GLOMERULO NEFRITIS
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Sistem Perkemihan
Di Bina Oleh :
Ns. Afiatur Rohimah, S.kep
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK III:
DAFTAR ISI
1
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I: Pendahuluan
1.1Latar Belakang.....................
.. 1
1.3
Tujuan....................
............ 2
2.4Patofisiologi Glomerulonefritia
............... 5
2.5Manifestasi klinis
Glomerulonefritis....... 9
2.6Komplikasi...................................................................................
... 9
............ 10
2.8Penatalaksanaan.........................................................................
... 10
2
Bab IV Penutup
4.1
Kesimpulan.......................................................................................... 17
4.2
Saran................................................................................................... 17
Daftar Pustaka
KATA PENGANTAR
Malang, 28 maret
2016
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
4
Glomerulonefritis Kronik adalah suatu kelainan yang terjadi pada beberapa
penyakit, dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi
ginjal selama bertahun-tahun.
Glomerulonefritis sering disebabkan oleh infeksi karena kuman
streptokokus. Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3 - 7
tahun dan lebih sering mengenai anak pria dibandingkan dengan anak
wanita ( Ngastiyah, 1997, hal.294 ). Penyebab glomerulonefritis yang
lazim adalah streptococcus beta hemolitikus grup A tipe 12 atau 4 dan 1,
jarang oleh penyebab lainnya. Tanda dan gejalanya adalah hematuria,
proteinuria, oliguria, edema, dan hipertensi ( Sylvia A. Price dan Lorraine
M. Willson, 2005 ).
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
5
.BAB II
PEMBAHASAN
6
berkembang pada anak-anak dan sering pada usia 6-10 tahun.
Glomerulonefritis akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologic pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering ialah infeksi karena
kuman streptokokus.
Glomerulonefritis akut dapat dihasilkan dari penyakit sistemik
atau penyakit glomerulus primer, tapi glomerulonefritis akut post
streptococcus (juga diketahui sebagai glomerulonefritis proliferatif
akut) adalah bentuk keadaan yang sebagian besar terjadi. Infeksi dapat
berasal dari faring atau kulit dengan streptococcus beta hemolitik A
adalah yang biasa memulai terjadinya keadaan yang tidak teratur ini.
7
Glomurulonefritis progresif cepat adalah peradangan glomerulus
yang terjadi sedemikian cepat sehingga terjadi penurunan GFR 50%
dalam 3 bulan setelah awitan penyakit. Glomerulonefritis progresif
cepat ( rapid progressive glomerulonefritis, RPGN ) yang juga
dinamakan glomerulonefritis sub akut, kresentik, atau ekstrakapiler.
Penyakit ini bisa bersifat idiopatik atau disertai dengan penyakit
glomerulus proliferatif, seperti glomerulonefritis pasca streptokokal .
C. ETIOLOGI
1. Glomerulo Nefritis Akut (GNA)
Faktor penyebab Glomerulonefritis Akut yang mendasari terjadinya
sindrom ini secara luas dapat dibagi menjadi kelompok infeksi dan non
infeksi. Infeksi streptococcus disolasinya kuman Streptococcus beta
hemolyticus golongan A terjadi sekitar 75% pada orang dengan radang
tenggorokan dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit. Penyebab
stretococcus, meliputi bakteri ( streptokokus grup C, meningococcocus,
Sterptoccocus Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma
Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll), virus
( hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza,
parotitis epidemik, dll) dan parasit (malaria dan toksoplasma).
Sedangkan yang termasuk non infeksi adalah penyakit sistemik
multisystem ,seperti pada lupus eritematosus sistemik (SLE), vaskulitis,
sindrom Goodpasture , granulomatosis Wegener. Kondisi penyebab
lainnya adalah kondisi sindrom Gillain-Barre.
2. Glomerulo Nefritis Kronis (GNK)
Penyebab Glomerulonefritis kronik yang sering adalah diabetes
melitus dan hipertensi kronik. Kedua penyakit ini berkaitan dengan
cidera glomerulus yang bermakna dan berulang. Hasil akhir dari
peradangan tersebut adalah pembentukan jaringan parut dan
menurunnya fungsi glomerulus. Kerusakan glomerulus sering diikuti
oleh atrofi tubulus.
3. Glomerulo Nefritis Progresif Cepat
Glomerulonefritis progresif cepat dapat terjadi akibat perburukan
glomerulonefritis akut, suatu penyakit autoimun, atau tanpa diketahui
sebabnya (idiopatik).
