Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Papua adalah pulau yang berada di timur wilayah kepulauan Indonesia. Bersama dengan
Papua Nugini, pulau ini merupakan pulau terbesar kedua di dunia, sekaligus merupakan pulau
yang mempunyai puncak tertinggi di Asia Tenggara dan Australia,yaitu Puncak Wijaya(4.884
dpl).
Papua merupakan wilayah yang sangat kaya akan sumber alam sebagai akibat kegiatan
lempengnya yang terus mengalami perkembangan. Geologi Papua merupakan sesuatu yang
kompleks, melibatkan kegiatan interaksi konvergen Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik
serta proses pengendapan di masa lalu yang mengalami perkembangan dan pengangkatan.
Kebanyakan evolusi tektonik Cenozoic kepulauan ini terbentuk sebagai akibat interaksi
konvergen tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana evolusi tektonik pulau papua?
2. Bagaimana geologi regional pulau papua?
3. Bagaimana setingtektonik pulau papua?
4. Bagaimana stratigafi pulau papua?
5. Bagaimana gambaran peta geologi papua?
6. Bagaimakah keadaan geomorfologi pulau irian?
7. Bagaimanakah pengembangan wilayah pulau irian?
Geologi Papua merupakan priode endapan sedimentasi dengan masa yang panjang pada
tepi Utara Kraton Australia yang pasif yang berawal pada Zaman Karbon sampai Tersier Akhir.
Lingkungan pengendapan berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut dangkal sampai laut dalam
dan mengendapkan batuan klatik kuarsa, termasuk lapisan batuan merah karbonan, dan berbagai
batuan karbonat yang ditutupi oleh Kelompok Batu gamping New Guinea yang berumur Miosen.
Ketebalan urutan sedimentasi ini mencapai 12.000 meter.
Pada Kala Oligosen terjadi aktivitas tektonik besar pertama di Papua,yang merupakan
akibat dari tumbukan Lempeng Australia dengan busur kepulauan berumur Eosen pada Lempeng
Pasifik. Hal ini menyebabkan deformasi dan metamorfosa fasies sekis hijau berbutir halus,
turbidit karbonan pada sisii benuamembentuk Jalur Metamorf Rouffae yang dikenal sebagai
Metamorf DorewoAkibat lebih lanjut tektonik ini adalah terjadinya sekresi (penciutan)
LempengPasifik ke tas jalur malihan dan membentuk Jalur Ofiolit Papua.
Tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik yang terus berlangsunghingga sekarang
menyebabkan deformasi batuan dalam cekungan molase tersebut.Menurut Smith (1990),sebagai
akibat benturan lempeng Australia dan Pasifik adalah terjadinya penerobosan batuan beku
dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya telah mengalami
patahan dan perlipatan. Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan sedimen
danmineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak. Tempat -tempat
konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi diperkiraakan terdapat padalajur Pegunungan
Tengah Papua mulai dari komplek Tembagapura (Erstberg,Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll),
Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa, Dawagu, Mogo Mogo Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu,
Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, Soba-Tagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga.
Sementara didaerah Kepala Burung terdapat di Aisijur dan Kali Sute
Pembentukan Pulau Papua telah banyak didiskusikan oleh para ahli geologi dan
mendapat perhatian yang cukup besar karena geologinya yang kompleks tersebut
Pada mulanya pulau Papua merupakan dasar lautan Pasifik yang paling dalam. Awal
terpisahnya benua yang mencakup Papua di dalamnya(Benua Australia) terjadi pada masa
Kretasius Tengah(kurang lebih 100 juta tahun yang lalu). Lempeng Benua India-Australia(atau
biasa disebut Lempeng Australia) bergerak ke arah Utara keluar dari posisi kutubnya dan
bertubrukkan dengan Lempeng Samudra Pasifik yang bergerak ke arah Barat.
Pulau Papua merupakan pulau yang terbentuk dari endapan ( sedimentation) dengan masa
yang panjang pada tepi utara kraton Australia yang pasif dimulai pada Zaman Karbon sampai
Tersier Akhir. Lingkungan pengendapan berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut dangkal,
sampai laut dalam dan mengendapkan batuan klastik kuarsa, termasuk lapisan batuan klastik
karbonat, dan berbagai batuan karbonat yang ditutupi oleh Kelompok Batugamping New
Guinea berumur Miocen. Ketebalan urutan sedimentasi ini mencapai lebih dari 12.000 meter.
