertentu dapat menyebabkan munculnya ADHD. Dengan demikian temuan-temun dari aspek
keluarga, anak kembar, dan gen-gen tertentu menyatakan bahwa ADHD ada kaitannya dengan
keturunan.
b. Faktor neurobiologis
Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis diantaranya bahwa terdapat
persamaan antara ciri-ciri yang muncul pada ADHD dengan yang muncul pada kerusakan fungsi
lobus prefrontl. Demikian juga penurunan kemampuan pada anak ADHD pada tes
neuropsikologis yang dihubungkan dengan fungsi lobus prefrontal. Temuan melalui MRI
(pemeriksaan otak dengan teknologi tinggi)menunjukan ada ketidaknormalan pada bagian otak
depan. Bagian ini meliputi korteks prefrontal yang saling berhubungan dengan bagian dalam
bawah korteks serebral secara kolektif dikenal sebagai basal ganglia. Bagian otak ini berhubungan
dengan atensi, fungsi eksekutif, penundaan respons, dan organisasi respons. Kerusakan-kerusakan
daerah ini memunculkan ciri-ciri yang serupa dengan ciri-ciri pada ADHD. Informasi lain
bahwa anak ADHD mempunyai korteks prefrontal lebih kecil dibanding anak yang tidak ADHD.
E. Diagnosis
Untuk menemukan kriteria diagnosisnya, penting untuk mengetahui gejala di bawah ini :
1. Onsetnya sebelum usia 7 tahun (ADHD) atau 6 tahun (HKD)
2. Sudah jelas nampak minimal selama 6 bulan
3. Harus pervasif (ada pada lebih dari 1 setting, misal : rumah, sekolah, lingkungan sosial)
4. Menyebabkan gangguan fungsional yang signifikan
5. Tidak ada penyebab gangguan mental lainnya ( misal : gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia,
gangguan psikotik lainnya, depresi atau anxietas)
6. Morbiditas penyerta meliputi kegagalan akademis, perilaku antisosial, delinquency/ kenakalan, dan
peningkatan resiko kecelakaan lalulintas pada remaja. Sebagai tambahan, dapat pula timbul pengaruh
yang dramatis di kehidupan keluarga
Kriteria diagnosis ADHD and HKD telah diubah dengan masing-masing revisinya di DSM-IV-TR dan
ICD10. Mungkin akan ada revisi kriteria selanjutnya untuk menunjukkan permasalahan yang menonjol seperti
subtipe gangguan, usia onset dan aplikabilitas kriteria melewati batas kehidupan. Kriteria DSM IV dan ICD-
10 saat ini sama, dengan perbedaan secara primer pada derajat beratnya gejala dan pervasiveness.
1. DSM membagi kriteria menjadi 2 : inatentif dan hiperaktif impulsif. Enam dari 9 gejala di tiap seksi harus
terdapat tipe kombinasi dari diagnosis ADHD. Jika gejala tidak mencukupi untuk diagnosis kombinasi,
maka tersedia diagnosis untuk predominan (ADHDI) dan hiperaktif (ADHD-H). Gejalanya juga harus :
kronis (selama 6 bulan), maladaptif, gangguan secara fungsional pada 2 atau lebih konteks, inkonsisten
dengan tingkat perkembangan dan berbeda dengan gangguan mental lainnya. Jadi DSM disini
mengidentifikasi 3 subtipe ADHD: tipe predominan inatentif (gejala khas inatensi namun tidak
hiperaktivitas/impulsivitas); tipe predominan hiperaktif impulsif (gejala khas hiperaktivitas/impulsivitas)
namun tidak inatensi); dan tipe kombinasi (yang tanda gejalanya inatensi dan hiperaktivitas/impulsivitas).
2
2. ICD menggunakan nomenklatur yang berbeda; Gejala-gejala yang sama dideskripsikan sebagai bagian
dari kelompok gangguan hiperkinetik masa kanak, dan harus ada inatensi, hiperaktivitas dan impulsivitas;
jadi hanya mengkualifikasikan ADHD tipe kombinasi.