8
D. PATOFISIOLOGI
Pada Glomerulonefritis Akut terjadi perubahan structural pada
bagian ginjal yang meliputi proliferasi seluler, proliferasi leukosit, terjadi
hialinisasi atau sklerosis, serta terjadi penebalan membran basal
glomerulus. Proliferasi selular menyebabkan peningkatan jumlah sel di
glomerulus karena proliferasi endotel, mesangial dan epitel sel. Proliferasi
tersebut dapat bersifat endokapiler ( yaitu dalam batas-batas dari kapiler
glomerular) atau
ekstrakapiler ( yaitu dalam ruang Bowman yang melibatkan sel-sel
epitel ).
Dalam proliferasi ekstrakapiler, proliferasi sel epitel pariental
mengarah pada pembentukkan tertentu dari glumerulonefritis progresif
cepat. Terjadinya proliferasi leukosit ditujukan dengan adanya neutrofil
dan monosit dalam lumen kapiler glumerolos dan sering menyertai
proliferasi selular. Penebalan membrane basal glomerulus muncul terjadi
pada dinding kapiler baik disisi endotel atau epitel membrane besar.
Hialinisasi atau sklerosis pada glomerulonefritis menunjukkan cedera
irreversibel.
Perubahan struktural ini diperantai oleh reaksi antigen antibodi
agregat molekul (kompleks) dibentuk dan beredar ke seluruh tubuh.
Beberapa dari kompleks ini terperangkap di glomerolus, suatu bagian
penyaring ginjal dan mencetuskan respon peradangan. Sehingga terjadi
reaksi peradangan di glomerulus yang menyebabkan pengaktifan
komplemen dan terjadi peningkatan aliran darah dan juga peningkatan
permeabilitas kapiler glomerulus serta filtrasi glomerulus. Protein - protein
plasma dan sel darah merah bocor melalui edema diruang intertisium
Bowman. Hal ini meningkatkan tekanan cairan intertisium, yang dapat
menyebabkan kolapsnya setiap glomerulus daerah tersebut. Akhirnya,
peningkatan tekanan cairan intertisium akan melawan filtrasi glomerulus
lebih lanjut.
Reaksi peradangan mengaktifkan komplemen yang menarik sel-sel
darah putih dan trombosit ke glomerulus. Pada peradangan terjadi
pengaktifan faktor - faktor koagulasi yang dapat menyebabkan
pengendapan fibrin, pembentukan jaringan parut dan hilangnya fungsi
glomerulus. Membrane glomerulus menebal dan dapat menyebabkan
penurunan GFR lebih lanjut. Glomerulonefritis akut memiliki
kecenderungan untuk berkembang menjadi Glomerulonefritis kronis.
9
Setelah kejadian berulang infeksi penyebab glomerulonefritis akut, ukuran
ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima ukuran normal, dan terjadi atas
jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan yang
tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sisa
korteks menyebabkan permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah
glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut, serta cabang -
cabang arteri renal menebal. Perubahan ini terjadi dalam rangka untuk
menjaga GFR dari nefron yang tersisa sehingga menimbulkan kosekuensi
kehilangan fungsional nefron. Perubahan ini pada akhirnya akan
menyebabkan kondisi glomerulo sklerosis dan kehilangan nefron lebih
lanjut.
Mekanisme yang terjadi pada GNAPS adalah suatu proses kompleks
imun dimana antibodi dari tubuh akan bereaksi dengan antigen yang
beredar dalam darah dan komplemen untuk membentuk suatu kompleks
imun. Kompleks imun yang beredar dalam darah dalam jumlah yang
banyak dan waktu yang singkat melekat pada kapiler-kapiler glomerulus
dan terjadi perusakan mekanis melalui aktivasi sistem komplemen, reaksi
peradangan dan mikrokoagulasi.
10
imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak
membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada
glomerulus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun
(antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis
glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada
membran basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan komplemen yang dianggap
merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui
glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium,
dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau
menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik
antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan
imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop
elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah
atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan
epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola
nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau
IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3, C4 dan C2 sering
dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang
dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang
dihasilkan oleh Streptokokus, merubah IgG
menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG
yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam
sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan
pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah
plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan
sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun
terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme
pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian,
deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan
kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat, seperti pada
glomerulonefritis akut post steroptokokus.
11
Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada
membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Hematuria (urine berwarna merah kecoklat-coklatan).