Selain itu, Papua juga terbentuk berdasarkan pertumbukan yang dihasilkan dari interaksi
konvergen kedua lempeng yaitu Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia, dijelaskan bahwa
Lempeng Pasifik mengalami subduksi sehingga lempeng ini berada di bawah Lempeng
Australia. Pada saat dimulainya gerakan ke utara dan rotasi dari benua super ini, seluruh Papua
dan Australia bagian utara berada di bawah permukaan laut. Bagian daratan paling Utara
pada Lempeng India-Australia antara 90-100 juta tahun lalu berada pada 48 Lintang Selata
yang merupakan titik pertemuan Lempeng India-Australia dan Pasifik. Ketika Lempeng India-
Australia dan Lempeng Pasifik bertemu di sekitar 40 juta tahun lalu, Pulau Papua mulai muncul
di permukaan laut pada sekitar 35 Lintang Selatan, dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa
subduksi antara ke-2 lempeng tersebut telah menyebabkan endapan Benua Australia terangkat
sehingga memunculkan Pulau Papua. Proses ini berlanjut selama masa Pleistosen hingga Pulau
Papua terbentuk seperti sekarang ini. Proses pengangkatan ini berdasarkan skala waktu geologi,
kecepatannya adalah 2,5km per juta tahun.
Dow et al.(2005), juga menjelaskan ciri dominan dari perkembangan geologi Papua
merupakan transformasi antara sejarah tektonik dari batuan mantap kraton Australia dan
Lempeng Pasifik di satu sisi, dan periode tektonik yang berlanjut dari zona deformasi di sisi
lainnya( New Guinea Mobile Belt). Dari paparan di sepanjang tepi Utara dan dari eksplorasi
permukaan bawah( sub-surface) di sebelah Selatan, serta pencatatan lengkap sejarah geologi
hingga saat ini menunjukkan, bahwa batuan dari kraton Australia pada sebagian besar wilayah
ini dicirikan oleh sedimentasi palung(shelf sedimentation). Hanya sebagian kecil yang
dipengaruhi oleh proses tektonik dari zaman Paleozoik Awal hingga Tersier Akhir. Batuan
Lempeng Pasifik yang terpaparkan di Papua berumur lebih muda. Terlepas dari batuan mantel
sesar naik yang kemungkinan berumur Mesozoik dan beberapa kerak Samudera Jurasik,
Lempeng Pasifik ini terdiri atas volkanik busur kepulauan dan subordinat kerak samudera
berumur Palaeogen.
Ada dua bagian kerak utama yang terlibat di Irian Jaya yaitu kraton australia dan kerak
pasifik. Yang pertama adalah mantap dan menjadi dasar bagian selatan, sedangkan yang kedua
merupakan alas pantai utara (termasuk teluk cendarwasih, dow, drr, 1982)(gb.1). daerah badan
burung merupakan jalur memanjang dari timur ke barat yang telah mengalami pelipatan. Jalur ini
disebut sesar naik pegunungan tengah (JSNPT).
Seting tektonik Papua telah mendapatkan banyak perhatian dari beberapa ahli geologi
seperti Dow dkk(1985), Smith(1990) dan Mark Closs(1990). Ulasan dari ahli-ahli ini dapat
dijadikan sebagai kerangka dalam menerangkan posisi dan sejarah tektonik Papua. Konfigurasi
tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada bagian tepi utara Lempeng Australia, yang
berkembang akibat adanya pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara dengan
Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat. Dua lempeng utama ini mempunyai sejarah evolusi
yang diidentifikasi berkaitan erat dengan perkembangan proses magmatik dan pembentukan
busur gunung api yang berasoisasi dengan mineralisasi emas phorpir dan emas epithermal.
Gambar 5.Seting Tektonik Papua
Keterangan:
MTFB= Mamberamo Thrust and Fold Belt
WO =Weyland Overthrust
WT=Waipona Trough
TAFZ =Tarera-Aiduna Fault Zone
RFZ = Ransiki Fault Zone
LFB=Lengguru Fault Belt
SFZ =Sorong Fault Zone
YFZ =Yapen Fault Zone
MO =Misool-Onin High
Tanda panah menunjukkan gerakan relatif antara Lempeng Pasifik dan Australia.