Kriteria diagnosis ICD bersifat lebih terbatas : gejalanya harus ditemukan semua pada lebih dari 1
konteks. Lebih jauh lagi, ada kriteria eksklusi yang sangat terbatas : sedangkan gangguan psikiatrik penyerta
yang ada diperbolehkan berdasarkan DSM-IV-TR, diagnosis gangguan hiperkinetik tidak dibuat jika kriteria
untuk gangguan tertentu lainnya, meliputi keadaaan anietas ditemukan-kecuali jika gangguan hiperkinetik ini
merupakan tambahan dari gangguan lainnya.
Maka dari itu gangguan hiperkinetik (ICD-10) menggambarkan suatu kelompok yang membentuk
subkelompok berat dari subtipe ADHD kombinasi milik DSM-IV-TR. Gangguan hiperkinetik lebih jauh lagi
dibagi menjadi gangguan hiperkinetik dengan atau tanpa gangguan konduksi (gangguan tingkah laku).
3
D. Harus terdapat bukti yang jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis
dalam fungsi sosial, akademik dan fungsi pekerjaan
E. Gejala tidak semata-mata selama gangguan perkembangan pervasif, skizopfrenia
atau gangguan psikotik lain dan bukan merupakan gangguan mantal lain (gangguan
mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif atau gangguan kepribadian)
Adapted from Diagnostic and Statistical Manual of Psychiatric Disorders DSM-IV-TR (2000) with permission from
the American Psychiatric Association.
4
kombinasi dari kurangnya perhatian dan hiperaktif harus hadir baik di rumah
maupun di sekolah, atau di sekolah baik dan pengaturan lain mana anak-
anak yang diamati, seperti klinik. (Bukti untuk crosssituationality biasanya
akan membutuhkan informasi dari lebih dari satu sumber, laporan orang tua
tentang perilaku kelas, misalnya, tidak akan cukup.)
6. Gejala dalam 1 dan 3 menyebabkan distress klinis signifikan atau penurunan
fungsi sosial, akademis atau pekerjaan.
Adapted from ICD10: Classification of Mental and Behavioural Disorders (1992) with permission from the
World Health Organization
F. Differensial Diagnosis
1. Gangguan tingkah laku (anti sosial)
2. Ansietas
3. Gangguan belajar
G. Tatalaksana
Algoritma dasar untuk tatalaksana ADHD (Hill and Taylor, 2001)
5
1. Terapi non farmakologis
1) Intervensi Psikososial
a. Intervensi psikososial berdasarkan klinis
i. Intervensi psikososial keluarga
Intervensi psikososial tipe bahavioral yang didasarkan pada keluarga direkomendasikan
untuk terapi behavioral komorbid.
ii. Terapi individual
Intervensi psikososial individual tidak direkomendasikan rutin.
b. Intervensi psikososial berdasarkan sekolah
Anak dengan ADHD/ gangguan hiperkinetik membutuhkan program intervensi sekolah individual
meliputi intervensi behavioral dan akademik.
2) Intervensi diet
Ada sedikit bukti mengenai keuntungan pemberian suplemen mineral (besi, magnesium, seng) pada
ADHD/gangguan hiperkinetik. Beberapa bukti menyebutkan kadar seng yang rendah pada rambut dan
urin berkaitan dengan respon yang buruk terhadap methylphenidate, meskipun belum terdapat studi yang
menyebutkan bahwa suplementasi seng dapat memperbaiki respon terhadap obat. Suplementasi asam
lemak esensial mungkin bermanfaat, khususnya pada individu yang kadar asam lemak tak jenuhnya
6
rendah. Namun belum ada bukti yang cukup untuk mendukung pemakaian rutin suplementasi mineral
untuk manajemen ADHD (Konofal et al., 2008).
Permasalahan mengenai gula halus dan zat makanan tambahan buatan memiliki efek samping pada
perilaku anak, masih menjadi konflik. Dalam bukti sekarang ini, tidaklah mungkin merekomendasikan
restriksi atau eliminasi makanan pada anak dengan ADHD (MrCann et al, 2007).