2. Proteinuria (protein dalam urine).
3. Oliguria (keluaran urine berkurang).
4. Nyeri panggul
5. Edema, ini cenderung lebih nyata pada wajah dipagi hari, kemudian
menyebar ke abdomen dan ekstremitas di siang hari.
6. Suhu badan umumnya tidak tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi sekali
pada hari pertama.
7. BUN dan keratinin meningkat
12
8. Hipertensi terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama
dan akan kembali normal pada akhir minggu pertama juga. Namun jika
terdapat kerusakan jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi
selama beberapa minggu dan menjadi permanen jika keadaan
penyakitnya menjadi kronik.
9. Dapat timbul gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu
makan, dan diare.
10.Bila terdapat ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala, kejang
dan kesadaran menurun.
11. Fatigue (keletihan atau kelelahan)
F. KOMPLIKASI
1. Oliguri sampai anuria sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus.
2. Esefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan pada penglihatan,
pusing, muntah, dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme
pembuluh darah local dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispneu, orthopneu, terdapat ronchi
basah, pembesaran jantung dan meningkatnya TD yang bukan
disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi
Gagal Jantung akibat HT yang menetap dan kelainan di
miocardium.
4. Anemia karena adanya hipervolemia dan adanya sintesis eritropoetik
yang menurun.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan urine: adanya proteinuria (+1 sampai +4), kelainan
sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak
selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan
lain-lain. Analisa urine adanya strptococus.
2. Pemeriksaan darah:
kadar ureum dan kreatinin serum meningkat.
jumlah elektrolit : hiperkalemia, hiperfosfatem dan hipokalsemia.
analisa gas darah ; adanya asidosis.
Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment)
dan C3 rendah.
13
kadar albumin, darah lengkap (Hb,leukosit,trombosit dan
erytrosit)adanya anemia
3. Pemeriksaan Kultur tenggorok : menentukan jenis mikroba adanya
streptokokus.
4. Pemeriksaan serologis : antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan
anti Dnase \
5. Pemeriksaan imunologi : IgG, IgM dan C3.kompleks imun
6. Pemeriksaan radiologi : foto thorak adanya gambaran edema paru
atau pada jantung.
7. ECG : adanya gambaran gangguan jantung
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk melindungi fungsi ginjal dan
menangani komplikasi dengan tepat.
a. Medis
1. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih, dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10
hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin
30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
2. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi,
pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat
cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan
reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian,
maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03
mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena
memberi efek toksis.
3. Pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam
5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi
glomerulus.
4. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan
oksigen.
b. Keperawatan
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlak
selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk
menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa
14
mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit
tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan
rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita
dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali.
3. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan
glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan
disesuaikan dengan kebutuhan
4. Bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan
oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
BAB III
3.1 PENGKAJIAN
15
3.1.1 Identitas Klien
2. Tanda vital :
a. TD : > 120/70
d. RR : > 20x/menit
2. Mata : anemis (-), sclera ikterik (-), pupil terhadap cahaya (+)
16
5. Leher : tidak ada kelainan
8. 10. Paru-paru :
9. Abdomen :
c. Perkusi : timpani
b. Fungsional Gordon
17
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan : pasien mengatakan
kesehatan merupakan hal yang penting, jika ada keluarga yang
sakit maka akan segera dibawa ke pelayanan kesehatan
terdekat.
9. Pola persepsi diri dan konsep diri : terjadi perubahan pada rasa
gairah seksual dalam hubungan.
18
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Urine :Terdapat protein (proteinuria), terdapat
darah (hematuria), albuminuria, urine tampak
kemerah- merahan seperti kopi. Secara mikroskopik :
sedimen kemih tampak adanya silindruria (banyak
silinder dalam kemih), sel-sel darah merah dan
silinder eritrosit. Berat jenis urine biasnaya tinggi
meskipun terjadi azotemia.
2. Biakan kuman (sediaan dari suab tenggorokan dan
tites antistreptolisin/ASO) untuk tentukan etiologi
streptococcus.
3. Darah : Laju endapan darah meningkat, kadar Hb
menurun.
b. Test gangguan kompleks imun
c. Biopsi ginjal : Untuk menegakkan diagnosis penyakit
glomerulus .
3.3 INTERVENSI
No Diagnosa Keperawatn NOC NIC
1 kelebihan volume Tujuan : Setelah dilakukan tindakan NIC : Manajemen
cairan b.d. retensi asuhan keperawatan selama 3x24 jam Elektrolit / cairan
cairan dan diharapkan volume cairan kembali normal.
natrium. Definisi :
19
NOC : Keseimbangan Cairan Pengaturan dan
Definisi : pencegahan
Peningkatan retensi Definisi : Keseimbangan cairan didalam komplikasi dari
cairan isotonik. ruang intraseluler dan ekstraseluler tibuh. perubahan cairan
dan elektrolit.