Zona deformasi yang berada di sebelah Timur adalah bagian dari NewGuinea Mobile
Belt (Sabuk Mobil New Guinea) dan merupakan campuran dari batuan kraton Australia dan
Lempeng Pasifik. Walaupun pencatatannya terpisah- pisah, terdapat bukti bahwa batuannya
berasal dari tektonik utama pada episode Paleozoik Pertengahan dan Oligosen maupun episode
beku dalam Paleozoik Pertengahan, Triasik, Kretasius, dan Miosen Pertengahan. Akan
tetapi,sebaran paling luas dari aktivitas tektonik dan volkanik dimulai pada Miosen Akhir dan
berlanjut hingga sekarang ini yang disebut Melanesian Orogeny(Dow and Sukamto, 1984)
Dari gambar di atas diketahui bahwa wilayah Papua sangat berpotensi terhadap
terjadinya gempa tektonik maupun tsunami. Terdapat sejumlah lipatang ( folding) maupun sesar
naik sebagai akibat dari interaksi konvergen lempeng-lempeng bersangkutan, seperti Sesar
Sorong, Sesar Ransiki, dan Sesar Lungguru. Fakta menunjukkan bahwa akhir-akhir ini Papua
kerap digoncang gempa, bahkan pada saat terjadi gempa dan tsunami yang menimpa Jepang
beberapa waktu lalu, Papua juga ikut merasakan getaran gempa
a. Periode Oligosen sampai Pertengahan Miosen (35-5 JT)
Pada bagian belakang busur Lempeng kontinental Australia terjadi pemekaran yang
mengontrol proses sedimentasi dari Kelompok Batugamping New Guinea selama Oligosen Awal
Miosen dan pergerakan lempeng ke arah utara berlangsung cepat dan menerus.
Pada bagian tepi utara Lempeng Samudera Solomon terjadi aktivitas penunjaman,
membentuk perkembangan Busur Melanesia pada bagian dasar kerak samudera selama periode
44 24 Juta Tahun yang lampau (JT). Kejadian ini seiring kedudukannya dengan komplek
intrusi yang terjadi pada Oligosen Awal Miosen seperti yang terjadi di Kepatusan Bacan,
Komplek Porphir West Delta Kali Sute di Kepala Burung Papua. Selanjutnya pada Pertengahan
Miosen terjadi pembentukan ophiolit pada bagian tepi selatan Lempeng Samudera Solomon dan
pada bagian utara dan Timur Laut Lempeng Australia. Kejadian ini membentuk Sabuk Ofiolit
Papua dan pada bagian kepala Burung Papua diekspresikan oleh adanya Formasi Tamrau.
Pada Akhir Miosen terjadi aktivitas penunjaman pada Lempeng Samudera Solomon ke arah
utara, membentuk Busur Melanesia dan ke arah selatan masuk ke lempeng Australia membentuk
busur Kontinen Calc Alkali Moon Utawa dan busur Maramuni di New Guinea.
b. Periode Miosen Akhir Sampai Plistosen (15 2 JTL)
Mulai dari Miosen Tengah bagian tepi utara Lempeng Australia di New Guinea sangat
dipengerahui oleh karakteristik penunjaman dari Lempeng Solomon. Pelelehan sebagian ini
mengakibatkan pembentukan Busur Maramuni dan Moon-Utawa yang diperkirakan berusia 18
7 Juta Tahun. Busur Vulkanik Moon ini merupakan tempat terjadinya prospek emas sulfida
ephitermal dan logam dasar seperti di daerah Apha dan Unigolf, sedangkan Maramuni di utara,
Lempeng Samudera Solomon menunjam terus di bawah Busur Melanesia mengakibatkan adanya
penciutan ukuran selama Miosen Akhir.
Pada 10 juta tahun yang lalu, pergerakan lempeng Australia terus berlanjut dan pengrusakan
pada Lempeng Samudra Solomon terus berlangsung mengakibatkan tumbukan di perbatasan
bagian utara dengan Busur Melanesia. Busur tersebut terdiri dari gundukan tebal busur
kepulauan Gunung Api dan sedimen depan busur membentuk bagian Landasan Sayap Miosen
seperti yang diekspresikan oleh Gunung Api Mandi di Blok Tosem dan Gunung Api Batanta dan
Blok Arfak.
Kemiringan tumbukan ini mengakibatkan kenampakan berbentuk sutur antara Busur
Melanesia dan bagian tepi utara Lempeng Australia yang diduduki oleh Busur Gunung Api
Mandi dan Arfak terus berlangsung terus hingga 10 juta tahun yang lalu dan merupakan akhir
dan penunjaman dan perkembangan dari busur Moon Utawa. Kenampakan seperti jahitan
ditafsirkan dari bentukan tertutup dari barat ke timur mulai dari Sorong, Koor, Ransiki, Yapen,
dan Ramu Zona Patahan Markam.