Hal-hal yang bisa diperhatikan dari diet untuk anak ADHD/gangguan hiperkinetik, antara lain :
o Bahan makanan aditif
o Suplementasi asam lemak omega-3 dan omega-6 (Clayton et al., 2007)
o Suplementasi besi, seng, magnesium (Bilici et al., 2004)
o Antioksidan (Bateman et al., 2004)
3) Intervensi komplementer dan alternatif
Diantaranya meliputi :
o Bach flower remedies (Pintof et al., 2005)
o Homeopathy (Coulter et al., 2007)
o Massage theraphy (Khilnani et al., 2003)
o Neurofeedback (Beauregard et al., 2006)
4) Intervensi sosial dan komunitas
5) Intervensi multimodal
2. Terapi Farmakologis
Terdapat 3 obat lisensi untuk terapi ADHD/ gangguan hiperkinetik di Amerika Serikat
:methylphenidate hydrochloride, dexamfetamine sulphate dan atomoxetine. Methylphenidate dan atomoxetine
digunakan untuk usia 6 tahun atau lebih, sedangkan dexamphetamine untuk usia 3 tahun atau lebih. Medikasi
tidak direkomendasikan untuk usia pre sekolah.
Inisiasi terapi farmakologis anak ADHD harus di bawah kendali dokter spesialis, baik psikiatrik anak
dan remaja maupun pediatrik, yang telah menjalani pelatihan penggunaan dan monitoring medikasi
psikotropik.
Harus dilakukan penilaian fisik dasar terlebih dahulu sebelum terapi farmakologis dimulai, minimal
meliputi : nadi, tekanan darah, berat dan tinggi badan dengan grafik centile yang sesuai dalam ukuran
parameter. EKG sebaiknya dipertimbangkan pada kasus-kasus tertentu.Klinisi harus menginformasikan
keuntungan potensial dan efek samping medikasi.Keuntungan lanjutan dan kebutuhan untuk medikasi dinilai
minimal 1 tahun sekali.
1) Psikostimulan
Studi-studi metanalisis dengan kualitas yang tinggi (durasi minimal 2 minggu) menggunakan
psikostimulan (methylphenidate dan dexamphetamine) atau psikostimulant (atomoxetine), menyimpulkan
bahwa keduanya efektif untuk terapi ADHD, meskipun psikostimulan memiliki pengaruh yang lebih
besar.Psikostimulan yang biasa digunakan di USA adalah methylphenidate (MPH) dan dexamphetamine
(DEX). Methylphenidate tersedia dalam bentuk immediate atau modified release untuk memfasilitasi
medikasi sepanjang hari. DEH digunakan untuk anak usia 2 tahun atau lebih, sedangkan MPH untuk usia
6 tahun atau lebih. DEX efektif untuk mengatasi gejala inti ADHD/ gangguan hiperkinetik.Psikostimulan
merupakan terapi lini pertama untuk mengatasi gejala inti ADHD atau gangguan hiperkinetik.
Efek samping yang paling sering muncul : insomnia, nafsu makan berkurang, nyeri perut, sakit kepala
dan pening. Sebagian besar efek samping psikostimulan jangka pendek sering berkaitan dengan dosis dan
bersifat subyektif. Efek samping akan berkurang dalam waktu 1-2 minggu dari awal terapi dan akan
hilang jika terapi dihentikan atau dosisnya diturunkan dan biasanya nampak pada anak usia pre-sekolah.
Saat pertama kali memberikan dan menitrasi psikostimulan, kontak reguler antara keluarga dan klinisi
sangatlah penting karena berkaitan dengan pertanyaan dan penilaian yang diperlukan.
Jika telah diberikan dosis efektif, maka perlu dilakukan review secara teratur untuk mengecek tingkat
perilaku dan efek sampingnya, tinggi/berat badan dan tekanan darah.Keadaan berat badan ideal serta
pengukuran tinggi badan dan penghitungan centil velocity memungkinkan untuk deteksi dini masalah
pertumbuhan yang signifikan, meskipun ini jarang terjadi.Tes darah sebaiknya dilakukan berdasarkan
kebijakan klinisis dan hanya jika diindikasikan secara klinis.
Pemberian resep psikostimulan dimulai dengan dosis sekecil mungkin dan titrasi dengan jadwal 2-3
kali sehari, tingkatkan dosis dengan interval per minggu sampai didapatkan respon yang memuaskan atau efek
samping yang mengganggu.Perlu diingat bahwa efek samping psikostimulan berkaitan dengan dosis, maka
tentukan dosis efektif terendah yang menghasilkan efek terapeutik maksimum dan efek samping
minimum.Rekomendasi dosis terutama dosis harian maksimum yang disarankan, belum ditentukan oleh
penelitian.Secara tradisional pendekatan pada jadwal obat yang teliti telah dianjurkan dengan regimen yang
ditentukan secara empiris.Respon terhadap MPH dan DEX bervariasi dan tidak dapat diprediksi dengan dasar
suatu dosis atau berat badan.Keduanya merupakan obat polar yang diekskresikan dengan cepat dan tidak
terakumulasi di lemak tubuh.