Batasan
No Indikator 1 2 3 4 5
Karakteristik:
- Edema 1 Ukur 1. Pantau dan
intake dan laporkan
- Penambahan
output tanda dan
berat badan
gejala
dalam waktu dalam 24
kelebihan
singkat jam. cairan: Ukur
- Perubahan 2 Berat dan catat
berat dan Badan intak dan
jenis urine stabil output setiap
- Ketidak
3 Berat dan 4-8 jam.
seimbangan
elektrolit jenis urine 2. Catat jumlah
4 Edema dan
Faktor yang perifer karakteristik
Berhubungan : urine setiap
- Kelebihan Keterangan : jam dan
asupan timbang BB
1. Sangat Terganggu
natrium setiap hari.
2. Banyak menganggu
- Kelebihan 3. Minimalkan
3. Cukup terganggu
asupan cairan asupan makanan
4. Sedikit Terganggu
dan minuman
5.Tidak terganggu
dengan diuretik
atau pencahar
X : Sebelum intervensi
( misalnya, teh,
Y : Setelah intervensi
kopi, suplemen
herbal)
4. Monitor hasil
laboratorium
yang relevan
dengan retensi
cairan
( misalnya,
hematokrit,
BUN, albumin,
protein total,
osmolalitas
serum, urine
spesifik)
5. Pantau adanya
tanda dan gejala
retensi cairan.
20
kontraksi otot NOC : kontrol Nyeri Definisi :
skunder adanya Pengurangan atau
Definisi : reduksi nyeri sampai
inflamasi pada tingkat
glomerulus. No Indikator 1 2 3 4 5 kenyamanan yang
1 Mengenali kapan dapat diterima oleh
nyeri terjadi pasien.
2 Mengambarkan
Definisi : pengalaman
faktor penyebab 1. Lakukan
sensori dan emosional
nyeri pengkajian nyeri
tidak menyenangkan
3 Melaporkan komprehensif
yang muncul akibat
perubahan yang meliputi
kerusakan jaringan
terhadap gejala lokasi,
aktual atau potensial
nyeri pada karakteristik,
atau yang digambarkan
profesional oset/durasi,
kerusakan
kesehatan frekuensi, kualitas
(Internasional
4 Melaporkan intersitas atau
Association for the
gejala yang tidak beratnya nyeri
Study of Pain); awitan
terkontrol dan dan faktor
yang tiba-tiba atau
yang terkontrol pencetus.
lambat dari intensitas
pada profesional 2. . Berikan
ringan hingga berat
kesehatan informasi
dengan akhir yang
5 Menggunakan mengenai nyeri,
dapat diantisipati atau
analgesik yang seperti penyebab
diprediksi.
direkomendasikan nyeri, berapa
lama nyeri akan
dirasakan, dan
Batasan Karakteristik
Keterangan : antisipasi dari
:
1. Tidak pernah menunjukan ketidaknyamanan
1. Sikap tubuh
2. Jarang menunjukan akibat prosedur
melindungi area
3. Kadang-kadang menunjukan 3. Tentukan akibat
nyeri
4. Sering menunjukan dari pengalaman
2. Perubahan selera
5.Secara konsisten menujukan nyeri terhadap
makan kualitas hidup
3. Perubahan pada
X : Sebelum intervensi pasien (misal:
parameter fisiologis (
Y : Setelah intervensi tidur, nafsu
misalnya, TD, makan,
frekuensi jantung, pengertian
frekuensi pernapasan, perasaan
saturasi oksigen, dan hubungan,
end tidal performa kerja
karbondioksid. dan tanggung
Faktor yang jawab pasien).
Berhubungan : 4. Pastikan
Agen cedera biologis perawatan
( misalnya, infeksi, analgesic bagi
iskemia, neoplasma). pasien dilakukan
dengan
pemantauan yang
ketat.
21
3 Gangguan perfusi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan NIC : monitor
jaringan: asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan tanda tanda vital
serebral/kardiopul tidak ada gangguan perfusi jaringan.
monal b.d. resiko Definisi :
hipertensi. NOC : Kontrol Resiko Hipertensi pengumpulan dan
analisis data
Definisi : penurunan Definisi : tindakan individu untuk kardiovaskuler,
sirkulasi darah ke mengerti, mencegah, mengeliminasi, atau pernapasan dan suhu
perifer yang dapat mengurangi ancaman kesehatan yang tubuh unruk
menganggu kesehatan. berkaitan dengan tekanan darah tinggi. menentukan dan
mencegah
Batasan Karakteristik No Indikator 1 2 3 4 5 komplikasi.