Pasca tumbukan gerakan mengiri searah kemiringan ditafsirkan terjadi sepanjang Sorong,
Yapen, Bintuni dan Zona Patahan Aiduna, membentuk kerangka tektonik di daerah Kepala
Burung. Hal ini diakibatkan oleh pergerakan mencukur dari kepala tepi utara dari Lempeng
Australia. Kejadian yang berasosiasi dengan tumbukan busur Melanesia ini menggambarkan
bahwa pada Akhir Miosen usia bagian barat lebih muda dibanding dengan bagian timur.
Intensitas perubahan ke arah kemiringan tumbukan semakin bertambah ke arah timur. Akibat
tumbukan tersebut memberikan perubahan yang sangat signifikan di bagian cekungan
paparan di bagian selatan dan mengarahkan mekanisme perkembangan Jalur Sesar Naik
Papua. Zona Selatan tumbukan yang berasosiasi dengan sesar searah kemiringan konvergensi
antara pergerakan ke utara lempeng Australia dan pergerakan ke barat lempeng Pasifik
mengakibatkan terjadinya resultante NE-SW tekanan deformasi. Hal itu mengakibatkan
pergerakan evolusi tektonik Papua cenderung ke arah Utara Barat sampai sekarang.
Kejadian tektonik singkat yang penting adalah peristiwa pengangkatan yang diakibatkan oleh
tumbukan dari busur kepulauan Melanesia. Hal ini digambarkan oleh irisan stratigrafi di bagian
mulai dari batuan dasar yang ditutupi suatu sekuen dari bagian sisi utara Lempeng Australia yang
membentuk Jalur Sesar Naik Papua. Bagian tepi utara dari jalur sesar naik ini dibatasi oleh
batuan metamorf dan teras ophilite yang menandai kejadian pada Miosen Awal. Perbatasan
bagian selatan dari sesar naik ini ditandai oleh adanya batuan dasar Precambrian yang terpotong
di sepanjang jalur Sesar Naik. Jejak mineral apatit memberikan gambaran bahwa terjadi
peristiwa pengangkatan dan peruntuhan secara cepat pada 4 3,5 juta tahun yang lalu (Weyland,
1993). Selama Pliosen (7 1 juta tahun yang lalu) Jalur lipatan papua dipengaruhi oleh tipe
magma I suatu tipe magma yang kaya akan komposisi potasium kalk alkali yang menjadi sumber
mineralisasi Cu-Au yang bernilai ekonomi di Ersberg dan Okeitadi.
Selama pliosen (3,5 2,5 JTL) intrusi pada zona tektonik dispersi di kepala burung terjadi
pada bagian pemekaran sepanjang batas graben. Batas graben ini terbentuk sebagai respon dari
peningkatan beban tektonik di bagian tepi utara lempeng Australia yang diakibatkan oleh adanya
pelenturan dan pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen yang menutupi landasan dari
Blok Kemum.
Menurut (Smith 1990), Sebagai akibat benturan lempeng Australia dan Pasifik adalah
terjadinya penerobosan batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimen
diatasnya yang sebelumnya telah mengalami patahan dan perlipatan. Hasil penerobosan itu
selanjutnya mengubah batuan sedimen dan mineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan
emas dan perak. Tempat tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi diperkiraakan
terdapat pada lajur Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek Tembagapura (Erstberg,
Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa Dawagu, Mogo-Mogo
Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, Soba-
Tagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga.
Sementara itu dengan adanya busur kepulauan gunungapi (Awewa Volkanik Group) yang
terdiri dari :Waigeo Island (F.Rumai) Batanta Island (F.Batanta), Utara Kepala Burung (Mandi &
Arfak Volc), Yapen Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc), memungkinkan
terdapatnya logam emas.
E. Stratigrafi Papua
Geologi Irian Jaya secara garis besar dibedakan ke dalam tiga kelompok batuan penyusan
utama yaitu: (a) batuan kraton Australia; (b) batuan lempeng pasifik; dan (c) batuan campuran
dari kedua lempeng. Litologi yang terakhir ini batuan bentukan dari orogenesa Melanesia.
Batuan yang berasal dari kraton Australia terutama tersusun oleh batuan alas, batuan malihan
berderajat rendah dan tinggi sebagian telah diintrusi oleh batuan granit di sebelah barat, batuan
ini berumur palaezoikum akhir, secara selaras ditindih oleh sedimen paparan mesozoikum dan
batuan sedimen yang lebih muda , batuan vulkanik dan batuan malihan hingga tersier akhir.
(dow, drr,1985). Singkapan yang baik dan menerus dapat diamati sepanjang daerah batas tepi.
Utara dan pegunungan tengah.