Pemberian berdasarkan sifat respon psikostimulan yang bervariasi memberikan keuntungan bagi
beberapa anak yang memerlukan dosis lebih tinggi.Jadwal dosis berdasarkan berat dapat membatasi titrasi
dosis yang pas utuk anak yang membutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk mengontrol gejala mereka.
Sebaliknya, metode titrasi dosis tipe pil (fixed pill-type dose titration methods) dapat memaparkan anak yang
kecil ke dosis yang tinggi, dan potensial menghasilkan efek samping yang tidak diinginkan.
Tabel4: Dose Ranges in Literature for Psychostimulant Treatment
Source Methylphenidate Dexamphetamine
Block, 1998 123 0.3 - 0.6 mg/kg/dose 0.15 - 0.3 mg/kg/dose
Findling and Dogin, 1998 0.3 - 0.8 mg/kg/dose -
124
Pliszka, 1998 125 Up to 1 mg/kg/dose -
AACAP, 199730 0.3 - 0.7 mg/kg/dose 0.15 - 0.35 mg/kg/dose
NHMRC(Ausi),1996126 Max 1.5 mg/kg/day Max 0.75 mg/kg/day
Frekuensi dosis sebaiknya ditentukan berdasarkan masing-masing individu. Pemberian 3 x sehari dan
bukannya 2 x sehari memberikan keuntungan pencapaian efek terapi di malam hari, yang mungkin diinginkan
untuk proyek PR atau kegiatan malam hari yang sudah direncanakan.
Ada sedikit bukti obyektif interferensi mayor pemakaian regimen ini terhadap tidur.Bagaimanapun
juga jika terjadi gangguan tidur, maka dosis akhir petang dapat diturunkan atau dihentikan.Beberapa guru
melaporkan bahwa efek dosis dini hari hilang pada pertengahan pagi. Pada kasus yang demikian dosis
pertengahan pagi dapat dijadwalkan pada jam 10.30 11 am, dengan dosis pertama pada hari tersebut
diberikan antara jam 7 dan jam 8 pagi.
Pada sebagian besar kasus, medikasi diteruskan selama 7 hari per minggu untuk memperoleh
keuntungan maksimum dengan memperhatikan masalah kontrol perilaku yang terjadi di rumah, sekolah dan
8
masyarakat.Drug holidays selama akhir minggu atau liburan mungkin diperlukan jika terjadi hal serius yang
menyangkut pertumbuhan anak.
Jika terdapat gangguan hiperkinetik/ADHD persisten sampai pada usia dewasa atau pada kasus-kasus
dimana gejala inti cepat timbul kembali bila psikostimulan dihentikan, maka diperlukan terapi jangka panjang.
Jika tidak ada perbedaan berarti pada perilaku anak saat ia menjalani/ tidak menjalani pengobatan, maka terapi
bisa dihentikan untk periode yang lama. Jika tak ada perbedaan yang besar pada anak yang menjalani terapi
dan kesukaran perilaku tetap berlanjut, maka perlu untuk mengevaluasi kembali dosisnya, mengganti dengan
medikasi lain, atau mengevaluasi ulang strategi psikologis dan behavioralnya.Psikostimulan tak perlu
dihentikan pada onset pubertas karena keefektifannya baik pada remaja dan dewasa.
2) Atomoxetine
Peresepan atomoxetine untuk individu dibawah 70 kg didasarkan pada berat badannya. Atomoxetine
dimulai dengan dosis awal rendah 0,5 mg/kg/hari minimal 7 hari sebelum ditingkatkan ke dosis maintanance
1,2 mg/kg/hari.
Pengaruh atomoxetine bisa tidak nampak selama 4 minggu atau lebih. Saat terapi dimulai,
keefektifannya akan timbul selama periode 24 jam atau lebih dengan kemungkinan efek yang lebih besar pada
12 jam atau lebih dari waktu setelah minum obat. Kombinasi awal jangka pendek medikasi psikostimulan
mungkin perlu selama fase transisi.