: 1 Mengidentifikasi
1. Edema 1. Monitor tekanan
faktor resiko
2. Nyeri darah saat pasien
hipertensi
3. Perubahan tekanan berbaring, duduk,
2 Mengidentifikasi
darah dan berdiri
tanda dan gejala
hipertensi sebelum dan
3 Memeriksa sesudah
Faktor yang perubahan posisi.
tekanan darah
Berhubungan : 2. Auskultasi
4 Mematuhi
1. Hipertensi tekanan darah
asupan garam
2. Diabetes miletus dikedua lengan
yang dianjurkan
3. Kurang pengetahuan dan bandingkan
tentang proses 3. Catat gaya dan
penyakit (misalnya, Keterangan :
1. tidak pernah menunjukan fluktuasi yang
diabetes, luas pada tekanan
hiperlipidmia) 2. jarang menunjukan
3. kadang kadang menunjukan darah
4. sering menunjukan 4. Pantau tanda dan
5. secara konsisten menunjukan gejala hipertensi
(Hipertensi,
takikardi,
X : Sebelum intervensi
bradikardi, kacau
Y : Setelah intervensi mental, penurunan
tingkat kesadaran,
sakit kepala,
tinitus, mual,
muntuh, kejang dan
disritmia).
4 Kerusakan integritas Tujuan : Setelah dilakukan tindakan NIC : Managemen
kulit berhubungan asuhan keperawatan selama 3x24 jam Energi
diharapakan kerusakan kulit berkurang.
dengan imobilitas fisik, Definisi :
gangguan volume NOC : Integritas Jaringan : kulit pengaturan energy
cairan.
yang digunakan
Definisi : keutuhan struktur dan fungsi untuk menangani
Definisi : kerusakan fisiologis kulit dan selaput lendir yang atau mencegah
pada epidermis dan normal. kelelahan dan
dermis. mengoptimalkan
No Indikator 1 2 3 4 5 fungsi.
Batasan 1 Integritas kulit
22
karakteristik: 2 hidrasi 1. Monitor elektrolit
3 Perfusi jaringan 2. Manajemen
Kerusakan integritas 4 Jaringan parut elektrolit :
kulit 5 Penebalan kulit - Pantau kadar
serum
Keterangan : elektrolit
Faktor yang 1. Sangat terganggu yang
Berhubungan : 2. Banyak terganggu abnormal,
3. Cukup terganggu seperti yang
1. Faktor mekanik 4. Sedikit terganggu tersedia
(misalnya, daya 5. Tidak terganggu - Dapatkan
gesek, tekanan, spesimen
imobilitas fisik) X : Sebelum intervensi laboratorium
2. Gangguan sensasi Y : Sebelum intervensi untuk
(misalnya, akibat pemantaun
cedera medula perubahan
spinalis, diabetes cairan atau
miletus, dll) elektrolit
3. Gangguan volume ( misalnya,
cairan hematokrit,
4. Nutrisi tidak adekuat BUN,
protein,
natrium, dan
kadar
kalium)
- Timbang
berat badan
harian dan
pantau
gejala.
3.4 IMPLEMENTASI
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas
yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/
pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu
mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon
pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Doenges E Marilyn, dkk,).
3.5 EVALUASI
Proses yang dilakukan untuk menilai keberhasilan dari suatu
tindakan yang dilakukan, menentukan sejauh mana tujuan sudah tercapai.
BAB IV
PENUTUP
23
A. KESIMPULAN
B. SARAN
1. Dalam membuat makalah, kelompok diharapkan dapat memahami
pengetahuan tentang penyakit glomerulonefritis.
2. Mahasiswa perlu ditingkatkan keaktifannya dalam bertanya kepada
pembimbing yang behubungan dengan asuhan keperawatan pada klien
dengan Glomerulonefritis.
3. Mahasiswa diharapkan dapat lebih menggunakan waktu sebaik-baiknya
dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
24
Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta :
EGC
Muttaqin, Arif, dkk. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta :
Salemba Medika
Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien denga Gangguan
Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika
Potter, P. A., & Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses,
dan Praktik Edisi 4. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 4.
Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC
Williams, Lippincott & Wilkins. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
25