Batuan lempeng pasifik umumnya lebih muda dan tersusun terutama oleh batuan ultrabasa,
tuf berbutir halus dan batuan sedimen laut dalam yang diduga berumur jura batuan mesozoikum
lainnya yang berasal dari kerak samudera seperti batuan ultramafik (kompleks ofiolit) dan batuan
plutonik berkomposisi mafik. Kelompok batuan ini tersungkupkan dan terakrasikan di atas kerak
kontinen Australia karena bertumbukan dengan lempeng pasifik. Keadaan ini membentuk pola
pegunungan kasar di daerah pegunungan tengah bagian utara. Jalur ofiolit membantang kearah
timur barat sejauh 400 km dan lebih dari 50 km lebar (dow dan sukamto,1984, lihat stratigrafi.
Didaerah Gunung Bijih Mining Access (GBMA) dijumpai singkapan Formasi Kariem
yang ditutupi secara disconformable oleh Formasi Tuaba. Formasi Tuaba tersusun oleh batupasir
kuarsa berlapis sedang dengan sisipan konglomerat dan batuserpih yang diperkirakan berumur
Awal Paleozoikum atau pre-Kambrium.
Selanjutnya di atas Formasi Tuaba dijumpai Formasi Modio yang dibagi menjadi 2
bagian yaitu bagian bawah Anggota A yang didominasi oleh batuan karbonat yaitu stromatolitik
dolostone berlapis baik. Sedangkan dibagian atasnya ditempati oleh Anggota B yang terdiri dari
batupasir berbutir halus dengan internal struktur seperti planar dan silang siur, serta laminasi
sejajar. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan koral dan fission track yang
menghasilkan Silur-Devon. Kontak formasi ini dengan Formasi Aiduna yang terletak di atasnya
ditafsirkan sebagai kantak disconformable (Ufford, 1996).
Formasi Aiduna dicirikan oleh batuan silisiklastik berlapis baik dengan sisipan batubara,
dan ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai lingkungan delta, dan secara stratigrafi formasi
ini ditindih secara selaras oleh Formasi Tipuma. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan
kandungan fosil brachiopoda yaitu Perm.
Selanjutnya Formasi Kemum ditindih secara tidak selaras oleh Group Aifam. Di sekitar
Kepala Burung group ini dibagi menjadi 3 Formasi yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainim.
Group ini terdiri dari suatu seri batuan sedimen yang taktermalihkan dan terbentuk di lingkungan
laut dangkal sampai fluvio-delataik. Satuan ini di daerah Bintuni ditutupi secara tidak selaras
oleh Formasi Tipuma yang berumur Trias (Bintoro & Luthfi, 1999).
4. Kenozoikum
Grup Batu gamping New Guinea, Grup ini dibagi menjadi 4 formasi dari tua ke muada
adalah sebagai berikut : Formasi Waripi, Formasi Faumai, Formasi Sirga dan Formasi Kais.
Formasi Waripi terutama tersusun oleh karbonat dolomitik, dan batupsir kuarsa
diendapkan di lingkungan laut dangkal yang berumur Paleosen sampai Eosen. Di atas formasi ini
diendapkan Formasi Faumai secara selaras dan terdiri dari batugamping berlapis tebal (sampai
15 meter) yang kaya fosil foraminifera, batugamping lanauan dan perlapisan batupasir kuarasa
dengan ketebalan sampai 5 meter, tebal seluruh formasi ini sekitar 500 meter.
Formasi Faumai terletak secara selaras di atas Formasi Waripi yang juga merupakan
sedimen yang diendapkan di lingkungan laut dangkal. Formasi ini terdiri dari batuan karbonat
berbutir halus atau kalsilutit dan kaya akan fosil foraminifera (miliolid) yang menunjukkan umur
Eosen.
`Formasi sirga dijumpai terletak secara selaras di atas Formasi Faumai, terdiri dari
batupasir kuarsa berbutir kasar sampai sedang mengnadung fosil foraminifera, dan batuserpih
yang setempat kerikilan. Formasi Sirga ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai laut dangkal
dan berumur Oligosen Awal.
Formasi Kais terletak secara selaras di atas Formasi Sirga. Formasi Kais terutama
tersusun oleh batugamping yang kaya foraminifera yang berselingan dengan lanau, batuserpih
karbonatan dan batubara. Umur formasi ini berkisar antara Awal Miosen sampai Pertengahan
Miosen dengan ketebalan sekitar 400 sampai 500 meter.
Endapan aluvial dijumpai terutama di sekitar sungai besar sebagai endapan bajir,
terutama terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan lempung dari rombakan batuan yang
lebih tua.