Atomoxetine direkomendasikan untuk terapi gejala inti ADHD/ gangguan hiperkinetik pada anak
yang tidak cocok, intoleransi atau inefektif dengan medikasi psikostimulan. Pada pemberian atomoxetin,
klinisi harus mereview minimal selama 6 bulan, meliputi penilaian keefektifan, efek samping dan
pengaruhnya terhadap pertumbuhan, nadi, tekanan darah menggunakan grafik persentil.Monitoring tambahan
diperlukan pada penderita yang memiliki resiko kardiovaskuler, hepatobilier, kejang dan resiko bunuh diri
besar.
3) Antidepresan trisiklik (TCAs)
Merupakan obat yang paling banyak ditemukan dan medikasi nonstimulan yang banyak dipelajari
untuk terapi ADHD/ gangguan hiperkinetik. TCAs meliputi : imipramine, desipramine, amitriptyline,
nortriptyline and clomipramine.
TCAs dipetimbangkan untuk terapi gejala behavioral ADHD/ gangguan hiperkinetik.Kelompok obat
ini lebih berpengaruh pada gejala behavioralnya daripada terhadapa gejala kognitifnya.TCAs memiliki batas
keamana yang lebih sempit daripada psikostimulan, disertai dengan rentang efek samping potensial yang lebih
lebar.
Antidepresan trisiklik tidak boleh digunakan rutin untuk terapi ADHD/ gangguan hiperkinetik pada
anak dan hanya digunakan pada anak yang tidak respon terhadap medikasi yang dianjurkan.
9
Efek samping yang biasanya muncul meliputi anoreksia, mulut kering ( dengan rasa logam dan asam),
pening, ngantuk, letargi dan insomnia, disertai dengan gejala antikolinergik lainnya. Iritabilitas, mania, mudah
lupa, dan bingung merupakan tanda-tanda toksisitas sistem saraf pusat.TCAs khususnya desipramine,
memiliki potensi kardiotoksik.Belum ada konsensus maupun penelitian yang menentukan rekomendasi terapi
TCAs dan regimen dosis optimumnya. Dosis harian total rata-rata berdasarkan trial klinis 2,2 mg.kg/hari,
dengan rentang 0,7-6,3 mg/kg.hari untuk imipramine, desipramine, amitriptilin dan klormipramin, sedang 0,4-
4,5 mg/kg/ hari untuk nortriptilin.
Rencana terapi didasarkan pada kondisi masing-masing individu, namun sebaiknya tetap dilakukan
pengukuran berikut :
Vital sign, pemeriksaan kardiovaskuler, dan EKG (nb. EKG belum berarti bebas dari efek kardiotoksik).
Monitoring EKG sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah terapi. Dan hati-hati pada pasien yang memiliki
riwayat penyakit jantung personal dan keluarga.
Mulai dengan dosis terbagi yang rendah dari imipramine atau amitriptiline (10-25 mg/hari) atau nortriptiline
(5-10 mg/hari) dan peringatkan akan efek samping yang mungkin timbul.
Titrasi dosis sedikit demi sedikit dengan interval beberapa hari sambil dimonitor efek sampingnya sampai
target kira-kira 1-2 mg/kg/hari untuk imipramin dan amitriptilin serta 0,5-1 mg/kg/ hari untuk nortriptilin.
Jika tingkat dosis telah ditentukan, nilai ulang dan tanyakan mengenai efek samping dan perilakunya secara
klinis.
Disarankan mengecek EKG dan serum level jika menggunakan dosis di luar batas.
Pemakaian jangka panjang memerlukan re-evaluasi periodik berkaitan dengan perumbuhan dan
perkembangan anak.
Reaksi withdrawal TCAs yang cepat perlu dihindari untuk mencegah influenza like symptoms karena
cholinergic rebound.Hal ini meliputi malaise, menggigil, gejala coryzal, sakit kepala, muntah dan nyeri
otot.Social withdrawal, hiperaktivitas, depresi, agitasi, dan insomnia juga dapat terjadi.Pasien dengan
compliance yang rendah dapat mengalami periodic self-induced acute withdrawal yang dapat disalahartikan
sebagai efek samping obat, dosis yang tidah adekuat, gangguan psikiatrik yang memburuk.Dan hal ini
membuat manajemen menjadi sukar.