6. Stratigrafi Lempeng Pasifik
Pada umumnya batuan Lempeng Pasifik terdiri atas batuan asal penutup (mantle derived rock),
island-arc volcanis dan sedimen laut dangkal. Di Papua, batuan asal penutup banyak dijumpai
luas sepanjang sabuk Ophiolite Papua, Pegunungan Cycloop, Pulau Waigeo, Utara Pegunungan
Gauttier dan sepanjang zona sesar Sorong dan Yapen pada umumnya terbentuk oleh batuan
ultramafik, plutonil basik, dan mutu-tinggi metamorfik. Sedimen dalam Lempeng Pasifik
dicirikan pula oleh karbonat laut-dangkal yang berasal dari pulau-arc. Satuan ini disebut
Formasi Hollandia dan tersebar luas di Waigeo, Biak, Pulau Yapen dan Pegunungan Cycloop.
Umur kelompok ini berkisar dari Miosen Awal hingga Pliosen
Perederan beberapa ratus kilometer dari zona sesar Sorong-Yapen pertama kali dikenal oleh
Visser Hermes (1962). Adalah sesar mengiri dan berlangsung sejak Miosen Tengah. Kejadian ini
didukung oleh bergesernya anggota batu serpih formasi Tamrau berumur Jura-Kapur yang telah
terseret sejauh 260 km dari tempat semula yang ada disebelah timurnya (lihat pergeseran sesar
Wandamen dibagian Timur) dan hadirnya blok batuan vulkanik alih tempat (allochtonous) yang
berumur Miosen Tengah sejauh 140 km di daerah batas barat laut Pulau Salawati (Visser &
Hermes, 1962)
Perubahan zona arah sesar Wandamen dari Tenggara ke Timur di tandai bergabungnya sesar-
sesar tersebut dengan sesar Sungkup Weyland. Timbulnya alih tempat (allochtonous) yang tidak
luas tersusun oleh batuan sedimen mezozoic. Diatas satuan ini diendapkan kelompok batu
gamping New Guenia. Jalur sesar Wandamen dan Sesar Sungkup lainya di zona ini merupakan
bagian dari barat laut JSNPT.
Di sebelah utara papua terdapat bagian Samudra Pasifik yang dalamnya 4000m, dibatasi
oleh kepulauan Carolina di sebelah utara. Pulau-pulau karang yang muncul terjal dari dasar
samudra itu (Mapia di sebelah utara Manokwari) menunjukkan bahwa bagian samudra ini
merupakan block kontinen yang tenggelam. Block kontinen yang tenggelam di sebelah utara
Papua ini dianggap sebagai tanah batas Melanesia. Kearah selatan, Dangkalan Sahul (laut
Arafura) dan selat torres menghubungkan Papua dengan Australia.
K. FLORA
Dari seluruh daerah Papua 75% tanah daratanya ditumbuhi oleh hutan-hutan tropis yang
tebal serta mengandung ragam jenis kayu yang terbesar secara heterogen. Sebagian besar dari
hutan tersebut sesuai topografi daerah belum pernah dijamah oleh manusia. Jenis flora di Papua
ada persamaan dengan jenis flora di benua Australia. Adapun jenis flora yang terdapat di Papua
adalah Auranlaris, librocolnus, grevillea, ebny-dium dan lain-lain.sekitar 31 Juta ha di Papua
penata gunanya belum ditetapkan secara pasti Hutan lindung diperkirakan seluas 12.750.000
ha. Hutan produksi diperkirakan 12.858.000 ha. Areal pengawetan dan perlindungan
diperkirakan 5.000.000 ha. Daerah Inclove diperkirakan 114.000 ha, daerah rawa-rawa dan
lain-lain diperkirakan 2478.000 ha.Di Papua terdapat flora alam yang pada saat ini sedang
dalam pengembangan baik secara nasional maupun internasional yaitu sejenis anggrek yang
termasuk di dalam Farmika Orctdacede yang langka di dunia.Anggrek alam Papua tumbuhnya
terbesar dari pantai lautan rawa sampai ke pegunungan. Umumnya hidup sebagai epihite
menembel pada pohon-pohon maupun di atas batu-batuan serta di atas tanah, humus di bawah
hutan primer.
L. FAUNA
Seperti halnya dengan flora, keadaan di Papua pun bermacam-macam dalam dunia hewan
misalnya, jenis yang terdapat di Papua tidak sama dengan jenis hewan di daerah-daerah di
Indonesia lainnya seperti Kangguru, kasuari, Mambruk dan lalin-lain. Demikian pula sebaliknya
jenis hewan tertentu yang terdapat di Indonesia lainnya tidak terdapat di Papua seperti Gajah,
Harimau, Orang Utan dan lain-lain.Fauna di Papua terdapat persamaan dengan fauna di
Australia, misalnya Kangguru, Kus-kus dan lain-lain.Burung Cendrawasih merupakan burung
yang cantik di dunia dan hanya terdapat di Papua. Selain burung Cendrawasih terdapat jenis
burung lainnya seperti Mambruk, Kasuari, Kakauta dan lain-lain yang memberikan corak
tersendiri untuk keindahan daerah ini.Hewan-hewan yang langka dan dilindungi adalah burung
Kakatua Putih, Kakatua Hitam, Kasuari, Nuri, Mambruk dan lain-lain yang termasuk burung
Cendrawasih Jenis fauna laut Papua juga banyak dan beraneka ragam, misalnya ikan Cakalang,
ikan Hiu, Udang dan sejenis ikan lainnya.
Wilayah yang didominasi daerah datar antara lain adalah Kabupaten Merauke dan Kabupaten
Mimika. Wilayah tersebut cukup cocok untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan
perkebunan, serta penggunaan lahan lainnya yang memerlukan persyaratan topografi datar.
Sedangkan daerah pegunungan terutama didominasi oleh Kabupaten Jayawijaya, kemudian
Kabupaten Jayapura, Nabire, Paniai dan Kabupaten Puncak Jaya. Daerah dengan topografi
curam hinggan sangat curam ini akan berdampak pada alokasi penggunaan lahan, dimana
kondisi tersebut tidak cocok dimanfaatkan untuk budidaya pertanian.
Kabupaten Biak Numfor dicanangkan sebagai pusat pertumbuhan untuk sector industri
dan pariwisata. Kabupaten ini memiliki potensi wisata yang beragam, pusat wisata alam (habitat
flora dan fauna) khususnya keindahan laut, taman laut insubabi, cagar alam pulau Supiori dan
pulau Numfort serta air panas di sunber air biru. Untuk sector industri di wilayah ini,
direncanakan pengembangan kawasan industri atau Eksport Processing Zone (ERZ) yang study
kelayakannya sudah rampung. Sektor kehutanan yang terletak di Kabupaten Yapen Waropen
berkembang dengan baik karena hutannya masih luas sekitar 1.950.500 ha terdapat hutan
produksi terbatas seluas 264.493 ha, dan hutan konversi 522.310 ha. Sisanya berupa hutan
lindung seluas 503.343 ha, hutan PPA 65000 han dan huta lainhhya 7.806 ha.
Kabupaten Manokwari memilii enam cagar alam dan tiga swaka margasatwa. Selain
potensi walayah tersebut terdapat sector pertambangan, kehutanan, dan pertanian (tanaman
pangan dan perkebunan). Potensi pertambangan yang menonjol adalah minyak bumi di Bintuni;
uranium dan granit di Anggi dan Ransiki; mika di Wasior; dan timah putih di Rasinki.
Pengembangan wilayah di Papua juga dapat ditinjau dari beberapa faktor diantaranya:
a. Faktor Sumber Daya Wilayah
Sumberdaya wilayah yang dimaksud adalah sumberdaya lahan yang terkait dengan fisik
wilayah. Kiat manajemen atau pengelolaan yang berimbang dan berkelanjutan merupakan salah
satu penentu keberhasilan dalam peningkatan produktivitasnya. Keberhasilan pengelolaan
dengan berpijak pada kaidah kelestarian lingkungan dan berkelanjutan akan dapat menjamin
terhadap meningkatnya masukan daerah yang telah lama dieksploitasi dengan tanpa
mempertimbangkan kelestarian secara optimal. Sebagaimana diketahui bersama bahwa keaaan
daerah saat ini telah mengalani banyak perubahan sebagai akibat kurangnya pelibatan dan
pemberdayaan masayarakat dalam melakukan pengambangan di wilayah yang bersangkutan,
sehingga dalam mengantisipasi terhadap pengaruh negative berkepanjangan maka perlu segera
diupayakan adanya sinkronisasi dan peningkatan hubungan koordinasi dan kemitraan antara
pemerintah dan masyarakat, serta daerah dan pusat dalam rangka peningkatan potensi di wilayah
yang bersangkutan.