4) Obat lainnya
Pemakaian sejumlah obat alternatif lain dalam manajemen ADHD/ gangguan hiperkinetik harus di
bawah pengawasan dokter spesialis. Obat alternatif tersebut meliputi : klonidin, guanfacine, buproprion,
venlafaxine, SSRIs dan neuroleptik. Pemakaian obat alternatif dipertimbangkan jika terdapat gangguan
komorbid (misal anxietas, depresi, tics, respon kurang atau efek samping psikostimulan atau TCA).
a. Alpha-2-agonist
a) Klonidin
Klonidin merupakan agonis alpha-2 adrenergik, dikenal sebagai antihipertensi.Obat
ini dapat mengurangi gejala ADHD, dan terdapat penurunan yang besar saat dikombinasikan
dengan methylphenidate dibandingkan jika diberikan sendiri. Diberikan 3 kali sehari dengan
dosis maksimum 0,6 mg per hari tergantung respon dan efek samping yang muncul, atau 2
kali sehari dengan dosis total 0,10-0,20 mg/kg/ hari. Dalam sebuah studi,individu yang
menerima klonidin mengalami penurunan tekanan sistolik yang lebih besar dibanding kontrol
dan mengalami sedasi transien serta pening.
Klonidin dipertimbangkan untuk anak yang tak responsif atau tidak toleransi terhadap
psikostimulan atau atomoxetine.Dapat digunakan sendiri maupun dikombinasikan dengan
methylphenidate disesuaikan dengan kasus masing-masing individu.Klinisi harus memonitor
tekanan darah dan nadi serta tanda-tanda oversedasi. Penghentian klonidin harus bertahap
untuk menghindari adanya rebound phenomenon.
b) Guanfacine
Efek samping mayor dari guanfacine adalah sedasi dan fatigue. Makin ditingkatkan
dosisnya, tekanan darah dan nadi akan makin rendah. Belum ada cukup data untuk
merekomendasikan obat ini.
b. Antidepresan selain TCAs (reboxetine, selegiline, bupropion)
c. Antipsikotik
d. Modafinil
e. Nikotin
5) Terapi obat kombinasi
Kombinasi obat meningkatkan resiko interaksi efek samping potensial, misal pada peningkatan TCAs
pada pemakaian bersama psikostimulan, toksisitas potensial pada kombinasi klonidin dan psikostimulan,
intraventricular conduction delays pada pimozide dan TCAs, dan interferensi dengan metabolisme obat
10
seperti warfarin dan beberapa antiepileptik. Fluoxetin (SSRI) dilaporkan efektif tanpa efek samping berlebih,
jika dikombinasikan dengan psikostimulan untuk sejumlah kesil anak dengan ADH/ gangguan hiperknetik dan
depresi komorbid, ODD, CD atau gangguan obsesif kompulsif.
H. Prognosis
Gejala hiperaktif akan berkurang pada masa adolescence, sedangkan gejala impulsive dan emosi yang
labil akan menetap. Anak dengan ADHD pada waktu dewasa sering masih mempunyai gejala agresif dan
menjadi pencanduminuman keras/alkoholisme).
Prognosis lebih baik bila didapatkan fungsi intelektual yang tinggi, dukungan yang kuat dari keluarga, temen
teman yang baik, diterima di kelompoknya dan diasuh oleh gurunya serta tidak mempunyai satu atau lebih
komorbid gangguan psikiatri.
I. Simpulan
ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders) merupakan suatu peningkatan aktifitas motorik
hinggapada tingkatan tertentu yang menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi, setidaknya padadua tempat
dan suasana yang berbeda dan kondisi yang sangat umum di antara anak-anak.Penyebab pasti dan patologi
ADHD masih belum terungkap secara jelas. Seperti halnyagangguan autism, ADHD merupakan statu kelainan
yang bersifat multi faktorial. Banyak faktoryang dianggap sebagai penyebab gangguan ini, diantaranya adalah
faktor genetik,perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan(IQ),
terjadinya disfungsi metabolisme, ketidakteraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial danpola pengasuhan
anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di sekitarnya.Melihat penyebab ADHD yang
belum pasti terungkap dan ada beberapa teori penyebabnya,maka tentunya terdapat banyak terapi atau cara
dalam penanganannya sesuai dengan landasanteori penyebabnya.
11