BAB III
Penutup
Dalam pembahasan mengenai geologi dan geomofologi papua maka dapat di simpulkan bahwa
1. Papua merupakan sebuah pulau yang berasal dari pengendapan materi banua ausrtalia selama
berjuta-juta tahun, pengendapan ini menghasilan tumpukan material yang tebal sehingga mampu
membentuk sebuah pulau seperti sekarang.lempeng ausrtalia dengan lempeng pasifik yang
menyebabkan pengendapan yang terjadi sebelumnya terangkat kepermukaan dari dasar
lautpasifik yang ditemukan di Papua yang mengindikasikan terjadinya pengangkatan dari dasar
laut oleh tenaga endogen, dikenal sebagai Orogenesa Melanesia.
2. Pembagian geologi regional Papua berdasarkan pada tektonik, magmatic, dan stratigrafinya,
maka Papua dibagi menjadi 3 kawasan atau provinsi, yaitu:
a. Kawasan Samudra Utara yang dicirikan oleh adanya batuan ofiolit dan busur vulkanik
kepulauan sebagai bagian dari Lempeng Pasifik.
b. Kawasan Benua yang dicirikan atas batuan sedimen yang menutupi batuan dasar kontinen.
c. Lajur Peralihan yang terdiri atas batuan yang termalihkan dan terdeformasi sangat kuat. Lajur
ini memisahkan Kawasan Benua dan Kawasan Samudra Utara.
3. Seting tektonik Papua terdiri dari patahan, lipatan, maupun sesar-sesar sehingga di wilayah
Papua rentan akan terjadinya gempa bumi yang diikuti enggan tsunami. Akibat dari tektonik
yang katif, wilayah Papua kaya akan barang tambah seperti timah, emas, bijih besi, dan lain-
lain yang dapat dimanfaatkan sebagai devisa negara.
4. Srratifigasi wilaya papua terdiri atas:
a. Paleozoic Basement (Pre-Kambium Paleozoicum)
b. Sedimentasi Mesozoikum hingga Senosoik
c. Sedimentasi Senosoik Akhir
d. Kenozoikum
e. Miosen sampai sekarang
f. Srtigigasi lempeng pasif
g. Stratigrafi zona transisi
5. Dari Peta Geologi Papua yang disederhanakan, diketahui bahwa batuan yang terdapat di
Papua terdiri dari batuan beku, sedimen, dan metamorf yang penyebarannya dapat diketahui
melalui peta.
Kesimpulan
Secara struktur geologi wilayah papua adalah suatu wilayah yang sangat besar potensi
terutama dibidang pertambangan hal ini dapat dilihat dari prospek beberapa wilayah di Papua
yang banyak terdapat Au (emas), Ag (perak) &Cu(tembaga) yang terdapat di daerah-daerah yang
telah kami sampai kan di atas.Melihat kerumitan dari struktur tektonik dari pulau ini dimana
pulau ini terdapat banyak sekali patahan dan gejala tektonik. Jika melihat sejarah dari pulau
Papua ini, pulau ini telah mengalami banyak sekali proses geologi Dan masih banyak lagiyang
tidak kita ketahui dari papua itu sendiri.
Saran
Kebanyakan Ilmuwan yang meneliti struktur geologi ataupun tektonik di papua adalah
berasal dari luar negeri sedangkan jarang ada ilmuwan yang berasaldari Indonesia sendiri,
barang-barang tambang di indonesia pun banyak dikelolaoleh bangsa-bangsa asing dan Indonesia
sangat dirugikan maka Indonesiaseharusnya kembali mengkaji lebih dalam tentang struktur bumi
Papua sehinggakita dapat mengelola kekayaan alam kita sendiri terutama potensi alam yang ada
di bumi Papua.
Dafrat pustaka
Widijono, B.S. dan B Setyanta. 2009. Medan Gaya Berat pada Batuan Ofiolit (Ultramafik) di
Beoga Papua dan Implikasi terhadap Genesis AlihTempatnya,dalam
http://www.jurnal.pdii.lipi.go.id, diunduh 19 Juni 2011.
- Dow, D.B., dan Sukamto, R. (1984) : Western Irian Jaya: the end-product ofoblique plate
convergence in the Late Tertiary, Tectonophysics, 106, p.109-139.
- Hamilton, W.R. (1979) : Tectonics of the Indonesian Region, US Geological Survey
Professional Paper 1078, 345 pp.
- Pigram, C.J., Robinson, G.P., dan Tobring, S.L. (1982) : Late Cainozic Origin forthe Bintuni
Basin and Adjacent Lengguru Fold Belt, Irian Jaya, Proceedings Indonesian Petroleum
Association, 11th Annual Convention, p. 109-126
- Pigram, C.J., dan Sukanta, U. (1981) : Report on the geology of the Taminabuansheet area.
Indonesian Geological Research and Development Centre, Open File Report.